PENENTUAN KONDISI UDARA (LINGKUNGAN) MENGGUNAKAN CITRA INFRAMERAH

(1)

MENGGUNAKAN CITRA INFRAMERAH

Oleh

LEONARDO SIMANULLANG

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik

pada

Jurusan Teknik Elektro

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(2)

ABSTRAK

PENENTUAN KONDISI UDARA (LINGKUNGAN) MENGGUNAKAN CITRA INFRAMERAH

Oleh

LEONARDO SIMANULLANG

Kondisi udara yang telah tercemar polusi udara menjadi permasalahan lingkungan yang dihadapi kota-kota di dunia termasuk di Indonesia. Pada penelitian ini, teknik pengolahan citra dikembangkan agar dapat menentukan kondisi udara suatu lingkungan baik kondisi udara yang bersih maupun yang kotor berdasarkan citra inframerah. Citra inframerah merupakan hasil dari fotografi inframerah dimana memerlukan filter yang mampu untuk melewatkan cahaya inframerah ke dalam kamera. Pada penelitian ini menggunakan kamera Fujifilm FinePix A400 dan kamera Casio QV-R200 serta filter optik yang digunakan berupa negative film. Kondisi udara di kedua lokasi penelitian ditentukan berdasarkan perubahan histogram tiap 2 jam dan nilai SNR (Signal to Noise Ratio) yang didapat setelah citra mengalami proses LPF (Low Pass Filter), Median Filter dan HPF (High Pass Filter).

Hasil dari penelitian memperlihatkan dari citra inframerah, kondisi udara yang kotor pada lokasi Bambu Kuning diasumsikan pada bentuk histogram dengan lebar yang tidak terlalu besar dimana histogram mulai bergerak naik pada intensitas aras keabuan 51 dan mengalami pergeseran hingga jam 16 ke sebelah kanan, sementara pada lokasi Lembah Hijau yang memiliki kondisi udara yang bersih diasumsikan pada bentuk histogram dengan lebar puncak yang sempit dimana histogram mulai bergerak naik pada intensitas aras keabuan 51 namun pergeseran yang terjadi pada histogram tidak beraturan. Sedangkan dari nilai SNR yang didapat maupun grafik SNR yang mendekati grafik kelembaban belum dapat digunakan untuk menentukan kondisi udara di kedua lokasi penelitian.


(3)

ABSTRACT

DETERMINATION OF AIR CONDITIONS (ENVIRONTMENT) USING INFRARED IMAGE

By

LEONARDO SIMANULLANG

Air conditions who polluted by air pollution be environmental problems that facing cities in the world including in Indonesia. In this research, image processing technique was developed in order to determine the environmental air condition both clean air condition and dirty air condition based on infrared image. Infrared image is the result of infrared photography which requires a filter that is able to pass infrared light into the camera. In this study using Fujifilm FinePix A400 and Casio QV-R200 digital cameras and also optical filters are used form negative film. The air condition in the two sites is determined by the histogram changes every 2 hours and the value of SNR (Signal to Noise Ratio) is obtained after image undergoing a process of LPF (Low Pass Filter), Median Filter, and HPF (High Pass Filter).

Results of the study show from infrared image, dirty air conditions on the location of Bambu Kuning assumed the form of a histogram with a width that is not too big where the histogram starts to move up in the intensity of gray level 51 and experienced a shift to the right until hour of 16, while at the Lembah Hijau location that has clean air conditions assumed in the form of a histogram with narrow peak width where the histogram starts to move up in the intensity of gray level 51 but the shift that occurs in irregular histogram. While the value of SNR obtained or graphics SNR approaching humidity chart cannot yet be used to determine the condition of the air in the two sites.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

SANWACANA ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... xii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Batasan Masalah... 3

D. Rumusan Masalah ... 3

E. Manfaat Penelitian... 4

F. Sistematika Penulisan ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kondisi Udara ... 6

1. Penyebab polusi udara ... 8

2. Dampak polusi udara ... 8

3. Parameter kualitas udara ... 9

B. Definisi Citra ... 11

1. Pixel (Picture Element) ... 12

2. Warna RGB ... 14

C. Inframerah ... 15


(7)

2. Citra Inframerah ... 17

D. Kamera Digital ... 17

1. Kamera Casio QV-R200 ... 18

2. Kamera Fujifilm FinePix A400 ... 19

E. Negative film ... 20

F. Hygrometer ... 21

G. Pengolahan Citra ... 22

1. Citra berwarna keabuan (Grayscale) ... 23

2. Image Cropping (Pemotongan Citra) ... 24

3. Histogram ... 24

4. Filter (Tapis) Digital ... 25

a) Low Pass Filter (LPF) ... 26

b) Median Filter ... 27

c) High Pass Filter (HPF) ... 29

5. SNR (Signal to Noise Ratio) ... 31

H. MATLAB (Matrix Laboratory) ... 32

1. Perintah untuk menampilkan citra ... 33

2. Perintah untuk menghasilkan citra grayscale ... 34

3. Perintah untuk memotong (cropping) bagian citra ... 34

4. Perintah untuk menampilkan histogram ... 35

5. Perintah untuk proses LPF ... 35

6. Perintah untuk proses Median Filter ... 35

7. Perintah untuk proses HPF ... 35

8. Perintah untuk proses SNR (Signal to Noise Ratio) ... 36

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 37

B. Alat dan Bahan ... 37

C. Metode/ Prosedur Kerja ... 39

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses mendapatkan citra ... 45


(8)

B. Citra lokasi Bambu Kuning (tanpa negative film) tanggal 15-12-2012

menggunakan kamera Fujifilm FinePix A400 ... 46

C. Citra lokasi Bambu Kuning (dengan negative film) tanggal 15-12-2012 menggunakan kamera Fujifilm FinePix A400 ... 57

D. Citra lokasi Bambu Kuning (tanpa negative film) tanggal 15-12-2012 menggunakan kamera Casio QV-R200 ... 69

E. Citra lokasi Bambu Kuning (dengan negative film) tanggal 15-12-2012 menggunakan kamera Casio QV-R200 ... 80

F. Citra lokasi Lembah Hijau (tanpa negative film) tanggal 11-2-2013 menggunakan kamera Fujifilm FinePix A400 ... 91

G. Citra lokasi Lembah Hijau (dengan negative film) tanggal 11-2-2013 menggunakan kamera Fujifilm FinePix A400 ... 103

H. Citra lokasi Lembah Hijau (tanpa negative film) tanggal 11-2-2013 menggunakan kamera Casio QV-R200 ... 115

I. Citra lokasi Lembah Hijau (dengan negative film) tanggal 11-2-2013 menggunakan kamera Casio QV-R200 ... 127

J. Tabel hasil pengukuran suhu dan kelembaban dengan Hygrometer .... 139

1. Tabel suhu dan kelembaban di Bambu Kuning ... 139

2. Tabel suhu dan kelembaban di Lembah Hijau ... 140

K. Grafik hasil pengukuran suhu dan kelembaban dengan Hygrometer .. 141

1. Grafik suhu dan kelembaban di Bambu Kuning ... 141

2. Grafik suhu dan kelembaban di Lembah Hijau ... 142

L. Tabel SNR citra hasil dari kamera Fujifilm FinePix A400 ... 144

1. Tabel SNR citra lokasi Bambu Kuning ... 144

2. Tabel SNR citra lokasi Lembah Hijau ... 146

M. Tabel SNR citra hasil dari kamera Fujifilm Casio QV-R200 ... 148

1. Tabel SNR citra lokasi Bambu Kuning ... 148

2. Tabel SNR citra lokasi Lembah Hijau ... 150

N. Grafik SNR citra hasil dari kamera Fujifilm FinePix A400 ... 152

1. Grafik SNR citra lokasi Bambu Kuning ... 152

2. Grafik SNR citra lokasi Lembah Hijau ... 154


(9)

1. Grafik SNR citra lokasi Bambu Kuning ... 156 2. Grafik SNR citra lokasi Lembah Hijau ... 158

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 165 B. Saran ... 166

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini banyak kota–kota didunia dilanda oleh permasalahan lingkungan dimana semakin memburuknya kondisi udara yang telah tercemar oleh polusi udara dan tanpa kita sadari selama ini kita telah hidup di kota dengan tingkat polusi yang jauh melebihi batas aman organisasi kesehatan dunia WHO (World Health Organization), serta kita juga telah menghirup udara yang mengandung benda-benda partikulat yang sangat tinggi. Menurut penelitian WHO, banyak kota-kota besar di dunia termasuk di Indonesia yang memiliki tingkat polusi Partikulat Matter (PM10) rata-rata per tahun yang jauh melebihi batas aman yang ditetapkan organisasi kesehatan ini. PM10 adalah benda-benda partikulat yang ukurannya kurang dari 10 mikron [7].

Benda-benda partikulat ini hampir mustahil diamati dengan mata telanjang karena manusia hanya bisa melihat benda dengan berukuran sama atau di atas 40 mikron tanpa bantuan alat seperti mikroskop. Benda-benda partikulat inilah yang bertanggung jawab terhadap berbagai masalah kesehatan di masyarakat seperti asma, bronkitis, kanker paru-paru hingga prilaku kekerasan dan menurunnya kecerdasan anak.


(12)

Polusi udara dapat disebabkan oleh gas buang dari kendaraan bermotor dan asap dari pabrik-pabrik industri, ditambah dengan semakin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor tiap tahunnya. Pendeteksian kondisi udara sangat diperlukan untuk mengetahui kualitas udara suatu daerah, sehingga nantinya masyarakat dapat mengetahui kualitas udara daerahnya dan diharapkan adanya kesadaran untuk mengurangi pemakaian kendaraan bermotor. Namun alat yang digunakan untuk mendeteksi tingkat polusi udara relatif mahal dan apabila ditemui di kota-kota besar alat pendeteksi tersebut biasanya sudah tidak berfungsi lagi. Oleh karena itu dibutuhkan suatu cara untuk mengetahui kualitas udara suatu daerah.

Cara yang akan digunakan pada penelitian ini untuk mengetahui kondisi udara suatu lingkungan yakni dengan metode pengolahan citra berdasarkan citra inframerah. Pengolahan citra merupakan suatu proses perubahan bentuk citra untuk mendapatkan suatu informasi tertentu. Dengan menggunakan teknik pengolahan citra ini, diharapkan nantinya dapat diketahui kondisi udara suatu lingkungan baik kondisi udara yang telah bercampur dengan polusi maupun kondisi udara yang bersih berdasarkan citra inframerah dari suatu lingkungan yang didapat.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi udara suatu lingkungan dari citra inframerah berdasarkan bentuk histogram citra serta nilai SNR yang didapat setelah citra mengalami proses filter digital LPF, Median Filter dan HPF.


(13)

C. Batasan Masalah

Hal-hal yang dilakukan dalam tugas akhir ini dibatasi pada masalah :

1. Citra yang akan diolah berupa citra asli dan citra inframerah yang diambil setiap 2 jam (pukul 06.00 - pukul 16.00) dengan menggunakan dua buah kamera digital yang berbeda.

2. Filter negative film merupakan filter optik yang digunakan untuk meloloskan sinar inframerah dan diletakkan di depan lensa kamera digital. 3. Lingkungan yang dijadikan obyek penelitian yakni lingkungan di sekitar

pasar Bambu Kuning untuk kondisi udara yang berpolusi dan Lembah Hijau untuk kondisi udara yang bersih serta untuk pengambilan citra tiap lokasi dilakukan dalam 3 hari

4. Histogram dan SNR (Signal to Noise Ratio) digunakan untuk mengetahui kondisi udara di kedua lokasi penelitian yang dihasilkan dari citra kedua lokasi.

5. Hygrometer digunakan sebagai alat bantu untuk mengukur kelembaban udara di lingkungan sekitar tempat penelitian.

6. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini yakni MATLAB 7.0

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana mendeteksi dan menangkap fenomena kondisi udara suatu lingkungan dalam bentuk citra inframerah dengan menggunakan kamera digital, dimana hasil citra yang didapat kemudian diolah dengan teknik pengolahan citra melalui bahasa


(14)

pemrograman MATLAB untuk mendapatkan informasi dalam bentuk histogram dan nilai SNR.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang bisa didapatkan dari penelitian ini yaitu :

1. Memberikan pengetahuan tentang cara mengetahui kondisi udara suatu lingkungan dengan teknik pengolahan citra.

2. Memahami tentang citra serta sistem pengolahannya yang menggunakan program MATLAB.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang dipakai dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan yang digunakan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Berisi teori-teori mengenai polusi udara, pengolahan citra, negative film, jenis filter, perangkat kamera digital, hygrometer serta perangkat lunak MATLAB 7.0.


(15)

III. METODE PENELITIAN

Menguraikan tentang metode yang digunakan dalam penelitian berupa waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan yang digunakan, spesifikasi alat serta prosedur kerja yang dilakukan.

IV. HASIL DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

Membahas tentang hasil dari pemrosesan citra serta analisanya. V. KESIMPULAN DAN SARAN

Memuat tentang kesimpulan dan saran dari penelitian tugas akhir yang telah dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kondisi Udara

Saat ini kondisi udara di perkotaan Indonesia sudah sangat memburuk yang diakibatkan oleh polusi udara yang tinggi. Badan WHO pada bulan Agustus tahun 2011 mengeluarkan laporan mengenai tingkat polusi udara di seluruh kota besar dunia dengan menggunakan standar PM10. Dari lima kota di Indonesia yang diamati oleh WHO, hanya Kota Pekanbaru yang standar polusi rata-rata per tahun di bawah standar WHO. WHO menetapkan standar aman polusi PM10 per tahun sebesar 20 µg/m3. Dari data yang diambil WHO pada 2008, tingkat polusi PM10 Pekanbaru adalah 11 µg/m3. Kota-kota besar lain di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan, memiliki tingkat polusi yang jauh di atas batas aman WHO. Jakarta misalnya, standar polusi udara yang dicatat WHO tahun 2008 yang lalu adalah 43 µg/m3 atau 200% di atas standar aman WHO. Angka ini meningkat pada 2009 menjadi 68,5 µg/m3 atau lebih dari 300% dari standar aman WHO. Tahun 2010 angka ini diklaim turun walaupun masih 200% di atas standar WHO menjadi 48,5 µg/m3 karena efek diselenggarakannya program bebas kendaraan bermotor di Jakarta (Jakarta Car Free Day). Tingkat polusi Surabaya, Bandung dan Medan


(17)

menurut laporan WHO lebih parah dari Jakarta. Standar polusi PM10 di Kota Kembang mencapai rata-rata 51 µg/m3 per tahun. Di Surabaya, nilainya mencapai 69 µg/m3 dan Medan mencapai 111 µg/m3 per tahun. Angka-angka di atas memberikan gambaran nyata betapa buruknya tingkat polusi udara di kota-kota besar di Tanah Air. Pokok permasalahan polusi udara perkotaan tidak hanya berhenti di sumber polusi, namun sudah melebar ke regulasi. Menurut Peraturan Pemerintah No.41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, baku mutu udara ambien nasional untuk PM10 adalah 150 µg/m3 per hari, lebih dari 700% di atas standar aman WHO [7].

Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfer yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya. Standar itu hingga kini belum berubah. Padahal, semakin banyak penelitian ilmiah yang menghubungkan pencemaran udara terhadap risiko kesehatan.

Polusi udara adalah unsur-unsur berbahaya yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, gangguan pada kesehatan manusia serta menurunkan kualitas lingkungan. Polusi udara sendiri diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu:

a. Polusi primer yaitu polusi yang ditimbulkan langsung dari sumbernya. Contohnya asap kendaraan bermotor

b. Polusi sekunder yaitu polusi yang terbentuk dari reaksi polusi - polusi primer di atmosfer. Contohnya yaitu Sulfur dioksida (SO2) dan Nitrogen dioksida (NO2) bereaksi dengan air hujan akan menyebabkan hujan asam.


(18)

1. Penyebab Polusi Udara

Penyebab polusi udara dapat terjadi akibat dari yaitu : a. Kendaraan bermotor

Kendaraan bermotor yang memakai bensin dan solar akan mengeluarkan gas Karbon monoksida (CO), Nitrogen dioksida (N02), Karbon dioksida (CO2) dan partikel-partikel lain dari sisa pembakarannya. Unsur-unsur ini bila mencapai titik tertentu dapat menjadi racun bagi manusia atau hewan. Gas CO merupakan racun bagi fungsi-fungsi darah, sedangkan SO2 dapat menimbulkan penyakit sistem pernapasan.

b. Pabrik-pabrik Industri

Sebagian besar pabrik-pabrik industri banyak menggunakan bahan baku berupa zat-zat kimia organik dan anorganik. Pembuangan dari sisa-sisa pabrik industri ini bisa merusak lingkungan berupa gangguan pada kehidupan dan kelestarian lingkugan bila tanpa pengendalian. Berbagai bentuk penyakit akan timbul pada masyarakat di sekitar pabrik atau pada pekerja sendiri akibat masuknya zat-zat buangan ini ke dalam tubuh [8].

2. Dampak Polusi Udara

Dampak dari polusi udara ini bisa menyebabkan efek yang tidak baik bagi lingkungan diantaranya dapat menyebabkan hujan asam yang dapat mempengaruhi kualitas air tanah dan air permukaan, merusak tanaman, serta bersifat korosif sehingga merusak material dan bangunan. Selain itu


(19)

juga dapat menyebabkan meningkatnya efek rumah kaca yang disebabkan oleh keberadaan CO2, CFC dan NO2 di lapisan troposfer yang menyerap radiasi panas matahari yang dipantulkan oleh permukaan bumi. Akibatnya panas terperangkap dalam lapisan troposfer dan menimbulkan fenomena pemanasan global. Pemanasan global sendiri akan berakibat pada pencairan es di kutub, perubahan iklim regional dan global.

Selain tidak baik bagi lingkungan, polusi udara juga sangat merugikan bagi kesehatan manusia baik dengan cara terhisap langsung dengan asap polusi maupun dengan meminum air yang terkontaminasi dan melalui kulit. Apabila asap polusi terhisap langsung maka dapat menyebabkan radang paru-paru sehingga kerja paru-paru menjadi kurang baik.

Gambar 2.1 Kondisi udara di kota Jakarta

Gambar diatas memperlihatkan kondisi udara yang ada di kota Jakarta dimana terlihat disekitar gedung dikelilingi oleh asap polusi sehingga gedung-gedung tersebut terlihat samar.

3. Parameter Kualitas Udara


(20)

No. 107 Tahun 1997 Tanggal 21 November 1997

Tabel 2.1 Pengaruh Indeks Standar Pencemar Udara untuk setiap Parameter Pencemar

Tabel 2.2 Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)


(21)

B. Definisi Citra

Citra merupakan gambaran rekaman suatu objek atau biasanya gambaran objek pada foto. Istilah citra digunakan untuk menyatakan intensitas cahaya dua dimensi dalam fungsi f(x,y), dimana (x,y) menyatakan koordinat spatial dan nilai dari f pada titik (x,y) menyatakan tingkat kecerahan (level keabuan) citra pada titik tersebut. Fungsi f(x,y), dipengaruhi oleh banyaknya sumber cahaya yang jatuh pada daerah yang diamati (iluminasi) dan banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh objek pada daerah tersebut (refleksi). Hal ini dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut :

f(x,y) = i(x,y). r(x,y) dimana:

0 < i(x,y) < ∞ (iluminasi sumber cahaya) 0 < r(x,y) < 1 (koefisien pantul obyek)

jika r(x,y)=0, maka semua cahaya diserap (total absorbtion), sedangkan jika r(x,y)=1, maka semua cahaya dipantulkan (total reflectance). Bila niai r(x,y) berada diantara kedua nilai tersebut, maka akan dihasilkan warna yang berbeda.

Elemen – elemen dasar yang terdapat pada citra, yaitu :

a. Kecerahan (brightness), merupakan intensitas yang terjadi pada satu titik citra.

b. Acuity, merupakan kemampuan mata manusia untuk merinci secara detail bagian-bagian pada suatu citra.

c. Kontur, merupakan keadaan pada citra di mana terjadi perubahan intensitas dari suatu titik ke titik tetangganya. Dengan perubahan intensitas


(22)

inilah mata seseorang sanggup mendeteksi pinggiran atau kontur suatu benda.

d. Warna, merupakan reaksi yang dirasakan oleh system visual mata manusia terhadap perubahan panjang gelombang cahaya.

e. Bentuk

Pada umumnya citra yang dibentuk oleh mata merupakan citra 2 dimensi, sedang obyek yang diamati adalah 3 dimensi.

f. Tekstur

Pada hakikatnya system visual manusia tidak menerima informasi citra secara terpisah pada setiap titik, tetapi suatu citra dianggap sebagai satu kesatuan.

g. Deteksi dan Pengenalan

Dalam mendeteksi dan mengenali suatu citra, ternyata tidak hanya system visual manusia saja yang bekerja tetapi juga ikut melibatkan ingatan dan daya pikir manusia.

1. Pixel (Picture Element)

Satu satuan informasi terkecil dalam suatu layar monitor, televisi atau peraga lainnya yang menggambarkan atau membentuk suatu bayangan (image) disebut sebagai pixel. Pixel dapat juga disebut sebagai titik gambar karena dalam dunia digital, gambar dibentuk dari titik-titik. Satuan dari pixel biasanya dinyatakan dengan posisi x, posisi y dan nilai dari pixel (warna atau gray). Pixel gambar yang kecerahannya


(23)

oleh ”1”, dengan demikian semua citra didalam memori komputer dapat diwakili oleh logika ”1” dan ”0”.

Citra dinyatakan dalam bentuk data matriks dua dimensi, dimana setiap titik data mewakili satu pixel. Dalam hubungannya dengan data video, maka satu gambar (image) dikenal sebagai satu frame. Misalnya sebuah gambar dikatakan resolusinya sebesar 600 x 800 maka berarti panjang pixel horizontalnya 800 dan panjang pixel vertikalnya 600 dan jumlah total keseluruhan pixel dari gambar tersebut yaitu 480000 atau dapat dikatakan bahwa gambar tersebut terdiri dari 480000 pixel. Berikut ini adalah gambaran dimensi matriks yang mewakili 1 frame citra dengan ukuran M x N.

Gambar 2.2 Data matriks dua dimensi

Citra diatas merupakan matriks dua dimensi dari fungsi intensitas cahaya. Karena itu, referensi citra menggunakan dua variabel yang menunjuk posisi pada bidang dengan sebuah fungsi intensitas cahaya yang dapat dituliskan sebagai f(x,y) dimana f adalah nilai amplitude pada koordinat spasial (x,y). Sistem koordinat citra digital ditunjukkan pada gambar dibawah ini :


(24)

Gambar 2.3 Koordinat citra

Citra yang kita lihat sehari-hari merupakan cahaya yang direfleksikan sebuah obyek. Fungsi f(x,y) dapat dilihat sebagai fungsi dengan dua unsur, pertama merupakan besarnya sumber cahaya yang melingkupi pandangan terhadap obyek (illumination), kedua merupakan besarnya cahaya yang direfleksikan oleh obyek dalam pandangan kita (reflectance component).

2. Warna RGB

Model warna RGB (red, green, blue) mendeskripsikan warna sebagai kombinasi dari 3 warna, yaitu merah, hijau, dan biru. Dengan demikian diketahui bahwa dalam suatu pixel diwakili dengan 3 byte memori yang masing-masing terdiri dari 1 byte untuk warna merah, 1 byte untuk warna hijau, dan 1 byte untuk warna biru.


(25)

Gambar 2.4 Komponen RGB

Setiap matriks mengandung informasi intensitas warna komponen dengan masing-masing resolusi sebesar 8 bit. Jadi untuk citra digital berwarna menggunakan sistem 24 bit.

C. Inframerah

Inframerah merupakan bagian dari gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang diatas 700 nm. Sinar inframerah dihasilkan oleh proses di dalam molekul dan benda panas. Benda panas diakibatkan karena adanya aktivitas (getaran) atomik dan molekul di dalamnya sehingga memancarkan gelombang panas dalam bentuk sinar inframerah. Oleh karena itu, sinar inframerah sering juga disebut radiasi panas. Inframerah memiliki beberapa karakteristik yaitu :

a. Tidak dapat dilihat oleh manusia

Hal ini dikarenakan mata manusia hanya bisa melihat cahaya yang memiliki panjang gelombang 400 nm sampai 700 nm.


(26)

c. Dapat ditimbulkan oleh komponen yang menghasilkan panas.

1. Radiasi Inframerah

Radiasi inframerah meskipun tidak terlihat oleh mata manusia namun dapat dideteksi sebagai rasa hangat pada kulit dan bahkan energi radiasi inframerah dari obyek yang mempunyai suhu lebih rendah dari lingkungan dapat tertangkap karena terasa lebih dingin. Jangkauan panjang gelombang inframerah terletak di antara 0,78 µm dan 1000 µm, dan hal ini tak tampak untuk mata telanjang. Daerah inframerah dapat dibagi menjadi tiga, yaitu near-infrared (0.78-3.0 µm), middle infrared (3-30 µm) dan far infrared (30-300 µm).

Gambar 2.5 Spektrum gelombang elektromagnetik

Energi inframerah adalah suatu bentuk radiasi elektromagnetik yang mempunyai spektrum gelombang yang terletak di antara cahaya tampak dan radiasi gelombang mikro [5].


(27)

2. Citra Inframerah

Citra inframerah dihasilkan melalui fotografi inframerah. Fotografi inframerah adalah suatu teknik dalam bidang fotografi untuk merekam cahaya yang oleh mata telanjang tidak dapat dilihat [11]. Oleh karena itu diperlukan filter yang menampung hampir semua spektrum cahaya dan membiarkan cahaya inframerah untuk diteruskan masuk ke kamera, dengan catatan bahwa sensor atau film dalam kamera tersebut harus sensitif terhadap cahaya inframerah.

Gambar 2.6 Citra inframerah suatu lingkungan

Ketika teknik fotografi inframerah digunakan, hasil dari foto inframerah bisa menjadi foto hitam-putih yang kontras atau foto false-color, contohnya seperti gambar di atas dimana warna daun yang hijau segar akan terlihat putih. Hal ini disebabkan karena daun banyak memantulkan cahaya inframerah.

D. Kamera Digital

Teknologi fotografi pada era sekarang ini berkembang sangat pesat. Hal ini terbukti dengan adanya kamera digital. Bentuk dari kamera digital pada


(28)

umumnya kecil, ringan dan mudah dibawa-bawa sehingga suatu kejadian kapanpun dan dimanapun bisa diabadikan secara langsung dengan cepat dan mudah. Pada penelitian ini menggunakan dua buah kamera digital dimana Hot Mirror pada kamera Fujifilm FinePix A400 sebelumnya telah dilepas untuk meningkatkan cahaya masuk kedalam kamera dan ditambah dengan menempatkan negative film didepan lensa kamera untuk meloloskan sinar inframerah sedangkan Hot Mirror pada kamera Casio QV-R200 tidak dilepas namun negative film tetap ditempatkan didepan lensa kamera.

Gambar 2.7 Hot Mirror frame (http://ir-photo.net/ir_30dmod.html)

Penggunaan dua buah kamera ini bertujuan untuk melihat perbedaan hasil citra yang ditangkap oleh kedua kamera untuk kemudian dianalisa.

1. Kamera Casio QV-R200


(29)

Spesifikasi:

a. Resolusi : 14.1 megapixels

b. Jenis sensor : 1/2.3-inch square pixel CCD c. Format file :

Still images : JPEG (Exif Ver. 2.3), DPOF

Movies : Motion JPEG, AVI format, PCM (monaural). d. Monitor Screen : 2.7-inch TFT color LCD, 230,400 dots (960 x 240) e. Recording Media : SD Memory Card, SDHC Memory Card ,SDXC

Memory Card compatible.

2. Kamera Fujifilm FinePix A400

Gambar 2.9 Kamera Fujifilm FinePix A400

Spesifikasi :

a. Resolusi : 4.1 megapixels

b. Jenis sensor : 1/2.5-inch Super CCD HR c. File formats :

Still image : DCF-compliant (Compressed Exif Ver. 2.2 JPEG)


(30)

Movies : AVI (Motion JPEG). d. Memory type : xD-Picture Card

e. Dimensions (W x H x D) : 93.0 x 60.0 x 27.5 mm /3.7 x 2.4 x 1.1 in.

E. Negative film

Negative film adalah jenis film berwarna yang menghasilkan negative (klise) dengan gambar yang warna komplemennya berasal dari warna-warna yang terdapat pada obyek. Obyek warna merah akan membentuk cyan (hijau-biru) pada film, warna hijau akan terbentuk warna magenta (merah-biru), sedangkan obyek warna biru akan terbentuk warna kuning pada film. Dari negative film ini nantinya dapat dicetak menjadi foto-foto berwarna (gambar positif). Disebut negative film karena gambar yang tercetak nantinya berlawanan dengan filmnya dimana bagian hitam pada negatif menghasilkan gambar putih pada foto sedangkan bagian putih pada negatif akan menghasilkan gambar hitam pada foto.

Gambar 2.10 Negative film

Gambar diatas merupakan negative film yang digunakan pada penelitian ini dan berbeda dengan negative film pada umumnya dimana telah mengalami proses agar dapat melewatkan sinar inframerah. Negative film ini nantinya


(31)

akan diletakkan didepan lensa kamera digital untuk melewatkan sinar inframerah ketika citra ditangkap sehingga nantinya akan menghasilkan sebuah citra inframerah.

F. Hygrometer

Hygrometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kelembaban pada suatu tempat. Biasanya alat ini ditempatkan di dalam bekas penyimpanan barang yang memerlukan tahap kelembaban yang terjaga seperti dry box penyimpanan kamera. Kelembaban yang rendah akan mencegah pertumbuhan jamur yang menjadi musuh pada peralatan tersebut.

Kelembaban merupakan sejumlah uap air yang tersimpan di udara dan dipengaruhi oleh suhu udara dan keadaan setempat. Udara dikatakan mempunyai kelembaban yang tinggi apabila uap air yang diakandungnya tinggi, begitu juga sebaliknya. Hygrometer juga banyak dipakai di ruangan pengukuran dan instrumentasi untuk menjaga kelembapan udara yang berpengaruh terhadap keakuratan alat-alat pengukuran. Hygrometer mempunyai prinsip kerja yaitu dengan menggunakan dua thermometer. Thermometer pertama dipergunakan untuk mengukur suhu udara biasa dan thermometer yang kedua dipergunakan untuk mengukur suhu udara jenuh/lembab. Proses pengukuran hygrometer terdapat dua skala yakni untuk menunjukkan kelembaban dan untuk menunjukkan temperatur. Cara penggunaannya yaitu dengan meletakkan hygrometer di tempat yang akan diukur kelembabannya, setelah itu dibaca skalanya. Skala kelembaban


(32)

biasanya ditandai dengan percent (%) dan suhu ditandai dengan derajat celcius (0C).

Gambar 2.11 Hygrometer HTC-1

G. Pengolahan Citra

Pengolahan citra adalah pemrosesan citra dengan menggunakan komputer untuk menghasilkan citra manipulasi yang kualitasnya lebih baik dari sebelumnya, sehingga citra tersebut dapat diinterpretasikan baik oleh manusia maupun mesin. Pengolahan citra sangat bermanfaat, diantaranya adalah untuk meningkatkan kualitas citra, menghilangkan cacat pada citra, mengidentifikasi objek, serta penggabungan dengan bagian citra yang lain. Citra dalam perwujudannya dapat bermacam-macam, mulai dari gambar hitam putih pada sebuah foto (yang tidak bergerak) sampai pada gambar berwarna yang bergerak pada pesawat televisi. Proses transformasi dari bentuk tiga dimensi ke bentuk dua dimensi untuk menghasilkan citra akan dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor yang mengakibatkan penampilan citra suatu benda tidak sama persis dengan bentuk fisik nyatanya. Faktor-faktor tersebut merupakan efek degradasi atau penurunan kualitas yang dapat berupa rentang kontras benda yang terlalu sempit atau terlalu


(33)

lebar, distorsi, kekaburan (blur), kekaburan akibat objek citra yang bergerak (motion blur), noise atau gangguan yang disebabkan oleh interferensi peralatan pembuat citra, baik itu berupa tranducer, peralatan elektronik ataupun peralatan optik karena pengolahan citra digital dilakukan dengan komputer digital maka citra yang akan diolah terlebih dahulu ditransformasikan ke dalam bentuk besaran-besaran diskrit dari nilai tingkat keabuan pada titik-titik elemen citra. Bentuk dari citra ini disebut citra digital.

1. Citra berwarna keabuan (Grayscale)

Citra berwarna keabuan adalah citra yang hanya menggunakan warna yang merupakan tingkatan warna abu-abu. Warna abu-abu adalah satu-satunya warna pada ruang RGB dengan komponen merah, hijau, dan biru yang mempunyai intensitas yang sama. Intensitas citra berwarna keabuan disimpan dalam ukuran 8 bit sehingga menghasilkan 28 = 256 tingkat keabuan dari warna hitam sampai warna putih.

Pemilihan pemrosesan pada tingkat abu-abu ini dipilih karena lebih sederhana, yaitu hanya menggunakan sedikit kombinasi warna. Dan dengan citra abu-abu ini sudah cukup untuk memproses citra yang semula berupa RGB.


(34)

Gambar 2.12 Contoh citra grayscale

2. Image Cropping (Pemotongan Citra)

Pemotongan citra digunakan untuk mengambil daerah citra yang dibutuhkan untuk keperluan tertentu misalnya untuk penelitian dimana citra yang digunakan untuk bahan penelitian lebih dari satu citra. Hal ini bertujuan agar cakupan daerah penelitian tidak terlalu lebar.

3. Histogram

Informasi penting mengenai isi citra digital dapat diketahui dengan membuat histogram. Histogram adalah grafik yang menggambarkan penyebaran nilai-nilai intensitas pixel dari suatu citra atau bagian tertentu di dalam citra.


(35)

Tinggi dari histogram pada titik tertentu menunjukkan jumlah pixel atau daerah dari citra yang mempunyai tingkat keabuan tersebut.

Pixel dengan intensitas terendah adalah hitam dan pixel dengan intensitas tertinggi adalah putih. Histogram dapat menjadi penunjuk kadar kecerahan (brightness) dan kontras citra.

Gambar 2.14 Ciri histogram citra

Dari gambar diatas terlihat bahwa histogram untuk citra gelap bergerak ke sebelah kiri, histogram citra berkontras rendah berada ditengah, histogram untuk citra terang berada disebelah kanan dan histogram untuk citra berkontras tinggi menyebar merata dari kiri ke kanan.

4. Filter (Tapis) Digital

Suatu citra biasanya mengandung derau (noise) yang muncul pada saat pengambilan citra tidak sempurna karena alasan cuaca, perangkat pengambil citra yang tidak fokus dan sebagainya dimana hal ini dapat menurunkan kualitas suatu citra. Derau pada umumnya berupa variasi intensitas (derajat keabuan) suatu pixel yang tidak berkaitan dengan


(36)

pixel-pixel tetangganya (sekelilingnya). Proses pemfilteran pada citra digunakan untuk menaikkan mutu citra serta menghilangkan derau yang terkandung dalam citra pada saat pengambilan citra. Operasi pengurangan derau bekerja dengan cara menekan intensitas pixel yang tinggi karena pixel yang mengalami gangguan umumnya memiliki frekuensi tinggi. Dalam penelitian ini menggunakan LPF, Median Filter, dan HPF untuk melihat perubahan pada citra.

a) Low Pass Filter (LPF)

LPF adalah filter yang meloloskan intensitas pixel yang rendah dan menekan intensitas pixel yang tinggi. Salah satu bentuk dari LPF adalah average filter (filter rata-rata), dimana dalam operasi ini akan mengganti nilai suatu pixel dengan merata-ratakan nilai dari pixel tetangganya (sekelilingnya).

Gambar 2.15 Hasil LPF untuk gambar komputer

Pada gambar diatas terlihat bahwa LPF menyebabkan gambar menjadi lebih lembut. Operasi perata-rataan ini dapat dipandang sebagai konvolusi antara citra f(x,y) dengan filter l(x,y) :


(37)

g(x,y) = f(x,y)* l(x,y)

Filter L disebut average filter (filter rata-rata) dimana ukuran default filter ini adalah ukuran 3x3 dengan bentuk persamaannya yaitu

L = [ ]

/ 9 atau L = [

] Misalkan sebuah potongan citra dalam matriks yaitu :

F = [

]

Dengan menghitung konvolusi dari matriks filter rata-rata 3x3 dan matriks F, diperoleh :

G = F*L

G = [

]*[ ]

G = (1)(1/9) + (1)(1/9) + (1)(1/9) + (1)(1/9) + (4)(1/9) + (1)(1/9) + (1)(1/9) + (1)(1/9) + (1)(1/9) = 12/9

kemudian nilai G tersebut masukkan kedalam matriks F untuk menggantikan nilai 4 dengan nilai 12/9.

G = [

]

b) Median Filter

Median Filter merupakan salah satu teknik dalam peningkatan kualitas citra. Cara kerjanya hampir sama dengan average filter. Pada average


(38)

filter setiap output yang dihasilkan merupakan hasil operasi pixel-pixel tetangga citra input, namun dengan median filter nilai pixel tetangga tersebut bukan dirata-ratakan melainkan dicari nilai median dari nilai-nilai pixel yang telah diurutkan yang nantinya akan dikeluarkan sebagai output. Median filter ini dapat mengurangi noise tanpa menyebabkan pengurangan tingkat ketajaman dari citra. Cara kerjanya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 2.16 Contoh matriks citra untuk diproses dengan Median Filter

Dengan menggunakan citra diatas, diambil matriks 3x3. Nilai masing-masing pixel yang bertetanggaan setelah diurutkan adalah sebagai berikut:

115, 119, 120, 123, 124, 125, 126, 127, 150 Hasil pengurutan tersebut mendapatkan nilai median 124. Nilai median ini digunakan untuk menggantikan nilai pusat matriks citra, sehingga nilai 150 akan diganti dengan 124.


(39)

c) High Pass Filter (HPF)

HPF adalah filter yang meloloskan intensitas pixel yang tinggi dan menekan intensitas pixel yang rendah sehingga pinggiran dari citra akan terlihat lebih tajam dibandingkan sekitarnya sehingga HPF juga biasa disebut sebagai operasi penajaman (sharpened) citra.

Gambar 2.17 Citra asli (kiri) dan citra unsharp filter (kanan)

Unsharp masking filter adalah salah satu bentuk dari HPF dimana jenis filter ini akan membuat tepi-tepi gambar menjadi tampak jelas. Algoritma dari unsharp masking filter ini yaitu :

[

]

Parameter alpha ( ) ini berfungsi untuk mengendalikan tingkat ketajaman citra dimana nilai alpha berada antara 0 – 1, untuk nilai default alpha pada jenis filter ini adalah 0,2 [3]. Sehingga menjadi

[

]


(40)

Misalkan sebuah potongan citra dalam matriks F yaitu :

F = [

] dan H =

[

]

Dengan menghitung konvolusi dari matriks H dan matriks F, diperoleh:

G = F*H

G = [

]* [ ]

G = [

]*[ ]

G = (1)(-0.1667) + (1)(-0.6667) + (1)(-0.1667) + (1)(-0.6667) + (4)(4.3333) + (1)(-0.6667) + (1)(-0.1667) + (1)(-0.6667) + (1)(-0.1667) = 14

kemudian nilai G tersebut masukkan kedalam matriks F untuk menggantikan nilai 4 dengan nilai 14. Untuk menggantikan nilai 1 pada kolom keempat baris pertama maka

G = [ ] * [ ]

G = (0)(-0.1667) + (0)(-0.6667) + (0)(-0.1667) + (1)(-0.6667) + (1)(4.3333) + (0)(-0.6667) + (1)(-0.1667) + (1)(-0.6667) + (0)(-0.1667) = 2.83


(41)

F = [

]

5. SNR (Signal to Noise Ratio)

SNR digunakan untuk menentukan kualitas citra setelah dilakukan operasi pengurangan derau. Semakin besar nilai SNR berarti pengurangan derau dapat meningkatkan kualitas citra, sebaliknya jika nilai SNR semakin kecil maka pada citra hasil hanya sedikit juga peningkatan kualitasnya [2]. Sinyal dalam hal ini adalah citra asli sedangkan noise dihasilkan setelah citra hasil pemfilteran dikurangi oleh citra asli. SNR biasanya diukur dengan satuan decibles (dB).

Rumus untuk menghitung SNR dapat dilihat dalam persamaan berikut : SNR = 10*Log10

dimana :

menyatakan nilai varians dari matriks citra asli

menyatakan selisih antara nilai varians matriks citra asli dengan

nilai varians matriks citra hasil proses filter [10].

Nilai varians ( ) dari matriks citra didapat dengan rumus =

∑ ̅

dimana :

= varians atau ragam N = banyaknya data


(42)

̅ = nilai rata-rata

H. MATLAB (Matrix Laboratory)

MATLAB (Matrix Laboratory) merupakan salah satu program yang digunakan untuk membantu bidang pendidikan dan penelitian dimana pada MATLAB ini menyediakan bermacam-macam toolbox yang disesuaikan dengan bidang keilmuan masing-masing yang salah satunya adalah Image Processing Toolbox. Di lingkungan universitas, MATLAB telah menjadi program standar untuk pengajaran tingkat dasar dan tingkat lanjut yang berhubungan dengan matematika, rekayasa dan sains. Di lingkungan industri, MATLAB merupakan program yang digunakan untuk penelitian produktifitas, pengembangan dan analisis.

Sistem MATLAB terdiri dari 5 bagian utama yaitu : a. Bahasa (pemrograman) MATLAB

Bagian ini adalah adalah bahasa (pemrograman) tingkat tinggi yang menggunakan matriks/array dengan pernyataan aliran kendali program, struktur data dan fitur-fitur pemrograman berorientasi objek.

b. Lingkungan kerja MATLAB

Bagian ini adalah kumpulan tool dan fasilitas MATLAB yang digunakan oleh pengguna atau pemrogram. Fasilitas yang dimaksudkan misalnya untuk mengelola variabel di dalam ruang kerja (workspace) dan melakukan impor dan ekspor data.


(43)

Bagian ini adalah sistem grafik MATLAB, termasuk perintah-perintah (program) tingkat tinggi untuk visualisasi data dimensi dua dan dimensi tiga, pengolahan citra, animasi dan presentasi grafik. Selain itu, bagian ini juga termasuk perintah-perintah (program) tingkat rendah untuk menetapkan sendiri tampilan grafik seperti halnya membuat antarmuka pengguna grafis untuk aplikasi-aplikasi MATLAB.

d. Pustaka (library) fungsi matematis MATLAB

Bagian ini adalah koleksi algoritma komputasi mulai dari fungsi dasar seperti menjumlahkan (sum), menentukan nilai sinus (sine), kosinus (cosine), dan fungsi-fungsi seperti inverse matriks, nilai eigen matriks, fungsi Bessel dan FFT (fast Fourier transform).

e. API (Application Program Interface) MATLAB

Bagian ini adalah pustaka (library) untuk menuliskan program dalam bahasa C dan Fortran yang berinteraksi dengan MATLAB, termasuk fasilitas untuk memanggil rutin program dari MATLAB (dynamic linking), memanggil MATLAB sebagai mesin komputasi (computational engine) dan untuk pembacaan serta penulisan MAT-files [1].

1. Perintah untuk menampilkan citra

Untuk menampilkan citra dapat menggunakan fungsi imshow, seperti dibawah ini :

A = imread(‘nama_citra’); imshow(A)


(44)

A : variabel citra

imread : fungsi untuk membaca citra sesuai nama citranya

imshow : fungsi untuk menampilkan citra berdasarkan variabel citra 2. Perintah untuk menghasilkan citra grayscale

B = rgb2gray(img); imshow(B)

keterangan :

B : variabel citra

rgb2gray : fungsi untuk merubah citra RGB menjadi citra grayscale imshow : fungsi untuk menampilkan citra

3. Perintah untuk memotong (cropping) bagian citra

Fungsi imcrop akan menghasilkan bagian citra (dalam bentuk kotak) dari sebuah citra. Kita dapat menentukan kotak crop melalui argumen masukan ukuran cropping atau memilihnya dengan menggunakan mouse. Perintah programnya yakni:

C = imcrop ( img,[ukuran cropping] ); imshow(C)

misalkan nilai ukuran cropping-nya adalah [105 135 265 140], jika ingin merubah ukuran crop pada citra cukup merubah nilai-nilai tersebut.

keterangan :

C : variabel untuk crop

imcrop : fungsi untuk memotong bagian citra img : citra yang akan diproses


(45)

4. Perintah untuk menampilkan histogram

Untuk menampilkan histogram dari citra dapat menggunakan fungsi imhist seperti di bawah ini :

D = imhist(img);

dan untuk menampilkan histogram dalam bentuk plot dapat menggunakan: D2 = plot(D); imshow(D2)

5. Perintah untuk proses LPF h = fspecial('average',hsize); L = imfilter(img,h)

keterangan :

L : variabel untuk filter lpf fspecial : filter jenis ‘average’

imfilter : fungsi untuk melakukan filter terhadap citra

hsize : jumlah baris dan kolom pada matriks h, dimana ukuran default-nya adalah [3 3]

6. Perintah untuk proses Median Filter M = medfilt2(img)

keterangan :

M : variabel untuk median filter

medfilt2 : fungsi untuk melakukan median filter terhadap citra 7. Perintah untuk proses HPF

h = fspecial(‘unsharp’); H = imfilter(img,h) keterangan :


(46)

H : variabel untuk hpf fspecial : filter jenis ‘unsharp’

8. Perintah untuk proses SNR (Signal to Noise Ratio) signal = var(citra asli(:))

noise = abs(var(citra asli(:)) - var(citra hasil filter(:))) s2n = 10*log10( signal / noise );

dB = sprintf('%3.3f dB',s2n) keterangan :

(:) : merupakan operator titik dua untuk mengambil baris dan kolom dari matriks sekaligus, dalam hal ini tanda (:) berarti “sampai dengan”. var : fungsi yang digunakan untuk menghitung variance (ragam data) pada


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu : April 2012 – Februari 2013 Tempat :

a. Bambu Kuning b. Lembah Hijau

B. Alat dan Bahan

a. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Kamera digital Casio QV-R200

2. Kamera digital Fujifilm FinePix A400 3. Hygrometer HTC-1

b. Bahan yang digunakan yakni :

1. Negative film sebagai filter inframerah 2. Perangkat lunak Matlab 7.0

c. Spesifikasi Alat


(48)

1. Kamera digital Casio QV-R200 : a. Resolusi : 14.1 megapixels

b. Jenis sensor : 1/2.3-inch square pixel CCD c. Format file :

Still images : JPEG (Exif Ver. 2.3), DPOF

Movies : Motion JPEG, AVI format, PCM (monaural).

d. Monitor screen : 2.7-inch TFT color LCD, 230,400 dots (960 x 240)

e. Recording media : SD Memory Card, SDHC Memory Card ,SDXC Memory Card compatible.

2. Kamera digital Fujifilm FinePix A400 : a. Resolusi : 4.1 megapixels

b. Jenis sensor : 1/2.5-inch Super CCD HR c. Format file :

Still image : DCF-compliant (Compressed Exif Ver. 2.2 JPEG) Movies : AVI (Motion JPEG).

d. Memory type : xD-Picture Card

e. Dimensions (W x H x D) : 93.0 x 60.0 x 27.5 mm 3. Hygrometer HTC-1 :

a. Temperature Range : -50C~ +70C degree (-58~ +158 fahrenheit) with accuracy of +-1C

b. Humidity range : 10%-99% RH with accuracy of +-5%RH c. Accuracy temperature : +-1 degree (1.8°F), humidity: +-5%


(49)

d. Power supply : 1.5V (AAA size)

e. Weight : 150 g

f. Dimension : 10.50 x 9.8 x 2.2cm

C. Metode/ Prosedur Kerja

Adapun beberapa tahapan yang dilakukan di dalam penelitian ini yaitu pencarian lokasi, pengambilan citra, pengolahan citra, serta analisis dan kesimpulan.

1. Pencarian lokasi

Dalam tahapan ini lokasi yang dijadikan untuk obyek penelitian adalah lokasi yang secara visual sudah tercemar polusi dan lokasi yang secara visual cukup bersih dari polusi. Lokasi sekitar Lembah Hijau serta Bambu Kuning merupakan dua lokasi yang cocok untuk obyek penelitian ini. Lokasi Lembah Hijau dipilih karena secara visual kualitas udara pada lokasi tersebut cukup bersih dan banyak ditumbuhi oleh pepohonan sedangkan daerah Bambu Kuning dipilih karena secara visual kualitas udara pada lokasi tersebut sudah tercemar oleh polusi kendaraan bermotor. 2. Pengambilan citra

Pada pengambilan citra di lokasi Bambu Kuning dilakukan di atas salah satu gedung pertokoan dan pengambilan citra mengarah pada gedung pertokoan di depannya, sedangkan pengambilan citra di lokasi Lembah Hijau dilakukan diatas perkebunan dan pengambilan citra mengarah kebawah pada daerah sekitar kawasan tersebut. Kamera digital yang


(50)

digunakan untuk pengambilan kedua obyek lokasi tersebut sebanyak dua buah, dimana kamera yang satu yakni Casio QV-R200 merupakan kamera digital biasa (hot mirror tidak dilepas) sedangkan kamera digital kedua yakni Fujifilm FinePix A400 sudah mengalami perubahan (hot mirror telah dilepas).

Dalam pengambilan citra untuk kedua lokasi ini menggunakan filter inframerah berupa negative film untuk menghasilkan citra inframerah dimana negative film tersebut diletakkan di depan lensa kamera digital. Selain citra inframerah yang dijadikan obyek penelitian, citra asli untuk kedua lokasi juga digunakan untuk obyek penelitian yang nantinya akan dibandingkan dengan citra inframerah.

Dalam proses pengambilan citra ini dilakukan dalam waktu yang telah ditentukan yakni pada jam 6 pagi hingga jam 4 sore dan diambil setiap 2 jam. Dalam proses pengambilan citra ini juga disertakan dengan alat ukur hygrometer untuk mengukur besarnya kelembaban udara ditempat lokasi penelitian. Kelembaban udara yang rendah biasanya disebabkan oleh polusi udara yang tinggi. Hal ini juga bertujuan untuk melihat hubungan antara tingkat kelembaban udara dengan nilai snr yang didapat setelah proses pengolahan citra.

3. Pengolahan citra

Dalam tahapan ini, kumpulan citra yang didapat akan diproses dengan bantuan program MATLAB untuk mengetahui bentuk histogram dan nilai snr dari tiap obyek citra lokasi yang didapat.


(51)

Dalam tahapan ini dilakukan analisis atas data-data citra yang telah diproses dengan teknik pengolahan citra dengan bantuan program MATLAB. Data-data tersebut kemudian dilakukan pembahasan untuk kemudian diambil kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.


(52)

Diagram Alir Penelitian

Tidak

Ya

Tidak

Ya

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Menyiapkan filter negative film

Pengolahan Citra

Berhasil

Analisa dan bandingkan histogram & SNR tiap citra

Menyeleksi gambar Mulai

Mengukur kelembaban dan suhu

Mengambil citra lokasi dengan 2 buah kamera digital

Selesai

Ujicoba program, lihat hasil histogram dan SNR tiap citra


(53)

Untuk mendapatkan bentuk histogram dan nilai snr dari citra harus melalui beberapa tahapan atau proses, yakni sebagai berikut :

a. Menampilkan citra A = imread(‘nama_citra’); imshow(A)

b. Merubah citra RGB menjadi citra grayscale B = rgb2gray(A);

imshow(B)

c. Memotong bagian tertentu pada citra dan menampilkan bentuk histogramnya C = imcrop (B,[ukuran cropping]); imshow(C)

C2 = imhist(C); imshow(C2)

d. Melakukan proses LPF dan menampilkan bentuk histogramnya h = fspecial('average',[3 3]);

L = imfilter(C,h); imshow(L) L2 = imhist(L); imshow(L2)

e. Melakukan proses Median Filter dan menampilkan bentuk histogramnya M = medfilt2(C); imshow(M)

M2 = imhist(M); imshow(M2)

f. Melakukan proses HPF dan menampilkan bentuk histogramnya

h = fspecial(‘unsharp’);

H= imfilter(crop,h); imshow(H) H2 = imhist(H); imshow(H2)

g. Mencari nilai SNR dari citra hasil proses filter LPF signal = var(C(:));


(54)

noise = abs(var(C(:)) - var(L(:))); s2n = 10*log10( signal / noise ); dB = sprintf('%3.3f dB',s2n)

h. Mencari nilai SNR dari citra hasil proses filter Median Filter signal = var(C(:));

noise = abs(var(C(:)) - var(M(:))); s2n = 10*log10( signal / noise ); dB = sprintf('%3.3f dB',s2n)

i. Mencari nilai SNR dari citra hasil proses filter HPF signal = var(C(:));

noise = abs(var(C(:)) - var(H(:))); s2n = 10*log10( signal / noise ); dB = sprintf('%3.3f dB',s2n)


(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari citra asli, kondisi udara yang kotor pada lokasi Bambu Kuning dapat diasumsikan pada bentuk histogram dengan lebar yang cukup besar serta histogram mulai bergerak naik pada intensitas aras keabuan 0 dan mengalami perenggangan hingga jam 16 ke sebelah kanan. 2. Dari citra inframerah, kondisi udara yang kotor pada lokasi Bambu

Kuning dapat diasumsikan pada bentuk histogram dengan lebar yang tidak terlalu besar serta histogram mulai bergerak naik pada intensitas aras keabuan 51 dan mengalami pergeseran hingga jam 16 ke sebelah kanan.

3. Dari citra asli, kondisi udara yang bersih pada lokasi Lembah Hijau dapat diasumsikan pada bentuk histogram dengan lebar puncak yang sempit serta histogram mulai bergerak naik pada intensitas aras keabuan 0 namun pergeseran yang terjadi pada histogram tidak beraturan.


(56)

4. Dari citra inframerah, kondisi udara yang bersih pada lokasi Lembah Hijau dapat diasumsikan pada bentuk histogram dengan lebar puncak yang sempit serta histogram mulai bergerak naik pada intensitas aras keabuan 51 namun pergeseran yang terjadi pada histogram tidak beraturan.

5. Dari kumpulan grafik SNR yang didapat menghasilkan perubahan grafik yang tidak beraturan dan beberapa grafik SNR yang mendekati grafik kelembaban dihasilkan dari jenis filter yang berbeda serta dari kamera yang berbeda untuk kedua lokasi sehingga dari grafik SNR belum dapat digunakan untuk menentukan kondisi udara di kedua lokasi penelitian.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan alat bantu luxmeter untuk mengetahui tingkat kecerahan pada citra.

2. Dapat menggunakan program GUI (Graphical User Interface) yang terdapat pada MATLAB untuk memudahkan dalam menampilkan hasil proses citra.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

1. Wijaya, Marvin Ch. & Agus Prijono. 2007. Pengolahan Citra Digital Menggunakan Matlab. Informatika. Jakarta.

2. Basuki, A. 2005. Pengolahan Citra Digital Menggunakan Visual Basic. Graha Ilmu. Yogyakarta.

3. Gonzales, Rafael C. & Richard E. Woods. 2002. Digital Image Processing second edition. Prentice-Hall. New Jersey.

4. Sulistiyanti, Sri Ratna & FX Arinto Setyawan. Prosiding. 2008. Pewarnaan Semu Citra Untuk Identifikasi Panas Objek. Bandar Lampung

5. Naderjenad, E. & H. Hassanpour. Jurnal. A comparison and analysis of different PDE-based approaches for image enhancement. Iran

6. Subaid, Maria Sheryl. Jurnal. 2002. Pengaruh suhu udara, curah hujan, kelembaban udara dan kecepatan angin terhadap fluktuasi konsentrasi gas-gas NO2, O3 dan SO2 di area PLTP Gunung Salak Sukabumi. Bogor

7. Standar Kualitas Udara: Indonesia Jauh Tertinggal. Artikel. 25 Nov 2011.

http://www.hijauku.com/devsite/2011/11/25/standar-kualitas-udara-indonesia-jauh-tertinggal

8. Penyebab Polusi Udara. Artikel. 26 Nov 2011.


(58)

Teknis Perhitungan Dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara. 21 Nov 1997.

http://www.cets-uii.org/BML/Udara/ISPU/ISPU%20%28Indeks%20Standar%20Pencemar%20 Udara%29.htm

10.Calculate signal to noise ratio using matlab. 25 Sept 2012.

http://stackoverflow.com/questions/2734670/using-matlab-to-calculate-signalnoise-ratio

11.Hazaldin. Artikel. Fotografi inframerah. 21 Februari 2011.

http://creatphoto.wordpress.com/2011/02/21/fotografi-infrared/


(1)

Untuk mendapatkan bentuk histogram dan nilai snr dari citra harus melalui beberapa tahapan atau proses, yakni sebagai berikut :

a. Menampilkan citra A = imread(‘nama_citra’); imshow(A)

b. Merubah citra RGB menjadi citra grayscale B = rgb2gray(A);

imshow(B)

c. Memotong bagian tertentu pada citra dan menampilkan bentuk histogramnya C = imcrop (B,[ukuran cropping]); imshow(C)

C2 = imhist(C); imshow(C2)

d. Melakukan proses LPF dan menampilkan bentuk histogramnya h = fspecial('average',[3 3]);

L = imfilter(C,h); imshow(L) L2 = imhist(L); imshow(L2)

e. Melakukan proses Median Filter dan menampilkan bentuk histogramnya M = medfilt2(C); imshow(M)

M2 = imhist(M); imshow(M2)

f. Melakukan proses HPF dan menampilkan bentuk histogramnya h = fspecial(‘unsharp’);

H= imfilter(crop,h); imshow(H) H2 = imhist(H); imshow(H2)

g. Mencari nilai SNR dari citra hasil proses filter LPF signal = var(C(:));


(2)

44

noise = abs(var(C(:)) - var(L(:))); s2n = 10*log10( signal / noise ); dB = sprintf('%3.3f dB',s2n)

h. Mencari nilai SNR dari citra hasil proses filter Median Filter signal = var(C(:));

noise = abs(var(C(:)) - var(M(:))); s2n = 10*log10( signal / noise ); dB = sprintf('%3.3f dB',s2n)

i. Mencari nilai SNR dari citra hasil proses filter HPF signal = var(C(:));

noise = abs(var(C(:)) - var(H(:))); s2n = 10*log10( signal / noise ); dB = sprintf('%3.3f dB',s2n)


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari citra asli, kondisi udara yang kotor pada lokasi Bambu Kuning dapat diasumsikan pada bentuk histogram dengan lebar yang cukup besar serta histogram mulai bergerak naik pada intensitas aras keabuan 0 dan mengalami perenggangan hingga jam 16 ke sebelah kanan. 2. Dari citra inframerah, kondisi udara yang kotor pada lokasi Bambu

Kuning dapat diasumsikan pada bentuk histogram dengan lebar yang tidak terlalu besar serta histogram mulai bergerak naik pada intensitas aras keabuan 51 dan mengalami pergeseran hingga jam 16 ke sebelah kanan.

3. Dari citra asli, kondisi udara yang bersih pada lokasi Lembah Hijau dapat diasumsikan pada bentuk histogram dengan lebar puncak yang sempit serta histogram mulai bergerak naik pada intensitas aras keabuan 0 namun pergeseran yang terjadi pada histogram tidak beraturan.


(4)

166

4. Dari citra inframerah, kondisi udara yang bersih pada lokasi Lembah Hijau dapat diasumsikan pada bentuk histogram dengan lebar puncak yang sempit serta histogram mulai bergerak naik pada intensitas aras keabuan 51 namun pergeseran yang terjadi pada histogram tidak beraturan.

5. Dari kumpulan grafik SNR yang didapat menghasilkan perubahan grafik yang tidak beraturan dan beberapa grafik SNR yang mendekati grafik kelembaban dihasilkan dari jenis filter yang berbeda serta dari kamera yang berbeda untuk kedua lokasi sehingga dari grafik SNR belum dapat digunakan untuk menentukan kondisi udara di kedua lokasi penelitian.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan alat bantu luxmeter untuk mengetahui tingkat kecerahan pada citra.

2. Dapat menggunakan program GUI (Graphical User Interface) yang terdapat pada MATLAB untuk memudahkan dalam menampilkan hasil proses citra.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Wijaya, Marvin Ch. & Agus Prijono. 2007. Pengolahan Citra Digital Menggunakan Matlab. Informatika. Jakarta.

2. Basuki, A. 2005. Pengolahan Citra Digital Menggunakan Visual Basic. Graha Ilmu. Yogyakarta.

3. Gonzales, Rafael C. & Richard E. Woods. 2002. Digital Image Processing second edition. Prentice-Hall. New Jersey.

4. Sulistiyanti, Sri Ratna & FX Arinto Setyawan. Prosiding. 2008. Pewarnaan Semu Citra Untuk Identifikasi Panas Objek. Bandar Lampung

5. Naderjenad, E. & H. Hassanpour. Jurnal. A comparison and analysis of different PDE-based approaches for image enhancement. Iran

6. Subaid, Maria Sheryl. Jurnal. 2002. Pengaruh suhu udara, curah hujan, kelembaban udara dan kecepatan angin terhadap fluktuasi konsentrasi gas-gas NO2, O3 dan SO2 di area PLTP Gunung Salak Sukabumi. Bogor

7. Standar Kualitas Udara: Indonesia Jauh Tertinggal. Artikel. 25 Nov 2011. http://www.hijauku.com/devsite/2011/11/25/standar-kualitas-udara-indonesia-jauh-tertinggal

8. Penyebab Polusi Udara. Artikel. 26 Nov 2011.


(6)

9. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Pedoman Teknis Perhitungan Dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara. 21 Nov 1997.

http://www.cets-uii.org/BML/Udara/ISPU/ISPU%20%28Indeks%20Standar%20Pencemar%20 Udara%29.htm

10.Calculate signal to noise ratio using matlab. 25 Sept 2012.

http://stackoverflow.com/questions/2734670/using-matlab-to-calculate-signalnoise-ratio

11.Hazaldin. Artikel. Fotografi inframerah. 21 Februari 2011. http://creatphoto.wordpress.com/2011/02/21/fotografi-infrared/