Implementasi Asas Musyawarah Pembahasan 1.

Bantul yang sudah melebihi NJOP Nilai Jual Obyek Pajak, harga jual tanah sekitar menurut taksiran PPAT, maupun harga yang ditetapkan lembaga aprisal. Asas partisipasi berlaku juga bagi pemerintah. Salah satu parameter asas ini adalah panitia pengadaan tanah harus menyediakan lembaga komunikasi dan konsultasi public relation services. Menu- rut penjelasan bidang Tapem Kabupaten Bantul, tidak ada lembaga konsultasi dan komunikasi dalam proyek JJLS ini, dan jika ada masyarakat yang ingin mencari informasi maka mereka harus datang langsung ke bagian Tapem Kabupaten Bantul. Pihak pe- merintah juga membuka forum pengaduan melalui pesan singkat ke Bupati Bantul. Peran aktif masyarakat sangatlah penting untuk berlangsungnya proyek pem- bangunan JJLS ini, peran aktif masyarakat dalam proyek JJLS ini dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 7. Peran Aktif Masyarakat Berperan dalam Setiap Tahapan Jumlah Prosentase Ya, selalu hadir a. Kadang - kadang b. Tidak pernah c. Tidak berperan aktif karena tidak datang d. 31 1 - - 97 3 - - Jumlah 32 100 Sumber: Diolah oleh penulis. 14 Hisyam Makmuri, 1998, “Evaluasi Terhadap Pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk Perluasan Bandara Adi Sumarmo Surakarta”, Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian Fakultas UGM, Yogyakarta, hlm. 9. Tabel di atas menunjukkan keaktifan responden dalam setiap tahapan baik dalam sosialisasi maupun musyawarah. Walaupun dalam praktiknya hanya beberapa responden yang berbicara aktif sebagai wakil dari responden yang lain. Dengan demikian asas partisipasi pada masyarakat cukup bagus sampai dengan tahap ini.

3. Implementasi Asas Musyawarah

Makna asas musyawarah adalah ke- giatan yang mengandung proses saling men- dengar, saling memberi dan saling menerima pendapat, serta keinginan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besar kerugian serta masalah lain yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan tanah atas dasar kesukarelaan dan kesetaraan antara pihak yang memerlukan tanah dengan pihak yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, yang dapat memberikan kelangsung- an hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah Pasal 1 angka 10 Perpres No. 36 Tahun 2005. Menurut ketentuan ini, asas musyawa-rah mengandung juga asas keadilan sebab pemberian ganti kerugian harus menjadikan keadaan sosial ekonomi pihak yang terkena pengadaan tanah menjadi lebih baik 14 . Parameter keberhasilan asas ini adalah: 1. Terjadi konsensus kedua pihak menge- nai bentuk dan besarnya ganti kerugian; 2. Tidak ada tekanan, penyesatan, inti- midasi sebagai bentuk kesetaraan; 3. Adanya kebebasan dalam mengemu- kakan pendapat para pihak; 4. Tidak ada orang-orang di luar kepanitia- an dan lembaga aprisal yang ditunjuk. Asas ini dapat diimplementasikan da- lam bentuk: 1. Musyawarah tidak hanya sekali; 2. Pemerintah memberikan kesempatan kepada warga untuk berpendapat; 3. Musyawarah dilakukan secara lang- sung. Hasil penelitian lapangan dari asas ini ditunjukkan dalam tabel-tabel ber- ikut. Tabel 8. Perasaan Responden Ketika Menghadiri Musyawarah Perasaan Jumlah Prosentase Biasa saja a. Tertekan karena ada intimidasi b. Tertekan karena ada paksaan c. Ada penipuan dan penyesatan d. 29 - - 3 90,625 - - 9,375 Jumlah 32 100 Sumber: Diolah oleh penulis. Tabel 9. Pengetahuan Adanya Pihak Lain di luar Kepanitiaan Jawaban Jumlah Prosentase Tidak ada a. Tidak tahu b. Ada, sebutkan c. 14 18 - 43,75 56,25 - Jumlah 32 100 Sumber: Diolah oleh penulis. Sebagian besar responden merasa biasa saja karena tidak ada tekanan yang dilakukan oleh panitia pengadaan tanah, semuanya berjalan secara teratur dan sesuai dengan rencana. Tidak ada praktek intimidasi dan penekanan kepada masyarakat oleh panitia pengadaan tanah. Dari hasil penelitian ini berarti mekanisme musyawarah sudah sesuai dengan ketentuan. Adanya campur tangan pihak luar sangat berpengaruh dan memberi dampak yang luar biasa pada proses musyawarah dan hasil musyawarah. Untuk itu, masyarakat perlu mengetahui ada tidaknya campur tangan pihak ketiga yang dapat memper- keruh suasana. Para responden merasa tidak ada pihak lain yang berada dalam musyawarah. Hal ini berarti dalam musyawarah hanya ada panitia pengadaan tanah dan responden saja. Namun banyak juga responden yang tidak tahu ada tidaknya pihak luar 56,25 . Memang data ini menunjukkan tidak adanya penyusupan dari pihak-pihak yang tidak berkepentingan dalam musyawarah yang dapat mengubah atau merusak jalan- nya musyawarah karena hanya pemilik hak atas tanah saja yang diundang, namun penyusupan dapat terjadi di luar forum musyawarah yang berupa penyesatan informasi harga tanah. Keterangan responden sama dengan keterangan nara sumber. Dalam musyawarah tidak ada pihak lain yang masuk selain panitia pengadaan tanah dan warga yang memiliki hak atas tanah saja. Pelaksanaan musyawarah secara langsung ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat 1 Perpres No. 36 Tahun 2005. Kata sepakat merupakan kunci keberhasilan musyawarah. Dalam 3 kali musyawarah yang diadakan sudah hampir mencapai kata sepakat, namun karena ada satu orang warga masyarakat yang menuntut ganti kerugian terlalu tinggi kemudian diikuti yang lainnya maka sampai dengan musyawarah ke-3, kesepakatan belum berhasil. Masyarakat masih menginginkan musyawarah kembali. Dalam kasus ini apabila dalam jangka waktu 120 hari sejak tanggal undangan musyawarah pertama tetap tidak tercapai kata sepakat, sedangkan proyek tidak dapat dialihkan lokasinya, dan rencana pembangunan sudah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah RTRW serta masyarakat sudah menyetujui rencana pembangunannya, maka berdasarkan ketentuan Pasal 37 Peraturan Ka. BPNRI No. 3 Tahun 2007, Panitia Pengadaan Tanah dapat membuat Berita Acara Penyerahan Ganti Rugi dan jika pemilik tetap menolak, maka berdasarkan berita acara tersebut Panitia Pengadaan Tanah dapat meminta instansi pemerintah yang memerlukan tanah untuk menitipkan uang ganti kerugian ke Pengadilan Negeri di wilayah hukum lokasi tanah tersebut, sehingga tanah dapat segera digunakan untuk proyek tersebut. Selanjutnnya, menurut ketentuan Pasal 41, apabila pemilik tetap keberatan atas berita acara tersebut, dapat mengajukan keberatan kepada Bupati atau Gubernur atau Menteri Dalam Negeri disertai dengan penjelasan tentang sebab- sebab keberatannya paling lama 14 empat belas hari. Selanjutnya BupatiGubernur Menteri Dalam Negeri harus dapat memberikan putusan paling lama 30 tiga puluh hari dengan meminta pertimbangan atau pendapat dari: 1. Pemilik yang mengajukan keberatan atau kuasanya; 2. Panitia Pengadaan Tanah; 3. Instansi pemerintah yang memerlukan tanah. Apabila upaya yang telah dilakukan oleh BupatiGubernurMenteri Dalam Negeri tetap tidak bisa diterima oleh pemilik dan lokasi pembangunan tetap tidak da- pat dipindahkan, maka BupatiGubernur Menteri Dalam Negeri dapat mengajukan usul penyelesaian dengan cara pencabutan HAT berdasarkan UU No. 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak atas Tanah dan Benda-benda yang Ada di Atasnya, 15 jo. Pasal 18 UUPA. Apabila pemilik tetap tidak mau menerima ganti kerugian sesuai dengan yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden karena masih dianggap kurang adil, maka pemilik dapat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi PT di wilayah tanah itu berada. Keputusan 15 Lihat Pasal 42 Peraturan Ka. BPNRI No. 3 Tahun 2007. PT ini merupakan upaya hukum tingkat pertama dan terakhir. 16 Meskipun di- mungkinkan untuk mengajukan meka- nisme seperti ini, akan tetapi sampai sekarang pemerintah belum berani untuk melakukan konsinyasi maupun pencabut- an HAT karena memang belum memenuhi batas waktu 120 hari dari undangan musyawarah pertama tertanggal 21 Oktober 2010. Akan lebih baik jika musyawarah dilakukan sesering mungkin dalam upaya pencapaian kesepakatan sebelum lewat waktu tersebut. 17

4. Implementasi Asas Keadilan