Makalah Hukum Laut Internasional

HUKUM LAUT INTERNASIONAL
“PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP PENCEMARAN PESISIR
PANTAI OLEH BOCORNYA MINYAK MENTAH MILIK PT. AMERTA
HESS INDONESIA”

Disusun Oleh:
Monica Kristianti S.
E0010233
Kelas B

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang ada di dunia. Dengan letak
geografis dan astronomi yang strategis membuat Indonesia dilirik oleh banyak negara maupun
perusahaan-perusahaan swasta asing maupun dalam negeri untuk di eksplorasi terutama dalam
sumber daya alam minyak dan gas alam. Dengan adanya UNCLOS tahun 1982 yang
menghasilkan Konferensi Hukum Laut III dan merumuskan laut negara terutama Indonesia
dalam hal ini yang merupakan negara kepulauan dan memiliki wilayah laut yang cukup luas
dengan adanya penarikan garis pangkal dari titik-titik pulau terluar dari Indonesia.
Dan adanya kebebasan untuk setiap negara memiliki kedaulatan untuk mengeksplorasi
maupun mengeksploitasi wilayah laut yang ada seperti laut territorial, landas kontingen, zona

tambahan, zona ekonomi eksklusif maupun laut lepas selama itu tidak merugikan dan dapat
dikembangkan lebih lagi.
Berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi maka fungsi laut semakin bertambah
dengan ditemukannya bahan-bahan tambang dan galian yang berharga di dasar laut dan usahausaha mengambil sumber daya alam. Atau laut juga dapat dikatakan sebagai jalur pelayaran,
kepentingan

pertahanan,

keamanan

dan

pelbagai

kepentingan

lainnya.

Disamping itu dengan berakhirnya perang dunia kedua, sebagaimana dikemukakan oleh M.
Kusumaatmadja (1978: 1) yang dikutip oleh Prof. Dr. Alma Manuputty Patileuw, SH, MH

(2012: 1) beberapa faktor yang menyebabkan sehingga hukum laut internasional mengalami
perubahan diantaranya: 1
1. Semakin bergantungnya penduduk dunia yang semakin bertambah jumlahnya pada laut
dan samudera sebagai sumber kekayaan alam baik hayati maupun nonhayati termasuk
minyak, dan gas bumi.
2. Kemajuan tekhnologi yang memungkinkan penggalian sumber kekayaan alam di ilaut
yang tadinya tak terjangkau oleh manusia.
3. Perubahan peta bumi politik sebagai akibat kebangkitan bangsa-bangsa merdeka,
menginginkan perubahan dalam tata hukum laut internasional yang dianggap terlalu
menguntungkan Negara-negara maju.

1 http://www.damang.web.id/2012/09/pip-hukum-laut-pendahuluan-pertemuan.html

Namun, ada juga sisi negatif dari berkembangnya ilmu pengetahuan dan kebebasan untuk
negara dapat mengeksplorasi maupun mengeksploitasi sumber daya alam terutama yang ada di
dalam lautan. Karena dari ekplorasii tersebut sering pula terjadi kebocoran-kebocoran pipa gas
maupun lepasnya minyak mentah yang akhirnya merusak ekosistem lautan terutama pantai. Dan
seringkali ini tidak ditemukan penyelesaian.
Pencemaran atas laut atau Marine Pollution merupakan salah satu masalah yang
mengancam bumi saat ini, Pencemaran atas laut terus dibicarakan dalam konteks perbaikan

lingkungan hidup internasional. Perlindungan laut

terhadap pencemaran adalah merupakan

upaya melestarikan warisan alam. Melestarikan warisan alam adalah memberikan prioritas pada
nilai selain ekonomis : nilai keindahan alam, nilai penghormatan akan apa yang ada yang tidak
diciptakan sendiri, dan lebih dari itu, nilai dari kehidupan itu sendiri, sebuah fenomena yang
bahkan sekarang ini dengan kemampuan akal budi manusia tidak mampu dijelaskan.2
Sebagai contoh adalah bocornya pipa minyak milik perusahaan kilang minyak mentah
dan gas alam PT. Amerta Hess Indonesia yang bocor hingga Senin (13/04/09) kemarin, belum
dapat diatasi oleh Hess. Kebocoran yang sudah berlangsung sejak 8 April lalu ini menimbulkan
pencemaran pantai pesisir Manyar.
Dalam keadaan ini bagaimana peran negara yang dalam hal ini adalah Indonesia
menyikapi persoalan dari bocornya pipa minyak mentah dan gas alam milik PT. Amerta Hess
Indonesia dan bagaiamana bentuk pertanggungjawaban dari PT. Amerta Hess Indonesia terhadap
kebocoran tersebut yang menyebabkan rusaknya atau tercemarnya ekosistem pantai di pantai
pesisir Manyar tersebut.

PEMBAHASAN
A. Pencemaran Laut dan Wilayah Pesisir dalam Hukum Laut Internasional


2 George Sessions (Ed), Deep Ecology for the 21st Century. Readings on the Philosophy and Practice of

the New Environmentalism, Boston & London : Shambhala, 1995. Hal. 426.

Pencemaran laut didefinisikan oleh para ahli yang tergabung pada badan-badan di bawah
Perserikatan Bangsa-Bangsa:3
Introduction by man, directly or indirectly, of substance or energy into the the marine
environment (including) resulting in such deleterious effects as harm to living resources,
hazardous human health, hindrance to marine activities including fishing, impairment quality
for use of sea water and reduction of amenities.[1]
The United States National Oceanic and Atmospheric Administration (NOOA) dalam
laporannya dalam kongres mengenai pembuangan limbah di samudra (ocean dumping),
menyimpulkan pencemaran samudera sebagai berikut :
The unfavourable alteration of the marine environment....thought direct or indirect effect of
changes in energy pattern, tradition and distribution, abundance, and quality of organisms.[2]
Pencemaran Laut menurut Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran dan/atau Perusakan Laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga
kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi

dengan baku mutu dan/atau fungsinya.
Sumber daya alam harus dijamin

kelestariannya

antara

lain

dengan

tetap

mempertahankan lingkungan laut. Pada kondisi yang menghubungkan bagi hakikat laut, juga
sistem pengelolaan dalam mengupayakan sumber daya alam yang ada. Tumbuhnya kesadaran
yang diciptakan mengordinasikan laut ataupun dalam memenuhi kebutuhan dari laut, merupakan
langkah untuk mewujudkan pelestarian lingkungan laut, sekalian sumber yang terkandung dalam
laut tidak terbatas. Didalam mengupayakan laut misalnya penangkapan ikan, jenis ikan yang
berlebihan dengan menggunakan pukat harimau sangatlah berbahaya dan dapat menimbulkan
kepunahan itu tidak dapat dirasakan dalam jangka waktu yang pendek.4

Perhatian bangsa-bangsa terhadap tindakan eksplorasi dan ekploitasi dasar laut untuk
menemukan dan mengambil minyak bumi diawali saat tindakan pemerintah Amerika Serikat
yang mengeluarkan Proklamasi Truman tahun 1948 tentang Continental Self. Tindakan ini
bertujuan mencadangkan kekayaan alam pada dasar laut dan tanah dibawahnya yang berbatasan
dengan pantai Amerika Serikat untuk kepentingan rakyat dan bangsa Amerika Serikat, terutama
kekayaan mineral khususnya minyak bumi.
Peningkatan yang telah dicapai manusia dalam mengeksploitasi minyak bumi di dasar
laut tidak lepas dari suatu resiko. Resiko penggunaan teknologi pengeboran minyak lepas pantai
3 http://lokuaksuko.blogspot.com/2012/11/pencemaran-laut-ditinjau-dari-sudut.html
4 P.Joko Subagyo, SH. Hukum Laut Indonesia (Jakarta, Reneka Cipta, 1991), hal.31

dan penggunaan kapal-kapal tanker pengangkat minyak menyebabkan pencemaran laut yang
tentunya akan menurunkan kualitas dan kuantitas sumber daya alam hayati dan nabati yang
menjadi objek untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Sedangkan, ruang lingkup Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK
meliputi daerah pertemuan antara pengaruh perairan dan daratan, ke arah daratan mencakup
wilayah administrasi kecamatan dan ke arah perairan laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur
dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan. Sementara itu, menurut
UNCLOS 1982, pengertian/batasan wilayah pesisir tidak diatur, tetapi UNCLOS 1982, membagi
laut ke dalam zona-zona yaitu:5

a. Wilayah laut yang berada di bawah yurisdiksi suatu Negara adalah :
1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)
2. Perairan Kepulauan (Archipelagic Waters)
3. Laut Wilayah (Territorial Sea)
4. Zona Tambahan (Contiguous Zone)
5. Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone)
6. Landas Kontinen (Continental Shelf))
b. Wilayah laut yang berada di luar yurisdiksi suatu Negara adalah:
7. Laut Lepas (High Seas)
8. Dasar Laut Dalam/kawasan (Area/Deep Sea Bed)
Dari pembagian inilah yang nantinya akan muncul hak kedaulatan dan brdaulat negara
terhadap wilayah-wilayah laut yang dapat dikelola oleh negara yang memiliki zona wilayah
tersebut. Nantinya akan ada kewenangan yang muncul dalam pembagian-pembagian tersebut.

B. Penyelesaian Sengketa terhadap Bocornya Minyak Mentah di Pesisir Pantai Milik
PT. Amerta Hess Indonesia
Pipa minyak milik PT. Amerta Hess Indonesia bocor sejak tanggal 8 April lalu yang
menyebabkan rusaknya ekosistem pesisir pantai di daerah Manyar. Kebocoran pipa milik PT
Amerta Hess Indonesia Ltd yang mengalirkan liquid hidrokarbon ke lepas pantai Ujung Pangkah
di Kabupaten Gresik. Namun hingga beberapa saat yang lalu kebocoran belum dapat diatasi. Ini

5 journal.lib.unair.ac.id/index.php/YRDK/article/download/574/573

terlihat dari tumpahan minyak yang terlihat di pantai pesisir Manyar dan ini berpontensi
menimbulkan pencemaran yang lebih luas. Pihak Hess sebagai perusahaan kilang minyak lepas
pantai membenarkan adanya kebocoran pipa, namun hingga saat ini belum bisa merinci radius
pencemaran dan berapa volume liquid hidrokarbon yang tumpah. Pihaknya masih berusaha
melokalisir minyak yang tumpah. 6
Di Indonesia tidak sedikit kejadian bocornya minyak lepas pantai yang menyebabkan
rusakanya atau adanya pencemaran yang terjadi di pesisir pantai. Untuk kasus ini Indonesia
harus menuntut penggantian ganti rugi karena kelalaian yang disebabkan oleh PT. Amerta Hess
Indonesia sehingga menyebabkan pencemaran dan rusaknya ekosistem pesisir Pantai Manyar.
PT. Amerta Hess Indonesia harus dengan sigap memperbaiki keadaan dari pipa yang bocor
tersbut dan melakukan pemugaran maupun obeservasi terhadap pesisir pantai yang rusak karena
adanya pencemaran dari kebocoran pipa yang dimiliki PT. Amerta Hess Indonesia.
Di dalam UNCLOS 1982, ada ketentuan-ketentuan umum yang berkenaan dengan
masalah lingkungan yaitu kewajiban umum negara-negara untuk melindungi dan melestarikan
lingkungan lautnya terdapat atau dinyatakan dalam seksi I yang mengatur ketentuan-ketentuan
umum. Pasal 192 menyatkan bahwa :7
States have the obligation to protect and preserve the marine environment
Ketentuan ini disusul segera oleh Pasal 193 yang mengatur hak berdaulat negara-negara

untuk menggali sumber kekayaan alamnya. Pasal ini menetapkan bahwa :
States have the sovereign right to exploit their natural resources pursuant
to their environmental policies and in accordance with their duty to protect
and preserve the marine environment.
Tindakan untuk mencegah mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut
dari sumber apapun dapat dilakukan oleh negara-negara sendiri-sendiri atau bersama-sama.
Mereka harus berusahan untuk menyerasikan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka dalam hal ini
dengan menggunakan “the best practical means at their disposal and in accordance with their
capability, individuality or jointly appropriate” (Pasal 194 paragraf 1).

6 http://www.indosiar.com/fokus/pipa-minyak-bocor-cemari-pantai_79532.html
7 https://www.google.co.id/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&ved=0CEMQFjAE&url=http%3A%2F
%2Fxa.yimg.com%2Fkq%2Fgroups%2F70943315%2F100448255%2Fname%2FPENCEMARAN
%2BLAUT.klompok.docx&ei=ejqeUdKYNsbTrQe50YDQAQ&usg=AFQjCNHLor1LcrehujGYDU5mu
phtKLbUaw&sig2=lhUo5udWfUSg11Lmqmrviw&bvm=bv.46865395,d.bmk

Kegiatan-kegiatan atau hal-hal yang melintasi batas nasional diatur dalam Pasal 194
paragraf 2 yang menetapkan bahwa:

States shall take all measures necessary to ensure that activities under their jurisdiction or
control are so conducted as not to cause damage by pollution to other States and their
environment, and that pollution arising from incidents or activities under their jurisdiction or
control does not spread beyond the areas where they exercise sovereign rights in accordance
with this Convention.
Tindakan-tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat diatas harus menangani semua
sumber pencemaran. Dalam mengambil tindakan-tindakan tersebut negara-negara harus
mencegah atau menjauhi kegiatan atau tindakan yang dapat merupakan campur tangan yang
tidak dapat dibenarkan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh negara lain dalam
pelaksanaan hak-hak dan kewajiban mereka sesuai dengan konvensi ini. (Pasal 194 paragraf 4)
Pasal 195 dari bagian ini bertalian dengan kewajiban untuk tidak mengalihkan kerusakan
atau bahaya ataupun mengalihkan satu macam pencemaran ke bentuk lain, sedangkan Pasal 196
mengatur penggunaan teknologi baru atau pemasukan jenis bentuk yang asing atau baru.

PENUTUP
Perlindungan maupun konservasi dari pencemaran laut yang muncul dari adanya
kewenangan ekploitasi maupun ekplorasi oleh negara melalui perusahaan swasta asing maupun
dalam begeri tidak dapat dipisahkan dari pengawasan negara. Karena banyaknya sumber daya
alam yang harus dilindungi di dalam masing-masing pembagian wilayah laut membuat Indonesia
dalam hal ini harus berhati-hati terutama dalam pengekplorasi dan penanaman maupun

pemasangan kabel-kabel dan pipa untuk minyak mentah maupun gas alam. Sehingga tidak
menimbulkan kerugian karena adanya pipa bocor dan menyebabkan lepasnya minyak mentah di
pesisir pantai yang akan mengganggu ekosistem pesisir pantai lainya.

UNCLOS 1982 meberikan kebebasan untuk negara agar mengembangkan dan mau
menjaga ekosistem maupun keadaan laut yang telah menjadi secara tidak langsung merupakan
bagian daripada negara.

DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Sessions, George (Ed). Deep Ecology for the 21st Century. Readings on the Philosophy and Practice of
the New Environmentalism. 1995. Boston & London : Shambhala.
Subagyo, P.Joko. Hukum Laut Indonesia. 1991. Jakarta: Reneka Cipta.

Sumber Internet
http://www.damang.web.id/2012/09/pip-hukum-laut-pendahuluan-pertemuan.html
http://lokuaksuko.blogspot.com/2012/11/pencemaran-laut-ditinjau-dari-sudut.html
https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&ved=0CEMQFjAE&url=http%3A%2F
%2Fxa.yimg.com%2Fkq%2Fgroups%2F70943315%2F100448255%2Fname%2FPENCEMARAN
%2BLAUT.klompok.docx&ei=ejqeUdKYNsbTrQe50YDQAQ&usg=AFQjCNHLor1LcrehujGYDU5mu
phtKLbUaw&sig2=lhUo5udWfUSg11Lmqmrviw&bvm=bv.46865395,d.bmk
http://www.indosiar.com/fokus/pipa-minyak-bocor-cemari-pantai_79532.html

journal.lib.unair.ac.id/index.php/YRDK/article/download/574/573