Perlindungan Hak Anak Indonesia Atas Pendidikan Dasar Ditinjau Dari Millennium Development Goals

(1)

PERLINDUNGAN HAK ANAK INDONESIA ATAS

PENDIDIKAN DASAR DITINJAU DARI MILLENNIUM

DEVELOPMENT GOALS

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi

Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

Mika Lestari Silitonga

NIM: 070200079

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERLINDUNGAN HAK ANAK INDONESIA ATAS

PENDIDIKAN DASAR DITINJAU DARI MILLENNIUM

DEVELOPMENT GOALS

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

Mika Lestari Silitonga

NIM: 070200079

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

KETUA DEPARTEMEN

ARIEF, SH, M.HUM

NIP 196403301993031002

PEMBIMBING I

PEMBIMBING II

Dr. Mahmul Siregar SH, M.Hum

Deni Purba SH, LLM

NIP.197302202002121001

NIP.196808022003121002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Baik, atas kuasa dan penyertaan-Nya yang telah memampukan penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN HAK ANAK INDONESIA ATAS PENDIDIKAN DASAR DITINJAU DARI MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS” ini sesuai dengan harapan.

Latar belakang penulisan skripsi ini tidaklah semata-mata demi melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tetapi Penulis juga ingin mengkaji dan memberikan sumbangsih pemikiran dan gagasan tentang perlindungan hak anak Indonesia terkhusus dalam bidang pendidikan dasar.

Penulis sadar bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih ada banyak kesalahan dan ketidaksempurnaan, baik yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan penulis maupun oleh perkembangan hukum internasional maupun nasional atas perlindungan hak anak dalam pendidikan dasar yang berkembang secara pesat dan luas. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pihak mana pun sangat diharapkan oleh penulis demi kesempurnaan isi skripsi ini.

Dengan penuh rasa hormat, penulis juga berterimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama proses penulisan skripsi dan dalam kehidupan penulis, yakni:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp.A(K)., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Medan;


(4)

2. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum USU, beserta seluruh jajaran pimpinan Fakultas Hukum USU; 3. Bapak Arief S.H., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum

Internasional Fakultas Hukum USU;

4. Bapak Dr. Mahmul Siregar SH. M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I Penulis;

5. Bapak Deni Purba SH. LLM. selaku Dosen Pembimbing II Penulis; 6. Bapak Ramli Siregar SH. M.Hum. selaku Dosen Wali Penulis;

7. Seluruh dosen Fakultas Hukum USU yang telah membimbing dan mengajar Penulis selama perkuliahan.

8. Seluruh civitas Fakultas Hukum USU: jajaran staf administrasi dan seluruh pegawai Fakultas Hukum USU lainnya;

9. Keluarga penulis, Ayah dan Ibu tercinta, Inanguda, K’Ernita, B’Slamet, K’Marlyn, B’Roy, B’Jimmy, K’Diana, B’Darmawan, K’Rini, K’Nancy, B’Jefree, B’Daniel, K’Lena, K’Intan, B’Yanto, K’Witha, B’Nico dan ponakan-ponakanku. Bersyukur memiliki keluarga yang selalu penuh kasih dan perhatian. Terimakasih untuk doa dan dukungan yang selama ini kalian berikan kepadaku. Aku sayang kalian!!! God bless us ^_^

10. Sahabatku selamanya Olnes Yosefa Hutajulu, terimakasih atas dukungan, perhatian, doa, kasih dan kesabaran yang luar biasa dalam membantu dan mendampingi penulis;

11. Sahabat-sahabatku yang selalu mendukungku Widya Astrini Fricilia SH. “Wiwi”, Mei Dwifa Simanjuntak SE.“Mey-mey” , Lukas


(5)

Simatupang “Luke”, dan Sahat “BayMonst” Sukses ya buat kita semua! Terimakasih buat doa, dukungan, dan semangat yang selalu kalian berikan kepadaku. Bersyukur punya orang-orang seperti kalian! God bless us!!!

12. Adik kelompokku Lorensia Perangin-angin dan Putri Lestari yang selalu menyemangatiku, terimakasih buat semua hal yang sudah kita jalani bersama semoga tetap jadi sahabat selamanya dan tetap saling membangun dalam kasih yang tulus. Love you sista!

13. Teman-teman stambuk 2007, Gabe Ferdinand terimakasih buat dukungan yang diberikan kepadaku, terimakasih buat masa-masa sulit yang telah dapat aku lewati dengan dukunganmu. Sukses ya Beb! Hana Filia semangat ya Han! Diandes Siahaan, Trimakasih buat perhatiannya . Gerard William, Christanti Silaban, Aries Shandy, Andryanto Pasaribu, Indra Pasaribu, Hendry Wilam, Rendy Dachi, Wawan tarigan, Meysi, Wheny, Sondang, Agnesthasia, Johanes Tare, Josh Ht.Barat, Andy Sitorus, Samuel Lubis, dan lain-lain. Terimakasih buat waktu yang sudah kita habiskan bersama-sama, dan buat setiap kenangan selama perkuliahan.

14. Bung dan Sarinah GMNI Komisariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Khususnya teman-teman satu pengurusan tahun 2009/2010 tetap semangat dan tetap berintegritas sebagai pejuang kaum marhaen. Jaya selalu dan marhaen pasti menang!!!

15. KMK UP FH berdirilah teguh dan jangan goyah di atas kebenaran Firman Tuhan.


(6)

16. Semua orang yang sudah membantuku selama ini, Junita Gurning, K’tetty, K’emmyli, Romina, Eliza, adik-adik stambukku, dan semua yang tidak mungkin disebut satu-persatu. pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Akhir kata, semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Medan, Juni 2011

Hormat Penulis

Mika Lestari Silitonga


(7)

Daftar Isi

Kata Pengantar ……… i

Daftar Isi ………..……. v

Abstraksi ………..… vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….……… 1

B. Perumusan Masalah ………... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ……….…….…... 10

D. Keaslian Penulisan ……….……..…… 11

E. Tinjauan Kepustakaan ………....….. 11

F. Metode Penelitian ……….……...…. 15

G. Sistematika ………...… 17

BAB II TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL DALAM MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS A. Aspek Hukum Internasional dalam Millennium Development Goals…... 20

1. Pengertian Hukum Internasional ……… 20

2. Sumber-sumber Hukum Internasional ……….……….. 23

3. Kedudukan Millennium Development Goals di Dalam Hukum Internasional ……….……..……31

B. Pengaturan Hukum Internasional Mengenai Perlindungan Hak Anak ………. 37


(8)

C. Tujuan Millennium Development Goals “Pendidikan Dasar

untuk Semua” Sebagai Perwujudan Hak Asasi Manusia ……….… 42 BAB III PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ANAK ATAS

PENDIDIKAN DASAR DI INDONESIA

A. Perlindungan Hak Anak Atas Pendidikan Dasar di Indonesia

ditinjau dari Hukum Nasional ………...……49

B. Masalah dan Hambatan dalam Pewujudan Perlindungan

Hak Anak Indonesia atas Pendidikan Dasar ……… 60 C. Kebijakan Perlindungan Hak Anak Indonesia Atas Pendidikan

Dasar ……….….. 65 BAB IV PERLINDUNGAN HAK ANAK ATAS PENDIDIKAN DASAR

DITINJAU DARI MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS A. Implementasi Perlindungan Hak Anak dalam Memperoleh

Pendidikan Dasar di Indonesia ………..74 B. Indikator Pencapaian Target dan Tujuan Millennium Development

Goals dalam Bidang Pendidikan Dasar di Indonesia ………..…. 82 C. Implementasi Tujuan Millenium Development Goals Terhadap

Perlindungan Hak Anak Atas Pendidikan Dasar di Indonesia ……….... 89 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……….. 94

B. Saran ……….… 96


(9)

PERLINDUNGAN HAK ANAK INDONESIA ATAS

PENDIDIKAN DASAR DITINJAU DARI MILLENNIUM

DEVELOPMENT GOALS

*) Dr. Mahmul Siregar SH. M.Hum **) Deni Purba SH. LLM

***) Mika Lestari Silitonga ABSTRAKSI

Anak adalah sumber daya manusia potensial yang diharapkan akan meneruskan cita-cita perjuangan bangsa dan melanjutkan proses pembangunan dimasa yang akan datang. Perwujudan anak-anak sebagai generasi muda yang berkualitas, berimplikasi pada perlunya pemberian perlindungan khusus terhadap anak-anak dan hak-hak yang dimilikinya terkhusus dalam bidang pendidikan. Millennium Development Goals sebagai suatu bentuk Deklarasi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mencantumkan pendidikan dasar sebagai bagian dari tujuan pembangunan milenium yang harus dicapai oleh setiap negara pada tahun 2015. Ketentuan ini menetapkan agar setiap orang dapat mengecap pendidikan, setidak-tidaknya pendidikan dasar dengan menjadikan pendidikan sebagai hak semua orang dan merupakan sebuah bagian integral dalam upaya pengentasan kemiskinan. Kegagalan dalam memberikan perlindungan terhadap hak anak atas pendidikan berpengaruh terhadap gagalnya pemenuhan aspirasi pembangunan dunia sebagaimana yang telah disusun dalam berbagai dokumen internasional. Keadaan yang demikian menimbulkan beberapa masalah yaitu bagaimana kedudukan Millennium Development Goals dari segi hukum internasional dalam memberikan perlindungan terhadap anak-anak dalam mendapatkan pendidikan dasar? Secara khusus di negara Indonesia, bagaimana perlindungan hak anak dalam mendapatkan pendidikan dasar oleh peraturan perundang-undangan maupun kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia? Serta dalam kaitannya dengan hukum internasional, bagaimanakah perlindungan hak anak Indonesia dalam mendapatkan pendidikan dasar ditinjau dari Millennium Development Goals?

Metode penulisan yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan dari buku, jurnal hukum, internet, instrumen hukum internasional dan nasional serta hasil tulisan lainnya yang erat kaitannya dengan maksud dan tujuan dari penyusunan karya ilmiah ini.

Millennium Development Goals merupakan suatu bentuk komitmen dari negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam menangani isu perdamaian, keamanan, pembangunan, hak asasi dan kebebasan fundamental dengan didasarkan pada semangat pemenuhan hak dasar warganegara. Konsep Millennium Development Goals muncul dengan pemikiran bahwa ada beberapa hal yang membuat masyarakat menjadi tetap rentan (vulnerable) dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Keberadaan pendidikan sebagai bagian dari hak asasi manusia menjadikan perlindungan anak atas pendidikan mengikat terhadap


(10)

negara. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap negara yang meratifikasi Konvensi Hak Anak, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, serta Millennium Development Goals wajib melakukan dua tugas sekaligus, yaitu komitmen resmi untuk menerapkan aturan-aturan konvensi, dan kemauan untuk menerima ukuran-ukuran penerapan yang diawasi secara internasional.

Kata Kunci: Perlindungan Hak Anak atas Pendidikan, Millennium Development Goals

*) Dosen Pembimbing I **) Dosen Pembimbing II


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Anak merupakan suatu bagian dari masyarakat yang memerlukan pemeliharaan dan perlindungan secara khusus serta tidak dapat dilepaskan dari bantuan orang dewasa pada tahun-tahun permulaan kehidupannya. Dalam kehidupan bermasyarakat, ketidakberdayaan yang dimiliki oleh anak-anak menjadikan mereka sering dipandang sebagai kelompok usia belia yang bodoh maka perlu diajar; tidak bertanggungjawab maka perlu didisiplinkan; belum matang maka perlu dididik; tidak mampu maka perlu dilindungi; dan sebagai sumber daya anak-anak sering dimanfaatkan.1 Anak-anak berhak atas semua hak dan kebebasan yang sepenuhnya sama dengan orang dewasa. Tetapi hal tersebut tidak cukup karena anak-anak memerlukan kerangka perlindungan tambahan yang kondusif dengan kesejahteraan mereka.2

Peraturan perundang-undangan tidak ada yang memuat secara tegas tentang batasan usia seseorang masih dikatakan sebagai anak. Beda peraturan perundang-undangan beda pula batasan usia yang dimuat. Berdasarkan Konvensi Hak-Hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada tanggal 20 Nopember 1989 dan diratifikasi Indonesia pada tahun 1990, bagian 1 pasal 1 yang dimaksud dengan anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun, sedangkan menurut World Health Organization

1

Robert Chambers, Partisipasi dan Anak-anak, (dalam) Tim Read Book, ed., Anak-anak Membangun Kesadaran Kritis (Stepping Forward, alih bahasa H. Prabowo, Nur Cholis), Read Book, Yogyakarta, 2002, hal xi


(12)

(WHO) batasan usia anak antara 0-19 tahun. Peraturan perundang-undangan Indonesia juga tidak memuat secara tegas mengenai batasan usia seorang anak. Misalnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pasal 330 menentukan bahwa yang dikatakan belum dewasa apabila belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin, pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menentukan bahwa anak yang belum dewasa apabila belum berumur 16 tahun, pasal 1 ayat 2 Undang-Undang nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menentukan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin, Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Terlepas dari ketentuan mengenai batasan usia anak dalam peraturan perundang-undangan, anak adalah sumber daya manusia potensial yang diharapkan akan meneruskan cita-cita perjuangan bangsa dan melanjutkan proses pembangunan dimasa yang akan datang. Perwujudan anak-anak sebagai generasi muda yang berkualitas, berimplikasi pada perlunya pemberian perlindungan khusus terhadap anak-anak dan hak-hak yang dimilikinya sehingga anak-anak mampu mengemban tanggungjawabnya dalam masyarakat.

Dalam bentuknya yang paling sederhana perlindungan anak mengupayakan agar setiap hak anak tidak dirugikan. Perlindungan anak bersifat melengkapi hak-hak lainnya yang secara inter alia3

3 Inter Alia merupakan sebuah ungkapan Latin yang secara harfiah berarti “antara lain”.

Hal ini biasanya dipergunakan dalam bahasa inggris terutama dalam hukum. Lihat Webster’s New World Law Dictionary, http://law.yourdictionary.com. Diakses Senin, 20 Desember 2010


(13)

menerima apa yang mereka butuhkan sehingga anak-anak dapat bertahan hidup, berkembang dan tumbuh.4

Hak adalah tuntutan yang dapat diajukan seseorang terhadap orang lain sampai kepada batas-batas pelaksanaan hak tersebut.5 Hak asasi manusia adalah hak hukum yang dimiliki setiap orang sebagai manusia.6

Hak anak merupakan bagian dari hak asasi manusia. Hal ini dapat dijumpai dalam hukum hak asasi manusia domestik yang memberikan penegasan bahwa setiap individu termasuk anak merupakan subjek dari hak. Gagasan mengenai hak anak ini muncul sejak berakhirnya Perang Dunia I sebagai reaksi atas penderitaan yang timbul akibat dari bencana peperangan terutama yang dialami oleh kaum perempuan dan anak-anak. Hak-hak anak pada umumnya lebih fokus pada aspek legalitas dari hak-hak anak yang secara resmi tertulis dalam piagam atau konvensi maupun undang-undang.

Hak-hak asasi manusia bersifat universal dan dimiliki setiap orang sejak seseorang tersebut berada dalam kandungan sampai meninggal, tanpa pembedaan seperti ras, agama, warna kulit, jenis kelamin, kewarganegaraan, maupun status yang lain. Hak asasi manusia dilindungi oleh instrumen internasional dan hukum nasional banyak negara di dunia.

7

Sejarah penetapan hak-hak anak dimulai sejak tahun 1923 yakni dengan dibuatnya 10 Pernyataan Hak-hak Anak (Declaration of The Rights of The Child)

4 Dan O’Donnel, Perlindungan Anak, Sebuah Panduan bagi Anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, (Child Protection, a handbook for Parlementarians, alih bahasa Agus Ryanto), Jakarta, UNICEF, 2006, hal. 3

5 C. de Rover, To Serve & To Protect Acuan Universal Penegakan HAM (To Serve & to

Protect: Human Rights and Humanitarian Law for Police and Security Forces, alih bahasa Supardan Mansyur), Cetakan Pertama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hal. 47

6 C. de Rover, Ibid.


(14)

oleh seorang tokoh perempuan yang bernama Eglantyne Jebb.8 Yakni seorang aktivis perempuan yang mendirikan organisasi anak yakni “Save the Children” pada tahun 1919 atas keprihatinannya terhadap situasi buruk yang dialami oleh perempuan serta anak-anak akibat perang dan bencana. Adapun Pernyataan Hak Anak yang dikemukakan oleh Eglantyne Jebb mencakup hak anak atas: nama dan kewarganegaraan, kebangsaan, persamaan dan non-diskriminasi, perlindungan, pendidikan, bermain, rekreasi, hak akan makanan, kesehatan dan hak berpartisipasi dalam pembangunan.9 Rancangan deklarasi hak anak ini kemudian diadopsi oleh lembaga Save the Children Fund International Union.10

Rancangan deklarasi hak anak yang dibuat oleh Eglantyne Jebb pada tahun 1924 kemudian diadopsi secara internasional oleh Liga Bangsa-Bangsa (LBB) dalam Deklarasi Jenewa tentang Hak Asasi Anak, dan pada tahun 1946 Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk United Nations Children’s Fund (UNICEF) untuk memberikan bantuan darurat kepada anak-anak di Eropa sesudah perang dunia ke dua.

11

Pada tahun 1959 Majelis Umum PBB kembali mengeluarkan pernyataan mengenai hak anak yang merupakan deklarasi internasional kedua bagi hak anak. Hak asasi anak kemudian mengalami kemajuan pertama dengan dikeluarkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada tahun 1948. Hal ini merupakan suatu peristiwa penting dalam sejarah hak asasi manusia, dan beberapa hal menyangkut hak khusus bagi anak-anak tercakup dalam deklarasi ini.

8 Remaja Aulia (Remalia), Aku Anak Dunia: Bacaan Hak-hak Anak bagi Anak, Penerbit

Yayasan Aulia, Jakarta, 2002, hal. 8

9 Sejarah Hak Anak, http://dewananaksoe.wordpress.com. Diakses Rabu, 22 Desember

2010

10 Supriady W. Eddyono, Pengantar Konvensi Hak Anak, lembaga Studi dan Advokasi

Masyarakat, Jakarta, 2005, hal. 1


(15)

Pada saat dicanangkannya Tahun Anak Internasional tahun 1979, pemerintah Polandia mengajukan usul bagi perumusan suatu dokumen yang meletakkan standar internasional bagi pengakuan terhadap hak-hak anak dan mengikat secara yuridis. Inilah awal perumusan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child). Tahun 1989 rancangan Konvensi Hak Anak diselesaikan dan pada tanggal 20 Nopember 1989 naskah akhir tersebut disahkan dengan suara bulat oleh Majelis Umum PBB.

Salah satu hak anak yang dimuat oleh Konvensi Hak Anak adalah hak anak dalam mendapatkan pendidikan. Hak anak atas pendidikan ini diatur dalam Pasal 28 dan Pasal 29 Konvensi Hak Anak pasal ini memuat ketentuan bahwa:

Pasal 28

(1) Negara-negara pihak mengakui hak anak atas pendidikan, dan dengan tujuan mencapai hak ini secara progresif dan berdasarkan kesempatan yang sama, mereka harus, terutama:

a. Membuat pendidikan dasar diwajibkan dan terbuka bagi semua anak;

b. Mendorong perkembangan bentuk-bentuk pendidikan menengah yang berbeda-beda, termasuk pendidikan umum dan pendidikan kejuruan, membuat pendidikan-pendidikan tersebut tersedia dan dapat dimasuki oleh setiap anak, dan mengambil langkah-langkah yang tepat seperti memperkenalkan pendidikan cuma-cuma dan menawarkan bantuan keuangan jika dibutuhkan;

c. Membuat pendidikan yang lebih tinggi dapat dimasuki oleh semua anak berdasarkan kemampuan dengan setiap sarana yang tepat; d. Membuat informasi pendidikan dan kejuruan dan bimbingan

tersedia dan dapat dimasuki oleh semua anak;

e. Mengambil langkah untuk mendorong kehadiran yang tetap di sekolah dan penurunan angka putus sekolah

(2) Negara-negara pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menjamin bahwa disiplin sekolah dilaksanakan dalam cara yang sesuai dengan martabat manusia si anak dan sesuai dengan Konvensi ini.

(3) Negara-negara pihak harus meningkatkan dan mendorong kerja sama internasional dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan, terutama dengan tujuan mengarah pada penghapusan kebodohan dan buta aksara di seluruh penjuru dunia dan memberikan fasilitas akses ke ilmu pengetahuan dan pengetahuan teknik dan


(16)

metode-metode mengajar modern. Dalam hal ini, perhatian khusus harus diberikan pada kebutuhan-kebutuhan negara-negara sedang berkembang.

Pasal 29

(1) Negara-negara pihak bersepakat bahwa pendidikan anak harus diarahkan ke:

a. Pengembangan kepribadian anak, bakat-bakat dan kemampuan mental dan fisik pada potensi terpenuh mereka;

b. Pengembangan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar dan prinsip-prinsip yang diabadikan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa;

c. Pengembangan penghormatan terhadap orang tua anak, jati diri budayanya sendiri, bahasa dan nilainya sendiri terhadap nilai-nilai nasional dari negara di mana anak itu sedang bertempat tinggal, negara anak itu mungkin berasal dan terhadap peradaban-peradaban yang berbeda dengan miliknya sendiri;

d. Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab dalam suatu masyarakat yang bebas, dalam semangat saling pengertian, perdamaian, tenggang rasa, persamaan jenis kelamin, dan persahabatan antara semua bangsa, etnis, warga negara dan kelompok agama, dan orang-orang asal pribumi;

e. Pengembangan untuk menghargai lingkungan alam.

(2) Tidak satu pun bagian dari pasal ini atau pasal 28 dapat ditafsirkan sehingga mengganggu kebebasan orang-orang dan badan-badan untuk membuat dan mengarahkan lembaga-lembaga pendidikan, dengan selalu tunduk pada pentaatan prinsip-prinsip yang dinyatakan dalam ayat 1 pasal ini dan pada persyaratan-persyaratan bahwa pendidikan yang diberikan dalam lembaga-lembaga tersebut harus memenuhi standar minimum seperti yang mungkin ditentukan oleh negara yang bersangkutan.

Pendidikan merupakan suatu bagian dari hak asasi manusia. Hal ini jelas tercantum dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa pada tanggal 10 Desember 1948 yakni dalam Pasal 26.


(17)

(1) Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan harus dengan cuma-cuma, setidak-tidaknya untuk tingkatan sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan kejuruan secara umum harus terbuka bagi semua orang, dan pendidikan tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang sama oleh semua orang, berdasarkan kepantasan.

(2) Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta untuk mempertebal penghargaan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar. Pendidikan harus menggalakkan saling pengertian, toleransi dan persahabatan di antara semua bangsa, kelompok ras maupun agama, serta harus memajukan kegiatan Perserikatan Bangsa-bangsa dalam memelihara perdamaian. (3) Orangtua mempunyai hak utama dalam memilih jenis pendidikan yang

akan diberikan kepada anak-anak mereka.

Perkembangan selanjutnya dari perlindungan hak anak atas pendidikan dapat ditemui dalam Millennium Development Goals. Millennium Development Goals dibentuk pada September 2000 dengan perwakilan dari 189 negara dunia yang menandatangani sebuah deklarasi yang disebut sebagai Millennium Declaration (Deklarasi Milenium). Deklarasi Milenium merupakan sebuah bentuk komitmen dari negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembangunan dan pengentasan kemiskinan. 12 Deklarasi Milenium ini memuat 8 poin tujuan yang harus dicapai oleh negara-negara sebelum tahun 2015. Delapan poin ini tergabung dalam suatu tujuan yang di Indonesia diartikan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium.13

1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrem

Adapun delapan poin yang menjadi bagian dari Millennium Development Goals yaitu:

12

Peter Stalker, Kita Suarakan MDGs Demi Pencapaiannya di Indonesia, Cetakan Kedua, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional , Jakarta, 2008, hal. 2

13 Dyah Ratih Sulistyastuti, Pembangunan Pendidikan dan MDGs di Indonesia: Sebuah


(18)

2. Mewujudkan pendidikan dasar untuk semua

3. Mendorong kesetaraan gender dan perempuan

4. Menurunkan angka kematian anak

5. Meningkatkan kesehatan ibu

6. Memerangi HIV dan AIDS, malaria dan penyakit lainnya

7. Memastikan kelestarian lingkungan

8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

Pendidikan merupakan suatu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan yang baik bertujuan untuk memberikan kemampuan bagi setiap orang untuk berkompetisi dengan orang lain dalam mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Namun dalam kenyataannya masih banyak negara di dunia yang memiliki tingkat buta huruf yang tinggi. Tingkat buta huruf yang tinggi dalam suatu negara menunjukkan komitmen negara yang kurang dalam meningkatkan kualitas kehidupan masyarakatnya. Hal inilah yang kemudian menjadikan pendidikan sebagai salah satu bagian dari Millennium Development Goals. Ketentuan dalam Millennium Development Goals ini menetapkan agar setiap orang dapat mengecap pendidikan, setidak-tidaknya pendidikan dasar. Dicantumkannya pendidikan sebagai bagian dari Millennium Development Goals bertujuan untuk menjadikan pendidikan sebagai hak semua orang dan merupakan bagian integral dari upaya pengentasan kemiskinan.14

14 Ade irawan, Buruk Wajah Pendidikan Dasar: Riset Kepuasan Warga atas Pelayanan

Pendidikan Dasar di Jakarta, Garut dan Solo, Indonesia Corruption Watch, Jakarta, 2006, hal. 19


(19)

Indonesia sebagai salah satu negara yang meratifikasi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Konvensi Hak Anak, dan Deklarasi Milenium mempunyai kewajiban secara yuridis untuk mengimplementasikan konvensi dan deklarasi tersebut ke dalam ketentuan-ketentuan wilayah hukum nasional agar bersifat mengikat juga terhadap individu dan badan-badan swasta. Terkhusus dalam hal pendidikan dasar yang berkaitan dengan anak-anak, dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diamanatkan bahwa pemerintah berkewajiban memenuhi hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.

Kegagalan melindungi hak-hak anak merupakan suatu ancaman bagi pembangunan nasional dan memiliki pengaruh negatif serta akibat yang harus dibayar, serta terus terbawa sampai anak-anak tersebut menjadi individu yang dewasa. Keadaan anak-anak yang terus mengalami kekerasan, abuse dan eksploitasi menunjukkan bahwa dunia gagal memenuhi kewajibannya terhadap anak-anak. Hal ini juga berpengaruh terhadap gagalnya pemenuhan aspirasi pembangunan dunia sebagaimana yang telah disusun dalam dokumen-dokumen internasional seperti Deklarasi Milenium dengan Millennium Development Goals-nya.

Dengan melihat pentingnya perlindungan anak dalam mendapatkan pendidikan dasar sebagai modal pembangunan suatu bangsa, maka penulis tertarik untuk menulis dan menyusun skripsi dengan judul: PERLINDUNGAN HAK ANAK INDONESIA ATAS PENDIDIKAN DASAR DITINJAU DARI MILLENNIUM DEVELOPMENT

GOALS.

B.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis merumuskan beberapa hal yang akan dikaji dalam tulisan ini yaitu:


(20)

1. Bagaimana kedudukan Millennium Development Goals dari segi hukum internasional dalam hal memberikan perlindungan terhadap anak-anak dalam mendapatkan pendidikan dasar?

2. Bagaimana perlindungan hak anak dalam mendapatkan pendidikan dasar di Indonesia?

3. Bagaimana perlindungan hak anak Indonesia dalam mendapatkan pendidikan dasar ditinjau dari Millennium Development Goals?

C.

Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penulis menentukan tujuan penulisan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kedudukan Millennium Development Goals dari segi hukum internasional dalam memberikan perlindungan terhadap anak-anak dalam mendapatkan pendidikan dasar.

2. Untuk mengetahui produk hukum maupun kebijakan yang diterapkan pemerintah sebagai bentuk perlindungan terhadap hak anak dalam mendapatkan pendidikan dasar di Indonesia.

3. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hak anak Indonesia dalam mendapatkan pendidikan dasar apabila ditinjau dari Millennium Development Goals

Manfaat penulisan yang diharapkan diperoleh dari skripsi ini adalah sebagai berikut:


(21)

Secara teoritis, diharapkan pembahasan terhadap masalah-masalah yang diangkat dan dibahas mampu melahirkan pemahaman mengenai kedudukan Millennium Development Goals dalam hukum internasional serta peranannya dalam melindungi hak anak atas pendidikan.

2. Secara Praktis

Secara praktis, skripsi ini diharapkan dapat menjadi kajian bagi para pihak akademisi dalam menambah wawasan pengetahuan terutama di bidang hukum internasional.

D.

Keaslian Penulisan

Skripsi yang mengangkat judul “Perlindungan Hak Anak Indonesia atas Pendidikan Dasar ditinjau dari Millennium Development Goals” ini adalah merupakan karya ilmiah yang belum pernah diangkat menjadi judul skripsi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyusun skripsi ini berdasarkan referensi dari buku-buku, media cetak dan elekronik, serta sumber-sumber hukum internasional yang berkaitan dengan perlindungan hak anak atas pendidikan.

E.

Tinjauan Kepustakaan

Anak sebagai bagian dari masyarakat merupakan generasi muda yang memiliki potensi yang besar serta mempunyai tanggungjawab untuk meneruskan cita-cita dan perjuangan bangsa. Untuk dapat melaksanakan tanggungjawabnya, maka setiap anak harus mendapat perlindungan dari negara. Perlindungan yang diberikan terhadap anak dilaksanakan dengan memprioritaskan kepentingan


(22)

perlindungan hak anak dalam setiap usaha pembangunan dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

Perlindungan hak anak tidak saja hanya menjadi isu bagi anak di negara tertentu, tetapi sudah menjadi sebuah isu yang melekat bagi setiap anak disetiap negara dunia. Perlindungan anak bertalian erat dengan semua aspek kesejahteraan anak dan tidak hanya pada bidang tertentu karena seringkali seorang anak yang sama rentan terhadap kurang gizi dan penyakit, keluar dari sekolah dan besar kemungkinan diperlakukan salah dan dieksploitasi. Oleh karena itu, perlindungan anak merupakan suatu bagian integral dari pembangunan suatu bangsa.

Perlindungan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai sebuah hal atau perbuatan yang bertujuan untuk memperlindungi yang menyebabkan seseorang atau sesuatu ditempatkan di bawah sesuatu.15

Hak dapat diartikan sebagai sesuatu yang benar; milik/kepunyaan; kewenangan; kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang); atau kekuasaan untuk menuntut sesuatu.16

Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.

Anak dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2000 pasal 1 tentang Perlindungan Anak diartikan sebagai seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

17

15 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai

Pustaka, Jakarta, 2000, hal 674


(23)

Hak anak adalah sesuatu kehendak yang dimiliki oleh anak yang dilengkapi dengan kekuatan yang diberikan oleh sistem hukum atau tertib hukum kepada anak yang bersangkutan.18

Perlindungan anak berdasarkan hasil seminar perlindungan anak/remaja oleh Prayuana Pusat pada Mei 1977 diartikan sebagai:

19

a. Segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah dan swasta yang bertujuan untuk mengusahakan pengamanan, penguasaan, pemenuhan kesejahteraan fisik, mental dan sosial anak dan remaja yang sesuai dengan kepentingan dan hak asasinya.

b. Segala daya upaya bersama yang dilakukan secara sadar oleh perorangan, keluarga, masyarakat dan badan-badan pemerintah dan swasta untuk pengamanan, pengadaan, dan pemenuhan kesejahteraan rohaniah dan jasmaniah anak berusia 0-21 tahun, tidak dan belum pernah menikah, sesuai dengan hak asasi dan kepentingannya agar dapat mengembangkan dirinya seoptimal mungkin.

Sedangkan yang dimaksud dengan perlindungan anak dalam Undang-undang adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal

17 Undang-Undang nomor 23 tahun 2000 tentang Perlindungan Anak 18

Maulana Hassan Wadong, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, PT. Grasindo, Jakarta, 2000, hal. 29

19 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana


(24)

sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.20

Pendidikan Dasar dalam Wikipedia diartikan sebagai sebuah jenjang pendidikan awal selama 9 tahun pertama masa sekolah anak-anak.

Kata Indonesia dalam skripsi ini menunjukkan pembahasan yang dikhususkan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

21

Pendidikan dasar menurut M. Nasrudin adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun, diselenggarakan selama enam tahun disekolah dasar dan tiga tahun di sekolah lanjutan tingkat pertama atau satuan pendidikan yang sederajat, dengan tujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia.22

Perlindungan mengenai pendidikan ini juga merupakan bagian dari Deklarasi Milenium yang ditandatangani oleh 189 negara anggota PBB pada tahun 2000. Millennium Development Goals adalah delapan tujuan pembangunan

Jadi pendidikan dasar adalah sebuah jenjang pendidikan umum yang menurut ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia ditempuh dalam waktu sembilan tahun, yakni enam tahun ditingkat dasar dan tiga tahun di tingkat sekolah menengah pertama ataupun sederajat, yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dasar kepada anak-anak usia 6-15 tahun.

20 Undang-Undang nomor 23 tahun 2000 tentang Perlindungan Anak

21 Wikipedia, Pendidikan Dasar, http://id.wikipedia.org. Diakses Rabu, 22 Desember

2010

22 M. Nasruddin Anshoriy Ch, Pembayun (G.K.R.), Pendidikan Berwawasan

kebangsaan: Kesadaran Ilmiah berbasis Multikulturalisme, PT. LKiS Pelangi Aksara, Yogyakarta, 2008, hal 185-186


(25)

yang didasarkan pada prinsip pemenuhan hak dasar bagi setiap warga negara serta diupayakan untuk dicapai oleh masyarakat internasional pada tahun 2015.

Delapan kesepakatan dalam Millennium Development Goals tersebut adalah:

1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan (eradicate extreme poverty and hunger).

2. Mencapai pendidikan dasar untuk semua (achieve universal primary education)

3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan (promote gender equality and empower women)

4. Menurunkan Angka Kematian anak (reduce child mortality). 5. Meningkatkan kesehatan Ibu (increase maternal health)

6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan penyakit lainnya (combat HIV/AIDS, malaria and other diseases)

7. Memastikan kelestarian lingkungan hidup (ensure environment sustainability).

8. Membangun kemitraan global untuk pembangunan (develop a global partnership for development).

F.

Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum yuridis normatif karena penelitiannya dilakukan atas norma-norma hukum yang berlaku, apakah norma hukum yang berasal dari hukum internasional maupun hukum nasional,


(26)

2. Metode Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Sumber data diperoleh dari:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum mengikat yang termasuk dalam sumber-sumber hukum internasional sesuai pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional. Dalam Tulisan ini mencakup: perjanjian/konvensi internasional, kebiasaan internasional, prinsip-prinsip hukum umum internasional, dan putusan pengadilan maupun doktrin.

Selain sumber-sumber hukum internasional, penulisan skripsi ini juga mempergunakan peraturan perundang-undangan yang terdapat di Indonesia seperti Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, maupun peraturan di tingkat yang lebih rendah.

2. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yakni: buku hukum, termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal hukum, serta kamus hukum.

3. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang, mencakup:

a. Bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder.

b. Bahan-bahan primer, sekunder, dan tertier (penunjang) diluar bidang hukum


(27)

3. Analisis Data

Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data pada hakikatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klarifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam analisis data, yaitu:

a. Memilih ketentuan-ketentuan yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur masalah perlindungan hak anak atas pendidikan.

b. Data yang berupa sumber hukum internasional dan hukum nasional ini dianalisis secara induktif kualitatif.

G.

Sistematika

Guna mempermudah penulis dalam penguraian skripsi ini, penulis membuat sistematikanya sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi pengantar yang didalamnya terurai mengenai latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan diakhiri dengan sistematika penulisan skripsi.


(28)

BAB II : TINJAUAN UMUM HUKUM INTERNASIONAL DALAM MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS

Bab ini menguraikan tentang pengertian hukum internasional, sumber-sumber hukum internasional, kedudukan Millennium Development Goals dalam hukum Internasional, pengaturan hukum internasional tentang hak anak, serta perwujudan Millennium Development Goals dalam pendidikan dasar untuk semua sebagai perwujudan hak asasi manusia.

BAB III : PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ANAK ATAS PENDIDIKAN DASAR DI INDONESIA

Bab ini menguraikan tentang perlindungan hak anak atas pendidikan dasar di Indonesia ditinjau dari hukum nasional yang berlaku di Indonesia, masalah dan hambatan yang menjadi penghalang dalam perwujudan perlindungan hak anak atas pendidikan serta kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh stake holder dalam menyikapi hambatan dan masalah perwujudan hak anak atas pendidikan dasar di Indonesia.

BAB IV : PERLINDUNGAN HAK ANAK INDONESIA ATAS PENDIDIKAN DASAR DITINJAU DARI MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS

Bab ini membahas tentang implementasi perlindungan hak anak dalam memperoleh pendidikan dasar di Indonesia melalui kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Bab ini selanjutnya


(29)

juga akan membahas mengenai indikator pencapaian target dan tujuan Millennium Development Goals dalam bidang pendidikan dasar di Indonesia serta implementasi tujuan Millennium Development Goals terhadap perlindungan hak anak atas pendidikan dasar di Indonesia.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab akhir ini, penulis mengambil kesimpulan terhadap pembahasan mulai dari BAB I sampai dengan BAB IV, dan juga memberikan saran-saran yang mungkin berguna bagi perkembangan pembahasan tentang perlindungan hak anak atas pendidikan.


(30)

BAB II

TINJAUAN UMUM HUKUM INTERNASIONAL DALAM

MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS

A.

Aspek Hukum Internasional dalam Millennium Development Goals

1.

Pengertian Hukum Internasional

Profesor Charles Cheney Hyde dalam J.G Starke menyatakan bahwa hukum internasional dapat didefenisikan sebagai keseluruhan hukum-hukum yang untuk sebahagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat untuk menaati, dan karenanya benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka secara umum.23

Definisi ini tidak dapat digunakan sebagai gambaran yang memadai dan lengkap dari maksud, tujuan dan lingkup hukum internasional, juga kesannya tidak dapat diterima karena hukum internasional tidak hanya berkaitan dengan negara. Starke mengembangkan definisi dengan menyatakan bahwa hukum internasional juga meliputi kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungan mereka satu sama lain, dan hubungan mereka dengan negara-negara dan individu-individu serta kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan non-negara sejauh hak-hak dan

23 J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 1 (Introduction to international Law, alih


(31)

kewajiban individu dan badan non-negara tersebut penting bagi masyarakat internasional.24

Selanjutnya peraturan-peraturan hukum internasional tertentu diperluas kepada orang-perorangan dan satuan-satuan bukan negara sepanjang hak dan kewajiban mereka berkaitan dengan masyarakat internasional dari negara-negara. Hukum internasional antara lain menetapkan aturan-aturan tentang hak-hak wilayah dari negara (berkaitan dengan darat, laut, dan ruang angkasa), perlindungan lingkungan internasional, perdagangan dann hubungan komersial internasional, penggunaan kekerasan oleh negara, dan hukum hak asasi manusia serta hukum humaniter.

25

Para sarjana banyak membahas tentang kedudukan hukum internasional sebagai bagian dari ilmu hukum. Para sarjana tersebut ada yang berpendapat bahwa hukum internasional tidak dapat digolongkan kedalam kelompok ilmu hukum tetapi hanya sekedar moral internasional yang tidak mengikat secara positif, dan ada sarjana yang menyatakan bahwa hukum internasional merupakan hukum positif yang sudah terbukti menyelesaikan atau mengatur persoalan-persoalan dunia bahkan ada pendapat yang menyatakan hukum internasional sebagai “world law” atau hukum dunia yang didalamnya ada jaringan, sistem serta mekanisme dari suatu pemerintahan dunia yang mengatur pemerintah-pemerintah dunia.26

24

J.G Starke, Ibid.

25 C. de Rover, Loc. Cit. hal. 4

26 A.Masyhur Effendi, Tempat Hak-hak Asasi Manusia dalam Hukum

Internasional/Nasional, Penerbit Alumni, Bandung, 1980, hal. 1


(32)

Perbedaaan pendapat para sarjana ini disebabkan oleh cara pandang yang berbeda dalam melihat kedudukan hukum internasional. Hukum internasional selalu diasosiasikan dengan pemerintahan dalam arti nasional, sehingga ketiadaan alat-alat atau sistem yang sama seperti negara akan menyebabkan hukum internasional selalu dipandang tidak mempunyai dasar serta selalu diperdebatkan.27

Hukum internasional mengikat secara hukum. Kekuatan mengikat hukum internasional ditegaskan dalam dalam Piagam Pembentukan Organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa, yang dirumuskan di San Fransisco tahun 1945. Piagam ini baik secara tegas maupun implisit didasarkan atas legalitas yang sebenarnya dari hukum internasional. Hal ini juga secara tegas dinyatakan dalam ketentuan-ketentuan Statuta Mahkamah Internasional yang dilampirkan pada piagam, dimana fungsi Mahkamah dalam pasal 38 dinyatakan “ untuk memutuskan sesuai dengan hukum internasional sengketa-sengketa demikian yang diajukan kepadanya.” Salah satu manifestasi multipartit yang paling akhir yang mendukung legalitas hukum internasional adalah Deklarasi Helsinki pada 1 Agustus 1975.28

Meskipun hukum internasional mengikat secara hukum, namun pada faktanya hukum internasional adalah hukum yang lemah (weak law).29

27 A. Masyhur Effendi, Ibid, hal. 2 28 J. G. Starke, Loc. Cit. hal. 22 29 J. G. Starke, Op. Cit. hal. 23

Dalam sistem hukum internasional tidak ada kekuasaan tertinggi yang dapat memaksakan keputusan-keputusannya kepada negara-negara, tidak ada badan legislatif internasional yang membuat ketentuan-ketentuan hukum yang mengikat langsung


(33)

negara-negara anggota disamping tidak adanya angkatan bersenjata untuk melaksanakan sanksi-sanksi kepada negara-negara pelanggar hukum serta keberadaan Mahkamah Internasional yang belum mempunyai yurisdiksi wajib universal untuk menyelesaikan sengketa-sengketa hukum antar negara-negara.

Meskipun hukum internasional merupakan hukum yang lemah, namun negara-negara tetap percaya bahwa hukum internasional itu ada. Sebagai negara yang berdaulat serta menjunjung tinggi martabatnya terdapat kewajiban moral bagi suatu negara untuk menghormati hukum internasional dan secara umum mematuhinya. Negara-negara mematuhi hukum internasional karena kepatuhan tersebut diperlukan untuk mengatur hubungannya antara satu dengan yang lain dan untuk melindungi kepentingannya sendiri.30

Hukum internasional tidak memiliki badan legislatif internasional untuk membuat ketentuan-ketentuan yang mengatur secara langsung kehidupan masyarakat internasional. Satu-satunya organisasi internasional yang kira-kira melakukan fungsi legislatif adalah Majelis Umum PBB. Tetapi resolusi yang dikeluarkannya tidak mengikat kecuali yang menyangkut kehidupan organisasi internasional itu sendiri.

31

Memang ada konferensi-konferensi internasional yang diselenggarakan dalam kerangka PBB untuk membahas masalah-masalah tertentu, tetapi tidak selalu merumuskan law-making treaties.32

2.

Sumber-sumber Hukum Internasional

30 Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era

Dinamika Global, Cetakan Ketiga, Alumni, Bandung, 2001, hal. 2-3

31 Boer mauna, Ibid. hal.8 32

Law making treaties adalah perjanjian internasional yang mengandung kaidah-kaidah hukum yang dapat berlaku secara universal bagi anggota masyarakat bangsa-bangsa; Law making treaties juga dikategorikan sebagai perjanjian-perjanjian internasional yang yang berfungsi sebagai sumber langsung hukum internasional. Lihat J.G. Starke, Op. Cit. hal 40-44


(34)

Sumber hukum dipakai pertama sekali pada arti dasar berlakunya hukum. Dalam hal ini yang dipersoalkan adalah apa sebabnya suatu hukum mengikat, yakni sebagai sumber hukum material yang menerangkan apa yang menjadi hakikat dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional. 33

a. dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional;

Sumber hukum internasional dapat diartikan sebagai:

b. metode penciptaan hukum internasional;

c. tempat diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat diterapkan pada suatu persoalan konkrit.34

Sumber hukum ada 2 jenis yakni:

a. Sumber hukum materil: dapat didifenisikan sebagai bahan-bahan aktual yang dipergunakan oleh seorang ahli hukum internasional untuk menentukan kaidah hukum yang berlaku terhadap suatu peristiwa atau situasi tertentu. 35

b. Sumber hukum Formal: merujuk kepada bukti-bukti baik secara umum maupun khusus yang menunjukkan bahwa hukum tertentu telah diterapkan dalam suatu kasus tertentu. Dari sebuah hukum materiil inilah isi dari sebuah hukum bisa ditemukan.36

33 Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Cetakan

pertama, Bandung, P.T. Alumni, 2003, hal. 113

34 Yordan gunawan, “Pengantar Hukum Internasional”, http://telagahati.wordpress.com.

Diakses Senin, 20 Desember 2010

35 J. G. starke, Op. Cit. hal. 42

36 Benny setianto, “Sumber hukum internasional”, http://bennysetianto.blogspot.com.


(35)

Dalam hukum tertulis, ada dua tempat yang mencantumkan secara tertulis sumber hukum internasional dalam arti formal yakni pasal 7 Konvensi Den Haag XII 1907 tentang pembentukan Mahkamah Internasional Perampasan Kapal di Laut (International Prize Court) dan dalam pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional Permanen tahun 1920 yang kini tercantum dalam Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional tahun 1945. Namun keberadaan Mahkamah Internasional Perampasan Kapal di Laut tidak pernah terbentuk dikarenakan jumlah ratifikasi yang diperlukan tidak tercapai, sehingga sumber hukum internasional yang dipakai pada masa sekarang hanya pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional .37

Pasal 38 ayat (1) dari Piagam Mahkamah Internasional (International Court of Justice) menyatakan bahwa Mahkamah yang memiliki fungsi untuk memutus sesuai dengan hukum internasional yang diajukan kepadanya, akan memberlakukan sumber-sumber hukum sebagai berikut:

38

a. Konvensi internasional, baik umum maupun khusus, yang membentuk aturan-aturan yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersengketa;

b. Kebiasaan internasional, sebagai bukti praktek umum yang diterima sebagai hukum;

c. Asas-asas hukum umum yang diterima oleh bangsa-bangsa yang beradab;

37 Mochtar Kusuma Atmadja, Op. Cit. hal. 114 38 C. de Rover, Op. Cit. hal. 5


(36)

d. Tunduk kepada ketentuan pasal 59, putusan pengadilan dan ajaran para ahli yang sangat memenuhi syarat dari berbagai negara sebagai sarana pelengkap bagi penentuan aturan hukum.

Urutan penyebutan sumber hukum dalam pasal 38 ayat (1) Piagam Mahkamah Internasional tidak menunjukkan urutan pentingnya masing-masing sumber hukum itu sebagai sumber hukum formal, karena hal ini sama sekali tidak diatur oleh pasal 38.39 Pasal 38 mengklasifikasikan sumber hukum internassional formal kedalam 2 bagian yaitu sumber hukum pokok bagi pembentukan hukum internasional dibagian a sampai dengan bagian c, dan sumber hukum tambahan atau pelengkap pada bagian d. Hal ini berarti bahwa sarana-sarana utama (a-c) diperlukan, dan bahwa sarana pelengkap (d) hanya memiliki efek yang memenuhi kualifikasi dan atau efek penjelasan.40

a. Konvensi Internasional / Perjanjian Internasional

Perjanjian internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja diartikan sebagai perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu. 41

Perjanjian internasional sebagai sumber hukum dibagi atas dua golongan yakni dalam bentuk treaty contract dan law making treaties. Apabila dilihat dari segi fungsinya sebagai sumber hukum, sumber hukum formal merupakan law making yang artinya menimbulkan hukum. Treaty contract dimaksudkan sebagai suatu bentuk perjanjian dalam hukum perdata, hanya mengakibatkan hak dan

39 Mochtar Kusumaatmadja, Op. Cit. hal. 115 40 C. de Rover, Op. Cit. hal 6


(37)

kewajiban bagi para pihak yang mengadakan perjanjian itu dan pihak ketiga umumnya tidak dapat ikut serta dalam perjanjian ini. Seperti perjanjian perbatasan, perjanjian perdagangan dan perjanjian pemberantasan penyelundupan. Law making treaties diartikan sebagai perjanjian yang meletakkan ketentuan atau kaidah hukum bagi masyarakat internasional sebagai keseluruhan. Seperti Konvensi Perlindungan Korban Perang, Konvensi Hukum Laut dan Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik. Perjanjian law making treaties selalu terbuka bagi pihak lain yang sebelumnya tidak turut serta karena yang diatur dalam perjanjian ini adalah suatu hal yang umum mengenai semua anggota masyarakat internasional.42

Sedangkan konvensi internasional sebagai sumber hukum internasional menurut Boer Mauna adalah konvensi yang berbentuk law making treaties yaitu perjanjian-perjanjian internasional yang berisikan prinsip-prinsip dan ketentuan yang berlaku secara umum. 43

Treaty Contract menurut J. G. Starke tidak secara langsung menjadi sumber hukum internasional. Namun demikian, treaty contract ini diantara peserta atau penandatangan dapat menjadi hukum yang khusus. Perjanjian-perjanjian demikian dapat memberi arahan kepada perumusan ketentuan hukum internasional melalui pemberlakuan prinsip-prinsip yang mengatur kaidah

Dalam law making treaties ini negara-negara bersepakat merumuskan secara komprehensif prinsip-prinsip dan ketentuan hukum yang akan merupakan pegangan bagi negara-negara tersebut dalam melaksanakan kegiatan dan hukumnya satu sama lain.

42 Mochtar Kusumaatmadja, Ibid. hal 122-124 43 Boer mauna, Op. Cit. hal 9


(38)

kebiasaan. Pemberlakuan treaty contract sebagai sumber hukum internasional harus memperhatikan 3 ketentuan yakni:44

1. Treaty contract tersebut merupakan serangkaian perjanjian yang menetapkan aturan yang sama secara berulang-ulang dapat membentuk suatu prinsip hukum kebiasaan internasional yang maksudnya sama.

2. Perjanjian tersebut pada mulanya dibentuk hanya diantara sejumlah peserta terbatas kemudian kaidah yang dimuat dalam perjanjian tersebut digeneralisasikan dengan adanya penerimaan 3. Suatu perjanjian dapat dianggap mempunyai nilai pembukti

mengenai adanya suatu kaidah yang dikristalisasikan menjadi hukum melalui proses perkembangan yang berdiri sendiri.

b. Kebiasaan internasional

Viner’s Abrigent menyatakan kebiasaan sebagaimana dimaksudkan oleh hukum, adalah suatu adat istiadat yang telah memperoleh kekuatan hukum.45

Dalam pasal 38 ayat (1) Mahkamah Internasional, kebiasaan internasional dirumuskan sebagai “bukti praktik umum yang diterima sebagai hukum”. Hal ini berarti bahwa persyaratan utama bagi pembentukan “kebiasaan” adalah adanya “praktik umum” dalam hubungan antar negara.46

Kebiasaan internasional yang menjadi sumber hukum internasional harus memenuhi unsur material dan unsur psikologis, yakni kenyataan adanya kebiasaan yang bersifat umum dan diterimanya hukum internasional tersebut sebagai hukum. Kebiasaan internasional sebagai suatu kebiasaan umum memerlukan adanya suatu pola tindak yang berlangsung lama, yang merupakan serangkaian tindakan yang serupa mengenai hal dan keadaan yang serupa serta bersifat umum

44 J. G. Starke, Op. Cit. hal 55-56 45 J. G. Starke, Ibid, hal 45 46 C. de Rover, Op. Cit. hal 6


(39)

dan bertalian dengan hubungan internasional. Kebiasaan internasional ini juga harus memenuhi suruhan kaidah atau kewajiban hukum.47

c. Asas-asas Hukum Umum

Asas hukum umum menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah asas hukum yang mendasari sistem hukum modern yakni sistem hukum positif yang didasarkan atas asas dan lembaga hukum negara barat yang untuk sebagian besar didasarkan atas asas dan lembaga hukum romawi.48

Keberadaan asas hukum umum sebagai sumber hukum internasional mempunyai arti penting bagi pertumbuhan dan perkembangan hukum internasional sebagai sistem hukum positif. Sumber hukum ini berperan dalam hal mahkamah tidak dapat menyatakan non liquest yakni menolak mengadili perkara karena tiadanya hukum yang mengatur persoalan yang diajukan. Dengan demikian kedudukan mahkamah internasional sebagai badan yang membentuk dan menemukan hukum baru diperkuat oleh sumber hukum ini.

Prinsip-prinsip umum hukum yang berlaku dalam seluruh atau sebagian besar hukum nasional negara-negara yang menjadi salah satu sumber hukum internasional menunjukkan bahwa hukum internasional sebagai suatu sistem hukum merupakan sebagian dari suatu sistem hukum keseluruhan yang lebih besar.

49

d. Putusan Pengadilan

47 Mochtar Kusumaatmadja, Op. Cit, hal. 143-145 48 Mochtar Kusumaatmadja, Ibid, hal. 148 49 Mochtar Kusumaatmadja, Ibid, hal. 150


(40)

Putusan pengadilan dan pendapat para ahli seperti yang telah dikemukakan sebelumnya merupakan suatu sumber hukum tambahan. Artinya keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana dapat dikemukakan untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu persoalan yang didasarkan atas sumber primer, namun tidak dapat mengikat atau menimbulkan kaidah hukum. Hal dikarenakan oleh sistem peradilan menurut Piagam Mahkamah Internasional yang tidak mengenal asas keputusan pengadilan yang mengikat (rule of binding precedent). 50

Putusan peradilan mempunyai peranan yang cukup penting dalam membantu pembentukan norma-norma baru hukum internasional. Sehubungan dengan sumber hukum ini, Mahkamah juga diperbolehkan untuk memutuskan suatu perkara secara ex aequo et bono yaitu keputusan yang bukan atas pelaksanaan hukum positif tetapi atas dasar prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran. 51

3.

Kedudukan Millennium Development Goals di Dalam

Hukum Internasional

Millennium Development Goals atau yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium merupakan paradigma pembangunan global yang telah disepakati secara internasional oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Konferensi Tingkat Tinggi Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa September 2000 lalu. Majelis Umum Perserikatan

50 Mochtar Kusumaatmadja, Ibid, hal. 150-151 51 Boer mauna, Op. Cit. hal. 11


(41)

Bangsa-Bangsa kemudian melegalkannya ke dalam Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 18 September 2000 tentang Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (A/RES/55/2. United Nations Millennium Declaration).

Lahirnya Millennium Development Goals melalui Deklarasi Milenium merupakan buah perjuangan panjang negara-negara berkembang dan sebagian negara maju. Deklarasi ini menghimpun komitmen para pemimpin dunia untuk menangani isu perdamaian, keamanan, pembangunan, hak asasi, dan kebebasan fundamental dalam satu paket.

Millennium Development Goals berisi ketentuan yang didasarkan pada semangat pemenuhan hak dasar warga negara. Hal ini dapat dilihat dari sebahagian besar target Millennium Development Goals yang didasarkan pada Human Development index yang terdiri dari tiga indikator, yaitu pencapaian pembangunan bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi.52

Konsep Millennium Development Goals muncul dengan pemikiran bahwa ada beberapa hal yang membuat masyarakat menjadi tetap rentan (vulnerable) dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, sehingga ditetapkan delapan tujuan beserta target–target indikator yang diharapkan mampu membantu mereka keluar dari persoalan–persoalan yang sangat mendasar dalam keterbelakangan tersebut.

53

52

Diah Ratih Sulistyastuti, Op. Cit. hal.18

53 Sri Suryani, Tujuan Pembangunan Milenium/ Millennium Developmet Goals (MDGs

2015) paradigma baru kerangka pembangunan daerah, 2008, www.bimacenter.com. Diakses Rabu, 22 Desember 2010


(42)

Adapun 8 tujuan pembangunan yang disusun dalam Millennium Development Goals itu adalah:

1. Memberantas Kemiskinan dan Kelaparan Ekstrem

Target:

a. Menurunkan proporsi penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan menjadi setengahnya antara 1990-2015

b. Menyediakan seutuhnya pekerjaan yang produktif dan layak, terutama untuk perempuan dan kaum muda.54

2. Mewujudkan pendidikan dasar untuk semua

Target: Memastikan bahwa pada 2015 semua anak dimanapun, laki-laki maupun perempuan akan bisa menyelesaikan pendidikan dasar secara penuh.55

3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan

Target: menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan, lebih baik pada 2005, dan disemua jenjang pendidikan paling lambat tahun 2015.56

4. Menurunkan angka kematian anak

54 Peter Stalker, Op. Cit. hal. 9 55 Peter Stalker, Ibid, hal. 14 56 Peter Stalker, Ibid, hal. 17


(43)

Target: Menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya antara 1990-2015.57

5. Meningkatkan Kesehatan Ibu

Target:

a. Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara 1990-2015

b. Mencapai dan menyediakan akses kesehatan reproduksi untuk semua pada 2015.58

6. Memerangi HIV dan AIDS, malaria serta penyakit lainnya

Target:

a. Menghentikan dan memulai membalikkan tren penyebaran HIV dan AIDS pada 2015.

b. Tersedianya akses universal untuk perawatan terhadap HIV/AIDS bagi yang memerlukan pada 2010

c. Menghentikan dan mulai membalikkan kecenderungan persebaran malaria dan penyakit-penyakit utama lainnya pada 2015.59

7. Memastikan kelestarian lingkungan

Target:

57 Peter Stalker, Ibid, hal. 18 58 Peter Stalker, Ibid, hal. 22 59 Peter Stalker, Ibid, hal. 27


(44)

a. Memadukan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dalam kebijakan dan program setiap negara serta mengakhiri kerusakan sumber daya alam.

b. Mengurangi laju hilangnya keragaman hayati, dan mencapai pengurangan yang signifikan pada 2010

c. Menurunkan separuh proporsi penduduk yang tidak memiliki akses yang berkelanjutan terhadap air minum yang aman dikonsumsi dan sanitasi dasar pada 2015.

d. Pada tahun 2020 telah mencapai perbaikan signifikan dalam kehidupan setidaknya 100 juta penghuni kawasan kumuh.60

8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan

Target:

a. Mengembangkan lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan sistem keuangan yang melibatkan komitmen terhadap pengaturan manajemen yang jujur dan bersih, pembangunan dan pengurangan tingkat kemiskinan secara nasional dan internasional.

b. Membantu kebutuhan-kebutuhan khusus negara-negara tertinggal, dan kebutuhan khusus dari negara-negara terpencil dan kepulauan-kepulauan kecil.

c. Secara komprehensif mengusahakan persetujuan mengenai masalah utang negara-negara berkembang.


(45)

d. Mengembangkan usaha produktif yang baik dijalankan untuk kaum muda.

e. Dalam kerjasama dengan pihak swasta, membangun adanya penyerapan keuntungan dari teknologi-teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi. 61

Millennium Development Goals menempatkan pembangunan manusia sebagai fokus utama. Pencapaian dalam pelaksanaan program ini dilakukan dengan tenggang waktu dan kemajuan yang terukur serta didasarkan atas konsensus dan kemitraan global. Millennium Development Goals juga senantiasa menekankan tanggung jawab negara berkembang untuk melaksanakan pekerjaan rumah mereka, sedangkan negara maju berkewajiban mendukung upaya tersebut melalui pembiayaan bagi negara yang berkembang.

Dalam melaksanakan program-program Millennium Development Goals, Perserikatan Bangsa-bangsa menggunakan United Nation Development Program (UNDP) yang mempunyai tugas sebagai penghubung dan mengkoordinasikan berbagai upaya di tingkat nasional dan global.

Ada 4 (empat) strategi utama United Nation Development Program untuk mencapai Millennium Development Goals yaitu:

1. Mengintegrasikan Millennium Development Goals ke dalam berbagai aspek dari kerja-kerja badan PBB di tingkat negara, termasuk

61 Fact Sheet LKI Down to earth, Tujuan Pembangunan Milenium, www.dte@gn.apc.org. Diakses


(46)

menciptakan panduan baru untuk menilai dan menyusun pembangunan satu negara.

2. Mendampingi negara-negara berkembang didalam menyiapkan laporan Millennium Development Goals yang menggambarkan perkembangan dalam mencapai tujuan tersebut bekerjasama dengan badan-badan PBB, Bank Dunia, International Monetary Fund (IMF), organisasi non pemerintah dan pihak-pihak yang relevan lainnya. 3. Mendukung proyek milenium (Millennium Project) dan kampanye

milenium (Millennium Campaign) untuk membangun dukungan publik terhadap Millennium Development Goals.

4. Mendukung upaya-upaya advokasi berdasarkan strategi negara dan kebutuhan setiap negara. Negara-negara maju akan difokuskan kepada perdagangan, dana, teknologi untuk mendukung Millennium Development Goals sementara negara-negara berkembang membangun koalisi untuk aksi dan mendorong pemerintah untuk memprioritaskan dan menggunakan sumber daya secara efektif untuk mendukung pencapaian Millennium Development Goals.62

Millennium Development Goals dalam hukum internasional sering disebut sebagai “hukum yang lemah” (soft law). Hal ini dapat dilihat dari kedudukan Millennium Development Goals sebagai sebuah pernyataan komitmen dari negara-negara untuk memberikan perlindungan dasar terhadap warganegara-negaranya. Oleh karena itu Deklarasi Milenium yang dibentuk oleh negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa ini hanya berbentuk himbauan moral dan tidak


(47)

mempunyai kekuatan mengikat secara hukum bagi tiap negara untuk melaksanakannya.

Millennium Development Goals sebagai soft law memang sangat berbeda dengan perintah-perintah tetap yang berlaku di dalam setiap organisasi penegak hukum. Walaupun Deklarasi Milenium ini tidak memiliki sifat hukum yang mengikat secara kaku, muatan dari Millennium Development Goals sangat relevan dengan praktik-praktik penegakan hukum dan karena pertimbangan ini maka pematuhan terhadap deklarasi millennium sangat dianjurkan.

B.

Pengaturan Hukum Internasional Mengenai Perlindungan Hak

Anak

Perlindungan anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan masyarakat untuk menciptakan suatu kondisi yang mendukung setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. Hal ini ditujukan agar setiap anak dapat melalui masa pertumbuhannya secara wajar baik fisik, mental dan sosial. Respon terhadap perlindungan anak haruslah bersifat holistik, diketahui oleh semua pihak di semua tataran agar perlindungan hak-hak anak dihormati dan diterapkan ke semua anak di segala keadaan tanpa adanya diskriminasi.

Perlindungan anak diatur dalam peraturan perundang-undangan, dimana hal ini bertujuan untuk memberi jaminan terhadap anak-anak bahwa hak dan kewajiban mereka dilindungi oleh hukum. Kepastian hukum perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan


(48)

yang membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan anak.63

Sejarah perlindungan anak Internasional seperti yang telah dikemukakan dalam bab pendahuluan, dimulai dengan adanya pernyataan hak-hak anak oleh Eglantyne Jebb semenjak tahun 1923, pada tahun 1924 Deklarasi tentang Hak-hak Anak internasional yang pertama diadopsi oleh Liga Bangsa-Bangsa. Hal ini kemudian diikuti dengan perkembangan instrumen-instrumen hak-hak azasi manusia berikutnya dari Perserikatan Bangsa-bangsa, seperti Deklarasi Universal Hak–hak Azasi Manusia 1948, dan instrumen-instrumen regional seperti Deklarasi Amerika tentang Hak-hak dan Kewajiban Manusia yang dibuat pada tahun yang sama mengakui secara lebih umum hak manusia untuk bebas dari kekerasan, abuse64, dan ekploitasi. Hak-hak ini berlaku bagi setiap orang termasuk anak-anak dan dikembangkan lebih jauh dalam instrumen-instrumen seperti Kovenan Internasional tentang Hak-hak Politik dan Hak-hak Sipil 1966.65

Konvensi Hak Anak mengatur secara detail tentang hak asasi anak dan tolak ukur yang harus dipakai pemerintah secara utuh dalam implementasi hak Konvensi Hak Anak yang diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1989 merupakan sebuah instrumen hukum internasional yang secara eksplisit meletakkan dasar-dasar mengenai hak-hak anak secara khusus dan istimewa. Konvensi Hak Anak ini merupakan perjanjian hak-hak asasi manusia yang paling luas diratifikasi dalam sejarah.

63 Maidin Gultom, Op. Cit hal. 33

64 Abuse adalah perilaku yang dirancang untuk mengendalikan dan menaklukkan manusia

yang lain melalui penggunaan ketakutan, penghinaan, dan lisan atau fisik. “Abuse means To mistreat or neglect a person, particularly as to one for whom the actor has special responsibility by virtue of a relationship, e.g., spouse, child, elderly parent, or one for whom the actor has undertaken a duty of care, e.g., nurse-patient”, http://www.yourdictionary.com. Diakses Senin, 20 Desember 2010


(49)

azasi anak di negara masing-masing. Konvensi Hak Anak lahir dari sistem hukum dan nilai-nilai tradisional yang pluralis, dan oleh karenanya Konvensi Hak Anak menjadi sebuah instrumen yang tidak begitu banyak dipersoalkan dan diperdebatkan oleh negara-negara anggota PBB. Ia mencerminkan hak dasar anak dimanapun di dunia ini: hak untuk hidup, berkembang, terlindungi dari pengaruh buruk, penyiksaan dan eksploitasi serta hak untuk berpartisipasi secara utuh dalam lingkup keluarga, kehidupan budaya dan sosial.66

Konvensi Hak Anak tidak meninggalkan keraguan mengenai fakta bahwa anak berhak atas hak dan kebebasan yang sama dengan orang dewasa. Selain hal tersebut, dalam Konvensi Hak Anak dapat ditemukan beberapa prinsip yang menjadi pedoman bagi negara peratifikasi dalam membuat peraturan perlindungan anak, yaitu: 67

1. Prinsip atas Hak Kelangsungan Hidup dan Tumbuh Kembang.

Setiap anak memiliki hak yang melekat atas kehidupan dan negara wajib menjamin kelangsungan hidup serta perkembangan anak sampai batas maksimal.

2. Prinsip Non Diskriminasi.

Semua hak yang diakui dan terkandung di dalam Konvensi Hak Anak harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun, berdasarkan asal-usul, suku, ras, agama, politik, dan sosial ekonomi.

3. Prinsip Kepentingan Terbaik untuk Anak.

66 Edy Ikhsan, Beberapa Catatan tentang Konvensi Hak Anak, USU digital library,

Medan, 2002, hal. 1


(50)

Dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama. 4. Prinsip Penghargaan terhadap Pendapat Anak.

Anak yang memiliki pandangan-pandangan sendiri dan mempunyai hak untuk menyatakan pandangan-pandangannya secara bebas dalam semua hal yang memengaruhi anak. Terdapat nilai menghormati hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan, terutama jika menyangkut hal-hal yang memengaruhi kehidupannya.

Pengakuan akan hak-hak anak tidak hanya terbatas pada Konvensi Hak Anak. Ada sejumlah instrumen internasional yang mencermati dan menjawab masalah perlindungan anak, baik instrumen yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa maupun instrumen dari badan internasional lainnya.68

1. Hak dasar anak diakui secara universal sebagaimana tercantum dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),

Dengan demikian semua negara di dunia secara moral dituntut untuk menghormati, menegakkan, dan melindungi hak tersebut.

Instrumen-intrumen perlindungan hak anak ini meliputi:

2. Deklarasi PBB Tahun 1948 tentang Hak-hak Asasi Manusia,

3. Piagam Afrika tentang Hak-hak dan Kesejahteraan Anak, Organisasi Persatuan Afrika yang sekarang disebut Uni Afrika (The African


(51)

Charter on the Rights and Welfare of the Child of the Organisation for African Unity) tahun 1993.

4. Konvensi-konvensi Jenewa mengenai Hukum Humaniter Internasional (1949) dan Protokol Tambahannya (1977)

5. Konvensi Buruh Internasional No. 138 tahun 1973 mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja yang menyatakan bahwa secara umum seseorang yang berusia di bawah 18 tahun, tidak boleh dipekerjakan dalam bidang-bidang pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan dan perkembangan mereka. Konvensi Organisasi Buruh Internasional No. 182 tahun 1999 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapus Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak.

6. Protokol bagi Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Kejahatan Transnasional Terorganisasi untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Manusia Khususnya Wanita dan Anak-anak.

7. Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. 8. Konvensi Den Haag mengenai Perlindungan Anak dan Kerjasama

tentang Adopsi Antar Negara.

9. Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa-bangsa dengan Millennium Development Goals-nya yang ditandatangani oleh 189 negara pada tahun 2000 dan ditargetkan akan dicapai pada tahun 2015.

Skripsi ini akan membahas lebih lanjut tentang perlindungan hak anak atas pendidikan dasar. Sebagai sumber daya manusia yang potensial, anak-anak


(52)

memiliki tanggung jawab untuk melanjutkan cita-cita perjuangan bangsa dan sebagai modal dalam pembangunan suatu negara. Tanggung jawab yang dimiliki oleh anak-anak ini mustahil dapat dicapai tanpa adanya pendidikan, karena pendidikan merupakan suatu upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia.69

C.

Tujuan Millennium Development Goals “Pendidikan Dasar

untuk Semua” Sebagai Perwujudan Hak Asasi Manusia

Secara fundamental, anak menikmati hak-hak azasi manusia dan oleh karena itu, semua mekanisme hak-hak azasi manusia di tingkat internasional dan regional harus memberikan perlindungan bagi mereka. Ini berlaku bagi lembaga hak asasi manusia yang dibentuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa maupun lembaga-lembaga hak azasi manusia regional. Harus di ingat bahwa hal yang sama berlaku di tingkat nasional yakni mekanisme perlindungan hak-hak azasi manusia seperti mahkamah konstitusi juga harus menjamin bahwa mereka menjunjung tinggi hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan.

Pendidikan merupakan suatu hal yang menentukan kualitas sumberdaya manusia dari suatu bangsa. Hal ini berarti bahwa pendidikan merupakan faktor yang paling menentukan karakter dan kecepatan pembangunan sosial dan ekonomi suatu bangsa.

Adapun yang menjadi manfaat dan fungsi yang didapatkan seseorang melalui pendidikan adalah70

1. Melatih Kemampuan Kemampuan Akademis Anak :

69

Soedkidjo Notoatmodjo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Cetakan Ketiga, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal. 28

70 Anne ahira, Pentingnya Pendidikan Sekolah, www.anneahira.com. Diakses Selasa, 21


(53)

Dengan melatih serta mengasah kemampuan menghafal, menganalisa, memecahkan sekolah, maka diharapkan seseorang akan memiliki kemampuan akademis yang baik.

2. Menggembleng dan Memperkuat Mental, Fisik dan Disiplin

Dengan mengharuskan seorang pelajar datang dan pulang sesuai dengan aturan yang berlaku pada pendidikan sekolah, secara tidak langsung dapat meningkatkan kedisiplinan seseorang. Dengan begitu padatnya jadwal sekolah yang memaksa seorang siswa unt maka akan menguatkan mental dan fisik seseorang menjadi lebih baik. 3. Memperkenalkan Tanggung Jawab

Tanggung jawab seorang anak adalah belajar, dimana orangtua atau wali yang memberi nafkah. Seorang anak yang menjalankan kewajibannya dengan baik dengan mengikuti pendidikan sekolah yang rajin akan membuat bangga orang tua, guru, saudara, dan lain-lain.

4. Membangun Jiwa Sosial dan Jaringan Pertemanan

Banyaknya teman yang bersekolah bersama akan memperluas yang merupakan kebutuhan dasar manusia dapat terpenuhi dengan baik.


(54)

Lulus dari sebuah institusi pendidikan sekolah, biasanya akan menerima suat yang terpelajar, memiliki kualitas yang baik dan dapat diandalkan.

6. Sarana Mengembangkan Diri dan Berkreativitas

Seorang siswa dapat mengikuti berbagai program ekstrakurikuler sebagai pelengkap kegiatan akademis belajar mengajar agar dapat mengembangka memiliki keahlian dan daya kreativitas, maka akan semakin baik pula kualitas seseorang.

Hak anak dalam mendapatkan pendidikan sebagai suatu bagian dari hak asasi manusia ini dapat kita temui dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948 dalam pasal 26.

1. Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan harus dengan cuma-cuma, setidak-tidaknya untuk tingkatan sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan kejuruan secara umum harus terbuka bagi semua orang, dan pendidikan tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang sama oleh semua orang, berdasarkan kepantasan.

2. Pendidikan harus ditujukan kearah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta untuk mempertebal penghargaan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar. Pendidikan harus menggalakkan saling pengertian, toleransi dan persahabatan di antara semua bangsa, kelompok ras maupun agama, serta harus memajukan kegiatan Perserikatan Bangsa-bangsa dalam memelihara perdamaian. 3. Orangtua mempunyai hak utama dalam memilih jenis pendidikan yang


(55)

Lebih lanjut perlindungan hak anak atas pendidikan ini dikemukakan dalam Pasal 28 dan Pasal 29 Konvensi Hak Anak. Pasal ini memuat ketentuan bahwa setiap negara harus mengakui hak anak atas pendidikan.

Pasal 28

1. Negara-negara Pihak mengakui hak anak atas pendidikan, dan dengan tujuan mencapai hak ini secara progresif dan berdasarkan kesempatan yang sama, mereka harus, terutama:

a. Membuat pendidikan dasar diwajibkan dan terbuka bagi semua anak;

b. Mendorong perkembangan bentuk-bentuk pendidikan menengah yang berbeda-beda, termasuk pendidikan umum dan pendidikan kejuruan, membuat pendidikan-pendidikan tersebut tersedia dan dapat dimasuki oleh setiap anak, dan mengambil langkah-langkah yang tepat seperti memperkenalkan pendidikan cuma-cuma dan menawarkan bantuan keuangan jika dibutuhkan;

c. Membuat pendidikan yang lebih tinggi dapat dimasuki oleh semua anak berdasarkan kemampuan dengan setiap sarana yang tepat; d. Membuat informasi pendidikan dan kejuruan dan bimbingan

tersedia dan dapat dimasuki oleh semua anak;

e. Mengambil langkah untuk mendorong kehadiran yang tetap di sekolah dan penurunan angka putus sekolah

2. Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menjamin bahwa disiplin sekolah dilaksanakan dalam cara yang sesuai dengan martabat manusia si anak dan sesuai dengan Konvensi ini.

3. Negara-negara Pihak harus meningkatkan dan mendorong kerja sama internasional dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan, terutama dengan tujuan mengarah pada penghapusan kebodohan dan buta aksara di seluruh penjuru dunia dan memberikan fasilitas akses ke ilmu pengetahuan dan pengetahuan teknik dan metode-metode mengajar modern. Dalam hal ini, perhatian khusus harus diberikan pada kebutuhan-kebutuhan negara-negara sedang berkembang.

Pasal 29

1. Negara-negara Pihak bersepakat bahwa pendidikan anak harus diarahkan ke:

a. Pengembangan kepribadian anak, bakat-bakat dan kemampuan mental dan fisik pada potensi terpenuh mereka;


(56)

b. Pengembangan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar dan prinsip-prinsip yang diabadikan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa;

c. Pengembangan penghormatan terhadap orang tua anak, jati diri budayanya sendiri, bahasa dan nilai-nilainya sendiri terhadap nilai-nilai nasional dari negara di mana anak itu sedang bertempat tinggal, negara anak itu mungkin berasal dan terhadap peradaban-peradaban yang berbeda dengan miliknya sendiri;

d. Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab dalam suatu masyarakat yang bebas, dalam semangat saling pengertian, perdamaian, tenggang rasa, persamaan jenis kelamin, dan persahabatan antara semua bangsa, etnis, warga negara dan kelompok agama, dan orang-orang asal pribumi; e. Pengembangan untuk menghargai lingkungan alam.

2. Tidak satu pun bagian dari pasal ini atau pasal 28 dapat ditafsirkan sehingga mengganggu kebebasan orang-orang dan badan-badan untuk membuat dan mengarahkan lembaga-lembaga pendidikan, dengan selalu tunduk pada pentaatan prinsip-prinsip yang dinyatakan dalam ayat 1 pasal ini dan pada persyaratan-persyaratan bahwa pendidikan yang diberikan dalam lembaga-lembaga tersebut harus memenuhi standar minimum seperti yang mungkin ditentukan oleh negara yang bersangkutan.

Deklarasi pendidikan untuk semua pertama sekali dikumandangkan pada tahun 1990 di jomtien Thailand.71

1. Dapat bertahan hidup (survive)

Deklarasi ini menjelaskan bahwa memasuki abad ke-21 setiap orang harus diberi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang bertujuan untuk menguasai pengetahuan dan alat belajar yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk:

2. Dapat mengembangkan dirinya secara optimal

71 Soedijarto, Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita, Penerbit Buku Kompas,


(1)

Hassan Wadong, Maulana. Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, PT. Grasindo, Jakarta, 2000

Irawan, Ade. Buruk Wajah Pendidikan Dasar: Riset Kepuasan Warga atas Pelayanan Pendidikan Dasar di Jakarta, Garut dan Solo, Indonesia Corruption Watch, Jakarta, 2006

Kusumaatmadja, Mochtar. Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Cetakan pertama, Bandung, P.T. Alumni, 2003

Maeswara, Garda, Biografi Politik Susilo Bambang Yudhoyono, Penerbit Narasi, Yogyakarta, 2009

Mangunwijaya, Forum, Kurikulum yang Mencerdaskan Visi 2030 dan Pendidikan Alternatif, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2007

Mauna, Boer. Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Cetakan Ketiga, Alumni, Bandung, 2001

Nawawi, H. Hadari, Mimi Martini, Kebijakan Pendidikan di Indonesia Ditinjau dari Sudut Hukum, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1994 Notoatmodjo, Soedkidjo. Pengembangan Sumber Daya Manusia, Cetakan Ketiga,

PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2003

O’Donnel, Dan. Perlindungan Anak, Sebuah Panduan bagi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, (Child Protection, a handbook for Parlementarians, alih bahasa Agus Ryanto), UNICEF, Jakarta, 2006

Pramudya, Hukum itu Kepentingan, Sanggar Mitra Sabda, Salatiga, 2007

Rover, C de, To Serve & To Protect Acuan Universal Penegakan HAM (To Serve & to Protect: Human Rights and Humanitarian Law for Police and


(2)

Security Forces, alih bahasa Supardan Mansyur), Cetakan Pertama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000

Soedijarto, Landasan dan arah pendidikan Nasional Kita, Jakarta, Penerbit Buku Kompas, 2008

Stalker, Peter, Kita Suarakan MDGs Demi Pencapaiannya di Indonesia, Cetakan Kedua, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta, 2008

Starke, J. G., Pengantar Hukum Internasional 1 (Introduction to international Law, alih bahasa: Bambang Iriana Djajaatmadja), Cetakan Kesembilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008

Surakhmad, Winarno, Pendidikan Nasional: Strategi dan Tragedi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2009

Susetyo, Benny, Politik Pendidikan Penguasa, LKiS Yogyakarta, Yogyakarta, cetakan Pertama, 2005

Suwignyo, Agus, Kurikulum dan Politik (Kebijakan) Pendidikan, (dalam Forum Mangunwijaya, Kurikulum yang Mencerdaskan Visi 2030 dan Pendidikan Alternatif), PT Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2007

Tilaar, H. A. R., Standarisasi Pendidikan Nasional, Suatu Tinjauan Kritis, Cetakan Pertama, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2006

Tomasevski, Katarina, Pendidikan Berbasis Hak Asasi Penyederhanaan Persyaratan Hak Asasi Manusia Global, Biro Pendidikan Wilayah Asia Pasifik UNESCO, Bangkok, 2002

__________________, Pendidikan yang Terabaikan (Education Denied), alih bahasa, Janet Dyah Ekawati, Raoul Wallenberg Institute of Human


(3)

Rights and Humanitarian Law dengan Departemen Hukum dan HAM Indonesia, Jakarta, 2003

UNICEF, UNICEF at a Glance, United Nations Children’s Fund, New York, 2004

Web

http://bennysetianto.blogspot.com http://cruzadercruzer.blogspot.com http://dewananaksoe.wordpress.com http://ganis.student.umm.ac.id http://id.wikipedia.org

http://ikmsatu.multiply.com http://kotawaringinbaratkab. go.id http://law.yourdictionary.com http://mdgs-dev.bps.go.id http://mudjiarahardjo.com

http://odishalahuddin.wordpress.com http://paluhakim.com

http://tarmizi.word- press.com http://telagahati.wordpress.com

http://www.datastatistik-indonesia.com http://www.dikti.go.id

http://www.gudangmateri.com http://www.yourdictionary.com www.anneahira.com


(4)

www.bimacenter.com www.dte@gn.apc.org Jurnal

Badan Pusat Statistik, Organisasi Perburuhan Internasional, Pekerja Anak di Indonesia 2009, Katalog Badan Pusat Statistik, 2010

Ikhsan, Edy, Beberapa Catatan tentang Konvensi Hak Anak, USU digital library, Medan, 2002

Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional /Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia 2010, Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional /Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Jakarta, 2010

Ratih Sulistyastuti, Dyah, Pembangunan Pendidikan dan MDGsdi Indonesia: Sebuah Refleksi Kritis, Jurnal Kependudukan Indonesia, Vol. 2, No. 2, 2007

Kamus

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2000

Peraturan Perundang-undangan

Konvensi Den Haag XII 1907 tentang pembentukan Mahkamah Internasional Perampasan Kapal di Laut (International Prize Court)


(5)

Konvensi Buruh Internasional No. 138 tahun 1973 mengenai Usia Minimum untuk diperbolehkan bekerja.

Konvensi Organisasi Buruh Internasional No. 182 tahun 1999 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapus Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak.

Konvensi Hak Anak 1989

Deklarasi Universal Hak asasi Manusia 1948

Statuta Mahkamah Internasional

Deklarasi pendidikan untuk semua Jomtien 1990

Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa 2000 tentang Deklarasi Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (A/RES/55/2. United Nations Millennium Declaration)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang nomor 23 tahun 2000 tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen


(6)

Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Peraturan Pemerintah nomor 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar

Peraturan Pemerintah nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 46 tahun 2010 tentang Pelaksanaan