4
b. Kondisi Obyektif Pembelajaran: Sebelum mengajar guru membuat
program pembelajaran yang berdasarkan pada hasil asesmen terhadap anak, metode pengajaran yang digunakan guru adalah metode yang
biasa digunakan dalam proses pembelajaran, diantaranya: metode penugasan dan latihan. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru
masih seperti pembelajaran tradisional, mengajar dan melakukan layanan individual. Penekanan pembelajaran lebih pada pengembangan
akademikkognisi siswa.
c. Berdasarkan kondisi obyektif anak dan kondisi pembelajaran peneliti
bersama dengan guru merancang program pembelajaran dengan menggunakan pendekatan floor-time degan tujuan untuk meningkatkan
bahasa lisan anak.
2. Pelaksanan Tindakan Kelas
a. Siklus I
1
Pelaksanaan Tindakan: Pada tindakan pertama yang bertindak sebagai pelaksana adalah satu
orang guru dan satu orang peneliti, guru dan peneliti lainnya bertindak sebagai pengamat.
Peneliti dan guru melaksanakan program pembelajaran dengan menggunakan pendekatan floor-time yang telah dirancang bersama
antara peneliti dan guru, dengan tahapan sebagai berikut: 1 Observasi: Observasi; ini penting untuk memperoleh informasi yang
diperlukan untuk memulai pendekatan pada anak. 2 Pendekatan dengan membuka lingkaran komunikasi. 3 Membiarkan anak
memimpin interaksi. 4 Memperluas dan memperpanjang lingkaran komunikasi. 5 Menutup lingkaran komunikasi. Tahapan ini tidak
berdiri sendiri tetapi dilaksanakan secara bersamaan. Proses pembelajaran
pelaksanaan tindakan
dengan menggunakan
pendekatan floor-time dilaksanakan selama satu jam 60 menit. Pada dasarnya pendekatan floor-time adalah pendekatan interaktif
yang berlandaskan kekuatan relasi dan struktur keluarga. Floor time seperti interaksi biasa dan bermain secara spontan dan
menyenangkan. Guru, orang tua atau terapis hanya mengikuti keinginan anak dan bermain apapun yang menjadi minat anak, tetapi
dalam bermain itu ada proses pembelajaran. Pada pelaksanaannya ruangan kelas dirancang dengan cara di tengah ruangan kosong,
kursi serta meja yang ada di ruangan itu di ke pinggirkan supaya tidak menghalangi kebebasan anak dalam bergerak, disediakan
bermacam-macam mainan yang menarik minat anak untuk bermain. Anak dibiarkan untuk memilih mainan dan bermain, guru mengikuti
kegiatan anak sambil berusaha mengajak anak untuk berbicara.
2 Observasi:
Bertindak sebagai pengamat adalah peneliti dan guru yang tidak melaksanakan proses pembelajaran. Dari hasil pengamatan guru dan
peneliti dapat diperoleh data bahwa anak-anak ini mengalami
5
kesulitan berbicara sehingga sulit untuk mengucapkan kata-kata, tidak ada interaksi antara guru dan anak, perhatian anak sangat
mudah beralih, hiperaktivitas. Karena di dalam ruangan ada alat bermain yang merangsang anak untuk bergerak, maka anak lebih
aktif bergerak sehingga pembelajaran kurang berhasil, tujuan tidak tercapai,
karena proses
pembelajaran lebih
fokus pada
pengembangan interaksi dan komunikasi.
3 Refleksi
Dari hasil pengamatan kemudian peneliti dan guru berdiskusi dan menemukan bahwa anak mengalami kesulitan dalam interaksi dan
bahasa lisannya. Target pembelajaran belum tercapai karena terlalu tinggi, ada target yang lebih rendah yang harus dicapai sebelum
mencapai target bahasa lisan yaitu interaksi sosial anak dengan lingkungan sekitarnya. Terlalu banyak mainan yang merangsang
anak untuk bergerak, sehingga untuk siklus selanjutnya ruangan ditata lebih kondusif dan alat-alat bermain yang memungkikan
memancing anak untuk bergerak dihilangkan. Guru belum menerapkan pendekatan floor time sepenuhnya. Berdasarkan hasil
refleksi
untuk tindakan
selanjutnya peneliti
melatih dan
memperlihatkan CD tentang penerapan pendekatan floor-time. Guru dan peneliti memperbaiki program pembelajaran yang sudah ada dan
memfokuskan program pembelajaran pada peningkatan interaksi dan bahasa lisan anak, alat-alat bermain yang digunakan untuk media
dikurangi.
b. Siklus II