Kajian tingkat erosi, sekuestrasi karbon dan daya simpan air pada berbagai tipe penggunaan lahan di sub DAS Jenneberang Hulu

KAJIAN TINGKAT EROSI, SEKUESTRASI KARBON
DAN DAYA SIMPAN AIR PADA BERBAGAI TIPE
PENGGUNAAN LAHAN DI SUB DAS
JENNEBERANG HULU

ANDI MASNANG

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER
INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kajian Tingkat Erosi,
Sekuestrasi Karbon dan Daya Simpan Air pada Berbagai Tipe Penggunaan
Lahan di Sub DAS Jenneberang Hulu adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka.

Bogor, Desember 2010

Andi Masnang
NIM A262020061

ABSTRACT
ANDI MASNANG.

Study on Erosion Rate, C-Sequestration and Water
Holding Capacity of Various Land Uses in the Upper Jenneberang Sub
Watershed. Under supervison of NAIK SINUKABAN, SUDARSONO, and A.
NGALOKEN GINTINGS.
The objective of this research were to assess the level of run off and
erosion, carbon sequestration, and water holding capacity in various types of
land use in the Upper Jenneberang Sub Watershed. Transformation of natural
ecosystems into agricultural ecosystems generally increase soil erosion. Soil
carbon or organic matter is an important component of soil constitute as a
function of soil quality. Soil carbon can enhance and improve the quality of the

soil physical properties; it can increase infiltration rate, aggregate stability, soil
structure, water-holding capacity, and in turn decrease run off and erosion. This
study was carried out from December 2006 through March 2007 at the Upper
Jenneberang watershed, Saluttoa Village, Tinggimoncong Sub District, Gowa
District, South Sulawesi Province. Based on the preliminary study there were
found four types of land used and were treated as observation units: 1) Natural
forest, 2) Agroforestry dominated by gamal tree (Gliricidia sepium) (AF1), 3)
Agroforestry dominated by coffee tree (AF2), 4) Maize monoculture. To meet
the purpose of this research all experiment at units were arranged in
Randomized Block Design. Data collected in this experiment includes soil
physical characteristics (bulk density, permeability, aggregate stability, water
holding capacity), as well as the rate of infiltration, run off and erosion, the
amount of rain fall, total biomass, C-biomass content and watershed water
holding capacity. Results of this study indicated that the rate of infiltration and
the permiability were significantly higher on natural forest compared with other
land utilizations due to its higher porosity and organic matter content. When
convertion of the natural forest takes place, the agroforestry systems and maize
monoculture significantly increased the run off and consequently soil erosion.
The magnitude of run off were increased three times when the land use were
converted into agroforesty dominated by coffee tree and increased seven times

when it was converted into maize monoculture. The magnitude of erosion were
increased seven times when the land use were converted into agroforesty
dominated by coffee tree and increased eleven times when it was converted into
maize monoculture. The biomass and C-biomass in natural forest were
significantly higher than that in the agroforestry systems (AF1 and AF2). The
total biomass and C-biomass of each type of land utilization were in line with the
the total C-organic in the soil. The concentration of C-organic on maize plot was
significantly lower. The activity of soil microorganism in the natural forest was
significantly higher than that in agroforestry systems and maize monoculture.
The magnitude of water-holding capacity of soil were decreased 21% when the
land use were converted into agroforesty dominated by coffee tree and
decreased 39% when it was converted into maize monoculture. Simulation
analysis showed that the total water-holding capacity of the Upper Jenneberang
Sub Watershed was as much as 795.4 mm or equal to 39% of total
precipitation.
Keywords: runn off, erosion, carbon sequestration, water holding capacity.

RINGKASAN
ANDI MASNANG. Kajian Tingkat Erosi, Sekuestrasi Karbon dan Daya Simpan
Air

pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di Sub DAS Jeneberang Hulu,
dibawah bimbingan NAIK SINUKABAN, SUDARSONO, dan A. NGALOKEN
GINTINGS.
Penelitian bertujuan untuk mengkaji tingkat erosi, sekuestrasi karbon,
dan daya simpan air pada berbagai tipe penggunaan lahan di Sub DAS
Jenneberang Hulu. Perubahan ekosistem alam menjadi ekosistem pertanian
umumnya meningkatkan erosi tanah. Sekuestrasi karbon tanah dapat juga
menurun melalui erosi. Karbon organik tanah merupakan komponen yang
sangat penting dalam menentukan kualitas tanah. Karbon organik dapat
meningkatkan kualitas sifat fisik tanah antara lain; dapat meningkatkan laju
infiltrasi, stabilitas agregat, struktur tanah, kapasitas tanah menyimpan air, dan
menurunkan aliran permukaan dan erosi. Penelitian ini dilakukan mulai dari
bulan Desember 2006 sampai dengan Maret 2007 di Sub DAS Jenneberang
Hulu, Desa Saluttoa, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Propinsi
Sulawesi Selatan. Berdasarkan survey dan pengamatan di lapang ditemukan
empat tipe penggunaan lahan sebagai satuan lahan pengamatan yaitu : 1)
Hutan alam (HA), 2) Agroforestri yang didominasi pohon gamal (AF-1), 3)
Agroforestri yang didominasi pohon kopi (AF-2), dan 4) Monokultur jagung (J).
Untuk mencapai tujuan penelitian susunan plot pengamatan diatur dalam pola
Rancangan Acak Kelompok (RAK). Data yang dikumpulkan meliputi;

karakteristik sifat fisik tanah (bobot isi, permeabilitas, indeks stabilitas agregat,
kapasitas tanah menahan air), laju infiltrasi, jumlah curah hujan, aliran
permukaan dan erosi, total biomassa, kandungan C biomassa dan kapasitas
DAS menyimpan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju infiltrasi secara
nyata lebih tinggi pada hutan alam dibandingkan dengan penggunaan lahan
lainnya yaitu AF1 dan AF2.
Aliran permukaan dan erosi nyata meningkat
apabila hutan alam dikonversi menjadi sistem agroforestri dan monokultur
jagung. Besarnya aliran permukaan meningkat tiga kali jika dikonversi menjadi
agroforestri yang didominasi tanaman kopi dan meningkat tujuh kali apabila
dikonversi menjadi lahan pertanian monokultur jagung. Besarnya erosi
meningkat tujuh kali apabila dikonversi menjadi agroforestri dominan kopi dan
meningkat sebelas kali bila dikonversi menjadi monokultur jagung. Biomassa
dan karbon biomassa nyata lebih tinggi pada hutan alam (HA) dibandingkan dari
pada lahan agroforestri yang didominasi pohon gamal (AF1) dan pohon kopi
(AF2). Total biomassa dan karbon biomassa pada penggunaan lahan hutan
alam dan agroforestri sejalan dengan jumlah karbon organik
tanah.
Konsentrasi karbon tanah nyata lebih rendah pada monokultur jagung
dibandingkan dengan hutan alam dan agroforestri. Aktivitas mikroorganisme

tanah nyata lebih tinggi pada hutan alam dari pada agroforestri dan monokultur
jagung. Besarnya kapasitas tanah menyimpan air nyata menurun 21%
apabila terjadi konversi penggunaan lahan hutan alam menjadi agroforestri
yang dominan kopi dan nyata menurun sebesar 39% apabila terjadi konversi
menjadi lahan pertanian monokultur jagung. Analisis simulasi menunjukkan
bahwa kapasitas simpan air di sub DAS Jenneberang hulu sebesar 795.4 mm
atau 39% dari total curah hujan.
Kata kunci: aliran permukaan, erosi, sekuestrasi karbon, daya simpan air.

@Hak Cipta milik IPB tahun 2011
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya.
Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


KAJIAN TINGKAT EROSI, SEKUESTRASI KARBON
DAN DAYA SIMPAN AIR PADA BERBAGAI TIPE
PENGGUNAAN LAHAN DI SUB DAS
JENNEBERANG HULU

ANDI MASNANG

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr.Ir.Suria Darma Tarigan, M.Sc.
Dr. Ir. Undang Kurnia, M.Sc.
Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Harry Santoso

Dr.Ir.Suria Darma Tarigan, MSc

Judul Disertasi

: Kajian Tingkat Erosi, Sekuestrasi Karbon dan Daya
Simpan Air pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan
di Sub DAS Jenneberang Hulu

Nama Mahasiswa
NIM

: Andi Masnang
: A262020061/DAS

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc.
Ketua


Dr. Ir. A. Ngaloken Gintings, M.S.
Anggota

Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc.
Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi
Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

Tanggal Ujian: 20 Desember 2010

Tanggal Lulus: …………………


PRAKATA
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Penelitian
mengambil tema Kajian Tingkat Erosi, Sekuestrasi Karbon, dan Daya Simpan
Air pada Berbagai Tipe penggunaan Lahan Di Sub DAS Jenneberang Hulu.
Sebagian dari hasil penelitian dan disertasi ini akan diterbitkan dalam
Jurnal Tanah Tropika (Journal of Tropical Soils) Vol. 16 No. 2 Edisi Mei 2011
berjudul Study of Erosion Level, C-Sequestration and Water Holding Capacity on
Various Types of Land Use in The Upper Jeneberang Sub Watershed, Gowa
Regency, South Sulawesi Province.
Penulis menyadari bahwa banyak hambatan dan tantangan dalam
proses persiapan rencana penelitian, pelaksanaan penelitian hingga
penyusunan disertasi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
dan menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Prof.
Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing maupun
sebagai pribadi. Prof. Dr. Ir. H. Sudarsono dan Dr. Ir. A. Ngaloken Gintings, MS,
sebagai anggota komisi pembimbing maupun sebagai pribadi yang telah
banyak memberikan bimbingan, petunjuk dan nasehat sejak penyusunan
rencana penelitian hingga penyusunan disertasi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Desa
Salluttoa, Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten Gowa yang telah mendukung
penulis dalam melaksanakan penelitian lapang.
Ungkapan terima kasih yang tulus kepada Ibunda tercinta Sitti Hadidjah
(almarhumah) dan Ayahanda H. Andi Makkasau, Kedua mertua saya bapak
Prof. Dr. Ibrahim Manwan, M. Sc dan Ibu Hj. Sitti Rohanah, serta seluruh
keluarga atas segala kasih sayang, motivasi dan doa restu dalam menuntut
ilmu.
Semoga disertasi ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2010

Andi Masnang

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rachmat dan
karunia serta perlindungan-Nya yang senantiasa dilimpahkan sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Sekolah
Pascasarjana IPB.
Penulis amat menyadari bahwa banyak pihak baik secara pribadi
maupun institusi yang telah membantu penulis selama melaksanakan
pendidikan, penyusunan rencana penelitian, pelaksanaan penelitian dan
penyusunan disertasi ini. Penulis dengan tulus mengucapkan terima kasih yang
setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc. sebagai ketua komisi
pembimbing maupun sebagai pribadi. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudarsono
dan Bapak Dr. Ir. A. Ngaloken Gintings, MS, sebagai anggota komisi
pembimbing maupun sebagai pribadi yang telah banyak memberikan
bimbingan, petunjuk dan nasehat sehingga penyusunan disertasi ini
dapat selesai. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr.
Ir. Harry Santoso dan Bapak Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc selaku
penguji luar komisi.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Sitanala Arsyad, M.Sc. yang telah memberikan
rekomendasi, motivasi dan kemudahan untuk mengikuti program studi
doktor pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
3. Rektor, Dekan SPs, Ketua Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai IPB yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk
mengikuti Program Doktor pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
4. Rektor Universitas Haluoleo, Dekan Fakultas Pertanian dan ketua
Jurusan Budidaya Pertanian yang telah memberikan kesempatan kepada
saya untuk mengikuti Program Doktor pada Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
5. Pengelola

BPPS

(Beasiswa

Pendidikan

Pascasarjana)

Direktorat

Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia,
atas dukungan dana yang diberikan selama studi di IPB.

6. Seluruh Laboran pada Laboratorium Fisika dan Kimia Departemen Ilmu
Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB yang telah
membantu melakukan analisis tanah.
7. Ir. Hj. Saidah Wahid, M.Si. (Mantan kepala Laborarium Fisika dan Kimia
Tanah, Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas
Muslim Indonesia) yang telah memberi kesempatan

menggunakan

fasilitas laboratorium untuk melakukan analisis tanah.
8. Bapak Daeng Hamadang (Ketua Kelompok Tani Desa Salluttoa), Daeng
Bunga dan Daeng Tombong beserta keluarga yang telah membantu
penulis selama pengamatan lapang.
9. Dr. Ir. Sitti Marwah, M.Si., Ir. Laode Alwi, M.Si., Ir. Henny H, M. Si. Atas
kerja sama dan bantuannya selama penulis menempuh studi.
Kehadapan Ibunda tercinta Sitti Hadidjah (almarhumah), Ayahanda H.
Andi Makkasau, kedua mertua saya bapak Prof. Dr. Ibrahim Manwan, M. Sc dan
Ibu Hj. Sitti Rohanah serta Ibunda Hj. St. Djawariah, Ananda mengucapkan
terima kasih yang tak terhingga atas segala kasih sayang, motivasi dan doa
restu dalam menuntut ilmu.
Kepada kakak-kakak saya beserta keluarga Hj. Andi Ida Mausani, Dr. Ir.
H. Andi Mappaona, MS dan Dr. Ir. Hj. Ida Hanarida Somantri, MS., Hj. Andi
Maswati dan Drs. H. Andi Pammusureng, Dr. Hj. Andi Maudari, SpS dan Drs. H.
Muchlis Muin, MBA, Drs. Andi Mandala dan Dra. Hj. Andi Herlina Sakawati,
MSi, dan adinda Dra. Hj. Andi Maunarni dan Muh. Iqbal, SKm saya ucapkan
terima kasih atas dukungannya.
Terima kasih yang tulus juga disampaikan kepada yang tercinta suami
Muhammad David Ibrahim, SH dan ananda Muhammad Fadhil, Muhammad
Muflih Rizqullah dan Muhammad Rohadi Roid atas kesabaran, pengertian dan
pengorbanan yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan
program Doktor di IPB.
Terima kasih pula kepada rekan-rekan dan semua pihak yang tidak
dapat

disebutkan

satu

persatu

yang

telah

banyak

membantu

dalam

penyelesaian studi penulis.
Semoga Allah SWT mencatat dan membalas seluruh amal kebaikan
Bapak/Ibu/Saudara dan mendapat balasan yang lebih baik. Amin Ya Rabbal
A’lamin.

Akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis
mengharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan tulisan ini.
Semoga disertasi ini bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Amin.

Bogor, Desember 2010

Andi Masnang

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Masewali, Watan Soppeng, Sulawesi Selatan pada
tanggal 19 Nopember 1965 sebagai anak ke enam dari tujuh bersaudara dari
Ibunda Sitti Hadidjah (almarhumah) dan Ayahanda H. Andi Makkasau.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 5
Mattiropole Watan Soppeng pada tahun 1978, sekolah menengah pertama di
SMP Negeri 1 Watan Soppeng pada tahun 1981 dan sekolah menengah atas di
SMA Negeri 200 Watan Soppeng 1984. Pada tahun 1985, penulis melanjutkan
pendidikan di Universitas Hasanuddin, Fakultas Pertanian, Jurusan Ilmu Tanah
yang berhasil diselesaikan pada tahun 1990 dibawah bimbingan Dr. Ir. Sikstus
Gusli, M.Sc. dan Ir. Noho Kadir, SU. Pada tahun 1991 penulis diterima di
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Ilmu Tanah
bidang keahlian Konservasi Tanah dan Air dan menyelesaikan pada tahun 1995
dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc., Prof. Dr. Ir. Sitanala
Arsyad, M.Sc. dan Dr. Ir. Soleh Sukmana, M.Sc.
Kesempatan untuk
melanjutkan ke program Doktor pada Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai (PDAS) pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh
pada tahun 2002.
Sejak tahun 1994 penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas
Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara.

xiii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………… xv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….......... xvi
LAMPIRAN GAMBAR ………………………………………………………….. xvii
TABEL LAMPIRAN …………………………………………………………….. xviii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ………………………………………………………..
Perumusan Masalah ..…………………………………………………
Kerangka Pemikiran ………………………………………………….
Tujuan dan Kegunaan …………………………………………………

1
2
3
5

TINJAUAN PUSTAKA
Peranan Hutan Tropis dalam Siklus Karbon ………………………… 6
Dinamika Karbon dalam Tanah Pertanian …………………………..
Potensi Peningkatan Karbon pada Lahan Pertanian ..…………….
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kandungan C-Organik Tanah … 12
Penurunan Intensitas Pengolahan Tanah …………….……… 13
Intensifikasi Sistem Pertanaman ……………….…………… 14
Aplikasi Tindakan Agronomi …...………….………………… 15
Jenis Tanaman dan Pola Tanam ……….…………………… 16
Pengertian, Potensi dan Kendala
Agroforestry………………………
18
Pengertian ………………………….…………………………… 18
Potensi ……………….…………………………………………. 18
Kendala …………………………………………………………. 24
Pengaruh Agroforestry terhadap Neraca Air dan Kapasitas
Simpanan Air (Water Holding Capacity) ……………………………. 24
Pengaruh Konservasi Tanah dan Air terhadap Kualitas Tanah,
Erosi dan Daya Simpan Air ……………………………………………. 26
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………………… 30
Data dan Peralatan ……..……………………………………………… 30
Metode Penelitian …..………………………………………………….. 30
Cara Pengambilan Sampel dan Pengamatan……..……...…. 32
Sifat Fisik Tanah …..…………...……………………… 32
Laju Infiltrasi ………….………………………….
33
Pengukuran Curah Hujan, Aliran Permukaan
dan Erosi ……………………………………………….. 33
Total Biomassa dan Karbon Vegetasi………………… 34
Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah ………..…… 34
Pengamatan C-Organik Tanah dan Emisi Karbon
Tanah ………………………………………………......... 36
Kapasitas Simpana Air (water holding

xiv
Analisis Data …………………………………..………. 37
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak dan Luas Sub DAS Jeneberang Hulu …………………………
Jenis Tanah ……………………………………………………………..
Penggunaan Lahan …………………………………………………….
Topografi …………………………………………………………………
Iklim ………………………………………………………………………
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisik Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan……………....
Laju Infiltrasi, Aliran permukaan dan Erosi …………………………..
Total Biomassa dan Total Karbon Biomassa.....................................
Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah………………………….....
C-Organik Tanah dan Respirasi tanah………………………………..
Kadar Lengas Tanah dan Kapasitas Tanah Menyimpan Air (Water
Holding Capacity) pada Berbagai Penggunaan Lahan………………
Pengaruh Tipe Penggunaan Lahan terhadap Kapasitas
DAS Jenneberang Hulu Menyimpan Air…………..……………….....

38
38
38
39
39
40
47
56
58
64
68
70

KESIMPULAN …………………………………………………………………… 73
SARAN …………………………………………………………………………… 74
PUSTAKA ………………………………………………………………………. 75
LAMPIRAN ………………………………………………………………………. 83

xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.

Intersepsi air hujan oleh tajuk Eucalyptus. ………………………. 29

Tabel 2.

Komposisi jenis komoditas penyusun empat tipe penggunaan
lahan di Sub DAS Jenneberang, tahun 2007 …………….……. 31

Tabel 3.

Jenis tanah yang terdapat di Sub DAS Jeneberang Hulu ……… 38

Tabel 4.

Pola penggunaan/penutupan lahan di Sub DAS Jeneberang
Hulu ………………………………………………………………….. 38

Tabel 5.

Keadaan topografi wilayah Sub DAS Jeneberang Hulu…….….. 39

Tabel 6

Indeks stabilitas agregat (ISA), bobot isi (BI), porositas,
permeabilitas dan bahan organik tanah pada berbagai
penggunaan lahan di Sub DAS Jenneberang Hulu …………….. 40

Tabel 7.

Pengaruh tipe penggunaan lahan terhadap laju infiltrasi,
aliran permukaan dan erosi di Sub DAS Jenneberang Hulu……. 48

Tabel 8.

Pengaruh tipe penggunaan lahan terhadap total biomassa,
karbon biomassa dan karbon organik tanah (0-30 cm) di
Sub DAS Jenneberang Hulu........................................................ 57

Tabel 9.

Rataan produksi serasah daun pada hutan alam
(langsat hutan/Aglaia argentea), AF 1 (gamal/Gliricidia sepium)
dan AF 2 (kopi/Coffea,spp). ….……………………………………. 59

.
Tabel 10. Analisis keragaman produksi serasah langsat hutan (LH),
gamal(GM) dan pohon kopi (KP) ………………………………… 60
Tabel 11. Bobot serasah dan laju dekomposisi serasah setiap 2 minggu…..63
Tabel 12 Pengaruh tipe penggunaan lahan terhadap kandungan
C-organik tanah dan respirasi tanah pada empat tipe
penggunaan lahan di Sub DAS Jenneberang Hulu ................... 65
Tabel 13 Kadar lengas dan kapasitas tanah menahan air pada
beberapa penggunaan lahan di Sub DAS Jenneberang
Hulu ………………………………………………….……………… 68
Tabel 14 Pengaruh tipe penggunaan lahan terhadap kapasitas sub DAS
Jenneberang Hulu menyimpan air……………………………….. 71

xvi

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kerangka pemikiran dalam melakukan penelitian ……………… 4
Gambar 2 Bagan peredaran karbon di dalam dan di luar tanah …………. 10
Gambar 3 Hubungan antara indeks stabilitas agregat dengan
tingkat porositas tanah (%) ……….............................................. 42
Gambar 4 Hubungan antara tingkat porositas tanah (%) dengan
permeabilitas tanah (cm/jam)………………………..................... 45
Gambar 5 Hubungan antara kandungan bahan organik tanah (%) dengan
bobot isi (a), porositas (b), dan permeabilitas (cm/jam) (c) ….. 47
Gambar 6 Hubungan antara tingkat porositas (%) dengan laju
infiltrasi (cm/jam)......................................................................... 49
Gambar 7 Hubungan antara kandungan bahan organik tanah (%)
dengan laju infiltrasi (cm/jam)...................................................... 50
Gambar 8 Hubungan antara laju infiltrasi (%) dengan aliran
permukaan (mm)......................................................................... 51
Gambar 9 Data curah hujan (mm) (a) dan pengaruh tipe penggunaan
lahan terhadap aliran permukaan (% CH) (b) dan erosi
per minggu (c) dari Desember 2006-Maret 2007………………. 53
Gambar 10 Hubungan produksi serasah (gram/m2/mg) langsat
hutan (LH), gamal (GM) dan pohon kopi (KP) dan curah
hujan (mm/minggu) ………………………………………………

60

Gambar 11 Bobot serasah daun langsat hutan, gamal dan kopi
setiap 2 minggu yang didekomposisi selama 16
minggu (8 periode)……………………………………………..…

63

Gambar 12 Hubungan antara kandungan bahan organik tanah (%)
dengan kapasitas simpan air (cm)............................................. 70

xvii

LAMPIRAN GAMBAR
Halaman
Gambar Lampiran. 1 Unit petak, sub petak dan sub-sub petak
pengamatan untuk jenis tanaman dan diameter
batang …………………………………………………. 83
Gambar Lampiran 2 Letak dan bentuk petak erosi.………………………… 84
Gambar Lampiran 3 Peta Sulawesi Selatan ……………………………….. 85
Gambar Lampiran 4 Peta DAS Jenneberang ……………………………… 86
Gambar Lampiran 5 Peta Administrasi Wliayah Sub DAS Jenneberang
Hulu ……………………………………………............. 87
Gambar Lampiran 6 Peta jenis tanah Sub DAS Jenneberang Hulu……… 88
Gambar Lampiran 7 Peta penggunaan lahan Sub DAS Jenneberang
Hulu ……………………………………………………. 89
Gambar Lampiran 8 Peta kelas lereng Sub DAS Jenneberang Hulu ……. 90

xviii

TABEL LAMPIRAN
Halaman
Tabel Lampiran 1

Metode analisis tanah …………………………………

Tabel Lampiran 2

Komposisi jenis komoditas dan biomassa pohon. (kg).. 92

Tabel Lampiran 3

Rataan produksi serasah daun kering
pada hutan alam (langsat hutan/Aglaia
argentia), AF1 (gamal/Gliricidia sepium)
dan AF2 (kopi/Coffea spp)…………………………. 95

Tabel Lampiran 4

Bobot serasah dan laju dekomposisi serasah setiap
2 minggu …………………………………………............ 96

Tabel Lampiran 5

Data sifat fisik tanah pada empat tipe penggunaan
lahan …………………………………………….……….. 96

Tabel Lampiran 6

Data curah hujan (mm) per minggu selama penelitian
Desember 2006 – Maret 2007……………..…………. . 97

Tabel Lampiran 7

Jumlah aliran permukaan (mm) per minggu selama
penelitian Desember 2006 – Maret 2007……………... 97

Tabel Lampiran 8

Aliran permukaan (persen curah hujan) per minggu
selama penelitian Desember 2006 – Maret 2007…….. 98

Tabel Lampiran 9

Total erosi (ton/ha) per minggu selama penelitian
Desember 2006 – Maret 2007…………………………

Tabel Lampiran 10 Curah hujan periode 2 minggu selama penelitian
Desember 2006-Maret 2007………………………….

91

98
99

Tabel Lampiran 11 Pengaruh Tipe Penggunaan Lahan terhadap
Kapasitas Simpan Air (berdasarkan total pori (%vol))
di Sub DAS Jenneberang Hulu …………………….. 100
Tabel Lampiran 12 Pengaruh Tipe Penggunaan Lahan terhadap Kapasitas
Simpan Air (berdasarkan pada kadar air pF1) di Sub
DAS Jenneberang Hulu……………………………… 101
Tabel Lampiran 13 Data bobot isi (gr/cm3) kedalaman 0-30 cm …..........

102

Tabel Lampiran 14 Sidik ragam bobot isi (gr/cm3) kedalaman 0-30 cm .. 102
Tabel Lampiran 15 Data bobot isi (gr/cm3) kedalaman >30 cm…………. 102

xix
Tabel Lampiran 16 Sidik ragam bobot isi (gr/cm3) kedalaman >30 cm… 102
Tabel Lampiran 17 Data porositas (%) kedalaman 0-30 cm……………..

103

Tabel Lampiran 18 Sidik ragam porositas (%) kedalaman 0-30 cm…….

103

Tabel Lampiran 19 Data porositas (%) kedalaman >30 cm …………….

103

Tabel Lampiran 20 Sidik ragam porositas (%) kedalaman >30 cm…….

103

Tabel Lampiran 21 Data pori drainase lambat (% volume) kedalaman
0-30 cm…………………………………………………

104

Tabel Lampiran 22 Sidik ragam pori drainase lambat (% volume)
kedalaman 0-30 cm .................................................. 104
Tabel Lampiran 23 Data pori drainase lambat (% volume) kedalaman
>30 cm………………………………………………….

104

Tabel Lampiran 24 Sidik ragam pori drainase lambat (% volume)
kedalaman >30 cm…………………………………….

104

Tabel Lampiran 25 Data pori drainase cepat (% volume) kedalaman
0-30 cm………………………………………………….

105

Tabel Lampiran 26 Sidik ragam pori drainase cepat (% volume)
Kedalaman 0-30 cm……………………………………

105

Tabel Lampiran 27 Data pori drainase cepat (% volume) kedalaman
>30 cm ………………………………………………….

105

Tabel Lampiran 28 Sidik ragam pori drainase cepat (% volume)
kedalaman >30 cm……………………………………

105

Tabel Lampiran 29 Data pori air tersedia (% volume) kedalaman
0-30 cm …………………………………………………

106

Tabel Lampiran 30 Sidik ragam pori air tersedia (% volume) kedalaman
0-30 cm………………………………………………….

106

Tabel Lampiran 31 Data pori air tersedia (% volume) kedalaman
>30 cm………………………………………………...

106

Tabel Lampiran 32 Sidik ragam pori air tersedia (% volume) kedalaman
>30 cm ………………………………………………..

106

Tabel Lampiran 33 Data kadar air kedalaman 0-30 cm (% volume)……

107

Tabel Lampiran 34 Sidik ragam kadar air kedalaman 0-30 cm
(% volume) ……………………………………….……

107

Tabel Lampiran 35 Data indeks stabilitas agregat……..…………….…….. 107

xx

Tabel Lampiran 36 Sidik ragam indeks stabilitas agregat………………… 107
Tabel Lampiran 37 Data permeabilitas (cm/jam) kedalaman 0-30 cm …… 108
Tabel Lampiran 38 Sidik ragam permeabilitas (cm/jam) kedalaman
0-30 cm………………………………………………….. 108
Tabel Lampiran 39 Data permeabilitas (cm/jam) kedalaman >30 cm …… 108
Tabel Lampiran 40 Sidik ragam permeabilitas (cm/jam) kedalaman
>30 cm…………………………………………………… 108
Tabel Lampiran 41 Data laju infiltrasi (cm/jam)…………………………….

109

Tabel Lampiran 42 Sidik ragam laju infiltrasi (cm/jam) ………………..…. 109
Tabel Lampiran 43 Data aliran permukaan (mm) …………………………. 109
Tabel Lampiran 44 Sidik ragam aliran permukaan (mm)………………..... 109
Tabel Lampiran 45 Data jumlah erosi (ton/ha)…………………………….... 110
Tabel Lampiran 46 Sidik ragam erosi (ton/ha)……………………………… 110
Tabel Lampiran 47

Data biomassa total vegetasi (ton/ha) ……………… 110

Tabel Lampiran 48

Sidik ragam biomassa total vegetasi (ton/ha) …….

110

Tabel Lampiran 49

Data kadar C- vegetasi (ton/ha) ……………………

111

Tabel Lampiran 50 Sidik ragam kadar C-vegetasi (ton/ha) ……………

111

Tabel Lampiran 51 Data C-organik tanah (%) kedalaman 0-30 cm …..

111

Tabel Lampiran 52 Sidik ragam C-organik tanah (%) kedalaman 0-30 cm 111
Tabel Lampiran 53

Data C-organik tanah (%) kedalaman 30-60 cm ….

112

Tabel Lampiran 54 Sidik ragam C-organik tanah (%) kedalaman
30-60 cm ……………………………………………… 112
Tabel Lampiran 55

Data C-organik tanah (%) kedalaman 60-90 cm ….

112

Tabel Lampiran 56 Sidik ragam C-organik tanah (%) kedalaman
60-90 cm……………………………………………….

112

Tabel Lampiran 57

Data C-organik tanah (%) hutan alam pada berbagai
kedalaman tanah (cm)………………………………… 113

Tabel Lampiran 58 Sidik ragam C-organik tanah (%) hutan alam pada
berbagai kedalaman tanah (cm) ……………………… 113

xxi

Tabel Lampiran 59

Data C-organik tanah (%) agroforestri gamal pada
berbagai kedalaman tanah (cm)………………………. 113

Tabel Lampiran 60 Sidik ragam C-organik tanah (%) agroforestri gamal
pada berbagai kedalaman tanah (cm)………………..
Tabel Lampiran 61

113

Data C-organik tanah (%) agroforestri kopi pada
berbagai kedalaman tanah (cm) ……………………… 114

Tabel Lampiran 62 Sidik ragam C-organik tanah (%) agroforestri kopi
pada berbagai kedalaman tanah (cm)………………… 114
Tabel Lampiran 63

Data C-organik tanah (%) monokultur jagung pada
berbagai kedalaman tanah (cm)……………………… 114

Tabel Lampiran 64 Sidik ragam C-organik tanah (%) monokultur jagung
pada berbagai kedalaman tanah (cm)……………….. 114
Tabel Lampiran 65

Data bahan organik tanah (%)……………………….. 115

Tabel Lampiran 66

Sidik ragam bahan organik tanah …………………… 115

Tabel Lampiran 67

Kapasitas tanah menyimpan air (0-60 cm)………… 115

Tabel Lampiran 68

Sidik ragam kapasitas tanah menyimpan air
(0-60 cm)……………………………………………….

115

xxii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………………………………

iii

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………..........

iv

PENDAHULUAN
Latar Belakang ………………………………………………………..
Perumusan Masalah ..…………………………………………………
Tujuan Kegiatan ……………………………………………………….

1
2
3

Keluaran yang Diharapkan ………………………………………………………

3

METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………………… 4
Analisis Data …………………………………..……………………… 6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Tipe Penggunaan Lahan terhadap Sifat Fisik Tanah …
Laju Infiltrasi, Aliran permukaan dan Erosi …………………………
Total Biomassa dan Total Karbon Biomassa...................................
Sekuestrasi Karbon dan Respirasi tanah ………………………………..
Kapasitas Tanah Menyimpan Air ( Water Holding Capacity )………

7
13
20
23
27

KESIMPULAN …………………………………………………………………… 29
SARAN …………………………………………………………………………… 29
PUSTAKA ………………………………………………………………………. 30

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan
berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan
hutan (deforestasi) masih tetap menjadi ancaman di Indonesia. Menurut data
laju deforestasi (kerusakan hutan) periode 2003-2006 laju deforestasi di
Indonesia mencapai 1,17 juta hektar pertahun (Departemen Kehutanan, 2006).
Perubahan

penggunaan

lahan

hutan

menjadi

lahan

pertanian

intensif

merupakan penyebab utama terjadinya degradasi hutan dan lahan di Daerah
Aliran Sungai (DAS).
Deforestasi yang tidak terkendali akan menyebabkan rendahnya luasan
penutupan lahan oleh berbagai jenis vegetasi.

Hal ini menyebabkan

berkurangnya pasokan biomassa pohon maupun

tanaman bawah yang

merupakan sumber karbon tanah. Peranan karbon tanah dapat menentukan
kondisi sifat fisik tanah. Menurunnya kualitas sifat fisik tanah dapat dicirikan oleh
meningkatnya bobot isi dan menurunnya indeks stabilitas agregat tanah akibat
rendahnya karbon tanah. Hal ini yang memicu terjadinya aliran permukaan dan
erosi.
Terjadinya erosi akan menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang
mengandung bahan organik dan unsur hara, serta sifat fisik maupun biologi
yang lebih baik dari lapisan bawahnya.

Apabila erosi tidak ditekan akan

menimbulkan kemunduran kondisi sifat fisik tanah yang tercermin antara lain
menurunnya kemampuan tanah menahan air yang pada gilirannya lahan
mengalami degradasi.
Degradasi lahan di hulu DAS menyebabkan menurunnya kesuburan
tanah dan daya dukung lahan untuk menyimpan air

yang mengakibatkan

kemunduran produktivitas tanah atau meluasnya lahan kritis.

Dibagian hilir

kerusakan diakibatkan oleh sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan
saluran air dan sungai. Akibatnya, cadangan air tanah menjadi sangat terbatas,
sehingga pada musim kemarau mengalami kekeringan dan sebaliknya pada
musim hujan menyebabkan banjir di wilayah hilir.
DAS Jenneberang Hulu penting karena menjadi pemasok air bagi Kota
yang ada di hilir yaitu Kota Gowa, Makassar dan sekitarnya yang memiliki dam
di Bili-Bili. Perubahan penggunaan lahan di hulu DAS Jenneberang tidak hanya

2
akan memberikan dampak di daerah di mana kegiatan tersebut berlangsung,
tetapi juga akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk fluktuasi
debit, transpor sedimen serta material yang terlarut dalam aliran sungai.

Oleh

karena itu sistem penggunaan lahan yang diterapkan di bagian hulu DAS akan
mempengaruhi kuantitas dan kualitas air pada wilayah hilir.
Hasil penelitian Mustafa et al. (1995) menunjukkan fluktuasi debit aliran
Sungai Jaleko (DAS Jenneberang) sangat berbeda nyata antara musim
penghujan dan kemarau sepanjang tahun (1992-1994).
3

Debit maksimum

3

mencapai sekitar 422 m /detik dan debit minimum 2.6 m /detik. Kondisi hidrologi
Sungai Jenneberang ini dapat menurunkan jumlah energi yang bisa dihasilkan
oleh Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di dam Bili-Bili yang menyangga
penyediaan energi listrik dan sebagai sumber air bagi perusahaan air minum
daerah (PDAM) di wilayah hilir yaitu Kotamadya Makassar.
Akibat dari tuntutan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya maka
hutan yang ada di DAS Jenneberang Hulu, sangat rentan untuk dikonversi
menjadi daerah pertanian lahan kering atau wanatani (agroforestri). Bentuk atau
tipe

penggunaan lahan yang diusahakan sangat mempengaruhi tingkat

sekuestrasi karbon dan daya simpan air pada lahan tersebut.

Hal ini dapat

dijelaskan karena setiap bentuk penggunaan lahan memiliki perbedaan dalam
hal

jumlah dan jenis vegetasi, kapasitas

intersepsi air hujan, kapasitas

genangan (daya tampung permukaan) sehingga mempengaruhi tingkat infiltrasi
atau kemampuan tanah menyerap air dan dapat menentukan kapasitas
memegang air (water holding capacity) di suatu DAS.
Untuk mengatasi masalah yang telah dikemukakan sebelumnya
diperlukan penerapan pola penggunaan lahan dalam bentuk agroforestri.
Sistem agroforestri diperkirakan dapat mewujudkan cirri-ciri pertanian yang
berkelanjutan pada areal pertanian karena dapat menghasilkan suatu kondisi
yang hampir menyerupai hutan alami multistrata.. Secara teknis konservasi,
adanya variasi antara tanaman pertanian (pangan, hortikultura) dengan rumput
di antara tegakan tanaman tahunan, akan meningkatkan penutupan lahan yang
lebih memadai. Sistem agroforestri dengan tajuk yang multistrata melindungi
tanah terhadap kerusakan yang disebabkan oleh energi kinetik butir-butir hujan.
Dengan demikian agroforestri mengurangi daya transportasi aliran permukaan,
menahan sedimen, meningkatkan pasokan air ke dalam tanah dan mengurangi

3
evaporasi sehingga meningkatkan ketersediaan air tanah, dan meningkatkan
cadangan air di musim kemarau.
Selain itu asupan residu organik yang berasal dari guguran daun
tanaman pohon dan semak akan berfungsi sebagai mulsa dan hasil
dekomposisinya akan mempertahankan kandungan bahan organik serta unsur
hara dalam tanah. Dengan demikian, selain mereduksi laju aliran permukaan,
erosi dan sedimentasi, sistem agroforestri juga dapat meningkatkan kualitas sifat
fisik dan kimia tanah.
Vegetasi yang berbeda mempunyai karakter yang berbeda

dalam

kemampuan menambat karbon dan kemampuan berinteraksi dengan tanah
menghasilkan

bahan

organik

tanah.

Interaksi

bahan

organik

dan

mikroorganisme tanah dapat memperbaiki agregat dan struktur tanah. Struktur
tanah yang baik dapat meningkatkan laju infiltrasi tanah, sehingga dapat
memperbaiki fungsi hidrologi suatu DAS.

Dengan demikian fungsi hidrologi

yang baik dapat meningkatkan kapasitas suatu DAS menampung air ( Gambar
1).

4

Daerah Aliran Sungai (DAS)

Perubahan Pengg. Lahan

Hutan Alam

Agroforestri

Tan. Pangan

Penutupan Vegetasi :
- Biomassa Total
- C-Organik Tanah

Sifat Fisik Tanah:
- Agregat
- Infiltrasi

Aliran Perm. & Erosi

Sekuestrasi C

Gambar 1. Kerangka pemikiran dalam melakukan penelitian

Daya Simpan Air DAS

5

Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji tingkat erosi, sekuestrasi karbon
dan daya simpan air pada berbagai tipe penggunaan lahan di Sub DAS
Jenneberang Hulu.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
pemerintah daerah dan petani dalam menentukan tipe penggunaan lahan dan
agroteknologi yang diterapkan berdasarkan kondisi biofisik wilayah setempat.
Hipotesis
1. Perubahan penggunaan lahan dari lahan hutan alam menjadi bentuk
agroforestri akan meningkatkan aliran permukaan dan erosi, menurunkan
kualitas sifat fisik tanah, sekuestrasi karbon dan daya simpan air dalam
tanah.
2. Tingkat sekuestrasi karbon tanah akan berkorelasi dengan bobot isi
tanah, porositas, permeabilitas dan daya simpan air tanah.
3. Perubahan penggunaan lahan hutan alam menjadi bentuk agroforestri
dan usaha tani tanaman pangan akan menurunkan daya simpan air
dalam suatu DAS.

6

TINJAUAN PUSTAKA
Peranan Hutan Tropis dalam Siklus Karbon dan Fungsi Hidrologi
Peranan hutan tropis dalam neraca karbon atmosfer ditunjukkan oleh
banyaknya karbon yang tersimpan di dalam biomassa dan jumlah yang
tersirkulasikan per tahun. Sirkulasi karbon melalui ekosistem hutan tropis
berlangsung amat cepat. Jumlah karbon yang besar tersimpan dalam biomassa
dikeluarkan melalui respirasi ke atmosfer (Murdiyarso dan Satjapradja, 1997;
ESA, 2000). Pemasukan karbon berlangsung melalui fotosintesa yang
dipercepat oleh faktor lingkungan yang memadai dan pengelolaan hutan yang
baik.
Penebangan hutan secara fisik merupakan kegiatan yang mengubah
sifat permukaan dan tataguna lahan. Kegiatan ini secara langsung akan
menimbulkan dampak terhadap transfer bahang (heat) dan massa (mass) dari
dan ke permukaan yang berubah sifatnya. Dampak langsung ini selanjutnya
akan mempengaruhi neraca energi, neraca air dan neraca hara (Murdiyarso dan
Satjapradja, 1997).
Neraca energi terpengaruh dengan berubahnya albedo. Pada awalnya
albedo akan berubah karena berubahnya sifat geometrik dan optik atmosfer
yang dicemari asap dan aerosol yang dihasilkan proses pembakaran.
Sementara perubahan albedo juga ditentukan oleh sifat optik permukaan yang
baru yang dapat meneruskan radiasi sampai ke permukaan tanah.
Perubahan neraca energi selanjutnya akan memicu perubahan neraca
air, karena transfer uap air atau bahang laten dikendalikan oleh ketersediaan
energi. Jika terjadi penurunan evaporasi dapat mengakibatkan limpasan
permukaan meningkat. Peningkatan limpasan permukaan dan tiadanya
vegetasi penutup tanah berakibat pada peningkatan erosi. Suhu tanah yang
meningkat akibat peningkatan energi yang diserap tanah akan mempercepat
mineralisasi bahan organik.
Untuk meningkatkan penyimpanan karbon dalam tanah, metode
pengelolaan lahan yang baru haruslah: (1) meningkatkan jumlah karbon masuk
ke dalam tanah dalam bentuk residu tanaman, dan (2) menekan kecepatan
dekomposisi bahan organik tanah. Jumlah karbon yang masuk ke dalam tanah
merupakan fungsi dari produksi tanaman dan proporsi produksi tanaman yang
dikembalikan ke dalam tanah sebagai serasah maupun residu tanaman.

7
Kecepatan dekomposisi dikontrol oleh keadaan lingkungan tanah seperti suhu,
kelembaban, ketersediaan oksigen dan komposisi bahan organik, posisi bahan
organik dalam profil tanah dan tingkat perlindungan fisik agregat tanah (Bruce et
al., 1999).
Beberapa hasil pengukuran C tersimpan pada berbagai system
penggunaan lahan oleh tim peneliti Alternatives to Slash and Burn (ASB phase 1
dan 2) di Jambi (Tomich et al., 1998), adalah sebagai berikut:
-

Hutan alam menyimpan C tertinggi sekitar 497 ton/ha dibandingkan
system penggunaan lahan lainnya.

Lahan ubi kayu monokultur

penyimpan C terendah (sekitar 49 ton/ha).
-

Gangguan hutan alami menyebabkan hutan kehilangan C sekitar 250
ton/ha, dimanan kehilangan terbesar terjadi karena hilangnya pohon,
sedangkan C dalam tanah relative kecil.

-

Bila hutan sekunder terus dikonversi ke sistem ubi kayu monokultur,
maka kehilangan C di atas permukaan tanah bertambah menjadi
300-350 ton/ha.

-

Tingkat kehilangan C dapat diperkecil bila hutan dikonversi menjadi
sistem agroforestri berbasis karet sekitar 290 ton C/ha di bagian atas
tanah, dan sekitar 370 ton C/ha bila dikonversi menjadi hutan
tanaman industry (HTI) sengon.

-

Penyimpanan C rata-rata per siklus tanaman bervariasi tergantung
umur tanaman.

Semakin banyak dan semakin lama C tersimpan

dalam biomassa pohon semakin baik.
-

Lahan

hutan

yang

telah

terganggu,

agroforestri

multistrata

(bermacam jenis pohon) dan agroforestri sederhana (tumpangsari
pohon dan tanaman pangan) menimbun C dalam biomassa rata-rata
sekitar 2.5 ton/ha/th.

Sedangkan penimbunan C dalam lahan

pertanian semusim ubi kayu-rumput-rumputan dapat diabaikan,
karena kebanyakan C hilang oleh adanya pembakaran.
-

Besarnya penyimpanan C dalam suatu lahan dipengaruhi oleh tingkat
kesuburan tanahnya. Penyisipan pohon leguminose dalam system
agroforestri meningkatkan jumlah C tersimpan dalam biomassa.
Penyimpanan karbon di dalam tanah berubah karena erosi, yang

menyebabkan redistribusi karbon pada permukaan tanah. Pemecahan agregat
menyebabkan peningkatan mineralisasi bahan organik yang sebelumnya

8
terlindung dalam agregat. Selain peranan dalam penyimpanan karbon hutan
juga berfungsi dalam pengaturan hidrologi.
Setidaknya ada enam aspek pengaruh hutan terhadap fungsi hidrologi
wilayah (Calder, 1998) yang dapat dicatat sebagai berikut:
1. Hutan meningkatkan curah hujan: Walaupun awalnya sulit dibuktikan, saat ini
dapat ditunjukkan bahwa hilangnya hutan juga diikuti oleh berkurangnya
curah hujan seperti yang dialami oleh Pulau Jawa. Pengurangan hutan yang
nyata dalam kawasan yang luas dalam tiga dekade terakhir ini telah
menurunkan jumlah curah hujan tahunan sampai 1.000 mm/tahun atau 25%
lebih rendah dari kondisi awal abad ini. Implikasi lebih serius dapat terjadi
dengan hilangnya kawasan hutan
2. Hutan meningkatkan aliran sungai: Yang terjadi adalah vegetasi hutan juga
mengkonsumsi air dalam jumlah yang besar, sehingga hutan justru
cenderung menurunkan aliran sungai. Walaupun untuk hutan yang mapan,
telah terjadi keseimbangan hidrologi wilayah, sehingga penurunan ini tidak
terasa lagi. Sebaliknya, dengan hilangnya hutan maka aliran sungai akan
meningkat

dan

banjir

diwaktu

musim

penghujan,

sampai

tercapai

keseimbangan hidrologi yang baru setelah jangka waktu yang panjang
(ratusan tahun).
3. Hutan berperan dalam mengatur dan memperkecil fluktuasi debit sungai.
Apabila fluktusi debit sungai kecil maka air yang keluar dapat dimanfaatkan
secara maksimal.
4. Hutan mengurangi erosi: Hal ini sangat bergantung pada situasi dan kondisi,
seperti intensitas hujan, kelerengan lahan, dan faktor geologi batuan, serta
metode pengelolaan yang dipilih. Pengalaman di Jawa, hutan jati
menunjukkan tingkat erosi yang tinggi.
5. Hutan mengurangi banjir: Terdapat pengalaman dan pemberitaan media
massa membenarkan pernyataan ini, sementara kajian hidrologi umumnya
yang menunjukkan lemahnya hubungan penggunaan lahan dengan banjir
dan menyimpulkan kurangnya bukti ilmiah yang mendukung laporan bahwa
deforestasi meningkatkan banjir. Secara bertahap deforestasi menyebabkan
menurunnya daya infiltrasi tanah.
6. Hutan meningkatkan mutu pasokan air: Kecuali pada daerah dengan iklim
yang tercemar berat yang menghasilkan hujan asam. Mutu air lazimnya lebih
baik pada kawasan berhutan, walaupun sangat dipengaruhi oleh praktek

9
pengelolaan hutan itu sendiri. Saat ini DAS berhutan menjadi andalan untuk
menjamin pasokan air bersih kota-kota metropolitan dunia.
Dinamika Karbon dalam Tanah Pertanian
Tanah merupakan pool karbon yang penting di dunia yang meliputi 1.500
– 2.000 Pg (1 Pg = petagram = 1 milyar ton) dan 800 – 1000 Pg sebagai karbon
inorganik tanah dalam bentuk karbonat (Bruce et al., 1999). Kandungan karbon
organik tanah umumnya tinggi dalam tanah alami di bawah vegetasi rumput atau
hutan.

Konversi hutan dan padang rumput menjadi areal pertanian dan

peternakan mengakibatkan hilangnya karbon organik tanah.

Lahan padang

rumput dan hutan mengalami kehilangan karbon organik tanah 20–50 % dari
kandungan awalnya setelah diolah selama 40–50 tahun. Kehilangan karbon
organik tanah dari masa lalu suatu areal sering berkaitan dengan tingkat
produksi yang rendah, pengolahan tanah yang intensif, penggunaan pupuk dan
amelioran organik yang kurang memadai dan kurangnya perlindungan tanah
dari erosi dan proses degradasi lahan yang lain (Bruce et al., 1999).
Besarnya jumlah C tersimpan di atas tanah ditentukan oleh besarnya
jumlah C tersimpan dalam tanah, melalui peran bahan organik tanah dalam
mempertahankan

kimia

tanah

(ketersediaan

hara),

kondisi

fisik

tanah

(mempertahankan berat isi dan aerasi tanah) (Mutuo et al., 2005).
Sebagian besar kehilangan karbon tanah pertanian terjadi selama
dekade awal setelah pengolahan tanah. Dengan waktu, kecepatan kehilangan
karbon menurun sejalan dengan semakin menurunnya pool karbon yang mudah
terdekomposisi

dan

adanya

perbaikan

pengelolaan

lahan.

Sebagai

konsekuensinya, sebagian besar tanah pertanian sekarang hampir netral dalam
kaitannya dengan emisi atau penyerap karbon.

Berdasarkan hasil simulasi

komputer (Smith et al., 1997) menunjukkan bahwa kehilangan karbon tanah dari
tanah pertanian di Kanada rata-rata hanya 40 kg/ha/th pada tahun 1990 dan
rata-rata kehilangan tersebut terus menurun.
Bruce et al. (1999) menyatakan bahwa perubahan kandungan karbon
tanah merupakan refleksi dari hasil bersih dari input karbon (dari bahan
tanaman) dan kehilangan karbon melalui dekomposisi.

Dekomposisi berarti

perombakan yang dilakukan oleh sejumlah mikroorganisme (unsur biologi dalam
tanah) dari senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana. Oleh karena itu
pengelolaan yang dapat memperole