PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN DALAM PENGEFREISAN MAGNESIUM TERSUPLAI UDARA DINGIN

(1)

ABSTRACT

THE INFLUENCES OF CUTTING FACTOR TO THE SURFACE ROUGHNESS IN MILLING THE MAGNESIUM SUPPLIED WITH COOLING AIR

By

ANDRIYANSYAH

The use of magnesium material, as alternative to iron and steel, is becoming more popular. Besides the fact that it is lighter, magnesium is popular because it is available in a quite large quantity in this world. To make magnesium to be a machine component, there is a process needed to be done, which is known as machining process.

The machining process done in several conditions doe to the pharamater or factor in machining process.. The examples of cutting factor are feed rate, cutting speed, and deep of cutting. This research used magnesium as the material of research. The purpose of this research is to know the influence of cutting factor to the surface roughness of magnesium machined with milling process and supplied with cooling air from vortex tube cooler.

Cutting factor used in this research are feed rate and cutting speed. Feed rate used was three kinds, those are 0,15 mm/rev, 0,20 mm/rev, and 0,25 mm/rev. cutting speed used also three kinds, those are 23,18 m/min, 32,15 m/min and 42,7 m/min. Cooling air is released from vortex tube cooler with 15 oC of temperature.

The result of this research is found that feed rate affect the number of magnesium surface roughness very significan. It can makes the number of surface roughness higher. Another factor, cutting speed also affect the number of magnesium surface roughness. It can make the number of surface roughness decreased. The number of magnesium surface roughness is also affected by nose radius, vibration, and cutting force.

Keywords: magnesium material, surface roughness, milling, cutting factor, cooling air.


(2)

ABSTRAK

PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN DALAM PENGEFREISAN MAGNESIUM TERSUPLAI UDARA DINGIN

Oleh

ANDRIYANSYAH

Penggunaan magnesium sebagai bahan alternatif pengganti besi dan baja telah mulai dilakukan saat ini. Disamping memiliki sifat ringan, magnesium juga diketahui tersedia dalam jumlah yang cukup melimpah di alam. Untuk membuat magnesium menjadi komponen mesin, maka perlu dilakukan sebuah proses untuk mengolahnya. Proses ini yang disebut dengan proses pemesinan.

Proses pemesinan dikerjakan pada beberapa kondisi tertentu. Kondisi ini disebut dengan faktor atau parameter pemesinan. Contoh parameter pemesinan adalah gerak makan, kecepatan potong, dan kedalaman potong. Penelitian ini menggunakan magnesium sebagai bahan penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh parameter pemotongan terhadap kekasaran permukaan magnesium yang mengalami proses freis dan tersuplai udara dingin dari vortex tube cooler.

Parameter pemotongan yang diteliti pada penelitian ini adalah gerak makan dan kecepatan potong. Gerak makan yang digunakan ada tiga macam, yaitu 0,15 mm/rev, 0,20 mm/rev, dan 0,25 mm/rev. Kecepatan potong yang digunakan juga ada tiga macam, yaitu 23,18 m/min, 32,15 m/min dan 42,7 m/min. Adapun udara dingin berasal dari vortex tube cooler dengan suhu udara 15 oC.

Hasil dari penelitian ini adalah ditemukan bahwa gerak makan sangat memengaruhi kenaikan nilai kekasran permukaan magnesium. Sedangkan parameter pemotongan lain, yaitu kecepatan potong, juga memengaruhi nilai kekasaran permukaan magnesium. Kecepatan potong jika ditingkatkan dapat menurunkan nilai kekasaran permukaan magnesium. Nilai kekasaran permukaan magnesium juga dipengaruhi oleh nose radius, getaran yang timbul saat pemesinan, dan gaya pemotongan.

Keywords: magnesium , kekasaran permukaan, freis, parameter pemotongan, udara dingin.


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Magnesium adalah salah satu jenis logam yang dikategorikan logam ringan, di antara beberapa logam ringan yang biasa digunakan dalam struktur. Unsur magnesium ditemukan pada tahun 1808 di Inggris oleh Sir Humphrey Davey, pertama kali diproduksi oleh Deville dan Caron di Perancis pada tahun 1863. Magnesium termasuk unsur yang berlimpah yang ada dibumi, sekitar 2 % terdapat pada kulit bumi dan terlarut di dalam air laut dengan konsentrasi rata-rata 0,13 %. Magnesium ditemukan dalam 60 jenis mineral, di antaranya hanya dolomit, magnesit, dan carnalit, yang biasa dijadikan produk komersial (Padmanaban, 2011).

Magnesium memiliki sifat ringan, mudah terbakar dan mudah bereaksi dengan logam lain. Oleh karena itu, magnesium tidak cukup kuat dalam bentuk yang murni, sehingga magnesium dipadukan dengan berbagai elemen untuk mendapatkan sifat yang lebih baik, terutama kekuatan untuk rasio berat yang tinggi. Banyak diantara paduan magnesium sesuai untuk proses pengecoran, pembentukan, dan pemesinan untuk mendapatkan kualitas komponen yang baik. Salah satu sifat magnesium yang dominan adalah mudah beroksidasi


(4)

dengan cepat (pyrophpric), sehingga ada resiko/bahaya kebakaran yang mungkin terjadi. Oleh karena itu perlu ada tindakan pencegahan yang harus diambil ketika proses permesinan, grinding, atau pengecoran pasir magnesium. Meskipun demikian produk yang terbuat dari magnesium dan paduannnya tidak menimbulkan bahaya kebakaran selama proses pembuatannnya dapat dikontrol (Suhairi, 2010).

Magnesium banyak digunakan dalam komponen industri dan pertanian, misalnya untuk melapisi bahan-bahan yang terbuat dari besi dan baja, seperti barang-barang elektronik. Magnesium juga digunakan sebagai bahan untuk membuat pesawat terbang dan rudal karena sifatnya yang ringan (Padmanaban, 2011). Penggunan paduan magnesium (Mg) sangat banyak dalam dunia industri, terutama dalam industri otomotif. Penggunaan paduan Mg biasanya terdapat pada blok mesin. Ketahanan akan temperatur tinggi dan kekuatan yang baik menjadikannya banyak digunakan. Paduan magnesium juga digunakan dalam pembuatan pesawat terbang dan rudal, selain itu juga digunakan untuk melapisi barang-barang elektronik. (www.digilib.its.ac.id/ Aditya, 2012)

Ada beberapa penelitian yang kebanyakan dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dan metalurgi magnesium. Misalnya pada penelitian yang dilakukan oleh Bruni,dkk (2004) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh beban tarik dan temperatur terhadap perubahan mikrostruktur paduan magnesium AZ31. Pada penelitian ini diketahui bahwa perubahan


(5)

mikrosrtuktur terjadi seiring dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya beban tarik. Permukaan magnesium hasil pemotongan memilki permukaan yang kasar jika suhu pemotongan semakin tinggi. Penelitian mengenai pemesinan magnesium meski sedikit seperti yang dilakukan oleh Fang, dkk (2002) bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari temperatur sisi ( flank temperature) selama proses pemotongan paduan magnesium dengan menggunakan kecepatan tinggi (high speed) terhadap kemungkinan terjadinya kebakaran pada paduan magnesium. Hal itu dapat diketahui dengan melakukan pemotongan terhadap paduan magnesium dengan berbagai kondisi temperatur dan melihat hasil uji SEM pada serpihan hasil pemotongan paduan magnesium. Hasilnya dapat diketahui bahwa dibawah suhu 302 C tidak ditemukan adanya titik nyala api pada serpihan. Penelitian lain adalah yang dilakukan oleh Buldum,dkk (2011) yang bertujuan mengetahui bagaimana kemampumesinan (machinability) dari magnesium dalam proses pemesinan, yaitu pembubutan, freis dan pengeboran. Dalam penelitiannya Buldum,dkk merekomendasikan penggunaan kecepatan potong yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kecepatan potong yang digunakan pada pemotongan magnesium. Peningkatan kecepatan potong akan mengakibatkan temperatur permukaan benda kerja meningkat dan geram yang dihasilkan ketebalannya akan lebih rendah. Semakin rendah kecepatan potong maka geram akan semakin besar dan temperatur permukaan benda kerja juga akan rendah.

Selanjutnya pada penelitian ini akan dibahas mengenai kekasaran permukaan magnesium setelah dilakukan proses pemesinan (milling) dengan


(6)

menggunakan pendingin udara (air cooling). Penelitian ini akan membahas kekasaran permukaan magnesium yang diberi udara dingin selama proses milling. Oleh karena itu penulis mengambil judul pada penelitian ini “ Pengaruh Parameter Pemotongan Terhadap Kekasaran permukaan Dalam pengefreisan Magnesium Tersuplai Udara Dingin

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh parameter pemotongan terhadap nilai kekasaran permukaan magnesium setelah mengalami proses pemesinan dengan menggunakan udara dingin (air cooling ) keluaran vortex tube cooler.

C. Batasan Masalah

Batasan masalah diberikan agar pembahasan dari hasil yang didapatkan lebih terarah. Adapun batasan masalah yang diberikan pada penelitian ini yaitu :

1. Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin frais vertical tipe mount and knee.

2. Bahan yang digunakan adalah magnesium.

3. Udara dingin diberikan melalui alat air cooling tipe vortex tube cooler. 4. Perhitungan kekasaran permukaan menggunakan alat surface tester.

5. Pahat yang digunakan adalah pahat HSS dengan metode end milling dan diameter pahat 8 mm.

6. Parameter pemotongan yang divariasikan adalah kecepatan potong dan gerak makan.


(7)

D. Hipotesis

Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah nilai kekasaran permukaan magnesium dipengaruhi oleh parameter pemotongan, yaitu kecepatan potong (cutting speed) dan gerak makan (feed rate).

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:

Bab I, Pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah secara jelas, tujuan, batasan masalah, hipotesis dan sistematika penulisan.

Bab II. Tinjauan Pustaka, berisikan landasan teori yang merupakan teori-teori dasar yang meliputi : penjelasan tentang magnesium, pemesinan magnesium, mesin frais, tekstur permukaan, pemesinan kering dan vortex tube.

Bab III. Metode Penelitian, menerangkan tentang beberapa tahapan persiapan sebelum pengujian, prosedur pengujian, dan diagram alir pengujian.

Bab IV. Hasil Dan Pembahasan, berisi tentang data-data yang didapatkan dari pengujian motor dan dipakai dalam melakukan analisis, perhitungan dan pembahasan serta evaluasi terhadap hasil perhitungan tersebut.

Bab V. Simpulan Dan Saran, yang berisikan simpulan yang diambil dari pembahasan masalah dan saran yang dapat diberikan dari penelitian ini.

Daftar Pustaka; Berisikan literatur-litelatur atau referensi-referensi yang diperoleh penulis untuk menunjang penyusunan laporan tugas akhir ini.


(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Magnesium dan Paduannya 1. Magnesium

Magnesium adalah unsur kedelapan yang paling berlimpah dan merupakan sekitar 2% dari berat kerak bumi dan merupakan unsur yang paling banyak ketiga terlarut dalam air laut. Magnesium sangat melimpah di alam dan ditemukan dalam bentuk mineral penting didalam bebatuan , seperti dolomit, magnetit, dan olivin. Ini juga ditemukan dalam air laut, air asin bawah tanah dan lapisan asin. Ini adalah logam struktural ketiga yang paling melimpah di kerak bumi, hanya dilampaui oleh aluminium dan besi. Amerika Serikat secara umum menjadi pemasok utama dunia logam ini. Amerika Serikat memasok 45% dari produksi dunia, bahkan pada tahun 1995 Dolomit dan magnesit ditambang sampai sebatas 10 juta ton per tahun, di negara-negara seperti Cina, Turki, Korea Utara, Slowakia, Austria, Rusia dan Yunani. Aplikasi senyawa Magnesium digunakan sebagai bahan tahan api dalam lapisan dapur api untuk menghasilkan logam (besi dan baja, logam nonferrous), kaca, dan semen. Dengan kepadatan hanya dua pertiga dari aluminium, magnesium memiliki banyak aplikasi dalam kasus di mana berat


(9)

yang ringan sangat penting, yaitu dalam konstruksi pesawat terbang dan rudal. Ia juga memiliki banyak kegunaan kimia dan sifat metalurgi yang baik, sehingga membuatnya sesuai untuk berbagai aplikasi non-struktural lainnya. Magnesium banyak digunakan dalam industri dan pertanian. Kegunaan lain meliputi: penghapusan bentuk belerang besi dan baja, pelat photoengraved dalam industri percetakan, mengurangi agen untuk produksi uranium murni dan logam lainnya dari garamnya, fotografi senter, flare, dan kembang api. Magnesium adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol Mg dan nomor atom 12 serta berat atom 24,31. Magnesium adalah elemen terbanyak kedelapan yang membentuk 2% berat kulit bumi, serta merupakan unsur terlarut ketiga terbanyak pada air laut. Logam alkali tanah ini terutama digunakan sebagai zat campuran (alloy) untuk membuat campuran alumunium-magnesium yang sering disebut "magnalium" atau "magnelium". Magnesium merupakan salah satu jenis logam ringan dengan karakteritik sama dengan aluminium tetapi magnesium memiliki titik cair yang lebih rendah dari pada aluminium. Seperti pada aluminium, magnesium juga sangat mudah bersenyawa dengan udara (Oksigen). Perbedaannya dengan aluminium ialah dimana magnesium memiliki permukaan yang keropos yang disebabkan oleh serangan kelembaban udara karena oxid film yang terbentuk pada permukaan magnesium ini hanya mampu melindunginya dari udara yang kering. Unsur air dan garam pada kelembaban udara sangat mempengaruhi ketahanan lapisan oxid pada magnesium dalam melindunginya dari gangguan korosi. Untuk itu benda kerja yang menggunakan bahan magnesium ini diperlukan lapisan tambahan


(10)

perlindungan seperti cat atau meni. Magnesium murni memiliki kekuatan tarik sebesar 110 N/mm2 dalam bentuk hasil pengecoran (Casting), angka kekuatan tarik ini dapat ditingkatkan melalui proses pengerjaan. Magnesium bersifat lembut dengan modulus elastis yang sangat rendah. Magnesium memiliki perbedaan dengan logam-logam lain termasuk dengan aluminium, besi tembaga dan nikel dalam sifat pengerjaannya dimana magnesium memiliki struktur yang berada didalam kisi hexagonal sehingga tidak mudah terjadi slip. Disamping itu, presentase perpanjangannya hanya mencapai 5 % dan hanya mungkin dicapai melalui pengerjaan panas.

2. Sifat Fisik Magnesium

Tabel 2.1 Sifat fisik Magnesium

Sifat fisik Magnesium paduan

Titik Cair, K 922 K

Titik Didih, K 1380 K

Energi Ionisasi 1 738 kJ/mol

Energi Ionisasi 11 1450 kJ/mol

Kerapatan massa (ρ) 1,74 g/cm3

Jari-jari atom 1,60 A

Kapasitas Panas 1,02 J/gK

Potensial Ionisasi 7,646 Volt Konduktivitas Kalor 156 W/mK Entalpi Penguapan 127,6 kJ/mol Entalpi Pembentukan 8,95 kJ/mol


(11)

3. Sifat Kimia Magnesium

1. Magnesium oksida merupakan oksida basa sederhana. 2. Reaksi dengan air:

MgO + H2O --> Mg(OH)2

3. Reaksi dengan udara: Menghasilkan MO dan M3N2 jika dipanaskan. 4. Reaksi dengan Hidrogen: tidak bereaksi

5. Reaksi dengan klor:

M + X2 --> (dipanaskan) --> MX2 (garam) 4. Sifat mekanik Magnesium

Rapat massa magnesium adalah 1,738 gram/cm3. Magnesium murni memiliki kekuatan tarik sebesar 110 N/mm2 dalam bentuk hasil pengecoran (Casting). ( Yunus,2012)

B. Proses Pembuatan Magnesium

Magnesium adalah elemen logam terbanyak ketiga (2%) di kerak bumi setelah besi dan aluminium. Kebanyakan magnesium berasal dari air laut yang mengandung 0,13% magnesium dalam bentuk magnesium klorida. Pertama kali diproduksi pada tahun 1808, logam magnesium dapat didapat dengan cara electrolitik atau reduksi termal. Pada metode elektrolisis, air laut dicampur dengan kapur (kalsium hidroksida) dalam tangki pengendapan.Magnesium hidroksida presipitat mengendap, disaring dan dicampur dengan asam klorida.Larutan ini mengalami elektrolisis (seperti yang dilakukan pada aluminium); agar eksploitasi menghasilkan logam


(12)

magnesium, yang kemudian dituang/dicor menjadi batang logam untuk diproses lebih lanjut ke dalam berbagai bentuk.

Dalam metode reduksi thermal, batuan mineral yang mengandung magnesium (dolomit, magnesit, dan batuan lainnya) dibagi dengan reduktor (seperti ferrosilicon serbuk, sebuah paduan besi dan silikon), dengan memanaskan campuran di dalam ruang vakum. Sebagai hasil reaksi ini, wujud uap dari magnesium, dan uap tersebut mengembun menjadi kristal magnesium. Kristal ini kemudian meleleh, halus, dan dituang menjadi batang logam untuk diproses lebih lanjut ke dalam berbagai bentuk.

C. Magnesium dan aplikasinya

Magnesium (Mg) adalah logam teknik ringan yang ada, dan memiliki karakteristik meredam getaran yang baik. Paduan ini digunakan dalam aplikasi struktural dan non-struktural dimana berat sangat diutamakan. Magnesium juga merupakan unsur paduan dalam berbagai jenis logam nonferro. Paduan magnesium khusus digunakan di dalam pesawat terbang dan komponen rudal, peralatan penanganan material, perkakas listrik portabel, tangga, koper, sepeda, barang olahraga, dan komponen ringan umum. Paduan ini tersedia sebagai produk cor/tuang (seperti bingkai kamera) atau sebagai produk tempa (seperti kontruksi dan bentuk balok/batangan, benda tempa, dan gulungan dan lembar plat). Paduan magnesium juga digunakan dalam percetakan dan mesin tekstil untuk meminimalkan gaya inersia dalam komponen berkecepatan tinggi.


(13)

Karena tidak cukup kuat dalam bentuk yang murni, magnesium dipaduankan dengan berbagai elemen untuk mendapatkan sifat khusus tertentu, terutama kekuatan untuk rasio berat yang tinggi. Berbagai paduan magnesium memiliki pengecoran, pembentukan, dan karakteristik permesinan yang baik. Karena magnesium mengoksidasi dengan cepat (pyrophpric), ada resiko/bahaya kebakaran, dan tindakan pencegahan yang harus diambil ketika proses permesinan, grindling, atau pengecoran pasir magnesium. Meskipun demikian produk yang terbuat dari magnesium dan paduannnya tidak menimbulkan bahaya kebakaran selama penggunaannya normal.

Sifat-sifat mekanik magnesium terutama memiliki kekuatan tarik yang sangat rendah.Oleh karena itu magnesium murni tidak dibuat dalam teknik.Paduan magnesium memiliki sifat-sifat mekanik yang lebih baik serta banyak digunakan Unsur-unsur paduan dasar magnesium adalah aluminium, seng dan mangan. ( Lukman, 2008)

Penambahan Al diatas 11%, meningkatkan kekerasan, kuat tarik dan fluidity (keenceran) Penambahan seng meningkatkan ductility (perpanjangan relative) dan castability (mampu tuang). Penambahan 0,1 – 0,5 % meningkatkan ketahanan korosi. Penambahan sedikit cerium, zirconium dan baryllium dapat membuat struktur butir yang halus dan meningkatkan ductility dan tahan oksidasi pada peningkatan suhu. Berdasarkan hasil analisis terhadap diagram keseimbangan paduan antara magnesium-aluminium dan magnesium- zincum, mengindikasikan bahwa larutan padat dari magnesium-aluminium maupun magnesium zincum dapat meningkat sesuai dengan peningkatan temperaturnya dimana masing-masing berada pada kadar yang sesuai


(14)

sehingga dapat “strengthening-heat treatment” melalui metoda pengendapan. Hanya sedikit kadar “rare metal” (logam langka) dapat memberikan pengaruh yang sama kecuali pada silver yang sedikit membantu termasuk pada berbagai jenis logam paduan lain melalui “ageing”. ( Lukman, 2008)

1. Magnesium paduan tempa ( Wrought Alloys )

Magnesium paduan tempa dikelompokkan menurut kadar serta jenis unsur paduannya yaitu :

a. Magnesium dengan 1,5 % Manganese

b. Paduan dengan aluminium , Seng serta manganese

c. Paduan dengan zirconium (paduan jenis ini mengandung kadar seng yang tinggi sehingga dapat dilakukan proses perlakuan panas.

d. Paduan dengan Seng, zirconium dan thorium (creep resisting-alloys)

2. Penandaan paduan magnesium

Paduan Magnesium ditetapkan sebagai berikut:

a. Satu atau dua huruf awalan, menunjukkan elemen paduan utama. b. Dua atau tiga angka, menunjukkan persentase unsur paduan utama dan

dibulatkan ke desimal terdekat.

c. Huruf abjad (kecuali huruf I dan O) menunjukkan standar paduan dengan variasi kecil dalam komposisi.

d. Simbol untuk sifat material, mengikuti sistem yang digunakan untuk paduan aluminium.


(15)

1.Unsur-unsur paduan utama adalah aluminium (A sebesar 9%, dibulatkan) dan seng (Z sebesar 1%).

2.Huruf C, huruf ketiga dari alfabet, menunjukkan bahwa paduan ini adalah yang ketiga dari satu standar (kemudian dari A dan B, yang merupakan paduan pertama dan kedua yang standar, berturut-turut).

3.T6 paduan menunjukkan bahwa larutan ini telah direaksikan dan masa artifiasial.

3. Magnesium paduan Cor (Cast Alloys) Paduan ini dapat dikelompokan kedalam :

a. Paduan dengan aluminium, zincum dan manganese. Paduan cor ini merupakan paduan yang yang bersifat “heat tretable – alloys”.

b. Paduan dengan zirconium, zincum dan thorium, paduan dengan unsur zirconium dan thorium merupakan paduan cor yang bersifat heat treatable dan creep resisiting.

c. Paduan dengan zirconium dengan rare earth metal serta Silver merupakan paduan cor yang dapat di-heat treatment.

4) Paduan dengan zirconium, beberapa dari paduan cor ini dapat di-heat treatment. (digilib.its.ac.id)

D. Proses perlakuan panas pada Magnesium Paduan

Jika Magnesium telah mengandung unsur paduan dengan jenis dan kadar yang memadai dan memiliki sifat tertentu maka untuk mencapai sifat yang dikehendaki dapat dipertimbangkan untuk kemungkinan dapat diperbaiki


(16)

serta penyempurnaan melalui proses perlakuan panas, akan tetapi untuk peningkatan tegangannya hanya magnesium dengan unsur aumunium dan rare metal yang memungkinkan dapat ditingkatkan, hal ini juga masih tergantung pada kesesuaian dan ketepatan prosedur pelaksanaannya sehingga dapat dicapai sifat yang sesuai dengan kebutuhan, untuk itu prosedur berikut merupakan bagian dari pelaksanan perlakuan terhadap magnesium, antara lain :

1) Natural Ageing

2) Precipitation treatment

3) Precipitation without previus Solution treatment (Pengendapan tanpa pelarutan awal)

Dengan demikian bahan paduan ini harus didinginkan diudara atau diquenching setelah proses pelarutan dengan prosedur yang benar.

E. Fabrikasi Magnesium Paduan

Magnesium dapat dibentuk melalui berbagai metoda pengecoran seperti sand-casting, die-casting serta pressure die casting, dengan berbagai dimensi termasuk untuk kebutuhan tempa seperti rolling, forging dan extruding. Dalam proses rolling dari Magnesium paduan tempa ternyata memiliki perbedaan pada Kekuatan tarik, ketahanan stress dan prosentase pertambahan panjang menurut arah pengerolannya, dimana pengerolan pada arah melintang (transverse direction) lebih tinggi dari pada pengerolan pada arah memanjang (longitudinal direction). Pembentukan dengan pemesinan (machining) sering kali diperlukan perhatian khusus karena pada akhir


(17)

pemotongan sering kali terjadi kegosongan (hangus) yang mengakibatkan sisa pemotongan menjadi mudah terbakar, hal ini disebabkan oleh terjadinya gesekan selama pemotongan, untuk itu ketajaman alat potong ini harus diperhatikan serta menyediakan peralatan pemadam kebakaran yang sesuai yaitu dry-fire extinguisher. Proses pendinginan dengan media water base colant tidak sesuai pemakaiannya.

Proses penyambungan pada Magnesium yang paling sesuai ialah dengan baut (bolting) atau di keling (riveting), namun dapat juga dilas dengan las busur yang menggunakan busur argon, oxyassetyline atau dengan metode electrical resistance. Untuk melindungi permukaan Magnesium terhadap pengaruh gangguan korosi dapat dilakukan dengan memberikan lapisan pelindung dengan cat yang terlebih dahulu dibebaskan dari minyak atau greace dan akan lebih baik jika dilapisi terlebih dahulu dengan chromat, dengan metode ini kondisi permukaan akan bertahan tanpa perubahan yang berarti pada periode resonansi. Untuk melindungi Magnesium dari serangan korosi galvanis bagian paduan yang berhubungan dengan lain, terkena larutan electrolyte atau lembab maka bagian ini harus dilapisi dengan cat atau jointer compound jika logam yang memiliki beda potensialnya sangat kecil seperti Aluminium dengan magnesium, akan tetapi jika magnesium menyerang baja dengan luas kontak diluar jangkauannya, maka dapat juga digunakan non Conductor gasket.


(18)

F. Penerapan Magnesium paduan

Magnesium paduan Cor yang dibentuk dengan cetakan pasir (Sand-Cast) banyak digunakan dalam pembuatan block-block engine pada Motor bakar, sedangkan Magnesium yang dibentuk dengan Pressure Die-Casting banyak digunanakan dalam pembuatan peralatan rumah tangga dan kelengkapan kantor. Magnesium Cor tempa dibentuk dengan cara extrusi dan digunakan sebagai Trap dan relling tangga. Magnesium paduan juga digunakan dalam Teknologi Nuclear sebagai tabung Uranium dimana Magnesium sangat rendah dalam penyerapan Neutron pada penampang lintang. ( Lukman, 2008)

G. Manfaat Magnesium

1. Magnesium dapat digunakan untuk memberi warna putih terang pada kembang api dan pada lampu Blitz

2. Senyawa MgO dapat digunakan untuk melapisi tungku, karena senyawa MgO memiliki titik leleh yang tinggi

3. Senyawa Magnesim Hidroksida diguakan dalam pasta gigi untuk mengurangi asam yang terdapat di mulut dan mencegah terjadinya kerusakan gigi, sekaligus sebagai pancegah maag

4. Membuat campuran logam semakin kuat dan ringan sehingga biasa digunakan pada alat-alat rumah tangga


(19)

H. Efek Samping Penggunaan Magnesium

1. Menghirup debu atau asap mengandung magnesium dapat mengiritasi saluran pernafasan dan dapat menyebabkan demam fume logam. Gejala dapat termasuk batuk, sakit dada, demam, dan leukositosis.

2. Apabila tertelandapat menyebabkan sakit perut dan diare. 3. Molten magnesium dapat menyebabkan luka bakar kulit serius. 4. Konsentrasi tinggi dari debu dapat menyebabkan iritasi mekanis. 5. Melihat api magnesium dapat menyebabkan cedera mata.

I. Penyimpanan dan Penanganan Magnesium 1. Simpan dalam wadah yang tertutup rapat. 2. Simpan di tempat yang kering dan berventilasi. 3. Hindari tempat penyimpanan yang lembab

4. Jauhkan dari oksidasi, klorin, bromin, yodium, asam,dan semua sumber api.

J.Proses Freis (Milling)

1. Pengertian pemesinan freis

Pemesinan freis(milling) adalah proses penyayatan benda kerja menggunakan alat potong dengan mata potong jamak yang berputar. Mesin (Gambar) yang digunakan untuk memegang benda kerja memutar pahat dan penyayatannya disebut mesin frais (Milling Machine).


(20)

Gambar 2.1 skematik dari gerakan-gerakan dan komponen-komponen dari (a) mesin frais vertikal tipe colum and dan (b) mesin frais horisontal tipe column and knee n knee (sumber : claymore.engineer.gvsu.edu.)

2. Klasifikasi proses frais

Proses frais dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis. Klasifikasi ini

berdasarkan jenis pahat , arah penyayatan, dan posisi relative pahat terhadap benda kerja

Gambar 2.2 Arah Pemotongan (sumber : claymore.engineer.gvsu.edu.) 1. Frais Periperal (Peripheral Milling)

Proses frais ini disebutjuga slab milling, permukaan yang difrais dihasilkan oleh gigi pahat yang terletak pada permukaan luar badan alat potongnya. Sumbu dari putaran pahat biasanya pada yang sejajar dengan permukaan benda kerja yang disayat.


(21)

2. Frais muka (Face Milling)

Pada frais muka, pahat dipasang pada spindle yang memiliki sumbu putar tegak lurus terhadap permukaan benda kerja. Permukaan hasil proses frais dihasilkan dari hasil penyayatan oleh ujung dan selubung pahat.

3. Frais jari ( End Milling)

Pahat pada proses frais jari biasanya berputar pada sumbu yang tegak lurus permukaan benda kerja. Pahat dapat digerakkan menyudut untuk menghasilkan permukaan menyudut. Gigi potong pada pahat terletak pada selubung pahat dan ujung badan pahat.

3. Langkah-langkah pengoperasian Mesin frais

a) Mempelajari gambar kerja untuk menentukan langkah kerja yang efektif dan efesien.

b) Menentukan karakteristik bahan yang akan dikerjakan untuk menentukan jenis cutter dan median pendingin yang akan digunakan.

c) Menetapkan kualitas hasil penyayatan yang diinginkan. d) Menentukan geometri cutter yang digunakan

e) Menentukan alat bantu yang dibutuhkan didalam proses.

f) Menentukan roda-roda gigi pengganti apabila dikehendaki adanya pengerjaan-pengerjaan khusus.

g) Menentukan parameter-parameter pemotongan yang berpengaruh dalam proses pengerjaan (kecepatan potong, kecepatan sayat, kedalaman pemakanan, waktu pemotongan dll).


(22)

K. Kekasaran Permukaan Pemesinan (Machined Surface)

Hasil proses produksi yang terkait dengan proses permesinan ditentukan oleh kondisi penyayatan/pemotongan. Untuk itu F.W.Taylor seorang peneliti dibidang operasi mesin perkakas pada awal abad 19 telah melakukan eksperimen selama 26 tahun yang menghasilkan lebih dari 30.000 eksperimen dan menghasilkan 400 ton geram (Jerard, dkk, 2001). Tujuan utamanya adalah menghasilkan solusi sederhana tentang permasalahan dalam menentukan kondisi pemotongan yang aman dan efesien. Yang dan Chen (2001), menggunakan metode Taguchi untuk merancang prosedur sistematis agar diperoleh parameter yang menghasilkan performa pemesinan optimal serta proses kendali mutu operasi mesin frais. Mesin yang digunakan Fadal VMC-14 Vertical Milling dengan pahat HSS empat flute dan bahan ujinya jenis Alumunium 6061. Parameter optimum yang dihasilkan berupa depth of cut 0,2 inch, spindle speed 5000 rpm, feed rate 10 inch/menit dan tool diameter 0,75 inch dengan interval keyakinan 95 % serta rata-rata kekasaran permukaan 23 µinch. Lebih e ifi ada topik operasi surface finish. Lou, dkk (1998) membuat prediksi atas kekasaran permukaan alumunium 6061. Mesin yang digunakan Fadal CNC End Milling, hasil prediksinya benda pada akurasi 90,29% untuk training data dan 90,03 % untuk testing data. Ditinjau dari parameter pemesinan, diketahui lewat uji statistik bahwa feed rate memegang peranan penting dalam menghasilkan kekasaran permukaan pada operasi endmilling yang diteliti. Taylor percaya bahwa solusi tersebutsecara empiris dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari setengah menit oleh mekanik/operator yang handal lewat pengalaman mereka. Permasalahannya


(23)

adalah para mekanik/operator yang handal tersebut mengalami kesulitan dalam penularan pengetahuannya secara sistematis kepada mekanik/operator yang lain. Hingga saat ini kebanyakan mekanik/operator ketika mengoperasikan mesin-mesin perkakas seringkali hanya menggunakan trial and error dalam memilih besaran cutting speed, feed rate dan depth of cut, padahal besaran-besaran tersebut sangat berpengaruh terhadap kualitas hasil pemesinan serta produktifitas. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian untuk menganalisa parameter kekasaran permukaan dalam pemesinan alumunium, magnesium, dan bahan-bahan lainnya. Permukaan adalah batas yang memisahkan antara benda padat dengan sekelilingnya. Jika ditinjau skala kecil pada dasarnya konfigurasi permukaan merupakan suatu karakteristik geometri golongan mikrogeometri, yang termasuk golongan makrogeometri adalah merupakan permukaan secara keseluruhan yang membuat bentuk atau rupa yang spesifik, misalnya permukaan lubang, permukaan poros, permukaan sisi dan lain-lain yang tercakup pada elemen geometri ukuran, bentuk dan posisi ( Chang- Xue , 2002 ).

Kekasaran permukaan dibedakan menjadi dua bentuk, diantaranya :

1. Ideal Surface Roughness, yaitu : kekasaran ideal yang dapat dicapai dalam suatu proses permesinan dengan kondisi ideal.

2. Natural Surface Roughness, yaitu : kekasaran alamiah yang terbentuk dalam proses permesinan karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi proses permesinan diantaranya :


(24)

a. Keahlian operator,

b. Getaran yang terjadi pada mesin, c. Ketidakteraturan feed mechanisme, d. Adanya cacat pada material, e. Gesekan antara chip dan material.

Gambar 2.3: Profil Kurva Kekasaran (sumber: degeshouse.blogspot.com) Berdasarkan profil kurva kekasaran di atas, dapat didefinisikan beberapa parameter permukaan, diantaranya :

1. Penyimpangan rata-rata aritmatik dari garis rata-rata rofil Ra (µ ), yaitu : nilai rata-rata absolut penyimpangan yang diukur dari garis rata-rata ( center line ) profil efektif.

2. Heigth of Roughness Curve Rt (µ ).

Ketidakrataan ketinggian maksimum Rt (µ ) adalah jara antara dua jari sejajar yang menyinggung profil pada titik tertinggi dan terendah antara panjang bagian yang diuji.

3. Ketidakrataan Ketinggian Sepuluh TitikRz (µ ).

Ketidakrataan ketinggian maksimum sepuluh titik Rz adalah jarak rata-rata antara lima puncak tertinggi dan lima lembahan terdalam disepanjang bagian


(25)

yang diuji, yang diukur dari garis sejajar dengan garis rata-rata disepanjang evaluation length. Dari beberapa parameter permukaan yang tersebut di atas, parameter Ra relatif lebih banyak digunakan untuk mengidentifikasi permukaan. Parameter Ra cocok digunakan untuk memeriksa kualitas permukaan komponen mesin yang telah dilakukan proses permesinan tertentu ( Alumunium, Magnesium, dll). Jika dibandingkan dengan parameter lain, nilai Ra lebih sensitif terhadap perubahan atau penyimpangan yang terjadi pada proses permesinan. Dengan demikian pencegahan dapat dilakukan dengan cepat jika ada tanda-tanda bahwa ada kenaikan kekasaranya (misalnya dengan cara mengganti perkakas potong atau cara yang lain).( Yunus,2012).

L. Tekstur Permukaan

Setiap permukaan mempunyai karakteristik masing-masing yang dikenal dengan tekstur permukaan (surface texture). Sangat sulit untuk menjelaskan tekstur permukaan sebagai sifat geometri, namun beberapa acuan telah ditetapkan untuk mengidentifikasi tekstur permukaan dakam kualitas yang dapat diukur, yaitu:

Flaws atau defects, adalah ketidakteraturan yang acak seperti goresan, retak, lubang depresi, sambungan, tear dan inklusi.

Lay atau directionality, adalah arah dari permukaan utama dan biasanya tampak oleh mata telanjang.

• Roughness, terdiri dari ruang sempit, deviasi yang tidak teratur pada sebuah skala terkecil dari waviness. Kekasaran dapat ditunjukkan dengan


(26)

ketinggiannya, kedalamannya dan jarak pada sepanjang permukaan yang diukur.

Waviness adalah deviasi yang berulang-ulang dari sebuah permukaan yang rata seperti gelombang pada permukaan air. Waviness diukur dan ditunjukkan dengan jarak antara puncak terdekat pada gelombang (waviness width) dan tinggi antar puncak dan lembah dari gelombang (waviness height). Waviness dapat disebabkan oleh defleksi pada pahat, cetakan, dan benda kerja, bengkokan akibat gaya atau temperatur , pelumasan yang tidak sempurna, dan getaran atau variasi termal dan mekanik secara periodik dalam sistem selama proses manufaktur berlangsung. Kekasaran Permukaan (Surface Roughness) secara umum dapat dijelaskan dengan 2 metode: Arithmetic mean value (Rₐ), biasanya dilambangkan dengan AA (Arithmetic Average) atau CLA (Center-Line Average) Root mean square average (Rq), biasanya disingkat dengan RMS. Satuan yang biasanya digunakan dalam kekasaran permukaan yaitu µm (micrometer atau micron) atau µin (microinch) dimana 1 µm = 40 µin dan 1

µin = 0.025 µm. Parameter yang digunakan pada pengukuran kekasaran adalah,

a. Ra (roughness average of the R-curve) : nilai rata-rata aritmatika dari pengukuran kekasaran permukaan untuk panjang tertentu.

b. Rz (ten points high of irregularities) : pengukuran berdasarkan nilai rata-rata lima puncak tertinggi dah lima lembah terendah.

c. Rmax (maksimum height of the profile) : jarak antara puncak tertinggi dengan lembah terendah.


(27)

d. Rq : nilai akhir rata-rata kuadrat dari pengukuran kekasaran permukaan untuk panjang tertentu.

Bagian dari alat pengukur kekasaran (surface tester) adalah : dial indicator , meja datar, skala tekanan, batang gerak, serta display yang terintegrasi yang dihubungkan dengan printer. Alat ini berfungsi untuk mengukur dan mencatat kekasaran permukaan suatu benda dengantingkat ketelitian 0.02 µm. alat ini sering menggunakan sebuah stylus berbentuk diamond untukbergerak sepanjang garis lurus pada permukaan sebagai dial indicator pengukur kekasaran permukaan benda uji.

M. Pemesinan Kering (Dry Machining) 1. Pemesinan Kering

Proses pemesinan konvensional selama puluhan tahun menggunakan cairan pendingin untuk melumasi, mendinginkan dan membuang geram. Cairan pendingin yang memiliki manfaat yang besar pada proses pemesinan ternyata menimbulkan masalah yang serius bagi lingkungan dan kesehatan. Selain itu, ongkos produksi akibat cairan pendingin juga meningkat dengan semakin ketatnya regulasi tentang perlindungan lingkungan. Pemesinan kering melakukan pemotongan logam tanpa cairan pendingin sama sekali, sedangkan pemesinan hampir kering menggunakan sedikit cairan pendingin. Pemesinan kering dan pemesinan hampir kering dilakukan untuk menekan ongkos produksi dan pencemaran lingkungan. Pada proses pemesinan (pemotongan logam), gesekan antara pahat potong dan benda kerja menimbulkan panas


(28)

yang dapat mempengaruhi keakuratan ukuran, penyelesaian permukaan, aliran geram (chips) yang bermuara pada kualitas produk. Cairan pendingin (metal cutting fluids) digunakan pada proses pemesinan untuk memberikan pelumasan dan pendinginan. Cairan pendingin telah menjadi kebutuhan penting bagi proses pemesinan dalam puluhan tahun terakhir. ( Yogie, 2011)

Pemesinan kering dikenal juga dengan sebutan pemesinan hijau (Green Machining). Pemesinan kering merupakan suatu cara proses pemesinan atau pemotongan logam tanpa menggunakan cairan pendingin melainkan menggunakan partikel udara sebagai media pendingin selama proses pemesinan berlangsung. Hal ini untuk menghasilkan suatu produk yang diinginkan dengan maksud untuk menekan biaya produksi, meningkatkan produktivitas pemesinan serta menciptakan pemesinan yang ramah lingkungan. Mengingat persaingan dalam dunia manufaktur begitu ketat maka penelitian terhadap teknologi pemesinan hijau (green machining) terus dilakukan. Hal ini dikarenakan walaupun teknologi pemesinan hijau (green machining) terus berkembang akan tetapi teknologi yang ada sekarang ini hanya mampu digunakan untuk proses dengan pemakanan yang kecil, sehingga hanya dipakai untuk proses penghalusan (finishing). ( Sreejith, 2000)

2. Pemesinan Kering dan Cairan pada pemesinan

Pemesinan kering (Dry Machining) adalah proses pemesinan yang tidak mengunakan fluida pendingin dalam proses pemotonganya. Fenomena


(29)

kegagalan pahat dan penggunaan cairan pemotongan merupakan salah satu masalah yang telah banyak dikaji dan mendapat perhatian. Hal ini dalam kaitannya yang sangat berpengaruh terhadap kekasaran permukaan hasil pengerjaan, ketelitian geometri produk dan mekanisme keausan pahat serta umur pahat. Beberapa informasi melaporkan bahwa umumnya cairan pemotongan bekas disimpan dalam kontainer dan kemudian ditimbun di tanah. Selain itu, masih banyak praktek yang membuang cairan pemotongan bekas langsung ke alam bebas. Hal ini jelas akan merusak lingkungan.

Pilihan alternatif dari pemesinan basah adalah pemesinan kering, karena selain tidak ada cairan pemotongan bekas dalam junlah besar yang akan mencemari lingkungan juga tidak ada kabut partikel cairan pemotongan yang akan membahayakan operator dan juga serpihan pemotongan tidak terkontaminasi oleh residu cairan pemotongan. Pemesinan kering mempunyai beberapa masalah yang antara lain, gesekan antara permukaan benda kerja dan pahat potong, kecepatan keluar serpihan, serta temperatur potong yang tinggi dan hal tersebut semuanya terkait dengan parameter pemesinan

Secara umum industri pemesinan pemotongan logam melakukan pemesinan kering adalah untuk menghindari pengaruh buruk akibat cairan pemotongan yang dihasilkan oleh pemesinan basah. Argumen ini secara khusus didukung oleh penelitian yang telah dilakukan Mukun et. al., (1995) secara kuantitatif menyangkut pengaruh buruk pemesinan basah dengan anggapan pada pemesinan kering tidak akan dihasilkan pencemaran lingkungan kerja dan ini berarti tidak menghasilkan kabut partikel cairan pemotongan. Oleh sebab itu perlu diketahui pentingnya pemesinan kering dilakukan dalam proses industri.


(30)

pertimbangan hal diatas pakar pemesinan mencoba mencari solusi dengan suatu metode pemotongan alternatif dan mereka merumuskan bahwa pemesinan kering (dry cutting) yang dari sudut pandang ekologi disebut dengan pemesinan hijau (green machining) merupakan jalan keluar dari masalah tersebut. Melalui pemesinan kering diharapkan disamping aman bagi lingkungan, juga bisa mereduksi ongkos produksi.

Pemesinan kering direkomendasikan penggunaanya untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan akibat limbah cairan pendingin, maka para pakar pemesinan merekomendasikan dengan pemesinan kering. Selain karena alasan masalah pencemaran lingkungan hal lain yang menjadi alasan dipakainya metode pemesinan kering adalah untuk meng hemat biaya produksi.

Gambar 2.4 Ongkos Produksi secara umum (Sumber: Balzers Inc)

Pemesinan kering di akui mampu mengatasi masalah pada dampak yang telah di uraikan diatas. Pilihan alternatif dari pemesinan basah adalah pemesinan kering, karena selain tidak ada cairan pemotongan bekas dalam jumlah besar yang akan mencemari lingkungan juga tidak ada kabut partikel cairan


(31)

pemotongan yang akan membahayakan operator dan juga serpihan pemotongan tidak terkontaminasi oleh residu cairan pemotongan. Pemesinan kering mempunyai beberapa masalah yang antara lain, gesekan antara permukaan bendakerja dan pahat potong, kecepatan keluar geram, serta temperatur potong yang tinggi dan hal tersebut semuanya terkait dengan parameter pemesinan.

Konsep pemesinan kering ini sebenarnya biasa dilakukan oleh industri manufaktur. Dari aspek proses pemesinan, pemesinan kering berarti pemotongan logam dilakukan pada suhu dan gesekan yang relatif tinggi. Sejak akhir tahun 1970 penggunaan proses pembubutan keras (hard turning) dijadikan inovasi berikutnya untuk mengatasi permasalahan yang ada, hal ini terbukti melalui proses pembubutan keras dapat mereduksi waktu pemesinan hingga 60 % (Thonsoff, dkk, 1995).

Sebagai ganti fungsi cairan pendingin, proses pemesinan kering dilakukan dengan metode-metode berikut ini:

1. Metode Pemotongan yang Baru

Metode ini dapat dilakukan dengan mengubah sudut pahat potong, mengubah bahan pahat dan menyepuh pahat (tool coating). Sudut pahat potong didesign agar menghasilkan gram yang lebih tipis dan terputus-putus (discontinue), sehingga mengurangi gaya pemotongan dan mengurangi panas yang timbul. Pengurangan gaya potong dan panas yang timbul akan memperpanjang umur pahat. Sebagai contoh pengubahan bahan pahat, penggunaan diamond-like carbon (DLC) pada pemesinan aluminium yang memberikan hasil kekasarn


(32)

permukaan yang sama untuk proses pemesinan dengan cairan pendingin dan proses pemesinan kering.

2. Metode Pendinginan yang Baru

Pendinginan udara pada pemesinan kering telah diuji sebagai solusi untuk mencapai pemesinan dengan umur pahat yang lebih panjang, berkurangnya kerusakan pahat dan meminimalisir timbulnya panas pada mata pahat. (http://degeshouse.blogspot.com/2012/12/makalah-pemesinan-kering-dry-machining.html)

Saat ini pengembangan pemesinan kering (dry machining) banyak dibicarakan di kalangan orang teknologi pemesinan. Pemesinan kering pada industri manufaktur sekarang ini masih banyak sekali dilakukan untuk mencari system yang tepat atau boleh dikatakan masih dalam tahap uji coba, ini disebabkan karena belum tegaknya undang-undang lingkungan hidup dan masih minimnya pahat yang direkomendasi untuk pemesinan kering, sehingga industri manufaktur masih tetap bertahan pada sistem yang lama yaitu pemesinan basah (Molinary & Nouari 2003, Grzesik & Nieslony 2003). Ada tiga faktor yang menyebabkan pemesinan kering menjadi menarik dibicarakan yaitu :

1. Pemesinan kering hanya dipilih untuk mengatasi masalah pemutusan atau penguraian rantai ikatan kimia yang panjang dengan waktu paruh yang sangat lama (non biodegradable) yang potensial untuk merusak lingkungan.


(33)

2. Teknik pemesinan kering sangat potensial untuk mengurangi biaya produksi. Hasil riset menunjukkan bahwa pada industri otomotif Jerman, biaya cairan pemotongan (7-20) % dari biaya pahat total. Jumlah ini adalah dua sampai empat kali lebih besar dari biaya pahat potong. 3. Salah satu cara pemesinan yang tidak menimbulkan limbah dan

pengabutan udara serta tidak menimbulkan sisa pada serpihan adalah pemesinan kering (Sreejith & Ngoi 2000, Sokovic & Mijanovic 2001).

Kepentingan terhadap kesehatan manusia dan teknologi telah membuat industri pemotongan logam mengembangkan metode pemotongan yang bersahabat dengan lingkungan dan kesehatan serta mempunyai tujuan memperbaiki efisiensi, mereduksi biaya produksi, meningkatkan produktifitas dan meminimalkan siklus waktu dan secara bersamaan pula memberikan kenyamanan terhadap lingkungan dan kesehatan kerja. Badan administrasi keamanan dan kesehatan Amerika (OSHA) secara berkesinambungan memperbaiki hokum-hukum baru yang berkaitan dengan manufaktur dan dampak lingkungan yang sehat. Salah satu perhatian yang utama pada industri pemotongan logam adalah berkaitan dengan kesehatan bila menggunakan cairan pemotongan pada pemesinan basah. Hingga saat ini, telah diestimasi lebih dari 100 juta galon dari cairan. pemotongan yang digunakan setiap tahun di Amerika (NPRA, 1991). Selain itu juga telah diestimasi bahwa diantara 700.000 sampai 1.000.000 pekerja mengalami pengaruh buruk karena cairan pemotongan di Amerika setiap tahunnya . Secara epidemik kajian menunjukkan bahwa untuk waktu yang panjang cairan pemotongan


(34)

dapat menyebabkan akibat yang lebih buruk dalam beberapa kasus yaitu berupa kanker. Badan riset internasional untuk kanker telah menyimpulkan bahwa pengaruh akibat partikel cairan pemotongan yang digunakan merupakan yang menjadi salah satu penyebab.

N. Proses Pendingin Menggunakan Vortex Tube

Vortex tube adalah suatu alat yang sangat menarik, alat ini dapat berfungsi sebagai pendingin tanpa mengunakan refrigerant dan fenomena yang terjadi pada vortex tube sampai saat ini belum dapat dijelaskan secara tepat, sehingga banyak ilmuwan yang melakukan peneltian tentang alat ini. Banyak peneliti melakukan penelitian tentang vortex tube dengan menggunakan dua jenis desain, pertama desain vortex tube dengan penurunan temperatur maksimum untuk menghasilkan jumlah udara kecil dengan temperatur yang sangat rendah. Kedua, desain vortex tube dengan kapasitas pendinginan maksimum untuk menghasilkan jumlah udara besar dengan temperatur yang sesuai. Parameter yang dipakai dalam penelitian, digunakan untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap performa vortex tube yang meliputi : diameter nosel, diameter cold orifice, aliran massa udara dingin dan panas, panjang tabung dan luasan area pada keluaran udara panas. Hasil penelitiannya diperoleh bahwa pengaruh desain nosel lebih berpengaruh dibandingkan desain cold orifice dalam memperoleh penurunan temperatur yang tinggi. Cold fraction seperti halnya dengan efisiensi adiabatik sangat dipengaruhi oleh cold orifice dibanding ukuran dari nosel. Panjang tabung tidak memberikan pengaruh terhadap performa alat ketika panjang tabung bertambah dari 45/Dvt sampai 55/Dvt.


(35)

Dengan menggunakan vortex tube jenis counter flow dan variasi jumlah inlet nosel, diameter cold orifice dan tabung isolasi pada penurunan temperatur dan efisiensi adiabatik. Diperoleh kesimpulan bahwa dengan bertambahnya jumlah inlet nosel maka pemisahan temperatur udara semakin meningkat. Jadi, dengan mengunakan tabung berisolasi dapat menurunkan energi yang hilang ke lingkungan dan meningkatkan penurunan dan peningkatan udara yang dihasilkan dibandingkan tabung tanpa isolasi sebesar 20 - 30 C untuk udara dingin dan 20 – 50 C pada udara panas. Cold oriffice kecil (d/Dvt = 0,4) memiliki backpressure lebih tinggi sedangkan cold oriffice besar (d/Dvt = 0,7 ; 0,8 dan 0,9) nilainya mengikuti kecepatan tangensial pada tabung dingin menghasilkan pemisahan termal yang lebih rendah . Gao (2005), melakukan penelitian tentang pengaruh dari pajang tabung, jumlah inlet nosel, tekanan input, tekanan udara pada keluaran vortex tube dan pembukaan pada slot ring terhadap temperatur yang dihasilkan dan performa alat. Pada penelitian ini dipakai 3 variasi panjang tabung yaitu 318 mm, 1309 mm dan 2586 mm, jumlah inlet nosel dari 1, 2 dan 4, untuk tekanan inlet sebesar 3,75 bar dan 5,75 bar. Sedangkan untuk hot end plug digunakan tiga jenis yaitu spherical, plate shaped dan cone shaped. Dan variasi slot ring digunakan sebanyak tiga macam yaitu 1 x 14 mm, 0,65 x 14 mm dan 0,4 x 14 mm. Semakin panjang tabung yang digunakan diperoleh perbedaan temperatur yang tinggi sehingga performanya meningkat. Bertambahnya jumlah inlet nosel maka akan dihasilkan perbedaan temperatur yang semakin meningkat baik untuk udara dingin dan panas yang dihasilkan. Begitu pula dengan pengaruh dari tekanan


(36)

input, tekanan udara pada keluaran vortex tube dan hot end plugs jenis spherical menghasilkan semakin meningkat temperatur udara dingin dan panas. ( Gao, 2005)


(37)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Produksi Jurusan Teknik mesin Universitas Lampung untuk proses milling (frais) specimen uji dan Laboratorium Metrologi Industri Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung untuk uji kekasaran spesimen yang telah diberi perlakuan.

B. Alat Dan Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Material yang digunakan paduan magnesium

Adapun material yang digunakan pada penelitian ini adalah paduan magnesium. Dengan sifat-sifat fisik seperti yang terdapat pada tabel 3.1.

Gambar 3.1 Benda kerja Magnesium


(38)

Tabel 3.1. Sifat Fisik Magnesium

Sifat fisik Paduan Magnesium

Titik Cair, K 922 K

Titik Didih, K 1380 K

Energi Ionisasi 1 738 kJ/mol Energi Ionisasi 11 1450 kJ/mol Elektronegatifitas 1,31

Kerapatan massa (ρ) 1,74 g/cm3 Potensial reduksi standar -2,38

Jari-jari atom 1,60 A

Kapasitas Panas 1,02 J/gK Potensial Ionisasi 7,646 Volt Konduktivitas Kalor 156 W/mK Entalpi Penguapan 127,6 kJ/mol Entalpi Pembentukan 8,95 kJ/mol Sumber : www.efunda.com

Sifat Mekanik Paduan Magnesium

Rapat massa magnesium adalah 1,738 gram/cm3. Magnesium murni memiliki kekuatan tarik sebesar 110 N/mm2 dalam bentuk hasil pengecoran (Casting).(www.efunda.com)

Sifat Kimia Paduan Magnesium

1. Magnesium oksida merupakan oksida basa sederhana. 2. Reaksi dengan air:


(39)

MgO + H2O --> Mg(OH)2

3. Reaksi dengan udara: menghasilkan MO dan M3N2 jika dipanaskan. 4. Reaksi dengan Hidrogen: tidak bereaksi

5. Reaksi dengan klor:

M + X2 --> (dipanaskan) --> MX2 (garam) ( www.efunda.com)

Tabel 3.2 Komposisi kimia magnesium Unsur Mg Si Cu Al Mn Cl Na Other

Impurities

Total Impurities

% 99,

94 0,00 17 0,0 03 0,00 3 0,00 17 0,00 1 0,0 03

0,016 0,06 Sumber : CV. Mitra Agung Jaya (2011)

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Mesin freis

Mesin ini digunakan untuk proses pemesinan spesimen. Mesin Freis yang digunakan adalah mesin freis vertical tipe mount and knee.


(40)

Gambar 3.2 Mesin freis

Spesifikasi mesin ini adalah:

Ø Ukuran meja kerja minimum 240 mm X 940 mm Ø Alur T meja kerja 16 mm X 65 mm X 3 mm Ø Kecepatan putar poros utama 100 Rpm- 1000 Rpm

Ø Kecepatan asutan pada sumbu X dan Y : 3000mm/menit- Kecepatan asutan pada sumbu Z : 1500 mm/menit

Ø Motor penggerak poros utama minimum : 1,5 kW,3 phase 380V Ø Ketelitian gerakan (yang tercantum pada display digital) 0,01 mm Ø Daerah kerja memanjang :450 mm

Ø Daerah kerja melintang :300 mm Ø Daerah kerja vertikal : 400 mm

Penguat spindel

M eja Kerja

Handle

Tombol On/ Of

Dudukan


(41)

2. Alat uji kekasaran

Gambar 3.3. Alat Uji Kekasaran (sumber : degeshouse.blogspot.com) 3. Vortex tube

Digunakan untuk menyuplai udara dingin untuk proses pendinginan pada dry machining.

Gambar 3.4 Vortex tube (sumber : Wikipedia.org) 3. Stopwatch

Stopwatch digunakan untuk mengukur waktu pemesinan yang dijalankan.

4.Termometer

Alat digital yang digunakan untuk pengukur suhu yang keluar dari vortex tube.

Pipa Vortex Chamber

Pressure gauge

Selang udara


(42)

6.Pahat HSS

Pahat HSS digunakan sebagai alat pengefreisan magnesium. Pahat yang digunakan ini adalah pahat freis end miling dengan empat mata pahat.

Gambar 3.5 Pahat HSS 5. Kompresor

Digunakan untuk menyuplai tekanan udara masuk ke vortex tube,sehingga menghasilkan udara dingin.

Gambar 3.6 Kompresor 6. Kunci ragum

Digunakan untuk penguncian specimen dan mengatur posisi pahat pada mesin bubut.

7. Jangka sorong

Jangka sorong digunakan untuk mengukur diameter benda kerja sebelum dan setelah pemesinan pada tiap fase.


(43)

C. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitan pada tugas akhir ini tebagi menjadi beberapa tahapan antara lain sebagai berikut :

1. Persiapan Spesimen

Pada tahapan ini dilakukan pembuatan specimen base material sesuai dimensi (30 x 15 x 10 cm) pada gambar :

Gambar 3.7 Magnesium

Ada pun langkah-langkah pembuatan base material adalah sebagai berikut:

a. Mengalibrasi alat ukur panjang berupa jangka sorong.

b. Mengukur dan menandai material sesuai dimensi base material.

c. Memotong material yang telah ditandai pada poin b menggunakan gergaji.

2. Instalasi vortex tube

Pada tahapan ini dilakukan instalasi vortex tube berupa penyambungan antara kompresor, pressure gauge valve dan vortex chamber ke mesin freis.


(44)

Gambar 3.8 Instalasi Vortex Tube (sumber: degeshouse.blogspot.com)

3. Proses pengefreisan spesimen

Tahapan ini dilakukan proses pengefreisan spesimen . Parameter tersebut digunakan untuk memproses pengefreisan benda kerja menggunakan udara kering dan pendingin (dry machining) sebagai pendingin mata pahat. Adapun tahapan pelaksanaan proses pengefreisan adalah sebagai berikut:

a. Melakukan uji jalan (set up) mesin freis.

b. Menguji kemampumesinan dengan parameter potong pada kondisi ekstrem.

c. Menentukan kondisi pemotongan ( temperatur, tekanan vortex, kecepatan pemotongan, kecepatan makan, kedalaman potong ).

d. mengamati dan menganalisa kondisi spesimen saat pemotongan e. Mengumpulkan data hasil penelitian berupa data nilai kekasaran saat


(45)

Tabel 3.3 Parameter Pengujian

No Suhu

Pendingin

Kecepatan Potong/ v

Gerak Makan/f (m/min) (mm/rev) 1. 15 oC,5 atm 22,86.n=910 0,15 2. 15 oC, 5 atm 32,15.n=1280 0,2 3. 15 oC, 5 atm 42,7.n=1700 0,25

4. Pengukuran kekasaran

Pada tahapan ini dilakukan pengukuran kekasaran terhadap permukaan magnesium yang telah di mesin, yaitu berupa pengukuran kekasaran permukaan menggunakan alat surface tester. Pada tiap-tiap pengukuran kekasaran permukaan dilakukan sebanyak 3 kali. Hal ini guna memperoleh hasil pengukuran yang lebih akurat dan meminimalisir eror.

Adapun langkah-langkah pengukuran kekasaran permukaan adalah sebagai berikut :

a. Kalibrasi alat surface tester

b. Pengukuran kekasaran permukaan spesimen dengan menggunakan surface tester.

c. Semua data hasil pengukuran di scan untuk di olah dan dilakukan pembahasan.

d. Hasil pengukuran kekasaran permukaan magnesium ditabulasikan kedalam tabel dibawah.


(46)

Tabel 3.4 Hasil Pengujian Suhu : 15 oC

Kecepatan potong (m/min) : Gerak makan (mm/rev) : Kedalaman potong (mm) : Diameter pahat (mm) :

Waktu (menit)


(47)

D. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.9 Diagram alir (flow chart) penelitian Foto scan pengukuran kekasaran

Data hasil pengujian

Analisa data dan Pembahasan

Simpulan dan Saran

Selesai

Pengukuran Kekasaran permukaan spesimen

Mulai

Pengajuan tema penelitian dan penelusuran literatur Survey ketersediaan alat :

• Vortex Tube • Mesin freis • Mikroskop, dll

Penyediaan bahan : • Magnesium • Pahat

Menentukan suhu terbaik vortex tube, 15 C.

Proses Pengefreisan dengan kondisi yang telah ditentukan.

Foto pengujian pengefreisan magnesium

Persiapan thermometer untuk pengukuran suhu vortex tube


(48)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka Penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :

1. Nilai kekasaran permukaan magnesium sangat dipengaruhi oleh parameter pemotongan,terutama gerak makan ( feed rate). Adapun kecepatan potong ( cutting speed) tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan nilai kekasaran permukaan magnesium.

2. Semakin tinggi gerak makan yang digunakan maka nilai kekasaran permukaan magnesium akan semakin besar.

3. Nilai kekasaran permukaan magnesium juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, antara lain nose radius, getaran yang timbul saat pemesinan, gaya pemotongan dan ketidak-presisian pahat.


(49)

B. Saran

Untuk membantu keberhasilan penelitian selanjutnya, maka penulis menyarankan sebagai berikut :

1. Sebaiknya dilakukan pengujian mikrostruktur/ uji SEM terhadap gram magnesium.

2. Penggunaan kompresor dengan tekanan yang lebih tinggi untuk menghasilkan laju udara yang lebih tinggi.

4. Penggunaan pahat freis dengan dua mata pisau supaya aus pahat dapat lebih cepat.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Armansyah Ginting, High Speed Machining of AISI 01 Steel With Multilayer Ceramic CVD –Coated carbide; Tool Life and Surface Integrity, Vol 14, No. 3, Agustus 2003- majalah IPTEK, 2003. Asmed, dan Yusri, M. 2002. Pengaruh parameter pemotongan terhadap

kekasaran permukaan proses bubut untuk material ST37. Politeknik Negeri Padang.

Bhattacharyya, A. 1984. Metal Cutting Theory and Practice. India

Bennet,E,O. The role of sulfate-reducing bacteria in the deterioration of cutting oils. Lubrication Eng.,13, 215-219.

Buldum, Berat Baris. Aydin SIK., Iskender Ozkul. 2011. Investigation of Magnesium Alloys Machinability. International Journal of Electronics, Mechanichal and Mechatronics Engineering Vol 3 Num 3 (361-368)

Boothroyd, G dan Knight. 1989. Fundamental Machining and Machine Tools. Marcell: Dekker Inc.

Chang- Xue. 2002. Mean flank temperature measurement in high speeddry cutting of magnesium alloy. Journal of Materials Processing Technology 167 (2005) 119–123

C. Bruni, A. Forcellese, F. Gabrielli, M. Simoncini. 2004. Effect of

temperature, strain rate and fibre orientation on the plastic flow behaviour and formability of AZ31 magnesium alloy. Department of Mechanics, Università Politecnica delle Marche, Via Brecce Bianche, Ancona 60131. Italy.

Che Haron, 2001, Tool life and surface integrity in turning titanium alloy, Journal of material processing and tecknology, 349-368.

C. H. Che Haron, A. Ginting and J. H. Goh.turning tool steel. Journal of Materials Processing Technology 2 October 2001, Pages 49-54. Wear of coated and uncoated carbides in

Ezugwu, E.O. 2005. Key improvement in the machining of difficult-to-cut aerospace supperalloys. International Journal of Machine Tools and Manufacture. 45: 1353-1367


(51)

Singapore Institute of Manufacturing Technology.

Gao.L.F. 2005. Introduction to Manufacturing Process. 3 rd Ed. Mc/ Graw – Hill Book Co

G. Padmanaban, V. Balasubramaniana, G. Madhusudhan Redd. 2011. Fatigue crack growth behaviour of pulsed current gas tungsten arc, friction stir and laser beam welded AZ31B magnesium alloy joints. Centre for Materials Joining & Research (CEMAJOR), Department of Manufacturing Engineering, Annamalai University, Annamalai Nagar 608002, India.

Ginting, A. 2003, Pemesinan hijau aloi titanium Ti-6242S dengan menggunakan perkakas pemotong pengisar hujung karbida, Tesis Dr Falsafah, Jabatan kejururteraan mekanik dan bahan, universiti Kebangsaan Malaysia

Gresik and Nieslony, Metal Cutting Theory and Practice, Marcel Dekker Inc.,1995. Gutowski,T.(2009).Machining.http:/www.nmis.org/EducationTraining/machin eshop/mill/intro.html http://degeshouse.blogspot.com/2012/12/makalah-pemesinan-kering-dry-machining.html http://claymore.engineer.gvsu.edu. 2004. http://heidyolivia.files.wordpress.com/2011/02/bandel.pdf

Ibrahim, 2010). Pelarikan aloi titanium Ti-6Al-4V ELI menggunakan perkakas karbida dalam keadaan kering, Tesis Dr Falsafah, Jabatan kejururteraan mekanik dan bahan, universiti Kebangsaan Malaysia. Jawaid, A., Sharif, S. dan Koksal, S. Evaluation of wear mechanism of coated

carbide tools when face milling titanium alloys in face milling. Journal of materials Processing and Technology : 266-274

Jonoadji, N., Dewanto, J., 1999, Pengaruh Parameter Potong dan Geometri Pahat Terhadap Kekasaran Permukaan Pada Proses Bubut, Jurnal, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Mesin – Universitas Kristen Petra. Kalpakjian, S. dan Schmid, S.R. 2001. Manufacturing Engineering and


(52)

third Edition, Addison Wesley Publishing Company.1995. Molinary ,and Nouari. 2003, Dry cutting of the CIRO RWTH.

Kalpakjian, S. Manufacturing Process for Engineering Material. 4th ed. Prentice Hall. 2003

Kalpakjian, S. Manufacturing Engineering and Technology, 3rd Ed. Addison- Wesley Publishing Company, 1995.

Lukman. 2008. Automotive Applications of Magnesium andIts Alloys. Trans. Indian Inst.

Mukun et. al., 1995. Karakteristik Pemesinan kering. , Jurnal, Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang.

NPRA, Report on U.S Lubricating Oil Sales. 1991.

Rochim T. 1993. Proses Permesinan. Higher Education Development Support Project. Jakarta.

Rochim, Taufiq, Teori dan Teknologi Proses Pemesinan, HEDS, Jakarta, 1993

Sreejith, P.S and Ngoi, B.K.A. Dry machining, machining of the future. Journal of Materials Processing Technology 2000.

Seco, Dry Machining. 2004.

Sreejith & Ngoi, 2000, Dry machining of the future, Journal of material processing and technology, 101: 287-291

Suhairi. 2010, Pengaruh Variabel Pemotongan Terhadap Kualitas Permukaan Produk dalam Meningkatkan Produktifitas, Jurnal, Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Padang.

Sreejith, P.S and Ngoi, B.K.A. Dry machining, machining of the future. Journal of Materials Processing Technology 2000

Thonshoff. H.K, Mohlfeld. A, PVD - Coating for Wear Protection in Dry Cutting Operations, Institute for production and Machine Tools University of Hannover, Germany. 1997.

Wirakusuma, William. 2010. Analisa Pengaruh Putaran Spindel dan Gerak Makan Terhadap Kekasaran Permukaan Pada Proses Permesinan


(53)

W.Gresik*,T.Wanat. Surface finish generated in hard turning of quenched alloy steel parts using conventional and wiper ceramic insert. Journal of Materials Processing Technology (2006).

Yunus, M. 2012. . Magnesium en.wikipedia.org (Diakses 12 oktober 2012) Yogi, W. 2011. . Pemesinan kering. en.wikipedia.org (Diakses 12 oktober

2012)

Zubaidi, A. 2012.Analisis Pengaruh Kecepatan Putar dan Kecepatan Pemakanan Terhadap Kekasaran Permukaan Material FCD 40 Pada Mesin Bubut CNC. Jurnal Unwahas. Semarang.

www.dilib.its.ac.id/ Aditya/2012. www.efunda.com


(1)

67

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka Penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :

1. Nilai kekasaran permukaan magnesium sangat dipengaruhi oleh parameter pemotongan,terutama gerak makan ( feed rate). Adapun kecepatan potong ( cutting speed) tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan nilai kekasaran permukaan magnesium.

2. Semakin tinggi gerak makan yang digunakan maka nilai kekasaran permukaan magnesium akan semakin besar.

3. Nilai kekasaran permukaan magnesium juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, antara lain nose radius, getaran yang timbul saat pemesinan, gaya pemotongan dan ketidak-presisian pahat.


(2)

68

B. Saran

Untuk membantu keberhasilan penelitian selanjutnya, maka penulis menyarankan sebagai berikut :

1. Sebaiknya dilakukan pengujian mikrostruktur/ uji SEM terhadap gram magnesium.

2. Penggunaan kompresor dengan tekanan yang lebih tinggi untuk menghasilkan laju udara yang lebih tinggi.

4. Penggunaan pahat freis dengan dua mata pisau supaya aus pahat dapat lebih cepat.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Armansyah Ginting, High Speed Machining of AISI 01 Steel With Multilayer Ceramic CVD –Coated carbide; Tool Life and Surface Integrity, Vol 14, No. 3, Agustus 2003- majalah IPTEK, 2003. Asmed, dan Yusri, M. 2002. Pengaruh parameter pemotongan terhadap

kekasaran permukaan proses bubut untuk material ST37. Politeknik Negeri Padang.

Bhattacharyya, A. 1984. Metal Cutting Theory and Practice. India

Bennet,E,O. The role of sulfate-reducing bacteria in the deterioration of cutting oils. Lubrication Eng.,13, 215-219.

Buldum, Berat Baris. Aydin SIK., Iskender Ozkul. 2011. Investigation of Magnesium Alloys Machinability. International Journal of Electronics, Mechanichal and Mechatronics Engineering Vol 3 Num 3 (361-368)

Boothroyd, G dan Knight. 1989. Fundamental Machining and Machine Tools. Marcell: Dekker Inc.

Chang- Xue. 2002. Mean flank temperature measurement in high speeddry cutting of magnesium alloy. Journal of Materials Processing Technology 167 (2005) 119–123

C. Bruni, A. Forcellese, F. Gabrielli, M. Simoncini. 2004. Effect of

temperature, strain rate and fibre orientation on the plastic flow behaviour and formability of AZ31 magnesium alloy. Department of Mechanics, Università Politecnica delle Marche, Via Brecce Bianche, Ancona 60131. Italy.

Che Haron, 2001, Tool life and surface integrity in turning titanium alloy, Journal of material processing and tecknology, 349-368.

C. H. Che Haron, A. Ginting and J. H. Goh.turning tool steel. Journal of Materials Processing Technology 2 October 2001, Pages 49-54. Wear of coated and uncoated carbides in

Ezugwu, E.O. 2005. Key improvement in the machining of difficult-to-cut aerospace supperalloys. International Journal of Machine Tools and Manufacture. 45: 1353-1367


(4)

F.Z Fang, L.C. Lee, X.D. Liu. 2002. Journal of Mean flank temperature measurement in high speed dry cutting of magnesium alloy. Singapore Institute of Manufacturing Technology.

Gao.L.F. 2005. Introduction to Manufacturing Process. 3 rd Ed. Mc/ Graw – Hill Book Co

G. Padmanaban, V. Balasubramaniana, G. Madhusudhan Redd. 2011. Fatigue crack growth behaviour of pulsed current gas tungsten arc, friction stir and laser beam welded AZ31B magnesium alloy joints. Centre for Materials Joining & Research (CEMAJOR), Department of Manufacturing Engineering, Annamalai University, Annamalai Nagar 608002, India.

Ginting, A. 2003, Pemesinan hijau aloi titanium Ti-6242S dengan menggunakan perkakas pemotong pengisar hujung karbida, Tesis Dr Falsafah, Jabatan kejururteraan mekanik dan bahan, universiti Kebangsaan Malaysia

Gresik and Nieslony, Metal Cutting Theory and Practice, Marcel Dekker Inc.,1995. Gutowski,T.(2009).Machining.http:/www.nmis.org/EducationTraining/machin eshop/mill/intro.html http://degeshouse.blogspot.com/2012/12/makalah-pemesinan-kering-dry-machining.html http://claymore.engineer.gvsu.edu. 2004. http://heidyolivia.files.wordpress.com/2011/02/bandel.pdf

Ibrahim, 2010). Pelarikan aloi titanium Ti-6Al-4V ELI menggunakan perkakas karbida dalam keadaan kering, Tesis Dr Falsafah, Jabatan kejururteraan mekanik dan bahan, universiti Kebangsaan Malaysia. Jawaid, A., Sharif, S. dan Koksal, S. Evaluation of wear mechanism of coated

carbide tools when face milling titanium alloys in face milling. Journal of materials Processing and Technology : 266-274

Jonoadji, N., Dewanto, J., 1999, Pengaruh Parameter Potong dan Geometri Pahat Terhadap Kekasaran Permukaan Pada Proses Bubut, Jurnal, Fakultas Teknik, JurusanTeknik Mesin – Universitas Kristen Petra. Kalpakjian, S. dan Schmid, S.R. 2001. Manufacturing Engineering and


(5)

Kalpakjian, S. Manufacturing Process for Engineering and Technology., third Edition, Addison Wesley Publishing Company.1995.

Molinary ,and Nouari. 2003, Dry cutting of the CIRO RWTH.

Kalpakjian, S. Manufacturing Process for Engineering Material. 4th ed. Prentice Hall. 2003

Kalpakjian, S. Manufacturing Engineering and Technology, 3rd Ed. Addison- Wesley Publishing Company, 1995.

Lukman. 2008. Automotive Applications of Magnesium andIts Alloys. Trans. Indian Inst.

Mukun et. al., 1995. Karakteristik Pemesinan kering. ,Jurnal, Jurusan Teknik Mesin PoliteknikNegeri Padang.

NPRA, Report on U.S Lubricating Oil Sales. 1991.

Rochim T. 1993. Proses Permesinan. Higher Education Development Support Project. Jakarta.

Rochim, Taufiq, Teori dan Teknologi Proses Pemesinan, HEDS, Jakarta, 1993

Sreejith, P.S and Ngoi, B.K.A. Dry machining, machining of the future. Journal of Materials Processing Technology 2000.

Seco, Dry Machining. 2004.

Sreejith & Ngoi, 2000, Dry machining of the future, Journal of material processing and technology, 101: 287-291

Suhairi. 2010, Pengaruh Variabel Pemotongan Terhadap Kualitas Permukaan Produk dalam Meningkatkan Produktifitas,Jurnal, Jurusan Teknik Mesin PoliteknikNegeri Padang.

Sreejith, P.S and Ngoi, B.K.A. Dry machining, machining of the future. Journal of Materials Processing Technology 2000

Thonshoff. H.K, Mohlfeld. A, PVD - Coating for Wear Protection in Dry Cutting Operations, Institute for production and Machine Tools University of Hannover, Germany. 1997.

Wirakusuma, William. 2010. Analisa Pengaruh Putaran Spindel dan Gerak Makan Terhadap Kekasaran Permukaan Pada Proses Permesinan


(6)

dengan Metode High Speed Machining. Jurnal, Jurusan Teknik Mesin PoliteknikNegeri Padang.

W.Gresik*,T.Wanat. Surface finish generated in hard turning of quenched alloy steel parts using conventional and wiper ceramic insert.

Journal of Materials Processing Technology (2006).

Yunus, M. 2012. . Magnesium en.wikipedia.org (Diakses 12 oktober 2012) Yogi, W. 2011. . Pemesinan kering. en.wikipedia.org (Diakses 12 oktober

2012)

Zubaidi, A. 2012.Analisis Pengaruh Kecepatan Putar dan Kecepatan Pemakanan Terhadap Kekasaran Permukaan Material FCD 40 Pada Mesin Bubut CNC. Jurnal Unwahas. Semarang.

www.dilib.its.ac.id/ Aditya/2012. www.efunda.com