Pertumbuhan, Produksi, dan Kualitas Bawang Merah Pada Pemupukan ZA dan Pupuk Kandang Dengan Berbagai Jarak Tanam Di Kabupaten Deli Serdang.

(1)

PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

SERTA MUTU BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)

MELALUI PEMUPUKAN ZA DAN PUPUK KANDANG

PADA BERBAGAI JARAK TANAM

DI KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Oleh : Riyadi Pratiwa S. NIM : 087001013

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

SERTA MUTU BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)

MELALUI PEMUPUKAN ZA DAN PUPUK KANDANG

PADA BERBAGAI JARAK TANAM

DI KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Oleh : Riyadi Pratiwa S. NIM : 087001013

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Pertanian Pada Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pertumbuhan, Produksi, dan Kualitas Bawang Merah Pada Pemupukan ZA dan Pupuk Kandang Dengan Berbagai Jarak Tanam Di Kabupaten Deli Serdang.

Nama Mahasiswa : Riyadi Pratiwa Sutardjo Nomor Pokok : 087001013

Program Studi : Agroekoteknologi

Menyetujui: Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS.)

K e t u a

(Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP.) Anggota

Ketua Program Studi,

(Prof. Dr. Ir. B. Sengli. J. Damanik, MSc.)

Dekan,


(4)

ABSTRACT

Riyadi Pratiwa Sutardjo. Increased Growth and Yield and Quality of Shallot (Allium ascalonicum L.) Through ZA Fertilization and Manure at Different Distances Planted In Deli Serdang District. Under his guidance, Prof.. Dr. Ir. Rosmayati, MS., as Chairman of the Commission of Advisors with member Dr. Ir. Hamidah Hanum MP.

This study aims to determine the dose of ZA, the dose of cattle manure, and plant spacing to improve growth, yield and quality of shallot plants. The experiment was conducted at the College of Agricultural Extension (STPP) Medan Deli Serdang regency of North Sumatra Province, from January until April 2010. The research method used was the Split Split Plot Designs with three (3) factors and three (3) replications. The main plot is the spacing (A) consists of three (3) treatment, namely: a spacing of 20 x 10 cm (J ), 1 spacing of 20 x 20 cm (J ), 2 and spacing of 20 x 30 (J ). 3

The subplot is cattle manure (K) consisting of: without cattle manure (K ), 0 cattle

manure 10 tonnes / ha (K ), 1 cattle manure 20 tonnes / ha (K ), 2 and cattle manure 30

tonnes / ha (K ). A sub-sub3 plot is: without ZA (P ), 0 ZA 150 kg / ha (P ), 1 ZA 300 kg /

ha (P ), 2 and ZA 450 kg / ha (P ). 3

The results showed ZA fertilizer application did not increase growth and yield of shallot, but trend to increase the aromatic of the shallot flavor. Cattle manure application did not increase growth and yield of shallot, except cattle manure up to a dose of 10 tonnes / ha increased plant height at 4 and 6 After Week Planted (AWP) and trends to increase the aromatic of the shallot flavor. The treatment plant spacing did not increase growth but increased yield of shallot, which is indicated by the weight of wet and dry weight of the highest achieved in the arrangement spacing of 20 x 10 cm.

Key words: ZA fertilizer, manure, plant spacing, aromatic, shallot.


(5)

ABSTRAK

Riyadi Pratiwa Sutardjo. Peningkatan Pertumbuhan dan Produksi serta Mutu Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Melalui Pemupukan ZA dan Pupuk Kandang pada Berbagai Jarak Tanam Di Kabupaten Deli Serdang. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS., Sebagai Ketua Komisi Pembimbing dengan Anggota Dr. Ir. Hamidah Hanum MP.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis pupuk ZA, dosis pupuk kandang sapi, dan jarak tanam untuk meningkatkan petumbuhan, produksi dan kualitas tanaman bawang merah. Penelitian dilaksanakan di Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian (STPP) Medan Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, dari bulan Januari sampai dengan bulan April 2010. Metoda penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Petak Terpisah (Split split Plot Designs) dengan tiga (3) faktor dan (3) ulangan. Petak utama adalah jarak tanam (J) terdiri dari tiga (3) perlakuan yaitu : jarak tanam 20 x 10 cm (J1), jarak tanam 20 x 20 cm (J2), dan jarak

tanam 20 x 30 (J3). Anak petak adalah pupuk kandang sapi (K) teridiri dari : tanpa

pupuk kandang sapi (K0), pupuk kandang sapi 10 ton/ha (K1), pupuk kandang sapi 20

ton/ha (K2), dan pupuk kandang sapi 30 ton/ha (K3). Anak-anak petak adalah : tanpa

pupuk ZA (P0), pupuk ZA 150 kg/ha (P1), pupuk ZA 300 kg/ha (P2), dan pupuk ZA

450 kg/ha (P3).

Hasil penelitian menunjukkan aplikasi pupuk ZA tidak meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah, kecuali cenderung meningkatkan ketajaman aroma bawang merah. Aplikasi pupuk kandang sapi tidak meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah, kecuali pemberian pupuk kandang sapi hingga dosis 10 ton/ha meningkatkan tinggi tanaman umur 4 MST dan 6 MST dan cenderung meningkatkan ketajaman aroma bawang merah. Perlakuan jarak tanam tidak meningkatkan pertumbuhan bawang merah tetapi meningkatkan produksi, yang diindikasikan dengan bobot basah dan bobot kering tertinggi dicapai pada pengaturan jarak tanam 20 x 10 cm.

Kata kunci : pupuk ZA, pupuk kandang sapi, jarak tanam, ketajaman aroma, bawang merah.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Peningkatan Pertumbuhan dan Produksi serta Mutu Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Melalui Pemupukan ZA dan Pupuk Kandang pada Berbagai Jarak Tanam Di Kabupaten Deli Serdang. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar master program studi Agroekoteknologi, Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS., selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Hamidah Hanum MP., selaku anggota komisi pembimbing yang telah bersedia menjadi pembimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Terima kasih juga juga penulis sampaikan, terutama untuk istri tercinta dan kedua orang tua yang memberikan dukungan secara moril dan materil, dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tesis ini, baik saat pelaksanaan penelitian, analisis data maupun bantuan berupa saran, literatur,

Mudah-mudahan segala bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak, memperoleh balasan dari Allah, Amin.

Medan, Desember 2010.

Penulis


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bandung Jawa Barat pada tanggal 23 September 1970 dan merupkan anak ke 3 (tiga) dari 4 (empat) bersaudara keluarga Djodjo Sutardjo (ayah) dan Partiwi (ibu).

Lulus dari Sekolah Dasar Negeri Sarijadi 6 Bandung tahun 1983, Sekolah Menengah Pertama Negeri 12 Bandung tahun 1986, Sekolah Menengah Atas Negeri 9 Bandung tahun 1989, Diploma 3 (D3) Peternakan Institut Pertanian Bogor tahun

1992.

Sejak bulan November 1994 penulis bekerja di Balai Latihan Pegawai Pertanian (BLPP) NoElbaki Kupang Nusa Tenggara Timur sampai dengan tahun 2001. Bulan September 2001 penulis pindah tugas ke Balai Diklat Pertanian (BDP) Kayuambon Lembang, yang sekarang berubah nama menjadi Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang. Tahun 2002 penulis melanjutkan kuliah S1 Jurusan

Perternakan di perguruan tinggi swasta Universitas Bandung Raya dan lulus tahun 2005. Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa program pasca sarjana fakultas pertanian Universitas Sumatera Utara, Program Studi Agroekoteknologi.

Medan, Desember 2010.

Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan masalah ... 5

Tujuan Penelitian ... 5

Hipotesis Penelitian ... 6

Manfaat Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Kondisi Biofisik Kabupaten Deli Serdang ... 7

Syarat Tumbuh Tanaman Bawang Merah ... 8

Pengaruh Jarak Tanam Dalam Budidaya Bawang Merah ... 10

Peranan Pupuk Organik Pada Tanaman Bawang Merah ... 11

Peranan Pupuk ZA Pada Tanaman Bawang Merah ... 12

METODE PENELITIAN ... 15

Tempat dan Waktu ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Rancangan penelitian ... 15

Pelaksanaan Penelitian ... 18

Peubah amatan ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

Hasil ... 24

Pembahasan ... 37

KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

Kesimpulan ... 46

Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

LAMPIRAN ... 50


(9)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Tinggi Tanaman Bawang Merah (cm) pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA pada

Umur 6 MST... 24

2. Efek Tunggal Perlakuan Pupuk Kandang Sapi Terhadap Tinggi

Tanaman Bawang Merah (cm) pada Umur 4 dan 6 MST... 25

3. Bobot Kering (g) Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA

pada Umur 8 MST... 27

4. Laju Tumbuh Relatif (g.minggu-1) LTR3 Tanaman Bawang Merah

dengan Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan

Perlakuan Pupuk ZA untuk Pengamatan Umur 6 - 8 MST... 28

5. Jumlah Daun segar/Rumpun (Helai) Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan

Perlakuan Pupuk ZA pada Pengamatan Umur 8 MST... 29

6. Jumlah Umbi/plot (buah)Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk

ZA pada Pengamatan Umur 4 MST... 30

7. Efek Tunggal Perlakuan Jarak Tanam Terhadap Jumlah Umbi/plot

(buah) Tanaman Bawang Merah pada Pengamatan Umur 4 MST... 30

8. Produksi Bobot Basah/Plot (g) Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan

Perlakuan Pupuk ZA... 31

9. Efek Tunggal Perlakuan Jarak Tanam Terhadap Produksi Bobot

Basah/Plot (g) Tanaman Bawang Merah... 32

10. Produksi Bobot kering/Plot Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan

Perlakuan Pupuk ZA... 32


(10)

11. Efek Tunggal Perlakuan Jarak Tanam Terhadap Produksi Bobot

Kering/Plot (g) Tanaman Bawang Merah... 33

12. Kandungan C-Organik (%) tanah Tanaman Bawang Merah Pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi, dan

Perlakuan Pupuk ZA... 34

13. Serapan S (mg/g) Tanaman Bawang Merah Pada Perlakuan Jarak

Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi, dan Perlakuan Pupuk ZA.... 35

14. Hasil Uji Organoleptik Tingkat Ketajaman Aroma Bawang Merah Varietas Kuning dengan Perlakuan Pupuk Kandang Sapi (K), dan

Perlakuan Pupuk ZA (P)... 35

15. Hasil Skoring Warna Umbi Bawang Merah Varietas Kuning... 36


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Sifat-sifat Tanah Sebelum Percobaan... 50

2. Deskripsi Bawang Merah Varietas Kuning... 51

3. Bagan Percobaan... 52

4. Bagan Ukuran Plot Percobaan... 53

5. Sifat Tanah Setelah Pemberian Pupuk Kandang Sapi... 56

6. Sifat Pupuk Kandang Sapi... 56

7. Data Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) Umur 2, 4, dan 6 MST... 57

8. Analisis Sidik Ragam Tinggi Tanaman Umur 2, 4, dan 6 MST... 58

9. Data Pengamatan Bobot Kering Tanaman (g) Umur 2, 4, 6, dan 8

MST... 59

10. Analisis Sidik Ragam Bobot Kering Tanaman Umur 2, 4, 6, dan 8

MST... 60

11. Data Pengamatan Laju Tumbuh Relatif (g.minggu-1) untuk LTR1,

LTR2,

LTR3...

12. nalisis Sidik Ragam LTR1, LTR2, dan 62

13 ata Pengamatan Jumlah Daun Segar (helai) Umur 2, 4, 6, dan 8

63 14 nalisis Sidik Ragam Jumlah Daun Segar (helai) Umur 2, 4, dan 6

61

A

LTR3...

. D

MST... . A

MST... 64


(12)

16 Analisis Sidik Ragam Jumlah Umbi/Plot (buah)... viii

66

68 19 ata Pengamatan Kandungan C-organik Tanah (%) dan Serapan S 69

20. Analisis Sidik Ragam Kandungan C 70

17. Data Pengamatan Produksi Bobot Kering dan Produksi Bobot Basah

(g/Plot)... 67 18. Analisis Sidik Ragam Produksi Bobot Kering dan Produksi Bobot

Basah... . D

(mg/g)... -organik dan Serapan S...


(13)

ix

DAFTAR GAMBAR

N Halaman

1 urva Respon Pemberian Pupuk Kandang Sapi pada Umur 4 MST

25 2 urva Respon Pemberian Pupuk Kandang Sapi pada Umur 6 MST

engan Tinggi Tanaman... 26

o.

. K

dengan Tinggi Tanaman... . K


(14)

ABSTRACT

Riyadi Pratiwa Sutardjo. Increased Growth and Yield and Quality of Shallot (Allium ascalonicum L.) Through ZA Fertilization and Manure at Different Distances Planted In Deli Serdang District. Under his guidance, Prof.. Dr. Ir. Rosmayati, MS., as Chairman of the Commission of Advisors with member Dr. Ir. Hamidah Hanum MP.

This study aims to determine the dose of ZA, the dose of cattle manure, and plant spacing to improve growth, yield and quality of shallot plants. The experiment was conducted at the College of Agricultural Extension (STPP) Medan Deli Serdang regency of North Sumatra Province, from January until April 2010. The research method used was the Split Split Plot Designs with three (3) factors and three (3) replications. The main plot is the spacing (A) consists of three (3) treatment, namely: a spacing of 20 x 10 cm (J ), 1 spacing of 20 x 20 cm (J ), 2 and spacing of 20 x 30 (J ). 3

The subplot is cattle manure (K) consisting of: without cattle manure (K ), 0 cattle

manure 10 tonnes / ha (K ), 1 cattle manure 20 tonnes / ha (K ), 2 and cattle manure 30

tonnes / ha (K ). A sub-sub3 plot is: without ZA (P ), 0 ZA 150 kg / ha (P ), 1 ZA 300 kg /

ha (P ), 2 and ZA 450 kg / ha (P ). 3

The results showed ZA fertilizer application did not increase growth and yield of shallot, but trend to increase the aromatic of the shallot flavor. Cattle manure application did not increase growth and yield of shallot, except cattle manure up to a dose of 10 tonnes / ha increased plant height at 4 and 6 After Week Planted (AWP) and trends to increase the aromatic of the shallot flavor. The treatment plant spacing did not increase growth but increased yield of shallot, which is indicated by the weight of wet and dry weight of the highest achieved in the arrangement spacing of 20 x 10 cm.

Key words: ZA fertilizer, manure, plant spacing, aromatic, shallot.


(15)

ABSTRAK

Riyadi Pratiwa Sutardjo. Peningkatan Pertumbuhan dan Produksi serta Mutu Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Melalui Pemupukan ZA dan Pupuk Kandang pada Berbagai Jarak Tanam Di Kabupaten Deli Serdang. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS., Sebagai Ketua Komisi Pembimbing dengan Anggota Dr. Ir. Hamidah Hanum MP.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis pupuk ZA, dosis pupuk kandang sapi, dan jarak tanam untuk meningkatkan petumbuhan, produksi dan kualitas tanaman bawang merah. Penelitian dilaksanakan di Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian (STPP) Medan Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, dari bulan Januari sampai dengan bulan April 2010. Metoda penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Petak Terpisah (Split split Plot Designs) dengan tiga (3) faktor dan (3) ulangan. Petak utama adalah jarak tanam (J) terdiri dari tiga (3) perlakuan yaitu : jarak tanam 20 x 10 cm (J1), jarak tanam 20 x 20 cm (J2), dan jarak

tanam 20 x 30 (J3). Anak petak adalah pupuk kandang sapi (K) teridiri dari : tanpa

pupuk kandang sapi (K0), pupuk kandang sapi 10 ton/ha (K1), pupuk kandang sapi 20

ton/ha (K2), dan pupuk kandang sapi 30 ton/ha (K3). Anak-anak petak adalah : tanpa

pupuk ZA (P0), pupuk ZA 150 kg/ha (P1), pupuk ZA 300 kg/ha (P2), dan pupuk ZA

450 kg/ha (P3).

Hasil penelitian menunjukkan aplikasi pupuk ZA tidak meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah, kecuali cenderung meningkatkan ketajaman aroma bawang merah. Aplikasi pupuk kandang sapi tidak meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah, kecuali pemberian pupuk kandang sapi hingga dosis 10 ton/ha meningkatkan tinggi tanaman umur 4 MST dan 6 MST dan cenderung meningkatkan ketajaman aroma bawang merah. Perlakuan jarak tanam tidak meningkatkan pertumbuhan bawang merah tetapi meningkatkan produksi, yang diindikasikan dengan bobot basah dan bobot kering tertinggi dicapai pada pengaturan jarak tanam 20 x 10 cm.

Kata kunci : pupuk ZA, pupuk kandang sapi, jarak tanam, ketajaman aroma, bawang merah.


(16)

x

PENDAHULUAN

2003 mencapai 88.029 ha dan total produksi mencapai 762.795

ar dipenuhi dari sisa panen sebelumnya dan sebagian lagi dari impor (Deptan, 2004).

Latar Belakang

Pengembangan usaha agribisnis hortikultura termasuk komoditas sayuran dilaksanakan melalui pemilihan komoditas unggulan yang kompetitif dipasaran dan dapat memenuhi permintaan dalam negeri maupun ekspor. Salah satu komoditas unggulan nasional yang dikembangkan secara luas dan diusahakan oleh petani di dataran tinggi maupun dataran rendah adalah bawang merah. Total luas panen bawang merah tahun

ton (Deptan, 2004).

Kebutuhan bawang merah secara nasional terus mengalami peningkatan seiring dengan laju pertambahan jumlah penduduk. Pada umumnya bawang merah dikonsumsi oleh seluruh masyarakat Indonesia sebagai bumbu/rempah. Pada tahun 2004, kebutuhan bawang merah bagi penduduk Indonesia yang berjumlah 210 juta mencapai hampir 750.000 ton atau 60.000 ton per bulan. Berdasarkan pada kapasitas produksi yang ada, kebutuhan bawang merah untuk konsumsi telah dapat dipenuhi. Namun demikian masih terjadi variasi terhadap total pasokan sebagai akibat pola produksi yang tidak merata sepanjang tahun. Pada saat panen raya, sering terjadi kelebihan pasokan, sedangkan pada saat di luar musim, kemampuan pasokan sangat terbatas sehingga kebutuhan pas


(17)

Wilayah pengembangan bawang merah saat ini tersebar pada 15 propinsi dengan sentra utama terletak pada Propinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, NTB, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah. Petani di Sumatera Utara melakukan usaha budidaya bawang merah pada areal seluas 2.766 ha dengan produksi 26.224 ton (BPS, 2004). Sentra utama usaha budidaya bawang merah terdapat di Kabupaten Tapanuli Utara dan Simalungun, sedangkan wilayah sentra penumbuhan berada di Kabupaten Deli Serdang dan Padang Sidempuan.

Salah satu daerah di Kabupaten Deli Serdang yang akan dicoba untuk melakukan budidaya bawang merah adalah lahan percobaan Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian (STPP) Medan. Hasil analisis tanah di lahan percobaan STPP Medan menunjukkan bahwa kandungan C-organiknya 0,36 % atau kurang dari 1 %, dimana termasuk kriteria sangat rendah padahal bawang merah memerlukan bahan organik yang cukup. Menurut Simanungkalit dkk, (2006), untuk memperoleh produktivitas yang optimal dibutuhkan C-organik >2,5%. Selain itu kandungan pasirnya termasuk katagori tinggi yaitu 51 %, sehingga kandungan S tersedianya sangat rendah, dimana hasil analisis tanah terdapat pada Lampiran 1. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno (2003), tanah dengan kandungan pasir tinggi banyak kekurangan S. Tanah yang seperti inilah diduga, yang menyebabkan rendahnya produksi bawang merah. Petani daerah Payabakung yang lokasinya berdekatan dengan STPP Medan, menanam bawang merah varietas asal Brebes menghasilkan panen rata-rata hanya 5,5 ton/ha (hasil wawancara dengan petani), sedangkan potensi hasil untuk varietas


(18)

Rendahnya kandungan bahan organik pada tanah seperti ini dapat diatasi dengan melakukan penambahan bahan organik berupa pupuk kandang sapi. Pupuk kandang sangat membantu dalam memperbaiki sifat-sifat tanah seperti struktur tanah (granulator), permeabilitas tanah, porositas tanah, dan menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur hara (Hardjowigeno, 2003). Hasil penelitian Mayun (2007), menunjukkan bahwa hasil umbi kering tertinggi di dapat dari pemberian pupuk kandang sapi 30 ton/ha sebesar 12,27 Ku/ha di daerah pesisir pantai bekas sawah di Denpasar Timur, Propinsi Bali. Di dataran rendah Kabupaten Brebes (Jateng) dengan jenis tanah Alluvial kelabu (Inseptisol), pemberian pupuk kandang 15 ton/ha menghasilkan umbi kering tertinggi yaitu 13,86 ton/ha (Nur dan Ismiyati, 2007). Menurut Atmojo (2003), dalam pupuk kandang sapi mengandung unsur S sebanyak 2,2 – 13,6 kg/ton. Unsur ini yang sangat diperlukan sekali oleh tanaman bawang merah untuk meningkatkan pertumbuhan, produksi, dan kualitas.

Bawang merah merupakan salah satu jenis tanaman yang membutuhkan banyak sulfat dibanding tanaman lain. Sulfat memegang peranan penting dalam metabolisme tanaman yang berhubungan dengan beberapa parameter penentu kualitas nutrisi tanaman sayuran, dan untuk tanaman bawang merah ketajaman aromanya berkorelasi dengan ketersediaan S di dalam tanah (Sumarni dan Hidayat, 2005). Unsur belerang biasa terdapat pada pupuk N yang mengandung belerang seperti pupuk ZA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ZA 300 kg/ha dapat menghasilkan umbi kering 4,5 ton/ha, sedangkan tanpa pupuk ZA hasilnya hanya 1,20 ton/ha (Limbongan dan Maskar, 2003).


(19)

Disamping faktor media tanam, faktor lain yang mempengaruhi produktivitas bawang merah adalah jarak tanam. Pengaturan jarak tanam mempengaruhi populasi tanaman dalam kompetisi penggunaan cahaya, air dan unsur hara, yang berpengaruh pada pertumbuhan dan produksi. Jarak tanam yang rapat mengakibatkan jumlah populasi tanaman per satuan luas tinggi, sedangkan jarak tanam yang terlalu jarang akan mengakibatkan populasi tanaman per satuan luas menjadi rendah, sehingga produksi menjadi rendah. Jarak tanam terbaik untuk bawang merah Palu adalah 10 cm x 20 cm dengan hasil umbi kering 10,65 ton/ha (Limbongan dan Maskar, 2003). Hasil pengkajian Winarto dkk (2006), di Desa Sarang Padang, Kecamatan Dolok Silo, Kabupaten Simalungun melaporkan bahwa terdapat perbedaan jumlah umbi/rumpun dan produksi dari 3 varietas bawang merah (Tiron, Bima dan Kuning) pada jarak tanam 25 cm x 25 cm. Selanjutnya dinyatakan bahwa varietas Kuning jumlah umbi per rumpunnya lebih sedikit dibanding varietas Bima dan Tiron yaitu : 11,7 umbi/rumpun untuk varietas Kuning, 12,5 umbi/rumpun dan 17,1 umbi/rumpun untuk varietas Tiron. Begitu pula untuk produksinya, varietas Kuning lebih sedikit dibanding varietas Bima dan Tiron, yaitu : 1,86 ton/ha pada varietas Kuning, 2,49 ton/ha pada varietas Bima, dan 3,19 ton/ha untuk varietas Tiron. Pada penelitian ini penulis akan menggunakan varietas Kuning, dan berdasarkan fakta di atas diduga varietas ini memerlukan jarak tanam yang lebih rapat.

Pengaturan jarak tanam yang dikombinasikan dengan beberapa tingkatan pupuk ZA dan macam pupuk kandang diharapkan dapat meningkatkan produksi dan kualitas tanaman bawang merah. Karena belum tersedianya informasi yang cukup


(20)

Perumusan Masalah

Media tumbuh dan teknik budidaya masih merupakan masalah dalam produksi tanaman bawang merah di dataran rendah Kabupaten Deli Serdang sehingga diperlukan penelitian terhadap aspek-aspek tersebut. Permasalahan dari aspek media tumbuh antara lain sangat rendahnya bahan organik (kurang dari 1 %), sangat rendahnya unsur S tersedia, terutama pada tanah yang akan dipakai sebagai tempat penelitian; sedangkan dari aspek teknik budidaya antara lain adalah jarak tanam. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan melalui penambahan bahan organik berupa pupuk kandang sapi, pemberian pupuk ZA, dan pengaturan jarak tanam. Yang menjadi permasalah dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya dosis pupuk ZA dan dosis pupuk kandang sapi, serta jarak tanam yang tepat untuk mendapatkan produksi yang tinggi dan kualitas yang baik.

Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis pupuk ZA, dosis pupuk kandang sapi, dan jarak tanam yang paling baik untuk meningkatkan produksi dan kualitas tanaman bawang merah.


(21)

Hipotesis

1. Dengan meningkatnya dosis pupuk ZA akan meningkatkan pertumbuhan, produksi, dan kualitas bawang merah.

2. Dengan meningkatnya pupuk kandang sapi akan meningkatkan pertumbuhan, produksi, dan kualitas bawang merah

3. Jarak tanam 20 cm x 20 cm untuk varietas kuning merupakan jarak tanam yang paling baik untuk pertumbuhan , produksi dan kualitas bawang merah. 4. Pemberian dosis pupuk ZA dan dosis pupuk kandang sapi yang semakin

meningkat, serta penggunaan jarak tanam 20 cm x 20 cm akan memberikan pertumbuhan, produksi, dan kualitas yang terbaik.

Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai rekomendasi untuk menentukan dosis pupuk ZA, dosis pupuk kandang dan penentuan jarak tanam pada budidaya bawang merah, dalam rangka mendukung pengembangan usaha tani budidaya bawang merah di daerah sentra penumbuhan produksi bawang merah Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, atau bagi mereka yang memerlukan.


(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Biofisik Kabupaten Deli Serdang

Kabupaten Deli Serdang secara geografis, terletak diantara 2°57’ - 3°16’ Lintang Utara dan antara 98°33’ - 99°27’ Bujur Timur. Daerah ini secara geografis terletak pada wilayah pengembangan Pantai Timur Sumatera Utara serta memiliki topografi, kountur dan iklim yang bervariasi. Kawasan hulu yang kounturnya mulai bergelombang sampai terjal, berhawa tropis pegunungan, kawasan dataran rendah yang landai sementara kawasan pantai berhawa tropis pantai. Sementara itu, dilihat dari kemiringan lahan, Kabupaten Deli Serdang dibedakan atas : dataran pantai : ± 63.002 Ha ( 26,30 %), dataran Rendah : ± 68,965 Ha ( 28.80 % ), dataran pegunungan : ± 111.970 Ha ( 44.90 %) (Tengku Herry, 2009).

Sesuai dengan perbedaan geografis, topografis dan ketinggian dari permukaan laut maka iklim daerah ini juga bervariasi yaitu iklim sub tropis dan iklim peralihan antara sub tropis dan tropis. Ketinggian 0 – 500 meter dari permukaan laut, Kabupaten Deli Serdang beriklim peralihan antara sub tropis dan tropis, sedangkan ketinggian lebih dari 1.000 meter dari permukaan laut beriklim sub tropis. Curah hujan rata-rata pertahun 1.936,3 mm, pada umumnya curah hujan terbanyak pada bulan September, Oktober, Nopember dan Desember. Angin yang bertiup melalui daerah ini juga berbeda yakni angin laut dan angin pegunungan dengan kecepatan 0,68 meter/detik, sedangkan temperatur rata-rata 26,7°.Luas jenis Tanah Kabupaten Deli Serdang dibedakan atas : entisol, histosol : 25.176 Ha; utisol : 45.873 Ha;


(23)

Andisol : 44.488 Ha; inceptisol : 112.462 Ha; spodosol : 10.624 Ha; Jumlah : 240.796 Ha (Tengku Herry, 2009).

Hasil analisis tanah di lahan percobaan Sekolah Tnggi Penyuluhan Pertanian Kabupaten Deli Serdang adalah sebagai berikut : fraksi pasir: 51 %, fraksi debu: 21 %, fraksi liat: 28 %, pH H2O: 6.5, pH KCl: 5.5, kadungan C-organik: 0.36 %,

kandungan N: 0.19 %, rasio C/N: 1.9, P Bray 2: 76 (ppm), K: 0,17 me/100 g, Na: 0.21 me/100 g, Ca: 9,93 me/100 g, jumlah kation basa: 13.41 me/100 g, K.T.K: 14.53 g, dan KB: 92 % (Lampiran 1).

Syarat Tumbuh Tanaman Bawang Merah

Tanaman bawang merah membutuhkan suatu kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya. Untuk dapat tumbuh dengan baik dan memberikan hasil yang baik, persyaratan untuk tumbuh harus dipenuhi.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tabanaman meliputi iklim dan jenis tanah. Unsur-unsur iklim yang perlu diperhatikan adalah sinar matahari, suhu, ketinggian tempat, dan curah hujan. Sedangkan yang perlu diperhatikan pada tanah adalah sifat fisik dan sifat kimia.

Tanaman bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi (1 – 1000 m dpl ), dengan curah hujan 100 – 200 mm/bulan. Namun pertumbuhan tanaman maupun umbi yang optimal pada ketinggian 0 – 400 m dpl. Bawang merah masih dapat tumbuh dan berumbi di ketinggian 800 – 900 m dpl, tetapi umbinya lebih kecil dan berwarna kurang mengkilat. Selain itu umurnya lebih


(24)

panjang dibanding umur tanaman di dataran rendah karena suhunya di dataran tinggi lebih rendah (Deptan, 2004).

Budidaya bawang merah pada daerah-daerah yang beriklim kering, dengan suhu udara yang cukup tinggi dan penyinaran matahari yang penuh akan dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman yang optimal. Secara umum tanaman bawang merah lebih cocok diusahakan secara agribisnis/komersial di daerah dataran rendah pada akhir musim penghujan, atau pada saat musim kemarau, dengan penyediaan air irigasi yang cukup untuk keperluan tanaman (Deptan, 2003). Bawang merah akan membentuk umbi yang lebih besar bilamana ditanam di daerah dengan penyinaran lebih dari 12 jam (Sumarni dan Hidayat, 2005). Suhu yang baik bagi pertumbuhan bawang merah adalah sekitar 220C atau lebih, bawah suhu 22oC bawang merah akan lambat berumbi, maka bawang merah lebih menyukai tumbuh di dataran rendah dimana iklim yang cerah (Deptan, 2005). Pada suhu 22oC tanaman masih mudah membentuk umbi, tetapi hasilnya tidak sebaik jika ditanam di dataran rendah yang bersuhu panas. Daerah yang sesuai adalah yang suhunya sekitar 25 – 320C dan suhu rata-rata tahunan 300C (Rahayu dan Berlian, 2004).

Tanaman bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang sampai liat, draenase/aerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup, yaitu > 2,5 % (menurut Simanungkalit dkk, (2006)), dan reaksi tanah agak masam sampai normal (6,0 – 6,8). Tanah ber-pH pH 5,5 – 7,0 masih dapat digunakan untuk penanaman bawang merah (Rahayu dan Berlian, 2004), pH 5,6 – 6,5 (Sumarni dan Hidayat, 2005). Jenis tanah yang cocok untuk bididaya bawang merah adalah tanah Aluvial, Latosol atau tanah Andosol yang ber-pH antara 5,15 – 7,0 (Deptan 2005).


(25)

Tanah yang cukup lembab dan air tidak menggenang disukai tanaman bawang merah (Sumarni dan Hidayat, 2005).

Pengaruh Jarak Tanam Dalam Budidaya Bawang Merah

Tujuan pengaturan kerapatan tanaman atau jarak tanam pada dasarnya adalah memberikan kemungkinan tanaman untuk tumbuh dengan baik tanpa mengalami persaingan dalam hal pengambilan air, unsur hara, cahaya matahari, dan memudahkan pemeliharaan tanaman. Penggunaan jarak tanam yang kurang tepat dapat merangsang pertumbuhan gulma, sehingga dapat menurunkan hasil (Sumarni dan Hidayat, 2005). Selanjutnya dinyatakan bahwa secara umum hasil tanaman per-satuan luas tertinggi diperoleh pada kerapatan tanaman tinggi, akan tetapi bobot masing-masing umbi secara individu menurun karena terjadinya persaingan antar tanaman. Pada tingkat populasi rendah, hasil menurun disebabkan karena kurangnya jumlah tanaman, namun pada populasi tinggi hasil menurun karena kompetisi yang eksrim antar tanaman. Pengaruh peningkatan populasi menyebabkan tanaman memanjang, menghasilkan batang lebih lunak, dan tanaman mudah roboh (Supriono, 2000).

Jarak tanam terbaik untuk bawang merah Palu adalah 10 cm x 20 cm dengan hasil umbi basah 11,92 ton/ha setara dengan umbi kering 10,65 ton/ha. Namun, jarak tanam ini tidak berbeda dengan jarak tanam 10 cm x 15 cm dan 15 cm x 15 cm. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa jarak tanam yang ideal untuk bawang merah Palu adalah 10 cm x 10 cm dan dapat diperlebar hingga 15 cm x 15 cm (Limbongan dan Maskar, 2003). Pada varietas Tiron yang ditanam di Kecamatan Haraggaol


(26)

Horison, Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara 1000 m dpl diperoleh hasil umbi kering seberat 7,88 ton/ha pada jarak tanam 20 cm x 15 cm (Winarto, dkk, 2007).

Peranan Pupuk Organik Pada Tanaman Bawang Merah

Bahan organik mempengaruhi sifat-sifat tanah dan akibatnya juga terhadap pertumbuhan tanaman. Pengaruh tersebut adalah : sebagai granulator (memperbaiki struktur tanah); sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro, dan lain-lain; menambah kemampuan tanah untuk menahan air; menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara (Kapasitas Tukar Kation tanah menjadi tinggi); dan sumber energi bagi mikroorganisme (Hardjowigeno, 2003). Bahan organik juga dapat memperbesar ketersediaan P tanah, melalui dekomposisi yang menghasilkan asam-asam organik dan CO2 (Lubis, dkk, 1985).

Hasil penelitian Mayun, (2007) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang sapi dengan 30 ton per hektar memberikan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan dan hasil umbi per hektar tanaman bawang merah di daerah pesisir. Sedangkan hasil penelitian Nur dan Ismiyati (2007), menunjukkan bahwa dosis pupuk kandang 15 ton/ha berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah. Meningkatnya pertumbuhan dan hasil ini disebabkan pemberian pupuk kandang sampai dengan 15 ton/ha dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah serta menambah ketersediaan unsur hara baik makro maupun mikro yang sangat dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan.


(27)

Limbongan dan Maskar (2003), menyatakan bahwa pemberian pupuk organik 1,20 t/ha menghasilkan umbi kering terbanyak yaitu 5,64 t/ha dan berbeda nyata dibandingkan dengan hasil umbi dari plot yang tidak diberi pupuk organik. Peningkatan hasil terjadi karena pupuk organik dapat memperbaiki aerasi dan drainase tanah sehingga akar berkembang lebih baik dan jangkauannya lebih luas untuk menyerap hara. Penelitian pemberian pupuk organik kasting (limbah organik yang diuraikan oleh cacing tanah) pada bawang merah Palu menunjukkan bahwa pemberian kasting 12 ton/ha dapat menghasilkan umbi kering 4,05 t/ha, sedangkan tanpa pupuk kasting dan ZA hasilnya hanya 1,20 t/ha (Limbongan dan Maskar, 2003).

Peranan Pupuk ZA Pada Tanaman Bawang Merah

Bawang merah merupakan salah satu jenis tanaman yang membutuhkan banyak sulfat. Sulfat memegang peranan penting dalam metabolisme tanaman yang berhubungan dengan beberapa parameter penentu kualitas nutrisi tanaman sayuran (Sumarni dan Hidayat, 2005). Selanjutnya dinyatakan bahwa ketajaman aroma tanaman bawang merah berkorelasi dengan ketersediaan S di dalam tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa batas kritis sulfat untuk bawang merah 50-90 ppm tergantung pada tipe tanahnya. Pemberian S dengan dosis 20 – 60 ppm meningkatkan serapan S, P, Zn, dan Cn.

Momuat, dkk (2006), menyatakan bahwa pemupukan belerang dari berbagai sumber ternyata mempengaruhi status S dalam jerami dan gabah dari tanaman padi. Belerang yang terserap jerami dan gabah ditentukan oleh takaran S yang diberikan


(28)

sebagai pupuk. Belerang yang diserap jerami dari tanaman yang dipupuk gips dan ZA lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipupuk tepung belerang, kecuali pada takaran tinggi. Takaran dan sumber belerang juga berpengaruh sangat nyata terhadap S yang diserap gabah. Serapan maksimum dari perlakuan tepung belerang dicapai pada takaran tertinggi yaitu 40 ppm S dan 80 kg S/ha berturut-turut untuk percobaan pot dan lapangan. Bila gips dan ZA digunakan sebagai sumber S maka jumlah belerang yang diserap gabah tidak meningkat secara nyata sejak takaran 20 hingga 80 kg/ha. Serapan maksimum dari perlakuan tepung belerang, gips dan ZA berturut-turut adalah 13,9 , 16,8 dan 17,8 kg/ha. Bila dilihat dari serapan total S, maka baik dari percobaan pot maupun lapangan secara konsisten ZA lebih baik daripada tepung belerang. Kenyataan ini menunjukkan bahwa untuk menilai status S tanaman padi, serapan didalam gabah dan jerami atau serapan total dapat dijadikan sebagai kriteria. Untuk menyamai serapan ZA, tepung belerang harus diberikan dengan takaran yang lebih tinggi.

Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa pemberian ZA 300 kg/ha pada tanaman bawang merah dapat menghasilkan umbi kering 4,5 ton/ha, sedangkan tanpa pupuk ZA hasilnya hanya 1,20 ton/ha (Limbongan dan Maskar, 2003). Sedangkan menurut Hilman dan Asgar (1995) dalam Muhammad et al. (2001), bawang merah membutuhkan S sebanyak 120 kg/ha.

Kajian Raharjo (2005) di Desa Wironanggan, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo, Propinsi Jawa Tengah dengan ketinggian tanah ± 110 m di atas permukaan laut, pada tanah regosol menunjukkan bahwa pemberian Sulfur sebanyak


(29)

36 kg S/ha dan IAA 0,01 ppm berpengaruh sangat terhadap tinggi rata-rata tanaman, yaitu 40,1 cm.


(30)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan di lahan percobaan Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian (STPP) Medan Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, pada ketinggian + 25 m dpl. Dilakukan pada bulan Januari sampai dengan bulan April 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih bawang merah varietas Kuning dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) Lembang-Jawa Barat (deskripsi varietas terdapat pada lampiran 2), pupuk kandang sapi, pupuk Urea, ZA, SP-36, dan KCl, fungisida antracol, insektisida curacron. Alat yang digunakan adalah cangkul, meteran, tali plastik, tugal, papan label, alat tulis, hand sprayer, dan alat-alat lain yang mendukung penelitian.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Petak Terpisah (Split split Plot Designs) yang terdiri dari 3 faktor yaitu: 3 x 4 x 4 diulang sebanyak 3 kali.


(31)

Faktor I (petak utama) adalah jarak tanam, dengan symbol J terdiri dari : J1 = jarak tanam 20 x 10 cm

J2 = jarak tanam 20 x 20 cm J3 = jarak tanam 20 x 30 cm

Faktor II (anak petak) adalah pupuk kandang, dengan simbol K yang terdiri dari : K0 = kontrol

K1 = pupuk kandang sapi 10 ton/ha K2 = pupuk kandang sapi 20 ton/ha K3 = pupuk kandang sapi 30 ton/ha

Faktor III (anak-anak petak) adalah dosis pupuk ZA, dengan simbol P yang terdiri dari :

P0 = tanpa pupuk ZA P1 = 150 kg/ha ZA P2 = 300 kg/ha ZA P3 = 450 kg/ha ZA

Dengan demikian terdapat 48 kombinasi perlakuan, setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 144 unit percobaan, dengan 3 sampel destruktif yang diukur hingga saat panen.

Model linier untuk penelitian ini adalah sebagai berikut :

Yijkl = µ+ρi+αj+εij+ k+(α )jk+εijk+ l+(α )jI+( )kI+(α )jkI+εijkI Dimana :


(32)

Yijkl = nilai pengamatan pada ulangan ke-i, perlakuan jarak tanam ke-j perlakuan pupuk organik taraf ke-k, dan perlakuan pupuk anorganik taraf ke-l.

µ = Rata-rata umum nilai pengamatan

Ρi = Pengaruh ulangan pada taraf ke-i j = Pengaruh perlakuan jarak tanam ke-j

Εij = Pengaruh galat pada ulangan ke-i dan jarak tanam ke-j k = Pengaruh perlakuan pupuk organik ke-k

(α )jk = Pengaruh interaksi perlakuan jarak tanam ke-j dan perlakuan pupuk organik ke-k

Εijk = Pengaruh galat pada ulangan ke-i, perlakuan jarak tanam ke-j dan pupuk organik ke-k

ץ = Pengaruh perlakuan pupuk anorganik taraf ke-l

(α )jI = Pengaruh interaksi perlakuan jarak tanam ke-j dan perlakuan pupuk anorganik ke-l

( )kI = Pengaruh interkasi perlakuan pupuk organik ke-k dan perlakuan pupuk anorganik taraf ke-l

(α )jkI = Pengaruh interaksi perlakuan jarak tanam ke-j, perlakuan pupuk organik ke-k, dan perlakuan pupuk anorganik ke-l

εijkI = Pengaruh galat pada ulangan ke-i dan jarak tanam ke-j, perlakuan pupuk organik ke-k, dan perlakuan pupuk anorganik ke-l

Bagan penelitian terdapat pada lampiran 3.

Data hasil pengamatan dianalisis dalam anova untuk masing-masing peubah. Jika pengaruh perlakuan kombinasi terhadap peubah amatan menunjukkan pengaruh yang nyata atau sangat nyata dapat dilanjutkan dengan analisis regresi, korelasi, dan uji beda rataan dalam uji DMRT pada taraf 5 % (Gomez, 1995). Pada pengaruh perlakuan tunggal terhadap peubah amatan menunjukkan pengaruh yang nyata atau sangat nyata dilanjutkan dengan analisis regresi, korelasi, dan uji Tukey (hsd = Honestly significant difference) atau sering disebut dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ).


(33)

Pelaksanaan Penelitian Pengolahan lahan

Lahan diukur dengan ukuran untuk masing-masing bedengan seluas 1,4 x 2,4 m. Jarak antar petak dalam 1 ulangan 50 cm dan jarak antar beda ulangan 100 cm. Dibuat parit keliling dengan ukuran 50 cm dan kedalam 50 cm. Kemudian lahan dibersihkan dari gulma yang ada dan dilakukan olah tanah pertama yaitu mencangkul tanah hingga gembur dengan kedalaman olah antara 20 – 30 cm.

Aplikasi pupuk kandang sapi

Pada saat olah tanah kedua (15 hari setelah olah tanah pertama), dilakukan pemberian pupuk kandang dengan dosis sesuai perlakuan. Pupuk kandang di taburkan di bedengan lalu diaduk secara merata dengan menggunakan cangkul dan diinkubasi selama 7 hari.

Pemupukan SP-36, KCl, dan ZA

Pupuk P (SP-36) dengan dosis 300 kg/ha (70 kg P2O5/ha) diberikan 3 hari

sebelum tanam dengan cara disebar lalu diaduk secara merata dengan tanah. Pupuk N dan K sebagai pupuk susulan, diaplikasikan bersama-sama pada larikan dan dibenamkan dalam tanah. Macam dan jumlah pupuk N dan K yang diberikan untuk 1 kali musim tanam adalah sebagai berikut : pupuk N sebanyak 141 kg/ha berasal dari urea dan ZA; pupuk K sebanyak 100 kg/ha dari KCl. Tujuan pemberian pupuk Urea adalah untuk menambah kekurangan N dari perlakuan pemupukan ZA. Adapun dosis perbandingan pupuk ZA dan Urea adalah sebagai berikut : Pada P0 = 313,5 kg/ha


(34)

kg N dan 36 kg S); P2 = 300 kg/ha ZA + 173,3 kg/ha Urea (setara 141 kg N dan 72 kg S); P3 = 450 kg/ha ZA (setara 141 kg N dan 108 kg S).

Pemupukan susulan I berupa pupuk N dan K dilakukan pada umur 15 hari setelah tanam dan susulan ke II pada umur umur 1 bulan setelah tanam, masing-masing ½ dosis.

Pemilihan umbi bibit

Bibit bawang yang digunakan adalah varietas Kuning dengan ukuran 5 – 10 gram/umbi dan berasal dari tanaman yang dipanen cukup tua 70 – 90 hari setelah tanam (hst). Bibit sehat, warna mengkilat, bentuk kompak (tidak keropos), kulit umbi tidak luka (terkelupas) dan telah mengalami masa simpan selama 2 bulan setelah panen. Deskripsi varietas Kuning terdapat pada lampiran 2.

Penanaman

Umbi bawang merah yang telah dipilih, ditanam satu persatu pada lubang tanam dengan jarak tanam sesuai perlakuan yaitu : 10 cm x 20 cm , 20 cm x 20 cm, dan 20 cm x 30 cm.

Sebelum umbi bawang merah ditanam, kulit luar umbi bibit yang mengering dibersihkan dan dilakukan pemotongan ujung umbi sepanjang kurang lebih ¼ bagian dari seluruh umbi. Kemudian umbi di fungisida menggunakan Antracol 70 WP dengan dosis 5 g/kg umbi. Setiap 5 kg umbi dan 25 g Antracol dimasuk ke dalam kantong plastik kemudian diaduk hingga rata. Setelah itu umbi di tanam, sehingga ⅔ bagian bagian umbi masuk ke dalam tanah dan posisi siung tidak boleh terbalik.


(35)

Setelah ditanam, seluruh lahan disiram dengan embrat yang halus. Bagan unit plot percobaan terdapat pada lampiran 4.

Pemeliharaan

Penyulaman dilakukan pada awal pertumbuhan hingga umur kurang-lebih 7 hari setelah tanam dengan cara mengambil umbi yang mati atau busuk.

Penyiraman tanaman dilakukan berdasarkan umur tanaman. Pada umur tanaman 0 – 10 hari, penyiraman dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari. Setelah tanaman berumur lebih dari 10 hari penyiraman dilakukan 1 kali sehari pada pagi atau sore hari.

Penyiraman yang dilakukan pada musim hujan umumnya hanya ditujukan untuk membilas daun tanaman, yaitu untuk menurunkan percikan tanah yang menempel pada daun bawang merah.

Penyiangan gulma dari pertanaman dilakukan pada saat umur tanaman 2 minggu dan 1 bulan setelah tanam. Penyiangan gulma dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak perakaran bawang merah, yaitu dicabut dengan tangan secara dengan perlahan.

Pengendalian penyakit tanaman dilakukan dengan penyemprotan fungisida Benlox 5 g/l air seminggu sekali mulai dari umur tanaman 21 hari hingga umur 42 hari.


(36)

Pengamatan Peubah Amatan

Pengamatan parameter dilakukan untuk komponen vegetatif sesuai dengan interval pengamatan dan komponen generatif mulai masa reproduktif hingga saat panen.

Panen

Tanaman bawang merah varietas kuning pada penelitian ini dipanen pada umur 56 dan 60 hari. Ciri tanaman yang dipanen adalah leher batang mengeras dan batang telah melemas, daun menguning dan umbi lapis sudah tersembul ke permukaan tanah. Sampel tersebut 80% dari jumlah tanaman sudah menunjukkan tanaman siap panen. Panen dilaksanakan pada saat cuaca cerah dan tanah kering. Panen dilakukan dengan cara mencabut seluruh tanaman secara hati-hati agar batang tidak putus dan umbi tidak tertinggal dalam tanah. Setelah itu umbi yang sudah dicabut dibersihkan dari tanah yang melekat dan dikeringkan selama satu hari serta ditimbang untuk mendapatkan bobot basah. Bobot kering didapat dengan melakukan pengeringan selama 14 hari dari waktu panen.

Peubah Amatan 1. Tinggi tanaman (cm),

Pengukuran tinggi tanaman dukur mulai dari leher akar sampai ujung tajuk tertinggi untuk 3 tanaman sampel. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada umur 2, 4, 6, 8 mst.


(37)

2. Bobot kering tanaman (g),

Bobot kering tanaman dilakukan dengan menimbang 3 sampel tanaman destruktif dicabut sampai akarnya pada umur 2, 4, 6, 8 mst. Kemudian dibersihkan, dikering ovenkan pada suhu 650C hingga bobotnya konstan, selanjutnya tanaman ditimbang dengan timbangan elektrik.

3. Jumlah umbi/plot (buah),

Jumlah seluruh anakan dihitung pada setiap rumpun tanaman sampel dalam setiap plot tanaman memasuki fase generatif.

4. Jumlah Daun/rumpun (buah),

Jumlah daun dihitung pada setiap rumpun tanaman sampel dalam setiap plot pada umur 2, 4, 6, 8 mst.

5. Produksi bobot basah/plot (g),

Dihitung sekali saat panen untuk menghitung produksi per luas pertanaman. 6. Produksi bobot kering/plot (g),

Dihitung sekali setelah dikeringkan selama dua minggu dari saat panen untuk menghitung produksi per luas pertanaman.

7. Laju tumbuh relatif (g.minggu-1),

Relatif Growth Rate (RGR) atau Laju Tumbuh Relatif ditentukan dengan rumus :

(Ln W2 – Ln W1)

LTR =--- (T2 – T1)


(38)

W1 = bobot kering tanaman pada waktu t1

W2 = bobot kering tanaman pada waktu t2

T = waktu (minggu)

Pengukuran LTR dilakukan pada 3 tanaman sampel destruktif umur 2, 4, 6, 8 mst.

8. Kandungan C-organik (%),

Analisis dilakukan di laboratorium dengan metode Walkley & Black setelah panen untuk menentukan kandungan C-organik pada tanah.

9. Serapan S (%),

Analisis dilakukan di laboratorium dengan metode spektrofotometer setelah panen untuk menentukan serapan S pada umbi tanaman.

10.Ketajaman aroma

Dilakukan secara organoleptik pada umbi yang berukuran berat 5 g dengan menggunakan relawan secara skoring. Metode yang digunakan, irisan bawang dicicipi.

11.Warna umbi

Pengamatan warna umbi dilakukan pada umbi setelah panen yang berukuran berat 5 g, dan untuk menentukan perbedaan warna dari perlakuan digunakan skoring.


(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Tinggi Tanaman (cm)

Data pengamatan tinggi tanaman bawang merah pada pengamatan 2, 4 dan 6 minggu setelah tanam (MST) dan hasil analisis statistik sidik ragam terdapat pada Lampiran 7 dan 8. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan jarak tanam (J) dan pupuk ZA (P) berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 2, 4 dan 6 MST. Sedangkan perlakuan pupuk kandang sapi (K) berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 4 dan 6 MST. Tinggi tanaman pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang sapi dan perlakuan pupuk ZA pada pengamatan 6 MST terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tinggi Tanaman Bawang Merah (cm) pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA pada Umur 6 MST.

K0 K1 K2 K3

J1 P0 31,98 32,71 31,49 31,02

P1 25,86 32,37 33,17 32,45

P2 29,07 30,20 35,00 32,60

P3 30,45 32,00 32,74 31,82

J2 P0 30,92 29,15 30,37 31,95

P1 28,40 29,19 31,69 27,81

P2 30,91 29,25 28,77 29,05

P3 29,81 32,27 29,57 26,36

J3 P0 24,07 26,10 30,46 29,37

P1 30,24 29,23 27,63 32,13

P2 24,93 30,12 31,12 29,78


(40)

Tabel 2. Efek Tunggal Perlakuan Pupuk Kandang Sapi Terhadap Tinggi Tanaman Bawang Merah (cm) pada Umur 4 dan 6 MST.

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) 4 MST 6 MST Pupuk Kandang Sapi

K0 ( 0 ton) 28,85 b 28,78 b

K1 (10 ton) 30,81 a 30,29 a

K2 (20 ton) 31,63 a 30,85 a

K3 (30 ton) 30,34 a 30,36 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Beda Nyata Jujur (BNJ) 5 %.

Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa pada pengamatan 4 dan 6 MST penambahan pupuk kandang sapi 10 sampai 30 ton/ha tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, tetapi nyata dengan tanpa pemberian pupuk kandang sapi. Hubungan antara tinggi tanaman dengan perlakuan pupuk kandang sapi pada umur 4 MST dan 6 MST dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2 berikut ini.

ŷ = -0,0081x2 + 0,2965x + 28,805 R2 = 0,9889

28,50 29,00 29,50 30,00 30,50 31,00 31,50 32,00

0 10 20 3

Pupuk Kandang Sapi (ton/ha)

T in g g i T a n a m a n ( c m ) 0

Gambar 1. Kurva Respon Pemberian Pupuk Kandang Sapi pada Umur 4 MST dengan Tinggi Tanaman.

Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa pemberian pupuk kandang sapi meningkatkan tinggi tanaman bawang merah secara kuadratik pada umur 4 MST


(41)

dengan persamaan : ŷ = -0,0081x2 + 0,2965x + 28,805, dimana pemberian pupuk kandang sapi sebanyak 18,3 ton/ha, menghasilkan tinggi tanaman maksimum yang dapat di capai adalah 31,63 cm.

ŷ = -0,005x2 + 0,2026x + 28,774 R2 = 0,9998

28,50 29,00 29,50 30,00 30,50 31,00

0 10 20

Pupuk Kandang Sapi (ton/ha)

T

in

g

g

i

T

a

n

a

m

a

n

(

c

m

)

30

Gambar 2. Kurva Respon Pemberian Pupuk Kandang Sapi pada Umur 6 MST dengan Tinggi Tanaman.

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa pemberian pupuk kandang sapi meningkatkan tinggi tanaman bawang merah secara kuadratik pada umur 6 MST dengan persamaan : ŷ = -0,005x2 + 0,2026x + 28,774. Pemberian pupuk kandang sapi 20,2 ton/ha menghasilkan tinggi tanaman maksimum yang dapat di capai adalah 30,85 cm.

Bobot Kering Tanaman (g)

Perlakuan jarak tanam, pupuk kandang sapi, dan pupuk ZA sebagaimana hasil dari analisis statistik sidik ragam (Lampiran 9 dan 10), menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap peubah amatan bobot kering tanaman (g) pada umur 2 MST, 4 MST, 6 MST, dan 8 MST.


(42)

Bobot kering tanaman pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang sapi dan perlakuan pupuk ZA pada pengamatan 8 MST terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3. Bobot Kering (g) Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA pada Umur 8 MST.

K0 K1 K2 K3

J1 P0 19,86 18,30 17,57 21,98

P1 21,35 18,77 23,12 20,73

P2 22,03 21,69 21,21 22,07

P3 19,74 24,28 23,87 20,88

J2 P0 19,76 17,85 22,29 19,87

P1 18,75 20,70 20,23 19,56

P2 20,24 21,85 25,86 19,76

P3 22,19 17,92 20,41 19,50

J3 P0 18,43 23,05 17,61 17,52

P1 19,03 20,21 24,42 17,64

P2 16,90 18,00 23,58 20,10

P3 20.30 21,74 24,06 21,88

Laju Tumbuh Relatif (g.minggu-1)

Perlakuan jarak tanam, pupuk kandang sapi, dan pupuk ZA sebagaimana hasil dari analisis statistik sidik ragam (Lampiran 11 dan 12), menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap peubah amatan laju tumbuh relatif (LTR) tanaman bawang merah umur 2 – 8 MST. LTR tanaman pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang sapi dan perlakuan pupuk ZA pada pengamatan 6 – 8 MST terdapat pada Tabel 4.


(43)

Tabel 4. Laju Tumbuh Relatif (g.minggu-1) LTR3 Tanaman Bawang Merah dengan

Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA untuk Pengamatan Umur 6 - 8 MST.

K0 K1 K2 K3

J1 P0 0,59 0,54 0,50 0,64

P1 0,62 0,55 0,64 0,61

P2 0,63 0,61 0,60 0,61

P3 0,58 0,68 0,67 0,60

J2 P0 0,58 0,54 0,64 0,59

P1 0,54 0,61 0,59 0,59

P2 0,59 0,64 0,73 0,59

P3 0,63 0,53 0,58 0,58

J3 P0 0,59 0,67 0,56 0,52

P1 0,57 0,60 0,68 0,53

P2 0,52 0,55 0,66 0,59

P3 0,60 0,62 0,67 0,63

Jumlah Daun Segar/Rumpun (Helai)

Perlakuan jarak tanam, pupuk kandang sapi, dan pupuk ZA sebagaimana hasil dari analisis statistik sidik ragam (Lampiran 13 dan 14), menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap peubah amatan jumlah daun/rumpun pada umur 2, 4, 6, dan 8 MST. Jumlah daun tanaman pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang sapi dan perlakuan pupuk ZA pada pengamatan 8 MST terdapat pada Tabel 5.


(44)

Tabel 5. Jumlah Daun segar/Rumpun (Helai) Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA pada Pengamatan Umur 8 MST.

K0 K1 K2 K3

J1 P0 6,28 7,08 6,05 6,45

P1 6,32 6,61 6,61 5,81

P2 5,89 6,14 7,08 6,68

P3 6,44 6,06 6,77 6,64

J2 P0 5,80 7,53 7,60 8,00

P1 6,27 7,00 7,84 7,13

P2 7,67 8,07 6,93 7,53

P3 8,00 6,60 6,67 7,27

J3 P0 5,67 7,11 6,11 6,45

P1 7,33 7,55 6,21 6,78

P2 4,78 8,56 8,45 6,34

P3 6,78 7,00 7,78 5,88

Jumlah Umbi/plot (Buah)

Perlakuan pupuk kandang sapi, dan pupuk ZA sebagaimana hasil dari analisis statistik sidik ragam ( Lampiran 15 dan 16), menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap peubah amatan jumlah umbi/plot pada saat tanaman memasuki fase vegetatif (4 MST). Perlakuan jarak tanam berpengaruh nyata pada peubah amatan jumlah umbi/plot. Jumlah umbi/plot tanaman pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang sapi dan perlakuan pupuk ZA pada saat memasuki fase vegetatif (4 MST) terdapat pada Tabel 6.


(45)

Tabel 6. Jumlah Umbi/plot (buah)Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA pada Pengamatan Umur 4 MST.

K0 K1 K2 K3

J1 P0 279,83 245,83 227,67 220,83

P1 250,00 246,00 254,17 202,83

P2 247,17 288,83 277,83 219,50

P3 251,33 244,33 258,17 252,67

J2 P0 110,00 141,67 143,33 141,67

P1 125,00 133,33 121,33 123,33

P2 131,67 106,67 135,00 113,33

P3 115,00 108,33 141,67 118,33

J3 P0 53,35 71,65 66,65 75,00

P1 83,30 76,65 73,35 75,00

P2 71,65 86,65 66,65 65,00

P3 70,00 86,70 88,30 66,65

Tabel 7. Efek Tunggal Perlakuan Jarak Tanam Terhadap Jumlah Umbi/plot (buah) Tanaman Bawang Merah pada Pengamatan Umur 4 MST.

Perlakuan Jumlah umbi/plot (buah)

Jarak Tanam

J1 (20 x 10 cm) 247,94 a

J2 (20 x 20 cm) 125,60 b

J3 (20 x 30 cm) 73,53 c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Beda Nyata Jujur (BNJ) 5 %.

Dari Tabel 7, dapat dilihat bahwa perlakuan jarak tanam memberikan pengaruh yang nyata pada peubah amatan jumlah umbi/plot pada pengamatan fase vegetatif (4 MST). Perlakuan jarak tanam 20 x 10 cm menghasilkan jumlah umbi/plot paling banyak, seangkan perlakuan jarak tanam 20 x 30 cm menghasilkan jumlah


(46)

Produksi Bobot Basah/Plot (g)

Data pengamatan produksi bobot basah tanaman bawang merah dan hasil analisis statistik sidik ragam terdapat pada Lampiran 17 dan 18. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan pupuk kandang sapi (K) dan pupuk ZA (P) berpengaruh tidak nyata terhadap produksi bobot basah. Sedang perlakuan jarak tanam (J) berpengaruh nyata terhadap produksi bobot basah. Produksi bobot basah pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang sapi dan perlakuan pupuk ZA terdapat pada Tabel 8.

Tabel 8. Produksi Bobot Basah/Plot (g) Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA.

K0 K1 K2 K3

J1 P0 14,03 14,65 13,79 14,39

P1 12,08 15,20 14,96 13,94

P2 13,53 14,24 14,84 15,24

P3 13,45 14,45 14,41 14,44

J2 P0 9,02 10,32 10,58 10,73

P1 10,52 11,33 11,08 10,70

P2 11,24 10,56 11,69 11,15

P3 10,18 10,39 11,08 12,46

J3 P0 4,07 5,72 5,33 4,62

P1 5,35 4,91 6,60 5,21

P2 4,71 6,78 5,68 6,86


(47)

Tabel 9. Efek Tunggal Perlakuan Jarak Tanam Terhadap Produksi Bobot Basah/Plot (g) Tanaman Bawang Merah.

Perlakuan Bobot Basah/Plot g) Jarak Tanam

J1 (20 x 10 cm) 14,23 a

J2 (20 x 20 cm) 10,81 b

J3 (20 x 30 cm) 5,41 c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Beda Nyata Jujur (BNJ) 5 %.

Dari Tabel 9, dapat dilihat bahwa pada pengamatan produksi bobot basah, pengaturan jarak tanam J1 (20 x 10 cm) memberikan produksi bobot basah yang

terbaik.

Produksi Bobot Kering/Plot (g)

Data pengamatan produksi bobot kering tanaman bawang merah dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 18.

Tabel 10. Produksi Bobot kering/Plot Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA.

K0 K1 K2 K3

J1 P0 11,24 11,74 11,00 10,45

P1 10,16 11,23 11,62 11,53

P2 10,90 11,30 10,67 11,56

P3 11,26 10,76 12,01 11,29

J2 P0 7,60 8,56 8,00 7,65

P1 7,91 8,40 8,95 8,51

P2 9,11 7,60 9,01 8,95

P3 8,59 8,39 8,69 9,96

J3 P0 3,35 4,49 3,44 3,70

P1 4,39 4,09 5,02 3,72

P2 3,60 5,81 4,47 5,50

P3 3,94 4,54 4,70 3,92

Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan pupuk kandang sapi (K) dan pupuk ZA (P) berpengaruh tidak nyata terhadap produksi bobot basah.


(48)

Sedang perlakuan jarak tanam (J) berpengaruh nyata terhadap produksi bobot kering. Produksi bobot kering pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang sapi dan perlakuan pupuk ZA terdapat pada Tabel 10.

Tabel 11. Efek Tunggal Perlakuan Jarak Tanam Terhadap Produksi Bobot Kering/Plot (g) Tanaman Bawang Merah.

Perlakuan Bobot Kering/Plot (g) Jarak Tanam

J1 (20 x 10 cm) 11,17 a

J2 (20 x 20 cm) 8,48 b

J3 (20 x 30 cm) 4,29 c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Beda Nyata Jujur (BNJ) 5 %.

Dari Tabel 11, dapat dilihat bahwa pada pengamatan produksi bobot kering, pengaturan jarak tanam J1 (20 x 10 cm) memberikan produksi bobot kering yang

terbaik.

Kandungan C-Organik Tanah (%)

Perlakuan jarak tanam, pupuk kandang sapi, dan pupuk ZA sebagaimana hasil dari analisis statistik sidik ragam (Lampiran 19 dan 20), menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap peubah amatan kandungan C-organik pada saat setelah panen. Kandungan C-organik tanah tanaman pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang sapi dan perlakuan pupuk ZA terdapat pada Tabel 12.


(49)

Tabel 12. Kandungan C-Organik (%) tanah Tanaman Bawang Merah Pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi, dan Perlakuan Pupuk ZA .

K0 K1 K2 K3

J1 P0 1,26 1,41 1,46 1,34

P1 1,42 1,19 1,56 1,36

P2 1,27 1,45 1,50 1,43

P3 1,25 1,49 1,53 1,36

J2 P0 1,21 1,35 1,40 1,43

P1 1,10 1,46 1,38 1,23

P2 1,33 1,26 1,26 1,36

P3 1,38 1,22 1,35 1,52

J3 P0 1,51 1,54 1,80 1,27

P1 1,39 1,45 1,97 1,75

P2 1,31 1,67 1,67 1,71

P3 1,36 1,48 1,49 1,52

Serapan S (mg/g)

Perlakuan jarak tanam, pupuk kandang sapi, dan pupuk ZA sebagaimana hasil dari analisis statistik sidik ragam (Lampiran 19 dan 20), menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap peubah amatan serapan S pada saat umbi telah dipanen. Serapan S tanaman pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang sapi dan perlakuan pupuk ZA terdapat pada Tabel 13.


(50)

Tabel 13. Serapan S (mg/g) Tanaman Bawang Merah Pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi, dan Perlakuan Pupuk ZA .

K0 K1 K2 K3

J1 P0 8,85 10,73 9,50 26,83

P1 13,88 10,22 15,14 12,36

P2 11,24 9,91 8,41 13,90

P3 9,02 9,10 11,11 10,63

J2 P0 11,00 15,24 14,61 14,81

P1 12,34 16,75 28,92 11,15

P2 13,44 9,72 19,55 10,79

P3 12,83 9,00 9,16 15,53

J3 P0 16,80 13,58 11,67 18,43

P1 13,97 22,33 8,25 8,91

P2 10,80 9,68 18,69 19,39

P3 11,08 12,73 8,66 17,05

Ketajaman Aroma Bawang Merah

Data Pengamatan tingkat ketajaman aroma bawang merah dengan cara uji organoleptik terdapat pada tabel 10, seperti berikut ini.

Tabel 10. Hasil Uji Organoleptik Tingkat Ketajaman Aroma Bawang Merah Varietas Kuning dengan Perlakuan Pupuk Kandang Sapi (K), dan Perlakuan Pupuk ZA (P).

Perlakuan K0 K1 K2 K3 Rataan P

P0 3 3 2 2 2

P1 2 3 3 3 3

P2 3 3 3 2 3

P3 2 3 2 1 2

Rataan K 2 3 3 2

Keterangan :

Nilai skor 4 = pedas sekali Nilai skor 3 = pedas

Nilai skor 2 = sedang pedas Nilai skor 1 = tidak pedas


(51)

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan yang menghasilkan aroma paling pedas dengan skor 3 adalah: perlakuan pupuk kandang 10 ton/ha dan tanpa pupuk ZA (K1 P0), perlakuan pupuk kandang 10 ton/ha dan pupuk ZA 300

kg/ha (K1 P2), perlakuan pupuk kandang 10 ton/ha dan pupuk ZA 450 kg/ha (K1 P3),

serta perlakuan pupuk kandang 20 ton/ha dan pupuk ZA 150 kg/ha (K2 P1). Aroma

yang paling tidak pedas dihasilkan dengan perlakuan pupuk kandang 30 ton/ha dan pupuk ZA 450 kg/ha (K3 P3),

WARNA

Pada peubah amatan warna umbi yang dilakukan secara visual menunjukkan pengaruh yang tidak nyata dari perlakuan, yang semuanya menunjukkan skor 4 seperti pada tabel 11.

Tabel 11. Hasil Skoring Warna Umbi Bawang Merah Varietas Kuning.

Perlakuan K0 K1 K2 K3 Rataan P

P0 4 4 4 4 4

P1 4 4 4 4 4

P2 4 4 4 4 4

P3 4 4 4 4 4

Rataan K 4 4 4 4

Keterangan Warna : Warna Skor

1 2 3 4


(52)

Pembahasan

Pengaruh Pupuk ZA Pertumbuhan, Produksi dan Kualitas Produksi Tanaman Bawang Merah.

Pemberian pupuk ZA berpengaruh tidak nyata pada semua peubah amatan pertumbuhan dan produksi yang diuji secara statistik. Tidak nyatanya pengaruh pupuk ZA pada peubah amatan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan produksi, diduga karena oleh beberapa hal, seperrti : tanah yang ditanami mengandung pasir yang tinggi seperti pada hasil analisa awal tanah yaitu kandungan pasirnya 51 % dan termasuk katagori tinggi (Lampiran 1). Sifat tanah seperti ini, diduga yang menyebabkan tingkat kehilangan unsur hara tinggi akibat pencucian sehingga tanaman kurang mendapatkan unsur hara. Hardjowigeno (2003), menyatakan bahwa tanah-tanah yang bertekstur pasir, karena butir-butirnya berukuran lebih besar, maka setiap satuan berat (misalnya setiap gram) mempunyai luas permukaan yang lebih kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara. Menurut Kohnke (1968); Tisdale dkk (1985) dalam Syukur, (2005), menyatakan bahwa pada umumnya tanah berpasir mempunyai sifat-sifat yang kurang sesuai bagi pertumbuhan tanaman antara lain kurang mampu menyediakan air dan unsur hara sehingga tanaman pada umumnya mengalami kekahatan (defisiensi) hara dan kekurangan air. Kemampuan menyediakan udara yang berlebihan di tanah ini mempunyai pengaruh yang kurang baik, yaitu mempercepat pengeringan tanah dan oksidasi bahan organik. Penambahan hara lewat pemupukan di tanah ini tidak efisien karena kemampuan mengikat hara tanah ini kecil sehingga hara tersebut banyak yang hilang melalui pencucian maupun penguapan. Selanjutnya dinyatakan bahwa tanah


(53)

berpasir mempunyai pori makro yang lebih banyak dibanding pori mikro, maka kondisi tanah dilapangan kebanyakan aerob. Kondisi aerob menyebabkan nitrifikasi berjalan intensif, N dalam bentuk NO3- lebih besar dibanding NH4+ sehingga

kemungkinan hilangnya N akibat pencucian lebih besar.

Dugaan lain adalah aplikasi pupuk ZA yang tidak efisien karena caranya yang disebar pada tengah-tengah larikan sehingga jauh dari tanaman, sementara tipe perakaran tanaman bawang merah yang pendek menyebabkan tanaman bawang merah kurang mendapat pasokan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan produksi. Rahayu dan. Berlian (2007) menyatakan bahwa bawang merah merupakan tanaman semusim berbentuk rumpun. Akarnya berbentuk akar serabut yang tidak panjang, karena sifat perakaran inilah bawang merah tidak tahan kering.

Pemberian pupuk urea juga tidak efisien diberikan pada tanah yang kandungan pasirnya tinggi, karena banyak hilang akibat terjadinya pencucian pada saat penyiraman atau hujan, hal tersebut terjadi pula pada pemberian pupuk KCl. Pemberian pupuk Urea dan ZA diduga menyebabkan pH tanah bertambah asam, dan pemberian pupuk fosfat (SP-36) menjadi tidak efisien karena pada pH yang asam pupuk fosfat menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Dari sejumlah fospat yang larut dalam air tanah akan cepat sekali ditransformasikan secara kimia ke bentuk-bentuk senyawa yang sukar larut seperti Al-P/varisit (Al(OH)2 H2 PO4) dan Fe-P/stringit

(Fe(OH)2 H2 PO4) (Hidayat, 2000).

Data peubah amatan tingkat ketajaman aroma dengan uji organoleptik menunjukkan kecenderungan peningkatan ketajaman aroma dengan pemberian pupuk


(54)

sama dan cenderung lebih tajam aromanya dibanding perlakuan pupuk ZA yang lain. Hal ini diduga karena pemberian pupuk ZA sampai batas 150 kg/ha menghasilkan serapan S yang paling tinggi (14,52 mg/g), tetapi pemberian pupuk ZA sampai 450 kg/ha ketajaman aromanya berkurang karena serapan S menurun (11,32 mg/g), dimana unsur S berperan dalam pembentukan senyawa (Alliin) yang berpengaruh dalam kepedasan bawang merah. Menurut Windholz dkk (1983), senyawa Alliin

mempunyai rumus kimia sebagai berikut : O NH2

|| |

CH2=CHCH2SCH2CHCOOH

Serapan S menjadi menurun jika pemberian pupuk ZA ditambah terus, hal ini diduga pemberian ZA menyebabkan pH tanah menjadi lebih asam karena adanya proses nitrifikasi yang melepaskan sejumlah ion H+, seperti reaksi berikut ini:

2 NH4+ + 3O2 Nitromonas >2NO2- + 2H2O + 4 H+ + E

2 NO2- + O2 Nitrobacter > 2NO3- + E

Kondisi pH yang rendah pada tanah berpasir menyebabkan kelarutan N menjadi tinggi karena aktivitas nitrifikasi yang intersif, dan NO3- yang tersimpan sementara

dalam tapak jerapan juga tinggi dibanding SO42- yang juga sama-sama anion, dan

tanaman cenderung menyerap ion yang jumlahnya paling banyak. Kompetisi penyerapan hara juga terjadi di permukaan akar.

Pengaruh Pupuk Kandang Sapi Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Kualitas Produksi Tanaman Bawang Merah.

Pemberian pupuk kandang sapi sebagai pupuk organik berpengaruh tidak nyata pada hampir semua peubah amatan yang diuji secara statistik, kecuali pada


(55)

peubah amatan tinggi tanaman umur 4 MST dan 6 MST. Tidak nyatanya pengaruh pupuk kandang sapi terhadap kandungan C-organik, diduga bahan organik banyak yang hilang (habis) karena tingkat mineralisasi yang tinggi pada tanah berpasir sebab suhunya yang relatif panas tetapi rasio C/N kecil sehingga tidak banyak menyumbang unsur hara. C/N rasio yang kecil pupuk kandang sapi tersebut sudah masuk dalam katagori humus yang merupakan bahan organik halus sehingga kurang perperan dalam memperbaiki struktur tanah. Hardjowigeno (2003), menyatakan bahwa bahan organik dalam tanah terdiri dari bahan organik kasar dan bahan organik halus atau humus. Humus terdiri dari bahan organik halus yang berasal dari hancuran bahan organik kasar serta senyawa-senyawa baru yang dibentuk dari hancuran bahan organik tersebut melalui kegiatan mikroorganisme di dalam tanah.

Akibat C-organik banyak yang hilang dan struktur tanah yang tidak terperbaiki karena kandungan pasir yang tinggi diduga menyebabkan kehilangan nitrogen pada saat berlangsungnya proses dekomposisi pupuk kandang sapi dalam tanah akibat volatilisas, dengan demikian tanaman kurang mendapatkan unsur hara. Menurut Tisdale dkk (1999), menyatakan bahwa nitrogen dalam tanah dapat tervolatilisasi dalam bentuk amoniak (NH3). Volatilisasi dapat terjadi terutama pada

tanah-tanah berpasir yang temperaturnya relatif tinggi. Kemungkinan lain hilangnya nitrogen dalam tanah adalah adanya pencucian nitrat (NO3- ) pada saat hujan dan

penyiraman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutedjo dkk (1991), menyatakan bahwa nitrogen tanah dapat hilang pada saat pencucian nitrat.


(56)

diberikan maka tinggi tanaman akan bertambah. Hal ini diduga karena pupuk kandang mempunyai sifat melepaskan unsur hara secara pelahan-lahan (slow release), dan diduga pada umur 4 MST dan 6 MST pupuk kandang baru dapat di serap oleh tanaman. Pemberian pupuk kandang sapi 10 ton/ha sampai 30 ton/ha menghasilkan tinggi tanaman yang lebih dibanding tanpa pemberian pupuk kandang sapi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mayun (2007) pada perlakuan pemberian pupuk kandang sapi tanpa pemberian mulsa jerami padi dari 10 ton/ha sampai dengan 30 ton/ha memberikan tinggi tanaman yang relatif sama (non signifikan) dan berbeda dengan tanpa pemberian pupuk kandang sapi. Selanjutnya dinyatakan bahwa pada pemberian pupuk kandang sapi tanpa penggunaan mulsa keadaanya relatif tercekam dibanding dengan menggunakan mulsa sehingga pengaruh pemberian pupuk kandang sapi baru nampak pada pemupukan yang cukup tinggi (40 ton/ha dan 50 ton/ha). Sementara pada penelitian ini tidak ada perlakuan penggunaan mulsa, sehingga diduga dengan kondisi tanah berpasir, suhu relatif lebih tinggi dan kelembaban rendah sehingga iklim mikro untuk perakaran tidak baik, artinya pertumbuhan perakaran tidak maksimal untuk mengambil unsur hara yang diberikan. Keadaan tersebut diperparah lagi dengan adanya kehilangan unsur hara yang tinggi.

Data peubah amatan tingkat ketajaman aroma dengan uji organoleptik menunjukkan kecenderungan peningkatan ketajaman aroma dengan pemberian pupuk pupuk kandang sapi. Perlakuan pupuk kandang sapi sampai 10 ton/ha (K1)

mempunyai skor paling tinggi sehingga cenderung lebih tajam aromanya dibanding perlakuan pupuk kandang sapi lainnya dan bila pupuk kandang sapi ditambah terus maka tingkat ketajamannya berkurang walaupun serapan S terus meningkat. Hal ini


(57)

diduga karena dalam pupuk kandang unsur hara yang diserap tidak hanya unsur S tapi masih ada unsur hara lainnya, baik unsur hara makro dan mikro. Selain itu rasio unsur hara S dalam pupuk kandang sangat kecil dibanding dalam pupuk ZA misalnya.

Pengaruh Jarak tanam Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Kualitas Produksi Tanaman Bawang Merah.

Jarak tanam berpengaruh tidak nyata pada hampir semua peubah amatan yang diuji secara statistik, kecuali pada peubah amatan produksi bobot basah, produksi bobot kering. Tidak nyatanya pengaruh jarak tanam ini pada peubah amatan yang berhubungan dengan pertumbuhan tanaman, diduga karena bentuk morfologi daun yang memanjang dan tegak ke atas menyebabkan tidak terjadinya kompetisi dalam mendapatkan sinar matahari. Rahayu dan. Berlian (2007), menyatakan bahwa bawang merah merupakan tanaman semusim berbentuk rumpun yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 15 – 50 cm dan membentuk rumpun. Aplikasi pupuk yang disebar di tengah-tengah juga menyebakan perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh nyata pada peubah amatan. Aplikasi pupuk yang demikian menyebabkan pada jarak tanam 20 x 20 cm dan 20 x 30 cm yang populasi tanamannya lebih sedikit dibandingkan dengan jarak tanam 10 x 10 cm menjadi tidak mendapatkan pupuk yang lebih banyak, padahal seharusnya pupuk yang didapat lebih banyak

Produksi basah maupun produksi kering pada penelitian ini terlihat semakin besar dengan semakin padatnya tanaman per plot, jelas bahwa dengan kerapatan yang makin rapat, jumlah tanaman yang ditanam semakin rapat, jumlah tanaman yang ditanam semakin banyak, sehingga produksi semakin tinggi. Dari ketiga perlakuan


(58)

populasi tanaman 50/m2, menghasilkan produksi bobot basah dan produksi bobot kering tertinggi dibanding dengan perlakuan jarak tanam lainnya. Diduga karena semakin rapat jarak tanam maka semakin banyak jumlah umbi/plot, dimana jarak tanam yang paling rapat (20 x 10 cm) atau (J1) menghasil jumlah umbi terbanyak

yaitu 247,94 umbi/plot (Tabel 5). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Aliudin, (1988), bahwa produksi panen maupun produksi kering, cenderung semakin besar dengan semakin padatnya tanaman per plot. Selanjutnya ditambahkan, bahwa dengan kerapatan yang makin rapat, jumlah tanaman yang di tanam makin rapat, jumlah tanaman yang di tanam makin banyak, sehngga produksi makin tinggi. Demikian pula dengan Hasil penelitian Sutapradja, (2007), menyatakan makin tinggi kerapatan tanaman makin tinggi pula hasil bobot umbi segar, bobot umbi kering, dan jumlah umbi total per petaknya. Hasil tersebut disebabkan karena populasi tanaman per petak makin banyak dengan meningkatnya kerapatan tanaman. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Stallen dan Hilman (1991) dan Brewster dkk (1991) dalam

Sutapraja, (2007), bahwa hasil umbi total per satuan luas meningkat dengan meningkatnya kerapatan tanaman.

Pengaruh Interaksi Perlakuan Jarak Tanam, Pupuk Kandang Sapi, dan Pupuk ZA Pertumbuhan, Produksi, dan Kualitas Produksi Tanaman Bawang Merah.

Hasil penelitian menunjukkan interaksi perlakuan jarak tanam, pupuk kandang sapi, dan pupuk ZA (J x K x P) memberikan perbedaan yang tidak nyata pada semua peubah amatan. Hal ini disebabkan karena secara umum perlakuan pupuk kandang sapi yang berfungsi sebagai pembenah tanah, banyak yang tidak memberikan pengaruh yang nyata pada hampir semua peubah amatan, baik peubah amatan yang


(59)

berhubungan dengan sifat-sifat tanah, pertumbuhan dan produksi. Tidak nyatanya pengaruh perlakuan ini, diduga pupuk ZA yang diberikan tidak efisien karena sifat tanah tidak dapat diperbaiki dengan pemberian pupuk kandang sapi, karena mempunyai C/N rasio yang kecil (hanya bernilai 8,5). Jarak tanam tidak memberikan dampak karena penyediaan unsur hara yang lebih baik sesuai yang diharapkan tidak terjadi akibat pola perakaran yang pendek. Hasil penelitian Asandhi dkk (2005), bahwa pemberian pupuk organik yang C/N rasionya rendah (ampas tebu C/N-nya 10 dan bokasi jerami C/N-nya 11) belum mempengaruhi terhadap pertumbuhan tanaman bawang merah yang ditanam pada musim kemarau. Hanafiah (2007), menyatakan bahwa C/N rasio humus antara 10 -12 yang memberikan dampak positif pada tanah, antara lain : luas permukaan dan daya jerap jauh melebihi liat, sehingga mempunyai kapsitas tukar kation (KTK) 150 – 300 me/100 g dibanding liat 8 – 100 me/100 g, dan daya jerap air 80 – 90 % ketimbang liat hanya 15 – 20 %; daya kohesi dan plastisitasnya rendah, sehingga mengurangi sifat lekat liat dan membantu granulasi agregat tanah; mempunyai kemampuan untuk meningkatkan ketersediaan hara, seperti Ca, Mg, dan K; merupakan sumber energi bagi mikrobia heterotrofik; dan menyebabkan warna tanah menjadi gelap.

Bebarapa hal yang diduga penyebab tidak nyatanya perlakuan dalam penelitian ini adalah efek dari iklim mikro tanah seperti kelembaban rendah, suhu yang tinggi menyebabkan daerah perakaran tidak optimal untuk perkembangan akar, sifat fisik dan kimia tanah yang menurunkan efisiensi pemupukan. Berdasarkan penelitian ini maka perlu dipertimbangkan beberapa hal untuk memperbaiki


(60)

tanam 20 x 10 cm. Pemberian mulsa akan menambah bahan organik tanah, merubah iklim mikro seperti kelembaban dan suhu menjadi lebih baik, efisiensi pemupukan meningkat karena pencucian dan penguapan dapat berkurang, memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, yang pada akhirnya pertumbuhan dan produksi tanaman akan lebih baik. Pengaturan jarak tanam 20 x 10 menyebabkan jumlah populasi tanaman lebih banyak sehingga produksinya lebih banyak pula dibanding jarak tanam 20 x 20 atau 20 x 30.


(61)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

 Aplikasi pupuk ZA tidak meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman bawang merah, kecuali pemberian pupuk ZA cenderung meningkatkan kualitas produksi (ketajaman aroma bawang merah).

 Aplikasi pupuk kandang sapi tidak meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah, kecuali pemberian pupuk kandang sapi hingga dosis 10 ton/ha meningkatkan tinggi tanaman umur 4 MST dan 6 MST dan cenderung meningkatkan ketajaman aroma bawang merah.

 Perlakuan jarak tanam tidak meningkatkan pertumbuhan bawang merah tetapi meningkatkan produksi. Bobot basah dan bobot kering tertinggi dicapai pada pengaturan jarak tanam 20 x 10 cm.

 Secara umum interkasi pupuk ZA, pupuk kandang sapi dan jarak tanam tidak mempengaruhi pertumbuhan, dan produksi bawang merah.

Saran

Untuk meningkatkan produktivitas bawang merah di tanah berpasir disarankan menanam pada jarak tanam yang rapat, dengan jarak tanam 20 x 10 cm. Perlu adanya pengujian lebih aplikasi pupuk kandang dan pupuk ZA dengan memakai mulsa.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Aliudin, 1988. Pengaruh Kerapatan Tanaman dan Pemakaian Mulsa Jerami Pada Bawang Merah (Allium Ascalonicum, L.). Bulletin Penelitian Hortikultura Vol XVI No. 1. Balai Penelitian Tanaman Sayuran dan Hortikultura Lembang. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta.

Asandhi A. A., Nurtika N., dan Sumarni N. 2005. Optimasi Pupuk dalam Usahatani LEISA Bawang Merah di Dataran Rendah. Jurnal Hortikultura 15(3):199-207. Balai Penelitian Tanaman Sayuran dan Hortikultura Lembang. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta.

Atmojo S. W., 2003. Kesuburan tanah dan Upaya Pengelolaannya. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Sebelas Maret University Press Surakarta.

BPS, 2004. Luas Pertanaman Bawang Merah Di Sumatera Utara. Biro Pusat Statistik. Jakarta.

Deptan, 2004. Model Distribusi Bawang Merah. Direktorat Tanaman Sayuran dan Biofarmaka. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. Departemen Pertanian. Jakarta.

Deptan, 2005. Teknologi Budidaya Tanaman Bawang Merah. Direktorat Tanaman Sayuran dan Biofarmaka Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. Departemen Pertanian. Jakarta.

Deptan, 2003. Pengembangan Usaha Agribisnis Bawang Merah Terpadu. Direktorat Tanaman Sayuran, Hias, dan Aneka Tanaman. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. Departemen Pertanian. Jakarta.

Gomez dan Gomez, 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.

Hanafiah K. A., 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Hardjowigeno S., 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.

Hardjowigeno S., 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta.


(63)

Hidayat F., Syamsulbahri dan Santoso M., 2000. Peranan Air dan Fosfor Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.). Universitas Widya Gama Malang.

Limbongan J. dan Maskar, 2003.. Potensi Pengembangan dan Ketersediaan Teknologi Bawang Merah Palu Di Sulawesi Tengah. Balai Pengkajian Teknologi Papua. Jurnal Litbang Pertanian, 22 (3). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Lubis A. M., Amrah G., Go Ban Hong, Nyapa M. Y., Pulung M., Hakim N., 1985. Ilmu Kesuburan Tanah. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian UISU. Medan.

Mayun I. A., 2007. Efek Mulsa Jerami Padi dan Pupuk Kandang Sapi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah Di Daerah Pesisir. Agritop, 26 (1) : 33 – 40, ISSN : 02158620. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar, Bali.

Momuat O., Notohadiprawiro T., dan Soedarsono J., 2006. Serapan Belerang Di Dalam Tanaman Padi dan Penetapan Nilai Kritisnya dengan Cara Cate dan Nelson, dan Dimodifikasi. Repro: Ilmu Tanah Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Muhammad H., Sabiham S., Rachim A., dan Adijuwana H. 2001. Penentuan Batas Kritis Sulfat untuk Bawang Merah di Tanah Vertisol, Inceptisol, dan Entisol di Kabupaten Jeneponto. Jurnal Hortikultura. 11(2): 110-118. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Sutedjo M. M., Kartasapoetra G. A., dan Sastroatmodjo S. 1991. Mikro Biologi

Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.

Mursito D., dan Kawiji, 2001. Pengaruh Kerapatan Tanam dan Kedalaman Olah Tanah Terhadap Hasil Umbi Lobak (Raphanus sativus L.). Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Nur S. dan Ismiyati, 2007. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang dan Waktu Aplikasi Jamur Antagonis Trichoderma spp. Sebagai Pengendali Penyakit Layu Fusarium Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah. Jurnal Agrijati 6 (1), Desember.

Raharjo W. B, 2005. Kajian Pemberian Sulfur dan Zat Pengatur Tumbuh IAA terhadap Hasil Bawang Merah (Allium ascalonikum L.). Tesis tidak diterbitkan. Surakarta; Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret UNS. Rahayu E., dan Berlian N., 2004. Bawang Merah. Mengenal Varietas Unggul dan


(1)

K2 P0 143,33

P1 121,33

P2 135,00

P3 141,67

K3 P0 141,67

P1 123,33

P2 113,33

P3 118,33

J3 K0 P0 53,35

P1 83,30

P2 71,65

P3 70,00

K1 P0 71,65

P1 76,65

P2 86,65

P3 86,70

J3 K2 P0 66,65

P1 73,35

P2 66,65

P3 88,30

K3 P0 75,00

P1 75,00

P2 65,00

P3 66,65

LAMPIRAN 16. Analisis Sidik Ragam Jumlah Umbi/Plot (buah).

SK DB Fhit F05

Petak Utama:

Ulangan 2 2,04tn 6,94

J 2 178,60* 6,94

Galat (j) 4

Anak Petak:

K 3 3,05tn 3,16 J x K 6 2,10tn 2,66 Galat (k) 18


(2)

P 3 0,22tn 2,74 J x P 6 1,56tn 2,23 K x P 9 1,88tn 2,01 J x K x P 18 1,51tn 1,75 Galat (p) 72

Total 143

KK(j) = 31,14%

KK(k) = 15,57% KK(p) = 15,17%

LAMPIRAN 17. Data Pengamatan Produksi Bobot Kering dan Produksi Bobot Basah (g/Plot).

Hasil Pengamatan

Perlakuan Produksi Bobot

Kering

Produksi Bobot Basah

J1 K0 P0 11,24 14,03 P1 10,16 12,08 P2 10,90 13,53 P3 11,26 13,45 K1 P0 11,74 14,65 P1 11,23 15,20 P2 11,30 14,24 P3 10,76 14,45 K2 P0 11,00 13,79 P1 11,62 14,96 P2 10,67 14,84 P3 12,01 14,41 K3 P0 10,45 14,39 P1 11,53 13,94 P2 11,56 15,24 P3 11,29 14,44


(3)

J2 K0 P0 7,60 9,02 P1 7,91 10,52 P2 9,11 11,24 P3 8,59 10,18 K1 P0 8,56 10,32 P1 8,40 11,33 P2 7,60 10,56 P3 8,39 10,39 K2 P0 8,00 10,58 P1 8,95 11,08 P2 9,01 11,69 P3 8,69 11,08 K3 P0 7,65 10,73 P1 8,51 10,70 P2 8,95 11,15 P3 9,69 12,46 J3 K0 P0 3,35 4,07

P1 4,39 5,35 P2 3,60 4,71 P3 3,94 5,29 K1 P0 4,49 5,72 P1 4,09 4,91 P2 5,81 6,78 P3 4,54 5,54

K2 P0 3,44 5,33 P1 5,02 6,60 P2 4,47 5,68 P3 4,70 5,40 K3 P0 3,70 4,62 P1 3,72 5,21 P2 5,50 6,86 P3 3,92 4,55

LAMPIRAN 18. Analisis Sidik Ragam Produksi Bobot Kering dan Produksi Bobot Basah.

Fhit

SK DB


(4)

Kering Basah

Petak Utama:

Ulangan 2 6,79tn 3,54tn 6,94

J 2 38,51* 45,26* 6,94 Galat (j) 4

Anak Petak:

K 3 0,37tn 1,52tn 3,16 J x K 6 0,15tn 0,17tn 2,66

Galat (k) 18

Anak-anak Petak:

P 3 2,30tn 2,70tn 2,74 J x P 6 0,71tn 0,66tn 2,23

K x P 9 1,05tn 0,59tn 2,01 J x K x P 18 0,84tn 1,25tn 1,75 Galat (p) 72

Total 143

KK(j) = 48,48% 45,08% KK(k) = 25,86% 22,37% KK(p) = 13,53% 11,31%

LAMPIRAN 19. Data Pengamatan Kandungan C-organik Tanah (%) dan Serapan S (mg/g).

Data Pengamatan Perlakuan

C-organik Serapan S

J1 K0 P0 1,26 8,85 P1 1,42 13,88 P2 1,27 11,24 P3 1,25 9,02 K1 P0 1,41 10,73 P1 1,19 10,22 P2 1,45 9,91 P3 1,49 9,10 K2 P0 1,46 9,50


(5)

P1 1,56 15,14 P2 1,50 8,41 P3 1,53 11,11 K3 P0 1,34 26,83 P1 1,36 12,36 P2 1,43 13,90 P3 1,36 10,63 J2 K0 P0 1,21 11,00 P1 1,10 12,34 P2 1,33 13,44 P3 1,38 12,83 K1 P0 1,35 15,24 P1 1,46 16,75 P2 1,26 9,72 P3 1,22 9,00 K2 P0 1,40 14,61 P1 1,38 28,92 P2 1,26 19,55 P3 1,35 9,16 K3 P0 1,43 14,81 P1 1,23 11,15 P2 1,36 10,79 P3 1,52 15,53 J3 K0 P0 1,51 16,80 P1 1,39 13,97 P2 1,31 10,80 P3 1,36 11,08 K1 P0 1,54 13,58 P1 1,45 22,33 P2 1,67 9,68 P3 1,48 12,73 K2 P0 1,80 11,67 P1 1,97 8,25 P2 1,67 18,69 P3 1,49 8,66 K3 P0 1,27 18,43 P1 1,75 8,91 P2 1,71 19,39 P3 1,52 17,05


(6)

LAMPIRAN 20. Analisis Sidik Ragam Kandungan C-organik dan Serapan S.

Fhit

SK DB

C-organik Serapan S F05

Petak Utama:

Ulangan 2 15,49tn 1,90tn 18,52

J 2 0,67tn 2,14tn 19,00 Galat (j) 4

Anak Petak:

K 3 3,79tn 0,97tn 3,86 J x K 6 0,56tn 1,18tn 3,37

Galat (k) 18

Anak-anak Petak:

P 3 0,12tn 1,15tn 2,80 J x P 6 0,77tn 0,35tn 2,34

K x P 9 0,68tn 1,24tn 2,15 J x K x P 18 1,02tn 0,86tn 1,90 Galat (p) 72

Total 143

KK(j) = 56,71% 34,36% KK(k) = 15,68% 49,14% KK(p) = 13,55% 50,93%