HUBUNGAN KEGIATAN BERMAIN PERAN MIKRO DENGAN KETERAMPILAN SOSIAL PADA ANAK USIA DINI

ABSTRAK

HUBUNGAN KEGIATAN BERMAIN PERAN MIKRO DENGAN
KETERAMPILAN SOSIAL PADA ANAK USIA DINI

Oleh
BAGAS OKTARIS NOVIA

Masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya keterampilan sosial pada anak usia
5-6 tahun di kelompok B2 TK Assalam Bandar Lampung. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara kegiatan bermain peran mikro dengan
keterampilan sosial pada anak usia dini. Metode yang digunakan adalah metode
korelasional. Pengumpulan data primer menggunakan observasi dan pengumpulan
data sekunder menggunakan wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data
menggunakan uji korelasi spearman rank. Hasil penelitian menunjukkan adanya
hubungan antara kegiatan bermain peran mikro dengan keterampilan sosial anak.
Hal ini dibuktikan dari hasil perhitungan korelasi spearman rank sebesar 0,75
yang berarti bahwa kegiatan bermain peran mikro dengan keterampilan sosial
pada anak usia dini memiliki hubungan yang kuat dan bernilai positif. Oleh sebab
itu hendaknya kegiatan bermain peran mikro dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif dalam pembelajaran di PAUD, terutama dalam mengembangkan

keterampilan sosial.
Kata kunci: kegiatan bermain peran mikro, keterampilan sosial anak usia dini

ABSTRACT

MICRO ROLE PLAY ACTIVITIES RELATIONSHIPS WITH SOCIAL
SKILLS IN EARLY CHILDHOOD

By
BAGAS OKTARIS NOVIA

The research problem of this study was the low social skills in children aged 5-6
years in kindergarten group B2 Assalam Bandar Lampung. This study aimed to
investigate the relationship between micro role play activities with social skills in
early childhood. The method used was the correlation method. An observation
was used to collect primary data while interview and documentation were used to
collect secondary data. The data was analyzed by using Spearman rank correlation
test. The results showed that there was relationship between micro role playing
activities with social skills in early childhood. This can be proved from the
calculation of Spearman rank correlation of 0.75, which means that micro role

play activities and social skills in early childhood have a strong relationship and a
positive value.Therefores should be the use of micro role play activities can be
used as one alternative in learning in early childhood education, especially in
developed social skills.
Keywords: micro role play activities, social skills of early childhood

HUBUNGAN KEGIATAN BERMAIN PERAN MIKRO DENGAN
KETERAMPILAN SOSIAL PADA ANAK USIA DINI

Oleh
BAGAS OKTARIS NOVIA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN

Pada
Program Studi S1 PG PAUD
Jurusan Ilmu Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

RIWAYAT HIDUP

Bagas Oktaris Novia dilahirkan di Waringinsari Barat,
Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu pada tanggal
31 Oktober 1993, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara,
pasangan Bapak Kuswari dan Ibu Supartini. Penulis
menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak (TK)
di TK Aisyah Bustanul Athfal Waringinsari Barat, Kecamatan Sukoharjo,
Kabupaten Pringsewu diselesaikan tahun 1999, Pendidikan Sekolah Dasar (SD) di
SD Negeri 1 Waringinsari Barat, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu
diselesaikan pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri
1 Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu diselesaikan pada tahun 2008, dan
menyelesaikan Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1
Sukoharjo pada tahun 2011.
Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi S1-PG

PAUD melalui Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN), Jurusan Ilmu
Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti lembaga kemahasiswaan di
HIMAJIP FKIP pada periode 2012-2013.

PERSEMBAHAN
Bismillahirrohmanirrohim
Kupersembahkan karya ini sebagai rasa syukur kepada ALLAH SWT beserta Nabi junjungan
kami Muhammad SAW dan ucapan terima kasih serta rasa banggaku kepada:
Ayahanda dan Ibundaku tercinta, Bapak Kuswari dan Ibu Supartini
Yang sudah membesarkanku, mendidik, bekerja membanting tulang yang tiada ternilai
harganya, dan selalu memberikan dukungan semangat untuk terus berjuang dalam menggapai
cita-cita, yang tidak pernah lelah untuk selalu memberikan do a, dan nasihat. Terimakasih
sudah menjadi orangtua yag sangat luar biasa untukku.
Bulek sis, Bulek Jum, Om Gito.
Terimakasih karena selalu memberikan dukungan untuk terus semangat dan berjuang.
Terimakasih atas do a dan nasihat. Terimakasih sudah menjadi orangtua ku.
Kakak tercinta Aditya Wanindra dan adikku Ervi Septia Ningrum
Yang selalu memberikan motivasi dan dukungan dalam setiap langkahku untuk terus
berjuang dalam menggapai cita-cita, terimakasih telah menjadi keluarga yang selalu ada

untukku disetiap kesulitanku.
Mbak ika, ridho, amalia
Terimakasih atas keikhlasan, senyuman, motivasi untuk terus mendukung dan membantuku
dalam menggapai cita-cita.
Yang tercinta mbak yuni, panca, reni, septa, nina, lala,rina, vina, mak tami, mbak mei, febri,
lia, yekti, Sira, handika, kak iqbal, Odin, Mbak Ferlista,mas David, mas adi, kak anto, kak
agung, mbak rina, mbk wahyu, uwa, najati, putu, fiska, Dwi, Dila
Yang selalu memberikan senyum, dukungan dan motivasi untuk terus berjuang dalam
menyelesaikan skripsi ini, terimakasih.
Teman-teman Angkatan 2011
Yang selalu memberikan motivasi, senyum dan semangat untuk terus berjuang dalam
menyelesaikan studi ini, terimakasih.
Almamater tercinta Universitas Lampung

MOTO

Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu
maka Alloh akan memudahkan baginya jalan ke syurga
(HR. Muslim)
Tapakilah Tapakilah!!! Waktumu tinggal sedikit sedang jalan didepanmu masih

panjang
(filsafat: Al Ghazali)
Setiap manusia terlahir untuk jadi pemenang, maka berdoalah dan upayakan
(Bagas Oktaris Novia)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillah, Puji Syukur kehadirat Allah SWT, karena kasih sayang dan
rahmat-NYA penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul
“Hubungan Kegiatan Bermain Peran Mikro dengan Keterampilan Sosial pada
Anak Usia Dini” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.

Bapak Prof. Dr. Ir Sugeng P. Hariyanto, M.S., selaku Rektor Universitas
Lampung yang telah banyak berjasa dalam kemajuan Universitas Lampung
dan membawa nama Universitas Lampung terus menjadi yang terbaik di

lingkup nasional.

2.

Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., Dekan FKIP Universitas Lampung
yang

telah

memberikan

dukungan

yang

teramat

besar

terhadap


perkembangan program studi PG PAUD dan membantu peneliti dalam
menyelesaikan surat guna syarat skripsi.
3.

Ibu Dr. Riswanti Rini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan yang
telah membantu sumbangsih untuk kemajuan kampus PG PAUD tercinta.

4.

Ibu Ari Sofia, S.Psi., MA., Psi. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru
Pendidikan Anak Usia Dini yang telah memberikan sumbangsih untuk
kemajuan kampus PG PAUD tercinta.

5.

Ibu Dr. Rochmiyati, M.Si., selaku Pembahas yang telah memberikan saransaran dan masukan guna perbaikan dalam penyusunan dan kelancaran skripsi
ini.

6.


Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik, dan
Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

7.

Ibu Dra. Sasmiati, M.Hum., Pembimbing II atas kesediaan dan keikhlasannya
memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini.

8.

Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas
Lampung.

9.

Ibu Nurlaila Hasanah, S.Pd., Kepala TK Assalam 1 Jln. Pulau Pisang Korpri
Blok. D2 Bandar lampung beserta jajarannya yang telah memberikan izin
untuk melakukan penelitian.


10. Anak Kelompok B TK Assalam

yang ikut andil dalam pelaksanaan

penelitian dan penulisan skripsi ini.
11. Keluarga besar penulis, atas doa dan dukungannya yang telah diberikan
selama masa kuliah.
12. Sahabat seperjuangan (Yuni, Panca, Reni, Nina, Septa, Rina, Laras, Vina,
Sira, Mak Tami, Lia, Yekti, Febri, Mbak mei, Mbak Wahyu, Dwi, Uwa, Dila,
Uswa,Adzani). Sahabat yang banyak membantu (Kak Iqbal, Handika, Odin,
Mbak Ferlista, Mas David) yang telah memberikan senyum, motivasi dan
bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

13. Teman seperjuangan di PG PAUD 2011 yang tidak bisa disebutkan satu
persatu, atas bantuan, motivasi, kebersamaan, dan kekeluargaan yang telah
kalian berikan.
14. Keluarga KKN Pekon Tanjung Way Batang, terimakasih atas kebersamaan,
dan kekeluargaan yang telah kalian berikan.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-NYA kepada

kita semua. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung,
Penulis,

Bagas Oktaris Novia
1113054009

Mei 2015

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................
1
1.2 Identifikasi Masalah..........................................................................
5
1.3 Pembatasan Masalah.........................................................................
6
1.4 Rumusan Permasalahan ....................................................................
6
1.5 Tujuan Penelitian ..............................................................................
6
1.6 Manfaat Penelitian ............................................................................
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkembangan Sosial........................................................................
2.1.1 Perkembangan Sosial Anak Usia Dini ......................................
2.1.2 Pengertian Keterampilan Sosial................................................
2.1.3 Jenis Keterampilan Sosial.........................................................
2.2 Bermain bagi Anak ...........................................................................
2.2.1 Bermain Peran Mikro ...............................................................
2.2.2 Media yang digunakan dalam Kegiatan Bermain Peran...........
2.2.3 Langkah-langkah Bermain Peran .............................................
2.2.4 Manfaat Bermain Peran ............................................................
2.3 Hubungan Kegiatan Bermain dengan Keterampilan Sosial .............
2.4 Kerangka Pikir ..................................................................................
2.5 Hipotesis............................................................................................

9
9
11
13
14
19
20
22
23
24
28
30

BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian................................................................................
3.2 Prosedur Penelitian ...........................................................................
3.3 Lokasi Penelitian................................................................................
3.4 Populasi dan sampel Penelitian..........................................................
3.5 Variabel Penelitian ............................................................................
3.6 Definisi Variabel ................................................................................
3.7 Teknik Pengumpulan Data.................................................................
3.8 Kisi-kisi Instrumen.............................................................................
3.9 Teknik Analisis Data..........................................................................

31
31
32
32
33
33
35
37
38

xiii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian..................................................
4.1.1 Sejarah Taman Kanak Kanak Assalam ....................................
4.1.2 Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah.................................................
4.1.3 Situasi dan Kondisi Sekolah ....................................................
4.2 Data Penelitian .................................................................................
4.2.1 Data Variabel Kegiatan Bermain Peran Mikro.........................
4.2.2 Data Variabel Keterampilan Sosial...........................................
4.3 Analisis Uji Hipotesis .......................................................................
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian............................................................
4.4.1 Bermain Peran Mikro .............................................................
4.4.2 Keterampilan Sosial Anak .......................................................
4.4.3 Hubungan Kegiatan Bermain Peran Mikro dengan
Keterapilan Sosial ...................................................................
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .......................................................................................
5.2 Saran .................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiv

42
42
43
45
46
46
47
49
51
51
52
54

56
56

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

3.1 Kisi-kisi Instrumen Keterampilan Sosial .....................................................
3.2 Kisi-kisi Instrumen Bermain Peran Mikro ...................................................
3.3 Tolak Ukur Kriteria Tingkat kemampuan....................................................
3.4 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi ....................................................
4.1 Data Fasilitas di TK Assalam Bandar Lampung..........................................
4.2 Distribusi Frekuensi Data Kegiatan bermain Peran Mikro ..........................
4.3 Distribusi Frekuensi Data Keterampilan Sosial ...........................................
4.4 Silang Kegiatan Bermain Peran Mikro Terhadap Keterampilan sosial .......

xv

37
38
39
40
45
47
48
48

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

2.1 Kerangka Pikir .............................................................................................
3.1 Rumus Interval .............................................................................................
3.2 Rumus Korelasi Spearman Rank .................................................................
3.3 Rumus Koefisien Determinasi .....................................................................

xvi

29
39
40
41

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan memilki peranan penting dalam membangun suatu bangsa, karena
melalui pendidikan dapat tercipta generasi yang cerdas, berwawasan, terampil
dan berkualitas yang diharapkan dapat menjadi generasi-generasi dalam
memberikan perubahan bangsa menuju kearah yang lebih baik. Dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3
tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan bertanggung
jawab (Sisdiknas, 2003:5)
Upaya membawa peserta didik mencapai tujuan pendidikan nasional, maka
peserta didik harus dibina sejak usia dini, karena diusia dinilah semua potensi
sedang berkembang dengan pesat, hal ini sebagaimana yang tertuang dalam
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Bab 1, Pasal 1, Butir 14, bahwa:
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut.

2

Atas dasar hal tersebut maka pendidikan anak usia dini sangatlah penting,
mengingat anak usia dini merupakan usia yang sangat kritis dimana pada usia
tersebut merupakan penentu bagi perkembangan selanjutnya. Oleh sebab itu
maka guru, orangtua, dan masyarakat perlu memahami betapa pentingnya
pendidikan

anak

usia

dini

dalam

mengembangkan

seluruh

aspek

perkembangan anak, baik aspek moral agama, fisik motorik, kognitif, sosial,
emosional dan bahasa.

Seluruh aspek perkembangan anak akan terstimulasi dengan baik jika melalui
kegiatan bermain, karena pada dasarnya anak belajar melalui bermain.
Menurut Freud dalam Nuraini (2007:178) bahwa:
Bermain tidak sama dengan bekerja, tetapi anak-anak menganggap bermain
sebagai sesuatu yang serius, didalam bermain anak menumpahkan seluruh
perasaannya, bahkan mampu mengatur “dunia didalamnya” agar sesuai
dengan “dunia luar. Dalam bermain anak akan berusaha mengatur, menguasai,
berpikir, dan berencana.

Mengkaji dari pendapat Freud bahwa bermain sangatlah penting bagi anak,
karena bermain tidak terlepas dari kehidupan anak. Melalui kegiatan bermain
rangsangan yang diberikan kepada anak untuk meningkatkan aspek-aspek
perkembangan anak akan dengan mudah diserap oleh anak, dalam bermain
anak bersosialisasi dengan lawan mainnya sehingga tanpa disadari dengan
bermain akan membantu anak mengembangkan keterampilan sosial anak.
Rogers dan Ros dalam Nuraini (2007:91) mengartikan keterampilan sosial
sebagai:
Kemampuan untuk menilai apa yang sedang terjadi dalam suatu situasi sosial;
keterampilan untuk merasa dan dengan tepat menginterpretasikan tindakan
dan kebutuhan dari anak-anak dikelompok bermainnya; kemampuan untuk

3

membayangkan bermacam-macam tindakan yang memungkinkan dan
memilih salah satunya yang paling sesuai.
Berdasarkan hal tersebut maka keterampilan sosial sangat perlu dikembangkan
pada usia dini seperti belajar berinteraksi dengan teman sebaya untuk saling
memberi, belajar bergaul dengan anak lain untuk berinteraksi secara harmoni,
menunggu giliran, berbagi, menolong dan membantu teman, menaati
peraturan yang berlaku, bersikap kooperatif, menunjukkan rasa empati,
menghargai hak-hak orang lain dan menyelesaikan/mengatasi konflik dengan
orang lain.

Guna mencapai perkembangan keterampilan sosial sebagaimana yang
diharapkan, diperlukan campur tangan guru dengan memberi kesempatan pada
anak untuk melakukan aktivitas bermain yang sifatnya dapat membantu
perkembangan sosialnya. Bermain peran merupakan salah satu permainan
yang bisa menjadi alternatif dalam mengembangkan keterampilan sosial.
Mengingat bahwa dengan bermain peran secara tidak langsung dapat
merangsang anak untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman lainnya.
Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Gowen dalam Mukhtar (2014:208)
bahwa:
Bermain peran sebagai sebuah kekuatan yang menjadi dasar perkembangan
daya cipta, tahapan, ingatan, kerjasama kelompok, penyerapan kosa kata,
konsep hubungan kekeluargaan, pengendalian diri, keterampilan mengambil
sudut pandang spasial, afeksi, dan kognisi.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat diartikan bahwa bermain peran dapat
mengembangkan berbagai keterampilan sosial anak. Saat anak berada
disekolah anak akan berinteraksi dengan guru dan teman sebayanya.

4

Perkembangan anak usia prasekolah khususnya usia 5-6 tahun merupakan
masa disaat anak mengalami penyesuaian melalui interaksi dengan teman
sebaya. Anak usia 5-6 tahun sudah mulai menjalin komunikasi dalam
kelompok kecil dan ikut terlibat aktif dengan anak lain pada saat bermain.
Aisyah (2012: 9.40) mengungkapkan bahwa “Anak usia 5-6 tahun ketika anak
mulai memasuki sekolah, anak lebih mudah diajak dalam suatu kelompok ia
juga mulai memilih teman bermainnya entah tetangga atau teman sebaya yang
berada diluar rumah.”

Berdasarkan kenyataan dilapangan masih banyak guru kurang memberi
kesempatan kepada anak untuk melakukan kegiatan bermain, hal ini
berdampak

terhadap

perkembangan

anak

sehingga

tidak

menutup

kemungkinan jika keterampilan sosialnya menjadi rendah. Hal ini terjadi di
TK Assalam Bandar Lampung pada kelompok B usia 5-6 tahun.

Berdasarkan hasil survey awal di TK Assalam Bandar Lampung nampak
bahwa guru cenderung memberikan pembelajaran pada anak dengan
menggunakan lembar kerja siswa yang didalamnya berisi tentang hitunghitungan dan ejaan huruf sederhana, selain itu anak hanya diajak menggambar,
mewarnai, dan menulis. Guru kurang memberikan kesempatan pada anak
untuk melakukan kegiatan secara berkelompok selain itu media yang
digunakan dalam pembelajaran belum mendukung serta kurang bervariatif.
Akibatnya keterampilan sosial anak tidak bisa berkembang secara optimal, ini
terlihat masih banyak anak yang belum mau bermain dengan temannya, anak

5

masih suka menyendiri, tidak mau berkelompok dan melakukan kerja sama
dengan anak lain, anak takut dan menangis jika ditinggal orang yang
dikenalnya, masih tidak mau berbagi dengan teman lainnya, serta masalahmasalah sosial lainnya.

Kecenderugan diatas mungkin disebabkan karena pembelajaran yang
diberikan guru tidak mengakomodasi kepentingan bersama dengan memberi
kesempatan anak untuk bersosialisasi dengan temannya, guru hanya
melakasanakan tugas rutin dalam kegiatan pembelajaran tanpa adanya inovasi
dan variasi dalam pembelajaran sehingga tidak menggerakkan anak untuk
melakukan kegiatan belajar.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah yang diangkat dalam
penelitian ini adalah keterampilan sosial anak usia dini belum berkembang
secara optimal, sehingga perlu distimulasi secara tepat melalui kegiatan
bermain. Bermain peran merupakan salah satu permainan yang bisa menjadi
alternatif dalam mengembangkan keterampilan sosial anak. Sehinggaa judul
yang diangkat dalam penelitian ini adalah Hubungan Kegiatan Bermain Peran
Mikro dengan Keterampilan Sosial pada Anak Usia Dini.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dapat
diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Kegiatan pembelajaran tidak dilakukan melalui bermain

6

2. Kegiatan pembelajaran kurang memberikan kesempatan anak untuk
bersosialisasi
3. Keterampilan sosial anak belum berkembang secara optimal

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka perlu adanya
pembatasan masalah. Hal ini disesuaikan dengan identifikasi masalah agar apa
yang hendak dicapai dalam penelitian ini dapat terarah dengan baik. Maka
dalam hal ini peneliti membatasi pada “Hubungan Kegiatan Bermain Peran
Mikro dengan Keterampilan Sosial pada Anak Usia 5-6 tahun di TK Assalam
Bandar Lampung Tahun Ajaran 2014-2015

1.4 Rumusan permasalahan

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah
yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan permasalah penelitian ini
yaitu:
“ Bagaimana hubungan antara kegiatan bermain peran mikro dengan
keterampilan sosial pada anak usia dini?”

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kegiatan bermain
peran mikro dengan keterampilan sosial pada anak usia dini.

7

1.6 Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi
guru dan calon guru dalam mengetahui pengembangan potensi anak,
khususya mengenai hubungan kegiatan bermain peran mikro dengan
keterampilan sosial anak.

2. Secara Praktis

Penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memiliki kemanfaatan
sebagai berikut:
1. Bagi Siswa
Agar siswa lebih aktif dan tertarik dalam mengikuti proses
pembelajaran sehingga dapat mengembangkan berbagai keterampilan
sosialnya.
2. Bagi Guru
Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran,
serta menambah pengetahuan guru dalam menerapkan kegiatan
bermain peran mikro untuk mengembangkan keterampilan sosial anak
usia dini.
3. Bagi Sekolah
Memberikan informasi tentang pentingnya pembelajaran yang sesuai
dengan tahap perkembangan dalam mengembangkan potensi anak usia
dini.

8

4. Bagi Peneliti
Menambah pengalaman, dan ilmu pengetahuan sehingga kelak akan
menjadi seorang guru yang profesional.
5. Bagi Peneliti Lain
Memberikan informasi dan masukan bagi para peneliti berikutnya
yang ingin melakukan penelitian khususnya dalam mengembangkan
keterampilan sosial anak.

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Sosial

2.1.1 Perkembangan Sosial Anak Usia Dini

Anak usia dini berada pada masa pertumbuhan dan perkembangan dengan
pesat dalam rentang kehidupannya. Setiap anak memiliki tingkat pertumbuhan
dan perkembangan yang berbeda. Tingkat perkembangan sosial anak tidak
dapat dipisahkan dari konteks sosial . Sebagaimana dinyatakan oleh Susanto
(2012: 40) bahwa :
Perkembangan sosial sebagai pencapaian kematangan dalam hubungan sosial.
Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap
norma-norma kelompok, moral, dan tradisi, meleburkan diri menjadi suatu
kesatuan yang saling berkomunikasi dan bekerja sama.

Berdasarkan pendapat Susanto bahwa perkembangan sosial anak tercapai
dengan baik apabila anak mampu menyesuaikan dirinya sesuai dengan normanorma yang diharapkan dilingkungannya. Oleh sebab itu perkembangan sosial
anak perlu distimulasi dengan tepat sesuai dengan tahap perkembangannya.
Tahapan perkembangan anak dimulai pada saat anak lahir kedunia. Anak
belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain, kemudian anak
mulai mengenal keluarga, orang lain dan teman sebaya dari lingkungannya.
Kemampuan anak dalam berinteraksi akan terus berkembang dan melekat

10

dalam diri anak hingga dewasa apabila anak memperoleh stimulasi yang tepat
dari berbagai pihak yang terkait. Lingkungan sosial yang memfasilitasi dan
memberikan stimulasi perkembangan anak secara positif, maka anak akan
dapat mencapai perkembangan sosialnya secara matang.

Rentang usia 5-6 tahun, anak sudah mulai menjalin komunikasi dalam
kelompok kecil dan ikut terlibat aktif dengan anak lain pada saat bermain.
Aisyah (2012:9.40) mengungkapkan bahwa “Anak usia 5-6 tahun ketika anak
mulai memasuki sekolah, anak lebih mudah diajak dalam suatu kelompok ia
juga mulai memilih teman bermainnya entah tetangga atau teman sebaya yang
berada diluar rumah”. Hal ini senada dengan pendapat Ardi (2014:34) yang
menyatakan bahwa:
Usia 5-6 tahun anak menjadi lebih banyak bermain dan bercakap-cakap
dengan anak lainnya, hubungan anak bersama temannya menjadikan anak
memahami dirinya sendiri untuk bersikap kooperatif, toleran, menyesuaikan
diri, dan mematuhi aturan yang berlaku dirumah,disekolah dan lingkungan
masyarakat.

Perkembangan anak usia dini khususnya 5-6 tahun merupakan masa disaat
anak mengalami penyesuaian melalui interaksi dengan teman sebaya maupun
lingkungan sekitar. Catherine lee dalam Aisyah (2012: 9.36) berpendapat
bahwa:
Anak belajar menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial dan menjadi pribadi
yang dapat bermasyarakat bergantung pada empat faktor: 1) kesempatan yang
penuh untuk sosialisasi adalah penting karena anak-anak tidak dapat belajar
hidup bermasyaarakat demgan orang lain jika sebagian waktu mereka
dipergunakan seorang diri, 2) mampu berkomunikasi. Pembicaraan yang
bersifat sosial merupakan penunjang yang penting bagi sosialisasi, tetapi
pembicaraan yang egosentris menghalangi sosialisasi, 3) anak belajar
bersosialisasi apabila mereka mempunyai motivasi untuk melakukannya, 4)
metode belajar yang efektif dengan bimbingan perkembangan adalah penting.

11

Oleh karena itu, dengan mengetahui faktor-faktor tersebut guru dan orangtua
dapat memberikan stimulasi dengan baik dan tepat sesuai dengan tahap
perkembangan anak. Aspek perkembngan sosial ditunjukkan melalui berbagai
keterampilan sosial, oleh karena itu merupakan hal penting untuk
mengembangkan sejumlah keterampilan sosial sejak usia dini. Perkembangan
keterampilan sosial usia dini dapat menentukan keterampilan individu dalam
menjalin relasi sosial dikemudian hari.

2.1.2 Pengertian keterampilan sosial

Keterampilan sosial anak usia dini perlu dilatih dan dikembangkan, maka pada
bagian ini peneliti akan membahas tentang pengertian keterampilan sosial.
Keterampilan sosial memiliki penafsiran akan arti dan maknanya. Menurut
beberapa ahli yang memberikan pendapatnya tentang keterampilan sosial
antara lain Rogers dan Ros dalam Nuraini (2007:91) mendefinisikan
keterampilan sosial yaitu:
Kemampuan untuk menilai apa yang sedang terjadi dalam suatu situasi sosial;
keterampilan untuk merasa dan dengan tepat mengintepretasikan tindakan dan
kebutuhan dari anak-anak dikelompok bermainnya; kemampuan untuk
membayangkan bermacam-macam tindakan yang memungkinkan dan
memilih salah satunya yang paling sesuai.

Berdasarkan pendapat Roger dan Ros dapat diartikan bahwa keterampilan
sosial merupakan kemampuan untuk dapat menempatkan diri dalam suatu
kondisi sosial, melalui perilaku untuk berinteraksi dengan orang lain dan
membuat hubungan baik dengan orang lain.

12

Lain halnya dengan pendapat Combs dan Slaby dalam Skripsi yang ditulis
Lahari (2012:35) mendefinisikan keterampilan sosial yaitu:
The ability to interact with others in a given social context in specific ways
that are socially acceptable or valued and at the same time personally
beneficial, mutually beneficial, or beneficial primariiy to others. Artinya
kemampuan berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan caracara yang khusus yang dapat diterima secara social maupun nilai-nilai dan
disaat yang sama berguna bagi dirinya dan orang lain.
Pengertian lain mengenai keterampilan sosial dapat dilihat juga dari pendapat
Libet dan Lewinsohn dalam skripsi yang ditulis Lahari (2012:34) yang
menyatakan bahwa:
Keterampilan sosial (Social Skill) adalah “the complex ability both to emit
behaviors that are positively reinforced , and not to emit behaviors that
punished or extinguished by other” artinya kemampuan yang kompleks untuk
menunjukkan perilaku yang baik dinilai secara positif atau negative oleh
lingkungan, dan jika perilaku itu tidak baik akan diberikan punishment oleh
lingkungan.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial
adalah sebuah kemampuan berinteraksi, berkomunikasi, kemampuan untuk
dapat menunjukkan perilaku yang baik, serta kemampuan menjalin hubungan
baik dengan orang lain digunakan seseorang untuk dapat berperilaku sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh sosial. Oleh sebab itu maka keterampilan
sosial sangat penting untuk dilatih dan dikembangkan sejak usia dini, karena
keterampilan sosial yang tepat membuat anak mampu menempatkan diri
dalam suatu situasi sosial. Keterampilan sosial yang tepat membuat anak dapat
diterima dengan baik dilingkungan sosialnya.

13

2.1.3 Jenis Keterampilan Sosial

Anak memilki berbagai keterampilan sosial yang perlu dikembangkan, ada
beberapa jenis keterampilan sosial yang di dinyatakan oleh Janice J Beaty
dalam Tesis yang ditulis Nuryulinda (2010:14) yaitu:
Keterampilan sosial mencakup perilaku-perilaku seperti: 1) empati, dimana
anak-anak mengekspresikan kasih sayang dengan menghibur atau
menyenangkan seseorang dalam kesusahan atau dengan mengungkapkan
perasaan anak lainnya yang sedang mengalami konflik; 2) kemurahan hati
atau kedermawanan, dimana anak –anak berbagi dan memberikan suatu
barang miliknya pada seseorang; 3) kerjasama, dimana anak-anak bergiliran
secara sukarela tanpa menimbulkan pertengkaran; 4) kepedulian, dimana
anak-anak membantu seseorang untuk melengkapi suatu tugas dan membantu
seseorang yang membutuhkan.
Perilaku sosial yang disebutkan oleh Jenice J Beaty sangat perlu dilatih dalam
menjalin hubungan sosial agar anak dapat diterima oleh lingkungan sosialnya.
Usia 5-6 tahun anak senang bermain, berkelompok, dan membina
persahabatan, untuk itu perlu adanya hubungan timbal balik agar tetap terjalin
interaksi sosial yang baik. Interaksi sosial yang baik tersebut diaplikasikan
melalui perilaku keterampilan sosial yang dimiliki anak.

Hurlock dalam Susanto (2012: 139) secara spesifik mengklasifikasikan pola
perilaku sosial pada anak kedalam pola-pola perilaku sebagai berikut:

1. Meniru, yaitu agar sama dengan kelompok, anak meniru sikap dan
perilaku orang yang sangat ia kagumi. Anak mampu meniru perilaku guru
yang diperagakan sesuai dengan tema pembelajaran
2. Persaingan, yaitu keinginan untuk mengungguli dan mengalahkan orang
lain, persaingan ini biasanya sudah tampak pada usia empat tahun. Anak
bersaing dengan teman untuk meraih prestasi seperti berlomba-lomba
dalam permainan, menunjukkan antusiasme dalam mengerjakan sesuatu
sendiri.
3. Kerja sama, mulai usia tahun ketiga akhir, anak mulai bermain secara
bersama dan kooperatif, serta kegiatan kelompok mulai berkembang dan

14

4.

5.

6.

7.

8.

meningkat baik dalam frekuensi maupun lamanya berlangsung, bersamaan
dengan meningkatnya kesempatan untuk bermain dengan anak lain.
Simpati, karena simpati membutuhkan pengertian tentang perasaanperasaan dan emosi orang lain, maka hal ini hanya kadang-kadang timbul
sebelum tiga tahun. Semakin banyak kontak bermain, semakin cepat
simpati akan berkembang.
Empati, seperti halnya simpati, empati membutuhkan pengertian tentang
perasaan dan emosi orang lain, tetapi disamping itu juga membutuhkan
kemampuan untuk membayangkan diri sendiri ditempat orang lain.
Dukungan sosial, menjelang berakhirnya awal masa kanak-kanak
dukungan dari teman-teman menjadi lebih penting daripada persetujuan
orang-orang dewasa.
Membagi, anak mengetahui bahwa salah satu cara untuk memperoleh
persetujuan sosial ialah membagi miliknya, terutama mainan untuk anakanak lainnya. Pada momen-momen tertentu, anak juga rela membagi
makanan kepada anak lain dalam rangka mempertebal tali pertemanan
mereka dan menunjukkan identitas keakraban antar mereka.
Perilaku akrab, anak memberikan rasa kasih sayang kepada guru dan
teman. Bentuk dari perilaku akrab duperlihatkan dengan canda tawa dan
tawa riang diantara mereka. Kepada guru, mereka memperlakukan sebagai
mana layaknya ppada orangtua mereka sendiri, memeluk, merangkul,
digendong, memegang tangan, dan banyak bertanya.

Berdasarkan pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa jenis keterampilan
sosial merupakan berbagai bentuk perilaku yang ditunjukkan anak ketika
berada dilingkungan sosial, yang kemudian diaplikasikan anak agar dapat
diterima dalam kelompok sosialnya.

2.2 Bermain Bagi Anak
Bermain merupakan dunia anak. Anak menggali pengetahuannya melalui
bermain. Bermain merupakan kebutuhan esensial bagi anak , dan anak tidak
bisa terlepas dari kegiatan bermain. Berikut ini adalah pendapat para ahli
tentang bermain. Karl Buhler dan Sehenk Danziger dalam Nuraini (2007:179)
berpendapat bahwa “Bermain adalah kegiatan yang menimbulkan kenikmatan
dan kenikmatan itulah yang akan menjadi perangsang bagi perilaku lainnya.”
Sedangkan Bruner dalam Jamaris (2006:115) mengemukakan bahwa

15

“Bermain mendorong anak melakukan berbagai kegiatan dalam memecahkan
berbagai masalah melalui penemuan”. Hal senada dikemukakan oleh Parten
dalam Nuraini (2010:34) yang memandang bahwa “kegiatan bermain sebagai
sarana sosialisasi dimana diharapkan melalui bermain dapat memberi
kesempatan anak bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan,
berkreasi dan belajar secara menyenangkan”. Pendapat lain juga dikemukakan
oleh Piaget dalam Mutiah (2012:102) bahwa “saat bermain anak tidak belajar
sesuatu

yang

baru,

tetapi

mereka

belajar

mempraktikkan

dan

mengonsolidasikan keterampilan yang baru diperoleh.”

Berdasarkan pendapat diatas, maka bermain sangatlah penting bagi anak
mengingat bermain adalah dunia anak. Bermain merupakan kegiatan yang
dilakukan anak secara spontan karena disenangi, dan tanpa tujuan tertentu.
Bagi anak, bermain merupakan suatu kebutuhan yang perlu agar dia dapat
berkembang secara wajar dan utuh, menjadi orang dewasa yang mampu
menyelesaikan dan membangun dirinya menjadi pribadi yang matang dan
mandiri.

Setelah mengetahui tentang bermain bagi anak, maka perlu juga mengetahui
tentang jenis-jenis bermain agar guru dapat memberikan stimulasi
perkembangan anak melalui kegiatan bermain secara tepat. Bermain
merupakan

kegiatan

yang

sangat

penting

bagi

pertumbuhan

dan

perkembangan anak, dalam bermain ada tiga jenis main yang menjadi
perhatian untuk mengembangkan seluruh kecerdasan dan keterampilan hidup

16

anak. Menurut Mukhtar (2014:202) ada tiga jenis main anak usia dini yakni:
1) main sensorimotor, 2) main peran, 3) main pembangunan. Berdasarkan tiga
jenis main yang telah dikemukakan oleh Mukhtar, maka dapat dideskripsikan
bahwa kegiatan bermain akan menjadi suatu kegiatan yang menarik apabila
guru mengetahui jenis bermain anak. Salah satu jenis main yang dapat
membantu mengembangkan keterampilan sosial anak adalah main peran.

Bermain

peran

merupakan

salah

satu

jenis

bermain

yang

dapat

mengembangkan keterampilan sosial anak. Menurut Moeslichatoen (2004:38)
bermain peran adalah “bermain yang menggunakan daya khayal yaitu dengan
memakai bahasa atau berpura-pura bertigkah laku seperti benda tertentu, atau
orang tertentu, dan binatang tertentu yang dalam dunia nyata tidak
dilakukakan”.

Sedangkan

Vygotsky

dalam

Mutiah

(2012:115)

mengemukakan bahwa “Main peran disebut juga main simbolis, pura-pura,
make-believe, fantasi, imajinasi, atau main drama sangat penting untuk
perkembangan kognisi, sosial, dan emosi anak usia tiga sampai enam tahun”.
Bermain peran mulai tampak sejalan dengan mulai tumbuhnya kemampuan
anak untuk berimajinasi. Kemampuan ini akan berkembang bila anak
mendapat stimulasi secara tepat.

Kegiatan bermain peran memberikan kesempatan kepada anak untuk
merealisasikan ide atau khayalan yang ada pada dirinya menjadi kenyataan.
Selain itu dalam bermain peran anak tidak bermain sendiri, melainkan
berinteraksi dengan anak lain, hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Vygotsky

17

dalam Mukhtar (2014:208) bahwa “fungsi mental yang lebih tinggi berakar
pada hubungan sosial dan kerja sama. Melalui main peran, anak dapat
membangun kemampuan untuk berimajinasi dan berinteraksi dengan orang
lain dalam konteks sosial,” dengan demikian bermain peran sesungguhnya
melibatkan seluruh kemampuan yang anak miliki, tidak hanya dari segi
kemampuan berkomunikasi saja yang berkembang tetapi diantaranya juga
kemampuan dalam berimajinasi, sosialisasi, konsentrasi, dan tingkat
kesabaran anak pada saat bermain peran bersama dengan anak lain.

Smilansky dalam Montolalu (2008:2.22) berpendapat bahwa “dalam bermain
dramatisasi anak-anak menirukan tidakan-tindakan yang dihubugkan dengan
suatu perlengkapan tertentu, belajar berperan seolah-olah mereka adalah
seseorang atau sesuatu yang tidak asing lagi bagi mereka”. Kegiatan bermain
peran dalam hal ini setiap anak dapat berpura-pura menjadi aktor, pengamat
dengan melakukan dialog-dialog baik dengan dirinya sendiri atau dengan
orang lain, sehingga memberi informasi, gagasan, atau ide-ide mengenai suatu
kegiatan atau cerita yang akan diperankan.

Menurut Jean Piaget dalam Montolalu (2008:2.18) Anak usia 2-7 tahun berada
dalam tahap perkembangan Symbolic Play (bermain simbolis). Bermain
simbolis ini merupakan ciri-ciri tahap praoperasional dan yang terjadi adalah
sebagai berikut:
1. Secara bertahap anak mulai berbahasa dengan kata-kata baru, sering
bertanya dan menjawab pertanyaan.
2. Anak-anak ingin sekali belajar dan tidak henti-hentinya bereksplorasi,
memanipulasi benda-benda (memainkan dan menggerakkan) serta

18

bereksperimen dengan lingkungannya agar dapat mempelajari lebih
banyak hal lagi.
3. Anak mulai dapat menggunakan berbagai benda sebagai simbol atau
benda-benda lain dan bermain pura-pura, seperti balk bisa jadi telepon atau
jadi ayam goreng ketika pura-pura memasak.
4. Dalam perkembangannya kegiatan bermain simbolis ini akan semakin
bersifat konstruktif, dalam arti lebih mendekati kenyataan, merupakan
latihan berpikir dan mengarahkan ana untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
Melalui bermain peran, anak akan menirukan berbagai bentuk perilaku dari
tokoh yang diperankan dan mempengaruhi kehidupannya secara spontan
sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh anak. Kegiatan
bermain peran membantu anak untuk mempelajari lebih dalam mengenai
dirinya sendiri, keluarga, dan masyarakat sekitarnya.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan
bermain peran merupakan suatu kegiatan yang berfokus pada memainkan
peranan tertentu seakan-akan sedang memerankan tokoh atau peran
sesungguhnya. Peran yang dimainkan adalah peran terjadi dalam kehidupan
mereka sehari-hari seperti dokter, tukang pos, pedagang, guru, dan profesi
lainnya yang dapat menciptakan situasi khayalan yang dapat memberikan
kesempatan untuk bereksplorasi dengan suatu objek dan melakukan kegiatan
yang sesuai dengan karakter objek tersebut.

Bermain peran menurut Vygotskky dalam Mutiah (2012:115) terbagi menjadi
dua jenis yaitu bermain peran makro dan bermain peran mikro. Bermain peran
makro menurut Vygotsky dalam Mutiah (2012:115) adalah “anak berperan
sesungguhnya dan menjadi seseorang atau sesuatu”.

Sedangkan bermain

19

peran mikro menurut Vygotsky dalam Mutiah (2012:115) adalah “dimana
anak menggerak gerakan benda berukuran kecil untuk menyusun adegan, saat
anak bermain peran mikro anak belajar untuk menghubungkan dan mengambil
sudut pandang dari orang lain.” Kedua jenis bermain peran tersebut pada
dasarnya memiliki fungsi yang sama, hanya pada saat memainkannya yang
berbeda, yakni pada saat bermain peran makro anak sendiri yang menjadi
pemerannya sedangkan pada saat bermain peran mikro anak yang menjadi
dalang untuk memerankan tokoh-tokoh berukuran kecil, namun dalam hal ini
peneliti hanya ingin membahas tentang kegiatan bermain peran mikro.

2.2.1 Bermain Peran Mikro

Bermain peran terbagi menjadi dua jenis yaitu bermain peran makro dan
mikro, maka pada bagian ini peneliti hanya memfokuskan pada bermain peran
mikro. Vygotsky dalam Mutiah (2012:115) mengemukakan bahwa Peran
mikro adalah “kegiatan dimana anak menggerak-gerakkan benda-benda
berukuran kecil untuk menyusun adegan, saat anak bermain peran mikro anak
belajar untuk menghubungkan dan mengambil sudut pandang dari orang lain.”

Senada dengan pendapat Nuraini (2010:89) yang menyatakan bermain peran
mikro adalah “kegiatan yang berfokus pada kegiatan dramatisasi dengan alatalat permainan berukuran kecil/mini seperti: boneka-boneka mini, rumahrumahan mini, pesawat-pesawatan mini dan sebagainya”. Berdasarkan uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa bermain peran mikro yaitu anak memainkan
peran alat bermain atau benda yang berukuran kecil atau mini (boneka orang

20

atau binatang,rumah boneka, dll). Bermain peran kecil ini anak bertindak
sebagai dalang yang merupakan otak penggerak yang menghidupkan alat main
tersebut untuk memainkan suatu adegan, peran-peran dalam skenario main
peran.

Bermain peran mikro membantu anak-anak belajar untuk menjadi sutradara,
mereka memainkan boneka dan mainan lain berukuran kecil misalnya rumahrumahan, sofa mini, tempat tidur mini (seperti boneka barbie dan lain-lain).
Pembelajaran akan lebih bermakna bagi anak jika didukung dengan suatu
media pembelajaran. Media dalam proses pembelajaran dapat mempertinggi
proses belajar siswa, apalagi dalam bermain peran mikro. Media pembelajaran
sangat penting digunakan pada saat kegiatan bermain peran mikro, karena
bermain peran mikro merupakan kegiatan dramatisasi menggunakan bendabenda kecil.

2.2.2 Media yang Digunakan dalam Kegiatan Bermain Peran
Mengingat bahwa dalam suatu pembelajaran khususnya pada saat kegiatan
bermain peran perlu adanya media untuk mendukung proses pembelajaran,
maka pada bagian ini peneliti akan membahas tentang media yang digunakan
dalam kegiatan bermain peran.

Menurut Mukhtar (2014:152) jika dikaitan dengan anak usia dini, maka media
pembelajaran memiliki arti yakni:
Segala sesuatu yang dapat dijadikan bahan (software) dan alat (hardware)
untuk bermain yang membuat anak usia dini mampu memperoleh

21

pengetahuan, keterampilan, dan menentukan sikap. Media yang digunakan
dalam PAUD adalah Alat Permainan Edukatif (APE).

Adapun media atau alat-alat yang peneliti gunakan dalam kegiatan bermain
peran berupa alat atau media yang berukuran mikro. Alat berukuran mikro
merupakan alat yang berukuran kecil yang memungkinkan anak untuk
memegang dan menggerakkan benda tersebut guna menyusun adegan, misal
bermain boneka, masak-masakan, rumah-rumahan, binatang-binatangan dan
lain-lain.

Pemilihan alat mikro dalam kegiatan bermain peran harus memperhatikan
persyaratan alat permainan di PAUD. Menurut Montolalu (200:7.4) ada
beberapa persyaratan alat permainan antara lain:
1. Setiap alat permainan hendaknya menonjolkan fungsi pedagogis yang
sesuai dengan taraf perkembangan anak.
2. Ukuran dan bentuknya sesuai dengan usia anak,
3. Aman dan tidak berbahaya bagi anak
4. Menarik baik warna maupun bentuknya.
5. Awet tidak mudah rusak dan mudah pemeliharaannya.
6. Murah dan mudah diperoleh.
7. Jumlahnya hendaknya mencukupi kebutuhan anak
8. Alat permainan harus mendorong anak untuk melakukan penemuanpenemuan baru dan melakukan berbagai eksperimen
Persyaratan alat permainan untuk anak harus sangat diperhatikan, karena
dengan memperhatikan persyaratan alat permainan diharapkan anak merasa
senang dan aman pada saat bermain khususnya dalam kegiatan bermain peran.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, dalam hal ini alat yang
digunakan dalam bermain peran adalah alat berukuran mikro yang
memungkinkan anak untuk berperan menjadi seseorang dan memungkinkan

22

anak untuk memegang dan menggerakkan benda tersebut guna
menyusun adegan.

2.2.3 Langkah Langkah Bermain Peran

Sebelum melakukan kegiatan bermain peran, maka perlu mengetahui
langkah-langkah dalam bermain peran agar pembelajaran dalam
bermain peran dapat berjalan secara efektif dan efesien. Menurut
Nuraini (2010:82) langkah-langkah kegiatan bermain peran adalah
sebagai berikut:
1. Guru mengumpulkan anak-anak untuk diberikan pengarahan dan
aturan-aturan serta tata tertib dalam bermain
2. Guru membicarakan alat-alat yang akan digunakan oleh anak-anak
untuk bermain
3. Guru memberikan pengarahan sebelum bermaindan mengabsen
anak-anak serta menghitung jumlah anak bersama-sama
4. Guru memberikan tugas kepada anak sebelum bermain menurut
kelompoknya agar anak tidak saling berebut dalam bermain. Anak
diberikan penjelasan mengenai alat-alat bermain yang sudah
disediakan
5. Guru sudah menyiapkan anak-anak permainan yang akan digunakan
sebelum anak-anak mulai bemain.
6. Anak bermain sesuai dengan perannya.
7. Guru hanya mengawasi, mendampingi anak dalam bermain apabila
dibutuhkan anak guru membantunya, guru tidak banyak bicara dan
tidak banyak membantu anak.
8. Setelah waktu bermain hampir habis, guru dapat menyipkan berbagai
macam buku cerita sementara guru merapikan permainan dengan
dibantu oleh beberapa anak.

Hal senada juga dikemukakan oleh Djamarah (2005:238) bahwa “terdapat
lima langkah dalam bermain peran yaitu: (1) penentuan topik, (2)
penentuan anggota pemeran, (3) mempersiapkan peranan, (4) latihan
singkat dialog, (5) pelaksanaan permainan peran”. Berdasarkan pendapat

23

diatas, maka langkah-langkah bermain peran perlu diketahui oleh para
pendidik agar pelaksanaan pembelajaran pada saat bermain peran dapat
berjalan secara efektif dan efisien sehingga tujuan pembelajaranpun dapat
tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
2.2.4 Manfaat Bermain Peran
Mengingat bahwa bermain peran memiliki banyak manfaat bagi aspek
perkembangan anak, maka pada bagian ini peneliti akan membahas
tentang manfaat bermain peran. Anak memerlukan waktu yang cukup
banyak untuk mengembangkan dirinya melalui bermain. Montolalu
(2008:1.18) menyatakan bahwa:
Bermain bagi anak-anak mempunyai arti yang sangat penting karena
melalui bermain anak dapat menyalurkan segala keinginan dan kepuasan,
kreativitas, dan imajinasinya. Melalui bermain anak dapat melakukan
kegiatan-kegiatan fisik, belajar bergaul dengan teman sebaya, membina
sikap hidup positif, mengembangkan peran suatu jenis
kelamin, menambah perbendaharan kata, dan menyalurkan perasaan
tertekan.
Dunia anak adalah dunia bermain, karena dalam kegiatan bermain semua
aspek

perkembangan

anak

dapat

berkembang.

Bermain

peran

memungkinkan untuk menggabungkan bahasa lisan dengan imajinasi
untuk meniru, berpura-pura menjadi seseorang atau suatu hal. Selain itu,
melalui bermain peran memungkinkan anak fleksibel dengan situasi yang
baru, dan dapat mentransformasikan apa yang telah anak perankan dalam
kehidupan nyata. Tedjasaputra (2003:58) mengemukakakan pendapatnya
tentang manfaat bermain peran yakni:
Bermain peran membantu penyesuaian diri anak, dengan memerankan
tokoh-tokoh tertentu ia belajar tentang aturan-aturan atau perilaku apa
yang bisa diterima oleh orang lain, baik dalam berperan sebagai ibu,

24

ayah,guru, murid dan seterusnya. Perkembangan bahasa juga dapat ditingkatkan
karena adanya penggunaan bahasa didalam kegiatan bermain ini mau tidak mau ia
akan mendengar informasi baru dari teman mainnya sehingga perbendaharaan
kata makin luas.

Pendapat lain tentang manfaat bermain peran juga dikemukakan oleh Tarigan
dalam Skripsi yang ditulis Yola Indira (2008:33) bahwa melalui bermain peran
yang baik dan terorganisir akan diperoleh manfaat antara lain:
1) memupuk kerja sama yang baik dalam hubungan sosial; 2) memberi
kesempatan pada anak untuk melahirkan daya kreasi masing-masing; 3)
mengembangkan emosi yang sehat bagi anak-anak; 4) menghilangkan sifat malu,
gugup, dan lain-lain; 5) mengembangkan apresiasi dan sikap yang baik, 6)
menghargai pikiran dan pendapat orang lain; 7) menanmkan kepercayaan pada
diri sendiri, 8) dapat mengurangi kejahatan dan kenakalan anak-anak.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa bermain peran merupakan
suatu hal yang sangat penting dan dibutuhkan bagi anak, karena melalui bermain
peran, anak dapat belajar bagaimana berhubungan, berkomunikasi dengan baik
agar memperoleh respon positif dari lawan bicara, dengan demikian terciptalah
suatu hubungan yang harmonis, yang didalamnya anak juga mampu belajar untuk
bekerja sama dengan ana