DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PERTANIA

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PERTANIAN DI INDONESIA DAN
DI DUNIA

ANDRYATI KRISTININGRUM (522013035)
FANTRI RAGIL MUKTI (522013020)
TOMMY ARUNGBUA SAPUTRA (522013031)
AGUS MUKHAMMAD ALWI (522013030)
SATRI FADRI IMANI (522013065)
JAKA LAKSAMANA PRABANDARU (522013021)

PENGANTAR
Setiap hari, asap kenalpot dari jutaan kendaraan, juga asap dan gas asam dari cerobong
asap pabrik, dilepaskan ke udara. Semua polutan tersebut mengubah atmosfer dan iklim
kita. Iklim bumi secara perlahan menjadi lebih panas. Banyak ilmuwan yakin bahwa
peningkatan suhu global diakibatkan oleh efek rumah kaca. Pertambahan jumlah gas
rumah kaca di atmosfer mengubah banyaknya cahaya matahari yang mencapai tanah dan

panas yang meninggalkan bumi. Sehingga efek rumah kaca mengakibatkan perubahan
iklim.
Factor utama yang menyebabkan meningkatnya ERK antara lain adalah akibat berbagai
aktivitas manusia, terutama proses industri dan transportasi yang meningkatkan emisi ke

atmosfer. Rusaknya tatanan atmosfer menyebabkan gas-gas atau pancaran radiasi
matahari tersebut tidak seimbang kompetisinya, sehingga mengakibatkan perubahan
iklim di bumi (Prima, 2010)
Sepanjang 100 tahun ini konsumsi energi di dunia bertambah secara drastis. Sekitar 70%
dipakai oleh Negara-negara maju dan 78% dari energi tersebut berasal dari bahan bakar
fosil. Sedangkan penggundulan hutan yang mengurangi penyerapan karbon oleh pohon,
menyebabkan emisi karbon bertambah sebesar 20% dan mengubah iklim mikro local dan
siklus hidrologis, sehingga memepengaruhi kesuburan tanah. (KKPG, 2002)
DAMPAK PERUBAHAN IKLIM PADA SEKTOR PERTANIAN
1. Meningkatnya suhu rata-rata
2. Semakin banyak terjadi fenomena penyimpangan cuaca seperti badai, angin ribut,
hujan deras, serta perubahan musim tanam. ancaman badai tropis, tsunami, banjir,
longsor, kekeringan, meningkatnya potensi kebakaran hutan.
3. perubahan zona iklim , yang mengakibatkan perubahan pola tanam dan pola
produksi pertanian
4. Terganggunya siklus hidrologi
Menyebabkan musim kemarau lebih panjang dan musim hujan yang lebih intensif
namun lebih pendek, meningkatnya siklus anomali musim kering dan hujan dan
berkurangnya kelembaban tanah akan menganggu sektor pertanian, yaitu hasil
panen yang kemungkinan besar akan berkurang disebabkan oleh semakin

keringnya lahan akibat musim kemarau yang lebih panjang.
Dampak kekeringan akan menyebabkan populasi ulat pemakan daun kelapa sawit
seperti ulat api Setothosea asigna dan ulat kantong Mahasena corbetii, karena
kondisi kering mendukung perkembangannya. Selain itu, kerusakan kelapa sawit
karena hama tikus pada musim kering cukup tinggi dan penyakit busuk pangkal
batang Ganoderma boninense cenderung menjadi lebih cepat berkembang (Ditjen

Binprobun, 2004). Sebaliknya pada musim penghujan serangan penyakit yang
disebabkan oleh cendawan lebih dominan, seperti penyakit antraknosa dan bercak
daun pada kapas. Penyakit antraknosa dapat menyebabkan boll busuk sampai
kehilangan hasil 70% atau dapat menyebabkan kerugian pada benih rata-rata
45%.
5. Mengancam Ketahanan Pangan
Karena berkurangnya hasil panen, hal tersebut secara otomatis akan dapat
mengancam ketahanan pangan.
6. Kebutuhan irigasi pertanian juga akan semakin meningkat namun disaat yang
sama terjadi kekurangan air bersih karena mencairnya es di kutub yang
menyebabkan berkurangnya cadangan air bersih dunia. Hal ini dapat berujung
pada kegagalan panen berkepanjangan yang juga menyebabkan pasokan pangan
menjadi sangat tidak pasti.

7. Menurunnya kesejahteraan ekonomi petani, hal ini jelas merugikan petani dan
sektor pertanian, karena akan semakin menyusutkan dan menurunkan hasil
pertanian yang berefek pada menurunnya pendapatan petani. Sebab perekonomian
petani bergantung pada keberhasilan panen, jika terjadi kegagalan maka petani
akan merugi.
8. dapat

mengakibatkan

menurunnya

luas

lahan

pertanian

dikarenakan

meningkatnya curah hujan di berbagai daerah dan naiknya permukaan laut yang

mempersempit luas daratan.

ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM
Pengelolaan terhadap berbagai perubahan iklim diperlukan untuk mengelola perubahan
iklim, dan secara simultan untuk antisipasi yang komfrehensif terhadap dampak
perubahan iklim bumi dalam jangka panjang. Perubahan iklim bumi dapat ditanggulangi
melalui penyusunan kebijakan adaptasi dan mitigasi.

Adaptasi adalah penyesuaian sistem sosial dan alam dalam mengatasi dampak negatif
perubahan iklim, sedangkan mitigasi adalah upaya mengurangi sumber maupun
peningkatan rosat (penyerap) gas rumah kaca sehingga proses pembangunan tidak
terhambat dan tujuan pembangunan yang berkelanjutan dapat dicapai. (Ditjenbun, 2007).
Adaptasi dilakukan melalui pengunaan varietas tanaman yang dianjurkan, seperti tahan
terhadap serangan hama dan penyakit dan kebijakan rotasi penanaman sesuai prakiraan
iklim yang berkaitan dengan perubahan iklim tersebut. Pola tanam tumpang sari
(intercropping) mempunyai potensi terjadinya gangguan hama yang kompleks. Untuk itu
pemilihan jenis tanaman sangat penting, yaitu tanaman yang dipilih bukan merupakan
inang alternatif dari hama utama tanaman perkebunan. Sehingga antisipasi serangan
OPT di masa yang akan datang, sistem peringatan dini tersebut perlu dibangun. Selain
itu, penelitian dan pengembangan tentang prediksi iklim serta permodelannya harus terus

dilakukan untuk mendukung peningkatan akurasi prediksi serangan OPT di masa yang
akan datang,
Usaha mitigasi dapat dilakukan dengan implementasi pengendalian hama terpadu,
melalui: konservasi musuh alami, peningkatan keanekaragaman (diversity) tanaman,
mengintensifkan pest surveillance yang berkelanjutan, dan penggunaan pestisida secara
selektif. Selain itu, pemanfaatan informasi iklim untuk sistem peringatan dini (Early
Warning) dengan menerapkan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT)
atau Sekolah lapang Iklim (SL-Iklim) bagi petani dan kelompok tani.

UPAYA ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PERTANIAN
Dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk mengantisipasi penyimpangan iklim,
langkah-langkah umum yang dapat dilakukan diantaranya:
1. melakukan pemetaan daerah-daerah yang sensitif terhadap penyimpangan iklim
terutama akibat fenomena ENSO
2. meningkatkan kemampuan peramalan sehingga langkah-langkah antisipasi dapat
dilakukan lebih awal, khususnya pada daerah-daerah yang rawan.

3. menerapkan teknologi budidaya (dalam bidang pertanian) yang dapat menekan
risiko terkena dampak kejadian puso.
4. Pembuatan waduk untuk menampung air hujan, sehingga tidak terjadi banjir dan

memanfaatkannya untuk irigasi atau lainnya pada saat kekurangan air
(kekeringan).
5. Pembuatan embung mulai dari hulu hingga hilir. Embung ini dapat dimanfaatkan
untuk :
1. mengurangi dan atau meniadakan aliran permukaan (run off)
2. meningkatkan infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga meningkatkan
cadangan air tanah, kandungan air tanah disekitar embung tetap tinggi dan
untuk daerah dekat pantai dapat digunakan untuk menekan intrusi air laut.
3. mencegah erosi
4. menampung sedimen dan sedimen tersebut mudah diangkut karena ukuran
embung yang relatif kecil.
5. sebagian air embung dapat digunakan sebagai cadangan pada musim
kemarau.
6. Memanfaatkan informasi dan prakiraan iklim untuk memberikan peringatan dini
dan rekomendasi pada masyarakat.
7. Mempelajari sifat-sifat iklim dan memanfaatkan hasilnya untuk menyesuaikan
pola tanam agar terhindar dari puso.
8. Meningkatkan sistem pengamatan cuaca sehingga antisipasi penyimpangan iklim
dapat diketahui lebih awal.
9. Memetakan daerah rawan bencana alam banjir dan kekeringan untuk penyusunan

pola tanam dan memilih jenis tanaman yang sesuai.
10. Memilih tanaman yang sesuai dengan pola hujan, misal: menggunakan tanaman
atau varietas yang tahan genangan, tahan kering, umur pendek dan persemaian
kering; kombinasi tanaman, sehingga kalau sebagian tanaman mengalami puso,
yang lainnya tetap bertahan dan memberikan hasil.

11. Melakukan sistem pertanian konservasi seperti terasering, menanam tanaman
penutup tanah, melakukan pergiliran tanaman dan penghijauan DAS (Daerah
Aliran Sungai).
12. Pompanisasi dengan memanfaatkan air tanah, air permukaan, air bendungan atau
checkdam, dan air daur ulang dari saluran pembuangan.
13. Efisiensi penggunaan air seperti gilir iring dan irigasi hemat air.