Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Pada Penggunaan Lahan Tanaman Industri (Kopi) Di Sub Das Lau Biang (Kawasan Hulu Das Wampu)

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA
PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN INDUSTRI (KOPI) DI
SUB DAS LAU BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU)

ADOL FRIAN RUMAIJUK
050308033

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2009
Adol Frian Rumaijuk : Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Pada Penggunaan Lahan Tanaman Industri (Kopi) Di
Sub Das Lau Biang (Kawasan Hulu Das Wampu), 2010.

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN
LAHAN TANAMAN INDUSTRI (KOPI) DI SUB DAS LAU BIANG
(KAWASAN HULU DAS WAMPU)

SKRIPSI
Oleh:
ADOL FRIAN RUMAIJUK

050308033

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2009
Adol Frian Rumaijuk : Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Pada Penggunaan Lahan Tanaman Industri (Kopi) Di
Sub Das Lau Biang (Kawasan Hulu Das Wampu), 2010.

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN
LAHAN TANAMAN INDUSTRI (KOPI) DI SUB DAS LAU BIANG
(KAWASAN HULU DAS WAMPU)

SKRIPSI

Oleh :
ADOL FRIAN RUMAIJUK
050308033/TEKNIK PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2009

Adol Frian Rumaijuk : Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Pada Penggunaan Lahan Tanaman Industri (Kopi) Di
Sub Das Lau Biang (Kawasan Hulu Das Wampu), 2010.

Judul Skripsi : Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Pengunaan Lahan
Tanaman Industri (Kopi) di Sub DAS Lau Biang (Kawasan Hulu
DAS Wampu)
Nama
: Adol Frian Rumaijuk
NIM
: 050308033
Depatemen : Teknologi Pertanian
Program Studi : Teknik Pertanian


Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing

Prof. DR. Ir. Sumono, MS
Ketua

Ir. Edi Susanto, M.Si
Anggota

Mengetahui,

Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si
Ketua Departemen Teknologi Pertanian

Tanggal Lulus:

Desember 2009.

Adol Frian Rumaijuk : Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Pada Penggunaan Lahan Tanaman Industri (Kopi) Di

Sub Das Lau Biang (Kawasan Hulu Das Wampu), 2010.

ABSTRAK
ADOL FRIAN RUMAIJUK: Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada
Penggunaan Lahan Tanaman Industri (Kopi) di Sub DAS Lau Biang (Kawasan
Hulu DAS Wampu), dibimbing oleh SUMONO dan EDI SUSANTO.
Pengalihfungsian lahan hutan menjadi lahan budidaya pertanian di bagian
hulu DAS Wampu khususnya di Sub DAS Lau Biang telah mengakibatkan
masalah peningkatan laju erosi di DAS tersebut. Untuk itu dilaksanakan penelitian
di lahan tanaman industri (kopi) pada bulan April-Juli 2009 dengan menggunakan
metode USLE dan metode petak kecil dengan mengambil 10 kecamatan untuk
pengambilan sampel. Parameter yang diamati adalah jenis tanah, kedalaman
efektif tanah, permeabilitas tanah, kadar C-organik tanah, tekstur tanah, struktur
tanah, kemiringan lereng dan curah hujan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalihfungsian lahan menjadi
lahan tanaman industri (kopi) berpengaruh terhadap besarnya erosi yang terjadi.
Rata-rata erosi yang terjadi menurut metode prediksi sebesar 344,08 ton/(ha.thn)
dan pengukuran erosi dengan metode petak kecil diperoleh laju erosi 27,38
ton/(ha.thn) lebih kecil dibandingkan dengan metode USLE.
Kata kunci : Erosi, Lahan, Bahaya Erosi.


ABSTRACT
ADOL FRIAN RUMAIJUK: The Study of Erosion Hazard Level (TBE) on Coffee
Cultivation at Sub DAS Lau Biang (Headwaters of DAS Wampu), supervised by
SUMONO and EDI SUSANTO.
The transferring of function of forest land into agriculture at the
headwaters of DAS Wampu, especially at Sub DAS Lau Biang has resulted in the
increase of erosion rate at this DAS. Therefore, research out at the coffee crop
area in April-July 2009 using the USLE and small square methods by taking 10
subdistricts for sampling. The observed parameters were the kind of soil, the
effective depth of soil, soil permeability, soil C-organic content, soil texture, soil
structure, slope and rainfall.
The results showed that the transferring of function of forest land into the
coffee crop affected the amount of erosion. The average of erosion that occured
according to the predictive method was 344,08 ton/(ha.year), and according to
small squares method was 27,38 ton/(ha.year) that was smaller than the USLE
method.
Keywords: Erosion, Land, Erosion Hazard.

Adol Frian Rumaijuk : Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Pada Penggunaan Lahan Tanaman Industri (Kopi) Di

Sub Das Lau Biang (Kawasan Hulu Das Wampu), 2010.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Horisan Ranggitgit pada tanggal 06 Februari
1987 dari ayah Dapot Rumaijuk dan ibu Bersina Simamora. Penulis merupakan
anak kedua dari enam bersaudara.
Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Dharma Bhakti, Siborong-borong dan
pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Panduan
Minat dan Prestasi (PMP). Penulis memilih program studi Teknik Pertanian,
Departemen Teknologi Pertanian.
Selama mengiuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan
Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA), dan sebagai anggota Majelis
Mahasiswa Fakultas Pertanian. Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi
ekstrauniversitas, sebagai anggota Jaringan Mahasiswa Anti Korupsi (JAMAK)
Sumatera Utara.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Perkebunan
Nusantara IV kebun unit Bukit Lima, Kabupaten Simalungun yang beralamat di
Bukit Lima, kabupaten Simalungun, dari tanggal 07 Juli sampai 07 Agustus 2008.

ii


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul ”Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Penggunaan Lahan Tanaman
Industri (Kopi) di Sub DAS Lau Biang (Kawasan Hulu DAS Wampu) ”.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan,
memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Sumono, MS dan Bapak Ir. Edi Susanto, M.Si
selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan
memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis mulai dari menetapkan
judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir. Khusus untuk Bapak
Achmad Sofyan, SE. di Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser yang telah
banyak memberi bantuan selama penelitian.
Disamping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua staf
pengajar dan pegawai di Program Studi Teknik Pertanian Departemen Teknologi
Pertanian, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu
disini yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat.

Medan, Juli 2009
Penulis

iii

DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRAK .....................................................................................................
ABSTRACT .....................................................................................................
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
KATA PENGANTAR ....................................................................................
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................................
Rumusan Masalah ...........................................................................................
Tujuan Penelitian ............................................................................................
Kegunaan Penelitian .......................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA

Kebijakan Umum Pengelolaan DAS ...............................................................
Kondisi Umum DAS Wampu ..........................................................................
Erosi dan Sedimentasi Pada Suatu DAS ..........................................................
Faktor yang Mempengaruhi Erosi ...................................................................
Faktor iklim ....................................................................................................
Faktor tanah ....................................................................................................
Faktor topografi ..............................................................................................
Faktor vegetasi................................................................................................
Faktor manusia dan tindakan konservasi .........................................................
Tingkat Bahaya Erosi......................................................................................
Lahan Tanaman Industri di Daerah Aliran Sungai ...........................................
Kemiringan lahan budidaya tanaman industri ..................................................
Budidaya tanaman industri (kopi) ...................................................................
Lahan budidaya tanaman industri (Tanah). ......................................................
Faktor penutupan lahan pada lahan budidaya tanaman industri........................
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian ...........................................................................
Alat dan Bahan Penelitian ...............................................................................
Prosedur Penelitian .........................................................................................
Metode Penelitian ...........................................................................................

Pengamatan Lapangan ....................................................................................
Pengukuran laju erosi dengan metode petak kecil............................................
Perhitungan (prediksi) Laju Erosi Menggunakan Persamaan USLE ................
Faktor erosivitas hujan (R) ........................................................................
Faktor erodibilitas tanah (K) .....................................................................
Faktor tofografi (LS) .................................................................................
Faktor pengendali/konservasi erosi (P) ......................................................
Faktor penutup vegetasi (C) ......................................................................
Laju erosi yang masih dapat ditoleransikan (T) ...............................................
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) ...........................................................................
Parameter Penelitian .......................................................................................

iv

ii
ii
iii
iv
vi
vii

viii
1
3
4
5
6
9
14
21
21
22
25
26
27
30
31
33
34
34
35
36
36
36
38
38
38
39
40
41
42
42
43
44
45
46

v

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Sub DAS Lau Biang Bagian Hulu DAS Wampu ...................
Pengukuran Erosi Tanah di Lahan Tanaman Industri (kopi) Sub DAS Lau
Biang .............................................................................................................
Nilai Erosi Ditoleransikan (T) pada Lahan Tanaman Industri (kopi) ................
Erosi Tanah di Lahan Tanaman Industri (kopi) di Sub DAS Lau Biang ...........
Pengukuran erosi tanah dengan Metode petak kecil ..................................
Pengukuran erosi tanah dengan Metode Prediksi USLE ...........................
Penilaian Fakor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi..........................................
Nilai erosivitas hujan (R) di Sub DAS Lau Biang .....................................
Faktor Erodibilitas Tanah (K) ...................................................................
Faktor Topografi (LS) ..............................................................................
Faktor Vegetasi (C) dan Faktor Manusia/Tindakan Konservasi (P) ...........
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Lahan Tanaman Industri (kopi)..................
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ....................................................................................................
Saran ..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
LAMPIRAN ...................................................................................................

47
48
48
49
49
53
55
55
58
61
62
64
66
67
68
72

DAFTAR TABEL
No.

Hal.

1. Luas wilayah kecamatan, kabupaten dan kota yang masuk ke dalam
DAS Wampu ............................................................................................. 10
2. Kelas kemiringan lereng di kawasan DAS Wampu ................................... 11
3. Luas wilayah kecamatan pada Sub DAS Lau Biang .................................. 12
4. Jenis dan luas penggunaan lahan di setiap Sub DAS dalam kawasan
DAS Wampu ........................................................................................... 13
5. Contoh nilai faktor penutupan lahan pada masing-masing Sub DAS ............

35

6. Harkat struktur tanah ................................................................................. 41
7. Harkat permeabilitas tanah ........................................................................ 42
8. Nilai faktor (P) untuk berbagai tindakan konservasi tanah ......................... 43
9. Nilai faktor ( C ) untuk berbagai tipe pengelolaan tanaman ...................... 43
10. Nilai CP dari beberapa tipe penggunaan lahan ........................................... 44
11. Nilai faktor kedalaman tanah pada berbagai jenis tanah ............................. 45
12. Kriteria tingkat bahaya erosi...................................................................... 46
13. Nilai Erosi Yang Diperbolehkan (T) Untuk Tanah Lahan Tanaman
Industri (Kopi) .......................................................................................... 50
14. Tingkat bahaya erosi pada lahan tanaman industri (kopi) di Sub DAS
Lau Biang. ................................................................................................ 56
15. Curah Hujan bulanan rata-rata, hari hujan rata-rata, curah hujan maksimum selama 24 jam, dan nilai erosivitas hujan di sub-DAS Lau Biang .... 58
16. nilai Faktor topografi (LS) pada Lahan Tanaman Industri (kopi) ............... 63
17. Nilai Faktor pengelolaan Tanaman (C) dan Tindakan Konservasi (P) ....... 65

vi

DAFTAR GAMBAR
No.
Hal.
1. Laju Deforestasi versus Laju Rehabilitasi ................................................... 7
2. Penampang Petak Kecil Dan Kolektor Pada Sebidang Lahan .................... 39
3. Drum penampung di pasang hingga lobang masuk lebih rendah dari
permukaan tanah ........................................................................................ 100
4. Petak kecil yang telah selesai dipasang di lahan hutan ................................. 100
5. Pengeboran tanah untuk mengukur permeabilitas tanah ............................... 101
6. Lobang pada tanah untuk pengokuran permeabilitas tanah .......................... 101
7. Pengukuran laju erodibiltas tanah dengan menggunakan pelampung ........... 102
8. Pelampung dengan meteran. ........................................................................ 102

vii

DAFTAR LAMPIRAN
No.

Hal.
1. Flow Chart Metode USLE ................................................................... 72
2. Flow Chart Metode Petak Kecil ........................................................... 73
3. Nilai Erosi Tanah (A) Di Lahan Tanaman Industri (Kopi) ................... 74
4. Nilai Faktor Erodibilitas Tanah (K) Untuk Lahan Tanaman
Industri (Kopi) .................................................................................... 75
5. Nilai Kandungan Partikel Tanah dan Kandungan C-Organik
Tanah Pada Lahan Tanaman Industri (Kopi) ....................................... 76
6. Nilai Erosi Tanah dengan Metode Petak Kecil pada Tanaman
Kopi.................................................................................................... 77
7. Cara perhitungan erosi dengan metode petak kecil. .............................. 78
8. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Sta. Tiga Pancur Kec. Simp. Empat 81
9. Data Curah Hujan Maksimal Harian Sta. Tiga Pancur Kec.
Simp. Empat ....................................................................................... 82
10. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Sta. Barus Jahe Kec. Barus Jahe ..... 83
11. Data Curah Hujan maksimal harian Sta. Barus Jahe Kec. Barus Jahe ... 84
12. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Sta. Merek Kec. Merek .................. 85
13. Data Curah Hujan Maksimal Harian Sta. Merek Kec. Merek ............... 86
14. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Sta. Tiga Panah Kec. Tiga Panah ... 87
15. Data Curah Hujan Maksimal Harian Sta. Tiga Panah Kec. Tiga Panah 88
16. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Sta. Sumber Jaya Kec. Munthe ...... 89
17. Data Curah Hujan maksimal Harian Sta. Sumber Jaya Kec. Munthe .... 90
18. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Sta. Sinabung Kec. Payung ............ 91
19. Data Curah Hujan Maksimal Harian Sta. Sinabung Kec. Payung ......... 92
20. Data Rata-rata Curah Hujan Bulanan ................................................... 93
21. Data Rata-rata hari Hujan Bulanan ...................................................... 93
22. Data Curah hujan Maksimal Harian rata-rata. ...................................... 93
23. Contoh perhitungan menetukan Erosivitas Hujan................................. 94
24. Contoh Perhitungan Erodibilitas kecamatan Merek I Lahan
tanaman Industri (kopi) ....................................................................... 97
25. Foto Petak Kecil Di Lahan .................................................................. 100
26. Foto Pengukuran Permeabilitas di lahan .............................................. 101

viii

ix

27. Peta Administrasi Sub DAS Lau Biang ............................................... 102
28. Peta Jenis Tanah sub DAS Lau Biang.................................................. 103
29. Peta Tutupan Lahan sub DAS Lau Biang ............................................ 104

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sub Das Lau Biang merupakan bagian hulu dari daerah aliran sungai
(DAS) Wampu yang mencakup wilayah Kecamatan Dolok Silau, Sibolangit dan
Silimakuta di Kabupaten Simalungun, serta wilayah Kecamatan Merek, Tiga
Panah, Simpang Empat, Kabanjahe, Berastagi, Barus Jahe, Payung, Dolatrakyat,
Merdeka, Namanteran, Tiga Binanga, Munthe, Tiga Derket, dan Kuta Buluh di
Kabupaten Karo, dan sebagian wilayah kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli
Serdang, serta sebagian wilayah kecamatan Salapian dan Sei Bingei di Kabupaten
Langkat. Luas wilayah Sub Das Lau Biang sekitar 95.552,095 hektar atau sekitar
22,95 % dari total luas wilayah DAS Wampu (410.715 hektar). Selain Sub DAS
Lau Biang, Sub DAS lainnya di DAS Wampu adalah Sub DAS Wampu Hulu
seluas 204.680 hektar (49,83 %), Sub DAS Sei Bingei seluas 79.047 hektar
(19,25 %), dan Sub DAS Wampu Hilir seluas 32.738 hektar (7,97 %)
(BP-DAS Wampu Sei Ular, 2008).
Permasalahan umum di DAS Wampu yang menyebabkan berbagai
bencana alam, diantaranya banjir bandang di Sub DAS Wampu Hulu Sub-Sub
DAS Bahorok pada Nopember 2003 yang lalu adalah akibat banyaknya
penggarapan-penggarapan liar yang menyebabkan banyak lahan hutan yang rusak
dan beralih fungsi di daerah hulu, sehingga dapat menimbulkan besarnya
sedimentasi di daerah hilir. Pola usaha tani yang kurang mengikuti kaedah
konservasi tanah di Sub DAS Lau Biang di Kabupaten Simalungun dan Karo
dengan komoditi utama tanaman pangan dan hortikultura.

1

2

Sedangkan pada bagian hilir terjadi penyempitan dan pendangkalan
sungai, khususnya di Sub DAS Wampu Hilir dan Sub DAS Sei Bingei di
Kabupaten Langkat dan Kota Binjai (Misran, 2008). Khusus di Sub DAS Lau
Biang, penggunaan lahan dominannya justru untuk pertanian lahan kering seluas
85,91 % dari luas Sub DAS tersebut, sementara untuk hutan hanya 11,43 % (BPDAS Wampu Sei Ular, 2008) yang jauh lebih kecil dari ketentuan yang
diamanatkan dalam UU No.41 Tahun 1999 Pasal 8 Ayat (2) yang mensyaratkan
tutupan lahan permanen di suatu wilayah minimal 30 %.
Begitu luasnya lahan kritis di kawasan DAS yang menyebabkan terjadinya
DAS kritis, maka pengelolaan kawasan berdasarkan konsep DAS mutlak
diperlukan.

Pengelolaan

DAS

pada

dasarnya

merupakan

pembangunan

berkelanjutan dengan mendayagunakan pemanfaatan sumber daya alam secara
bijaksana, mewujudkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara sumber
daya manusia, dalam memanfaatkan sumber daya buatan dan sumber daya alam,
serta mengupayakan kelestarian fungsi sumber daya alam dalam jangka panjang
(Nasution, 2008).
Hutabarat (2008) menyebutkan bahwa ada tiga faktor utama penyebab
degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia yaitu (1) keadaan alam
geomorfologi (geologi, tanah, dan topografi) yang rentan terjadi erosi, banjir,
tanah longsor, dan kekeringan; (2) iklim, terutama curah hujan yang tinggi dan
potensial dapat menimbulkan daya rusak terhadap hamparan lahan/tanah, yang
menyebabkan erosivitas yang tinggi; dan (3) aktivitas manusia dalam
pemanfaatan/penggunaan

lahan/hutan

yang

melampaui

daya

dukung

wilayah/lingkungan dan atau tidak menerapkan kaidah konservasi tanah dan air

3

yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan keterampilan petani, serta sikap
mental orang-orang yang tidak bertanggung jawab (memiliki moral hazard)
terutama dalam menggarap/alih fungsi hutan menjadi lahan budidaya atau untuk
penggunaan lainnya.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa bagian hulu DAS Wampu (Sub
DAS Lau Biang) yang seharusnya merupakan kawasan konservasi, justru menjadi
kawasan budidaya terutama untuk komoditi tanaman pangan (jagung, padi gogo,
umbi-umbian), hortikultura (sayuran, buah-buahan), dan tanaman industri (kopi,
cacao, dan kemiri). Sementara agroteknologi yang dikembangkan belum
sepenuhnya, bahkan dapat dikatakan sangat minimal, dalam menerapkan teknik
konservasi tanah dan air, dan kawasan ini memiliki curah hujan yang tinggi (rata
rata lebih dari 3000 mm/tahun) dengan jenis tanah yang rentan terhadap erosi
(merupakan tanah andosol) menurut Brady dan Ray (2008), serta kondisi relief
yang bergelombang hingga bergunung. Berkaitan dengan itu, akan dilakukan
penelitian guna mendapatkan informasi sejauhmana tingkat bahaya erosi yang
terjadi pada setiap tipe penggunaan lahan di kawasan hulu DAS Wampu (Sub
DAS Lau Biang), untuk kemudian diharapkan dapat dijadikan dasar dalam
pengelolaan lahan yang berkelanjutan di daerah itu.

Rumusan Masalah
Baik buruknya suatu kawasan DAS dalam arti masih mantap atau telah
terdegradasinya suatu kawasan DAS dapat dilihat dari fluktuasi aliran permukaan
(run-off) atau air limpasan (sungai), besarnya erosi dan sedimentasi yang terjadi,
dan tingkat produktivitas lahan. Fluktuasi air larian yang tinggi antara musim
hujan dengan musim kemarau menandakan tanah memiliki kemampuan yang

4

kecil dalam menyerap dan menyimpan air (kapasitas infiltrasi rendah), sementara
erosi dan sedimentasi yang tinggi menandakan tanah memiliki kemantapan
agregat yang rendah.
Kemampuan tanah yang rendah dalam menyerap dan menyimpan air,
bukan hanya menyebabkan tanaman akan mudah kekeringan pada musim
kemarau, tetapi juga menyebabkan air yang mengalir di atas permukaan tanah
(run-off) pada musim hujan menjadi lebih banyak dan akan menyebabkan lapisan
tanah akan lebih banyak terkikis akibat erosi.
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang dapat dijadikan
dasar dalam penelitian ini adalah:
1. Seberapa besar laju erosi yang masih dapat ditoleransikan pada tipe
penggunaan lahan tanaman industri di Sub DAS Lau Biang.
2. Bagaimana tingkat bahaya erosi (TBE) yang terjadi pada penggunaan lahan
tanaman industri di Sub DAS Lau Biang.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghitung laju erosi yang masih dapat
ditoleransikan (T), besarnya laju erosi tanah (A), besarnya tingkat bahaya erosi
pada lahan tanaman industri (kopi) di Sub DAS Lau Biang.

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai :
1. Sebagai bahan bagi penulis untuk penulisan skripsi, yang merupakan suatu
syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Departemen Teknologi pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

5

2. Sebagai dasar dalam mengelola lahan pertanian secara berkelanjutan, dengan
tetap mempertimbangkan keuntungan ekonomis di satu sisi, tetapi tetap
menjamin kelestarian sumberdaya lahan di sisi lain.
3. Sumber informasi bagi pihak yang berkepentingan tentang tingkat bahaya
erosi pada penggunaan lahan tanaman industri, khususnya di kawasan hulu
DAS Wampu (Sub DAS Lau Biang)

6

TINJAUAN PUSTAKA
Kebijakan Umum Pengelolaan DAS
Semua aktivitas manusia di darat berlangsung di dalam suatu wilayah yang
disebut Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu wilayah daratan yang dibatasi oleh
pemisah topografis berupa punggung bukit yang menerima air hujan dan
mengalirkannya ke hilir dan bermuara ke laut. DAS terdiri dari beberapa sub-DAS
yang merupakan suatu anak sungai yang bermuara ke waduk, dam, danau atau
sungai. Sub DAS ini sering juga disebut sebagai Daerah Tangkapan Air atau
Catchment Area. Peristiwa banjir dan tanah longsor yang diberitakan media masa,
terjadi pada suatu kawasan yang disebut DAS tersebut (Siswomartono, 2008).
Salah satu fokus kegiatan Departemen Kehutanan untuk melaksanakan
amanat Kabinet Indonesia Bersatu adalah pengelolaan DAS. Seperti diketahui
terdapat 458 DAS kritis di Indonesia. Dari jumlah DAS kritis tersebut, 60 DAS
merupakan prioritas I, 222 DAS termasuk prioritas II dan sisanya 176 DAS
tergolong prioritas III dalam upaya penanggulangan/rehabilitasinya. Sedangkan
lahan kritis di wilayah DAS kritis di Indonesia sangat luas dan terbagi ke dalam
lahan sangat kritis seluas 6.890.567 hektar, dan 23.306.233 hektar merupakan
lahan kritis (Darori, 2008).
Berbicara tentang pengelolaan DAS, maka tidak akan terlepas dari
permasalahan pengelolaan hutan, meskipun seluruh titik di muka bumi ini
merupakan bagian dari DAS. Seperti diketahui bahwa luas kawasan hutan di
Indonesia mencapai 120,35 juta hektar atau 63 % dari luas daratan, dan terdiri dari
hutan konservasi 20,50 juta hektar, hutan lindung seluas 33,50 juta hektar, dan

6

7

hutan produksi seluas 66,35 juta hektar. Dari luas kawasan hutan tersebut kondisi
kawasan yang tidak berhutan (terjadi deforestasi) seluas 30,83 juta hektar atau
25,6 % dari luas kawasan hutan. Tercatat laju deforestasi pada tahun 2000 hingga
2005 mencapai 1,08 juta ha/tahun (Gambar 1). Kawasan hutan yang kritis
semakin meningkat karena laju deforestasi tersebut jauh lebih besar dibandingkan
laju rehabilitasi yang hanya 500 ribu hingga 700 ribu hektar per tahun.
Khusus di Sumatera Utara, lahan kritis dan sangat kritis pada 21 kabupaten
seluas 2.126.780 hektar yang terbagi di DAS Asahan Barumun seluas 1.148.050
hektar dan DAS Wampu seluas 978.730 hektar (28,38 % dari luas DAS di
Propinsi Sumatera Utara seluas 7.491.695,34 hektar) (Hutabarat, 2008).
= Luas (Ha)

= Tahun

Gambar 1. Laju Deforestasi versus Laju Rehabilitasi (Hutabarat, 2008)
Terdapat tiga faktor utama penyebab degradasi DAS-DAS di Indonesia yaitu
(Hutabarat, 2008) :


Keadaan alam geomorfologi (geologi, tanah, dan topografi) yang rentan terjadi
erosi, banjir, tanah longsor dan kekeringan (kemampuan lahan/daya dukung
wilayah)



Iklim/curah hujan tinggi yang potensial menimbulkan daya merusak lahan/
tanah (erosivitas tinggi)

8



Aktivitas manusia yang terdiri dari penebangan hutan ilegal (pencurian kayu
hutan), kebakaran hutan, perambahan hutan, eksploitasi hutan dan lahan
berlebihan (HPH, tambang, kebun, industri, pemukiman, jalan, pertanian dan
lain-lain),

penggunaan/pemanfaatan

lahan

tidak

menerapkan

kaidah

konservasi tanah dan air.
Begitu luasnya lahan kritis di kawasan DAS yang menyebabkan terjadinya
DAS kritis, maka pengelolaan kawasan berdasarkan konsep DAS mutlak
diperlukan.

Pengelolaan

DAS

pada

dasarnya

merupakan

pembangunan

berkelanjutan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang
mendayagunakan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, mewujudkan
keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara sumber daya manusia, dalam
memanfaatkan sumber daya buatan dan sumber daya alam, serta mengupayakan
kelestarian fungsi sumber daya alam dalam jangka panjang (Nasution, 2008).
Dengan demikian, tujuan pengelolaan DAS menurut Darori, 2008 dan
Hutabarat, 2008 terdiri dari :


Terwujudnya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar multipihak
dalam pengelolaan SDA dan lingkungan DAS



Terbentuknya kelembagaan pengelolaan DAS yang mantap



Terwujudnya kondisi tata air DAS yang optimal meliputi kuantitas, kualitas
dan distribusinya menurut ruang dan waktu



Terbentuknya kelembagaan pengelolaan DAS yang mantap



Terjaminnya pemanfaatan/penggunaan hutan, tanah dan air yang produktif
sesuai daya dukung dan daya tampung DAS



Terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat

9

Tahapan pelaksanaan pengelolaan DAS terdiri dari kegiatan pengelolaan
DAS, sasaran lokasi kegiatan pengelolaan DAS dan pelaksanaan kegiatan
pengelolaan DAS itu serdiri. Kegiatan pengelolaan DAS meliputi pemanfaatan
dan penggunaan hutan, lahan dan air, restorasi hutan, rehabilitasi dan reklamasi
hutan dan lahan, konservasi hutan, tanah dan air. Sedangkan sasaran lokasi
kegiatan pengelolaan DAS meliputi kawasan budidaya di bagian hulu dan hilir
DAS, kawasan lindung di bagian hulu dan hilir DAS. Pelaksanaan kegiatan
pengelolaan DAS didasarkan atas kriteria teknis sektoral, persyaratan kelestarian
ekosistem DAS, dan pola pengelolaan hutan, lahan dan air.
Satu kalimat yang menjadi dambaan bagi kita semua untuk diwujudkan
dalam pengelolaan DAS adalah “Save Our Forest, Land and Water”, demi
keberlangsungan peradaban umat manusia di muka bumi (Hutabarat, 2008).

Kondisi Umum DAS Wampu
Secara geografis Daerah Aliran Sungai Wampu terletak antara 02º58’51”–
04º36’00” LU dan 97º 48’ 03” – 98º38’50” BT dengan luas sekitar 410714,75
hektar atau 4107,15 Km2 (BP-DAS Wampu Sei Ular, 2008). Sedangkan menurut
administratif terletak di Kabupaten Langkat, Karo, Deli Serdang, Simalungun dan
Kota Binjai Propinsi Sumatera Utara, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut
(Misran, 2008; BP-DAS Wampu Sei Ular, 2008) :
Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka
Sebelah Selatan berbatasan dengan DAS Lau Renun dan DTA Danau Toba
Sebelah Timur berbatasan dengan DAS Belawan, Deli, Percut dan Ular
Sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi NAD

10

Tabel 1. Luas wilayah kecamatan, kabupaten dan kota yang masuk ke dalam DAS
Wampu.
Kecamatan/Kabupaten
Kabupaten Karo:
1. Barus Jahe
2. Berastagi
3. Dolat Rakyat
4. Kaban Jahe
5. Lau Baleng
6. Mardingding
7. Merdeka
8. Merek
9. Munte
10. Namanteran
11. Payung
12. Kuta Buluh
13. Tiga Binanga
14. Tiganderket
15. Tiga Panah
16. Simpang Empat
Jumlah
Kabupaten Langkat :
1. Bahorok
2. Binjai
3. Hinai
4. Kuala
5. Salapian
6. Secanggang
7. Sei Bingei
8. Selesai
9. Tanjung Pura
10. Wampu
11. Stabat
Jumlah
Kota Binjai :
1. Binjai Barat
2. Binjai Kota
3. Binjai Selatan
4. Binjai Timur
5. Binjai Utara
Jumlah
Kabupaten Simalungun :
1. Dolok Silau
2. Silimakuta
Jumlah
Kabupaten Deli Serdang :
1. Kutalimbaru
2. Sunggal
Jumlah
JUMLAH
Sumber: BP-DAS Wampu Sei Ular (2008)

Luas
Ha

%
9459,69
2370,38
2025,50
4311,29
3026,28
12808,45
2540,34
12130,48
7901,31
7698,06
3071,95
23457,62
6333,69
12247,33
9516,64
7281,31
126257,80

2,32
0,57
0,50
1,05
0,74
3,12
0,62
2,95
1,92
1,87
0,75
5,71
1,54
2,98
2,32
1,77
30,73

103357,41
2918,01
3791,08
21379,31
48314,93
12985,46
33029,15
16468,91
6969,22
6225,41
4894,16
260333,10

25,17
0,71
0,92
5,21
11,76
3,16
8,04
4,01
1,70
1,52
1,19
63,39

1236,61
429,99
3033,75
766,49
540,74
6007,58

0,30
0,10
0,74
0,19
0,13
1,46

4899,54
6872,22
11805,88

1,20
1,67
2,87

6265,20
45,21
6310,41
410714,75

1,53
0,01
1,54
100,00

Daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu dengan luas 410.714,75 hektar
tersebut terbagi ke dalam 4 (empat) wilayah Sub DAS yaitu (BP DAS WU, 2008)

11

(a). Sub DAS Wampu Hulu seluas 204.679,85 hektar (49,83 %); (b). Sub DAS Sei
Bingei seluas 79.046,91 hektar (19,25 %); (c). Sub DAS Wampu Hilir seluas
32.737,53 hektar (7,97 %), (d). Sub Das Lau Biang seluas 94.250,45 hektar
(22,95%).
Wilayah kecamatan yang masuk ke dalam DAS Wampu meliputi 16
Kecamatan di Kabupaten Karo, 11 Kecamatan di Kabupaten Langkat, 2
Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang, 2 Kecamatan di Kabupaten Simalungun,
dan 5 Kecamatan di Kota Binjai (Tabel 1).
Dari segi kemiringan lereng, bentuk lahan dominan di DAS Wampu
adalah agak curam hingga sangat curam (kemiringan > 26 %) seluas 282.179,86
hektar atau 68,7 % dari luas DAS Wampu. Bentuk kemiringan lereng lainnya
berikut luasnya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kelas kemiringan lereng di kawasan DAS Wampu
No
Lereng (%)
Bentuk Lahan
Ha
1
60
Sangat Curam
99860,902
Jumlah
410714,747

%
7,51
6,77
16,34
0,67
25,53
18,86
24,31
100,00

Sumber: BP-DAS Wampu Sei Ular (2008)

Sementara wilayah kecamatan yang masuk ke dalam Sub DAS Lau Biang
sebanyak 19 kecamatan dengan luas wilayah masing-masing sebagaimana
disajikan pada Tabel 3.

12

Tabel 3. Luas wilayah kecamatan pada Sub DAS Lau Biang
Kecamatan
1. Silimakuta
2. Dolok Silau
3. Merek
4. Barus Jahe
5. Tiga Panah
6. Kabanjahe
7. Dolatrakyat
8. Bersatagi
9. Simpang Empat
10. Merdeka
11. Namanteran
12. Munthe
13. Payung
14. Tiganderket
15. Kuta Buluh
16. Tiga Binanga
17. Kutalimbaru
18. Salapian
19. Sei Bingei
Luas Sub DAS Lau Biang

Luas (Ha)
6872,220
4933,664
12130,468
9548,745
9516,642
4311,296
2042,315
2341,986
7281,310
2366,886
7523,418
7901,312
3071,953
9283,204
2863,562
2185,782
1,374
24,847
49,473
95552,095

% dari luas Sub DAS Lau Biang
7,29
5,23
12,87
10,13
10,10
4,57
2,17
2,48
7,73
2,51
7,98
8,38
3,26
9,85
3,04
2,32
0,001
0,03
0,05
100,00

Sumber: BP-DAS Wampu Sei Ular (2008)

Curah Hujan di kawasan Daerah Aliran Sungai Wampu antara 1.154,5
mm/thn sampai 4.127,2 mm/tahun. Debit sungai di DAS Wampu sebesar 180
m³/detik. Sedangkan penutupan lahan (Land Cover) DAS Wampu disajikan pada
Tabel 4.
Permasalahan khusus di DAS Wampu antara lain adalah (1) banyaknya
penggarapan-penggarapan liar di era reformasi, sehingga banyak lahan hutan yang
rusak dan beralih fungsi didaerah hulu saat ini, sehingga dapat menimbulkan
besarnya sedimentasi di daerah hilir; (2) pola usaha tani yang kurang mengikuti
kaedah konservasi tanah di Sub DAS Lau Biang (tanaman industri) Kabupaten
Karo; (3) pada bagian hilir DAS adalah terjadinya penyempitan dan pendangkalan
sungai di Sub DAS Wampu Hilir, Sub DAS Bingei Kabupaten Langkat dan Kota
Binjai (Misran, 2008).

13

Tabel 4. Jenis dan luas penggunaan lahan di setiap Sub DAS dalam kawasan DAS

Wampu
No
Sub Das
1 Lau Biang

Penggunaan Lahan
Belukar
Danau/air
Hutan Tanaman Industri
Hutan lahan kering skunder
Pemukiman
Pert. Lahan kering campur semak
Pertanian lahan kering
Sawah
Terbuka

2

Sei Bingei

Belukar
Hutan lahan kering skunder
Pemukiman
Perkebunan
Pert. Lahan kering campur semak
Pertanian lahan kering
Rawa
Sawah
Terbuka

3

Wampu Hilir

Belukar
Hutan belukar rawa
Hutan mangrove skunder
Pemukiman
Perkebunan
Pert. Lahan kering campur semak
Pertanian lahan kering
Rawa
Sawah
Tambak
Terbuka

4

Wampu Hulu

Belukar
Danau/air
Hutan lahan kering primer
Hutan lahan kering skunder
Pemukiman
Perkebunan
Pert. Lahan kering campur semak
Pertanian lahan kering
Sawah
Terbuka
Total DAS Wampu

Sumber: BP-DAS Wampu Sei Ular (2008)

Ha
1062,491
152,338
1617,986
11869,586
482,023
315,966
80169,822
415,763
314,261
95.552,095
2706,732
12589,229
3605,944
11830,809
30411,443
15494,856
20,249
1711,881
675,768
79046,911
2199,217
5111,674
18,732

%/Kec.
1,05
0,13
1,13
10,30
0,54
0,85
85,06
0,60
0,33
100,00
3,42
15,93
4,56
14,97
38,47
19,60
0,03
2,17
0,85
100,00
6,72
15,61
0,06

1222,289
4234,642
7914,319
5960,24
261,864
1529,18
3753,854
531,517
32737,528
9883,575
7,167
40837,661
63941,95
389,488
24605,028
43683,562
17639,344
2444,487
1247,592
204679,854
410714,747

3.73
12,94
24,17
18,21
0,80
4,67
11,47
1,62
100,00
4,83
0,004
19,95
31,24
0,19
12,02
21,34
8,62
1,19
0,61
100,00

14

Erosi dan Sedimentasi Pada Suatu DAS
Erosi dan sedimentasi merupakan proses penting dalam pembentukan
suatu daerah aliran sungai (DAS) serta memiliki konsekwensi ekonomi dan
lingkungan yang penting di DAS tersebut. Erosi dan sedimentasi secara alami
akan mempengaruhi pembentukan landscape suatu DAS dan sebaliknya bentuk
dan kondisi fisik suatu DAS akan sangat berpengaruh terhadap laju erosi dan
sedimentasi (Linsley, dkk. 1996).
Erosi merupakan salah satu penyebab utama degradasi lahan. Besarnya
erosi pada suatu lahan ditentukan oleh lima faktor yaitu (Arsyad, 2006) :
1. Jumlah dan intensitas hujan (erosivitas hujan),
2. Kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas tanah),
3. Bentuk lahan (kemiringan dan pajang lereng),
4. Vegetasi penutup tanah, dan
5. Tingkat pengelolaan tanah.
Menurut Tarigan., dkk (2008) ada beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya degradsi lahan, yaitu : Faktor yang pertama adalah penggunaan dan
peruntukan lahan sudah menyimpang dari Rencana Tata Ruang Wilayah atau
Rencana Tata Ruang Daerah. Faktor yang kedua adalah penggunaan lahan tidak
sesuai dengan kemampuan lahan. Faktor yang ketiga adalah perlakuan yang
diberikan pada lahan tidak memenuhi syarat-syarat yang diperlukan oleh lahan
atau tidak memenuhi kaidah-kaidah konservasi tanah dan air atau teknik
konservasi tanah dan air yang diterapkan tidak memadai. Faktor yang keempat
adalah tidak adanya Undang-undang Konservasi Tanah dan Air yang
mengharuskan seluruh masyarakat menerapkan teknik konservasi tanah dan air

15

secara memadai disetiap penggunaan lahan. Faktor yang kelima adalah kurang
memadainya kesungguhan pemerintah mencegah degradasi lahan.
Erosivitas hujan merupakan faktor alami yang hampir tidak mungkin
untuk

dikelola,

sedangkan

erodibilitas

tanah

dapat

diperbaiki

dengan

meningkatkan/menjadikan kemantapan agregat tanah yang ideal melalui
penambahan bahan amelioran seperti bahan organik. Kemiringan dan panjang
lereng serta faktor vegetasi dan pengelolaan tanah merupakan faktor yang paling
sering dikelola untuk mengurangi jumlah aliran permukaan serta menurunkan laju
dan jumlah erosi (Agus dan Widianto, 2004; Arsyad, 2006).
Erosi tanah bukan saja disebabkan oleh penduduk sekitar hutan, tetapi
secara menyeluruh penyebab erosi tanah adalah meningkatnya kebutuhan manusia
akan sumber daya alam (kayu bakar) yang tersedia makin tertekan, terutama
hutan, sehingga menyebabkan tingkat erosi tanah makin tinggi dan secara
otomatis diikuti kehilangan air. Erosi merupakan proses dimana tanah, bahan
mineral dilepaskan dan diangkut oleh air, angin atau gaya berat. Tanah longsor
dan batu-batuan berjatuhan (mass wastage) merupakan akibat dari gaya berat
yang makin ditingkatkan oleh air (Arief, 2001).
Erosi dan sedimentasi menjadi penyebab berkurangnya produktivitas lahan
pertanian, dan berkurangnya kapasitas saluran atau sungai akibat pengendapan
material hasil erosi. Dengan berjalannya waktu, aliran air berkonsentrasi ke dalam
suatu lintasan-lintasan yang agak dalam dan mengangkut partikel tanah dan
diendapkan ke daerah dibawahnya yang mungkin berupa sungai, waduk, saluran
irigasi, ataupun area pemukiman penduduk.

16

Proses degradasi tanah, terutama yang banyak terjadi di daerah
pegunungan atau daerah yang berbukit-bukit, dimana pada lokasi-lokasi ini
degradasi permukaan tanah umumnya berupa erosi permukaan (surficial erosion)
dan gerakan massa (mass movement). Gravitasi merupakan gaya penggerak utama
gerakan massa tanah, sedang angin dan aliran air merupakan sumber terjadinya
erosi. Secara umum, faktor-faktor penyebab terjadinya erosi tanah, adalah 1)
Iklim; 2) Kondisi tanah; 3) Topografi; 4) Tanaman penutup permukaan tanah; 5)
Pengaruh gangguan tanah oleh aktivitas manusia. Sedangkan proses erosi oleh air
hujan dapat dikelompokkan menjadi 5 macam, yaitu 1) Erosi percikan (splash
erosion); 2) Erosi lembaran (sheet erosion); 3) Erosi alur (rill erosion); 4) Erosi
parit (gully erosion); 5) Erosi sungai/saluran (stream/channel erosion)
(Hardiyatmo, 2006).
Pada dasarnya terdapat dua macam erosi yaitu erosi geologi atau erosi
normal dan erosi yang dipercepat. Erosi geologi (erosi normal) juga disebut erosi
alami merupakan proses-proses pengangkutan tanah yang terjadi di bawah
keadaan vegetasi alami.

Biasanya terjadi

pada

keadaan lambat

yang

memungkinkan terbentuknya tanah yang tebal yang mampu mendukung
pertumbuhan vegetasi secara normal. Proses geologi meliputi terjadinya
pembentukan tanah di permukaan bumi secara alami. Dalam hal ini erosi yang
terjadi tidak melebihi laju pembentukan tanah. Erosi dipercepat adalah
pengangkutan tanah yang menimbulkan kerusakan tanah sebagai akibat perbuatan
manusia yang mengganggu keseimbangan antara proses pembentukan dan
pengangkutan tanah. Oleh sebab itu, hanya erosi dipercepat inilah yang menjadi
perhatian konservasi tanah (Rahim, 2003; Arsyad, 2006).

17

Dalam Saban (2008) mengatakan, salah satu contoh multifungsi pertanian
dalam hubungannya dengan aspek lingkungan di antaranya adalah dampak dari
penerapan teknik konservasi tanah terhadap lingkungan. Pengurangan sedimentasi
di daerah hilir dari hasil penerapan konservasi pada areal pertanian di daerah hulu
dapat digolongkan sebagai multi-fungsi, karena pengurangan sedimentasi memberikan manfaat bagi pengguna air di sepanjang aliran sungai, khususnya di
bagian hilir. Degradasi lahan pertanian yang banyak terjadi sebagai akibat pola
penggunaan lahan yang kurang tepat, dapat berakibat pada penurunan kuantitas
dan kualitas multifungsi pertanian, sehingga multifungsi pertanian tidak dapat
dinikmati secara optimal.
Abdurachman (2005) mengemukakan bahwa salah satu strategi utama
untuk mempertahankan multi-fungsi pertanian adalah dengan meningkatkan
upaya konservasi lahan pertanian. Penanggulangan sedimentasi dan erosi dapat
dilakukan dengan perbaikan prosedur pengolahan limbah yang akan dialirkan ke
sungai atau badan air lainnya. Kegiatan pertanian seringkali dijadikan contoh
sebagai penghasil utama sedimen, karena kegiatan ini umumnya dilakukan dengan
pembukaan lahan besar-besaran.
Di daerah beriklim tropis basah, air merupakan penyebab utama erosi
tanah, sedangkan angin tidak mempunyai pengaruh yang berarti. Proses erosi air
merupakan kombinasi dua proses yaitu (1). Penghancuran struktur tanah menjadi
butir-butir primer oleh energi tumbukan butir-butir hujan yang menimpa tanah
dan perendaman oleh air yang tergenang (proses dispersi), dan pemindahan
(pengangkutan) butir-butir

tanah oleh percikan hujan, dan (2). penghancuran

struktur tanah diikuti pengangkutan butir-butir tanah tersebut oleh air yang

18

mengalir di permukaan tanah. Air hujan yang menimpa tanah-tanah terbuka akan
menyebabkan tanah terdispersi. Sebagian dari air hujan yang jatuh tersebut akan
mengalir di atas permukaan tanah. Banyaknya air yang mengalir di permukaan
tanah tergantung pada hubungan antara jumlah dan intensitas hujan dengan
kapasitas infiltrasi tanah dan kapasitas penyimpanan air tanah (Rahim, 2003).
Tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas permukaan tanah dapat memperbaiki kemampuan tanah menyerap air dan memperkecil kekuatan perusak
butir-butir hujan yang jatuh, daya dispersi dan daya angkut aliran di atas
permukaan tanah. Perlakuan atau tindakan-tindakan yang diberikan manusia
terhadap tanah dan tumbuh-tumbuhan di atasnya akan menentukan apakah tanah
itu akan menjadi baik dan produktif atau menjadi rusak
(Rahim, 2003; Arsyad, 2006).
Setelah penghacuran butir-butir tanah oleh energi kinetik curah hujan akan
terjadi aliran permukaan apabila kapasitas infiltrasi tanah berkurang. Jumlah
aliran permukaan yang meningkat disamping menyebabkan erosi lebih besar, juga
mengurangi kandungan air tersedia dalam tanah yang mengakibatkan pertumbuhan tumbuhan menjadi kurang baik. Berkurangnya pertumbuhan berarti
berkurangnya sisa-sisa tumbuhan yang kembali ke tanah dan berkurangnya
perlindungan, yang mengakibatkan erosi menjadi lebih besar (Arsyad, 2006).
Erosi merupakan faktor eksternal penyebab tanah-tanah pertanian menjadi
sakit atau bahkan mati. Erosi pada awalnya akan memindahkan bahan organik dan
liat dari dalam tanah (selektifitas erosi) ke badan-badan air (sungai) yang
kemudian diendapkan di buffer area sungai atau terbuang ke muara dan ke lautan.
Erosi yang terus berlanjut akan mengikis permukaan tanah atau bagian tanah yang

19

lembut (horizon A dan B), sehingga horizon C (bahan induk) dan bahkan horizon
R (batuan induk) muncul ke permukaan (Arsyad, dkk 1992). Fenomena ini terjadi
secara berkelanjutan pada hampir semua lahan pertanian di Indonesia, terutama
pada sistem pertanian lahan kering di kawasan hulu suatu DAS. Pada tahap ini
tanah dikategorikan sakit parah dan bahkan dapat dikatakan sebagai tanah yang
mati (Arsyad, 2006).
Prediksi erosi pada sebidang tanah dapat dilakukan menggunakan model
yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (Hallsworth, 1987; Arsyad,
2006) yang diberi nama Universal Soil Loss Equation (USLE) dengan persamaan
sebagai berikut:
A = R × K × L × S × C × P ......................................................... (1)

dimana :
A = banyaknya tanah tererosi (ton/(ha.thn)).
R = faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi
hujan tahunan yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E)
dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30).
K = faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk
suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak
percobaan yang panjangnya 72,6 kaki (22,1 meter) terletak pada lereng 9 %,
tanpa tanaman.
L = faktor panjang lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan
suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang
lereng 72,6 kaki (22,1 meter) di bawah keadaan yang identik.

20

S = faktor kecuraman lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari
suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu terhadap besarnya erosi dari
tanah dengan lereng 9 % di bawah keadaan yang identik.
C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman yaitu nisbah antara
besarnya erosi dari suatu tanah dengan vegetasi penutup dan pengelolaan
tanaman tertentu terhadap besarnya erosi tanah dari tanah yang identik tanpa
tanaman.
P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah (pengolahan dan
penanaman menurut kontur, penanaman dalam strip, guludan, teras menurut
kontur), yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan
tindakan konservasi khusus tersebut terhadap besarnya erosi dari tanah yang
diolah searah lereng, dalam keadaan yang identik.
Saifuddin Sarief (1980) dalam bukunya yang berjudul “Beberapa Masalah
Pengawetan Tanah dan Air”, penelitian yang telah dilakukan untuk menentukan
pengikisan dan penghanyutan tanah menggunakan metode pengukuran besarnya
tanah yang terkikis dan aliran permukaan (run-off) untuk satu kali kejadian hujan.
Metode ini disebut “Pengukuran Erosi Petak Kecil”, metode ini ditujukan untuk
mendapatkan data-data sebagai berikut :
1. Besarnya erosi
2. Pengaruh faktor tanaman
3. Pemakaian bahan pemantap tanah (soil conditioner)
4. Pemakaian mulsa penutup tanah, dan
5. Pengelolaan tanah

21

Dengan berpegangan pada pendapat Konhke dan Bertrand (1959). Bahwa
petak kecil yang biasanya berbentuk persegi panjang dipergunakan untuk
mendapatkan besarnya pengikisan dan penghanyutan yang disebabkan oleh
pengaruh faktor-faktor tertentu untuk suatu tipe tanah dan derajat lereng tertentu
(Kartasapoetra, 1990).

Faktor Yang Mempengaruhi Erosi
1. Faktor Iklim
Di daerah beriklim basah, faktor iklim yang menyebabkan terdispersinya
agregat tanah, aliran permukaan dan erosi adalah hujan (Sinukaban, 1986).
Menurut Arsyad (1989), besarnya curah hujan serta intensitas dan distribusi butir
hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan
aliran permukaan, dan erosi. Air yang jatuh menimpa tanah-tanah terbuka akan
menyebabkan tanah terdispersi, selanjutnya sebahagian dari air hujan yang jatuh
tersebut akan mengalir di atas permukaan tanah. Banyaknya air yang mengalir di
atas permukaan tanah tergantung pada kemampuan tanah untuk menyerap air
(kapasitas infiltrasi)
Besarnya hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Oleh
karena itu, besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam meter kubik per satuan
luas atau secara lebih umum dinyatakan dalam tinggi air yaitu millimeter.
Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau masa tertentu
seperti per hari, per bulan, per tahun atau per musim.

22

2. Faktor tanah
Berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbedabeda. Kepekaan erosi tanah adalah mudah tidaknya tanah tererosi yang merupakan
fungsi dari berbagai interaksi sifat-sifat fisika dan kimia tanah. Sifat-sifat tanah
yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah (1) sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi laju infiltrasi; (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan
struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh
dan aliran permukaan.
Utomo (1989), tanah andosol terbentuk dari bahana abu vulkan muda
dengan kandungan bahan organik.yang tinggi, tekstur lapisan tanah atas pasir
berlempung sampai berlempung, tekstur lapisan bawah lempung berliat, memiliki
thixotropi, sangata porous, bersolum dalam sehingga kapasitas infiltrasi dan
perkolasinya tinggi. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, pengukuran erodibilitas tanah
dengan nomograph menunjukkan bahwa indeks erodibilitas andosol bervariasi
dari 0,10 samapai 0,25. mengi