PEMBERIAN DONGENG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA PADA ANAK USIA PRASEKOLAH

(1)

i

i

PEMBERIAN DONGENG UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN BERBAHASA PADA ANAK USIA

PRASEKOLAH

SKRIPSI

Oleh:

YULINDA AYU LAMUNINGTYAS

08810119

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2012


(2)

ii

ii

PEMBERIAN DONGENG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA PADA ANAK USIA PRASEKOLAH

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

YULINDA AYU LAMUNINGTYAS 08810119

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2012


(3)

iii


(4)

iv


(5)

v


(6)

vi

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemberian Dongeng untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa pada Anak Usia Prasekolah”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

2. Bapak Yudi Suharsono S.Psi, M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Diana Savitri Hidayati S.Psi, M.Psi selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Drs. Djoko Asiono M. Pd selaku pembimbing dalam penyusunan tes

4. Dra. Hudaniah S.Psi, M.Psi, selaku dosen wali kelas B Psikologi angkatan 2008 yang telah mendukung dan memberikan pengarahan sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

5. Kepala Kepala Yayasan Pendidikan Bani Ustman RA Shoddrul Ulul Al Cholil yang telah memberikan ijin dan fasilitas bagi penulis untuk melakukan penelitian.

6. Kepada Kepala Sekolah Taman Kanak-Kanak RA Shoddrul Ulul Al Cholil ibu Lilik dan tenaga pengajar lainnya bunda Halimah, bunda Lis, dan bunda Iss yang telah banyak membantu peneliti selama proses penelitian.

7. Murid-murid Taman Kanak-Kanak RA Shoddrul Ulul Al Cholil yang telah bersedia menjadi subyek penelitian.


(7)

vii

vii

8. Ayah, ibu dan seluruh keluarga besar yang selalu memberikan dukungan, do’a dan kasih sayang sehingga penulis memiliki motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Mas Sugeng Kurniawan yang selalu memberikan dukungan do’a, motivasi, ide dan tenaganya, terima kasih banyak atas segala bantuan yang diberikan hingga saat ini.

10. Ibu Shoilah, mbak Win, dik Najib, dan dik Riken yang selalu memberikan dukungan dan memberikan ketenangan hati disaat peneliti sedang mengalami kondisi tersulit.

11. Sahabat-sahabatku Lusiana Puspitasari, Mustika Rizki Imanita, Anissa Yunita, Delvi Irma P, Fitrotul Istiqomah, dan Nazmi yang tiada henti memberikan motivasi, sehingga peneliti terdorong untuk menyelesaikan skripsi ini.

12. Mas Anto Vincent yang telah membantu selama proses penelitian dan juga memberikan dukungan pemikiran-pemikiran yang sangat berguna untuk menyelesaikan skripsi ini.

13. Teman-teman angkatan 2008 khususnya kelas B yang selalu memberikan semangat sehingga penulis terdorong untuk menyelesaikan skripsi.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran demi perbaikan karya skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penelitian khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 30 Juli 2012 Penulis


(8)

viii

viii

INTISARI

Lamuningtyas, Yulinda Ayu (2008). Pemberian Dongeng untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa pada Anak Usia Prasekolah. Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang. Pembimbing: (1) Yudi Suharsono, S.Psi M.Si , (2) Diana Savitri, S.Psi M.Psi.

Kata Kunci : Dongeng, Kemampuan berbahasa

Kemampuan berbahasa adalah kemampuan individu untuk membuat kata-kata atau suara-suara yang dikombinasikan menjadi suatu ucapan atau kesatuan kalimat yang utuh yang dapat dimengerti oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain yang diajak bicara. Kemampuan berbahasa terdiri dari empat aspek, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut juga terdapat di dalam dongeng. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan kemampuan berbahasa pada anak usia prasekolah karena pemberian dongeng.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan pendekatan one group pretest-posttest design. Sampel dalam penelitian ini adalah anak usia prasekolah pada sebuah Taman Kanak-Kanak di daerah Pagelaran Malang. Teknik sampling yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah purposif sampling. Subjek yang dijadikan sampel dalam penelitian ini sebanyak 20 orang. Data penelitian diungkap menggunakan tes kemampuan berbahasa yang terdiri dari pretest kemampuan berbahasa dan posttest kemampuan berbahasa. Adapun teknik analisa data yang digunakan adalah teknik t-test.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai t sebesar -4.273 dengan p = 0.000. Berdasarkan hasil tersebut, maka hipotesis penelitian diterima yang artinya ada perbedaan kemampuan berbahasa pada anak prasekolah karena pemberian dongeng.


(9)

ix

ix

ABSTRACT

Lamuningtyas, Yulinda Ayu (2008). A Study on the Use of Fairytales to Improve Pre-School Students’ Language Competence. Thesis, Faculty of Psychology. University of Muhammadiyah Malang. Advisors: (1) Yudi Suharsono, S.Psi, M.Si, (2) Diana Savitri, S.Psi, M.Psi.

Keywords: Fairytale, Language Competence

Language competence is defined as individuals’ ability in combining words or sounds to produce meaningful utterances or sentences to create effective communication between the interlocutors. It covers four basic skills comprising listening, speaking, reading, and writing. Those skills can be effectively integrated for teaching young learners by using fairytales. Therefore, this study aimed at investigating the effectiveness of fairytales in improving pre-school students’ language competence.

This study employed an experimental research with one group pre-test and post-test design. The subjects were twenty pre-school students of a kindergarten school in Pagelaran, Malang. The sample was selected using purposive sampling technique. The data employed language testing method with pre-test and post-test design to measure the students’ improvement in language competence. Further, the data were analyzed using t-test technique.

The findings showed significant differences on the students’ language competence with t-score at -4.273 at significant value p = 0.000. Accordingly, the hypothesis was accepted significantly.


(10)

x

x

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . ... vi

INTISARI ... viii

ABSTRACK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR . ... xiii

DAFTAR TABEL . ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Kemampuan Berbahasa ... 7

2.1.1 Pengertian Kemampuan Berbahasa ... 7

2.1.2 Fungsi Bahasa ... 8

2.1.3 Mekanisme Pemeroleh Bahasa ... 9

2.1.4 Tahap Perkembangan Bahasa ... 12

2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berbahasa Anak ... 16

2.1.6 Macam-Macam Kemampuan Berbahasa ... 18

2.2 Mendongeng ... 27


(11)

xi

xi

2.2.2 Tujuan Mendongeng ... 28

2.2.3 Manfaat Mendongeng ... 28

2.2.4 Macam dan Jenis Dongeng ... 32

2.2.5 Tema Dongeng ... 33

2.2.6 Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Mendongeng ... 36

2.3 Anak Usia Prasekolah ... 38

2.3.1 Pengertian Anak Usia Prasekolah ... 38

2.3.2 Ciri-Ciri Anak Usia Prasekolah ... 39

2.3.3 Tugas Perkembangan Anak Usia Prasekolah ... 41

2.3.4 Dinamika Kemampuan Berbahasa pada Anak Usia Prasekolah ... 43

2.4 Hubungan Dongeng dan Kemampaun Berbahasa ... 45

2.5 Kerangka Pemikiran ... 51

2.6 Hipotesis ... 52

BAB III METODE PENELITIAN ... 53

3.1 Rancangan Penelitian ... 53

3.2 Variabel Penelitian ... 55

3.2.1 Identitas Variabel Penelitian ... 55

3.2.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 56

3.3 Populasi dan Sampel ... 57

3.3.1 Populasi ... 57

3.3.2 Sampel ... 58

3.4 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 58

3.4.1 Jenis Data ... 58


(12)

xii

xii

3.4.3 Validitas ... 59

3.5 Prosedur Penelitian ... 60

3.6 Teknik Analisa Data ... 67

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 70

4.1 Deskripsi Data ... 70

4.2 Analisa Data ... 73

4.3 Pembahasan ... 74

BAB V PENUTUP ... 79

5.1 Kesimpulan ... 79

5.2 Saran ... 79


(13)

xiii

xiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman

Gambar 1 : Model Bandura Mengenai Timbal-Balik Komunikasi ... 11 Gambar 2 : Ketrampilan Berbahasa dan Hubungannya Satu Sama Lain ... 27


(14)

xiv

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

Tabel 1 : Tahap-Tahap Perkembangan Bahasa Brown ... 15

Tabel 2 : Perbedaan Mendengar, Mendengarkan, dan Menyimak ... 20

Tabel 3 : Frekuensi Kemampuan Berbahasa Subjek ... 70

Tabel 4 : Frekuensi Kemampuan Berbahasa Subjek pada Aspek Menyimak ... 71

Tabel 5 : Frekuensi Kemampuan Berbahasa Subjek pada Aspek Berbicara ... 71

Tabel 6 : Frekuensi Kemampuan Berbahasa Subjek pada Aspek Membaca ... 72

Tabel 7 : Frekuensi Kemampuan Berbahasa Subjek pada Aspek Menulis ... 72


(15)

xv

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran Halaman

Lampiran 1: Standar Kompetensi Kemampuan Berbahasa ... 83

Lampiran 2: Modul Pemberian Dongeng ... 86

Lampiran 3: Validitas Soal Pretest dan Posttest ... 113

Lampiran 4: Soal-Soal Pretest Kemampuan Berbahasa ... 124

Lampiran 5: Soal-Soal Posttest Kemampuan Berbahasa ... 131

Lampiran 6: Data Kasar Penelitian ... 137

Lampiran 7: Deskripsi Data ... 139


(16)

80

80

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qudsy, M & Nurhidayah, U. (2010). Mendidik anak lewat dongeng. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani

Alwasilah, A. C. (1986). Buku materi pokok 1; Hakikat bahasa, ciri bahasa, dan batasan linguistik PING4442/2SKS/01; Pengetahuan kebahasaan 1. Jakarta: Universitas Terbuka, Depdikbud

(1989). Beberapa madhab dan dikotomi teori linguistik. Bandung: Angkasa

Anggraeni, Attin. (2009). Pengaruh pemberian dongeng bertema prososial terhadap penurunan perilaku agresifitas anak. Skripsi. Fakultas Psikologi UMM

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian: Suatu pendekatan praktik (cet. keempatbelas). Jakarta: PT. Rineka Cipta

Anon. (2010). Diakses 22 Desember 2011 dari

http://repository.upi.edu/operator/upload/d_bind__9133415_chapter2.pdf Anon. (2011). BAB II Landasan Teori. Diakses 16 November 2011 dari

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23238/3/Chapter%20II.pdf Arsyad, A. (2011). Media pembelajaran (cet. keempatbelas). Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada

AR, Syamsuddin., Damaianti, Vismaia S. (2007). Metode penelitian pendidikan bahasa (cet ke dua). Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Chaer, Abdul. (2003). Linguistik umum (cet kedua). Jakarta: PT Rineka Cipta

Danandjaja, James. (1994). Folklor Indonesia, ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain (cet. keempat). Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti

Dharmowijono, W. W,. Suparwa, I Nyoman. (2009). Psikoliuistik, teori kemampuan berbahasa dan pemerolehan bahasa anak. Bali: Udayana University Press Feldman., Papalia., Olds. (2009). Humand development perkembangan manusia

buku 1 edisi10. Jakarta: Salemba Humanika

Hana, Jasmin. (2011). Terapi kecerdasan anak dengan dongeng. Yogyakarta: Berlian Media

Harti, Sri. (2001). Petunjuk teknis proses belajar mengajar di Raudhatul Athfal bidang: pengembangan agama Islam dan pengembangan bahasa. Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Agama Islam Departemen Agama RI


(17)

81

81

Harjasujana, A. S., Mulyati, Y., N. Tini. (1988). Materi pokok 1, proses membaca PINA4432 4SKS/Modul 1-12. Jakarta: Karunia Jakarta Universitas Terbuka Hartini. (2006). Kliping tematis sebagai pembelajaran efektif kemampuan berbahasa

anak di Taman Kanak-Kanak ABA Krapyak Wetan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Hidayah, Rifa. (2009). Psikologi pengasuhan anak. Malang: UIN-Malang Press Ichen. (2010). 36 Dongeng pilihan kak Andi (cet ketiga). Bandung: PT Mizan

Pustaka

Iskandar, Salman. (2010). 100 Kisah islami pilihan untuk anak-anak (cet kedua). Bandung: PT Mizan Pustaka

Latipun. (2002). Psikologi eksperimen. Malang: UMM Press

Mar’at, Samsunuwiyati. (2005). Psikolinguistik: Suatu pengantar. Bandung: PT Refika Aditama

Nurhakim, Syerif. (2011). Jurus pintar masuk SD. Jakarta: Gulita

Patmonodewo, S., Atmodiwirjo, E. T., Marat, S., Munandar, S. C. U., Gunarsa, S. D., Soewondo, S., & Achir, Y. C. A. (2001). Bunga rampai: Psikologi perkembangan pribadi, dari bayi sampai lanjut usia. Jakarta: Univertas Indonesia (UI-Press)

Rif’ah, Muzmi’atur. (2010). Meningkatkan kreativitas verbal anak prasekolah melalui pemberian dongeng. Skripsi. Fakultas Psikologi UMM

Santrock, J. W. (2007). Perkembangan anak jilid 1 (ed. kesebelas). Jakarta: Erlangga (2002). Life span development: Perkembangan masa hidup jilid I (ed. lima). Jakarta: Erlangga

Seniati, Liche., Yulianto, A., Setiadi, B. N. (2005). Psikologi eksperimen. Jakarta: PT Indeks

Suhartinah, Sumi. (2011). Aku siap masuk SD I (cet. VII). Depok: Cif (2011). Aku siap masuk SD III (cet. VI). Depok: Cif

Tarigan, Djago. (1986). Materi pokok keterampilan menyimak PINA 4430 2SKS/Modul 1-6. Jakarta: Karunia Jaya Universitas Terbuka

Tarigan, Henry G. (1988) Berbicara sebagai suatu ketrampilan berbahasa (cet. terakhir). Bandung: Angkasa

(1985) Membaca sebagai suatu ketrampilan berbahasa (cet. terakhir). Bandung: Angkasa


(18)

82

82

(1986). Menulis sebagai suatu ketrampilan berbahasa (cet. terakhir). Bandung: Angkasa

(1994). Menyimak sebagai suatu keterampilan berbahasa (cet. terakhir). Bandung: Angkasa

(1990). Pengajaran kompetensi bahasa (cet. terakhir). Bandung: Angkasa

Tim AMA. (2011). Kisah-kisah arif dan bijaksana dari penjuru dunia I. AMA Winarsunu, T. (2009). Statistik dalam penelitian psikologi & pendidikan (cet.

keempat). Malang: UMM Press

Yuniati, Mia. (2011). Cerdas berbahasa untuk TK B semester 2. Jakarta: Zikrul Hakim

Yusuf, H Syamsu. (2009). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya


(19)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani maupun rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Taman Kanak-Kanak adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia empat sampai dengan usia enam tahun. Taman Kanak-Kanak juga bermakna sebagai tempat yang nyaman untuk bermain. Dan prinsip pembelajaran di Taman Kanak-Kanak yaitu “Bermain sambil belajar dan Belajar seraya bermain”. Pengembangan kegiatan belajar mengajar di Taman Kanak-Kanak meliputi: Moral, Agama, Sosial, Emosional, Berbahasa, Kognitif, Fisik-Motorik, dan Seni (Hartini, 2006).

Berdasarkan pengembangan kegiatan belajar mengajar, salah satu aspek yang perlu dikembangakan sejak dini adalah bahasa. Anak usia dini merupakan masa emas atau paling ideal untuk belajar bahasa selain bahasa ibu (bahasa pertama). Bahasa adalah suatu bentuk komunikasi yang diucapkan, ditulis atau dilambangkan berdasarkan sistem simbol (Santrock, 2007). Bahasa terdiri dari kata-kata yang dipadukan dengan aturan-aturan dan digunakan oleh masyarakat sebagai media untuk berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa seseorang. Maksudnya, bahwa bahasa dapat mengekspresikan perasaan yang signifikan serta dapat menuangkan keindahan-keindahan sehingga dapat diketahui, dan dirasakan oleh orang lain.

Pada era globalisasi seperti sekarang ini, peranan bahasa sangatlah penting yaitu sebagai alat komunikasi. Segala macam kegiatan dalam masyarakat akan lumpuh tanpa adanya bahasa. Fungsi bahasa selain sebagai alat komunikasi dan


(20)

2

pengetahuan manusia. Tidak ada satu bidang ilmu pun yang disampaikan dengan efisien, kecuali dengan menggunakan bahasa karena bidang pengajaran bahasa digunakan sebagai alat penyampai yang paling penting dan mutlak diperlukan.

Tarigan (1990) berpendapat bahwa, tanpa bahasa seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan orang lain. Dan tanpa bahasa individu tidak dapat menjalankan amanah kehidupannya dengan sempurna. Sebab tanpa bahasa kita tidak bisa menanyakan, menyatakan, mengharapkan, menyuruh, meminta dan lain sebagainya. Sedangkan dengan bahasa kita dapat mencatat apa yang telah terjadi dan bahkan menyatakan apa yang akan terjadi. Dengan kita menuliskan setiap kejadian maka, secara tidak langsung kita mewariskan kebudayaan kita kepada generasi muda. Atau dengan kata lain, bahasa berfungsi sebagai alat kebudayaan.

Begitu juga yang terjadi pada anak, bahasa memiliki peranan yang sangat penting bagi mereka. Menurut Hurlock (1978), perkembangan bahasa sangat rumit karena bahasa menyangkut pemahaman terhadap apa yang dikatakan orang lain dan kemampuan berbahasa dalam cara yang dapat dipahami orang lain. Dampak ketidak mampuan anak berbahasa tidak hanya menghambat penyesuaian sosial dan pribadi anak, tetapi juga mempengaruhi penyesuaian akademis mereka. Pengaruh yang paling serius adalah terhadap kemampuan membaca yang merupakan mata pelajaran pokok pada awal karir sekolah anak. Kemudian, keadaan ini dapat mempengaruhi kemampuan mereka mengeja. Ketidak mampuan berprestasi di sekolah, digabungkan dengan masalah penerimaan sosial akan menimbulkan rasa minder pada anak pada saat anak berada di lingkunga keluarga maupun sekolah.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa kehidupan manusia tidak akan terasa sempurna. Begitu juga yang terjadi pada anak. Tanpa bahasa anak tidak akan bisa berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya. Dengan bahasa anak dapat mengekspresikan pikirannya, sehingga orang lain dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Komunikasi antar anak dapat terjalin dengan baik dengan bahasa dan anak dapat membangun hubungan dengan orang lain yang berada


(21)

3

disekitarnya. Tidak mengherankan bahwa bahasa dianggap sebagai salah satu indikator kesuksesan seorang anak.

Sedangkan kemampuan berbahasa merupakan salah satu dari bidang pengembangan kemampuan dasar yang dipersiapkan guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas anak sesuai dengan tahap perkembangannya (Indratini, 2010). Anon (2011) mengatakan bahwa, kemampuan berbahasa adalah kemampuan seorang individu untuk membuat kata-kata atau suara-suara yang dikombinasikan menjadi suatu ucapan atau suatu kesatuan kalimat utuh yang dapat dimengerti oleh dirinya sendiri dan oleh individu lain di sekitarnya.

Mengajarkan bahasa kepada anak usia prasekolah tidaklah mudah. Hal ini dikarenakan bahasa mempunyai beberapa komponen dasar, antara lain: kosakata, pengucapan, dan pemaknaan. Komponen-komponen tersebut harus diajarkan kepada anak secara menyeluruh. Mengingat karakteristik anak usia prasekolah yang mempunyai rentang konsentrasi rendah, komponen-komponen bahasa tersebut tidak mudah diserap oleh anak sehingga kemampuan berbahasa anak menjadi tidak sempurna.

Untuk memecahkan masalah tersebut diperlukan sebuah metode yang tepat agar nantinya anak dapat menguasai bahasa dengan tepat dan benar tentunya tidak melupakan unsur kegembiraan sehingga konsep bermain sambil belajar dapat berjalan dengan baik. Salah satu metodenya adalah dengan menggunakan metode mendongeng, misalnya pada proses pembelajaran tentang kebersihan, anak dibacakan atau didongengi dongeng yang bernilaikan tentang kebersihan diri maupun lingkungan sekitarnya.

Hal ini sejalan dengan pendapat Ranakusuma (dalam Rif’ah, 2010), seorang psikolog dari RS Thamri Internasional menyatakan bahwa, salah satu cara belajar yang efektif di tingkat prasekolah dan Taman Kanak-Kanak adalah bercerita, baik itu bercerita dari buku bacaan ataupun mendongeng hasil imajinasi guru di kelas. Melalui cerita, anak-anak dirangsang untuk merespon apa yang diutarakan guru dan memberikan tanggapan sehingga tercipta komunikasi dua arah antara guru dan murid


(22)

4

di kelas. Pada anak-anak prasekolah, biasanya guru bercerita dari buku-buku cerita dengan alur yang sederhana.

Melalui kegiatan mendongeng (bercerita), jiwa anak akan terpengaruhi secara positif. Sebab kegiatan mendongeng merupakan suatu komunikasi universal yang sangat mempengaruhi jiwa manusia (Hana, 2011). Dengan kegiatan mendongeng anak dapat membedakan perbuatan yang baik dan perlu ditiru, serta perbuatan buruk yang harus ditinggalkan; mendongeng juga dapat merangsang dan menumbuhkan imajinasi serta daya pikir anak secara wajar; kegiatan mendongeng dapat meningkatkan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi. Kata-kata yang digunakan dalam dongeng sangat baik untuk menambah perbendaharaan kata anak, sehingga memudahkan anak untuk berkomunikasi dengan orang lain, dan masih banyak lagi manfaat dongeng bagi anak (Qudsy, 2010). Dan menurut Hana (2011), cerita umumnya lebih berkesan daripada nasihat biasa, karena cerita itu terekam jauh lebih kuat di dalam memori anak.

Sejalan dengan yang disampaikan Hana di atas, Baugh dalam Arsyad (2011) melakukan sebuah penelitian dan didapatkan hasil bahwa, kurang lebih 90% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indera penglihatan, dan sekitar 5% diperoleh melalui indera pendengaran. Sedangkan 5% lagi diperoleh dari indera lainnya. Sementara menurut Dale, pemerolehan hasil belajar melalui alat indera penglihatan berkisar 75%, melalui indera pendengaran sekitar 13%, dan melalui indera lainnya sekitar 12%. Sedangkan menurut anon. (2011) melaporkan tentang modus pengalaman sebesar 10% berdasarkan apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakana dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan.

Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti berpendapat bahwa hal tersebut bisa terjadi karena pada saat kegiatan mendongeng berlangsung, ada ekspresi mimik wajah, intonasi, efek suara, dan gerakan dari story teller. Dengan adanya beberapa hal tersebut, anak akan mudah untuk menangkap apa yang disampaikan oleh story teller dan informasi yang didapatkan anak akan dikembangkan dengan menggunakan imajinasinya.


(23)

5

Dengan menggunakan imajinasi, anak akan membayangkan seperti apa tokoh-tokoh maupun situasi yang muncul dari dongeng tersebut. Lama-kelamaan anak dapat melatih kreativitasnya sendiri. Dengan hal ini juga anak akan lebih mudah mengungkapkan isi hati dan pikirannya dengan kata-kata lisan maupun tertulis. Artinya anak akan memiliki banyak kosa kata (Hana, 2011).

Begitu banyak manfaat dari kegiatan mendongeng bagi anak. Dari begitu banyaknya manfaat kegiatan mendongeng, memunculkan ketertarikan peneliti untuk meneliti pemberian dongeng lebih lanjut. Dan judul dari skripsi peneliti adalah “Pemberian Dongeng untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa pada Anak Usia Prasekolah.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

Apakah ada perbedaan kemampuan berbahasa pada anak usia prasekolah karena pemberian dongeng?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui adanya perbedaan kemampuan berbahasa pada anak usia prasekolah karena pemberian dongeng.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaca ataupun peneliti lain, terutama dalam bidang psikologi perkembangan dan psikologi pendidikan.


(24)

6

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang manfaat dongeng sebagai salah satu media alternatif yang efektif untuk meningkatkan kemampuan berbahasa anak.


(1)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani maupun rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Taman Kanak-Kanak adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia empat sampai dengan usia enam tahun. Taman Kanak-Kanak juga bermakna sebagai tempat yang nyaman untuk bermain. Dan prinsip pembelajaran di Taman Kanak-Kanak yaitu “Bermain sambil belajar dan Belajar seraya bermain”. Pengembangan kegiatan belajar mengajar di Taman Kanak-Kanak meliputi: Moral, Agama, Sosial, Emosional, Berbahasa, Kognitif, Fisik-Motorik, dan Seni (Hartini, 2006).

Berdasarkan pengembangan kegiatan belajar mengajar, salah satu aspek yang perlu dikembangakan sejak dini adalah bahasa. Anak usia dini merupakan masa emas atau paling ideal untuk belajar bahasa selain bahasa ibu (bahasa pertama). Bahasa adalah suatu bentuk komunikasi yang diucapkan, ditulis atau dilambangkan berdasarkan sistem simbol (Santrock, 2007). Bahasa terdiri dari kata-kata yang dipadukan dengan aturan-aturan dan digunakan oleh masyarakat sebagai media untuk berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa seseorang. Maksudnya, bahwa bahasa dapat mengekspresikan perasaan yang signifikan serta dapat menuangkan keindahan-keindahan sehingga dapat diketahui, dan dirasakan oleh orang lain.

Pada era globalisasi seperti sekarang ini, peranan bahasa sangatlah penting yaitu sebagai alat komunikasi. Segala macam kegiatan dalam masyarakat akan lumpuh tanpa adanya bahasa. Fungsi bahasa selain sebagai alat komunikasi dan


(2)

pengetahuan manusia. Tidak ada satu bidang ilmu pun yang disampaikan dengan efisien, kecuali dengan menggunakan bahasa karena bidang pengajaran bahasa digunakan sebagai alat penyampai yang paling penting dan mutlak diperlukan.

Tarigan (1990) berpendapat bahwa, tanpa bahasa seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan orang lain. Dan tanpa bahasa individu tidak dapat menjalankan amanah kehidupannya dengan sempurna. Sebab tanpa bahasa kita tidak bisa menanyakan, menyatakan, mengharapkan, menyuruh, meminta dan lain sebagainya. Sedangkan dengan bahasa kita dapat mencatat apa yang telah terjadi dan bahkan menyatakan apa yang akan terjadi. Dengan kita menuliskan setiap kejadian maka, secara tidak langsung kita mewariskan kebudayaan kita kepada generasi muda. Atau dengan kata lain, bahasa berfungsi sebagai alat kebudayaan.

Begitu juga yang terjadi pada anak, bahasa memiliki peranan yang sangat penting bagi mereka. Menurut Hurlock (1978), perkembangan bahasa sangat rumit karena bahasa menyangkut pemahaman terhadap apa yang dikatakan orang lain dan kemampuan berbahasa dalam cara yang dapat dipahami orang lain. Dampak ketidak mampuan anak berbahasa tidak hanya menghambat penyesuaian sosial dan pribadi anak, tetapi juga mempengaruhi penyesuaian akademis mereka. Pengaruh yang paling serius adalah terhadap kemampuan membaca yang merupakan mata pelajaran pokok pada awal karir sekolah anak. Kemudian, keadaan ini dapat mempengaruhi kemampuan mereka mengeja. Ketidak mampuan berprestasi di sekolah, digabungkan dengan masalah penerimaan sosial akan menimbulkan rasa minder pada anak pada saat anak berada di lingkunga keluarga maupun sekolah.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa kehidupan manusia tidak akan terasa sempurna. Begitu juga yang terjadi pada anak. Tanpa bahasa anak tidak akan bisa berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya. Dengan bahasa anak dapat mengekspresikan pikirannya, sehingga orang lain dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Komunikasi antar anak dapat terjalin dengan baik dengan bahasa dan anak dapat membangun hubungan dengan orang lain yang berada


(3)

disekitarnya. Tidak mengherankan bahwa bahasa dianggap sebagai salah satu indikator kesuksesan seorang anak.

Sedangkan kemampuan berbahasa merupakan salah satu dari bidang pengembangan kemampuan dasar yang dipersiapkan guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas anak sesuai dengan tahap perkembangannya (Indratini, 2010). Anon (2011) mengatakan bahwa, kemampuan berbahasa adalah kemampuan seorang individu untuk membuat kata-kata atau suara-suara yang dikombinasikan menjadi suatu ucapan atau suatu kesatuan kalimat utuh yang dapat dimengerti oleh dirinya sendiri dan oleh individu lain di sekitarnya.

Mengajarkan bahasa kepada anak usia prasekolah tidaklah mudah. Hal ini dikarenakan bahasa mempunyai beberapa komponen dasar, antara lain: kosakata, pengucapan, dan pemaknaan. Komponen-komponen tersebut harus diajarkan kepada anak secara menyeluruh. Mengingat karakteristik anak usia prasekolah yang mempunyai rentang konsentrasi rendah, komponen-komponen bahasa tersebut tidak mudah diserap oleh anak sehingga kemampuan berbahasa anak menjadi tidak sempurna.

Untuk memecahkan masalah tersebut diperlukan sebuah metode yang tepat agar nantinya anak dapat menguasai bahasa dengan tepat dan benar tentunya tidak melupakan unsur kegembiraan sehingga konsep bermain sambil belajar dapat berjalan dengan baik. Salah satu metodenya adalah dengan menggunakan metode mendongeng, misalnya pada proses pembelajaran tentang kebersihan, anak dibacakan atau didongengi dongeng yang bernilaikan tentang kebersihan diri maupun lingkungan sekitarnya.

Hal ini sejalan dengan pendapat Ranakusuma (dalam Rif’ah, 2010), seorang psikolog dari RS Thamri Internasional menyatakan bahwa, salah satu cara belajar yang efektif di tingkat prasekolah dan Taman Kanak-Kanak adalah bercerita, baik itu bercerita dari buku bacaan ataupun mendongeng hasil imajinasi guru di kelas. Melalui cerita, anak-anak dirangsang untuk merespon apa yang diutarakan guru dan memberikan tanggapan sehingga tercipta komunikasi dua arah antara guru dan murid


(4)

di kelas. Pada anak-anak prasekolah, biasanya guru bercerita dari buku-buku cerita dengan alur yang sederhana.

Melalui kegiatan mendongeng (bercerita), jiwa anak akan terpengaruhi secara positif. Sebab kegiatan mendongeng merupakan suatu komunikasi universal yang sangat mempengaruhi jiwa manusia (Hana, 2011). Dengan kegiatan mendongeng anak dapat membedakan perbuatan yang baik dan perlu ditiru, serta perbuatan buruk yang harus ditinggalkan; mendongeng juga dapat merangsang dan menumbuhkan imajinasi serta daya pikir anak secara wajar; kegiatan mendongeng dapat meningkatkan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi. Kata-kata yang digunakan dalam dongeng sangat baik untuk menambah perbendaharaan kata anak, sehingga memudahkan anak untuk berkomunikasi dengan orang lain, dan masih banyak lagi manfaat dongeng bagi anak (Qudsy, 2010). Dan menurut Hana (2011), cerita umumnya lebih berkesan daripada nasihat biasa, karena cerita itu terekam jauh lebih kuat di dalam memori anak.

Sejalan dengan yang disampaikan Hana di atas, Baugh dalam Arsyad (2011) melakukan sebuah penelitian dan didapatkan hasil bahwa, kurang lebih 90% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indera penglihatan, dan sekitar 5% diperoleh melalui indera pendengaran. Sedangkan 5% lagi diperoleh dari indera lainnya. Sementara menurut Dale, pemerolehan hasil belajar melalui alat indera penglihatan berkisar 75%, melalui indera pendengaran sekitar 13%, dan melalui indera lainnya sekitar 12%. Sedangkan menurut anon. (2011) melaporkan tentang modus pengalaman sebesar 10% berdasarkan apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakana dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan.

Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti berpendapat bahwa hal tersebut bisa terjadi karena pada saat kegiatan mendongeng berlangsung, ada ekspresi mimik wajah, intonasi, efek suara, dan gerakan dari story teller. Dengan adanya beberapa hal tersebut, anak akan mudah untuk menangkap apa yang disampaikan oleh story teller dan informasi yang didapatkan anak akan dikembangkan dengan menggunakan imajinasinya.


(5)

Dengan menggunakan imajinasi, anak akan membayangkan seperti apa tokoh-tokoh maupun situasi yang muncul dari dongeng tersebut. Lama-kelamaan anak dapat melatih kreativitasnya sendiri. Dengan hal ini juga anak akan lebih mudah mengungkapkan isi hati dan pikirannya dengan kata-kata lisan maupun tertulis. Artinya anak akan memiliki banyak kosa kata (Hana, 2011).

Begitu banyak manfaat dari kegiatan mendongeng bagi anak. Dari begitu banyaknya manfaat kegiatan mendongeng, memunculkan ketertarikan peneliti untuk meneliti pemberian dongeng lebih lanjut. Dan judul dari skripsi peneliti adalah

“Pemberian Dongeng untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa pada Anak Usia

Prasekolah.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

Apakah ada perbedaan kemampuan berbahasa pada anak usia prasekolah karena pemberian dongeng?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui adanya perbedaan kemampuan berbahasa pada anak usia prasekolah karena pemberian dongeng.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaca ataupun peneliti lain, terutama dalam bidang psikologi perkembangan dan psikologi pendidikan.


(6)

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang manfaat dongeng sebagai salah satu media alternatif yang efektif untuk meningkatkan kemampuan berbahasa anak.