Hukum Mengangkat Tangan Dalam Berdo'a

Hukum Mengangkat Tangan Dalam Berdo'a
Saudara Abd Syakur, Metro, Lampung Tengah.
Pertanyaan :
Beberapa waktu lalu kami sempat berdialog dengan teman-teman di suatu masjid, mengenai
mengangkat tangan ketika berdo‟a. Sebagian teman berpendapat disunnahkan mengangkat
tangan, sedang teman lainnya berpendapat tidak disunnahkan. Semuanya menyodorkan hadits,
baik yang berpendapat sunnah mengangkat tangan, maupun yang berpendapat tidak sunnah
mengangkat tangan.
Yang berpendapat tidak sunnah mengangkat tangan karena ada hadits yang mengatakan: illa fil
istisqa’ (kecuali ketika istisqa’ saja). Karena ada istitsna’ (perkecualian) itulah sebagian teman
kami berpendapat tidak disunnahkan mengangkat tangan ketika berdo‟a. Maka dengan ini kami
mohon kepada dewan fatwa untuk menjelaskan, apa yang dimaksudkan dengan istitsna’
(perkecualian) tersebut? Karena yang berpendapat tidak sunnah mengangkat tangan, mengatakan
bahwa haditsnya hanya dua di al-Bukhari, menganggap lemah. Maka kami mohon dikutipkan
beberapa hadits, kalau perlu sebanyak mungkin yang bapak temukan, agar lebih jelas, lengkap
dengan sanadnya.
Jawaban :
Untuk memenuhi permintaan Saudara memang memerlukan waktu banyak sebab harus
membaca beberapa kitab hadits, terutama syarahnya. Sebab untuk memahami hadits tidak cukup
hanya dari segi sanadnya saja, atau hanya dari segi nahwunya, atau hanya dari segi matannya
saja, melainkan harus melihat juga dari berbagai segi, termasuk segi balaghahnya.

Baiklah untuk menyingkat jawaban, kami kutip lebih dahulu hadits-hadits yang dapat
kami temukan menurut kemampuan kami, dan insya Allah kami jelaskan secara singkat:
I

Hadits-hadits yang mengungkapkan bahwa Nabi saw mengangkat tangan ketika berdo‟a,
antara lain ialah:

--

--

3. “Diceritakan kepada kami oleh „Utsman bin „Umar, diceritakan kepada kami oleh
Yunus, dari az-Zuhriy, bahwa Rasulullah saw, apabila melempar jamrah yang berada di dekat
Masjid Mina, beliau melemparnya dengan tujuh kerikil sambil bertakbir setiap melemparkan satu
kerikil, lalu maju ke depan dan berdiri sambil menghadap qiblat dan berdo‟a dengan mengangkat
kedua tangannya, dan beliau berhenti lama, lalu mendatangi jamrah kedua dan melemparnya
dengan tujuh kerikil sambil bertakbir setiap melemparkan satu kerikil, lalu turun ke arah kiri, di
sebelah lembah, dan berdiri menghadap qiblat serta berdo‟a dengan mengangkat kedua
tangannya, lalu mendatangi jamrah ‘aqabah, lalu melemparnya dengan tujuh kerikil sambil
bertakbir setiap melemparkan satu kerikil, lalu pergi dan tidak berhenti di situ. Az-Zuhriy

berkata: „Saya mendengar Salim bin „Abdillah menceritakan hadits seperti ini dari ayahnya, dari
Nabi saw, dan Ibnu „Umar melakukan (sebagaimana dilakukan Nabi saw)‟.” (Diriwayatkan oleh
al-Bukhariy, Kitab al-Hajj, bab mengangkat kedua tangan, I:198).

-

4. “Diceritakan kepada kami oleh Musaddad, ia berkata: diceritakan kepada kami oleh
Hammad bin Zaid, dari „Abdil-„Aziz, dari Anas, dari Yunus, dari Tsabit, dari Anas, dia berkata:
Ketika Nabi saw berkhutbah pada hari Jum‟at, berdirilah seseorang dan berkata: „Hai Rasulullah,
lembu-lembu dan kambing-kambing telah mati, dan telah mati pula biri-biri, maka berdo‟alah
kepada Allah agar Dia memberikan minum kepada kita!‟ Kemudian beliau mengulurkan kedua
tangannya dan berdo‟a.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhariy, Kitab al-Jumu’ah, bab raf’u- yadain,
I:109).
-

5. “Diceritakan kepada kami oleh Ibrahim ibnul-Munzir, ia berkata: diceritakan kepada
kami oleh Abul-Walid, ia berkata: diceritakan kepada kami oleh Abu „Umar, dan ia berkata:
diceritakan kepadaku oleh Ishaq bin „Abdillah bin Abi Thalhah, dari Anas bin Malik, ia berkata:
Telah menimpa kepada manusia suatu musibah (kemarau) selama satu tahun pada masa Nabi
saw; Maka ketika beliau berkhutbah pada hari Jum‟ah berdirilah seorang Arab Badwi lalu

berkata: „Hai Rasulullah, harta telah habis, dan keluarga kehausan, maka berdo‟alah kepada
Allah bagi kita! Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya, dan kami tidak melihat
sekelompok awan di langit, demi Allah yang jiwaku berada di tangannya, beliau tidak
meletakkan kedua tangannya hingga awan menjadi tersebar di atas gunung-gunung, beliau pun
tidak turun dari mimbarnya hingga kami melihat hujan menetes di jenggot beliau, maka hujan
pun turun kepada kita sehari penuh, dari pagi hingga paginya lagi, dan seterusnya hingga pada
hari Jum‟at berikutnya.‟ Dan berdirilah orang Badwi tadi, atau orang lainnya dan berkata: „Hai
Rasulullah, bangunan banyak yang rusak, dan harta banyak yang tenggelam, maka berdo‟alah
kepada Allah bagi kita!‟ Kemudian beliau mengangkat tangannya dan bersabda: „Ya Allah
(turunkanlah rahmat) kepada sekitar kami dan (janganlah menurunkan musibah) di sekitar kami‟.
Dan tidaklah beliau memberikan isyarat dengan tangannya, melainkan hilanglah kesedihan, dan
menjadilah Madinah bagaikan ada suatu lobang dan mengalirlah lembah itu bagaikan kanal
selama satu bulan, dan setiap datang seseorang dari suatu pelosok, ia bercerita tentang
kemakmuran.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhariy, kitab Jumu’ah, bab mengangkat kedua tangan,
I:109).
-

6. “Disampaikan kepada kami suatu hadits oleh Muhammad ibnul-A‟la, disampaikan
kepada kami suatu hadits oleh Abu Usamah, dari Barid bin „Abdillah, dari Abi Burdah, dari Abi
Musa, ia berkata: „Nabi saw meminta air untuk wudlu, lalu mengangkat kedua tangannya, lalu

berdo‟a: Ya Allah, ampunilah ‘Ubaid Abi ‘Amir, dan saya melihat putihnya kedua ketiaknya, lalu
berdo‟a lagi: Ya Allah, jadikanlah ia pada hari qiyamah di atas kebanyakan manusia dari
makhluk-Mu‟.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhariy, kitab ad-Da’awat, bab Do‟a sesudah wudlu,
IV:72).
7. “Diceritakan kepada kami oleh Abu Bakr bin Abi Syaibah, diceritakan kepada kami
oleh Yahya bin Abi Bukair, dari Syu‟bah, dari Tsabit, dari Anas, ia berkata: „Saya melihat
Rasulullah saw mengangkat kedua tangannya ketika berdo‟a, sehingga kelihatan putihnya kedua
ketiaknya‟.” (Diriwayatkan oleh Muslim, kitab Shalat al-Istisqa’, bab mengangkat tangan, No.
5/895).
-

8. “Dikhabarkan kepada kami oleh Ya‟qub bin Ibrahim, dari Husyaim, ia berkata:
diceritakan kepada kami oleh „Abdul Malik, dari „Atha, ia berkata: Berkatalah Usamah bin Zaid:
„Saya membonceng Nabi saw di Arafah, maka beliau mengangkat kedua tangannya sambil
berdo‟a, lalu untanya condong, dan jatuhlah tali kekangnya, lalu beliau mengambil tali kekang
tersebut dengan salah satu tangannya, dan beliau tetap mengangkat tangan lainnya‟.”
(Diriwayatkan oleh an-Nasa‟iy, kitab Manasik al-Hajji, bab Raf’ul-yadain, V:254).
9. “Dari Salman ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: „Sesungguhnya Tuhanmu adalah
Maha Hidup lagi Maha Dermawan, Dia malu kepada hamba-Nya apabila ia berdo‟a dengan
mengangkat kedua tangannya, menolaknya dengan hampa‟.” (Ditakhrijkan oleh al-Arba’ah,

kecuali an-Nasa‟iy, dan menurut al-Hakim hadits tersebut adalah shahih; as-Shan‟aniy, 1961,
IV:219).
-

10. “Dari „Umar ra, ia berkata: „Apabila Rasulullah saw menjulurkan kedua tangannya
ketika berdo‟a, beliau tidak menariknya, hingga mengusap wajahnya dengan kedua tangannya‟.”
(Ditakhrijkan oleh at-Tirmuziy, hadits tersebut mempunyai beberapa syahid (pendukung) antara
lain ialah: Abu Dawud dari Ibni „Abbas dan lain-lainnya, dan menurutnya hadits tersebut adalah
hasan, As-Shan‟aniy, 1961).

-

11. “Berkatalah Abu Musa al-Asy‟ariy: „Berdo‟alah Nabi saw dengan mengangkat kedua
tangannya, dan saya melihat putihnya kedua ketiaknya‟. Dan Ibnu „Umar berkata: „Nabi saw
mengangkat kedua tangannya (dan berdo‟a): Ya Allah, sungguh saya mohon kepada-Mu terbebas
dari apa yang dilakukan oleh Khalid. Berkatalah Abu „Abdillah; „berkatalah al-Uwaisiy:
diceritakan kepadaku oleh Muhammad bin Ja‟far, dari Yahya bin Sa‟id dan Syuraik, keduanya
mendengar Anas, dari Nabi saw (bahwa beliau) mengangkat kedua tangannya (ketika berdo‟a)
hingga aku melihat putihnya kedua ketiaknya.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhariy, kitab adDa’awat, IV:68).
II


Hadits yang menyatakan tidak mengangkat tangan.
1. “Diceritakan kepada kami oleh Muhammad bin al-Musanna, diceritakan kepada kami
oleh Ibnu Abi „Adiy dan „Abdul A‟la dari Sa‟id, dari Qatadah, dari Anas, bahwa Nabi saw tidak
mengangkat kedua tangannya sedikitpun ketia berdo‟a, kecuali dalam istisqa’ (mohon air hujan)
hingga terlihat putihnya kedua ketiaknya.” (Diriwayatkan oleh Muslim, kitab Shalat al-Istisqa‟,
bab Raf’ul-yadain, No. 5/895.
2. “Diceritakan kepada kami oleh Ibnu al-Musanna, diceritakan kepada kami oleh Yahya
bin Sa‟id, dari Ibni Abi „Arubah, dari Qatadah, bahwa Anas bin Malik menyampaikan kepada
mereka dari Nabi saw hadits yang sama.” (Diriwayatkan oleh Muslim, kitab Shalat al-Istisqa’,
bab Raf’ul-yadain, No. 6/895).
Penjelasan :

Demikianlah hadits-hadits tentang mengangkat tangan ketika berdo‟a, yang sempat kami kutip.
Sebenarnya masih banyak hadits-hadits tentang mengangkat tangan ketika berdo‟a, tetapi haditshadits yang kami kutip tersebut sudah cukup untuk dijadikan sebagai dalil untuk memutuskan
masalah yang saudara tanyakan itu.
Perlu diketahui bahwa selama ini, dalam memutuskan hukum Muhammadiyah selalu
berpegang pada pokok-pokok manhaj sebagai berikut:
1.
Dalam beristidlal, selalu menggunakan sumber pokok, yaitu al-Qur‟an dan as-Sunnah asShahihah (maqbulah=diterima). Ijtihad dapat dilakukan apabila masalah yang dibahas tidak

berkaitan dengan ta’abbudi.
2.
Setiap keputusan harus dilakukan dengan cara musyawarah (ijtihad jama’iy).

3.

Muhammadiyah tidak mengikuti salah satu mazhab dari mazhab-mazhab yang ada, tetapi
pendapat para imam mazhab dapat dijadikan sebagai pertimbangan, selama tidak bertentangan
dengan al-Qur‟an dan as-Sunnah.
4.
Jika dalil-dalil yang dipergunakan tampak adanya ta’arud (pertentangan), maka harus
dilakukan al-jam’u wa at-taufiq atau dilakukan tarjih.
Demikanlah sebagian manhaj yang harus diketahui dan dipergunakan dalam mengambil
keputusan.
Hadits-hadits yang kami kutip, sebagian besar menyatakan bahwa Nabi saw mengangkat
kedua tangannya ketika berdo‟a, dan sebagian ulama, antara lain: al-Qasthalaniy dalam syarah
hadits, dan as-Shan‟aniy dalam Subulus-Salam, menilainya sebagai hadits shahih, kecuali hadits
No. 11, mereka tidak menilainya, apakah shahih ataukah da‟if, tetapi Ishaq al-Farayiniy,
menilainya secara umum, bahwa semua hadits yang termaktub dalam shahih al-Bukhariy dan
Muslim telah disepakati oleh sebagian besar ahli hadits tentang keshahihannya, baik sanad

maupun matannya. (al-Qasimiy, 1961, Qawa‟id at-Tahdis: 85). Maka hadits No. 11, yang
diriwayatkan oleh Abu Musa al-Asy‟ariy adalah shahih, sebab termuat dalam Shahih alBukhariy. Sekalipun demikian, masih terbuka untuk menelitinya kembali, sehingga menjadi jelas
kedudukannya.
Jika dibandingkan dengan hadits berikutnya, yaitu hadits No. II.1. dan hadits No. II.2.,
maka tampak adanya ta’arud (pertentangan). Hadits No. 1 sampai dengan No. 11 menyatakan
bahwa Nabi saw mengangkat tangannya ketika berdo‟a, sedang hadits No. II.1. dan II.2.
menyatakan bahwa Nabi saw tidak pernah mengangkat kedua tangannya, kecuali hanya pada
waktu istisqa saja.
Karena pada dalil-dalil tersebut tampak adanya ta’arud, maka untuk mengambil
keputusan perlu menggunakan metode al-jam‟u wa at-taufiq (mengumpulkan dan
mengkompromikan) antara kedua dalil yang tampak bertentangan.
Al-Qasthalaniy ketika mensyarah hadits al-Bukhariy tentang mengangkat kedua tangan
ketika berdo‟a, mengatakan bahwa mengangkat kedua tangan adalah sunnah, berdasarkan haditshadits tersebut. Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Anas, yang menyatakan bahwa Nabi saw
tidak pernah mengangkat kedua tangannya sedikit pun ketika berdo‟a, kecuali pada waktu
istisqa’ (mohon hujan), dia menjelaskan bahwa yang ditiadakan ialah sifat khusus, yaitu almubalaghah fi ar-raf’i (melebihkan dalam mengangkat kedua tangan), bukan mengangkat
tangan pada umumnya, artinya; bahwa Nabi saw ketika berdo‟a juga mengangkat tangan, tetapi
tidak setinggi ketika berdo‟a dalam istisqa’. (al-Qasthalaniy, Syarh al-Bukhariy, IV:68).
As-Shan‟aniy, dalam kitabnya Subulus-Salam menjelaskan; bahwa hadits-hadits tentang
mengangkat tangan, menunjukkan bahwa mengangkat kedua tangan ketika berdo‟a adalah
mustahabb, dan hadits-hadits yang memerintahkan agar mengangkat kedua tangan ketika

berdo‟a jumlahnya cukup banyak. Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Anas, yang
menyatakan bahwa Nabi saw tidak pernah mengangkat kedua tangannya ketika berdo‟a, kecuali
hanya ketika dalam istisqa’, dia menjelaskan bahwa yang dimaksudkannya ialah al-mubalaghah
fi ar-raf’i (melebihkan dalam mengangkat kedua tangan), yaitu mengangkat kedua tangannya

dengan amat tinggi, dan yang demikian itu tidaklah terjadi kecuali ketika berdo‟a dalam istisqa’.
Dan hadits-hadits tentang mengangkat kedua tangan telah dikumpulkan dalam satu juz oleh alMunziriy. (As-Shan‟aniy, 1961, IV:219).
Dengan demikian, maka jelaslah bahwa dua kelompok hadits tersebut tidaklah
bertentangan (ta’arud), sebab kedua kelompok hadits tersebut masih dapat ditaufiqkan
(dikompromikan).
Kesimpulan :
Mengangkat kedua tangan ketika berdo’a adalah sunnah atau mustahab, dan tidak perlu
mengangkat tinggi-tinggi, kecuali pada waktu berdo’a istisqa’.
Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: tarjih_ppmuh@yahoo.com dan ppmuh_tarjih@yahoo.com
http://www.fatwatarjih.com