Policy development of sustainable management of upper Ciliwung Watershed, District Bogor

PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
PENGELOLAAN BERKELANJUTAN
DAS CILIWUNG HULU KABUPATEN BOGOR

JOKO SUWARNO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa disertasi
yang

berjudul

PENGEMBANGAN


KEBIJAKAN

PENGELOLAAN

BERKELANJUTAN DAS CILIWUNG HULU KABUPATEN BOGOR
adalah hasil karya penelitian disertasi saya sendiri dengan arahan komisi
pembimbing dan belum pernah diajukan dalam rangka memperoleh gelar atau
untuk maksud apapun kepada perguruan tinggi di manapun. Sumber data yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bogor, November 2011

Joko Suwarno
NIM. P062080171

ABSTRACT

JOKO SUWARNO. Policy Development of Sustainable Management of upper
Ciliwung Watershed, District

Bogor. Under supervision of HARIADI

KARTODIHARDJO as a chairman, BAMBANG PRAMUDYA N. and SAEFUL
RACHMAN each as members.

It is estimated that 13% or 62 than 470 watersheds in Indonesia are in critical
condition. Ciliwung is one of the critical watershed. The research was conducted
in the upper Ciliwung watershed, Bogor Regency. The purpose of this research
were (1) to determine the sustainability index of upper Ciliwung watershed
management, (2) to analyze local arena actions, and (3) to formulate policies
development for upper Ciliwung sustainable watershed management. Analysis
used to

determine sustainability index of watershed management was

multidimensional scaling analysis (MDS). To analyze action arena was used
content analysis, interpretative structural modeling and exploratory descriptive

analysis. To formulate development of sustainable management policy was used
prospective analyze and morphology analyze.

The results showed that

sustainability index of upper Ciliwung was 47,23 or less sustainable status.
Partially analysis showed that two dimensions were quite sustainable (economic
dimension, accessibility and conservation technology dimension) and three others
were less sustainable (ecological, social, and institutional dimensions). Local
institutions in upper Ciliwung watershed were ineffective. Government policy did
not touch the main issue in the watershed upper Ciliwung ie. there is no clear
arrangement of property rights of land. The arrangements regulate rights and
duties of individuals, groups, and state owners over commons property. It was
necessary conditions in the sustainable management of upper Ciliwung watershed.
Strategy intervention scenarios most likely to be implemented was moderate
scenario and it was sufficient conditions.

The scenario could improve the

sustainability index of 47.23 (less sustainable) to 51,84 (quite sustainable).

Keywords :

Policy, institution, management, sustainable,
Ciliwung

watershed, upper

RINGKASAN

JOKO SUWARNO.

Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Berkelanjutan

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh
HARIADI KARTODIHARDJO sebagai ketua, BAMBANG PRAMUDYA N.
dan SAEFUL RACHMAN masing-masing sebagai anggota.
Daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung merupakan salah satu dari 470 DAS
di Indonesia yang berada dalam kondisi kritis. DAS Ciliwung merupakan DAS
nasional yang melintasi wilayah Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Dalam
pengelolaannya DAS Ciliwung terbagi ke dalam tiga wilayah pengelolaan yaitu

Ciliwung Hilir, Ciliwung Tengah dan Ciliwung Hulu. DAS Ciliwung Hulu
berada di dalam Kabupaten Bogor. Permasalahan teknis utama di DAS Hulu
adalah fungsi DAS sebagai daerah tangkapan air (DTA) sudah tidak efektif lagi
sebagai wilayah hulu yang diharapkan fungsinya untuk mencegah banjir pada
musim hujan dan kekurangan suplai air bersih pada musim kemarau. Hal ini
diakibatkan oleh menurunnya fungsi ekologi DAS Ciliwung Hulu yang
diakibatkan oleh tidak terkendalinya alih fungsi lahan bervegetasi menjadi lahan
terbangun, tersebarnya lahan gontai yang kurang mendukung berfungsi konservasi
untuk sumberdaya air, dan pengelolaan lahan garapan tidak konservatif. Dengan
tidak terkendalinya perubahan penutupan lahan dan alih kepemilikan lahan
menjadi lahan permukiman maka sejak tahun 1960-an dan terakhir tahun 2008,
pemerintah melalui Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Kawasan
Jabodetabekpunjur, telah memprioritaskan pengelolaan DAS Ciliwung Hulu.
Wilayah ini diharapkan berfungsi sebagai wilayah penyangga ibukota DKI Jakarta
sehingga tata ruangnya perlu dikelola lebih intensif. DAS Ciliwung Hulu
diharapkan berfungsi sebagai daerah tangkapan air dan berfungsi lindung bagi
wilayah di hilirnya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memformulasikan pengembangan
kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu. Tujuan ini dirancang
melalui pencapaian beberapa sub-tujuan, yaitu (1) mengetahui nilai indeks dan

status keberlanjutan pengelolaan DAS Ciliwung Hulu, (2) menganalisis arena aksi
lokal DAS Ciliwung Hulu dan (3) memformulasikan skenario pengembangan
kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu.

Metoda analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) analisis
multidimensional scaling (MDS) untuk menghitung nilai indeks keberlanjutan
pengelolaan DAS Ciliwung Hulu, (2) analisis arena aksi lokal DAS Ciliwung
Hulu menggunakan analisis interpretative structural modeling (ISM), analisis isi
(content analysis) dan analisis deskriptif kualitatif eksploratif, dan (3) analisis
prospektif digunakan untuk menentukan faktor kunci dalam pengelolaan
berkelanjutan, serta analisis morfologis untuk menentukan skenario
pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu.
Berdasarkan hasil analisis tingkat keberlanjutan terhadap kondisi yang ada
pada saat penelitian dilaksanakan (existing) dan melalui pembobotan per-dimensi
dalam pengelolaan DAS Ciliwung Hulu menunjukkan bahwa nilai indeks
keberlanjutan DAS Ciliwung Hulu sebesar 47,23 berarti kurang berkelanjutan.
Analisis secara parsial menunjukkan bahwa dua dimensi yang cukup
berkelanjutan diperoleh dari dimensi ekonomi dan dimensi aksesibilitas dan
teknologi konservasi masing-masing mencapai 60,53 dan 55,64. Tiga dimensi
lainnya kurang berkelanjutan yaitu dimensi ekologi, dimensi sosial, dan dimensi

kelembagaan masing-masing sebesar 44,74; 47,76 dan 28,77.
Hasil analisis terhadap arena aksi lokal DAS Ciliwung Hulu diperoleh
bahwa institusi lokal DAS Ciliwung Hulu yang terdiri dari aturan informal
masyarakat dan aturan formal berupa kebijakan pemerintah dalam pengelolaan
DAS ternyata keduanya tidak efektif dalam mengatur perilaku dan pilihan strategi
masyarakat dalam pengelolaan DAS Ciliwung Hulu.
Aktor dominan dalam
pengelolaan DAS Ciliwung Hulu adalah (1) masyarakat luar pemilik lahan di
DAS Ciliwung Hulu, (2) biyong (makelar tanah) yang berperan dalam jual beli
lahan, (3) instansi yang mempunyai tugas pokok dan fungsi koordinasi
pembangunan (Bappeda Kab. Bogor), dan (4) Badan Pelaksana Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) dan UPT BP3K (Balai Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan) Wilayah Ciawi, dan (5) pengusaha lokal
produk pertanian. Kelima aktor tersebut berpengaruh besar terhadap akses lahan
untuk kegiatan rehabilitasi hutan, alih fungsi dan alih kepemilikan lahan,
pengembangan alternatif pendapatan dari kegiatan non-pertanian, penguatan
kapasitas masyarakat petani lokal, dan koordinasi semua pihak dalam pengelolaan
DAS Ciliwung Hulu. Kebijakan pemerintah dalam pengelolaan DAS Ciliwung
Hulu tidak efektif karena perilaku pelaku kebijakan masih diwarnai paradigma
sektoral dan tidak menyentuh permasalahan utama di DAS Ciliwung Hulu yaitu


tidak jelasnya pengaturan hak dan kewajiban kepemilikan lahan (arrangement of
property right of land). Lahan di Indonesia berfungsi sosial (pasal 6 UUPA No.
5/1960). Sebagian besar lahan 70-80% dimiliki oleh masyarakat luar DAS
Ciliwung Hulu maka pengaturan hak kepemilikan lahan menjadi syarat keperluan
(necessary conditions) bagi pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu.
Kebijakan sektoral cenderung memaksimalkan kepentingan sektoral masingmasing tanpa memperhatikan sinergi antar sektor untuk memperoleh hasil yang
lebih besar. Kedua kondisi ini, penguasaan lahan oleh masyarakat luar dan
kebijakan yang cenderung sektoral, mengakibatkan kebijakan yang ada tidak
mampu mewujudkan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar sektor,
antar pelaku, antar wilayah, maupun antar level pemerintahan. Integrasi program
antar sektor dapat diwujudkan jika mampu diarahkan dalam wadah one
watershed one plan one management system didasarkan pada karakteristik
ekosistem DAS yaitu wadah Rencana Pengelolaan DAS Ciliwung Terpadu.
Berdasarkan hasil analisis prospektif diperoleh bahwa dalam pengelolaan
berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu diperoleh lima faktor kunci yaitu
(n) pendapatan petani dari kegiatan non-pertanian, (w) pemanfaatan jasa wisata
untuk pengembangan ekonomi wilayah, (v)
perubahan penutupan lahan
bervegetasi menjadi lahan terbangun, (s) kegiatan penyuluhan pembangunan

pertanian, perikanan dan kehutanan, dan (k) kapasitas koordinasi organisasi
pemerintah. Model pengembangan kebijakan pengelolaan DAS Ciliwung Hulu
merupakan upaya intervensi untuk meningkatkan kinerja dari kelima faktor kunci
tersebut atau mempertahankan kinerja faktor yang baik. Fungsi model kualitatif
pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu tersebut
dapat digambarkan dalam hubungan fungsi P = f (n, w, v, s, k). Pengembangan
kebijakan melalui intervensi kelima faktor tersebut menjadi syarat kecukupan
(sufficient conditions) dalam pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu.
Skenario pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS
Ciliwung Hulu mencakup skenario pesimis, skenario moderat, dan skenario
optimis. Skenario Moderat merupakan skenario yang paling memungkinkan
dapat diterapkan. Skenario ini dapat meningkatkan nilai indeks keberlanjutan
pengelolaan DAS Ciliwung Hulu dari 47,23 (kurang berkelanjutan) menjadi
51,84 (cukup berkelanjutan).
Kata kunci :

Kebijakan, institusi, pengelolaan, berkelanjutan, DAS, Ciliwung
Hulu

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya :
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

Judul Disertasi

:

Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Berkelanjutan
DAS Ciliwung Hulu Kabupaten Bogor

Nama

:


Joko Suwarno

NIM

:

P062080171

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, M.S.
Ketua

Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N., M.Eng.
Anggota

Dr. Ir. Saeful Rachman, M.Sc.
Anggota

Diketahui :
Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian : 31 Oktober 2011

Tanggal Lulus :

......................

Penguji pada Ujian Tertutup :

Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S.
Dr. Ir. M. Yanuar Jarwadi Purwanto, M.S.

Penguji pada Ujian Terbuka :

Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc.
Dr. Ir. Harry Santoso, M.S.

KATA PENGANTAR
Alhamdulllaahi robbil ’alamin. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat
Allah SWT, karena atas berkat, rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan disertasi ini Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1.
Bapak Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS sebagai ketua komisi
pembimbing, dan Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N., MEng dan Dr. Ir.
Saeful Rachman, MSc. selaku anggota komisi pembimbing yang telah
mencurahkan waktu, berkenan membimbing, memberikan saran masukan
dan dorongan mulai dari penyusunan rencana penelitian, pelaksanaan
penelitian hingga selesainya penyusunan disertasi ini.
2.
Kepala Pusdiklat Pegawai Kementerian Kehutanan dan jajarannya yang
telah memberikan kepercayaan dan dukungan dana dalam mengikuti
pendidikan S3 di Program Studi PSL-IPB.
3.
Bapak Prof. Dr. Cecep Kusmana, MS (Ketua Program Studi PSL IPB), Prof.
Dr. Ir. Soerjono Hadi Sutjahjo, MS.,
Dr. Ir. Arif Amin dan
Dr. Ir. Widiatmaka, DEA atas dukungan semangat dan pemberian dorongan
motivasi.
4.
Bapak Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS dan Dr Ir. M. Yanuar Jarwadi
Purwanto, MS yang telah bersedia menjadi penguji luar komisi pada ujian
tertutup dan memberikan saran masukan untuk perbaikan disertasi ini.
5.
Bapak Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, MSc. dan Dr. Ir. Harry Santoso yang
telah berkenan menjadi penguji luar pada ujian terbuka dan memberikan
saran masukan untuk penyempurnaan disertasi ini.
6.
Jajaran Pemerintah Kabupaten Bogor diantaranya Dinas Kesatuan Bangsa,
Bapeda, Dinas Tata Ruang dan Pertanahan, Dinas Pertanian dan Kehutanan,
BLHD, BP4K dan BP3K Wilayah Ciawi, Perum Perhutani KPH Bogor,
Camat Cisarua, Megamendung dan Ciawi, Bapak Sarjoko (perkebunan teh
PT Ciliwung / PT SSBP).
7.
Bapak Basir, Khusaeri dan anggota poktan Cijulang Asri, Khoerudin
Gapoktan Paseban Asri, seluruh poktan di Kecamatan
Cisarua,
Megamendung dan Ciawi yang telah membantu dalam pengumpulan data di
lapangan.
8.
Segenap dosen dan staf adminsitrasi PSL-IPB yang telah melayani proses
belajar mengajar dengan penuh keramahan, teman-teman ”ECOLOGICA”
dan Forum Mahasiswa Pascasarjana Kementerian Kehutanan di IPB.
9.
Pimpinan dan staf Pusdalbanghut Regional II Kementerian Kehutanan dan
Bapak Lili Mahesa Kumala, BSc.F, SP.

10.

Semua pihak yang telah banyak memberikan kontribusi baik langsung
maupun tidak langsung sejak penyusunan proposal, pengambilan data
hingga tersusunnya disertasi ini.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih belum sempurna, sehingga
untuk penyempurnaan disertasi ini masih diharapkan saran dan masukan dari
semua pihak. Semoga disertasi ini bermanfaat. Amin.

Bogor,

November 2011

Joko Suwarno

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sragen Jawa Tengah pada tanggal 23 Januari 1963
sebagai anak keenam dari pasangan Bapak Kromo Taruno (Alm) dan Ibu Suparmi
(Alm). Menikah dengan Memi Kushandayani, dikaruniai dua orang putera yaitu
Imam Ali Suwarno dan Ihsan Ali Suwarno. Penulis mengikuti pendidikan di
SMA Negeri 4 Surakarta (1983), menempuh pendidikan S1 di Fakultas
Kehutanan IPB Jurusan Manajemen Hutan (1987), dan kemudian melanjutkan
pendidikan S2 di Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan PWDIPB beasiswa OTO-BAPPENAS (2004). Pada tahun 2008, penulis menempuh S3
di Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan PSL-IPB
dengan beasiswa dari Kementerian Kehutanan.
Riwayat penugasan, penulis pernah bertugas sebagai staf pada Kanwil
Departemen

Kehutanan

Provinsi

Sulawesi

Utara

(1992-1994),

Kanwil

Departemen Kehutanan Provinsi Irian Jaya (1994-2000), Badan Planologi
Kehutanan (2000-2004), dan Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan
Regional II Kementerian Kehutanan (2004-sekarang).
Karya ilmiah yang dipublikasikan adalah

berjudul “Pengembangan

Kebijakan Pengelolaan Berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu Kabupaten Bogor”
dimuat dalam Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan pada Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kebijakan dan Perubahan Iklim, Badan Litbang Kehutanan,
Volume 8 No. 2 Tahun 2011.

Bogor,

November 2011

Joko Suwarno

Kalau mahasiswa dan semua orang mau maka akan kuberikan semua ilmu
yang kupunya. Dengan memberikan ilmu kepada orang lain maka tidak
akan mengurangi sedikitpun kekayaan ilmu yang ada padaku tetapi dia
akan semakin tumbuh dan berkembang
(Hariadi Kartodihardjo 2010).

Kelembagaan adalah aturan main, norma, kontrak, komitmen, dan bentuk
ikatan lainnya yang mengatur pilihan dan strategi setiap individu
manusia dalam berinteraksi dengan masyarakat, alam, maupun dengan
Tuhannya untuk meraih tujuan hidupnya.
Barang siapa yang sudah bersyahadat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya
maka dia sudah mengikat komitmen dengan Alah SWT. Jika dia tidak
mengikuti aturan main dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits maka dia
termasuk orang yang mengingkari komitmen dengan Allah SWT
dan akan merugi selama-lamanya
(Joko Suwarno 2011).

Walaupun kamu dibesarkan oleh pemimpin yang korup, pemimpin tidak
adil, pemimpin yang buruk perilakunya dan tidak kamu sukai tetapi
janganlah kamu menjadi seperti pemimpinmu itu. Semua pengalaman
itu harus menjadi pupuk bagi dirimu sendiri. Jadilah kamu menjadi
dirimu sendiri yang mampu membuat perubahan ke depan untuk
kesejahteraan bangsa dan negaramu
(Helmy Basalamah 2011).

Ilmuwan atau orang berilmu itu memiliki sifat cenderung kepada
kebenaran, beretika moral, dan bersikap arif(wisdom)
(Falsafah Sains 2008).

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...............................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
ix
PENDAHULUAN ....................................................................
1
I
1.1 Latar Belakang ................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah .........................................................
9
1.3 Kerangka Pemikiran ..........................................................
14
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................
18
1.5 Manfaat Penelitian ...........................................................
18
1.6 Kebaruan (novelty) ..........................................................
18
II

III

TINJAUAN PUSTAKA .........................................................
2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) ........................................
2.2 DAS Dalam Kajian Institusi ..............................................
2.3 DAS Bagian Hulu ..........................................................
2.4 Pengelolaan DAS Terpadu ............................................
2.5 Tujuan Pengelolaan DAS ..............................................
2.6 Kinerja Pengelolaan DAS ...............................................
2.7 Insentif Pengelolaan DAS ..............................................
2.8 Institusi (Kelembagaan) ................................................
2.9 Koordinasi Lintas Sektoral ............................................
2.10 Dampak Perubahan Penutupan Lahan terhadap
Perubahan Iklim ..............................................................
2.11 Kebijakan .......................................................................
2.12 Pembangunan Berkelanjutan .........................................
2.13 Pengalaman Pengelolaan DAS Luar Negeri, DAS Rhine..
2.14 Sistem, Pendekatan Sistem dan Model ............................

23
23
25
27
32
36
39
44
48
55

METODA PENELITIAN ......................................................

77

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .........................................
3.2 Rancangan Penelitian .....................................................
3.2.1 Menganalisi Status Keberlanjutan Pengelolaan
DAS Ciliwung Hulu .............................................
3.2.2 Menganalisis Arena Aksi Lokal DAS Ciliwung
Hulu .....................................................................

77
77

i

59
61
64
67
71

78
88

3.2.3 Memformulasikan Skenario Pengembangan
Kebijakan Pengelolaan Berkelanjutan DAS
Ciliwung Hulu ....................................................

93

IV

KEADAAN UMUM DAS CILIWUNG HULU .....................
4.1 Pendahuluan ..................................................................
4.2 Karakteristik Biofisik Wilayah ......................................
4.2.1 Letak dan Luas ...................................................
4.2.2 Topografi ...........................................................
4.2.3 Iklim ...................................................................
4.2.4 Geologi dan Fisiografi Lahan ...........................
4.2.5. Jenis Tanah .........................................................
4.2.6 Tutupan Lahan ...................................................
4.2.7 Pemanfaatan Lahan .......................... .................
4.2.8 Produksi Budidaya Pertanian dan Perkebunan ....
4.2.9 Pemanfaatan Jasa Wisata ...................................
4.2.10 Tata Air Sungai Ciliwung Hulu .........................
4.2.11 Kualitas Air Sungai Ciliwung Hulu ...................
4.2.12 Kualitas Sumberdaya Lahan ..............................
4.3 Sosial Ekonomi Masyarakat ...........................................
4.3.1 Penduduk ..........................................................
4.3.2 Mata Pencaharian ...............................................
4.3.3 Pendidikan ..........................................................
4.4 Organisasi DAS Ciliwung Hulu .....................................
4.4.1 Organisasi Pemerintah .......................................
4.4.2 Organisasi Petani ................................................
4.5
Simpulan ........................................................................

99
99
99
99
102
103
106
108
109
111
112
114
115
118
120
122
122
123
124
125
125
126
130

V

STATUS KEBERLANJUTAN DAS CILIWUNG HULU ...
5.1 Pendahuluan ...................................................................
5.2 Hasil dan Pembahasan ...................................................
5.2.1 Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi ..............
5.2.2 Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi ............
5.2.3 Status Keberlanjutan Dimensi Sosial .................
5.2.4 Status Keberlanjutan Dimensi Kelembagaan .....
5.2.5 Status Keberlanjutan Dimensi Aksesibilitas dan
Teknologi Konservasi ........................................
5.2.6 Status Keberlanjutan DAS Ciliwung Hulu .......
5.2.7 Faktor Pengungkit ..............................................
5.2.8 Uji Validitas dan Uji Ketepatan MDS ...............
5.3 Simpulan .......................................................................

131
131
133
133
137
140
143

ii

148
151
154
156
157

VI

VII

VIII

ARENA AKSI LOKAL DAS CILIWUNG HULU ............
6.1 Pendahuluan
................................................................
6.2 Faktor Eksogen .................................................................
6.2.1 Kondisi Biofisik ................................................
6.2.2 Atribut Komunitas Lokal DAS Ciliwung Hulu ...
6.2.3 Aturan yang digunakan (rule-in-use) ..................
a. Kebijakan Politik (constitutional level) ……
b. Kebijakan Organisasional (collective choice
level) ………………………………………..
c. Kebijakan Operasional (operational level) …
6.3 Arena Aksi Lokal ……………………………………….
6.3.1 Alih Fungsi Lahan ……………………………….
6.3.2 Alih Kepemilikan Lahan ………………………..
6.3.3 Kepatuhan Masyarakat terhadap Aturan
Pemerintah ..........................................................
6.3.4 Aktor Dominan di DAS Ciliwung Hulu .............
6.3.5 Aksi Bersama (collective action) .......................
6.4 Kinerja Institusi ( Outcome ) ..........................................
6.5 Simpulan .........................................................................

PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN
BERKELANJUTAN DAS CILIWUNG HULU ..................
7.1 Pendahuluan ...................................................................
7.2 Pengembangan Kebijakan Pengelolaan DAS Ciliwung
Hulu ................................................................................
7.2.1 Identifikasi Faktor Dominan ..............................
7.2.2 Keadaan yang Mungkin Terjadi pada Faktor
Dominan ............................................................
7.3 Skenario Pengembangan Kebijakan Pengelolaan
Berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu .................................
7.4 Alternatif Skenario Pengembangan Kebijakan
Pengelolaan Berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu ............
7.5 Simpulan .........................................................................
RINGKASAN HASIL DAN PEMBAHASAN UMUM .......
8.1 Ringkasan Hasil ............................................................
8.2 Pembahasan Umum ........................................................
8.2.1 Kondisi Pengelolaan DAS Ciliwung Hulu ............
8.2.2 Kerangka Pengembangan Kebijakan Pengelolaan
Berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu .......................
8.2.3 Pengembangan Kebijakan Pengelolaan
Berkelanjutan DAS Wilayah Perkotaan ................

iii

159
159
161
161
164
174
176
189
197
207
207
209
210
214
220
224
227

229
229
230
230
237
240
243
250
251
251
255
256
263
272

SIMPULAN DAN SARAN ...............................................
9.1 Simpulan ..........................................................................
9.2 Saran ................................................................................

277
277
278

.........................................................................

279

LAMPIRAN

.......................................................................................

GLOSSARY

........................................................................................

291
305

IX

DAFTAR PUSTAKA

iv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Kerangka perumusan permasalahan penelitian pengembangan
kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu …
Kerangka pemikiran penelitian pengembangan kebijakan
pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu ....................
Hubungan biofisik antara wilayah hulu dan hilir DAS ...........
Fungsi ekosistem DAS ..............................................................
Proses pembuatan kebijakan ....................................................
Segitiga pembangunan berkelanjutan ......................................
Denah lokasi DAS Rhine di daratan Eropa ............................
Lokasi penelitian DAS Ciliwung Hulu Kabupaten Bogor ........
Tahapan penelitian pengembangan kebijakan pengelolaan
berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu ………………………….
Tahapan analisis RapDAS-Ciliwung Hulu ..............................
Posisi titik keberlanjutan ........................................................
Diagram layang-layang indeks keberlanjutan multidimensi ......
Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam
skenario pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan
DAS Ciliwung Hulu .................................................................
Distribusi curah hujan dan evapotranspirasi DAS Ciliwung
Hulu ............................................................................................
Debit maksimum dan koefisien regime sungai (KRS) Ciliwung
Hulu Tahun 1989-2009 ..............................................
Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi DAS Ciliwung
Hulu ..........................................................................................
Hasil analisis leverage pada dimensi ekologi .........................
Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi DAS Ciliwung
Hulu ..........................................................................................
Hasil analisis leverage pada dimensi ekologi ..........................
Nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial DAS Ciliwung Hulu
Hasil analisis leverage dimensi sosial DAS Ciliwung Hulu ....
Nilai indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan DAS
Ciliwung Hulu ..........................................................................
Hasil analisis leverage atribut pada dimensi kelembagaan
DAS Ciliwung Hulu ................................................................

vii

13
17
29
30
63
66
68
78
79
86
87
88
97

105
117
134
135
138
139
141
142
144
145

24
25
26
27
28
29
30
31

32
33
34
35
36
37

Nilai indeks keberlanjutan dimensi aksesibilitas dan teknologi
DAS Ciliwung Hulu ….……………………………………….
Hasil analisis leverage terhadap atribut pada dimensi
aksesibilitas dan teknologi konservasi ......................................
Layang-layang indeks keberlanjutan multi-dimensi DAS
Ciliwung Hulu ..........................................................................
Indeks keberlanjutan DAS Ciliwung Hulu ............................
Tingkat pengaruh dan ketergantungan aktor dalam pengelolaan
DAS Ciliwung Hulu ………………………………………….
Struktur hirarki elemen aktor yang berpengaruh dalam
pengelolaan DAS Ciliwung Hulu ……………………………
Tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh dalam
sistem pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu ..........
Diagram
layang-layang peningkatan indeks per-dimensi
keberlanjutan hasil skenario pengembangan kebijakan DAS
Ciliwung Hulu ........................................................................
Rangkuman hasil analisis pengelolaan DAS Ciliwung Hulu …
Perilaku pelaku kebijakan sektoral dalam pengelolaan DAS......
Perilaku pelaku kebijakan dalam satu sistem pengelolaan
berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu ………………………….
Kerangka isi rencana pengelolaan DAS Terpadu ....................
Hubungan antara faktor kunci dan aktor kunci dalam
pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu ......................
Kerangka pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan
DAS Ciliwung Hulu ………………………………………….

viii

149
150
152
154
216
219
232

242
254
259
261
263
264
270

25
214
26
215
27
219
28
220
29
30
31

222
224
232

32
241

DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Topik penelitian, metoda dan hasil penelitian terkait novelty ...
Peubah penentu dalam penetapan kinerja pengelolaan DAS .....
Tingkatan norma berdasarkan sanksi atas pelanggarnya ..........
Kategori penilaian status keberlanjutan ....................................
Pengaruh langsung antar faktor dalam
pengelolaan
berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu ...........................................
Variabel-variabel kunci dan beberapa keadaan yang mungkin
terjadi di masa yang akan datang ..............................................
Jenis data, sumber, cara pengumpulan data, metoda analisis
dan output ...............................................................................
Sebaran kelerengan DAS Ciliwung Hulu ................................
Data iklim Stasiun Citeko Tahun 2001-2009 ............................
Distribusi curah hujan di beberapa wilayah DAS Ciliwung
Hulu (1995-2009) .......................................................................
Penutupan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 1992-2009 .........
Pemanfaatan Kawasan DAS Ciliwung Hulu ............................
Rata-rata produktivitas tanaman sayur-sayuran di kab. bogor
tahun 2008 (dalam ton/ha/musim) ............................................
Kunjungan wisatawan di DAS Ciliwung Hulu ......................
Debit air Sungai Ciliwung tahun 1989 -2009 ……………...
Kualitas air di DAS Ciliwung Hulu tahun 2002, 2009 dan 2010
Lahan kritis di DAS Ciliwung Hulu tahun 2005-2009 …......
Pertumbuhan penduduk DAS Ciliwung Hulu tahun 1997 s/d
2008 ..........................................................................................
Mata pencaharian penduduk di DAS Ciliwung Hulu tahun
2000 dan 2006 .........................................................................
Tingkat pendidikan penduduk Ciliwung Hulu tahun 2000 dan
2006 ..........................................................................................
Organisasi pemerintah yang berperan besar dalam pengelolaan
DAS Ciliwung Hulu .................................................................
Pusat pelatihan pertanian swadaya di DAS Ciliwung Hulu .....

v

19
43
51
87
96
98
99
103
104
106
110
112
113
115
116
119
121
122
123
124
125
126

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
2
3
4
5
6
7

Peta administrasi pemerintahan di DAS Ciliwung Hulu ........
Peta subDAS pada DAS Ciliwung Hulu …............................
Peta jenis tanah di DAS Ciliwung Hulu .................................
Peta Penutupan lahan tahun 2000, 2003, 2006 dan 2009 ........
Peta pemanfaatan kawasan DAS Ciliwung Hulu ....................
Hasil penilaian terhadap atribut pada masing-masing
dimensi pengelolaan DAS Ciliwung Hulu .............................
Kebutuhan aktor terhadap Sistem Pengelolaan DAS Ciliwung
Hulu ..........................................................................................

ix

291
292
293
294
295
296
303

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan pembangunan nasional dalam dekade terakhir ini telah
menghasilkan manfaat pada pertumbuhan ekonomi nasional, namun di sisi lain
juga memberikan dampak yang sangat besar baik pada aspek sosial, ekologi,
teknologi maupun kelembagaan. Peningkatan kemajuan dalam kehidupan telah
memberikan perubahan besar, tidak saja pada kehidupan sosial ekonomi
masyarakat akan tetapi juga pada pola penggunaan lahan. Perubahan pola
penggunaan lahan ini telah memberi dampak sangat nyata terhadap fungsi-fungsi
daerah aliran sungai (DAS) dan hidrologi DAS.

Sejumlah kasus perubahan

penggunaan lahan di beberapa DAS di Indonesia disajikan pada hubungan sebabakibat melalui aspek hidrologi DAS, khususnya menyangkut daya dukung DAS
dan frekuensi banjir.

Karakteristik hidrologi dan aliran permukaan sejumlah

sungai utama di Indonesia (Jawa) disajikan dengan menunjukkan tingkat
perkembangan penggunaan lahannya. Disimpulkan bahwa perubahan penggunaan
lahan telah terjadi dalam skala luas, khususnya di pulau Jawa, dan telah memberi
dampak nyata terhadap hasil air DAS dengan semakin meningkatnya frekuensi
kejadian ekstrim seperti banjir dan kekeringan. Dalam kurun waktu setengah abad
terakhir telah terjadi penurunan jumlah curah hujan secara luas di Jawa dan
beberapa wilayah lain di Indonesia dibandingkan dengan waktu setengah abad
sebelumnya yang kelihatannya berhubungan dengan penurunan luas hutan
(Pawitan 2004).
Gambaran kerusakan DAS dan degradasi lahan menunjukkan peningkatan
setiap tahunnya. Pada tahun 1984 terdapat 22 DAS dalam keadaan kritis dengan
luas 9.699.000 ha, kemudian meningkat menjadi 39 DAS kritis pada tahun 1994
dengan luas lahan kritis mencapai 12.517.632 ha, dan pada tahun 2000 DAS kritis
berjumlah 42 DAS dengan luas lahan kritis mencapai 23.714.000 ha (Soenarno
2000; Dephut 1999). Saat ini diperkirakan 13% atau 62 DAS dari 470 DAS di

2

Indonesia dalam kondisi kritis, meskipun kegiatan konservasi tanah dan air dalam
pengelolaan DAS sudah sejak lama diberlakukan.
Salah satu DAS yang telah mengalami degradasi akibat perubahan
penggunaan lahan adalah DAS Ciliwung (Pawitan 2004) dan termasuk salah satu
dari 13 DAS dalam kondisi sangat kritis (Sobirin 2004). Perubahan penggunaan
lahan pada DAS ini dapat diindikasikan sebagai sinyal adanya perubahan perilaku
Sungai Ciliwung. Sungai Ciliwung yang merupakan salah satu sungai utama
yang wilayah hilirnya memasuki dan bermuara di wilayah DKI Jakarta dengan
2

total luas DAS 347 km atau 34.700 ha dan panjang sungai utama 117 km.
Estimasi debit banjir 2-tahunan (Nedeco-PBJR 1973 dalam Pawitan 2004) adalah
3

3

100 m /s dan debit banjir 25-tahunan sebesar 200 m /s, dan nampaknya nilai
estimasi ini telah berubah sejalan dengan perubahan penggunaan lahan yang telah
terjadi dalam tiga dasawarsa terakhir ini. Debit banjir 100 tahunan diperkirakan
3

3

telah meningkat dari 370 m /s (1973) menjadi 570 m /s (2000) dan hal ini terkait
erat dengan perubahan penggunaan lahan di wilayah DAS, khususnya di wilayah
hulu. Perilaku sungai Ciliwung ini telah mengakibatkan banjir di wilayah hilir
pada musim hujan. Akibat banjir telah menimbulkan kerugian baik moril maupun
materiil yang terus berlangsung secara periodik tahunan pada musim hujan,
penurunan kualitas air sungai, longsor pada beberapa titik maupun kejadian
kekeringan pada musim kemarau. Secara teknis hidrologi, kondisi demikian dapat
terjadi akibat tingginya limpasan air permukaan dan berlangsungnya erosi.
Dampak perubahan penggunaan lahan dari kondisi 1981 s/d 1999 telah
meningkatkan debit puncak banjir Ciliwung Hulu sebesar 65% dan peningkatan
volume banjir sebesar 50% (Pawitan 2004).
Kegiatan pembangunan di DAS bagian hilir dan bagian tengah yang
mencakup wilayah DKI Jakarta, Depok dan Cibinong telah berlangsung secara
massive. Permintaan lahan untuk kegiatan permukiman, perdagangan, dan jasa
lainnya telah mengakibatkan berkurangnya daerah resapan termasuk ruang
terbuka hijau (RTH). Demikian halnya dengan tingginya permintaan lahan untuk
permukiman, perdagangan dan prasarana pendukung wisata di wilayah hulu telah

3

menimbulkan tingginya perubahan penutupan lahan dari lahan berpenutupan
vegetasi yang baik telah berubah menjadi semak, tegalan terbuka, maupun
permukiman (lahan terbangun). Laju perubahan penutupan lahan yang tinggi
telah mengakibatkan semakin buruknya kondisi DAS bagian hulu sebagai daerah
resapan air (water recharge) dan sebagai pengendali aliran permukaan (run-off).
Perubahan penggunaan lahan dengan penutupan vegetasi yang baik
maupun lahan berdaya simpan air yang baik menjadi kawasan terbangun telah
mengalami penurunan secara tajam pada tahun 1981 s/d 1999. Dalam kurun
waktu tersebut, Irianto (2000), dari luas DAS Ciliwung Hulu 14.860 ha telah
terjadi alih guna lahan berupa pengurangan hutan 2 ha (-2%), kebun campuran 35
ha (-1,07%), sawah teknis 43 ha (-1,89%), sawah tadah hujan 18 ha (-6,23%), dan
tegalan 152 ha (-4,35%)

semuanya

berubah

menjadi kawasan permukiman

seluas 250 ha (+ 97,66%). Kecenderungan ke depan, dengan iklim sejuk dan
pemandangan alam dengan latar belakang Gunung Gede-Pangrango maka
berpeluang akan menjadi daya tarik adanya perubahan penggunaan menjadi
kawasan pemukiman untuk tujuan wisata alam dengan pembangunan penginapan,
hotel, serta vila. Hal ini juga didukung adanya daya dorong berupa pertumbuhan
penduduk lokal yang memerlukan lahan untuk permukimannya. Hasil penelitian
Janudianto (2004) menunjukkan bahwa selama 1994 s/d 2001 di DAS Ciliwung
Hulu telah terjadi pengurangan lahan kebun teh, sawah, dan hutan semak/belukar
masing-masing -664,39 ha, 1.126,52 ha dan 233,37 ha sedangkan proporsi
penambahan terbesar adalah tegalan / ladang 1.272,04 ha dan permukiman
+ 938,87 ha.
Berdasarkan hasil penelitian Sabar (2007), lahan DAS Ciliwung Hulu
selama periode tahun 1990 sampai 1999 mengalami alih fungsi relatif pesat,
ditandai dengan peningkatan luas lahan terbangun sebesar 20,3%. Dampak alih
fungsi lahan terhadap regime debit aliran sungai dicerminkan dengan terjadinya
peningkatan debit maksimum rata-rata harian Sungai Ciliwung tahun 1990 – 1999
dan dampak berikutnya kecenderungan terjadinya penurunan debit minimum ratarata harian sungai yang mengakibatkan keseimbangan air di wilayah tersebut
menjadi terganggu.

4

DAS Ciliwung Hulu berfungsi sangat penting sebagai penyangga fungsi
ekologi untuk mengatur hidro-orologi lingkungan bagi wilayah hilir termasuk
Ibukota Negara DKI Jakarta maka telah diupayakan penanganan tata ruangnya
secara intensif. Kawasan Bogor Puncak-Cianjur termasuk DAS Ciliwung Hulu
telah diatur penyempurnaan ruangnya melalui Keputusan Presiden Nomor 114
Tahun 1999. Keppres tersebut belum dapat diimplementasikan secara baik.
Memperhatikan kondisi DAS Ciliwung Hulu yang semakin buruk, maka
dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 untuk diupayakan kembali
Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan
Cianjur.

Upaya tersebut memasukkan kawasan DAS Ciliwung Hulu sebagai

kawasan strategis nasional. Upaya ini nampaknya belum memberikan hasil yang
signifikan

dalam

pengelolaan

kawasan

hulu

terutama

dalam

kegiatan

pengendalian pemanfaatan ruang. Kawasan Jabodetabekpunjur mempunyai peran
menyeimbangkan alokasi ruang sebagai pusat pengembangan kegiatan eknomi
wilayah dan nasional sekaligus sebagai kawasan konservasi air dan tanah,
keanekaragaman hayati dalam sistem DAS Ciliwung serta dapat menjamin tingkat
kesejahteraan

sosial

ekonomi

masyarakat

dan

kontribusinya

terhadap

pengembangan ekonomi wilayah dan nasional (Djakapermana 2009).
Kondisi DAS Ciliwung Hulu yang semakin buruk juga didorong oleh
kegagalan upaya konservasi tanah dan air melalui rehabilitasi hutan dan lahan
(penghijauan) terutama yang dilaksanakan oleh pemerintah. Upaya rehabilitasi
lahan DAS Ciliwung Hulu dari tahun ke tahun melalui penanaman pohon berkayu
dan buah-buahan maupun pembuatan sumur resapan belum memberikan hasil
yang positif. Kegagalan upaya rehabilitasi DAS Ciliwung Hulu ini menghadapi
beberapa permasalahan.

Permasalahan yang dihadapi adalah permasalahan

institusi maupun pada tingkat masyarakat, antara lain (BPDAS Citarum-Ciliwung
2003) :
1. Kelembagaan pengelolaan DAS Ciliwung lemah.
2. Fungsi kontrol tidak berjalan dan penegakan hukum yang lemah dan tidak
konsisten.
3. Koordinasi antar lembaga terkait dengan pengelolaan DAS kurang berjalan.

5

4. Kurangnya sosialisasi program kepada masyarakat.
5. Peranserta masyarakat relatif masih rendah.
6. Budaya masyarakat yang tidak kondusif dengan konservasi.
7. Kerusakan lingkungan akibat penggalian pasir, pencemaran, sampah, dll.
8. Tumpang tindih pemanfaatan kawasan.
9. Pemukiman di kawasan sempadan sungai maupun di daerah resapan air.
10. Masalah

kecemburuan sosial akibat pembangunan permukiman oleh

pengembang.
11. Kurang / tidak adanya dana / anggaran untuk kegiatan-kegiatan pengelolaan.
Berdasarkan hasil penelitian Karyana (2007), kegagalan tersebut juga
diakibatkan rendahnya kinerja kelembagaan pemerintah dalam mengelola DAS
Ciliwung. Beberapa faktor yang mengakibatkan permasalahan tersebut adalah :
1. Keberadaan lembaga-lembaga pemerintah yang terlibat dalam pengelolaan
DAS Ciliwung hanya mengandalkan tugas dan fungsi yang diembannya tanpa
mengetahui posisi dan peran masing-masing dalam melaksanakan kegiatan
pengelolaan DAS untuk mengatasi masalah di DAS Ciliwung.
2. Rendahnya kapasitas lembaga pemerintah dalam pengelolaan DAS Ciliwung.
3. Lemahnya koordinasi dalam pelaksanaan berbagai program dan kegiatan
pengelolaan DAS.
4. Belum terbangunnya kelembagaan DAS Ciliwung yang mampu mengelola
DAS Ciliwung secara terpadu.
Fenomena banjir dan kekeringan serta sedimentasi di sepanjang badan
sungai merupakan permasalahan utama pada pengelolaan sumberdaya air di
hampir semua wilayah sungai. Upaya selama ini lebih diutamakan pada
penyelesaian di hilir dari keseluruhan sistem sungai dan lebih pada aspek fisik, hal
ini dapat dilihat dari jumlah dana yang dialokasikan. Upaya konservasi
sumberdaya air belum secara optimal melibatkan masyarakat, dan selama ini
diketahui bahwa aktivitas manusia lebih dominan sebagai penyebab timbulnya
permasalahan tersebut (Guntoro 2008).

6

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui program penanaman
pohon dan konservasi lahan selama ini dinilai gagal oleh masyarakat. Program
penanaman yang dilakukan oleh pihak pemerintah tidak mendapatkan dukungan
atau bahkan mendapatkan reaksi negatif dari masyarakat, diantaranya masyarakat
mencabuti kembali bibit yang ditanam dan dibuang, atau bibit dicabut dan dijual
kembali kepada pihak pengusaha pembibitan pohon. Di beberapa tempat pada
lahan-lahan yang telah ditanami pohon juga telah diubah menjadi bangunan fisik
baik berupa vila atau rumah peristirahatan lainnya.
Berdasarkan

pengamatan,

trianguasi

lapangan

dan

pendalaman

berdasarkan persepsi masyarakat, kegagalan rehabilitasi vegetatif dan konservasi
sipil teknis selama ini diantaranya diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya :
1. Kegiatan penanaman kurang memberdayakan potensi dan kebutuhan lokal;
2. Kegiatan penanaman tidak memberikan manfaat langsung bagi masyarakat,
tetapi malahan

memberikan beban untuk pemeliharaannya sehingga

masyarakat kurang puas terhadap program tersebut.
3. Kegiatan penanaman dilakukan pada lahan berstatus garapan. Lahan eksperkebunan atau di atas lahan negara lainnya yang secara de facto seperti
lahan tidak bertuan dijadikan lokasi penanaman pohon.

Hal ini tidak

mendapatkan dukungan dari pemilik garapan lokal maupun pemilik lahan
yang berada di luar lokasi tersebut. Hasil kegiatan penanaman bibit pohon
kemudian dicabuti dan dibuang untuk dibersihkan kembali.
4. Kegiatan penanaman bibit pohon dalam perkembangannya memberikan
naungan terhadap tanaman pangan tahunan maupun musiman sehingga setiap
ada upaya penanaman kemudian diikuti dengan pencabutan dan diganti
dengan jenis lainnya yang lebih memberikan manfaat lebih ekonomis dan
jangka pendek bagi masyarakat lokal.
5. Pihak pemerintah di lapangan mengalami kesulitan akses untuk melakukan
rehabilitasi vegetatif (penanaman) di atas lahan yang dikuasai oleh masyarakat
dari luar lokasi DAS Ciliwung Hulu. Hal ini terkait dengan status lahan yang
akan ditanami berstatus lahan milik privat bersertifikat. Pihak pemerintah
masih belum bisa mengakses untuk kegiatan penanaman di dalam wilayah

7

tersebut. Lahan dengan status kepemilikan yang dikuasai oeh masyarakat luar
lokasi sangat luas dan tersebar di DAS Ciliwung Hulu.
Beberapa kelompok masyarakat yang tergabung dalam wadah kelompok
tani (poktan) dan gabungan kelompok tani (gapoktan) peduli lingkungan telah
lama melakukan aksi penanaman bibit pohon berkayu maupun bibit buah-buahan
di dalam wilayah DAS Ciliwung Hulu. Beberapa kegiatan penanaman pohon
telah dilakukan baik oleh kelompok tani lokal (desa) maupun oleh lintas desa
(gapoktan) dan telah membentuk jaringan koordinasi antar wilayah terutama di
tiga kecamatan yaitu Kecamatan Ciawi, Kecamatan Megamendung, dan
Kecamatan Cisarua yang berada di dalam DAS Ciliwung Hulu. Poktan ini telah
melakukan upaya rehabilitasi di beberapa tempat pada ruang terbuka hijau yang
berada di sepanjang kiri-kanan jalan utama Cigadog – Cisarua, maupun secara
bertahap melakukan penanaman di dalam lahan garapan yang dimiliki oleh
masyarakat di luar wilayah Ciliwung Hulu (terutama warga Jakarta). Beberapa
inisiasi masyarakat lokal dalam kegiatan penanaman telah mengalami peningkatan
keberhasilannya walaupun sebagian lainnya masih menemui banyak hambatan
dan kegagalan.
Upaya konservasi tanah dan air yang telah dilakukan masih terbatas pada
upaya penyuluhan, penanaman dan inisiasi pembuatan sumur resapan di beberapa
tempat.

Kegiatan yang dilakukan poktan dan penyuluh swadaya masyarakat

kepada masyarakat lokal maupun pemilik vila adalah melakukan penyuluhan dan
membantu beberapa pihak membuat sumur resapan serta secara aktif melakukan
penanaman pada lahan kosong dan lahan tidur di beberapa lokasi DAS Ciliwung
Hulu.
Guna mendukung upaya penanaman tersebut, beberapa poktan telah
memiliki lokasi pembibitan tanaman pada skala yang memadai dan dengan
menggunakan kemampuan teknis yang relatif maju.

Kegiatan persemaian,

penanaman, dan kegiatan pemeliharaan berupa penyulaman bibit dilakukan oleh
poktan secara swadaya tanpa memperhatikan kepedulian dari pihak lain termasuk
dari pihak pemerintah. Masyarakat memaksimalkan sumberdaya lokal untuk

8

memperoleh benih, persiapan persemaian,

pengangkutan bibit, maupun

pemberian penyuluhan dan pelatihan teknis budidaya pertanian dan kehutanan.
Kelompok tani juga telah memiliki sarana prasarana pelatihan bagi
masyarakat lokal maupun masyarakat luar maupun bagi aparat pemerintah.
Pendidikan dan pelatihan pembuatan bibit, pembuatan pupuk kompos, pelatihan
anak-anak sekolah mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK), SD, sampai dengan
perguruan tinggi termasuk pegawai pemerintah telah mengikuti pelatihan di
kelompok masyarakat ini.
Kelompok tani peduli lingkungan tersebut

terus berusaha untuk

merehabilitasi lahan secara mandiri maupun bermitra dengan pemerintah
membantu pelaksanaan reboisasi hutan. Upaya rehabilitasi vegetatif akan terus
dilakukan meskipun kurang atau tidak mendapatkan dukungan dari
pemerintah.

pihak

Hal ini terlihat dari jejak upaya yang ada di lokasi berupa

pembangunan persemaian, penyediaan tempat pelatihan lingkungan bagi
masyarakat lokal maupun masyarakat umum, serta masih eksisnya organisasi
poktan maupun gapoktan peduli lingkungan di tiap-tiap dusun, desa dan tingkat
kecamatan.
Kelompok tani telah dilakukan upaya koordinasi dan negosiasi dengan
pemilik lahan masyarakat luar DAS untuk bisa mengelola secara konservatif
dengan melakukan penanaman pohon berkayu. Beberapa upaya sebagian telah
berhasil dilakukan penanaman dan mendapatkan dukungan masyarakat lokal, dan
sebagian besar lainnya masih mengalami kegagalan. Kegagalan penanaman ini
disebabkan rendahnya kepedulian pemilik lahan atas upaya konservasi lingkungan,
pemilik lahan cenderung membiarkan lahannya terlantar (gontai), atau belum
adanya penegasan pemerintah atas pengakuan kepemilikan lahan menyangkut hak
dan kewajiban pemilik lahan dalam kaitannya dengan wilayah hulu DAS
berfungsi konservasi. Hal ini menunjukkan belum adanya pengaturan yang jelas
kepemilikan lahan (property right of land) dari pihak pemerintah karena
pengelolaan lahan kepemilikan privat dapat mempengaruhi kondisi lingkungan
secara bersama. Pengaturan kepemilikan lahan merupakan faktor yang penting
mengingat sebagian besar lahan 70-80% lahan milik dan lahan garapan dikuasai

9

masyarakat dari luar DAS Ciliwung Hulu. Pemerintah memberikan pengakuan
hak kepemilikan tetapi tidak mengatur kewajiban pemegang hak atas lahan
berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya bersama (common property right).
Pemegang hak privat atas lahan berkewajiban untuk menghindarkan penggunaan
lahannya yang tidak bisa diterima secara sosial (Hanna et al. 1995). Hal ini
menunjukkan tidak adanya kejelasan kewajiban pemilik hak privat atas lahan di
DAS Cliwung Hulu dalam pengelolaan sumberdaya DAS secara bersama.
Fungsi DAS Ciliwung Hulu un