The Study of Streptomyces spp. Effectiveness in Inhibiting Xanthomonas campestris pv. acaciae on Acacia Plant

i

TELAAH EFEKTIVITAS Streptomyces spp. DALAM
MENGHAMBAT Xanthomonas campestris pv. acaciae PADA
TANAMAN AKASIA

GARMITA FEBRIANI WIDANINGSIH

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

i

ABSTRAK
GARMITA FEBRIANI WIDANINGSIH. Telaah Efektivitas Streptomyces spp. dalam
Menghambat Xanthomonas campestris pv. acaciae pada Tanaman Akasia. Dibimbing oleh
YULIN LESTARI dan ANJA MERYANDINI.
Streptomyces spp. merupakan salah satu bakteri antagonis yang dapat dimanfaatkan sebagai

pengendali hayati mikrob patogen tanaman karena menghasilkan senyawa antimikrob. Penelitian
ini bertujuan menapis kemampuan Streptomyces spp. isolat indigenus dalam menghambat
Xanthomonas campestris pv. acaciae secara in vitro dan in planta. Delapan isolat yang digunakan
yaitu PS4-16, LSW05, LBR05, LBR02, SSW02, SR01, SR02, dan SR03. Hasil uji in vitro
menggunakan koloni langsung menunjukkan bahwa empat dari delapan isolat tersebut
mempunyai daya hambat cukup baik. Isolat SR02 memiliki daya hambat terbesar yaitu 20 mm
disusul oleh isolat LSW05, PS4-16, dan LBR02 yang memiliki zona hambat masing-masing
sebesar 8 mm, 5 mm, dan 3,5 mm. Keempat isolat dilakukan uji lanjut menggunakan filtrat kultur.
Hasilnya diperoleh dua isolat dengan zona penghambatan cukup baik yaitu isolat PS4-16 dan
SR02 dengan diameter zona bening sebesar 12,5 cm dan 6,5 cm pada hari kelimabelas. Uji in
planta kedua isolat tersebut pada tanaman akasia (Acacia crassicarpa) yang diinokulasi
Xanthomonas campestris pv. acaciae menunjukkan bahwa SR02 dan PS4-16 mampu menekan
intensitas penyakit masing-maing sebesar 9,14 % dan 11,71 % dibanding kontrol yaitu sebesar
24,03 % dan bakterisida komersial sebesar 14 % pada 7 minggu setelah tanam. Perlakuan
Streptomyces spp. juga terbukti mampu meningkatkan tinggi, diameter batang, dan bobot kering
tanaman dibandingkan dengan kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa isolat Streptomyces spp.
SR02 dan PS4-16 berpotensi untuk dikembangkan sebagai agens pengendali hayati terhadap
bakteri hawar daun pada akasia.

ABSTRACT

GARMITA FEBRIANI WIDANINGSIH. The Study of Streptomyces spp. Effectiveness in
Inhibiting Xanthomonas campestris pv. acaciae on Acacia Plant. Under direction of YULIN
LESTARI and ANJA MERYANDINI.
Streptomyces spp. is one of the bacterial antagonists that can be used as biological control of
plant microbial pathogens, since they produce antimicrobial compounds. This study was aimed to
screen the capability of indigenous isolates of Streptomyces spp. in inhibiting Xanthomonas.
campestris pv. acaciae in vitro and in planta assays. Eight isolates used were PS4-16, LSW05,
LBR05, LBR02, SSW02, SR01, SR02, and SR03. Four out of the eight tested isolates had various
inhibitory capability. The colony of SR02 showed the greatest inhibitory activity which was 20
mm diameter of clear zone followed by LSW05, PS4-16, and LBR02 which have inhibitory zone
of 8 mm, 5 mm, and 3.5 mm respectively. Based on their crude extract assay PS416 and SR02
produced inhibitory activity 12,5 cm and 6,5 cm. Furthermore those two isolates were applied on
Acacia crassicarpa which was inoculated with pathogenic bacteria Xantomonas campestris pv.
Acacia. The result showed SR02 and PS4-16 capable of suppressing disease intensity by 9.14%
and 11.71% respectively compared to the control treatment 24.03% and bactericidal agent by
14% at 7 weeks old plant after planting. Application of Streptomyces spp. were also able to
increase more plant height, shoot diameter and plant dry weight compared with controls. This
indicates that Streptomyces spp. PS4-16 and SR02 have potency to be developed as biological
control agents against bacterial blight on acacia leaves.
.


i

TELAAH EFEKTIVITAS Streptomyces spp. DALAM
MENGHAMBAT Xanthomonas campestris pv. acaciae PADA
TANAMAN AKASIA

GARMITA FEBRIANI WIDANINGSIH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011


i

Judul : Telaah Efektivitas Streptomyces spp. dalam Menghambat Xanthomonas
campestris pv. acaciae pada Tanaman Akasia.
Nama : Garmita Febriani Widaningsih
NRP : G34061546

Disetujui

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Ir. Yulin Lestari
NIP 19620710 198803 2 002

Dr. Anja Meryandini MS.
NIP 19620327 198703 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Biologi

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si.
NIP 19641002 198903 1 002

Tanggal Lulus:

ii

PRAKATA
Alhamdulillahirabbill’alamin segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang berjudul
“Telaah Efektivitas Streptomyces spp. dalam Menghambat Xanthomonas campestris pv. acaciae
pada Tanaman Akasia” ini dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 hingga April 2011 di
Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam dan rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini bertujuan menapis kemampuan Streptomyces spp. isolat indigenus dalam
menghambat Xanthomonas campestris pv. acaciae secara in vitro dan in planta.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Yulin Lestari dan Dr. Anja Meryandini
MS. atas bimbingan dan motivasi kepada penulis selama pelaksanaan penelitian ini. Penulis juga

menyampaikan terimakasih kepada Ibu Heni dan Bapak Jaka selaku teknisi Laboratorium
Mikrobiologi IPB, Pak Budi dari Balai Teknologi Perbenihan Bogor, Bu Ratih dan Pak Puji yang
selalu memberi masukan dan nasihat pada penulis serta Pak Atang selaku penanggung jawab
rumah kaca Silvikultur yang telah banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh keluarga, papa, mama, kakak, dan
adikku tercinta atas segala doa dan semangat yang diberikan. Terima kasih pula atas dukungan
yang diberikan oleh sahabat-sahabatku (Sitkom, Sari, Tera, Upik, Evi, Anggi, Ismeri, Dedy,
Izzan, Kamal, Deny, Ipul dan Vandra), teman-teman di laboratorium Mikrobiologi, dan temanteman di Biologi 43, teman-teman Liqo, serta teman-teman seperjuangan di BEM KM IPB
GENERASI INSPIRASI yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Amin.

Bogor, Juni 2011

Garmita Febriani Widaningsih

iv

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 3 Februari 1988 dari Bapak Edi Garmadi dan Ibu
Herawati Ningsih. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2006 penulis lulus

dari SMA Islam As-Syafi’iyah Sukabumi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih mayor Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, serta minor Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Perkembangan
Hewan periode 2008/2009, praktikum Fisiologi Tumbuhan periode 2009/2010, praktikum
Anatomi dan Morfologi Tumbuhan periode 2009/2010, praktikum Fisiologi Prokariot periode
2009/2010 dan Biologi Dasar TPB mulai dari periode 2008/2009 hingga periode 2010/2011.
Penulis juga pernah memenangi berbagai lomba diantaranya ialah Juara I lomba musabaqah hifdzil
qur’an cabang MTQ tingkat IPB (2007), Penerima hibah DIKTI tingkat nasional untuk Program
Kreativitas Mahasiswa (PKM-Artikel Ilmiah tahun 2008, PKM-Penelitian tahun 2008 dan 2009
dan PKM-Pengabdian Masyarakat tahun 2009), serta menjadi finalis dari lomba karya tulis tingkat
MIPA bidang pengabdian masyarakat (PIPA) di IPB tahun 2010.
Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa sejak periode
2007/2008 hingga 2009/2010, dengan jabatan tertinggi sebagai Sekretaris Menteri Budaya,
Olahraga, dan Seni BEM KM IPB periode 2009/2010. Penulis juga pernah menjabat sebagai
Ketua Gedung (Lurah) Asrama A2 TPB-IPB periode 2006/2007. Di samping itu, penulis juga
pernah aktif dalam kegiatan organisasi LDK-DKM Al-Hurriyah IPB (tahun ajaran 2007/2008 dan
2008/2009), dan Rohis Biologi 43 (tahun ajaran 2007/2008 hingga 2009/2010). Penulis
berkesempatan menjalani Praktik Lapangan dengan judul “Potensi Mikrob Tanah dari berbagai
daerah di Indonesia sebagai Agen Biofertilizer” di Laboratorium Mikrobiologi Biologi, Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong pada tahun 2009.
Beasiswa yang pernah penulis peroleh selama masa perkuliahan antara lain beasiswa
Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) periode 2008/2009 dan beasiswa Yayasan Karya Salemba
Empat (KSE) periode 2009/2010 hingga sekarang (lulus).

v

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... vii
PENDAHULUAN ...................... ....................................................................................... 1
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................................
Peremajaan Isolat .....................................................................................................
Penapisan Isolat Streptomyces spp. Penghambat Pertumbuhan
Xanthomonas campestris pv. acaciae secara in vitro ..............................................
Uji Kemampuan Penghambatan Streptomyces spp. terhadap Xanthomonas

campestris pv. acaciae secara in planta ...................................................................

1
2
2
2

HASIL
Peremajaan Isolat ..................................................................................................... 3
Penapisan Isolat Streptomyces spp. Penghambat Pertumbuhan
Xanthomonas campestris pv. acaciae secara in vitro .............................................. 4
Uji kemampuan Penghambatan Streptomyces spp. terhadap Xanthomonas
campestris pv. acaciae secara in planta ................................................................... 6
PEMBAHASAN............................................................................................................ ...... 8
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan................................................................................................................... 10
Saran......................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 10
LAMPIRAN ........................................................................................................................ 14


vi

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Kemampuan penghambatan Streptomyces spp. terhadap Xanthomonas
campestris pv. acaciae menggunakan koloni langsung....................................................... 5

2

Kemampuan penghambatan Streptomyces spp. terhadap Xanthomonas
campestris pv. acaciae menggunakan filtrat kultur…..…………………..…..................... 5

3

Pengaruh perlakuan Streptomyces terhadap diameter batang
tanaman Akasia umur 7 MST….......................................................................................... 6

4


Pengaruh perlakuan Streptomyces terhadap bobot kering tanaman Akasia
umur 7 MST.......................................................................................................................... 6

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

2

3

Morfologi koloni isolat Streptomyces spp. (LSW 05, SSW02, LBR02, LBR05,
SR02, dan SR03) yang ditumbuhkan pada media agar-agar ISP2 dan (PS4-16
dan SR01) pada media Oatmeal agar umur 15 hari .........................................................…

4

Kemampuan penghambatan Streptomyces spp. terhadap X. campestris pv. acaciae
pada media NA inkubasi 24-48 jam……………………...……………..............................

4

Kemampuan penghambatan Streptomyces spp. terhadap X. campestris pv. acaciae
umur 15 hari pada media NA inkubasi 24-48 jam……………………................................

4

4

Biomassa sel Streptomyces hari ke 5, 10,15, dan 20………………………………………. 5

5

Pengaruh perlakuan kombinasi Streptomyces, X. campestris, dan bakterisida
terhadap intensitas penyakit pada tanaman akasia umur 3-7 MST…................................... 7

6

Pengaruh perlakuan kombinasi Streptomyces, X. campestris, dan bakterisida
terhadap tinggi tanaman akasia umur 2-7 MST............. ...................................................... 7

vii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Komposisi media agar-agar YDC (Yeast Dextrose CaCO3).............................................… 14

2

Komposisi media agar-agar International Streptomyces Project No.2 (ISP2).................... 14

3

Komposisi media agar-agar Oatmeal (OM)....................................................................... 14

4

Komposisi media International Streptomyces Project (ISP) 4.......................................... 14

5

Biomassa sel Streptomyces spp. isolat terpilih.................................................................... 14

6

Pengaruh perlakuan Streptomyces terhadap intensitas penyakit.......................................... 15

7

Pengaruh perlakuan Streptomyces terhadap tinggi tanaman................................................ 15

8

Penilaian kekuatan daya penghambatan terhadap bakteri patogen
merujuk pada Suriawiria (1973)......................................................................................... 16

1

PENDAHULUAN
Tanaman akasia termasuk kedalam suku
leguminosae, memiliki lebih dari 1300 spesies
dan terdistribusi di daerah tropik dan sub
tropik. Kayu akasia banyak digunakan untuk
perabot rumah tangga seperti pintu, bingkai
jendela serta menjadi bahan baku utama
dalam industri kertas. Beberapa jenis akasia
yang paling banyak di tanam di wilayah asia
adalah Acacia auriculiformis Cunn. Ex
Benth., A.mangium Willd., A. crassicarpa
Cunn. Ex Benth., dan A. aulacocarpa Cunn.
Ex Benth (Prosea 1995).
Hambatan rendahnya produksi kayu akasia
di daerah tropis dapat
disebabkan oleh
penyakit karat daun, embun tepung, rebah
semai, dan busuk akar (Old et al. 2000). Pada
saat di persemaian, tanaman akasia terutama
A. crassicarpa juga dapat terserang penyakit
hawar daun bakteri yang disebabkan
Xanthomonas campestris pv. acaciae.
Penyakit ini merupakan penyakit baru pada
pembibitan tanaman A. crassicarpa khususnya
ditemukan di pembibitan tanaman akasia di
daerah Riau (Ernawati 2008).
A. crassicarpa merupakan tanaman tropis
yang tumbuh cepat dengan kemampuan
adaptasi yang tinggi dan merupakan tanaman
pemfiksasi nitrogen. Di alam, akasia ini dapat
hidup pada tanah yang memiliki drainase yang
buruk sampai tanah kering (Gunn & Midgley
1991). A. crassicarpa memiliki tinggi antara
25-30 meter dengan biji berwarna hitam
memanjang. Daun akasia memiliki dua jenis
bentuk, ketika dalam masa juvenil daunnya
akan membentuk daun majemuk bipinnate,
sedangkan pada masa dewasa akan muncul
filodia (Bhattacharrya & Johri 1998).
Pengendalian penyakit tanaman saat ini
lebih ditekankan pada pengendalian agen
hayati yakni penggunaan organisme antagonis
untuk menekan
jumlah, aktivitas, dan
penyebaran patogen. Namun penelitian
mengenai upaya pengendalian A. crassicarpa
masih sangat sedikit dilaporkan. Salah satu
anggota aktinomiset yang telah diteliti dan
digunakan sebagai pengendali
penyakit
tanaman adalah Streptomyces (Prapagdee et.al
2008), yang dimanfaatkan berdasarkan
kemampuannya dalam menghasilkan senyawa
antimikrob.
Aktinomiset dikenal sebagai sumber utama
beragam senyawa bioaktif diantaranya adalah
senyawa antimikrob yang dapat digunakan
sebagai agen biokontrol patogen tanaman

(Holtsmark et.al 2006; Alina & Susilowati
2008). Anggota terbesar Aktinomiset ialah
genus Streptomyces. Streptomyces merupakan
bakteri berfilamen dengan diameter 0.5-1.0
µm, aerob, gram positif, dan bereproduksi
dengan spora yang dihasilkan miselium aerial
(Holt et al 1994). Streptomyces memiliki
siklus hidup yang kompleks dan mampu
menghasilkan dan mensekresi metabolit
sekunder, senyawa bioaktif seperti antibiotik,
enzim, dan inhibitor enzim. Streptomyces
biasanya hidup di tanah dan merupakan
dekomposer
penting
karena
dapat
menguraikan bahan organik serta tahan
terhadap keadaan stres lingkungan seperti
kekeringan dan kekurangan makanan dengan
membentuk spora (Cao et al. 2004).
Penelitian
yang
telah
dilakukan
menunjukkan
bahwa
beberapa
isolat
indigenus Streptomyces spp. diketahui mampu
menghasilkan senyawa antimikrob (Lestari
2006), seperti menghambat serangan bakteri
patogen Ralstonia solanacearum pada cabai
(Muthanas 2004) dan X. axonopodis pada
kedelai (Andri 2004). Yuan & Crawford
(1995)
juga melaporkan kemampuan
Streptomyces dalam menghambat cendawan
patogen tanaman yakni Phytium ultimum dan
Rhizoctonia solani. Streptomyces isolat
indigenus
juga
dilaporkan
mampu
menghambat serangan S. Rolfsii pada tomat
(Yusniawati 2009; Sasono 2010). Namun
demikian
kajian
tentang
kemampuan
Streptomyces spp. dalam mengendalikan X.
campestris pv. acaciae patogen tanaman
akasia belum banyak dilakukan. Berdasarkan
kemampuan
Streptomyces
spp.
isolat
indigenus tersebut dalam menghasilkan
senyawa antimikrob, maka kajian potensi
Streptomyces spp. isolat indigenus terhadap
Xanthomonas campestris pv. acaciae yang
menyerang tanaman akasia penting untuk
dilakukan. Tujuan penelitian ini
adalah
menapis kemampuan
Streptomyces spp.
isolat
indigenus
dalam
menghambat
Xanthomonas campestris pv. acaciae secara
in vitro dan in planta.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan
Mei 2010 hingga April 2011 bertempat di
Laboratorium Mikrobiologi
Departemen
Biologi FMIPA IPB dan rumah kaca
Departemen Silvikultur FAHUTAN IPB,
Darmaga Bogor.

2

Peremajaan Isolat Bakteri
Bakteri X. campestris pv. acaciae sebagai
patogen target berasal dari koleksi Dr. Ir.
Giyanto, M.Si. diremajakan pada media agaragar Yeast Dextrose CaCO3 (YDC) (Lampiran
1) dan diinkubasi pada suhu 27-28o C selama
dua hari. Pengukuran kerapatan bakteri
dihitung dengan menggunakan metode cawan
sebar
dan
dengan
bantuan
alat
spektrofotometri pada panjang gelombang
620 nm. Streptomyces spp. isolat indigenus
yang digunakan yaitu PS4-16, LSW 05, LBR
05, LBR 02, SSW 02, SR01, SR02, dan SR03
merupakan
koleksi
Laboratorium
Mikrobiologi IPB. Isolat-isolat tersebut
diremajakan
pada
media
agar-agar
International Streptomyces Project (ISP) no 2
(Lampiran 2) dan media Oatmeal (OM)
(Lampiran 3). Inkubasi dilakukan pada suhu
ruang selama 10-15 hari.
Produksi
Filtrat
dan
Biomassa
Streptomyces spp.
Produksi filtrat kultur dilakukan dengan
menggunakan media ISP No. 4 (Lampiran 4)
yang diinkubasi diatas mesin penggoyang
dengan kecepatan 125 rpm pada suhu ruang.
Selanjutnya kultur
disentrifugasi pada
kecepatan 8000 rpm selama 10 menit. fltrat
kultur yang diperoleh digunakan untuk esei
antagonis pada hari ke 5,10,15, dan 20.
Pengukuran biomassa Streptomyces spp.
yang ditumbuhkan pada media ISP 4
dilakukan pada hari ke 5, 10, 15 dan 20.
Biakan yang telah disentrifugasi, kemudian
disaring dengan menggunakan kertas saring
untuk memisahkan pelet dan supernatannya.
Pelet dikeringkan didalam oven selama 24
jam pada temperatur 70oC dan ditimbang
bobotnya.
Penapisan
Isolat
Streptomyces
spp.
Penghambat Pertumbuhan X. campestris
pv. acaciae secara in vitro.
Penapisan isolat penghasil senyawa
antibakteri dilakukan secara kualitatif dengan
uji antagonis menggunakan metode dual
culture.
Pertama-tama
dilakukan
uji
menggunakan sel Streptomyvces spp. secara
langsung. Isolat Streptomyces spp. yang
ditumbuhkan pada media agar-agar ISP No.2
diambil dengan sedotan steril berdiameter 5
mm lalu diletakkan pada media uji Nutrient
Agar (NA) semisolid yang telah memadat
diatas media NA solid (Over lay) dan sudah
mengandung isolat bakteri X. campestris pv.
acaciae dengan konsentrasi minimal 106/ml,
kemudian diinkubasi selama 24-48 jam pada

suhu ruang dan diamati zona hambat yang
terbentuk. Isolat dengan zona hambat sangat
jernih
dan
memiliki
kemampuan
penghambatan kuat terhadap bakteri patogen
target dipilih untuk diuji lebih lanjut aktivitas
penghambatan filtrat kulturnya yang mengacu
pada metode Kirby Bauer (Madigan et al.
2006). Isolat Streptomyces spp. diinokulasikan
kedalam media ISP4 cair. Cakram kertas steril
berdiameter 8 mm ditetesi 15 µl filtrat kultur
Streptomyces spp, kemudian diletakkan pada
permukaan media NA semisolid yang telah
memadat diatas media NA solid dan sudah
mengandung bakteri patogen target dengan
konsentrasi minimal 106/ml, diinkubasi pada
suhu ruang, dan diamati zona hambat yang
terbentuk setelah 24-48 jam. Kontrol negatif
menggunakan media ISP 4 steril. Besar
diameter zona hambat diukur berdasarkan
diameter seluruh zona yang terbentuk
dikurangi diameter cakram kertas (8 mm).
Penilaian daya penghambatan mengacu pada
Suriawiria (1973). Kedua uji antagonis diatas
dilakukan sebanyak dua kali pengulangan.
Uji
Kemampuan
Penghambatan
Streptomyces spp. terhadap X. campestris
pv. acaciae secara in planta.
Biji akasia (Acacia crassicarpa) diperoleh
dari Balai Penelitian Teknologi Perbenihan,
Bogor. Biji tersebut kemudian disterilisasi
permukaan menggunakan alkohol 70%
selama 30 detik kemudian dibilas dengan air
steril sebanyak dua kali. Selanjutnya
dilakukan pemecahan masa dormansi biji
dengan cara merendam benih akasia pada air
mendidih selama 30 detik, kemudian
ditiriskan lalu direndam dalam air dingin
selama 24 jam. Setelah itu biji diberi
perlakuan Streptomyces spp. dengan cara
seed coating. Kultur isolat Streptomyces spp
disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm
selama 20 menit. Dua gram massa sel
Streptomyces spp disuspensikan dalam 10 ml
larutan kanji 2% steril (konsentrasi akhir 0,2 g
massa sel/ml). Biji akasia kemudian direndam
dalam suspensi Streptomyces spp dan larutan
kanji selama 30 menit di dalam laminar air
flow. Biji kemudian di simpan di dalam cawan
petri yang sudah diberi kapas basah dan
diinkubasi selama 3-5 hari hingga biji
berkecambah kemudian dihitung persentase
perkecambahannya. Benih yang sudah
berkecambah untuk masing-masing perlakuan
kemudian ditanam ke dalam polybag
sebanyak 2 benih per polybag dan selanjutnya
ditempatkan di rumah kaca Departemen
Silvikultur IPB. Pengamatan dilakukan selama

3

tujuh minggu setelah tanam dengan mengukur
parameter berupa tinggi tanaman, diameter
tanaman, intensitas penyakit, dan bobot kering
tanaman.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan dua faktor, dan diulang sebanyak 5
kali
a. Faktor pertama yaitu pemberian agens
yang terdiri atas 3 macam aplikasi
A0: tanpa agens
A1: agens SR02
A2: agens PS4-16
A3: bakterisida (Agrept WP 20)
b. Faktor kedua yaitu pemberian bakteri
patogen X. campestris pv. acaciae yang
terdiri atas 2 macam aplikasi
B0: tanpa bakteri patogen
B1: dengan bakteri patogen
Parameter yang diamati
Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman diukur setiap satu minggu
setelah tanam, diukur 1 cm dari leher akar
sampai titik tumbuh tertinggi semai pada
pucuk batang.
Diameter Batang dan Bobot Kering
Tanaman
Diameter batang diukur pada minggu
terakhir (tujuh minggu) setelah tanam,
menggunakan alat ukur yaitu jangka sorong
(caliper). Bobot kering tanaman juga
dilakukan pada 7 MST dengan cara
menghitung bobot tanaman yang sebelumnya
disimpan dalam oven selama 72 jam pada
suhu 70 oC.
Intensitas Penyakit
Pengamatan
benih
A.
crassicarpa
dilakukan terhadap intensitas penyakit. Data
intensitas penyakit
tersebut kemudian
dihitung dengan menggunakan rumus
Ernawati (2008):
IP =
IP= Intensitas Penyakit
n = Banyaknya daun yang diamati
dari tiap kategori serangan
v = Nilai skala dari tiap kategori
serangan
Z = Nilai skala dari tiap kategori
serangan tertinggi

N = Banyak daun yang diamati
Intensitas serangan atau keparahan
penyakit ditetapkan melalui skoring sebagai
berikut:
0 = tidak ada gejala
1 = 1 - 25% permukaan daun terinfeksi
2 = 26 - 50% permukaan daun terinfeksi
3 = 51 - 75% permukaan daun terinfeksi
4 = 76 - 100% permukaan daun terinfeksi
Analisis data
Untuk menguji pengaruh perlakuan
terhadap respon yang diamati pada uji in
planta dilakukan analisis sidik ragam dengan
menggunakan program SPSS 16. Beda nyata
antara perlakuan diuji dengan metode Duncan
pada taraf nyata 5%.

HASIL
Peremajaan Streptomyces spp.
Hasil
peremajaan
delapan
isolat
Streptomyces spp. pada media agar-agar ISP2
dan Oatmeal Agar selama 10-14 hari masa
inkubasi pada suhu ruangan menunjukkan
semua isolat dapat tumbuh baik ditandai
dengan adanya sporulasi dan pembentukan
miselium aerial. Kedelapan isolat tersebut
yaitu PS4-16, LSW 05, LBR 05, LBR 02,
SSW 02, SR01, SR02, dan SR03 yang
merupakan anggota aktinomiset. Gambar 1
memperlihatkan beberapa contoh hasil
peremajaan isolat Streptomyces spp. yang
memiliki keragaman morfologi koloni dan
warna miselia. Isolat LSW05 dan SR01
memiliki miselia berwarna putih, LBR02,
LBR05, SSW02, dan SR03 menunjukkan
miselia berwarna coklat keabuan, PS4-16
menunjukkan
miselia
bewarna
putih
kemerahan, sedangkan isolat
SR02
menunjukkan miselia berwarna hitam.
Pembentukan miselia aerial dan sporulasi
merupakan salah satu tahap yang penting
dalam siklus hidup Streptomyces (Abe et al.
2005).
Menurut Miyadoh dan Otoguro
(1997), spora Actinomycetes akan tumbuh
dan berkembang menjadi miselium dan koloni
apabila nutrisi, kelembapan dan suhu, serta
kondisi lainnya memenuhi syarat untuk
kehidupan. Bentuk koloni Streptomyces spp.
ada yang bertepung, kasar seperti yang dilihat
pada isolat LSW05, SR02, dan SR03 atau
berkeriput seperti yang dilihat pada isolat
LBR02, LBR05, dan SSW02, dan halus
seperti beludru pada PS4-16 dan SR01.

4

Koloni Streptomyces juga memberikan bau
yang spesifik karena adanya geosmin.

Garmbar

Gambar 1

Morfologi
koloni
isolat
Streptomyces
spp.
(LSW 05, SSW02, LBR02, LBR0
5, SR02, dan
SR03)
yang
ditumbuhkan pada media agaragar ISP2 dan (PS4-16 dan
SR01) pada media Oatmeal agar
umur 15 hari.

Penapisan
Isolat
Streptomyces
spp.
Penghambat Pertumbuhan X. campestris
pv. acaciae secara in vitro.
Kedelapan isolat menghasilkan daya
hambat yang berbeda-beda pada uji dengan
menggunakan sel secara langsung. Isolat
Streptomyces dengan kode isolat SR02
memiliki daya hambat terbesar yaitu sebesar
20 mm dengan daya penghambatan sangat
kuat disusul oleh isolat LSW05 yang memiliki
zona hambat sebesar 8 mm dengan daya
penghambatan sedang. Terdapat 2 jenis isolat
yaitu SR01 dan SR03 yang tidak
menghasilkan zona hambat sama sekali (Tabel
1). Kemampuan masing-masing isolat dalam
menghambat bakteri patogen dapat dilihat
pada Gambar 2. Daya penghambatan merujuk
pada Suriawiria (1973).
Empat isolat yang mampu menghasilkan
zona hambat kuat dipilih yaitu PS4-16,
LSW05, LBR02, dan SR02 untuk uji
penghambatan menggunakan filtrat kultur.

2

Kemampuan Streptomyces spp.
terhadap X. campestris pv. acaciae
pada media NA inkubasi 24-48
jam (SR02 (1), PS4-16 (2), LSW05
(3), LBR02 (4), LBR05 (5), SSW02
(6), SR01 (7), SR02 (8)).

Isolat PS4-16 menunjukkan daya hambat
cukup baik pada hari kelima sebesar 8,5 mm
dan mengalami peningkatan pada hari
kesepuluh sebesar 11 mm, pada hari
kelimabelas sebesar 12,5 mm, dan pada hari
keduapuluh menurun menjadi sebesar 10 mm.
Isolat SR02 menghasilkan zona hambat pada
hari kesepuluh, kelimabelas dan keduapuluh
masing-masing sebesar 3,5 mm, 6,5 mm, dan
7 mm. Isolat LSW05 hanya menghasilkan
zona hambat pada hari kelimabelas yaitu
sebesar 4,5 mm. Isolat yang tidak
menghasilkan zona hambat sama sekali
ditunjukkan oleh LBR02 (Tabe1 2 dan
Gambar 3).

Gambar 3

Kemampuan
penghambatan
Streptomyces spp. terhadap X.
campestris pv. acaciae umur 15
hari pada media NA inkubasi 24-48
jam (PS4-16
(A), SR02(B),
LSW05 (C), LBR02 (D), dan K
(kontrol negatif)).

5

Kemampuan Penghambatan Streptomyces spp. terhadap Xanthomonas campestris pv. acaciae
menggunakan koloni langsung.

Tabel 1.

Daya Hambat ( Zona bening) (mm)
Kode
Isolat

No.

R1
(mm)

R2

Daya

(mm)

Rata2

Daya

1

LBR 02

3

++

4

++

2

PS4-16

6

+

4

+

3

LBR 05

2

+

3

++

4

SR01

-

-

-

-

5

SR02

22

++++

18

++++

6

SR03

-

-

-

-

7

LSW 05

7

+++

9

+++

8

SSW 02

3

++

3

++

(mm)
3,5
5
2,5
20
8
3

tanda minus (-) menunjukkan tidak mampu menghasilkan zona hambat

Tabel 2. Kemampuan penghambatan Streptomyces spp. terhadap pertumbuhan Xanthomonas campestris pv.
acaciae menggunakan filtrat kultur.
Daya Hambat (zona bening) (mm)

No

Hari ke-

Kode
Isolat

5

10

15

20

(mm)

Daya

(mm)

Daya

(mm)

Daya

(mm)

Daya

1

PS4-16

8,5

+++

11

+++

12,5

++++

10

++

2

LSW 05

-

-

-

-

4,5

+

-

-

3

LBR 02

-

-

-

-

-

-

-

-

4

SR02

-

-

3,5

++

6,5

+

7

++

tanda minus (-) menunjukkan tidak mampu menghasilkan zona hambat

Biomassa sel Streptomyces spp. pada hari
ke 5,10,15, dan 20 (Gambar 4) menunjukkan
bahwa semua isolat memiliki jumlah biomassa
sel tertinggi pada hari ke-15 dan kemudian
turun pada hari ke-20. Rata-rata biomassa
terbanyak dimiliki oleh isolat LBR02 yaitu
sebesar 630 mg (Lampiran 5). Namun
demikian banyaknya biomassa tidak selalu
diikuti
peningkatan
kemampuan
penghambatan terhadap bakteri patogen akan
besar, hal ini dapat dilihat meskipun LBR 02
memiliki jumlah biomassa yang banyak tapi
tidak menghasilkan zona hambat pada uji
aktivitas filtrat kultur sebab biomassa sel tidak
terlibat langsung dalam uji aktivitas kultur.

Gambar 4

Pertumbuhan Streptomyces pada hari
ke 5, 10,15, dan 20.

6

Kemampuan Penghambatan Streptomyces
spp. terhadap Xanthomonas campestris pv.
acaciae secara in planta.
Intensitas Penyakit
Gejala awal penyakit mulai tampak pada
tanaman 3 MST (minggu setelah tanam).
Intensitas penyakit (IP) pada masing-masing
perlakuan disetiap waktu pengamatan terus
mengalami
peningkatan hingga 7 MST
dengan laju peningkatan yang bervariasi.
Namun perlakuan Streptomyces spp. mampu
menurunkan
intensitas penyakit pada
tanaman dibandingkan perlakuan lainnya
walaupun tidak signifikan (Gambar 5).
Berdasarkan uji statistik terdapat perbedaan
antar perlakuan. Intensitas penyakit tertinggi
terjadi pada perlakuan A0B1, sedang terendah
pada perlakuan A1B1. Perlakuan yang hanya
diberi patogen (A0B1) (Kontrol positif)
memiliki intensitas penyakit terbesar yaitu
sebesar 24,03% pada 7 MST. Hal ini berbeda
dengan perlakuan A1B1 dan A2B1 yang
memiliki intensitas penyakit masing-masing
sebesar 9,14% dan 11,71% lebih kecil dari
perlakuan kontrol (Lampiran 6).
Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman mulai diukur pada 2 MST.
Perlakuan agens antagonis Streptomyces
menunjukkan
kemampuan
dalam
meningkatkan tinggi tanaman akasia pada
semua periode pengamatan. Tanaman akasia
yang diberi perlakuan Streptomyces dan
bakterisida lebih tinggi bila dibandingkan
tanaman kontrol walaupun tidak secara nyata
(Gambar
6).
Isolat
SR02
mampu
meningkatkan tinggi tanaman lebih baik
sebesar 25% pada perlakuan A1B0 dan 29,1%
pada perlakuan A1B1 dibandingkan kontrol
yaitu pada 7 MST. Begitupula dengan
perlakuan menggunakan isolat PS4-16
menunjukkan peningkatan tinggi tanaman
lebih baik dibandingkan kontrol walaupun
kurang signifikan ( Lampiran 7).
Diameter batang
Diameter batang diukur setelah panen
yaitu 7 MST. Hasil pengamatan pengaruh
agens antagonis Streptomyces terhadap
diameter batang tanaman akasia menunjukkan
perlakuan A2B1 menghasilkan diameter
batang lebih besar dibandingkan perlakuan
lainnya yaitu sebesar 12,6 mm. Diameter
batang terkecil diperoleh perlakuan A0B1
yaitu sebesar 7,59 mm (Tabel 3).

Tabel 3 Pengaruh perlakuan Streptomyces terhadap
diameter batang akasia umur 7 MST.

A0B0

Diameter Batang
( mm)
8,26±0,7a

A0B1

7,59±1,8a

A1B0

10,45±1,4b

A1B1

10,69±1,3b

A2B0

10,4±1,4b

A2B1

12,6±0,8c

A3B0

8,21±0,4a

Perlakuan

A3B1
9,1±0,9ab
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang
sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf 5%

Bobot Kering Tanaman
Bobot kering tanaman juga diukur setelah
panen yaitu saat tanaman berumur 7 MST.
Perlakuan Streptomyces spp.
mampu
meningkatkan
bobot
kering
tanaman
dibandingkan kontrol (Tabel 4). Bobot kering
tertinggi diperoleh dengan perlakuan A1B0
sebesar
194,36
mg.
Perlakuan
ini
meningkatkan
bobot
kering
tanaman
mencapai 42,4 % bila dibandingkan dengan
kontrol positif (117,96 mg). Peningkatan
bobot kering tanaman yang diberi perlakuan
Streptomyces berbanding terbalik dengan
intensitas penyakit. Tanaman kontrol dengan
tingkat intensitas penyakit paling tinggi
menghasilkan bobot kering paling rendah.
Tabel 4 Pengaruh perlakuan Streptomyces terhadap
Bobot kering tanaman akasia umur 7
MST.
Perlakuan

Bobot Kering
Tanaman (mg)

A0B0

111,96±19,3a

A0B1

117,44±30,1a

A1B0

194,36±51,5b

A1B1

186,1±37,6b

A2B0

164,1±16,5b

A2B1

181,22±67,8b

A3B0

164,82±12,1b

A3B1
111,8±17,5a
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang
sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata berdasarkan uji
Duncan pada taraf 5%.

7

Gambar 5

Pengaruh perlakuan kombinasi Streptomyces, X. campestris, dan bakterisida terhadap intensitas
penyakit pada tanaman akasia umur 3-7 MST.

Gambar 6 Pengaruh perlakuan kombinasi Streptomyces, X. campestris, dan bakterisida terhadap tinggi
tanaman akasia umur 2-7 MST.

8

PEMBAHASAN
Pengujian antagonis isolat Streptomyces
spp. terhadap bakteri patogen target dengan
menggunakan sel secara langsung merupakan
penapisan awal untuk mendapatkan isolat
yang
memiliki
kemampuan
dalam
menghambat pertumbuhan
Xanthomonas
campestris pv. acaciae. Hasil uji antagonis
kedelapan
isolat
Streptomyces
spp.
menunjukkan sebanyak enam isolat mampu
menghambat bakteri patogen.
Hal ini
ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening
di sekitar koloni Streptomyces spp. Namun
demikian, enam isolat Streptomyces yang
diujikan memiliki daya hambat yang beragam
(Tabel 1). Isolat LSW05 dan SR02 memiliki
daya hambat kuat yang ditunjukkan dengan
zona hambat sebesar 7-22 mm, sedangkan
empat isolat lainnya yaitu PS4-16, LBR02,
LBR05, dan SSW02 memiliki zona hambat
berkisar 2-6 mm. Adanya zona bening
mengindikasikan bahwa isolat tersebut
mampu
menghasilkan
senyawa
yang
berfungsi sebagai antimikrob. Senyawa yang
dihasilkan diduga merupakan mekanisme
pertahanan Streptomyces dalam berkompetisi
dengan
mikroorganisme
lain
untuk
memperoleh nutrisi (Atlas & Bartha 1997).
Terjadinya
perbedaan
penghambatan
pertumbuhan
bakteri
patogen
dengan
menggunakan sel Streptomyces spp. secara
langsung dibandingkan dengan filtrat kultur
kemungkinan disebabkan antara lain oleh
jenis dan jumlah senyawa antimikrob yang
dihasilkan, konsentrasi dan kualitas dari
senyawa mikrob yang dihasilkan (Mc-Manus
& Stocwell 2001). Dibandingkan dengan
menggunakan koloni isolat Streptomyces,
aktivitas filtrat kultur rata-rata mempunyai
kemampuan penghambatan lebih kecil. Hal ini
mungkin disebabkan pada uji aktivitas filtrat
kultur hanya 15 µl supernatan yang digunakan
dalam pengujian sehingga konsentrasi
senyawa antibakteri yang terkandung dalam
filtrat kemungkinan cukup rendah. Disamping
itu kandungan beragam komponen media juga
dapat
berpengaruh
terhadap
aktivitas
penghambatan.
Tingkat
penghambatan
terhadap bakteri target semakin bertambah
dengan semakin tingginya konsentrasi zat
bioaktif di dalam filtrat (Syefianah 2000).
Hwang et al. (2001) juga melaporkan bahwa
semakin tinggi konsentrasi filtrat semakin
tinggi daya hambat yang dihasilkan.
Penurunan aktivitas penghambatan yang
terjadi pada uji filtrat kultur juga dapat

disebabkan oleh adanya perbedaan masingmasing sel dalam merespon kondisi
lingkungan (media produksi), sehingga
biomassa dan senyawa aktif yang dihasilkan
dapat berbeda tergantung pada kemampuan
masing-masing
sel.
Keempat
isolat
Streptomyces spp. menghasilkan 100-600 mg
massa sel/25 ml media produksi (ISP4).
Schlegel dan Schmidt (1994) mengemukakan
bahwa biomassa bakteri ditentukan oleh jenis,
jumlah nutrien, dan kondisi pertumbuhan
yang digunakan oleh bakteri tersebut. Jenis
dan jumlah nutrisi yang cukup akan
digunakan oleh sel bakteri untuk pertambahan
biomassa,
sedangkan
pada
kondisi
pertumbuhan dengan jumlah nutrisi terbatas
pertumbuhan sel menjadi lambat dan akan
menstimulir sel untuk memproduksi metabolit
sekunder.
Streptomyces spp. yang diaplikasikan ke
tanaman akasia secara tidak nyata mampu
menekan tingkat keparahan penyakit serta
meningkatkan tinggi tanaman, diameter
batang, dan bobot kering tanaman. Dari hasil
yang telah dilakukan isolat SR02 dan PS4-16
mempunyai aktivitas antibakteri yang mampu
menekan mikrob patogen secara in planta
melalui mekanisme penghambatan yang
kemungkinan berbeda. Senyawa bioaktif yang
dihasilkan isolat SR02 diduga lebih efektif
dibandingkan
isolat
PS4-16
sehingga
kemampuannya lebih tinggi dalam menekan
intensitas penyakit. Setiap mikrob antagonis
memiliki mekanisme tersendiri dan dapat
mempunyai lebih dari satu mekanisme
penghambatan. Streptomyces liydicus WYEC
108
misalnya,
dapat
menghambat
pertumbuhan fungi tular tanah karena
memiliki beberapa mekanisme, yaitu mampu
mengkolonisasi akar lebih baik daripada
patogen, bersifat antibiosis, mempunyai
aktivitas mikroparasitisme, dan menghasilkan
selulase (Lichatowich 2006).
Streptomyces spp. isolat SR02 dan PS4-16
terbukti mampu menghambat pertumbuhan
mikrob patogen. Secara in vitro kemampuan
terbaik ditunjukkan oleh isolat
SR02
begitupun pada uji in planta isolat SR02
memiliki kemampuan lebih baik dibandingkan
isolat PS4-16. Perbedaan kemampuan isolat
Streptomyces diduga disebabkan oleh
keragaman senyawa bioaktif yang dihasilkan.
Streptomyces dikenal memiliki kemampuan
yang tinggi dalam menghasilkan berbagai
senyawa bioaktif yang potensial untuk
menghambat pertumbuhan mikrob patogen
(Lestari 2006). Senyawa bioaktif yang

9

dihasilkan isolat SR02 diduga lebih efektif
dibandingkan
isolat
PS4-16
sehingga
kemampuannya lebih tinggi dalam menekan
intensitas penyakit dan meningkatkan tinggi
tanaman.
Aplikasi isolat SR02 dan PS4-16 juga
diduga lebih baik dalam menakan intensitas
penyakit serta meningkatkan tinggi, diameter
dan bobot kering tanaman bila dibandingkan
dengan penggunaan bakterisida yaitu Agrept
WP 20. Agrept WP 20 adalah salah satu jenis
bakterisida yang mengandung bakteri yang
mampu mengendalikan bakteri patogen pada
tanaman.
Streptomisin yang terkandung
dalam Agrept WP 20 berpengaruh terhadap
perkembangan bakteri karena akan berikatan
dengan
ribosom bakteri dan mencegah
sintesis protein, pembentukan rantai peptida
dan pengenalan triplet-triplet yang normal
(Semangun 2006). Kandungan Streptomisin
yang terdapat pada Agrept WP 20 seharusnya
dapat mengatasi penyakit pada tanaman
akasia. Namun pada penelitian ini pemberian
bakterisida kurang memberikan hasil yang
baik. Hal ini mungkin dikarenakan dosis yang
diberikan hanya sedikit yaitu hanya
seperempat dosis yang dianjurkan sehingga
hasil yang didapatkan kurang maksimal.
Cara aplikasi agen hayati pengendali
patogen dapat mempengaruhi keefektifannya.
Banyak aplikasi yang bisa digunakan
diantaranya penyiraman, penyemprotan, dan
seed coating. Metode seed coating adalah
metode pelapisan benih yang dilakukan
sebelum perkecambahan biji. Dengan cara
aplikasi agens hayati melalui benih
diharapkan dapat melindungi benih selama
perkecambahan sampai pertumbuhannya
melalui kolonisasi akar. Beberapa hasil
penelitian
melaporkan bahwa
metode
pelapisan benih merupakan salah satu cara
aplikasi yang terbaik. El-abyad et al. (1993)
menyatakan bahwa pelapisan benih tomat
dengan spora Streptomyces spp. sangat efektif
mengendalikan patogen pada tanaman
berumur 42 dan 63 hari setelah tanam. Yuan
& Crawford (1995) menyatakan bahwa
perlakuan benih dengan S. liydicus
WYEC108 dapat menekan intensitas serangan
patogen hingga 40-70% pada 96 jam setelah
tanam, sedangkan intensitas serangan patogen
mencapai 70-100% pada 24-48 jam setelah
tanam pada benih yang tidak diberi perlakuan.
Sasono (2010) dalam penelitiannya juga
menyimpulkan bahwa perlakuan seed coating
dengan Streptomyces spp. isolat LSW05
merupakan perlakuan terbaik dalam

meningkatkan tinggi tanaman, bobot dan
jumlah buah pada tanaman tomat.
Berdasarkan hasil uji antagonis terhadap
tingg tanaman akasia menunjukkan bahwa
mikrob antagonis dapat meningkatkan tinggi
tanaman akasia. Hal ini dikarenakan agens
antagonis kemungkinan mampu menghasilkan
hormon pertumbuhan sehingga tanaman
menjadi lebih tinggi dibanding kontrol.
Mekanisme peningkatan pertumbuhan oleh
bakteri bisa terjadi dengan beberapa cara
diantaranya merangsang pembentukan akar
lateral (Vasudevan et al. 2002) dan
menghasilkan hormon pertumbuhan seperti
IAA (Indole Acetic Acid) (Vonderwell et al.
2001), auksin (Khalid et al. 2004) dan
sitokinin.
Kemampuan
mikrob
dalam
menghasilkan hormon pertumbuhan tersebut
dipengaruhi
oleh
jenis
isolat
serta
kemampuannya dalam mengkonversi Ltriptofan yang terkandung dalam media
produksi menjadi IAA (Patten & Glick 2002).
L-triptofan merupakan senyawa asam amino
yang berperan sebagai prekursor dalam
pembentukan IAA. Ketersedian prekursor
yang cocok adalah salah satu faktor primer
sekresi metabolit sekunder dari mikrob
(Manulis et al. 1994). Hormon pertumbuhan
yang dihasilkan
oleh
bakteri
dapat
dimanfaatkan
oleh
tanaman
untuk
meningkatkan pertumbuhan tanaman. Bakteri
penghasil IAA yang diisolasi dari rizosfer
tanaman Brassica dapat meningkatkan tinggi
tanaman hingga mencapai 56,5%, diameter
batang 1,0%, jumlah cabang 35,7% dibanding
dengan kontrol yang tidak diinokulasi
rizobakteria (Asghar et al. 2002).
Beberapa penelitian terkait kemampuan
Streptomyces dalam menghasilkan hormon
pertumbuhan juga telah banyak dilaporkan.
Yusniawati (2009) dalam penelitiannya
mengemukakan
bahwa
Streptomyces
merupakan agen hayati yang tergolong
mikrooorganisme
pemacu
pertumbuhan
tumbuhan. Lebih lanjut
Agrios (1995)
menyatakan bahwa kemampuan Streptomyces
selain sebagai agen hayati juga dapat
menghasilkan hormon pertumbuhan
atau
disebut Plant Growth Promoting Bacteria
(PGPB). Aryantha et al. (2004) melaporkan
bahwa produk cair aktinomiset galur LC
mampu meningkatkan jumlah cabang akar
tanaman kacang hijau. Khamna et al. (2010)
juga melaporkan Streptomyces viridis mampu
meningkatkan perkecambahan dan panjang
akar tanaman jagung dan kacang polong
melalui dihasilkannya IAA.

10

Salah satu isolat yang digunakan pada
penelitian ini telah terbukti mampu
menghasilkan hormon pertumbuhan IAA.
Yusepi (2011) menyatakan bahwa uji aktivitas
aktinomiset endofit terhadap tanaman padi
terbukti dapat menghasilkan Asam Indol
Asetat (IAA). Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa aktinomiset isolat
indigenus PS4-16 menghasilkan IAA dengan
konsentrasi
82
ppm
serta
mampu
meningkatkan pertumbuhan dan tinggi pada
tanaman padi.
Berdasarkan hasil pengukuran diameter
batang dan bobot kering tanaman terlihat
agens antagonis memberikan pengaruh nyata
terhadap diameter batang dan bobot kering
tanaman A. crassicarpa pada 7 MST.
Perlakuan Streptomyces spp. menunjukkan
hasil lebih baik dibandingkan
kontrol.
Terdapat kecenderungan bahwa tanaman yang
diinfeksi oleh bakteri patogen memiliki bobot
kering dan tinggi tanaman lebih besar
dibandingkan tanaman yang tidak diinfeksi
oleh bakteri patogen. Hal ini kemungkinan
terjadi akibat dihasilkannya senyawa hormon
pertumbuhan oleh masing-masing mikrob
antagonis yang memacu tanaman untuk
tumbuh lebih besar sehingga bobot kering
tanamanpun lebih besar.
Selain itu
kemungkinan terdapat mekanisme kompetisi
dan antibiosis yang membuat Streptomyces
bekerja lebih keras pada tanaman yang
diinfeksi oleh patogen. Romeiro et al. 1997
menyatakan kemampuan Streptomyces dalam
menghambat patogen tanaman dikarenakan
adanya mekanisme antibiosis dan peningkatan
ketahanan sistemik tanaman melawan patogen
tanaman. Djatmiko et al. (2007) juga
melaporkan Streptomyces spp. (S4) mampu
menekan R. solanacearum dengan cara
antibiosis dan mekanisme penghambatan
secara bakteriostatik. Berdasarkan data yang
diperoleh dalam penelitian ini jelas
menunjukkan bahwa isolat Streptomyces spp.
isolat indigenus efektif dalam menghambat
pertumbuhan mikrob patogen Xanthomonas
campestris pv. acaciae.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sebanyak delapan isolat Streptomyces
spp. memiliki aktivitas penghambatan yang
beragam secara in vitro. Empat isolat (LBR02,
LSW05, SR02, dan PS4-16) memiliki
aktivitas penghambatan yang baik terhadap

mikrob antagonis X. campestris pv. acaciae.
Berdasarkan hasil uji in planta, Streptomyces
yang diaplikasikan mampu
menekan
intensitas penyakit dan meningkatkan tinggi,
diameter dan bobot kering tanaman. Isolat
SR02 memiliki kemampuan terbaik dalam
menghambat mikrob patogen baik secara in
vitro maupun in planta.
Saran
Perlu telaah karakterisasi senyawa bioaktif
yang dihasilkan oleh Streptomyces isolat
SR02 dan PS4-16 serta uji kemampuannya
dalam mengahsilkan hormon pertumbuhan.
Selain itu perlu dikaji cara pemberian
inokulum
seperti
penyiraman
dan
penyemprotan untuk mengetahui metode yang
lebih
efektif
dalam
mengendalikan
Xanthomonas campestris pv. acaciae serta
pemberian dosis bakterisida yang tepat di
pembibitan Acacia crassicarpa.

DAFTAR PUSTAKA
Abe H, Natsume M, Kawaide H. 2005.
Regulating subtences in plants and
microorganism. J Biochem 25: 190195.
Agrios BN. 1995. Ilmu Penyakit Tumbuhan.
Ed ke-3. Munzir B, penerjemah:
UGM Press. Terjemahan dari: Plant
Pathology.
Alina dan Susilowati. 2008. Aktivitas
Penghambatan
Bakteriosin
dari
Aktinomiset
terhadap
Bakteri
Patogen tanaman Pangan. J Lit
Pertan 27: 125-128.
Andri. 2004. Kajian Potensi Streptomyces spp.
PS1-4 sebagai Penghasil Senyawa
Bioaktif
Pengendali
Patogen
Tanaman Kedelai [Skripsi]. Bogor
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Pertanian
Bogor.
Aryantha INP, Lestari DP, Pangesti NPD.
2004. Potensi isolat bakteri penghasil
IAA dalam peningkatan pertumbuhan
kecambah kacang hijau pada kondisi
hidroponik. J Mikrobiol Indones 9 4346.
Asghar H, Zahir Z, Arshad M, Khalig A.
2002. Relationship between in vitro
production of auxins by rhizobacteria
and their growth-promoting activities
in Brassica juncea L. Biol and
Fertility of Soil 35: 231-237.

11

Atlas RM. 1997. Di dalam: Parks LC, editor.
Handbookof Microbiological Media.
Ed ke-2. New York: CRC Press INC.
Bhattacharrya B dan Johri BM. 1998.
Flowering Taxonomy and Phylogeny.
New Delhi: Narosa Publishing
House. Cao L, Qiu Z, You J, Tan J,
Zhou S. 2004. Isolation and
characterization
of
endophytic
Streptomyces strains from surfacetomato (Lycopersicon esculentum)
roots. J Microbiol 39: 425-430.
Dobbelaere S, Vanderleyden J and Okon Y.
2003. Plant growth-promoting effects
of diazotrophs in the rhizosphere.
Crit Rev Plant Sci 22: 107-249.
Djatmiko HA, Arwiyanto T, Hadisutrisno B,
Sunaminto BH. 2007. Potensi tiga
genus bakteri dari tiga rizosfer
tanaman sebagai agensia pengendali
hayati penyakit lincat. J Lit Pertan. 9:
40-47.
El-Abyad MS, El-Sayed MA, El-Shanshoury
AR, El-Sabbagh MS. 1993. Towards
the biological control of fungal and
bacterial diseases of tomato using
antagonistic Streptomyces spp. J
Plant Soil 149: 185-195.
Ernawati. 2008. Karakterisasi Fenotipik dan
Molekular Bakteri serta Penyakit
Hawar Daun pada Bibit Acacia
crassicarpa. [Disertasi]. Bogor:
Program
Pascasarjana
Institut
Pertanian Bogor.
Gunn BV dan Midgley SJ. 1991. Genetic
resources and tree improvement.
Proceedings of an international
workshop Bangkok, Thailand, 11-15
Februari 1991.
Holt JG et. al.1994. Bergeys manual of
Determinative Bacteriology. Ed. 9.
Philadelphia: Walt Company
Holtsmark LD, V.G.H Eitsjnsk and M.B.
Brurberg.
2006.
Purifivation,
Characterzation and Gene Secuence
of Michigan by The Tomato Patogen
Appl Environ Microbiol 72: 58145821.
Hwang BK, Lee JY, Kim BS, Lim SW, Moon
SS. 2001. Isolation and in vivo and in
vitro
antifungal
activity
of
phenylacetic acid and sodium
phenylacetate from Streptomyces
humidus. Appl Environ Microbial
67: 3739-3745.
Khalid A, Arshad M, Zahir ZA. 2004.
Screening plant growth-promoting

rhizobacteria for improving growth
and yield of wheat. APP Microb 96:
473-475.
Khamna S, Yokota A, Peberdy JF, Lumyong
S. 2010. Indole-3-acetic acid
production by Streptomyces sp.
isolated from some Thai medicinal
plant rhizosphere soils. EurAsia J Bio
Sci 4: 23-32.
Lestari Y. 2006. Identification of Indigenous
Streptomyces
spp.
Producing
Antimicrobial
Compounds.
J
Mikrobiol Indones 11: 99-101.
Lichatowich T. 2006. The plant growth
enhancing
and
biocontrol
mechanisms of Streptomyces lidicus
WYEC 108 and its use in nursery
and
greenhouse
production.
http://www.rngr.net/nurseries/publica
tions/proceedings (29 Des 2010).
Madigan MT, Martinko JM, Parker J 2006.
Brock: Biology of Mikroorganims.
New Jersey American: Prentice Hall.
Manulis S, Shafrir H, Epetein E, Lichter A,
Barash I. 1994. Biosynthesis of
indole-3-acetic acid via indole-3acetamide pathway in Streptomyces
spp. Microbiology 140: 1045-1050.
Mc-Manus, Stocwell VO. 2001. Antibiotic
use for plant diseases management in
the United States. Online. Plant
Health Progress.
Miyadoh S. 1997. Morphology and Phylogeny
of
Actinomycetes.
Atlas
of
Actinomycetes. The Society for
Actinomycetes Japan.
Muthanas I. 2004. Potensi Streptomyces sp.
Sebagai Agen Pengendali Raltsonia
solanacearum pada Tanaman Cabai.
[Thesis]. Departemen Biologi Institut
Pertanian Bogor.
Old KM, Lee SS, Sharma JK, Zi QY. 2000. A
Manual of Disease of Tropical
Acacias in Australia, South East Asia
and India. Jakarta: Center for
International Forestry Research.
Patten CL, Glick BR. 2002. Role of
Pseudomonas putida indole acetic
acid in development of the host plant
root system. Appl Environ Microbiol
68 (3) 3795-3801.
Prapagdee, Kuekulvong, Mongkolsuk. 2008.
Antifungal Potensial of Extracellular
Metabolites
Produced
by
Streptomyces
against
Phytopathogenic fungi. Int J Biol Sci
4: 330-337.

12

Prosea. 1995. Plant Resources of South East
Asia and India. Bogor: Prosea
Foundation.
Romeiro RS, Moura AB, Matsouka K,
Fernandes MC. 1997. Actinomycetes
selected for biological control of
tomato
wilt
(Raltsonia