UPAYA STRATEGIS INTELIJEN YUSTISIAL KEJAKSAAN DALAM PROSES PENYELIDIKAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung)

(1)

ABSTRAK

UPAYA STRATEGIS INTELIJEN YUSTISIAL KEJAKSAAN DALAM PROSES PENYELIDIKAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

(Studi Pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung) Oleh:

Jiwa Syahputra

Tugas Intelijen Yustisial Kejaksaan bukanlah pekerjan mudah. Selain dituntut menguasai fungsi penegakan hukum, yakni bidang pidana, perdata dan tata usaha negara, juga harus memahami bidang ketertiban dan ketentraman umum. Secara strategis, Intelijen Yustisial Kejaksaan adalah intelijen sipil yang bergerak di dalam negeri dan bertugas mencari informasi untuk digunakan oleh pimpinan dan merupakan intelijen yang menjalankan fungsi penegakan hukum. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah Upaya strategis Intelijen Yustisial Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dalam rangka penyelidikan mengungkap dugaan tindak pidana korupsi dan apakah faktor-faktor yang menjadi hambatan Intelijen Yustisial Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dalam pengungkapan dugaan tindak pidana korupsi.

Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan didukung dengan pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, pengumpulan data dengan wawancara, studi pustaka, dan studi dokumen. Sedangkan pengolahan data melalui tahap pemeriksaan data, penandaan data, rekonstruksi data, dan sistematisasi data. Data yang sudah diolah kemudian disajikan dalam bentuk uraian, lalu dintreprestasikan atau ditafsirkan untuk dilakukan pembahasan dan dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk selanjutkan ditarik suatu kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa upaya strategis Intelijen Yustisial Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dalam rangka penyelidikan mengungkap dugaan tindak pidana korupsi memiliki cara dan teknik tersendiri dalam pengungkapan kasus/permasalahan tindak pidana korupsi. Memiliki tahapan kegiatan yang sering disebut intelligence cycle atau Roda Perputaran Intelijen (RPI) adalah proses pengembangan informasi dasar menjadi produk intelijen bagi pengguna (user) untuk pengambilan keputusan atau tindakan. Roda Perputaran Intelijen (RPI) dipergunakan pada setiap kegiatan intelijen yang berupa penyelidikan (Lid), pengamanan (Pam) dan penggalangan (Gal).


(2)

Jiwa Syahputra

Pelaksanaan kegiatan penyelidikan memperhatikan pendekatan kriminalistik SOM dan pendekatan alat bukti. Pendekatan kriminalistik SOM yaitu S (subyek) adalah saksi, ahli, calon tersangka, O (obyek) yaitu sasaran, sarana dan hasil kejahatan serta M (modus operandi) yaitu bagaimana kejahatan dilakukan. Pendekatan alat bukti dengan memperhatikan Pasal 184 KUHAP adalah saksi, ahli, surat, petunjuk dan terdakwa. Faktor-faktor yang menjadi hambatan Intelijen Yustisial Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dalam pengungkapan dugaan tindak pidana korupsi adalah faktor perundang-undangan, faktor aparatur penegak hukum, dan faktor sarana dan prasarana. Ketentuan perundang-undangan yang ada tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan reformasi birokrasi pemerintahan serta tidak sepenuhnya mengakomodasi tugas dan wewenang Intelijen Yustisial Kejaksaan. staff Intelijen Yustisial Kejaksaan Negeri Bandar Lampung belum seluruhnya mendapat dan menguasai materi teknik perkara dan minimnya personel intelijen serta sarana prasarana intelijen.

Agar upaya Intelijen Yustisial Kejaksaan khususnya di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung lebih optimal maka diperlukan peningkatan kemampuan dan keterampilan staff Intelijen Yustisial Kejaksaan dalam hal manajemen, metode dan teknik intelijen dasar maupun lanjutan dengan dibekali dana operasional yang memadai serta penggunaan sarana teknologi dan informasi yang terkini.


(3)

UPAYA STRATEGIS INTELIJEN YUSTISIAL KEJAKSAAN DALAM PROSES PENYELIDIKAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

(Studi Pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung)

Oleh Jiwa Syahputra

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(4)

UPAYA STRATEGIS INTELIJEN YUSTISIAL KEJAKSAAN DALAM PROSES PENYELIDIKAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

(Studi Pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung) (Skripsi)

Oleh : Jiwa Syahputra

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(5)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……… 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ………. 4

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ………. 5

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ………. 7

E. Sistematika Penulisan ………. 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Intelijen Yustisial Kejaksaan ……… 12

B. Tinjauan Tentang Penyelidikan ………. 18

C. Tinjauan Tentang Kejaksaan ………. 23

D. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Korupsi ………. 27

III.METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ……….…………..……….. 35

B. Sumber dan Jenis Data ……….…………..……….. 35

C. Penentuan Narasumber ... 36

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ….…..…….……….. 37

E. Analisis Data ……….…….…..………. 38

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ………... 39

B. Upaya Strategis Intelijen Yustisial Kejaksaan Negeri Tanjung Karang Dalam Rangka Penyelidikan Mengungkap Dugaan Tindak Pidana Korupsi ………... 40


(6)

C. Faktor-Faktor Yang Menjadi Hambatan Intelijen Yustisial

Kejaksaan Negeri Tanjung Karang Dalam Pengungkapan Dugaan

Tindak Pidana Korupsi ……….…….………... 51

V. PENUTUP

A. Kesimpulan ………..………. 54

B. Saran ……….……… 55


(7)

DAFTAR PUSTAKA

Atmasasmita, Romli, 2012, Teori Hukum Integratif: Rekonstruksi terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif. Genta Publshing. Yogyakarta.

Alatas, Syed Hussein, 1987, Korupsi, Sifat,Sebab dan Fungsi, LP3ES, Jakarta. Effendy. Marwan, 2005. Kejaksaan RI,Posisi dan Fungsinya dari Perspektif

Hukum. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Evi, Hartanti, 2005, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta.

Hartiwiningsih, 2000, Problema dan strategi pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme di Indonesia. 3 editions published, Jakarta.

Hamzah, Andi, 2006, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. Kusumaatmaja, Mochtar, 2002, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan,

Alumi, Bandung.

Prodjohamidjojo, Martiman, 1989, Pembahasan Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Pradnya Paramita, Jakarta.

______________, Martiman, 2005, Memahami Dasar-dasar hukum Pidana Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Pradjonggo, Sridjaja, Tjandra, 2010, Sifat Melawan Hukum dalam Tindak Pidana. Korupsi, Indonesia Lawyer Club, Surabaya.

Rohim, 2008, Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi, Pena Multi Media, Jakarta.

Saronto, Wahyu, Jasir Karwita, dan Victor Hasibuan, 2008, Intelijen teori, aplikasi, dan modernisasi disusun Wendratama, Ed.6, Multindo Mega Pratama, Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 2005, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafondo Persada, Jakarta.


(8)

_________________, 2010, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana


(9)

MOTTO

Nikmatilah setiap detik, menit dalam hidup kita dan jangan sampai ia terlewat percuma maka untuk setiap jam seterusnya kita tidak perlu

khawatir sebab ia akan membawa manfaat dengan sendiri nya


(10)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Diah Gustiniati, S.H., M.H. ...

Sekretaris/Anggota : Tri Andrisman, S.H., M.H. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Firganefi, S.H., M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heriyandi, S.H., M.S. NIP 196211091987031003


(11)

PERSEMBAHAN

Dengan ketulusan dan kerendahan hati kupersembahkan karya kecil ini kepada orang-orang yang terkasih dan mengasihiku :

Kedua orang tuaku tercinta, untuk tiap tetes keringat yang keluar untuk keberhasilanku dan untuk semangat, nasihat, dorongan dan doa disetiap shalat dan

sujudnya.

Adik-adikku tersayang ysng memberi motivasi dan semangat dalam hidup ku.

Fitri Soraya Diharani yang telah memberi semangat serta dukungan moril, doa, perhatian dan kesabaran selama ini`


(12)

Judul Skripsi : UPAYA STRATEGIS INTELIJEN

YUSTISIAL KEJAKSAAN DALAM PROSES PENYELIDIKAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung)

Nama Mahasiswa : Jiwa Syahputra No. Pokok Mahasiswa : 0912011177 Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Diah Gustiniati, S.H., M.H. Tri Andrisman, S.H., M.H. NIP 196208171987032003 NIP 196112311989031023

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati, S.H., M.H. NIP 196208171987032003


(13)

RIWAYAT HUDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 26 Desember 1990. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H. Syahpuan S.H.,M.H. dan Ibu Hj. Drs. Lilis Lestari.

Penulis memulai jenjang pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) Teladan Trisula 1 Bandar Lampung diselesaikan tahun 1997, pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Rawa Laut (Teladan) yang diselesaikan tahun 2003, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Bandar Lampung yang diselesaikan tahun 2006, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 Bandar Lampung yang diselesaikan tahun 2009.

Tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung dan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Universitas Lampung di Pulau Pasaran Bandar Lampung pada tahun 2012.


(14)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim.

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “Upaya Strategis Intelijen Yustisial Kejaksaan Dalam Proses Penyelidikan Perkara Tindak Pidana Korupsi (Studi Pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung)” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Heriyandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan masukan-masukan yang membangun, memotifasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan masukan-masukan yang membangun, memotifasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(15)

4. Ibu Firganefi, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas I atas waktu, saran, masukan dan kritik membangunnya kepada penulis untuk dapat menyempurnakan skripsi ini.

5. Ibu Rini Fatonah, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas II atas waktu, saran, masukan dan kritik membangunnya kepada penulis untuk dapat menyempurnakan skripsi ini.

6. Bapak Naek Siregar, S.H., M.Hum. Selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

7. Seluruh Dosen, staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah mendidik, membimbing serta memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis.

8. Mbak Sri, Mbak Yanti, Mbak Yani dan Mbak Rita, terima kasih atas bantuannya selama ini.

9. Seluruh responden yang telah bersedia memberikan info dan masukan sehingga skripsi ini bisa diselesaikan oleh penulis dengan baik.

10.Terima kasih juga untuk semua keluarga besar Ayah dan Ibu serta semua saudara sepupuku terima kasih atas bantuan, doa serta memberika dorongan dan semangat yang tanpa batas.

11.Teman – Teman di SMA, terima kasih untuk kebersamaannya bersama kalian, sukses selalu buat kita semua.

12.Seluruh sahabat – sahabatku Ferdiansyah ”doy’, Lindra, Agung, fadil, Yudi,

Andika, Angga, Bagus ”beges”, Paris, Dopi, Robi, Wahadi ”emong”, Baskoro, Joko, Dika ”ahok”, Darmen, Noris, Iman, Taka ”tekew”, Alfa ”cacing”, Riksa,


(16)

Agus, Kak Samsudin ”lesyam”, Om Yanto, terima kasih atas motifasi,

semangat, serta dorongan buat menjadi manusia yang berhasil.

13.Sahabat –sahabat yang sudah seperti saudaraku Hafiid, Hifzani ”Dodo”, Irfan,

Aji, Febriansyah ”Ebi”, Alvin, Rusmadan ”Iyus”, Desfa, Anggi, Lana, Adit,

Grasio, Try, terima kasih atas motifasi, semangat, serta dorongan buat menjadi manusia yang lebih baik.

14.Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan semangat dan dorongan dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

15.Teman-temanku di Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas persahabatannya.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 8 Mei 2013 Penulis


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional dapat dilihat sebagai upaya bangsa yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama-sama dengan masyarakat secara berencana, bertahap dan berkelanjutan dalam mengelola seluruh potensi sumber daya nasional. Pengelolaan potensi sumber daya nasional tersebut mencangkup sumber daya alam, potensi sumber daya manusia dan potensi sumber daya buatan yang bertujuan untuk kemakmuran masyarakat sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan nasional itu dapat dikualifikasi sebagai upaya bangsa Indonesia untuk memberdayakan potensi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, pertahanan dan keamanan dalam mencapai sinergisitas dan harmoni kedaulatan rakyat.

Pelaksanaan pembangunan didalamnya terdapat banyak factor penghambat salah satu faktor penghambat proses pembangunan yang sangat mempengaruhi perekonomian dan keuangan negara ialah tindak pidana korupsi. Di berbagai belahan dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh


(18)

2

tindak pidana korupsi tersebut. Dampak yang ditimbulkan dapat berpengaruh dalam berbagi bidang kehidupan. Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita bangsa menuju masyarakat adil dan makmur.1

Tidak ada satu bangsa yang terbebas dari korupsi maka pencegahan korupsi hendaknya memang dilakukan oleh negara-negara di dunia secara seksama dan terus menerus. Korupsi pada umumnya dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan dalam suatu jabatan yang berkaitan dengan penyalahgunaan kekuasaan. Korupsi adalah senjata utama kejahatan yang terorganisir untuk memantapkan kekuasaan dan kebebasan untuk berbuat.2

Upaya penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi salah satunya adalah dengan melakukan proses penyelidikan yang merupakan tahap persiapan atau permulaan. Untuk itu dalam membantu proses penyelidikan maka dibangun badan intelijen di setiap negara. Pengertian Intelijen atau Intelligence berarti juga seni mencari, mengumpulkan dan mengolah informasi strategis yang diperlukan Negara. Tentang definisi ini intelijen juga mencakup orang-orang yang berada di dalamorganisasi intelijen termasuk sistem operasi dan analisanya.

Teknik, mekanisme kerja, sistem analisa dan produk yang dihasilkan organisasi intelijen dimana pun di dunia adalah sejenis yaitu berupa hasil olah analisa berdasarkan data yang akurat dan tepat serta disampaikan secepat mungkin kepada para pengambil keputusan dalam sebuah negara. Tidak ada yang misterius, aneh atau pun luar biasa dalam organisasi intelijen. Secara historis dan alamiah,

1

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm. 1

2

Rohim, Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi, Pena Multi Media, Jakarta. 2008, hlm.4.


(19)

3

organisasi intelijen memiliki ciri tertentu yang telah diketahui masyarakat luas, yaitu prinsip kerahasiaan. Ciri utama inilah yang kemudian menimbulkan tanda tanya bagi masyarakat. Selanjutnya timbul pula praduga-praduga yang belum tentu benar sehingga mitologi intelijen menjadi semakin kabur dalam bayang-bayang cerita atau kisah nyata, cerita fiksi dan fakta terjadinya peristiwa yang sulit diungkapkan secara transparan kepada khalayak.

Fungsi intelejen juga dapat digunakan untuk menjaga dan mempertahankan kepentingan-kepentingan nasionalnya terhadap paksaan atau intervensi dari negara lain, serta ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan (AGHT) yang datang baik dari dalam negara maupun intervensi dari Negara lain.3

Arti pentingnya kegiatan intelijen dalam hal ini salah satunya oleh Intelijen Yustisial Kejaksaan yaitu melalui kegiatan penyelidikan untuk dapat mengantisipasi, mengindentifikasi, mendeteksi dan memecahkan berbagai masalah yang menghadang bangsa. Intelijen juga selalu dihadapkan dengan masalah yang serba rahasia, samar-samar atau penuh teka-teki. Intelijen selalu bekerja dengan penuh rahasia sehingga intelijen sering disebut dinas rahasia, dimana intelijen harus mampu memecahkan masalah yang penuh rahasia dan secara rahasia dengan segala resikonya.

Tugas Intelijen Yustisial Kejaksaan bukanlah pekerjan mudah. Selain dituntut menguasai fungsi penegakan hukum, yakni bidang pidana, perdata dan tata usaha negara, juga harus memahami bidang ketertiban dan ketentraman umum. Konsep ini menjelaskan, peran Intelijen Yustisial Kejaksaan adalah sebagai sarana deteksi

3


(20)

4

dini dan peringatan dini bagi organisasi Kejaksaan pada umumnya dan bagi pimpinan Kejaksan dalam membuat suatu perencanaan, kebijakan atau untuk membuat keputusan. Secara strategis, Intelijen Yustisial Kejaksaan adalah intelijen sipil yang bergerak di dalam negeri dan bertugas mencari informasi untuk digunakan oleh pimpinan dan merupakan intelijen yang menjalankan fungsi penegakan hukum. Selain itu, Intelijen Yustisial Kejaksaan termasuk intelijen taktis yang positif bukan yang agresif.

Perihal melaksanakan kegiatan penyelidikan secara maksimal, maka Intelijen Yustisial Kejaksaan melalui seksi intelijen yang bertugas melakukan mata rantai penyelidikan yaitu sejak dari perencanaan, kegiatan pengumpulan, kegiatan pengolahan hingga kegiatan penggunaan data. Dalam hal ini mengumpulkan dan mengelola data serta fakta mengenai terdapat adanya dugaan perkara tindak pidana korupsi. Apabila timbul dugaan telah terjadi suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana khusus yaitu tindak pidana korupsi maka aparat Intelijen Yustisial Kejaksaan melakukan operasi strategis Intelijen Yustisial dengan aksesibilitas penyelidikan yang bersifat rahasia untuk mendapatkan cukup fakta dan alat bukti demi terang perkara guna ditingkatkan proses hukumnya menjadi penyidikan.

Sehubungan dengan fakta-fakta di atas, maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian yang terkait dengan peranan strategis Intelijen Yustisial dalam rangka penyelidikan mengungkap dugaan tindak pidana korupsi, dan menuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul : “Upaya Strategis Intelijen


(21)

5

Yustisial Kejaksaan Dalam Proses Penyelidikan Perkara Tindak Pidana Korupsi

(Studi Pada Kejaksaan Negeri Tanjung Karang)”

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Permasalahan

Adapun perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : a. Bagaimanakah upaya strategis Intelijen Yustisial Kejaksaan Negeri Bandar

Lampung dalam rangka penyelidikan mengungkap dugaan tindak pidana korupsi?

b. Apakah faktor-faktor yang menjadi hambatan Intelijen Yustisial Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dalam pengungkapan dugaan tindak pidana korupsi?

2. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun lingkup pembahasan dalam penelitian ini adalah bagian dari kajian Hukum Pidana. Sedangkan lingkup pembahasan dalam penelitian ini hanya terbatas upaya strategis Intelijen Yustisial Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dalam rangka penyelidikan mengungkap dugaan tindak pidana korupsi dan hambatan Intelijen Yustisial Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dalam pengungkapan dugaan tindak pidana korupsi.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan penelitian pastilah mempunyai tujuan, dimana tujuan-tujuan yang hendak dipakai penulis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui :


(22)

6

a. Upaya strategis Intelijen Yustisial Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dalam rangka penyelidikan mengungkap dugaan tindak pidana korupsi.

b. Faktor-faktor yang menghambat Intelijen Yustisial Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dalam pengungkapan dugaan tindak pidana korupsi.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu: a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum pidana mengenai upaya strategis Intelijen Yustisial Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dalam rangka penyelidikan mengungkap dugaan tindak pidana korupsi.

b. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada Praktisi Hukum dan masyarakat khususnya mengenai kajian hambatan Intelijen Yustisial Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dalam pengungkapan dugaan tindak pidana korupsi.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Hukum merupakan suatu kebutuhan masyarakat sehingga ia bekerja dengan cara memberikan petunjuk tingkah laku kepada manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Ia merupakan pencerminan kehendak manusia tentang bagaimana seharusnya masyarakat itu dibina dan kemana harus diarahkan. Arah dan


(23)

7

pembinaan hukum secara garis besar meliputi pencapaian suatu masyarakat yang tertib dan damai, mewujudkan keadilan, serta untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagian atau kesejahteraan.

Intelejen berasal dari bahasa Inggris yaitu intelligence, intelligent. Dalam Kamus Inggris Indonesia intelligent berarti cerdas, pandai sedangkan intelligence berarti kecerdasan, inteligensi, Teori dasar intelijen sudah diperkenalkan di Cina sekitar tahun 500 SM oleh Sun Tzu, sebagaimana ditulis oleh We Chow How antara lain: Siapa yang memahami diri sendiri dan diri lawan secara mendalam, berada di jalan kemenangan pada semua pertempuran. Siapa yang memahami diri sendiri, tetapi tidak memahami lawannya, hanya berpeluang sama besarnya untuk hancur dalam semua pertempuran, kenali musuh anda menang (dengan lawannya). Siapa yang tidak memahami dirinya sendiri maupun lawannya, berada di jalan untuk kenali diri anda dan kemenangan anda tidak terancam. Kenali lapangan, kenali cuaca dan kemenangan anda akan lengkap. Saya akan mermalkan pihak mana pihak mana yang menang dan pihak mana yang kalah. menilai sesuatu, ada tiga factor yang harus dianalisis, yaitu faktor diri, faktor musuh, dan faktor lingkungan.4

Intelijen (intelligence) merupakan kegiatan yang berkaitan dengan hal rahasia (telik sandi). Menurut Encarta World Dictionary menyebutkan tiga pengertian intelijen yaitu :

1) Informasi mengenai rencana atau tindakan rahasia terutama yang berkenan dengan pemerintah atau militer asing, bisnis lawan atau pelaku kejahatan;

4

Y Wahyu Suranto, Jasir Karwita, Victor Hasibuan, Intelijen teori, aplikasi, dan modernisasi disusun Wendratama, Ed.6, Multindo Mega Pratama, Jakarta. 2008, hlm. 30


(24)

8

2) Kegiatan mengumpulkan informasi rahasia tersebut dan mempergunakannya; 3) Organisasi yang mengumpulkan informasi rahasia mengenai rencana atau

tindakan yang dilakukan oleh pihak musuh atau calon musuh.5

Intelijen Yustisial Kejaksaan adalah intelijen sipil yang bergerak di dalam negeri dan bertugas mencari informasi untuk digunakan oleh pimpinan dan merupakan intelijen yang menjalankan fungsi penegakan hukum. Selain itu, Intelijen Yustisial Kejaksaan termasuk intelijen taktis yang positif bukan yang agresif.

Sebagai salah satu komponen penegak hukum, Kejaksaan RI mempunyai peran penting dalam sistem peradilan di Indonesia. Dalam upaya menjaga tegaknya hukum, kejaksaan mempunyai karakteristik tersendiri dibandingkan dengan instansi yang lain yaitu adanya wewenang untuk mengajukan tuntutan ke pengadilan. Dalam rangka menunjang dan memberikan landasan hukum dalam melaksanakan tugasnya, Pemerintah kemudian mengesahkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. Dalam undang-undang tersebut telah dibuat stratifikasi kejaksaan yang terdiri dari Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri.6

Intelijen memiliki cara dan teknik tersendiri dalam pengungkapan kasus/permasalahan baik untuk kepentingan militer maupun non militer. Memiliki tahapan-tahapan yang sering disebut intelligence cyle atau Roda Perputaran Intelijen (RPI) adalah proses pengembangan informasi dasar menjadi produk intelijen bagi pengguna (user) untuk pengambilan keputusan atau tindakan. Tahapan kegiatan tersebut yaitu :

5

Y. Wahyu Suranto, Jasir Karwita, Victor Hasibuan, Op, Cit., hlm. 10

6


(25)

9

a. Perencanaan dan pengarahan (planning and direction).

b. Pengumpulan (collection).

c. Pengolahan (processing).

d. Penggunaan dan distribusi (distribution).7

Sebagai suatu tindak pidana yang tergolong extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa, korupsi tentu dalam pengungkapannya membutuhkan kejelian dan kecerdasan dari aparat penegak hukum, dalam permasalahan disini adalah kemampuan dari pihak kejaksaan. Hal ini karena tindak pidana korupsi sangat sulit pengungkapan dan pembuktiannya. Jadi tidak jarang sering kita ketahui dan kita dengar terdakwa tindak pidana korupsi mendapat sanksi yang ringan atau bahkan dibebaskan karena dakwaan dari jaksa tidak terbukti atau mungkin karena unsur-unsur pidana atau alat buktinya kurang kuat.

Soerjono Soekanto, mengatakan bahwa untuk menyatakan suatu peranan tertentu dapat dijabarkan sebagai berikut :

Pelaksanaan fungsi penegakan oleh Intelijen Yustisial Kejaksaan dipengaruhi beberapa factor. Mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto, adalah sebagai berikut :

a. Faktor hukumnya sendiri (Undang-Undang)

b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

7


(26)

10

d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan

e. Faktor kebudayaan.8

Kelima faktor tesebut di atas saling berkaitan erat karena merupakan esensi dari penegakan hukum, serta juga merupakan tolak ukur daripada efektfitas penegakan hukum.

2. Konseptual

Agar tidak terjadi kesalahpahaman pada pokok permasalahan, maka dibawah ini penulis memberikan beberapa konsep yang dapat dijadikan pegangan dalam memahami tulisan ini. Berdasarkan judul akan diuraikan berbagai istilah sebagai berikut :

a. Intelejen adalah organisasi yang mengumpulkan informasi rahasia mengenai rencana atau tindakan yang dilakukan oleh pihak musuh atau calon musuh.9 b. Kejaksaan adalah alat kekuasaan dari pemerintah dan dalam segala

tindakannya ditujukan untuk menjunjung tinggi hak-hak asasi dan martabat serta harkat manusia dan segala hukum.10

c. Penyelidikan yaitu serangkaian kegiatan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut KUHAP.11

8

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafondo Persada, Jakarta . hlm. 5.

9

Y. Wahyu Suranto, Jasir Karwita, Victor Hasibuan, Op, Cit., hlm. 10.

10

Martiman Projohamidjojo, Pembahasan Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Pradnya Paramita, Jakarta 8.

11


(27)

11

d. Korupsi adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang bertentangan dengan kewajiban resmi atau kepercayaan orang, dilakukan dengan melawan hukum dan dengan salah menggunakan kedudukannya untuk memperoleh sesuatu keuntungan bagi diri sendiri atau orang lain, bertentangan dengan kewajiban dan hak-hak orang lain.12

E. Sistematika Penulisan Hukum

Adapun sistematika penulisan hukum terbagi dalam 5 (lima) bab yang saling berkaitan dan berhubungan. Sistematika dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini, penulis menguraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori meliputi tinjauan umum tentang hukum acara pidana dan tinjauan umum tentang tindak pidana korupsi.

III. METODE PENELITIAN

Pada bab ini memuat metode yang digunakan dalam penulisan yang menjelaskan mengenai langkah-langkah yang digunakan dalam pendekatan masalah.

12

Hartiwiningsih, Problema dan strategi pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme di Indonesia. 3 editions published, Jakarta. hlm. 852


(28)

12

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan hasil penelitian dan pembahasan berdasarkan rumusan masalah, yaitu mengenai peranan strategis Intelijen Yustisial Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dalam rangka penyelidikan mengungkap dugaan tindak pidana korupsi.

V. PENUTUP

Bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian ini yang berisi simpulan yang diambil berdasarkan hasil penelitian dan saran-saran sebagai tindak lanjut dari simpulan tersebut.


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Intelijen Yustisial Kejaksaan

1. Pengertian Intelijen

Intelijen (intelligence) merupakan kegiatan yang berkaitan dengan hal rahasia (telik sandi). Menurut Encarta World Dictionary menyebutkan tiga pengertian intelijen yaitu :

1) Informasi mengenai rencana atau tindakan rahasia terutama yang berkenan dengan pemerintah atau militer asing, bisnis lawan atau pelaku kejahatan; 2) Kegiatan mengumpulkan informasi rahasia tersebut dan mempergunakannya; 3) Organisasi yang mengumpulkan informasi rahasia mengenai rencana atau

tindakan yang dilakukan oleh pihak musuh atau calon musuh.11

Secara harfiah atau dalam arti sempit intelijen berasal dari kata intelijensia, intelektual atau daya nalar manusia, yaitu bagaimana manusia dengan intelijensia atau daya nalarnya berusaha agar dapat hidup ditengah-tengah masyarakat yang semakin kompleks, mampu memecahkan masalah yang dihadapi, melalui proses belajar dan mengajar serta ditempa oleh pengalaman manusia yang panjang kemudian intelijensia atau daya nalar manusia itu terus berkembang dan manusia

11


(30)

14

berusaha agar kemampuan intelijensia atau daya nalar itu di ilmu pengetahuan atau diilmiahkan menjadi kemampuan intelijen akhirnya manusia berhasil mengembangkan intelijensia atau daya nalar tersebut menjadi ilmu pengetahuan intelijen.12

Dimana pun di dunia, tak peduli sistem pemerintahannya otoriter atau demokrasi liberal, dinas organisasi intelijen selalu menjadi kebutuhan negara. Yang menjadi perbedaan utama ialah pemanfaatannya dan juga pengendaliannya. Dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih serta dengan ditunjang oleh dana yang memadai dan dilaksanakan dengan manajemen yang handal, ilmu intelijen akan terus berkembang dan semakin mantap. Ilmu intelijen sangat diperlukan sebagai salah satu alat atau cara yang digunakan oleh manusia dalam pemecahan permasalahan. Perkembangan ilmu intelijen dipengaruhi oleh manusia dan permasalahan yang ada di masyarakat, karena dalam kehidupan manusia selalu ada masalah dan manusia cenderung berfikir untuk mencari jalan keluar atas permasalahan tersebut.

2. Kajian Tugas, Pokok dan Fungsi Intelijen Yustisial Kejaksaan

Fungsi Kejaksaan di bidang Intelijen Yutisial dipimpin oleh Jaksa Agung Muda Intelijen yang merupakan unsur pembantu pimpinan dalam melaksanakan tugas dan wewenang di bidang Intelijen Yustisial serta bertanggungjawab langsung kepada Jaksa Agung. Intelijen Yustisial Kejaksaan adalah kegiatan dan operasi intelijen umum dengan menitikberatkan atau beraspek utama di bidang Yustisial (baik tujuan, sasaran dan landasan kegiatan) mempunyai perbedaan dengan

12


(31)

15

intelijen umum hanya dalam penerapan sistem dan metodenya disesuaikan dengan sasaran tugas pokok dan fungsi intelijen dalam mendukung, mengamankan pelaksanaan tugas wewenang dan kewajiban organisasi kejaksaan. Diperuntukkan untuk mengungkap kasus-kasus korupsi.13

Intelijen Yustisial Kejaksaan adalah intelijen sipil yang bergerak di dalam negeri dan bertugas mencari informasi untuk digunakan oleh pimpinan dan merupakan intelijen yang menjalankan fungsi penegakan hukum. Selain itu, Intelijen Yustisial Kejaksaan termasuk intelijen taktis yang positif bukan yang agresif.14 Intelijen Yustisial Kejaksaan mempunyai tugas melakukan kegiatan Intelijen Yustisial Kejaksaan di bidang IPOLEKSOSBUDHANKAM (Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, Pertahanan dan Keamanan) yang diatur dalam Keppres No. 38 Tahun 2010 jo. PERJA Nomor : PER-009/A/JA/01/2011 tanggal 24 Januari 2011 dan juga diatur dalam Undang-undang Kejaksaan No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Berdasarkan Keppres No. 38 Tahun 2010 jo. PERJA Nomor : PER-009/A/JA/01/2011 tanggal 24 Januari 2011 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia. Dalam Pasal 601 yaitu Seksi Intelijen Yustisial Kejaksaan melaksanakan tugas dan menyelenggarakan fungsinya sebagai berikut :

a) Penyiapan perumusan kebijaksanaan teknis di bidang intelijen berupa bimbingan, pembinaan, dan pengamanan teknis;

13

www.kejaksaan.go.id diakses 5 November 2012

14


(32)

16

b) Melakukan koordinasi, perencanaan dan penyusunan kebijakan pada seksi intelijen dengan didasarkan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan dengan seksi terkait;

c) Penyiapan rencana, pelaksanaan dan penyiapan bahan pengendalian kegiatan intelijen penyelidikan, pengamanan, penggalangan dalam rangka kebijaksanaan penegakan hukum baik preventif maupun represif untuk menanggulangi hambatan, tantangan, politik, ekonomi, keuangan, sosial budaya;

d) Pelaksanaan kegiatan produksi dan sarana intelijen, membina, dan meningkatkan kemampuan, keterampilan dan integritas kepribadian aparat intelijen yustisial membina aparat dan mengendalikan kekaryaan di lingkungan Kejaksaan Negeri yang bersangkutan;

e) Pengamanan teknis terhadap pelaksanaan tugas satuan kerja bidang personil, kegiatan materiil, pemberitaan dan dokumen dengan memperhatikan koordinasi kerjasama dengan instansi pemerintah dan organisasi lain di daerah terutama dengan aparat intelijen;

f) Mendukung pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan tindak pidana maupun dalam rangka reformasi system peradilan, melalui kerjasama dan koordinasi dengan instansi penegak hukum baik di dalam maupun di luar negeri, sosialisasi;

g) Pengamanan teknis di lingkungan unit kerja seksi intelijen dan pemberian dukungan pengamanan teknis dan non teknis terhadap pelaksanaan tugas pada unit kerja lainnya di lingkungan Kejaksaan Negeri, meliputi sumber daya


(33)

17

manusia, material/asset, data dan informasi/dokumen melalui kegiatan/operasi intelijen dengan memperhatikan prinsip koordinasi;

h) Pembinaan dan pelaksanaan kerjasama dengan kementerian, lembaga pemerintahan non kementerian, lembaga negara, instansi dan organisasi lain terutama pengkoordinasian dengan aparat intelijen lainnya di tingkat kabupaten/kota;

i) Pemberian saran pertimbangan kepada Kepala Kejaksaan Negeri dan pelaksanaan tugas-tugas lain sesuai dengan petunjuk Kepala Kejaksaan Negeri.

Inti dari semua itu tugas Seksi Intelijen Yustisial Kejaksaan berpegang pada suatu prinsip yaitu LITPAMGAL (Penyelidikan, Pengamanan dan Penggalangan). Penyelidikan dalam kegiatan Seksi Intelijen Yustisial Kejaksaan adalah upaya, kegiatan, pekerjaan dan tindakan yang dilaksanakan secara berencana, bertahap dan berkelanjutan untuk mencari, menggali, melacak, mengumpulkan, mencatat, serta mengolah dan menganalisis data atau bahan keterangan (baket) menjadi informasi siap pakai.15 Dalam penulisan skripsi ini dikhususkan pada tingkat fungsi Intelijen Yustisial Kejaksaan dalam aksesibilitas penyelidikan. Pengertian aksesibilitas yaitu derajat kemudahan yang tercapai/dicapai oleh seseorang/personal terhadap suatu objek, sasaran, target, pelayanan atau pun lingkungan.16

15

www.kejaksaan.go.id diakses 5 November 2012

16


(34)

18

B. Tinjauan Tentang Penyelidikan 1. Pengertian Penyelidikan

Penyelidikan yaitu serangkaian kegiatan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut KUHAP (KUHAP Pasal 1 angka 5). Penyelidikan dilakukan oleh pejabat penyelidik dengan maksud dan tujuan mengumpulkan bukti permulaan atau bukti yang cukup sehingga dapat dilakukan tindakan penyidikan. Dimana penyelidik menurut KUHAP pada Pasal 4 adalah setiap pejabat POLRI.

Patut dicermati penyelidikan yang diatur pada KUHAP hanya untuk tindak pidana yang bersifat represif sedangkan penyelidikan intelijen tidak hanya semata-mata tindak pidana tetapi lebih luas yaitu meliputi dimensi ancaman, gangguan, hambatan, tantangan (AGHT) yang lebih bersifat preventif. Penyelidikan oleh Intelijen diatur pada aturan khusus dan susunan dinas satuan kerja tersendiri pada organisasi.

Penyelidikan intelijen atau investigasi adalah serangkaian kegiatan, upaya, langkah atau tindakan yang dilaksanakan secara berencana, bertahap dan berkelanjutan dalam suatu siklus kegiatan intelijen untuk mencari, menggali dan mengumpulkan bahan keterangan (baket) atau data sebanyak dan selengkap mungkin dari berbagai sumber (terbuka/tertutup) melalui kegiatan (terbuka/tertutup); kemudian bahan keterangan/data tersebut diolah dalam suatu proses sehingga menghasilkan informasi siap pakai sebagai produk intelijen, dimana produk intelijen ini akan disampaikan kepada pimpinan yang berwenang


(35)

19

atau user terkait, yang akan digunakan sebagai bahan masukan atau pertimbangan dalam mengambil keputusan.

Pelaksanaan fungsi penyelidikan yang dilaksanakan di kejaksaan dilaksanakan oleh Seksi Intelijen yang dipimpin oleh Kepala Seksi Intelijen dengan koordinasi dan petunjuk pimpinan. Seksi Intelijen Yustisial Kejaksaan aktif untuk mendukung tegaknya supremasi hukum dan keadilan baik preventif maupun represif melaksanakan dan atau turut serta menyelenggarakan ketertiban dan ketentraman umum serta pengamanan pembangunan nasional di daerah hukum kejaksaan yang bersangkutan.

2. Prinsip Prinsip Penyelidikan

Untuk menjamin keberhasilan dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan, Intelijen Yustisial Kejaksaan perlu memperhatikan prinsip-prinsip penyelidikan sebagai berikut :

1) Harus bertitik tolak pada RPI (Roda Perputaran Intelijen);

2) Berdasarkan ansas (analisis sasaran), antug (analisis tugas) dan TO (Target Operasi);

3) Penyelidikan harus berguna, tepat guna dan daya guna; 4) Merupakan bagian integral dari kegiatan organisasi; 5) Penyelidikan harus luwes, proaktif dan penuh imajinasi; 6) Selalu memperhatikan aspek sekuriti dan prakondisi.


(36)

20

3. Metode dan Teknik Penyelidikan

Kegiatan penyelidikan pada umumnya dilakukan dengan menggunakan metode terbuka (overt) atau kegiatan yang dilakukan secara terang-terangan dan metode tertutup (covert) dengan teknik under cover atau sembunyi-sembunyi/terselubun. Adapun teknik penyelidikan dapat dilakukan secara berikut :

a) Penyelidikan secara terbuka

Penyelidikan yang dilakukan secara terang dan terbuka melalui kegiatan sebagai berikut :

(1) Elisitasi (elicitation)

Elisitasi adalah dengan teknik melemparkan pertanyaan yang bersifat memancing atau bersifat kondisional tanpa disadari oleh obyek.

(2) Wawancara (interview)

Wawancara dilakukan melalui teknik tanya jawab, diskusi, dialog dengan narasumber dengan metode dari umum ke khusus dan dari khusus untuk dikembangkan.

(3) Observasi

Observasi dilakukan dengan cara terjun langsung ke lapangan dengan teknik melakukan peninjauan, pengamatan; dalam kegiatan observasi ini sebaiknya dilakukan melalui tahap orientasi, observasi, adaptasi dan eksploitasi terhadap semua potensi yang ada di lapangan.

(4) Pemotretan

Pemotretan ini dilakukan dengan cara memotret atau mengambil gambar obyek yang ada di lapangan, terutama terhadap sasaran.


(37)

21

(5) Penelitian Lapangan (research)

Penelitian lapangan ini dilakukan dengan cara melakukan penelitian terhadap obyek yang ada di lapangan atau dengan metode data primer, yang sudah tentu perlu didukung oleh metode data sekunder kepustakaan. b) Penyelidikan secara tertutup

Penyelidikan yang dilakukan secara tertutup atau sembunyi dengan teknik under cover atau klandestein melalui kegiatan sebagai berikut :

(1) Sensor

Kegiatan sensor ini dilakukan dengan cara melakukan penelitian, menyeleksi, mensortir berita, dokumen atau orang yang dicurigai untuk membatasi ruang geraknya.

(2) Penyadapan (taping)

Menyadap system komunikasi obyek/sasaran yang dilakukan secara rahasia.

(3) Mencuri

Mencuri dokumen penting melalui teknik spionase. (4) Tanam jaring

Melakukan tanam jaring orang atau agen yang dipercaya untuk mencari data yang diperlukan.

(5) Infiltrasi

Melakukan penyusupan ke dalam sarang lawan atau penetrasi dengan cara perembesan dari dalam sarang lawan.


(38)

22

4. Pendekatan Aktualisasi Kegiatan Penyelidikan

Pwlaksanaan kegiatan penyelidikan sebaiknya bertitik tolak dari pendekatan analisis sasaran (ansas), analisis tugas (antug) dan target operasi (TO). Pelaksanaan kegiatan penyelidikan perlu pula diperhatikan pendekatan kriminalistik SOM dan pendekatan alat bukti. Pendekatan kriminalistik SOM, S (subjek) adalah saksi, ahli, calon tersangka, O (objek) adalah sasaran, sarana dan hasil kejahatan serta M (modus operandi) kejahatan. Pendekatan alat bukti dengan memperhatikan Pasal 184 KUHAP adalah saksi, ahli, surat, petunjuk dan terdakwa.

Untuk menjamin keberhasilan dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan patut selalu bertitik tolak pada siklus intelijen (SI) sebagai roda perputaran kegiatan intelijen yang tidak pernah terhenti dan akan terus berputar searah jarum jam selama ada kegiatan intelijen. Dimana siklus intelijen (SI) ini secara operasional akan dijabarkan dalam roda perputaran intelijen (RPI) atau roda perputaran penyelidikan (RPP), yang pada dasarnya terdiri dari 4 tahap kegiatan sebagai berikut :

1) kegiatan menyusun rencana pengumpulan data (renpul data); 2) kegiatan pengumpulan data itu sendiri (pul data);

3) kegiatan pengolahan data (lah data); 4) kegiatan penggunaan data (gun data)


(39)

23

C. Tinjauan Tentang Kejaksaan 1. Pengertian Kejaksaan

Secara yuridis formal, Kejaksaan RI telah ada sejak kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, yakni tanggal 17 Agustus 1945. Dua hari setelahnya, yakni tanggal 19 Agustus 1945, dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) diputuskan mengenai kedudukan Kejaksaan RI dalam struktur Negara Republik Indonesia, yakni dalam lingkungan Departemen Kehakiman.17 Kejaksaan RI terus mengalami berbagai perkembangan dan dinamika secara terus menerus sesuai dengan kurun waktu dan perubahan sistem pemerintahan. Sejak awal eksistensinya, hingga kini Kejaksaan Republik Indonesia telah mengalami 22 periode kepemimpinan Jaksa Agung. Seiring dengan perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, kedudukan pimpinan, organisasi, serta tata cara kerja Kejaksaan RI, juga juga mengalami berbagai perubahan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat, serta bentuk negara dan sistem pemerintahan.18

Kejaksaan adalah alat kekuasaan dari pemerintah dan dalam segala tindakannya ditujukan untuk menjunjung tinggi hak-hak asasi dan martabat serta harkat manusia dan segala hukum. Sebagai alat kekuasaan dari pemerintah, Kejaksaan RI tidak dapat dipisah-pisahkan (een en ondeelbaar) sehingga dalam tugas pekerjaan para pejabat kejaksaan diharuskan mengindahkan hubungan hirarkis (hubungan atasan dan bawahan) di lingkungan pekerjaan. Untuk memperoleh kesatuan garis hirarkis, maka Jaksa Agung RI adalah penuntut umum tertinggi yang bertugas

17

Marwan Effendi, Kejaksaan RI,Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 2005, hlm 67

18


(40)

24

memimpin dan melakukan pengawasan terhadap para jaksa-jaksa di dalam melakukan pekerjaannya.19

Kekuasaan kejaksaan diatur dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2004. Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain (Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia). Kekuasaan kejaksaan dilakukan oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri dan di dalam menyelesaikan suatu perkara pidana harus memperhatikan norma-norma keagamaan, perikemanusiaan, kesopanan dan kesusilaan.20 Kejaksaan Negeri merupakan pelaksana kekuasaan Kejaksaan pada tingkat pertama yang menangani terjadinya tindak pidana. Kejaksaan Negeri berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota yang daerah hukumnya meliputi daerah Kabupaten/Kota.21

2. Tugas dan Wewenang Kejaksaan

Jaksa sebagai penuntut umum dalam perkara pidana berkewajiban mengetahui secara jelas semua proses pemeriksaan kepada tersangka yang dilakukan oleh penyidik dari permulaan hingga penyerahan perkara kepada kejaksaan. Tugas dan wewenang kejaksaan sesuai dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia tercantum dalam Pasal 30 adalah sebagai berikut :

19

Martiman Projohamidjojo, Op. Cit., hlm 8.

20

Pasal 3 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

21


(41)

25

1) Bidang Pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut : a) Melakukan penuntutan;

b) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

c) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;

d) Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undang-Undang;

e) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

2) Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, menurut Pasal 30 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Kejaksaan dengan surat kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau Pemerintah. Berdasarkan Pasal di atas dapat di tegaskan bahwa Kejaksaan selaku Pengacara Negara, melalui pelayanan dan bantuan hukum dengan surat Kuasa Khusus atau karena jabatan, dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan, baik untuk dan atas nama Negara atau Pemerintah dalam upaya memulihkan dan menyelamatkan kekayaan Negara.

3) Bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan sebagai berikut :

a) Peningkatan kesadaran hukum masyarakat; b) Pengamanan kebijakan penegakan hukum;


(42)

26

c) Pengawasan peredaran barang cetakan;

d) Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan Negara;

e) Pencegahan penyalahgunaan dan/ atau penodaan agama; f) Penelitian dan pengembangan hukum serta statistic kriminal.

Pasal 31:

Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan seseorang terdakwa di rumah sakit, tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak karena yang bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan, atau dirinya sendiri.

Pasal 32:

Di samping tugas dan wewenang tersebut dalam Undang-undang ini, Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan Undang-undang.

Pasal 33:

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerja sama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainnya.

Pasal 34:

Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.


(43)

27

D. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Korupsi

Secara etimologis atau menurut bahasa, korupsi berasal dari bahasa latin

corruption atau corruptus, dan dalam bahasa latin yang lebih tua dipakai istilah

corrumpere. Dari bahasa latin itulah turun ke berbagai bahasa bangsa-bangsa di Eropa, seperti Inggris : corruption, corrupt, Perancis : corruption, dan bahasa Belanda corruptie atau koruptie yang kemudian turun ke dalam bahasa Indonesia menjadi korupsi yang berarti kebusukan, keburukkan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.22

Korupsi adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang bertentangan dengan kewajiban resmi atau kepercayaan orang, dilakukan dengan melawan hukum dan dengan salah menggunakan kedudukannya untuk memperoleh sesuatu keuntungan bagi diri sendiri atau orang lain, bertentangan dengan kewajiban dan hak-hak orang lain.23

Korupsi (bahasa Latin : corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency International

adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yangdekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepadanya. Secara sosiologis, korupsi merupakan tindakan desosialisasi, yaitu suatu tindakan yang tidak memperdulikan hubungan-hubungan dalam sistem sosial. Mengabaikan kepedulian sosial merupakan salah satu ciri

22

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm. 4.

23


(44)

28

korupsi. Dalam cara pandang sosiologis terdapat tiga model korupsi di Indonesia yaitu :

1) Corruption by need artinya kondisi yang membuat orang harus korupsi, apabila tidak korupsi atau tidak melakukan penyimpangan maka tidak dapat hidup;

2) Corruption by greed artinya korupsi yang memang karena serakah yaitu sekalipun secara ekonomi cukup, tetapi tetap saja korupsi;

3) Corruption by chance artinya korupsi terjadi karena ada kesempatan.24

Tindak pidana korupsi adalah salah satu jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai macam kepentingan yang menyangkut hak asasi, ideologi negara, perekonomian, keuangan negara dan moral bangsa. Korupsi merupakan perilaku jahat yang cenderung sulit untuk ditanggulangi. Sulitnya penanggulangan tindak pidana korupsi terlihat dari banyak diputus bebaskannya terdakwa kasus tindak pidana korupsi atau minimnya pidana yang ditanggung oleh terdakwa kasus tindak pidana korupsi yang tidak sebanding dengan apa yang dilakukannya. Apabila pelaku tindak pidana korupsi tertangkap dan dijatuhi vonis oleh majelis hakim sanksi hukuman pidana tersebut tidak sebanding dengan kerugian negara yang ditimbulkan dari tindak pidana korupsi.25

A Cost Benefit Analysis", J.S. Nye mendeskripsikan pelaku korupsi sebagai berikut: Perilaku yang menyimpang dari tugas yang normal dalam pemerintahan karena pertimbangan pribadi (keluarga, sahabat, pribadi dekat), kebutuhan uang atau pencapaian status atau melanggar peraturan dengan melakukan tindakan yang

24

Tjandra Sridjaja Pradjonggo, Sifat Melawan Hukum dalam Tindak Pidana. Korupsi, Indonesia Lawyer Club, Surabaya. 2010, hlm. 1.

25


(45)

29

memanfaatkan pengaruh pribadi. Tindakan ini termasuk perilaku penyuapan (penggunaan hadiah untuk menyimpangkan keputusan seseorang dalam posisi mengemban amanah). Dalam pengertian itu, yang merupakan tolak ukur adalah kekuasaan atau wewenang dalam pemerintahan atau pelayanan umum yang sudah ditentukan dalam peraturan. Korupsi adalah penyelewengan dalam penggunaan kekuasaan dan otoritas tersebut. Gejala konkret korupsi adalah penyogokan, nepotisme dan penyalahgunaan milik umum. Dari pendekatan itu kita memperoleh keterangan bahwa nepotisme adalah salah satu bentuk korupsi.26

Sedangkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 melihat dari 2 segi tindak pidana korupsi yaitu korupsi aktif dan korupsi pasif. Adapun yang dimaksud korupsi aktif adalah sebagai berikut :

1) Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara . 2) Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

3) Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut.

26


(46)

30

4) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

5) Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya yang dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

6) Memberi atau menjanjikan kepada Hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili. 7) Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual

bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang.

8) Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

Sedangkan Korupsi Pasif sebagai berikut :

1) Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001).

2) Hakim atau Advokad yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau untuk mempengaruhi nasehat atau pendapat yang diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001).


(47)

31

3) Orang yang menerima menyerahkan bahan dan keperluan Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia yang membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001).

4) Bahwa Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya (Pasal 11 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001), dan

5) Bahwa Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakan agar melakukan atau tidak melakukan sesuaiu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya atau sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 12 huruf a dan b Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001).

2. Sifat Delik Korupsi

Delik korupsi yang dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dikelompokkan atas :

1) Delik korupsi dirumuskan normatif (Pasal 2 dan Pasal 3).

2) Delik dalam KUHP pasal 209, 210, 387, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, 425, 435, yang diangkat menjadi delik korupsi (Pasal 5,6,7,8,9,10,11,12).


(48)

32

3) Delik penyuapan aktif (Pasal 13).

4) Delik korupsi karena pelanggaran undang-undang yang lain, yang memberikan kualifikasi sebagai delik korupsi (Pasal 14).

5) Delik korupsi percobaan, pembantuan, permufakatan (Pasal 15).

6) Delik korupsi yang dilakukan diluar teritori Negara Republik Indonesia (Pasal 16).

7) Delik korupsi yang dilakukan subyek badan hukum (Pasal 20), dan

8) Pengelompokan tersebut diasumsikan demikian berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

3. Ciri-Ciri Korupsi

Menurut Syed Hussein Alatas di dalam ciri korupsi sebagai berikut : 1) Korupsi selalu melibatkan lebih dari satu orang;

2) Korupsi pada umumnya dilakukan penuh kerahasiaan;

3) Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbale balik;

4) Korupsi dengan berbagai macam akal berlindung di balik kebenaran hukum; 5) Mereka yang terlibat korupsi adalah yang menginginkan keputusan yang tegas

dan mereka mampu mempengaruhi keputusan;

6) Tindakan korupsi mengandung penipuan baik pada badan public atau masyarakat umum;

7) Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkianatan kepercayaan;

8) Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontra diktif dari mereka yang melakukan itu;

9) Suatu perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam tatanan masyarakat.


(49)

33

4. Sebab-Sebab Korupsi

Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut: 1) Kelemahan para pengajar agama dan etika;

2) Kolonialisme, dimana suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi;

3) Kurangnya pendidikan, namun melihat pada realitas yang ada pada saat ini ternyata kasus-kasus korupsi di Indonesia, mayoritas koruptor adalah mereka yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi, sehingga alasan ini dapat dikatakan kurang tepat;

4) Kemiskinan, pada kasus-kasus yang merebak di Indonesia dapat disimpulkan bahwa para pelaku korupsi bukan disebabkan oleh kemiskinan melainkan keserakahan, sebab mereka bukanlah dari kalangan yang tidak mampu melainkan mereka adalah konglomerat;

5) Tiada sanksi yang keras;

6) Lingkungan yang subur untuk pelaku anti korupsi; 7) Stuktur pemerintahan;

8) Perubahan radikal, disaat sistem nilai mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai suatu penyakit transisional;

9) Keadaan masyarakat, korupsi dalam suatu birokrasi bias mencerminkan masyarakat keseluruhan.27

Faktor yang paling penting dalam dinamika korupsi adalah moral dan intelektual para pemimpin masyarakat. Beberapa faktor yang dapat menjinakkan korupsi, sebagai berikut :

27

Syed Hussein Alatas, Korupsi, Sifat,Sebab dan Fungsi, LP3ES, Jakarta, 1987, hlm. 47-48)


(50)

34

1) Suatu keterikatan positif pada pemerintahan dan keterlibatan spiritual dan tugas kemajuan nasional dan publik maupun birokrasi;

2) Administrasi yang efisien dan penyesuaian struktural yang layak dari mesin dan aturan pemerintah sehingga menghindari penciptaan sumber-sumber korupsi;

3) Kondisi-kondisi sejarah dan sosiologis yang menguntungkan; 4) Berfungsinya suatu sistem yang anti korupsi;

5) Kepemimpinan kelompok yang berpengaruh dengan standar moral dan intelektual yang tinggi.28

28


(51)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Proses pengumpulan dan penyajian sehubungan dengan penelitian ini maka digunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan Yuridis Normatif adalah suatu pendekatan yang dilakukan dimana pengumpulan dan penyajian data dilakukan dengan mempelajari dan menelaah konsep-konsep dan teori-teori serta peraturan-peraturan secara kepustakaan yang berkaitan dengan pokok bahasan penulisan skripsi ini. Sedangkan pendekatan yuridis empiris yaitu dengan melakukan pengkajian dan pengolahan terhadap data primer sebagai data utama yaitu fakta-fakta dan perilaku empiris di lapangan.29

B. Sumber dan Jenis data

Sumber dan jenis data dalam penelitian ini hanya menggunakan data sekunder saja, yaitu data yang diperoleh dari bahan literatur kepustakaan dengan melakukan studi dokumen, arsip yang bersifat teoritis, konsep-konsep, doktrin dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan pokok cara membaca, mengutip dan menelaah

29


(52)

36

peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan permasalahan yang akan di bahas,30 yang terdiri antara lain:

1. Bahan Hukum Primer, antara lain:

a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

c) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. 2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan bahan hukum primer dalam hal ini teori-teori yang dukemukakan para ahli dan peraturan-peraturan pelaksana dari Undang-Undang.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari Literatur, Kamus, Internet, surat kabar dan lain-lain

C. Penetuan Populasi dan Sampel

Populasi yaitu jumlah keseluruhan dari unit analisa yang dapat diduga-duga. Populasi adalah sejumlah maanusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan karakteristik yang sama. Sampel merupakan sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi. Pada sampel penelitiannya diambil dari beberapa orang

populasi secara “purposive sampling” atau penarikan sample yang bertujuan

dilakukan dengan cara mengambil subjek berdasarkan pada tujuan tertentu.31

30

Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm 53

31


(53)

37

Dalam penelitian ini narasumber sebanyak 2 (dua) orang, yaitu dari Anggota Intelejen Yusisial Kejaksaan Negeri Tanjung Karang.

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan, dengan studi pustaka dan studi literatur.

a. Studi Pustaka

Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari undang-undang, peraturan pemerintah dan literatur hukum yang berkaitan dengan pokok bahasan. Hal ini dilakukan dengan cara membaca, mengutip dan mengidentifikasi data yang sesuai dengan pokok bahasan dan ruang lingkup penelitian ini.

b. Studi lapangan

Studi lapangan dilakukan melalui wawancara dengan responden yang telah direncanakan sebelumnya. Metode yang dipakai adalah pengamatan langsung dilapangan serta mengajukan pertanyaan yang disusun secara teratur dan mengarah pada terjawabnya permasalahan dalam penulisan skripsi ini.

2. Pengolahan Data

Tahapan pengolahan data dalam penelitian ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a. Identifikasi data, yaitu mencari data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan pembahasan yang akan dilakukan dengan menelaah peraturan, buku atau artikel yang berkaitan dengan judul dan permasalahan.


(54)

38

b. Klasifikasi data, yaitu hasil identifikasi data yang selanjutnya diklasifikasi atau dikelompokkan sehingga diperoleh data yang benar-benar objektif.

c. Penyusunan data, yaitu menyusun data menurut sistematika yang telah ditetapkan dalam penelitian sehingga memudahkan peneliti dalam menginterprestasikan data.

E. Analisis Data

Analisis terhadap data yang diperoleh dilakukan dengan cara analisis kualitatif yaitu analisis yang dilakukan secara deskriftif yakni penggambaran argumentasi dari data yang diperoleh di dalam penelitian. Dari hasil analisis tersebutdilanjutkan dengan menarik kesimpulan secara induktif yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan pada realitas yang bersifat umum yang kemudian disimpulkan yang bersifat umum.


(55)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan analisa terhadap permasalahan yang diteliti, maka pada akhir penulisan hukum ini penulis akan menyampaikan simpulan dan saran. Dalam simpulan dan saran ini akan dimuat suatu ikhtisar berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagai berikut :

1. Upaya strategis Intelijen Yustisial Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dalam rangka penyelidikan mengungkap dugaan tindak pidana korupsi memiliki cara dan teknik tersendiri dalam pengungkapan kasus/permasalahan tindak pidana korupsi. Memiliki tahapan kegiatan yang sering disebut intelligence cycle atau Roda Perputaran Intelijen (RPI) adalah proses pengembangan informasi dasar menjadi produk intelijen bagi pengguna (user) untuk pengambilan keputusan atau tindakan. Roda Perputaran Intelijen (RPI) dipergunakan pada setiap kegiatan intelijen yang berupa penyelidikan (Lid), pengamanan (Pam) dan penggalangan (Gal). Pelaksanaan kegiatan penyelidikan memperhatikan pendekatan kriminalistik SOM dan pendekatan alat bukti. Pendekatan kriminalistik SOM yaitu S (subyek) adalah saksi, ahli, calon tersangka, O (obyek) yaitu sasaran, sarana dan hasil kejahatan serta M (modus operandi) yaitu bagaimana kejahatan dilakukan. Pendekatan alat bukti dengan


(56)

55

memperhatikan Pasal 184 KUHAP adalah saksi, ahli, surat, petunjuk dan terdakwa. Setelah adanya minimal dua alat bukti dan terpenuhinya unsurunsur tindak pidana korupsi selanjutnya berkas Hasil Operasi Intelijen Yustisial dilimpahkan ke Seksi Pidana Khusus untuk dilakukan penyidikan (Dik).

2. Faktor-faktor yang menjadi hambatan Intelijen Yustisial Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dalam pengungkapan dugaan tindak pidana korupsi adalah faktor perundang-undangan, faktor aparatur penegak hukum, dan faktor sarana dan prasarana. Ketentuan perundang-undangan yang ada tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan reformasi birokrasi pemerintahan serta tidak sepenuhnya mengakomodasi tugas dan wewenang Intelijen Yustisial Kejaksaan. staff Intelijen Yustisial Kejaksaan Negeri Bandar Lampung belum seluruhnya mendapat dan menguasai materi teknik perkara dan minimnya personel intelijen serta sarana prasarana intelijen.

B. Saran

1. Penempatan standar kerja dan karier bagi Kejaksaan hendaknya dilaksanakan secara jelas, terukur dan profesional sebagai pedoman dalam kinerja menyelesaikan penanganan tindak pidana korupsi secara profesional dan bermoral. Dengan adanya penetapan standar kinerja tersebut dapat memberikan motivasi positif bagi Jaksa dan Tata Usaha.

2. Agar upaya Intelijen Yustisial Kejaksaan khususnya di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung lebih optimal maka diperlukan peningkatan kemampuan dan keterampilan staff Intelijen Yustisial Kejaksaan dalam hal manajemen, metode


(57)

56

dan teknik intelijen dasar maupun lanjutan dengan dibekali dana operasional yang memadai serta penggunaan sarana teknologi dan informasi yang terkini.


(1)

36

peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan permasalahan yang akan di bahas,30 yang terdiri antara lain:

1. Bahan Hukum Primer, antara lain:

a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

c) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. 2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan bahan hukum primer dalam hal ini teori-teori yang dukemukakan para ahli dan peraturan-peraturan pelaksana dari Undang-Undang.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari Literatur, Kamus, Internet, surat kabar dan lain-lain

C. Penetuan Populasi dan Sampel

Populasi yaitu jumlah keseluruhan dari unit analisa yang dapat diduga-duga. Populasi adalah sejumlah maanusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan karakteristik yang sama. Sampel merupakan sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi. Pada sampel penelitiannya diambil dari beberapa orang

populasi secara “purposive sampling” atau penarikan sample yang bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek berdasarkan pada tujuan tertentu.31

30

Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm 53 31


(2)

Dalam penelitian ini narasumber sebanyak 2 (dua) orang, yaitu dari Anggota Intelejen Yusisial Kejaksaan Negeri Tanjung Karang.

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan, dengan studi pustaka dan studi literatur.

a. Studi Pustaka

Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari undang-undang, peraturan pemerintah dan literatur hukum yang berkaitan dengan pokok bahasan. Hal ini dilakukan dengan cara membaca, mengutip dan mengidentifikasi data yang sesuai dengan pokok bahasan dan ruang lingkup penelitian ini.

b. Studi lapangan

Studi lapangan dilakukan melalui wawancara dengan responden yang telah direncanakan sebelumnya. Metode yang dipakai adalah pengamatan langsung dilapangan serta mengajukan pertanyaan yang disusun secara teratur dan mengarah pada terjawabnya permasalahan dalam penulisan skripsi ini.

2. Pengolahan Data

Tahapan pengolahan data dalam penelitian ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a. Identifikasi data, yaitu mencari data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan pembahasan yang akan dilakukan dengan menelaah peraturan, buku atau artikel yang berkaitan dengan judul dan permasalahan.


(3)

38

b. Klasifikasi data, yaitu hasil identifikasi data yang selanjutnya diklasifikasi atau dikelompokkan sehingga diperoleh data yang benar-benar objektif.

c. Penyusunan data, yaitu menyusun data menurut sistematika yang telah ditetapkan dalam penelitian sehingga memudahkan peneliti dalam menginterprestasikan data.

E. Analisis Data

Analisis terhadap data yang diperoleh dilakukan dengan cara analisis kualitatif yaitu analisis yang dilakukan secara deskriftif yakni penggambaran argumentasi dari data yang diperoleh di dalam penelitian. Dari hasil analisis tersebutdilanjutkan dengan menarik kesimpulan secara induktif yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan pada realitas yang bersifat umum yang kemudian disimpulkan yang bersifat umum.


(4)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan analisa terhadap permasalahan yang diteliti, maka pada akhir penulisan hukum ini penulis akan menyampaikan simpulan dan saran. Dalam simpulan dan saran ini akan dimuat suatu ikhtisar berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagai berikut :

1. Upaya strategis Intelijen Yustisial Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dalam rangka penyelidikan mengungkap dugaan tindak pidana korupsi memiliki cara dan teknik tersendiri dalam pengungkapan kasus/permasalahan tindak pidana korupsi. Memiliki tahapan kegiatan yang sering disebut intelligence cycle atau Roda Perputaran Intelijen (RPI) adalah proses pengembangan informasi dasar menjadi produk intelijen bagi pengguna (user) untuk pengambilan keputusan atau tindakan. Roda Perputaran Intelijen (RPI) dipergunakan pada setiap kegiatan intelijen yang berupa penyelidikan (Lid), pengamanan (Pam) dan penggalangan (Gal). Pelaksanaan kegiatan penyelidikan memperhatikan pendekatan kriminalistik SOM dan pendekatan alat bukti. Pendekatan kriminalistik SOM yaitu S (subyek) adalah saksi, ahli, calon tersangka, O (obyek) yaitu sasaran, sarana dan hasil kejahatan serta M (modus operandi) yaitu bagaimana kejahatan dilakukan. Pendekatan alat bukti dengan


(5)

55

memperhatikan Pasal 184 KUHAP adalah saksi, ahli, surat, petunjuk dan terdakwa. Setelah adanya minimal dua alat bukti dan terpenuhinya unsurunsur tindak pidana korupsi selanjutnya berkas Hasil Operasi Intelijen Yustisial dilimpahkan ke Seksi Pidana Khusus untuk dilakukan penyidikan (Dik). 2. Faktor-faktor yang menjadi hambatan Intelijen Yustisial Kejaksaan Negeri

Bandar Lampung dalam pengungkapan dugaan tindak pidana korupsi adalah faktor perundang-undangan, faktor aparatur penegak hukum, dan faktor sarana dan prasarana. Ketentuan perundang-undangan yang ada tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan reformasi birokrasi pemerintahan serta tidak sepenuhnya mengakomodasi tugas dan wewenang Intelijen Yustisial Kejaksaan. staff Intelijen Yustisial Kejaksaan Negeri Bandar Lampung belum seluruhnya mendapat dan menguasai materi teknik perkara dan minimnya personel intelijen serta sarana prasarana intelijen.

B. Saran

1. Penempatan standar kerja dan karier bagi Kejaksaan hendaknya dilaksanakan secara jelas, terukur dan profesional sebagai pedoman dalam kinerja menyelesaikan penanganan tindak pidana korupsi secara profesional dan bermoral. Dengan adanya penetapan standar kinerja tersebut dapat memberikan motivasi positif bagi Jaksa dan Tata Usaha.

2. Agar upaya Intelijen Yustisial Kejaksaan khususnya di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung lebih optimal maka diperlukan peningkatan kemampuan dan keterampilan staff Intelijen Yustisial Kejaksaan dalam hal manajemen, metode


(6)

dan teknik intelijen dasar maupun lanjutan dengan dibekali dana operasional yang memadai serta penggunaan sarana teknologi dan informasi yang terkini.