6 6.
Merevisi model konseptual berdasarkan masukan dari para pakar dan penyelenggara program PLS. Revisi yang dilakukan berhubungan dengan pelatihan
kecakapan hidup bagi peningkatan kemandirian anak tunalaras di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Bambu Apus Jakarta Timur.
7. Melakukan uji coba model konseptual di lapangan yang ditujukan untuk
menghasilkan model pelatihan kecakapan hidup bagi peningkatan kemandirian anak tunalaras.
8. Penyempurnaan model, melalui tahap pengolahan dan analisa data temuan, serta
merevisi dan formulasi model. Tahap penyempurnaan model datanya diperoleh dari hasil postes , catatan lapangan, hasil diskusi, hasil wawancara, dan dokumentasi.
9. Menyusun laporan penelitian, sebagai akhir kegiatan penelitian dan pengembangan.
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Kondisi Objektif Pelatihan Kecakapan Hidup di Panti Sosial Marsudi Putra
Handayani Jakarta
Secara ringkas, pelaksanaan proses pelatihan kecakapan hidup di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Jakarta dilihat dari unsur warga belajar, tutor, proses pelatihan,
tujuan pelatihan , media belajar, kurikulum, alat evaluasi disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 1 Pelaksanaan Proses Pelatihan Kecakapan Hidup di Panti Sosial
Marsudi Putra Handayani Jakarta UNSUR
KONDISI OBJEKTIF
Warga Belajar Warga belajar sebelumnya tidak mendapatkan pelatihan secara konseptual tentang
pendidikan kecakapan hidup, biasanya langsung kepada pemerolehan keterampilan tertentu
Kecakapan warga belajar secara konsep masih rendah Pengalaman warga belajar dalam bidang keterampilan berwirausaha belum tumbuh
Memiliki karakteristik yang kuang rajin, kurang ulet, dan berperilaku nakal Tutor
Tutor belum memiliki pemahaman terhadap substansi materi pelatihan Cara mengajar tutor masih bersifat klasikal dan lebih dominan dalam setiap
pelaksanaan pelatihan. Setiap pelaksanaan pelatihan tutor belum terbiasa menyusun rencana pelatihan , media
belajar, dan alat evaluasi pelatihan Ada kecenderungan nara sumber teknis tutor tidak menguasai azas-azas pelatihan
dengan sistem tutorial, baik pada tahapm perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi Nara sumber teknis atau tutor tidak mempersiapkan rencana pelatihan dalam bentuk
tertulis baik dalam modul atau kemasan tertulis lainnya Proses Pelatihan
Proses pelatihan tidak menggunakan metode pelatihan yang terpadu. Sebagian besar hanya bertumpu pada kegiatan praktek sehingga tidak menampakkan proses pelatihan
dengan model tertentu Nara sumber teknis dalam setiap pertemuan, tidak pernah menjelaskan tujuan pelatihan
nya secara detail sehingga kurang menggugah rasa keingintahuan warga belajar Tujuan
Pelatihan Tidak merumuskan tujuan kegiatanprogram secara eksplisit yang diarahkan untuk
menumbuhkembangkan kemandirian berwirausaha warga belajar Kegiatan pelatihan dan PKH hanya bertumpu pada praktik dan penguasaan
keterampilan yang berkenaan dengan keterampilan ototmotif, teknik pengelasan, dan teknik pendingin sehingga hanya bersifat praktik dan warga belajar belum memiliki
sikap kemandirian
Media Belajar Minimnya media pendukung pelatihan yang disusun oleh tutor pada setiap proses
pelatihan
7
UNSUR KONDISI OBJEKTIF
Kurang memanfaatkan media lokal untuk mendukung proses belajar Bahan Latihan
Belum adanya bahan belajar untuk mengembangkan watak dan karakter kemandirian serta sikap kewirausahaan yang disusun oleh pihak tutorsecara lokal ataupun nasional
Materi-materi program pelatihan yang akan dikembangkan tidak dibuat secara terencana dan sistematis
Bahan latihan dikembangkan secara bersifat konvensional yang bersumber pada pengalaman tutor dan lembaga.
Kurikulum Kemampuan tutor untuk menterjemahkan kurikulum dalam praktik pelatihan masih
kurang dan beragam Proses penyusunan rencana program kegiatan PSMP tidak melibatkan warga belajar
secara intensif Kurikulum yang ada belum menyentuh pengembangan watak dan karakter anak
tunalaras dan hanya melaksanakan kurikulum Dinas Sosial dan Disnakertrans. Alat Evaluasi
Tidak mengadakan tes keterampilan awal warga belajar sehingga tidak diketahui keterampilan siap warga belajar
Tidak dibuatkannya rencana evaluasi secara terpadu atau terintegrasi yang komprehensif, sehingga tolok ukur kriteria penilaiannya tidak jelas.
Tidak mempersiapkan proses evaluasi program secara sistematis.
2. Model Konseptual Pelatihan Kecakapan Hidup Dalam Peningkatan