Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Terpadu Dengan Konsep Zero Waste Sebagai Solusi Permasalahan Sampah Kota Jakarta

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan sebuah kota khususnya pusat pemerintahan seperti kota
Jakarta akan selalu diikuti dengan proses pembangunan berbagai fasilitas, seperti
pusat bisnis, hiburan, komersial dan industri yang umumnya dapat menyediakan
lapangan pekerjaan. Hal ini menyebabkan banyak masyarakat yang tertarik hidup
di perkotaan, untuk mencari nafkah dan meningkatkan taraf hidupnya. Kenyataan
ini menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk perkotaan. Salah satu dampak
negatif yang timbul akibat meningkatnya jumlah penduduk adalah meningkatnya
tingkat “produksi” sampah yang selanjutnya menurunkan kualitas lingkungan.
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh pengelola perkotaan adalah
penanganan masalah persampahan. Sampah sebesar 80.235,87 ton setiap hari,
penanganan sampah yang diangkut dan dibuang ke TPA adalah sebesar 4,2%
yang dibakar 37,6%, yang dibuang ke sungai 4,9% dan yang tidak tertangani
sebesar 53,3% (Sutjahjo, 2007). Masalah yang diakibatkan oleh sampah yang
tidak dapat ditangani sangat besar. Dari yang berdampak langsung meupun tidak
langsung. Dampak langsungnya adalah berbagai penyakit menular, penyakit kulit

maupun penyakit gangguan pernafasan. Selain dampak yang ditimbulkan oleh
sampah secara langsung, ada pula dampak tidak langung yaitu, bahaya banjir yang
disebabkan oleh terhambatnya aliran sungai akibat tumpukan sampah yang
dibuang ke sungai (Sutjahyo, 2007).
Secara teknis, pengelolaan sampah meliputi pewadahan, pengumpulan,
pengangkutan, dan pembuangan ke tempat pembuangan akhir (TPA). Namun
demikian, keberhasilan pengelolaan sampah tersebut sangat ditentukan oleh faktor
non teknis yang terdiri dari perilaku masyarakat, kelembagaan, regulasi, sistem
keuangan dan kemauan politik pemerintah. Sayangnya kepedulian dari
masyarakat masih sangat kurang, ditambah lagi kurangnya perhatian pemerintah
untuk menanggulangi masalah ini.
Rantai sampah akan semakin pendek jika masalah penanggulangan
sampah rumah tangga di atasi terutama dari sumber sampah itu berasal yaitu
penanganan di pekarangan rumah tangga yang bersangkutan. Menurut Bebassari
(2000) pengelolaan sampah dengan konsep zero waste dilakukan harus
melibatkan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat sangat penting dalam
sistem ini. Bentuk partisipasi masyarakat yang disarankan oleh Bebassari (2000)
adalah memisahkan sampah menjadi dua, yaitu sampah organik dan non-organik.
Selain faktor partisipasi masyarakat, faktor lain yang mendukung sistem ini
adalah ketersediaan teknologi pengolahan sampah yang memadai dan

ketersediaan sarana dan prasarana pengolahan sampah.
Secara lebih lanjut, karya tulis ini akan lebih lanjut membahas tentang
sampah organik karena pengelolaan sampah anorganik sejauh ini sudah ditangani
dengan baik, sedangkan untuk masalah sampah organik belum sepenuhnya
ditangani dengan optimal (Sutjahyo, 2007). Teknik pengelolaan sampah organik
yang sering digunakan dewasa ini adalah teknik pengkomposan. Akan tetapi, pada
proses pengomposan timbul masalah baru dengan terlepasnya gas metan (CH4) ke

2

udara. Walaupun terdapat dalam jumlah kecil, daya rusak gas metan terhadap
lapisan ozon 21 kali lebih kuat dibandingkan dengan karbondioksida (CO2).

Tujuan

Tujuan dari pembuatan karya tulis ini adalah :
1. Terciptanya suatu sistem pengelolaan sampah yang menyelesaikan
masalah tanpa masalah (zero waste).
2. Terciptanya sistem yang mampu mengatasi masalah krisis energi dan
bahan baku pupuk organik yang ramah lingkungan.


Manfaat

Manfaat yang ingin didapat dari penerapan pengelolaan sampah rumah
tangga terpadu dengan konsep zero waste adalah berkurangnya masalah yang
diakibatkan oleh sampah rumah tangga dan juga sebagai solusi dari masalah krisis
energi dan bahan baku pupuk organik.

GAGASAN

Sampah

Pengertian sampah yang umum adalah limbah padat atau setengah padat
yang berasal dari kegiatan manusia dalam suatu lingkungan, terdiri atas bahan
organik dan non-organik dapat dibakar dan tidak dapat dibakar yang tidak
termasuk kotoran manusia (Direktorat PLP-PU, 1989). Berbeda dengan
Lagerkvist dan Chen (1993) yang mengatakan bahwa sampah adalah benda sisa
yang tidak dapat dipakai dan harus dibuang. Menurut Tchobanoglous, et al.(1993)
sampah perkotaan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sampah basah atau sampah
organik yang mudah terurai, sampah kering atau sampah non-organik yang sulit

terurai (plastik dan logam), dan sampah lembut yang terdiri dari sampah organik
dan non-organik yang berukuran kecil seperti serbuk kayu dan residu
pembakaran.
Berdasarkan sumbernya ada empat golongan penghasil sampah, yaitu
rumah tangga, tempat komersial, industry, dan taman/jalan (Tchobanoglous, et
al.1993). Rumah tangga menjadi penyumbang terbesar dalam produksi sampah
perkotaan. Menurut data dari dinas kebersihan DKI Jakarta distribusi produksi
sampah DKI Jakarta pada tahun 1990 dapat diuraikan sebagai berikut: dari
volume sampah yang dihasilkan warga per hari mencapai rata-rata 23.600 m3

3

(6.400 ton) itu, di antaranya bersumber dari perumahan 58 %; pasar 10%;
komersial 15%; industri 15%; jalan, taman dan sungai 2%; sampah organik 65%
dan sampah non-organik 35%. Dari jumlah volume di atas yang terkelola 87%
dan tidak terkelola 13%. Hasil dari penelitian Dinas Kebersihan Jakarta (2001)
menunjukan bahwa rumah tangga berada dalam urutan pertama dengan angka
65%, diikuti oleh tempat komersil, industry, dan jalan/taman secara bertutrut-turut
dengan angka 16%, 15%, dan 4%. Artinya dalam 11 tahun prosentase sampah
yang dihasilkan oleh rumah tangga naik 7%. Lokasi geografis, musim, frekuensi

pengumpulan, penggunaan alat, pencacah sampah rumah tangga, prilaku
masyarakat, pengelolaan sampah, dan peraturan pemerintah mempengaruhi
tingkat produksi sampah perkotaan (Peavy, et al.1985).
Sampah menimbulkan masalah bagi lingkungan fisik, kimia, dan biologi.
Masalah lingkungan fisik diantaranya adalah ketersediaan lahan semakin
berkurang, menurunnya kualitas estetika, dan timbul bau tidak sedap. Masalah
lingkungan kimiawi adanya gas metana (CH4) yang terlepas akibat adanya
dekomposisi sampah organik, sedangkan gas metan termasuk dalam gas rumah
kaca yang menjadi polutan di atmosfer bumi. Hal ini dapat merusak ozon dan
memungkinkannya meningkatnya radiasi sinar UV yang dapat menyebabkan
kanker kulit (Nozhevnikova, etal., 1993 ; Sutamihardja, 2003). Selain masalah
diatas masih ada masalah biologis seperti Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA).

Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah secara garis besar terdiri dari pewadahan,
pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, dan pembuangan ke tempat
pembuangan akhir (TPA). Pewadahan, menurut Ananta (2002) merupakan
tahapan yang paling menentukan bagi proses selanjutnya. Di sumbernya, sampah
dimasukan kedalam wadah untuk memudahkan pemindahan. Pada tahap ini perlu

adanya partisipasi masyarakat untuk memisahkan sampah organik dan nonorganik.
Selanjutnya adalah tahap pengumpulan. Pengumpulan merupakan proses
pemindahan dari sumber sampah ke TPS. Kegiatan pengumpulan ini adalah
tahapan paling kompleks dan sulit karena tersebarnya lokasi sumber sampah.
Tahapan ini juga memerlukan biaya yang paling besar dari total keseluruhan biaya
operasional pengelolaan sampah. Tahapan ini memakan 50-70% biaya
operasional (Peavy, 1985).
Proses akhir dari pengelolaan sampah adalah pembuangan akhir ke tempat
pembuangan akhir (TPA). Canter (1996); Peavy et al.(1985) memasukan
pembuangan akhir masuk kedalam pengelolaan sampah. Metode yang paling
umum digunakan adalah penimbunan di lahan TPA, pembuangan di saluran air,
penimbunan di dalam tanah, menjadi makanan ternak, dan pembakaran (Ananta,
2002). Tidak semua metode itu tepat untuk semua jenis sampah.

4

Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

Proses akhir dari sistem pengelolaan sampah adalah tempat pembuangan
akhir (TPA). Canter (1996), Peavy et al. (1985), dan Direktorat PLP-PU (1989)

memasukan sampah termasuk kedalam proses akhir ini. Menurut Flintoff (1984)
secara umum ada tiga bentuk sistem pengolahan sampah di TPA, yaitu Open
Dumping, Controlled landfill, dan sanitary landfill. Open Dumping merupakan
cara yang paling murah, mudah dan sederhana karena hanya dibuang saja ke tanah
kosong dan dibiarkan membusuk.
Bantar gebang merupakan salah satu TPA yang menampung sampah dari
kota Jakarta. TPA ini hanya menerapkan sistem open dumping. Hamparan tanah
seluas 108 hektar di TPA itu kini menjadi gunungan sampah dengan tinggi ratarata 25 meter. Gunungan sampah itu sudah belasan tahun dan tidak diolah dan
mencemarkan lingkungan. Ini bisa menjadi bom waktu dan sumber penyakit yang
melanda warga sekitar TPA. Pencemaran udara (bau dan asap) yang mencapai
radius 5 - 10 kilometer itu akan menimbulkan penyakit dalam rentang waktu 15
tahun yang akan datang. Ini tentu membutuhkan biaya sosial dan biaya
lingkungan yang tidak murah (Sudibyo, 2009). Mengingat jumlah produksi
sampah DKI Jakarta yang mencapai rata-rata 23.600 m3 (6.400 ton) pada tahun
1990 dan pastinya akan meningkat tiap tahunnya TPA bantar gebang nantinya
tidak akan mampu lagi menampung sampah warga Jakarta. Menurut Bebassari
(2000) open dumping sejatinya cocok digunakan oleh kota kecil yang masih
memiliki lahan kosong yang luas.

Biogas Berbahan Dasar Sampah Organik


Biogas didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan
organik (seperti kotoran ternak, kotoran manusia, jerami, sekam dan daun-daun
hasil sortiran sayur) difermentasi atau mengalami proses metanisasi (Hambali et
al., 2007). Menurut Sahidu (1983) biogas merupakan suatu campuran gas-gas
yang dihasilkan dari suatu proses pengomposan bahan organik oleh bakteri dalam
keadaan tanpa oksigen.
Pembentukan biogas melalui 3 tahap, yaitu tahap hidrolilis, pengasaman
dan metanogenik. tahap hidrolilis adalah tahap dimana selulosa yang terkandung
dalam bahan baku biogas dirombak menjadi glukosa. Kemudian glukosa
dirombak lagi pada tahap pengasaman untuk menghasilkan asam-asam yang akan
digunakan pada tahap metanogenik. Tahap metanogenik inilah yang nantinya
akan menghasilkan biogas yang dapat digunakan untuk memproduksi energi.
Proses produksi biogas dapaat dilihat dalam Gambar 1.

5

Sumber: Wahyuni, 2009

Gambar 1. Proses pembentukan biogas


Pupuk kompos

Prinsip dasar dari pengomposan adalah mencampur bahan organik kering
yang kaya karbohidrat dengan bahan organik basah yang kaya dengan nitrogen
(N). pencampuran kotoran ternak dan karbon kering, seperti serbuk gergaji atau
jerami ternyata dapat menghasilkan kompos yang berguna untuk memperbaki
struktur tanah. Bahan baku kompos harus memiliki karakteristik yang khas agar
dapat dibuat kompos. Idealnya, bahan baku kompos dipilih dan dicampur dalam
proporsi tepat untuk menghasilkan kompos berkualitas baik. Bahan-bahan yang
dapat dijadikan kompos antara lain kotoran sapi, kotoran ayam, serbuk gergaji,
rumput sisa ransum ternak, maupun limbah organik (Djaja, 2008).
Sampah kota yang berbahan organik dapat digunakan sebagai kompos.
Pengomposan merupakan proses dekomposisi atau penguraian bahan organik
sampah secara biologis dengan memanfaatkan mikroorganisme di bawah kondisi
lingkungan tertentu. Hasil biodekomposisi menyerupai humus secara sanitizer
(Barlaz et al., 1989). Telah terbukti keberhasilan pembuatan kompos dengan
menggunakan stimulator EM4 namun waktu yang dibutuhkan relative lama yaitu
8-10 minggu. Hal inilah yang menjadi kendala pengomposan dalam skala besar.
Menurut Danzell et al. (1987) dalam penguraian bahan organik pada saat

pembuatan kompos merupakan situasi yang terus berubah, sehingga kecepatan

6

proses pengomposan tergantung kepada beberapa faktor seperti suhu, pH,
ketersediaan unsur hara, aerasi, agitasi, dan kandungan air partikel.
Selain dengan pengomposan, pupuk kompos juga bisa didapatkan kotoran
hewan. Namun, menurut Sahidu (1983) sludge yang berasal dari sisa produksi
biogas lebih baik dibandingkan dari kotoran ternak segar. Dari sludge juga bisa
didapatkan pupuk berupa cair maupun padat.

Penerapan Konsep Zero Waste dalam Pengelolaan Sampah Terpadu

Zero waste merupakan konsep pengolahan sampah yang mengintegrasikan
prinsip 3R yaitu Reduce, Reuse dan Recycle dengan pengolahan sedekat mungkin
dengan sumbernya (Bebassari, 2000). Reduce adalah mengurangi produksi
sampah pada sumbernya. Reuse merupakan upaya pemanfaatan kembali sampah
yang sudah tidak terpakai lagi. Recycle adalah pendaur-ulangan sampah menjadi
barang lain yang mempunyai nilai ekonomis.
Konsep zero waste memiliki tiga manfaat yaitu, mengurangi

ketergantungan TPA yang semakin sulit didapat, meningkatkan efisiensi
pengolahan sampah perkotaan, dan terciptanya peluang usaha bagi masyarakat.
Penerapan konsep pengelolaan secara zero waste akan berhasil dengan baik bila
dilakukan dengan melibatkan seluruh elemen terkait seperti pemerintah,
pengusaha, LSM, dan masyarakat. Penerapan yang ditawarkan oleh penulis dapat
digambarkan seperti pada Gambar 2.

Pemisahan Sampah di Tingkat Rumah Tangga

Pemisahan sampah dari tingkat rumah tangga adalah hal paling penting
dalam sistem pengelolaan sampah rumah tangga terpadu. Banyak referensi
pemisahan sampah. Ada yang membagi menjadi sampah basah dan kering, ada
pula yang memisahkan menjadi sampah organik dan non-organik. Dalam tahap ini
penulis membagi sampah menjadi 3 jenis. Jenis sampah pertama adalah sampah
organik seperti, sisa sayuran, nasi, sisa buah-buahan, dan sampah organik lainnya.
Jenis sampah kedua adalah sampah yang disukai oleh pemulung, seperti botol,
plastik, gelas air mineral, dan kardus. Kemudian jenis sampah yang ketiga adalah
sampah yang tidak dapat diurai namun juga tidak disukai oleh pemulung. Dari
pemisahan sistem ini sudah terjadi pengurangan volume sampah yang akan
diangkut ke tahap berikutnya, yaitu sampah yang telah diambil oleh pemulung.
Disini pun pemulung diuntungkan dengan tidak lagi repot mengais-ngais tempat
sampah yang bau karena sampah yang ia ambil sudah dipisahkan.

7

TPS
Organik

TPS
Non-Organik

TPA
Zona Organik

TPA
Zona Non-Organik

Biogas

Zona
Incenerator
Panas

TPA
Zona Pengomposan

Pembangkit
Listrik
Abu campuran
semen

Pupuk Organik
(Cair dan Padat)

Energi

Gambar 2. Skema pengelolaan sampah dengan konsep zero waste

8

Partisipasi masyarakat pada hakekatnya adalah keterlibatan masyarakat
dalam menentukan arah dan strategi kebijakan kegiatan, memikul beban dan
pelaksanaan kegiatan, dan ikut memanfaatkan hasilnya secara adil. Canter (1996)
menekankan bahwa komunikasi merupakan inti dari pertisipasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat harus mencakup proses komunikasi dua arah yang meliputi
pemberian pengetahuan secara penuh oleh pemerintah terhadap masyarakat dan
mekanisme kebijakan serta penerimaan masukan dari masyarakat. Menurut Hanna
dan Munasinghe (1995) masyarakat akan turut berpartisipasi bila ada faktor yang
mendorongnya seperti kebutuhan harapan, motif dan ganjaran (reward),
ketersediaan sarana dan prasarana, dorongan moral (budaya lokal) dan adanya
kelembagaan. Masyarakat juga harus diatur dengan aturan dan sanksi yang jelas.
Sebagai contoh, jika suatu rumah terbukti mengelola sampah tidak sesuai dengan
aturan maka akan diberikan sangsi denda maupun sangsi sosial berupa
pembersihan lingkungan sekitar ataupun sangsi-sangsi yang bersifat mendidik ke
arah pembiasaan lingkungan bersih.

Proses Pengangkutan Sampah

Proses pengumpulan sampah meliputi kegiatan pengumpulan dan
pemindahan menuju TPA. Pengumpulan adalah proses pengangkutan sampah dari
rumah tangga ke TPS. Cara lama yang digunakan dalam proses ini adalah
mengangkut sampah dari rumah tangga tanpa memisahkan sampah menurut
jenisnya. Cara ini harus diubah dari awal implementasi sistem ini. Karena jika
cara ini diubah maka pemisahan di tingkat rumah tangga akan menjadi sia-sia.
Untuk merubah cara ini sangat sederhana. Hanya diperlukan modifikasi kecil pada
gerobak-gerobak sampah yang biasa digunakan untuk mengumpulkan sampah.
Modifikasi dapat berupa penambahan sekat dalam gerobak sampah. Jadi sampah
yang sudah dipisahkan dari rumah tangga tidak dicampur kembali di gerobak
sampah.

Gambar 3. Peluncuran gerobak modifikasi di daerah Menteng, Jakarta

9

Modifikasi gerobak atau unit pengangkut ini harus melibatkan pemerintah.
Pemerintah seharusnya menunjukan kepeduliannya terhadap permasalahan
sampah dengan cara memberikan dana modifikasi. Selain itu tindakan pemerintah
dengan memberikan dana modifikasi, secara tidak langsung pemerintah
memberikan motivasi kepada masyarakat dan dengan demikian masyarakat akan
jauh lebih aktif dalam keikutsertaan dalam membangun sistem ini.

TPS dan Pengangkutannya menuju TPA

Tempat pembuangan sampah sementara atau TPS merupakan tempat yang
akan dijadikan tempat singgah sementara bagi sampah yang telah dipisahkan dari
tingkat rumah tangga dan pengangkutan. Oleh sebab itu TPS harus didesain
sedemikian rupa sehingga dalam TPS ini antara sampah organik dan sampah nonorganik tidak tercampur kembali. Tidak ada perlakuan khusus terhadap sampah
yang ada pada TPS ini. Akan tetapi, dengan sistem TPS seperti ini memungkinkan
orang atau pemulung mungkin menemukan sesuatu yang dapat ia gunakan namun
dibuang oleh orang lain. Dalam proses ini akan terjadi prinsip reuse.Artinya akan
terjadi pengurangan volume sampah walaupun dalam jumlah yang kecil.
Setelah ditampung sementara di TPS, sampah-sampah ini kemudian akan
di angkut ke TPA biasanya dengan menggunakan truk-truk besar. Dalam proses
ini penulis menawarkan dua opsi. Opsi pertama yaitu sampah diangkut
menggunakan truk sampah yang dimodifikasi dan opsi kedua sampah diangkut
dengan truk yang tidak dimodifikasi. Opsi pertama digunakan jika satu truk
sampah digunakan untuk mengangkut dua jenis sampah sekaligus dari suatu TPS,
sedangkan opsi kedua dilakukan jika satu truk dikhususkan untuk mengangkut
satu jenis sampah, baik sampah organik saja maupun non-organik saja.
Kedua opsi di atas memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing.
Kelebihan opsi pertama jika dibandingkan dengan opsi kedua adalah opsi pertama
lebih fleksibel terhadap perbandingan sampah organik dan non-organik dalam
suatu TPS, sedangkan kelemahannya adalah harus adanya investasi tambahan
untuk menambah sekat modifikasi pada truk. Kerugian selanjutnya adalah desain
truk seperti ini agak kurang sesuai dengan sistem TPA yang akan dijelaskan pada
bagian selanjutnya. Untuk opsi kedua, memiliki kelebihan lebih praktis dan murah
karena tidak memerlukan biaya dan pengerjaan tambahan dan sesuai dengan
sistem TPA yang akan diterapkan dalam sistem ini, sedangkan kelemahannya
adalah jika suatu TPS memiliki perbandingan yang sangat timpang antara sampah
organik dan non-organik, misal sampah non-organik lebih kecil dari daya
tampung truk, maka truk harus mengunjungi TPS lain untuk memenuhi kapasitas
truk agar effisiensi pengangkutan meningkat.

10

TPA Termodifikasi

Tempat pembuangan akhir atau TPA ini adalah stasiun trakhir dari
perjalanan sampah. Di beberapa sistem yang telah dicetuskan sebelumnya,
sampah organik hanya dikomposkan ataupun hanya digunakan untuk
memproduksi metan. Kedua sistem ini memiliki kelemahan. Saat sampah hanya
dikomposkan, maka sebenarnya muncul masalah baru. Dalam proses
pengomposan, terjadi produksi sampingan yaitu gas metan dalam jumlah kecil.
Gas metan yang dihasilkan akan keluar secara bebas ke lingkungan dan gas metan
ini memiliki daya rusak terhadap ozon 21 kali lebih kuat dari gas CO2. Lain lagi
masalah yang dihadapi sistem yang hanya memproduksi gas metan. Masalah yang
dihadapi adalah residu-residu sampah organik yang belum terurai secara
keseluruhan.

Gambar 4. Skema tata letak zona pada TPA termodifikasi
Penulis mencoba untuk menggabungkan dua ide di atas dengan merubah
atau memodifikasi penggunaan lahan TPA. TPA dalam sistem ini dijadikan
tempat pengolahan sampah secara skala besar. TPA ini akan digunakan untuk
tempat produksi gas metan, produksi pupuk organik, dan produksi abu sebagai
campuran bahan baku semen. TPA ini nantinya akan dibagi menjadi empat zona,
yaitu zona organik, zona non-organik, zona incinerator, dan zona pengomposan.
1. Zona Organik
Zona organik adalah zona atau lahan yang nanti akan digunakan sebagai
penampungan sampah organik. Pada zona ini akan dibangun instalasi pembangkit
listrik tenaga gas metan. Dalam zona ini akan dibagi lagi menjadi sub-zona.
Pembagian ini didesain mengingat adanya lama pemasakan sampah organik untuk

11

menghasilkan gas metan. Jadi zona ini akan menerapkan sistem FIFO (fisrt in first
out). Sebagai contoh sampah organik yang datang tanggal 1 akan ditempatkan
pada sub-zona organik1 sedangkan sampah yang datang tanggal 2 akan
ditempatkan pada sub-zona organik2 dan selanjutnya. Jumlah dan ukuran subzona didesain dengan memperhatikan lama pemasakan gas metan dan konsumsi
metan yang digunakan oleh pembangkit listrik tersebut.
Jika lama pemasakan gas metan adalah 21 hari maka jumlah sub-zona
minimal 21 area. Untuk desain volume sub-zona didasarkan dari jumlah metan
yang dibutuhkan oleh pembangkit listrik. Jika pembangkit listrik membutuhkan
1.000 liter metan, dan setiap 1 liter metan berasal dari 800 liter sampah organik,
maka sub-zona di desain dengan kapasitas 800.000 liter dan dengan
memperhitungkan faktor keamanan pasokan (biasanya 10%). Pembuatan desain
ini agar rotasi produksi dan konsumsi terjaga dengan seimbang.
Zona organik akan mengurangi kelangkaan energi yang dihadapi dunia
sekarang. Sekaligus menyempurnakan sistem yang hanya mengomposkan sampah
organik karena metan yang dihasilkan dibakar untuk pembangkit listrik.
2. Zona Pengomposan.
Zona pengomposan adalah zona atau area yang digunakan untuk
mengomposkan residu yang dihasilkan dari proses pemasakan metan. Residu yang
ada dari zona organik akan dibongkar ditambah kotoran ternak dan dipindahkan
ke zona pengomposan. Pada zona ini akan dibangun area yang dapat
memproduksi pupuk dari tahap pengomposan sampai tahap pengemasan. Pada
zona ini akan diterapkan teknologi pengomposan yang telah ada saat ini. Zona ini
akan mengurangi masalah lingkungan yang timbul akibat penggunaan pupuk
kimia, serta isu kesehatan yang dikandung dalam produk pertanian.
3. Zona Non-organik
Setelah berbicara tentang sampah organik pada dua zona sebelumnya,
maka dalam dua zona berikutnya akan membicarakan tentang sampah nonorganik. Zona non-organik adalah zona dalam TPA yang dikhususkan untuk
menampung sampah non-organik. Sampah non-organik yang sampai ke TPA ini
adalah sampah yang tidak disukai pemulung atau sampah yang disukai pemulung
tetapi tidak terambil oleh pemulung. Zona ini dapat menggunakan sistem open
dumping, karena dari segi bahan dan jenisnya sampah ini tidak berbau dan tidak
menghasilkan air lindi. Zona non-organik ini dapat menjadi satu kesatuan dengan
zona Incenerator ataupun terpisah. Karena zona ini hanya mempersilahkan para
pemulung menemukan barang atau sampah yang masih dapat mereka manfaatkan.
Barang atau sampah yang memang tidak dapat dimanfaatkan lagi dapat
didistribusikan ke zona Incenerator.
4. Zona Incenerator
Zona ini adalah zona yang akan mengolah sampah non-organik. Sampah
yang masuk zona ini adalah sampah yang telah telebih dahulu masuk ke zona nonorganik. Pada zona ini sampah yang tidak dapat dimanfaatkan lagi dimasukan
kedalam Incenerator. Didalam alat ini sampah akan dibakar sampai menjadi abu.
Abu ini akan digunakan sebagai bahan aditif dalam semen yang belakangan ini
marak digunakan. Panas dari proses pembakaran ini juga dapat digunakan untuk
membantu pembangkit listrik tenaga metan yang ada di zona organik.

12

Pada zona ini dapat menghilangkan masalah sampah non-organik yang
tidak dapat terurai. Selain itu juga didapatkan energi panas untuk pembangkit
listrik serta dihasilkannya abu yang dapat digunakan sebagai bahan aditif dalam
pembuatan semen.
Dengan metode konvensional yang diaplikasikan pada TPA, maka akan
semakin banyak lahan yang akan diubah menjadi TPA-TPA baru. Saat ini
masyarakat enggan jika lingkungannya akan dijadikan tempat pembuangan akhir
karena khawatir lingkungan mereka akan berubah menjadi seperti lingkungan
Bantar Gebang. Jika konsep TPA termodifikasi ini dapat diaplikasikan, maka
pemerintah tidak perlu lagi membangun TPA baru.
Sistem pengelolaan sampah rumah tangga terpadu ini hanya dapat berjalan
jika semua pihak yang terkait dapat menjalankan fungsinya masing-masing dan
sosialisasi yang efektif menjadi kunci kesuksesan berjalannya sistem ini.

KESIMPULAN

Dengan penerapan pengelolaan sampah dengan sistem zero waste yang telah
disampaikan, diharapkan lahir suatu sistem yang dapat diterapkan secara real dan
menguntungkan. Konsep zero waste yang digabungkan dengan pengelolaan
sampah terpadu dapat dijadikan solusi sempurna untuk mengatasi masalah ini.
Dari pemaparan ilmiah diatas dengan adanya sistem terpadu untuk pengelolaan
sampah dapat memecahkan masalah krisis energi dan keterbatasan bahan baku
pupuk organik untuk menggantikan pupuk kimia yang berbahaya bagi lingkungan.
Selain itu juga dapat memecahkan masalah sosial ekonomi di masyarakat.
Tinggal bagaimana sistem ini nantinya diaplikasikan. Peran masyarakat,
pemerintah, swasta dan LSM sangat diperlukan untuk menjalankan sistem ini.
Masyarakat yang peduli lingkungan, pemerintah yang mengeluarkan kebijakan
yang mendukung berjalannya sistem ini, swasta yang dapat membantu dalam
sosialisasi dan LSM yang senantiasa menjadi penghubung antar masyarakat
dengan pemerintah. Jangan menunggu sampai bumi ini rusak. Alam mempunyai
keterbatasan dan manusia harus bijak dalam mengelola bumi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ananta, S. 2000. Manajemen Sampah yang Berkelanjutan (Sustainable) di Bandar
Lampung, Indonesia. Centre for Developing Cities dalam
Barlaz, M.A., D.M.Schaefer, and R.K. Ham. 1989. Bacterial Population
development and chemical characteristic of refuse decompotition in a
simulated sanitary landfill. Appl. Env. Microbiol. 55 (1): 55-65.
Bebassari , S 2000. Sistem Pengolahan Sampah Perkotaan di Indonesia. Promaris.
Canter, L.W. 1996. Enviromental Impact Assesment. Second Edition. Mc
Graw-Hill. Singapore.

13

Direktorat PLP-PU Jakarta. 1989. Petunjuk Umum Perencanaan Teknis
Persampahan . Jakarta: Direktorat PLP-PU.
Djaja, Willyan. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos dari kotoran Ternak dan
Sampah. PT. AgroMedia Pustaka: Jakarta.
Flintoff,F. 1984. Management of Solid Waste in Development Countries World
Health Organization. New Delhi.
Hanna, S. and Munashinge (Ed). 1995. Property Right and The Environment:
Social and Ecologyal Issue. Beijer Internasional Institut of Ecologycal
Economic and The world Bank, Washington.
Lagervist A, and Chen H. 1993. Control of Two Step Anaerobic Degradation of
Municipal Solid Waste (MSW) by Enzyme Addition. Wat Sci. Tech. 27 (2) :
47-56.
Peavy, H.S. 1985. Environtment Engineering. Mc. Graw-Hill Book Company.
Singapore.
Nozhevkinova, A.N., V.K, Nekrasova, and V.S. Lebedev. 1993. Microbiological
Processes in Landfill. Wat. Sci. Tech. 27 (2) : 243-251.
Sahidu, S. 1983. Kotoran Ternak Sebagai Sumber Energi. Dewaruci Press,
Jakarta.
Wahyuni, Sri. 2009. Biogas. Penebar Swadaya, Depok.

14

Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup Anggota Tim
Ketua
Nama/NIM
Tempat/Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
Jabatan dalam PKM
Agama
Hobi
Institusi
Fakultas / Program Studi
Semester
Alamat Asal
Alamat Sekarang
Riwayat pendidikan :

: Rachmat Aditya/F14061994
: Jakarta/ 12 April 1989
: Laki-Laki
: Ketua
: Islam
: Mengajar dan olahraga
: Institut Pertanian Bogor
: Teknologi Pertanian / Teknik Pertanian
: 10
: Jl. Kayumanis IV Lama Rt/Rw 008/01 No. 22,
Matraman, Jakarta-Timur
: Jl. Balio No.23, Dramaga, Bogor, Jawa Barat 16610.

SDN 24 Pagi Jakarta Lulusan Tahun 2000
SLTPN 7 Jakarta Lulusan Tahun 2003
SMAN 31 Jakarta Lulusan Tahun 2006
Institut Pertanian Bogor 2006 – Sekarang
Pengalaman Organisasi
1.
2.
3.
4.
5.
Prestasi
1.
2.
3.
4.

:

Anggota Kerohanian Islam SMAN 31 Jakarta (2004-2006)
Staf Divisi Polkastrad BEM FATETA IPB (2007-2008)
Wakil Ketua Umum HIMATETA IPB (2008-2009)
Tim Assisten MK. Statika dan Dinamika FATETA IPB (2008)
Tim Assisten MK. Gambar Teknik FATETA IPB (2010)
:
Peringkat 1 Kompetisi MIPA tingkat Kecamatan (2001)
Peserta Kompetisi MIPA tingkat Nasional (2006)
Peraih Dana Hibah MK. Lingkungan dan Bangunan Pertanian, TEP, IPB
(2008)
Calon Mahasiswa Berprestasi TEP-IPB tahun 2009

15

Anggota
Nama/NIM
Tempat/Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
Jabatan dalam PKM
Agama
Hobi
Institusi
Fakultas / Program Studi
Semester
Alamat Asal
Alamat Sekarang
Riwayat pendidikan :

: Cartam/F14080010
: Indramayu/7 September 1990
: Laki-Laki
: Anggota
: Islam
: Membaca dan berorganisasi
: Institut Pertanian Bogor
: Teknologi Pertanian / Teknik Mesin dan Biosistem
:6
: Jl. Habib Keling Rt/Rw 015/04, Pringgacala,
Karangampel, Indramayu, Jawa Barat. 45283.
: Asrama Putra TPB IPB.

SDN 1 Tanjakan Lulusan Tahun 2002
MTsN 1 Karangampel Lulusan Tahun 2005
SMAN 1 Krangkeng Lulusan Tahun 2008
Institut Pertanian Bogor 2008-Sekarang
Pengalaman Organisasi

:

1. Divisi Olahraga dan Seni OSIS MTsN (2003-2004)
2. Anggota ROHIS (2003-2004)
3. Ketua KIR SMA (2006-2007)
4. Divisi IPTEK OSIS SMA (2006-200)
5. Anggota ROHIS (2005-2008)
6. LDK Al-Hurriyyah IPB (2008-sekarang)
7. OMDA Indramayu Staff PSDM (2010-sekarang)
8. Senior Resident ( SR ) Asrama Putra TPB IPB (2010-sekarang)
Prestasi

:

1. Olimpiade Biologi SMA Kabupaten (2006)
2. Cerdas Cermat SMA Kabupaten (2006)
3. Olimpiade Biologi SMA Kabupaten (2007)
4. Cepat Tepat Biologi SMA Kabupaten (2007)
5. Cerdas Cermat SMA Kabupaten (2007)
6. Siswa Berprestasi Kabupaten (2007)
7. Tanoto-Foundation Bisnis Plan Competition (2011)

16

Lampiran 2. Daftar Riwayat Hidup Dosen Pendamping
1. Data Umum
Nama Lengkap

: Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc

NIP

: 19660321 199003 1 012

Tempat/Tanggal Lahir

: Magetan/21 Maret 1966

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Golongan Pangkat

: IV A

Jabatan Fungsional

: Lektor Kepala

Fakultas

: Teknologi Pertanian

Program Studi

: Teknik Sipil dan Lingkungan

Perguruan Tinggi

: Institut Pertanian Bogor

Bidang Keahlian

: Teknik Lingkungan

2. Riwayat Pendidikan
1. Strata 1
Bidang
2. Strata 2
Bidang
3. Strata 3
Bidang

: Institut Pertanian Bogor
: Teknik Pertanian
: Gent University, Belgia
: Environmental Sanitation
: Bonn University, Germany
: Agricultural Engineering

3. Riwayat Pekerjaan
1. Mata Kuliah yang Diasuh:
a) Bangunan dan Lingkungan
b) Teknik Pengelolaan Kualitas Udara
c) Sistem Manajemen Lingkungan
d) Teknik Bio-Lingkungan
e) Pengantar Keteknikan Pertanian
f) Polusi dan Sanitasi Lingkungan
g) Pengantar Teknik Sipil dan Lingkungan

RINGKASAN

Jumlah penduduk Jakarta semakin tahun semakin meningkat. Seiring
dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka jumlah “produksi” sampah juga
akan semakin meningkat. Masalah sampah adalah masalah serius yang kini
dihadapi oleh kota DKI Jakarta. Banyak daerah yang menolak untuk dijadikan
tempat pembuangan sampah yang berasal dari kota Jakarta. Kesadaran masyarakat
untuk ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah sampah dinilai masih
sangat minim.
Banyak solusi yang ditawarkan oleh berbagai pihak. Dari pembakaran
sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampai dengan pengolahan sampah
ditingkat rumah tangga. Salah satu contoh solusi yang ditawarkan adalah
pengomposan. Akan tetapi solusi ini dinilai masih mempunyai kekurangan.
Pengomposan akan memproduksi gas metan CH4, sedangkan gas metan
mempunyai daya rusak 21 kali lebih besar dari CO2.
Konsep zero waste dikembangkan untuk ikut membantu menyelesaikan
masalah sampah. Dalam konsep ini masyarakat dihimbau untuk memisahkan
sampah menjadi 3 jenis, yaitu sampah organik, non-organik yang disukai
pemulung, dan sampah non-organik yang tidak disukai pemulung. Masalah
sampah anorganik yang disukai pemulung akan hilang oleh kehadiran pemulung,
sedangkan dua jenis sampah lainnya harus dipisah dari tingkat rumah tangga
sampai dengan tingkat TPA. Tentunya gagasan ini harus dibantu dengan
kesadaran masyarakat dan kepedulian dari pemerintah.
Modifikasi TPA dinilai juga sebagai faktor penting dalam implementasi
gagasan ini. TPA termodifikasi ini nantinya akan dibagi menjadi 4 zona, yaitu
zona organik, zona pengomposan, zona non-organik, dan zona incenerator. Zona
organik nantinya akan memanfaatkan sampah organik untuk menghasilkan biogas
untuk pembangkit energi listrik. Zona pengomposan akan memanfaatkan hasil
samping berupa sludge yang merupakan hasil sampingan dari zona organik untuk
menjadi bahan baku pembuatan pupuk organik. Zona non-organik akan
memberikan kesempatan kepada pemulung untuk mengambil sampah yang masih
dapat dimanfaatkan tanpa kesulitan, sedangkan zona incenerator akan membakar
sampah yang benar-benar tidak dapat dimanfaatkan dan panas pembakaran dapat
digunakan sebagai tambahan energi.

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA TERPADU DENGAN
KONSEP ZERO WASTE SEBAGAI SOLUSI PERMASALAHAN SAMPAH
KOTA JAKARTA

BIDANG KEGIATAN:
PKM-GT

Diusulkan oleh:
Rachmat Aditya

(F14061994/2006)

Cartam

(F14080010/2008)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

i

HALAMAN PENGESAHAN USUL PKM-GT
1. Judul Kegiatan

: Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Terpadu
dengan Konsep Zero Waste Sebagai Solusi
Permasalahan Sampah Kota Jakarta

2. Bidang Kegiatan

: ( ) PKM-AI

( √ ) PKM-GT

3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a.
b.
c.
d.
e.

Nama Lengkap
NIM
Departemen
Institut
Alamat Rumah/No HP

f. Alamat email
4. Anggota Pelaksana Kegiatan

: Rachmat Aditya
: F14061994
: Teknik Mesin dan Biosistem
: Institut Pertanian Bogor
: Jl. Balio no. 23, Dramaga, Bogor Barat, Jawa
Barat/085697090949
: rachmat_gaptek@yahoo.com
: 1 orang

5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar

: Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc

b. NIP

: 19660321 199003 1 012

c. Alamat Rumah/No HP

: Jl. Gardu dalam Rt/Rw 02/01 Marga Jaya,
Bogor, Jawa Barat/081311210100
Bogor, 28 Februari 2011

Menyetujui,
Ketua Departemen Teknik Mesin
dan Biosistem

Ketua Pelaksana Kegiatan

(Dr. Ir. Desrial, M. Eng)
NIP. 19661201 199103 1 004

(Rachmat Aditya)
NIM. F14061994

Wakil Rektor Bidang Akademik
dan Kemahasiswaan

Dosen Pendamping

(Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS)
NIP. 19581228 198503 1 003

(Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc)
NIP. 19660321 199003 1 012

ii

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang bisa diucapkan selain syukur kepada Allah SWT atas
terselesaikannya penyusunan karya tulis ini. Karya tulis ini berjudul Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga Terpadu dengan Konsep Zero Waste Sebagai Solusi
Permasalahan Sampah Kota Jakarta.
Karya tulis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan Program
Kreatifitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM-GT) tahun 2011. Selain itu juga,
karya tulis ini bisa dijadikan sebagai referensi untuk mengembangkan pengelolaan
sampah agar tidak timbul masalah akibat sampah.
Penulis sadar bahwa tanpa dukungan dan dorongan dari semua pihak yang
membantu, karya tulis ini tidak mungkin ada. Untuk itu penulis berterima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc sebagai bimbingan dan arahannya
kepada penulis selama penyusunan karya tulis ini.
2. Orang tua atas doa dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat terus berkarya
untuk Agama, Bangsa dan Keluarga.
3. Semua pihak yang terlibat dalam pembuatan karya tulis ini,
Penulis menyadari dalam pembuatan karya tulis ini masih terdapat
kekurangan, untuk itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Saran dan kritik
dari pembaca sangat penulis harapkan sebagai masukan yang sangat berharga untuk
perbaikan dimasa mendatang. Harapan penulis, semoga karya tulis ini dapat berguna
dan memberi manfaat bagi kita semua.

Bogor, Februari 2011

Penulis

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................................ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................................iii
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................... v
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
Latar Belakang ...................................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................................... 2
Manfaat .................................................................................................................. 2
GAGASAN .................................................................................................................................. 2
Sampah ................................................................................................................... 2
Pengelolaan Sampah ............................................................................................. 3
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ..................................................................... 4
Biogas Berbahan Dasar Sampah Organik .......................................................... 4
Pupuk kompos ....................................................................................................... 5
Penerapan Konsep Zero Waste dalam Pengelolaan Sampah Terpadu ........... 6
Pemisahan Sampah di Tingkat Rumah Tangga................................................. 6
Proses Pengangkutan Sampah ............................................................................. 8
TPS dan Pengangkutannya menuju TPA ........................................................... 9
TPA Termodifikasi ............................................................................................. 10
KESIMPULAN.................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 12
LAMPIRAN ......................................................................................................... 14

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses pembentukan biogas .................................................................. 5
Gambar 2. Skema pengelolaan sampah dengan konsep zero waste........................ 7
Gambar 3. Peluncuran gerobak modifikasi di daerah Menteng, Jakarta................. 8
Gambar 2. Skema tata letak zona pada TPA termodifikasi .................................. 10

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup Anggota Tim ................................................ 14
Lampiran 2. Daftar Riwayat Hidup Dosen Pendamping ......................................... 16

v