MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL

MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL
Analisis Atas Pengakuan Sebagai Bangsa Dan Pengakuan Sebagai
Negara Dalam Hukum Internasioanal Dampak Dan Pengaruhnya Dalam
Hukum Internasinonal

Disusun Oleh :
Luthfi Widyantoko

(8111416317)

Mokhammad Kahvi Faisal

(8111416340)

JURUSAN ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2017

1


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan kesehatan jasmani dan rohani serta petunjuk dan kekuatan
kepada penulis sehingga makalah yang diberi judul “Analisis Atas Pengakuan
Sebagai Bangsa Dan Pengakuan Sebagai Negara Dalam Hukum Internasioanal
Dampak Dan Pengaruhnya Dalam Hukum Internasinonal" bisa diselesaikan,
walau masih banyak kekurangan kritik dan saran sangat diharapkan penulis
agar dapat lebih baik lagi dikemudian hari.
Makalah ini disusun dan dibuat berdasarkan materi – materi yang ada. Materi –
materi bertujuan agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam
belajar. Serta juga dapat memahami nilai – nilai dasar yang direfleksikan dalam
berpikir dan bertindak. Mudah-mudahan dengan mempelajari makalah ini, akan
mampu menghadapi masalah-masalah atau kesulitan-kesulitan yang timbul
dalam belajar. Dan dengan harapan semoga semua mampu berinovasi dan
berkreasi dengan potensi yang dimiliki serta bisa memahaminya.

Semarang, 9 Oktober 2017

Luthfi Widyantoko

M. Kahvi Faisal

2

DAFTAR ISI
Cover.....................................................................................................................
...............1Kata
pengantar ............................................................................................................
.........2
Daftar
isi .........................................................................................................................
.....3
Bab I
Pendahuluan ........................................................................................................
.......4
1.1. Latar
belakang ..............................................................................................................
.4
1.2. Rumusan
Masalah .......................................................................................................10

1.3.Tujuan
Penelitian .........................................................................................................10
Bab II
Pembahasan..........................................................................................................
...11
2.1. Pembahasan
I...............................................................................................................11
2.2. Pembahasan
II .............................................................................................................13
Bab III
KESIMPULAN......................................................................................................17
A. Daftar

3

Pustaka ...............................................................................................................
18
B. Jurnal
Hukum ................................................................................................................1
8


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Negara merupakan subyek utama hukum internasional. Mengenai istilah
“negara” itu sendiri tidak terdapat defenisi yang tepat, tetapi dengan melihat
kondisi-kondisi modern saat ini, dapat ditentukan karakteristik-karakteristik
pokok dari suatu negara. Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 mengenai Hak-hak
dan Kewajiban-kewajiban Negara (yang ditanda-tangani oleh Amerika Serikat

4

dan beberapa negara Amerika Latin) mengemukakan karakteristik-karakteristik
berikut ini.1
“Negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki syaratsyarat berikut : (a) penduduk tetap; (b) wilayah yang tertentu; (c) pemerintah;
(d) kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara lain”. Hukum
internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala
internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikansebagai
perilaku dan hubungan antar negara namun dalam perkembangan pola
hubungan


internasional

yang

semakin

kompleks

pengertian

ini

kemudianmeluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan
perilaku

organisasi

internasional


tertentu,perusahaanmultinasional

dan

dan,

pada

individu.Hukum

batas

bangsa-bangsa

dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaandan aturan hukum yang
berlaku dalam hubungan antara raja-raja zamandahulu.Hukum antar bangsa
atau hukum antar negara menunjukkan padakompleks kaedah dan asas yang
mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa
Unsur wilayah adalah merupakan unsur negara dengan syarat bahwa
kekuasaan negara yang bersangkutan harus secara efektif diseluruh wilayah

negara yang bersangkutan. Hal ini berarti didalam wilayah tersebut tidak boleh
ada kekuasaan lain selain kekusaan negara yang bersangkutan. Batas wilayah
suatu negara ditentukan melalui perjanjian dengan negara-negara tetangga.
Dalam traktat yang diadakan pada tahun 1919 di Paris ditetapkan bahwa udara
diatas tanah suatu negara termasuk wilayah negara itu.
Hukum Internaasional modern sebagai suatu sistem hukum yang
mengatur hubungan antara negara-negara, lahir dengan kelahiran masyarakat
Internasional yang didasarkan atas negara-negara nasional. Sebagai titik saat
lahirnya

negara-negara

nasional

yang

modern

biasanya


diambil

saat

ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian Westphalia yang mengakhiri Perang
Tiga Puluh Tahun di Eropa. Dalam lingkungan kebudayaan India Kuno telah
terdapat kaedah dan lembaga hukum yang mengatur hubungan antar kasta,
suku-suku bangsa dan raja-raja yang diatur oleh adat kebiasaan. Menurut
1

Boermauna, Dr. 2008. Hukum Internasional “ Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika
Global”. PT Alumni : Bandung
5

Bannerjce,

adat

kebiasaan


yang

mengatur

hubungan

antara

raja-raja

dinamakan Desa Dharma. Pujangga yang terkenal pada saat itu Kautilya atau
Chanakya penulis buku Artha Sastra Gautamasutra salah satu karya abad VI
SM di bidang hukum
Hukum

Internasional

didasarkan

atas


pikiran

adanya

masyarakat

internasional yang terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka
dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah kekuasaan
lain sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara anggota
masyarakat internasional yang sederajat. Hukum Dunia berpangkal pada dasar
pikiran lain. Dipengaruhi analogi dengan Hukum Tata Negara (constitusional
law), hukum dunia merupakan semacam negara (federasi) dunia yang meliputi
semua negara di dunia ini. Negara dunia secara hirarki berdiri di atas negaranegara nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan suatu
tertib hukum subordinasi. Dalam hukum kuno mereka antara lain Kitab
Perjanjian Lama, mengenal ketentuan mengenai perjanjian, diperlakukan
terhadap orang asing dan cara melakukan perang.Dalam hukum perang masih
dibedakan (dalam hukum perang Yahudi ini) perlakuan terhadap mereka yang
dianggap musuh bebuyutan, sehingga diperbolehkan diadakan penyimpangan
ketentuan perang.

Lingkungan kebudayaan Yunani. Hidup dalam negara-negara

kita.

Menurut hukum negara kota penduduk digolongkan dalam 2 golongan yaitu
orang Yunani dan orang luar yang dianggap sebagai orang biadab (barbar).
Masyarakat

Yunani

sudah

mengenal

ketentuan

mengenai

perwasitan

(arbitration) dan diplomasi yang tinggi tingkat perkembangannya. Sumbangan
yang berharga untuk Hukum Internasional waktu itu ialah konsep hukum alam
yaitu hukum yang berlaku secara mutlak dimanapun juga dan yang berasal
dari rasion atau akal manusia.
Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antara
kerajaan-kerajaan tidak mengalami perkembangan yang pesat pada zaman
Romawi. Karena masyarakat dunia merupakan satu imperium yaitu imperium
roma yang menguasai seluruh wilayah dalam lingkungan kebudayaan Romawi.
Sehingga tidak ada tempat bagi kerajaan-kerajaan yang terpisah dan dengan
sendirinya tidak ada pula tempat bagi hukum bangsa-bangsa yang mengatur
6

hubungan antara kerajaan-kerajaan. Hukum Romawi telah menyumbangkan
banyak sekali asas atau konsep yang kemudian diterima dalam hukum
Internasional ialah konsep seperti occupatio servitut dan bona fides. Juga asas
“pacta

sunt

servanda”

merupakan

warisan

kebudayaan

Romawi

yang

berharga.
Hukum

bangsa-bangsa

dipergunakan

untuk

menunjukkan

pada

kebiasaandan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja
zamandahulu.Hukum antar bangsa atau hukum antar negara menunjukkan
padakompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota
masyarakat

bangsa-bangsa

atau

negara.

Hukum

Internasional

terdapat

beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di
suatu bagian dunia(region) tertentu Hukum Internasional regional

Hukum

Internasional yang berlaku"terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti
Hukum Internasional#merika " #merika $atin, seperti konsep landasan
kontinen (kontinental heldan konsep perlindungan kekayaan hayati laut
(Konservation o' the livingresoures o' the sea) yang mula-mula tumbuh di
benua

Amerika

sehingga

menjadi

hukum

Internasional

*mum.

Hukum

Internasional khusus Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus
berlaku bagi negara-negaratertentu seperti konvensi Eropa mengenai hukum
sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, tara perkembangan dan tingkat
integritas yang berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda
dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan.Hukum
Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakatinternasional yang
terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalamarti masingmasing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah kekuasaan lain2
Persoalan mengenai hukum internasional selalu memberikan kesan yang
menarik untuk di bahas. Topik ini senantiasa memberikan daya tarik yang
tinggi pada setiap orang. Secara teori hukum internasional mengacu pada
peraturan-peraturan dan norma-norma yang mengatur tindakan Negara-negara
dan kesatuan lain yang pada suatu saat akan diakui mempunyai kepribadian
internasional, seperti misalnya organisasi internasional dan individu, dalam hal
hubungan satu dengan yang lainnya.
2 Davidson, Scott . 1993 . Hak Asasi Manusia “Sejarah, Teori, dan Praktek dalam Pergaulan Internasional”. PT
Temprint : Jakarta

7

Negara-negara perlu hidup bersama-sama. Hukum internasional disusun
dan lahir karena kebutuhan dan dirancang untuk mencapai ketertiban dan
perdamaian dunia. Suatu sistem yang bertujuan untuk men-cap suatu negara
sebagai “bersalah” dan negara lain sebagai “tidak bersalah” dan partisiapasi
utama dari sistem hukum internasional yaitu negara-negara yang semuanya
diperlakukan sebagai pemilik kedaulatan yang sama.[1]
Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antar negara tidak
selamanya terjalin dengan baik. Seringkali hubungan itu menimbulkan
sengketa di antara mereka. Sengketa dapat bermula dari berbagai sumber
potensi sengketa. Sumber potensi sengketa antar negara dapat berupa
perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dll.
Manakala hal demikian itu terjadi, hukum internasional memainkan peranan
yang tidak kecil dalam penyelesaiannya.3
Seiring

perkembangan

zaman,

hukum

internasional

juga

terus

berkembang. Sejak pergaulan internasional makin meningkat menjelang abad
19 hukum internasional telah menjadi suatu sistem universil dan pada abad 20
telah merupakan suatu perluasan yang tidak ada tandingannya.
Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian yang
cukup penting di masyarakat internasional sejak awal abad ke- 20. Upayaupaya ini ditujukan untuk menciptakan hubungan-hubungan antara negara
yang lebih baik berdasarkan prinsip perdamaian dan keamanan internasional.
Hal itulah yang sangat menarik untuk kita amati, bagaimana peranan yang
seharusnya dilakukan oleh hukum internasional dalam menegakkan keadilan
demi tercapainya perdamaian dunia.
Negara bagaikan suatu organism maksudnya adalah bahwa Negara tidak
bisa hidup sendiri tanpa adanya Negara lain. Keberlangsungan hidupnya ikut
dipengaruhi

juga

oleh

negara-negara

lain,

terutama

negara-negara

tetangganya atau negara yang berada dalam satu kawasan dengannya.
Banyak faktor yang melatarbelakangi Negara yang satu sangat bergantung
atau memerlukan hubungan kerja sama dengan Negara lainnya. Salah satunya
3

Mansyur Effendi, Dimensi dan Dinamika Hak Azasi Manusia dalam Hukum Nasional dn
Internasional (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994) hlm. 40
8

adalah oleh karena faktor kebutuhan Negara itu sendiri. Seperti yang sudah di
jelaskan sebelumnya, bahwa Negara bagaikan suatu organisme, maka dengan
adanya kerja sama tersebut diharapkan segala kebutuhan itu dapat terpenuhi.
Akibatnya nanti juga sangat berpengaruh terhadap hubungan antara negaranegara tersebut kea rah yang lebih baik dan lebih harmonis. Namun, terkadang
dalam mencapai suatu tujuan tersebut konflik juga tak dapat terhindarkan.
Penyebabya adalah ada satu negara yang lebih mementingkan kepentingan
sepihak dari negaranya.
Sebagai Negara yang saling berbatasan territorial maka, salah satu
masalah sentral yang sangat rentan untuk memicu terjadinya konflik adalah
masalah

teritorial.

Masalah

tersebut

menjadi

sangat

sensitif

karena

menyangkut kedaulatan sebuah negara. Tak jarang persengketaan tersebut
meningkatkan ketegangan diantara negara-negara yang terlibat persengketaan
dan bahkan memicu terjadinya konflik bersenjata yang mengakibatkan
kerugian pihak-pihak yang bersengketa.
Indonesia sebagai sebuah bangsa yang besar dan wilayah yang luas baik
darat maupun lautan memiliki tantangan tersendiri untuk menjaga keutuhan
dan persatuan serta kesatuan wilayahnya. Berbagai ancaman, hambatan,
tantangan dan gangguan baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar
negeri dapat mengancam keutuhan bangsa dan Negara Indonesia. Hal yang
berkaitan dengan konsep wawasan nusantara serta implementasinya salah
satunya mengenai persengketaan berkaitan dengan daerah perbatasan antar
Negara. Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas yaitu tanah sekitar 1,937
juta km2, luas laut kedaulatan 3,1 juta km2, dan luas laut ZEE[3] (Zona
Ekonomi Eksklusif) 2,7 juta km2. Jarak dari barat ke timur lebih panjang dari
pada jarak antara London dan Siberia sebagaimana yang pernah digambarkan
oleh Multatuli.[4]Indonesia merupakan kawasan kepulauan terbesar di dunia
yang terdiri dari sekitar 18.108 pulau besar dan kecil.
Termasuk dalam kawasan kepulauan ini adalah pulau-pulau besar seperti
Sumatra, Jawa, sekitar tiga perempat Borneo, Sulawesi, kepulauan Maluku dan
pulau-pulau kecil di sekitarnya, dan separoh bagian barat dari pulau Papua dan
dihuni oleh ratusan suku bangsa. Pulau-pulau ini terbentang dari timur ke barat
sejauh 6.400 km dan sekitar 2.500 km jarak antara utara dan selatan. Garis
9

terluar yang mengelilingi wilayah Indonesia adalah sepanjang kurang lebih
81,000 km dan sekitar 80 persen dari kawasan ini adalah laut.[6] Jadi di dalam
daerah yang demikian luas ini terkandung keanekaragaman baik secara
geografis, ras maupun kultural yang seringkali menjadi kendala bagi proses
integrasi nasional. Dengan konstruksi kewilayahan yang semacam itu laut
merupakan unsur yang dominan dalam sejarah Indonesia.
Republik Indonesia mempunyai batas maritim dengan 10 negara
tetangga yaitu Australia, Timor Leste, Papua New Guinea (PNG), Palau, Filipina,
Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan India.

Dalam penataan batas

maritim dengan negara-negara tetangga tersebut, menurut Konvensi Hukum
Laut (UNCLOS) 1982, Indonesia berhak untuk menetapkan batas-batas terluar
dari berbagai zona maritim, dengan batas-batas maksimum (dihitung dari garis
pangkal atau garis dasar) yang ditetapkan sebagai berikut [Agoes, 2002]: laut
teritorial (territorial sea), zona yang merupakan bagian dari wilayah negara
sebesar 12 mil laut,

zona tambahan (contiguous zone), dimana negara

memiliki yurisdiksi khusus sebesar 24 mil laut, zona ekonomi eksklusif (ZEE),
zona dimana negara memiliki hak-hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber
kekayaan alamnya di atas dasar laut sampai permukaan laut serta pada dasar
laut serta tanah di bawahnya sebesar 200 mil laut, dan terakhir landas
kontinen (continental shelf), zona dimana negara memiliki hak-hak berdaulat
untuk memanfaatkan sumber kekayaan alam pada dasar laut serta tanah di
bawahnya (antara 200 – 350 nm atau sampai dengan 100 nm dari isobath
(kedalaman) 2500 meter).

4

Garis batas antara Indonesia dan negara-negara tersebut untuk setiap
zona maritim yang sudah ada, biasanya akan diberikan berupa daftar koordinat
geodetik (lintang,bujur) dari titik-titik batas. Namun demikian untuk informasi
koordinat batas yang ada tersebut tidak jelas menyebutkan datum geodetik
(sistem referensi koordinat) nya. Ketidakjelasan tentang datum geodetik dari
titik-titik batas maritim Indonesia dengan negara-negara tetangga ini perlu
secepatnya dikaji dan dievaluasi sebelum timbul permasalahan kelak.

4 Starke, J.G. 1992 . Pengantar Hukum Internasional . Sinar Grafika : Jakarta
10

Hingga saat ini banyak negara menghadap persoalan perbatasan dengan
tetangganya yang belum terselesaikan lewat perundingan. Bahkan kebiasaan
menunda penyelesaian masalah justru menambah rumit persoalan. Beberapa
persoalan

perbatasan

dan

“dispute

territorial”

yang

cukup

mengusik

harmonisasi antar negara maupun ke-amanan kawasan.
Wilayah nasional suatu negara merupakan modal dasar kodrati yang
perlu didaya-gunakan semaksimal mungkin untuk kepentingan peningkatan
kesejahteraan dan keamanan bangsa. Kemajuan teknologi, berkurangnya
sumber daya alam serta pertambahan jumlah penduduk telah menjadikan
ruang dunia terasa relatif semakin sempit, sedangkan dilain pihak dirasakan
pula bahwa politik kekuasaan negara maju sebaliknya semakin bersifat global.
Karena itu setiap bangsa berusaha menjadikan wilayah nasionalnya masing –
masing suatu ruang hidup yang mampu mendukung kepentingan nasionalnya,
dimana perbatasan wilayah nasional tidak hanya mempunyai dimensi politik
dan hukum semata – mata tetapi juga mempunyai dimensi ekonomi dan
budaya bangsa.
Menyempitnya ruang dunia membuat aspek wilayah menjadi faktor yang
makin penting didalam pembentukan posisi kekuasaan maupun politik
kekuasaan yang mampu menjamin tegaknya kedaulatan, integritas wilayah
serta kesatuan dan persatuan bangsa. Wawasan nusantara sebagai cara
pandang bangsa Indonesia, merupakan inti dasar budaya bangsa Indonesia
yang dilandasi oleh falsafah Pancasila serta kondisi dan posisi geografi wilayah
Indonesia

yang

menentukan

pola

pikir

dan

tata

laku

bangsa

dalam

mewujudkan kehidupan nasional yang dikembangkan dengan menumbuhkan
rasa tanggung jawab atas pemanfaatan lingkungannya. Dilain pihak Wawasan
Nusantara,

sebagai

konsepsi

geo-politik

bangsa

dan

negara

Indonesia

dikembangkan untuk menegakkan kekuasaan guna melindungi kepentingan
nasional serta merentangkan hubungan internasional dalam upaya ikut
menegakkan ketertiban dunia.
Palestina sudah lama memperjuangkan negara merdeka dan berdaulat
dengan wilayah Tepi Barat yang mencakup Jerusalem Timur dan Jalur Gaza,
yang diduduki Israel sejak perang Enam Hari pada tahun 1967. Namun
perundingan damai selama dua dekade, yang beberapa kali terhenti- tidak
11

mendapat

kesepakatan.

Perundingan

terbaru

terhenti

tahun

lalu.

Perdamaian Israel-Palestina semakin sulit diwujudkan dengan keberpihakkan
Amerika Serikat pada sekutu Zionisnya di Timur Tengah, sebagai negara yang
punya pengaruh besar dalam PBB. Setelah perundingan perdamaian IsraelPalestina selalu berunjung pada kegagalan, Palestina yang diwakili Otoritas
Palestina menempuh jalur PBB sepihak dengan tujuan agar PBB mengakui
Palestina sebagai anggota penuh organisasi internasional tersebut. Saat ini
Organisasi Pembebasan Palestina, PLO (Palestine Organization Liberation), yang
menjadi entitas non-negara dengan status pengamat. Dengan menjadi anggota
penuh maka Palestina menjadi salah satu pihak dalam traktat-traktat
internasional, seperti Mahkamah Kejahatan Internasional, ICC (International
Criminal Court), yang bisa mereka gunakan untuk menuntut pendudukan
wilayah oleh Israel.

1.2.
Rumusan Masalah
2. Bagaimana sebenarnya status

Palestina

sebagai

suatu

subjek

hukum

internasional dalam perspektif hukum internasional ?
3. Bagaimana hubungan diplomatik yang dilakukan oleh Palestina dengan
Indonesia ?

1.3.
Tujuan Penulisan
2. Untuk mengetahui status Palestina sebagai subjek hukum internasional dalam
perspektif hukum internasional.
3. Untuk mengetahui hubungan diplomatik yang dilakukan Palestina dengan
Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

12

2.1. Status Palestina sebagai subjek hukum internasional dalam perspektif
hukum internasional.
Dari 193 negara anggota Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB), 138 negara anggota menyetujui Palestina tidak lagi hanya berstatus
sebagai “entitas pengamat” melainkan sudah menjadi “negara pengamat nonanggota.”Ini merupakan hasil pemungutan suara Majelis Umum PBB, Kamis 29
November 2012. Namun, pengakuan Palestina ini tidak disetujui semua negara
anggota Majelis Umum PBB, terutama AS dan Israel.
Sembilan negara menentang, 41 abstain, serta tiga negara tidak ikut
serta dalam pemungutan suara untuk menaikkan status Palestina dari “entitas
pengamat”

menjadi

“negara

pengamat

non-anggota”

di

PBB.

Dengan

dikabulkannya permohonan Palestina melalui pemungutan suara, maka secara
tidak langsung kedaulatan Palestina sebagai negara sudah diakui. Majelis
Umum PBB ini menyetujui peningkatan status Palestina meski ada ancaman
dari Amerika Serikat dan Israel yang akan menghukum Palestina dengan
menahan dana bagi Pemerintah di Tepi Barat. Perwakilan PBB mengatakan,
Israel

mungkin

akan

menghindari

pembalasan

selama

Palestina

tidak

bergabung dalam Mahkamah Kejahatan Internasional (ICJ).
Dukungan mayoritas untuk Palestina itu mencuat setelah pidato Presiden
Mahmoud Abbas yang mengecam Israel karena “kebijakan agresif dan
kejahatan perang” di podium PBB, menimbulkan respon marah dari negara
Yahudi. “Hari ini, 65 tahun yang lalu, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi
181 yang membagi tanah bersejarah Palestina menjadi dua negara. Ini menjadi
sertifikat kelahiran Palsetina,” kata Abbas di depan 193 negara anggota
majelis. “Majelis Umum PBB kini dipanggil untuk mengeluarkan sertifikat
kelahiran

negara

Palestina,” katanya.

Perdana

Menteri

Israel

Benjamin

Netanyahu dengan cepat merespons pidato Abbas itu sebagai pernyataan
“bermusuhan dan beracun,” dan penuh “propaganda palsu.” “Itu bukan katakata dari seseorang yang ingin damai,” tambah Netanyahu dalam rilis dari
kantornya di Israel.
Setidaknya, 17 negara di Eropa mendukung lahirnya Negara Palestina,
Austria, Prancis, Italia, Norwegia, dan Spanyol. Ini merupakan hasil upaya
13

Abbas yang fokus melobi Eropa. Sementara Inggris, Jerman, dan lain-lain
memilih untuk abstain.Sementara Republik Ceko bergabung dengan Amerika
Serikat, Israel, Kanada, Panama dan empat negara kecil di Pasifik yaitu: Nauru,
Palau, Micronesia dan Marshall Islands. Selain AS dan Israel, tujuh negara
tersebut hanyalah negara kecil yang tak akan membawa pengaruh bagi
Palestina. Mereka menentang gerakan mendukung resolusi Palestina.
Meskipun bukan merupakan anggota penuh sekarang Palestina dapat
bergabung dengan badan-badan PBB dan berpotensi bergabung dengan
Mahkamah Kejahatan Internasional (ICJ). Hal ini merupakan langkah maju
diplomasi Palestina untuk memperoleh pengakuan kemerdekaan.
Presiden Palestina Mahmud Abbas yang hadir di sidang tersebut langsung
memeluk menteri luar negerinya setelah pemungutan suara berlangsung.
Dalam pidatonya sekitar 20 menit, Abbas mengatakan bahwa anggota PBB
harus segera mengeluarkan ‘akta kelahiran’ Palestina.
Namun Dubes AS Susan Rice menentang hasil voting ini. AS masih menolak
keberadaan Palestina sebagai sebuah negara. “Resolusi ini tidak menetapkan
bahwa Palestina adalah sebuah negara,” kata Susan.
AS memang menghalangi keinginan Palestina untuk keanggotaan penuh
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diajukan Abbas pada September 2011 lalu.

Palestina memiliki status baru dan diakuinya sebagai sebuah negara
yang berdaulat pada tanggal 29 November 2012 kemarin. Palestina diakui
sebagai sebuah negara dalam sidang Majelis Umum (MU) PBB di New York
lewat mekanisme voting. Status Palestina yang meningkat dari sebuah Badan
Pengamat Non Anggota PBB menjadi Negara pengamat Non Anggota PBB.
Artinya dari sebuah badan yang kemudian diakui menjadi sebuah negara
menjadikan Palestina hari ini memiliki posisi tawar yang bagus didunia
Internasional dalam menentukan nasibnya.

Dalam Sidang MU PBB tersebut,

Palestina memperoleh 138 suara dukungan termasuk didalamnya Indonesia, 9
negara menolak status Palestina termasuk didalamnya Amerika Serikat dan

14

tentunya Israel,

Kanada, Republik Ceko, Panama, Kep Marshall, Mikronesia,

Nauru & Palau, dan 41 negara anggota lainnya memilih untuk Abstain. 5
Palestina yang selama ini bertahan hidup dibawah bayang – bayang
pendudukan Israel, meskipun mendapat banyak rintangan yang besar, rakyat
Palestina telah membangun dan memiliki kemampuan untuk berperan sebagai
sebuah negara dan untuk diakui oleh dunia Internasional. Maka bagi saya
keputusan yang dihasilkan oleh PBB dalam sidang Majelis Umumnya sudah
tepat mengingat selama ini usaha – usaha yang dilakukan oleh Palestina selalu
mendapat sandungan dari salah satu negara anggota tetap Dewan keamanan
(sebut saja AS). Keputusan yang dihasilkan untuk meningkatkan keanggotaan
Palestina sebagai negara non anggota juga merupakan nilai filosofis dari UN
Charter

yang ingin menghapuskan penjajahan dari muka bumi ini dengan

menyeleseikan segala sengketanya dengan cara – cara yang damai dan
menghindari tindakan kekerasan dan perang. Setiap warga Palestina tentunya
memiliki hak – hak sipil dan politik yang tercantum dalam International
Covenant on Civil and Political Right (ICCPR) untuk dapat mempertahankan
hidup dengan damai, damai dan sejahtera.

Dengan ditingkatkannya status Palestina sebagai negara non anggota,
maka Palestina memiliki posisi tawar yang lbih baik saat ini. Pengesahan ini
juga menjadi simbol politik yang sangat penting dalam diplomasi, bahwa tidak
selamanya dominasi negara adidaya dapat mendominasi peran diplomasi yang
sudah mulai gerah dengan kondisi yang terjadi di Palestina. Meskipun hingga
keputusan ditetapkan, baik AS dan juga Israel tetap bersikeras tidak menerima
Palestina di PBBDengan statusnya sekarang, maka Palestina memiliki level
diplomatik yang sama dengan Vatikan. Selain itu, Palestina memiliki akses
untuk berhubungan dengan organisasi – organisasi Internasional seperti
UNICEF, mahkamah internasional, dan juga yang lainnya. Artinya Palestina
dapat menjadi anggota dari organisasi Internasional yang dapat menentukan
nasibnya baik di bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Palestina
5 Oraa, J, Human Rights in States of Emergency in International Law, (Oxford: Clarendon Press, 1992) , hlm. 178.
Michaelsen, C, Op.cit., hlm. 128-129.

15

dengan

statusnya

sekarang

juga

dapat

mengajukan

tuntutan

kepada

Mahkamah Pidana Internasional untuk memutuskan Israel sebagai penjahat
Internasional atas pendudukan yang dilakukannya kepada Palestina. Hal
tersebut dikarenakan Palestina sudah menjadi Subjek Hukum Internasional
yang hak dan kewajibannya dijamin oleh Hukum Internasional.

2.2. Hubungan diplomatik yang dilakukan oleh Palestina dengan Indonesia
Indonesia termasuk negara pertama yang mengakui kemerdekaan
Palestina setelah dideklarasikannya Negara Palestina di Aljazair, 15 November
1988. Sebagai wujud dukungan lebih lanjut dari Indonesia kepada Palestina,
pada tanggal 19 Oktober 1989 di Jakarta telah ditandatangani "Komunike
Bersama Pembukaan Hubungan Diplomatik" antara Menlu RI, Ali Alatas, dan
Menlu Palestina, Farouq Kaddoumi, yang sekaligus menandai pembukaan
Kedutaan Besar Negara Palestina di Jakarta.
Duta Besar pertama Palestina untuk Indonesia menyerahkan Surat-surat
Kepercayaannya kepada Presiden Soeharto pada 23 April 1990. Sebaliknya,
Pemerintah RI menetapkan bahwa Duta Besar RI di Tunis juga diakreditasikan
bagi Negara Palestina. Sejak 1 Juni 2004, akreditasi Palestina berada di bawah
rangkapan KBRI Yordania.
Sejak itu, melalui berbagai forum, termasuk PBB, OKI, dan GNB,
Indonesia secara konsisten menyuarakan dukungan terhadap perjuangan
bangsa Palestina untuk memperoleh kemerdekaan dan kedaulatannya secara
penuh. Dalam kaitan ini, Indonesia termasuk negara-negara yang telah
memberikan suara dukungan sehingga Palestina dapat menjadi anggota ke-195
UNESCO pada 31 Oktober 2011, dan memperoleh status "negara" (nonmember observer state), dari sebelumnya hanya berstatus "entitas" (nonmember observer entity), dalam keputusan Sidang Majelis Umum PBB 29
November 2012.
Pada tanggal 10 September 2015, Majelis Umum PBB mengesahkan
rancangan resolusi, yang memperkenankan pengibaran bendera negaranegara peninjau PBB (Tahta Suci Vatikan dan Palestina) di Markas dan kantor16

kantor PBB, melalui pemungutan suara, dengan hasil 119 mendukung, 45
abstain, dan 8 menolak (AS, Australia, Kanada, israel, Marshall Islands,
Micronesia, Palau, Tuvalu). Indonesia menjadi salah satu co-sponsor dan
memberikan suara mendukung dalam pemungutan suara. Selain Indonesia,
Palestina memperoleh co-sponsorship dari 54 negara yang lain.
Selama 2015, Indonesia juga telah menjadi tuan rumah dua konferensi,
yaitu: (1) KTT Asia-Afrika pada bulan April 2015 dalam rangka memperingati 60
Tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955, yang diselenggarakan Pemri dan
menghasilkan a.l. deklarasi khusus mengenai dukungan kepada Palestina, dan
(2) International Conference on the Question of Jerusalem, 14–15 Desember
2015, serta UN Civil Society Forum on the Question of Palestine, 16 Desember
2015, yang diselenggarakan PBB atas kerja sama dengan OKI dan Pemri di
Jakarta.
Pada tataran bilateral, kedua negara belum dapat merealisasikan banyak
kerja sama nyata sehubungan dengan keterbatasan yang dialami Palestina
akibat pendudukan israel. Meskipun demikian, sebagai bentuk dukungan
Indonesia kepada Palestina.

KTT OKI & Deklarasi Jakarta
Pemerintah Indonesia telah menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi
Organisasi Kerja Sama Islam (KTT OKI) pada 6-7 Maret 2016 di Jakarta guna
membahas dukungan terhadap Palestina yang dituangkan dalam Resolusi dan
Deklarasi Jakarta. Terdapat 56 negara anggota, 4 negara pengamat, dan 4
pihak yang terlibat dalam proses perdamaian antara Palestina dengan israel
dalam KTT ini.
Draft Resolusi berisi tentang upaya menegaskan kembali posisi, prinsip
dan komitmen OKI terhadap Palestina dan Al-Quds Al-Sharif. Resolusi ini
diharapkan sejalan dengan kehendak rakyat Palestina. Sementara Deklarasi
Jakarta berisi tentang inisiatif Indonesia yang memuat rencana aksi konkret
para pemimpin OKI untuk penyelesaian isu Palestina dan Al-Quds Al-Sharif.

17

Ekonomi
Perdagangan bilateral Indonesia-Palestina belum menunjukkan volume
yang besar. Kedua negara mencatat volume perdagangan tertinggi pada tahun
2010 dengan total US$ 3.451.200. Pada tahun 2011, volume perdagangan
kedua negara mengalami penurunan tajam dan kemudian berfluktuasi, dengan
angka tertinggi pada bulan Oktober 2015 sebesar US$ 2.708.900,- di mana
Indonesia mengalami surplus sebesar US$ 2.381.600. Minimnya volume
perdagangan kedua negara tidak terlepas dari kondisi dalam negeri Palestina
yang terus dilanda konflik serta kebijakan pembatasan pergerakan manusia
dan arus barang ke/dari Palestina oleh pemerintahan israel.

Sosial Budaya
Pada kesempatan kunjungan PM Palestina, Rami Hamdallah, ke Indonesia
dalam rangka menghadiri CEAPAD II, 28 Februari – 1 Maret 2014, selain di
bidang ekonomi Indonesia juga memberikan dukungan bagi Palestina dalam
bentuk

penguatan

kerja

sama

bilateral

di

bidang

pendidikan

melalui

penandatanganan Memorandum of Understanding between the Ministry of
Education and Culture of the Republic of Indonesia and the Ministry of
Education and Higher Education of the State of Palestine on Education
Cooperation.
Kerja sama di bidang pendidikan juga terwujud dalam bentuk peningkatan
jumlah WN Palestina serta WN Yordania keturunan Palestina yang menempuh
studi di perguruan-perguruan tinggi di Indonesia, baik melalui beasiswa
maupun pembiayaan personal. Tercatat tidak kurang dari 40 mahasiswa
Palestina yang saat ini sedang belajar di perguruan tinggi Indonesia (Desember
2015), termasuk 2 orang dengan biaya pribadi.
Kementerian Luar Negeri Indonesia dan Palestina juga memiliki kerja
sama di bidang pendidikan yang tertuang dalam MoU tentang kerja sama
pendidikan

dan

pelatihan

dalam

hubungan

diplomatik.

MoU

tersebut

ditandatangani di Jakarta pada tanggal 22 Oktober 2007. Salah satu bentuk

18

kerjasamanya adalah pelatihan bagi pada diplomat Palestina di Indonesia yang
difasilitasi oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kemlu RI.
Melalui upaya bersama KBRI Amman dan ikatan alumni Palestina yang
pernah belajar di Indonesia, telah dibentuk Palestinian-Indonesian Friendship
Association (PIFA) yang telah mendapat pengesahan dari Kemendagri Palestina
pada tanggal 1 Oktober 2013. PIFA telah berperan dalam mempererat
hubungan P-to-P kedua bangsa, termasuk mediasi hubungan sosial-budaya,
seperti dalam hal penyaluran beasiswa Indonesia kepada pelajar Palestina
serta kegiatan pengiriman Jerussalem Ensemble Musicians.
Di bidang pariwisata, pada saat kunjungan PM Palestina ke Indonesia di
tahun 2014, telah ditandatangani MoU di bidang pariwisata. Salah satu bentuk
implementasi MoU tersebut adalah penyelenggaraan pameran, konferensi,
lokakarya, dan seminar untuk mendorong kunjungan wisatawan dari kedua
negara. Industri wisata adalah salah satu pemasukan penting bagi Palestina,
mengingat keterbatasan sumber daya yang dimilikinya.
Indonesia dan Palestina memiliki kerja sama kota kembar, yaitu antara
ibukota negara, Jakarta dan Al-Quds Al-Shareef. MoU tersebut ditandatangani
pada tanggal 22 Oktober 2007 yang meliputi kerja sama antara lain di bidang
pengendalian bencana dan krisis, pendidikan dan pelatihan, sosial dan budaya.

Konsul Kehormatan RI di Ramallah
Pada tanggal 13 Maret 2016, Menlu RI telah melantik Konsul Kehormatan
(Konhor) RI di Ramallah,

Ibu Maha Abou Susheh. Pelantikan tersebut

dilaksanakan di KBRI Amman, dan dihadiri oleh Menlu Palestina, H.E. Riyad
Malki, para Dubes asing di Yordania, pejabat Pemerintah, dan para undangan
lainnya.

BAB III
19

KESIMPULAN
Palestina memiliki status baru sebagai negara yang berdaulat pada
tanggal 29 November 2012. Palestina diakui sebagai sebuah negara dalam
sidang Majelis Umum (MU) PBB di New York lewat mekanisme voting. Status
Palestina yang meningkat dari sebuah Badan Pengamat Non Anggota PBB
menjadi Negara pengamat Non Anggota PBB. Palestina yang selama ini
bertahan hidup dibawah bayang – bayang pendudukan Israel, meskipun
mendapat banyak rintangan yang besar, rakyat Palestina telah membangun
dan memiliki kemampuan untuk berperan sebagai sebuah negara dan untuk
diakui oleh dunia Internasional. Selepas itu Indonesia termasuk negara pertama
yang mengakui kemerdekaan Palestina setelah dideklarasikannya Negara
Palestina di Aljazair, 15 November 1988. Sebagai wujud dukungan lebih lanjut
dari Indonesia kepada Palestina, pada tanggal 19 Oktober 1989 di Jakarta telah
ditandatangani "Komunike Bersama Pembukaan Hubungan Diplomatik" antara
Menlu RI, Ali Alatas, dan Menlu Palestina, Farouq Kaddoumi, yang sekaligus
menandai pembukaan Kedutaan Besar Negara Palestina di Jakarta. Walaupun
seperti itu pada tataran bilateral, kedua negara belum dapat merealisasikan
banyak kerja sama nyata sehubungan dengan keterbatasan yang dialami
Palestina akibat pendudukan israel. Meskipun demikian, sebagai bentuk
dukungan Indonesia kepada Palestina.

20

DAFTAR PUSTAKA
Boermauna, Dr. 2008. Hukum Internasional “ Pengertian Peranan dan Fungsi
Dalam Era Dinamika Global”. PT Alumni : Bandung
Davidson, Scott . 1993 . Hak Asasi Manusia “Sejarah, Teori, dan Praktek dalam
Pergaulan Internasional”. PT Temprint : Jakarta
Mansyur Effendi, Dimensi dan Dinamika Hak Azasi Manusia dalam Hukum
Nasional dn Internasional (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994) hlm. 40
Starke, J.G. 1992 . Pengantar Hukum Internasional . Sinar Grafika : Jakarta
Oraa, J, Human Rights in States of Emergency in International Law,
(Oxford: Clarendon Press, 1992) , hlm. 178.
Michaelsen, C, Op.cit., hlm. 128-129.

DAFTAR JURNAL HUKUM
Putusan MK No. 013/PUU-I/2003. Untuk komentar umum baca a.l. Saldi Isra,
“Pembatalan UU Terorisme Bom Bali”, Kompas 26 Juli 2004.
Untuk pemahaman lebih lanjut dari ruang lingkup pengertian konsep Negara
hukum baca lebih lanjut: Bedner, A, “Suatu pendekatan elementer terhadap
Negara hukum” di dalam Safitri,M.A., Marwan, A, Arizona, A (eds), Satjipto
Rahardjo dan Hukum Progresif: Urgensi dan Kritik, Epistema Institute & HuMa,
Jakarta, 2011, hlm.139-185.
Statement of the UN Secretary General to the UN Security Council (18 Jan
2002).

21

22