PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TEMBUS (JALAN ALTERNATIF) KABUPATEN MAGETAN KABUPATEN KARANGANYAR

(1)

commit to user

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN

JALAN TEMBUS (JALAN ALTERNATIF)

KABUPATEN MAGETAN-KABUPATEN KARANGANYAR

Penulisan Hukum ( Skripsi )

Disusun dan Diajukan Untuk

Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Oleh

MARDIYAN HADI NUGROHO E1107178

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN

JALAN TEMBUS (JALAN ALTERNATIF)

KABUPATEN MAGETAN-KABUPATEN KARANGANYAR

Oleh

MARDIYAN HADI NUGROHO E1107178

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 30 Maret 2011

Dosen Pembimbing

Pius Triwahyudi, S.H., M.Si. NIP. 195602121985031004


(3)

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN

JALAN TEMBUS (JALAN ALTERNATIF)

KABUPATEN MAGETAN-KABUPATEN KARANGANYAR

Oleh

MARDIYAN HADI NUGROHO E1107178

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 07 April 2011 DEWAN PENGUJI

1. Purwono Sungkowo Raharjo, S.H. ( ... ) Ketua

2. Wasis Sugamdha, S.H., M.H. ( ... ) Sekretaris

3 Pius Triwahyudi, S.H., M.Si. ( ... ) Anggota

Mengetahui Dekan,

(Mohammad Jamin, S.H., M.Hum) NIP. 196109301986011001


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : MARDIYAN HADI NUGROHO NIM : E1107178

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TEMBUS (JALAN ALTERNATIF) KABUPATEN MAGETAN-KABUPATEN KARANGANYAR adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 30 Maret 2011 Yang membuat pernyataan

MARDIYAN HADI NUGROHO NIM. E1107178


(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Mardiyan Hadi Nugroho, E1107178.2011. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUKN PEMBANGUNAN JALAN TEMBUS (JALAN ALTERNATIF) KABUPATEN MAGETAN-KABUPATEN KARANGANYAR. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemegang hak atas tanah memperoleh perlindungan hukum dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar dari 2 (dua) peristiwa konkrit atau fakta hukum, yaitu tentang prosedur pengadaan tanah serta musyawarah bentuk dan besarnya ganti kerugian.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif, menentukan hukum in concreto ada tidaknya perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencangkup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan. Kemudian data tersebut dimintakan penjelasan dan konfirmasi dari Kepala Bagian Administrasi Pemerintahan Umum Kabupaten Magetan, Kepala bagian Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Magetan dan staff Badan Pertanahan Nasional Bagian Pengadaan Tanah. Analisis data yang yang dilaksanakan dengan interpretasi terhadap peristiwa konkrit (dalam permasalahan penelitian nomor 1 dan 2) untuk dijadikan peristiwa hukum (jawaban permasalahan nomor 1 dan 2). Untuk memperoleh jawaban atas permasalahan nomor 3, perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah dalam Pengadaan Tanah, digunakan silogisme deduksi.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, Kesatu, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar sudah sesuai prosedur Keppres Nomor 55 tahun 1993, terbukti dengan adanya permohonan ijin pemabngunan, pembentukan panitia pengadaan tanah, panitia pengadaan tanah juga telah membentuk Tim Inventarisasi serta melakukan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakan serta sosialisai yang di lakukan berkali-kali sampai terjadinya kesepakatan antara Panitia Pengadaan Tanah dengan masyarakat Pemegang Hak Atas Tanah. Kedua musyawarah bentuk dan besarnya ganti kerugian sudah terjadi kesepakatan, dengtan adanya Berita Acara Penyerahan Hak Atas Tanah Dan Pembayaran Ganti Rugi Nomor : 01/PLH/XII/2003 Dukuh Cemorosewu Desa Ngancar Kecamatan Plaosan, Nomor : 01/PLH/1/2004 untuk Dukuh Singolangu Kelurahan Sarangan Kecamatan Plaosan serta perhutani di tukar dengan tanah penganti. Ketiga, Pemegang hak atas tanah mendapatkan perlindungan hukum dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tembus (jalan alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar.


(6)

commit to user

vi ABSTRACT

Mardiyan Hadi Nugroho, E1107178.2011. LAW PROTECTION FOR

LANDHOLDER ON LAND PROCUREMENT FOR BUILDING NEW ROAD (ALTERNATIVE ROAD) BETWEEN MAGETAN RESIDENCE-KARANGANYAR RESIDENCE. Faculty of Law Sebelas Maret University.

The aims of this research is to know even the landholder have law protection on land procurement for building new road (alternative road) between Magetan residence-karanganyar residence from 2 (two) concrete phenomenon or law fact, that are about procedure of land procurement and deliberation of form and number of compensation .

This research is prescriptive normative law research; decide in concerto law the resistant of law protection for landholder for land procurement for building new road (alternative road) between Magetan residence-karanganyar residence. It uses secondary data. The secondary data include: primary law matter, secondary law matter, and tertiary law matter. It uses library technique to collect data. Then the data will be asked and confirm to chief of government administration Magetan residence, chief of directorate general of highway construction and maintenance (Bina Marga) public works department Magetan residence and staff of land affairs department, land procurement section. Data analysis that is performed with interpretation to concrete phenomenon (on research question number 1 and 2) in order to law phenomenon (answer question number 1 and 2). To get answer for question number 3, law protection for landholder on land procurement, used deductive syllogism.

Based on the result of the research and explanation the conclusions are; first, land procurement for building new road (alternative road) between Magetan residence-karanganyar residence is appropriate for procedure of presidential decree number 55, year 1993, proved with application building license, land procurement committee forming, land procurement committee also forming Inventories team also do counseling to the people and socialization over and over until agreement reached between land procurement committee and landholder. Second: deliberation of form and number of compensation reached agreement; it is firmly by official report for transfer of land property and compensation payment Number: 01/PLH/XII/2003 Cemorosewu hamlet, Ngancar village, Plaosan sub district, Number: 01/PLH/1/2004 for Singolangu hamlet, Sarangan village, Plaosan sub district includes forestry department exchanged with land substitute. Third: land holder is protecting by law on land procurement for building new road (alternative road) between Magetan residence-Karanganyar residence.


(7)

commit to user

vii MOTTO

Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi kecuali jika Tuhanmu menghendaki;

sebagai karunia yang tiada putus-putusnya. “QS. Hud: 108”

Manusia yang paling lemah ialah orang yang tidak mampu mencari teman. Namun yang lebih lemah dari itu ialah orang yang mendapatkan

banyak teman tetapi menyiakannya. “Ali Bin Abu Thalib”

Rahasia terbesar dalam hidup: Melewati hari ini dengan penuh makna. Makna tentang cinta, ilmu, dan iman. Dengan cinta hidup menjadi indah. Dengan ilmu

hidup menjadi mudah. Dan dengan iman hidup menjadi terarah. “Safruddin”

Tidak ada keberhasilan dan kegagalan dalam hidup, yang ada hanya prestasi sebagai batu loncatan.


(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan sebagai wujud syukur, cinta dan terima kasih kepad a:

1. Allah SWT sang penguasa alam atas segala karunia, rahmat dan nikmat yang telah

diberikan-Nya;

2. Nabi Muhammad SAW, sebagai Uswatun Hasanah yang telah memberi suri tauladan

yang baik bagi umatnya;

3. Ayahanda Sukarni BA dan Ibunda tercinta Sumirah, S.H yang telah memberikan kasih

sayang yang tiada duanya kepada penulis;

4. Kakakku Yeni Kurniawati. S.Kep Ners selalu memberikan nasehat serta dukunganya;

5. Sahabat-sahabatku yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini dan juga untuk

kekompakan selama ini (Pandu, Tari, Ginanjar, Mahendra KP, Dewi Astutik, Nunung Irawan);

6. Teman-teman Fakultas Hukum UNS angkatan 2007;

7. Semua pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini;

8. Almamaterku, Fakultas Hukum UNS, yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan dan


(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya. Yang selalu memberikan jalan dan kemudahan kepada penulis

sehingga Penulisan Hukum (Skripsi) yang berjudul, “PERLINDUNGAN HUKUM

BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TEMBUS (JALAN ALTERNATIF)

KABUPATEN MAGETAN-KABUPATEN KARANGANYAR” dapat

terselesaikan tepat waktu.

Penulisan hukum ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi syarat-syarat untuk memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Banyak hambatan dan permasalahan yang dihadapi penulis dalam menyelesaikan Penulisan Hukum ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam menyelesaikan Penulisan Hukum ini tidak bisa terlepas dari bantuan semua pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung, secara materiil maupun non materiil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Allah SWT, atas segala rahmat dan karunianya;

2. Nabi Muhammad SAW, semoga penulis dapat istiqomah dijalan-Nya hingga

akhir jaman;

3. Bapak Muhammad Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk dapat melaksanakan Penulisan Hukum ini;

4. Pembantu Dekan I, yang telah membantu dalam pemberian ijin dilakukannya

penulisan ini;

5. Bapak Pius Triwahyudi S.H., M.S.I., selaku pembimbing skripsi dalam penulisan hukum ini yang dengan kesabaran dan kebesaran hati telah membimbing, mengarahkan, serta membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini;


(10)

commit to user

x

6. Bapak Lego Karjoko, S.H., M.H. selaku Ketua Pengelolaan Penulisan Hukum

Fakultas Hukum UNS yang telah membantu penulis dalam menyusun judul penulisan hukum ini;

7. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, atas semua ilmu pengetahuan yang tiada terkira berharganya bagi hidup dan kehidupan penulis;

8. Seluruh Pimpinan dan Staf Administrasi Fakultas Hukun Universitas Sebelas Maret, atas semua kemudahan, fasilitas serta kesempatan-kesempatan yang telah diberikan;

9. Pengelola Penulisan Hukum (PPH) Fakultas Hukum UNS;

10. Ayahanda Sukarni, B.A dan Ibunda Sumirah, S.H yang penuh kasih sayang merawat dan membesarkan penulis, yang selalu memberikan dukungan moril dan materiil sehingga penulisan hukum ini dapat terselesaikan;

11. Kakakku Yeni Kurniawati. S.Kep. Ners selalu memberikan nasehat serta dukunganya;

12. Teman-teman yang selalu membantuku Sri Lestari Handayani, Pandu Jaya Hartono, Ginanjar Wahyudi, Mahendra Kusuma Priyambada, Dewi Astutik Handayani, Nunung Irawan;

13. Teman-teman angkatan 2007 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta;

14. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas semua bantuan baik materiil maupun imateriil.

Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum ini sangat jauh dari sempurna, Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penulisan hukum ini dan kedepannya sangat diperlukan dari para pembaca akan penulis terima dengan senang hati. Akhir kata, semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surakarta, 30 Maret 2011

Mardiyan Hadi Nugroho NIM. E1107178


(11)

commit to user

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Metode Penelitian ... 13

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ... 19

1. Tinjauan Tentang Perlindungan Hak Atas Tanah ... 19

2. Tinjauan Tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum.... 21

a) Pengadaan tanah ... 21

b) Kepentingan Umum ... 26

c) Panitia Pengadaan Tanah ... 31

d) Ganti Kerugian ... 35

e) Tata Cara atau Prosedur Pengadaan tanah bagi pelaksananan pembangunan untuk kepentingan umum ... 38


(12)

commit to user

xii

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran umum Kabupaten Magetan... 47

B. Prosedur Dan Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk

Pembangunan Jalan Tembus Kabupaten Magetan- Kabupaten

Karanganyar Di Kabupaten Magetan. ... 48 C. Bentuk Dan Besarnya Ganti Kerugian ... 64 BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan... 72 B. Saran-Saran ... 73 DAFTAR PUSTAKA


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR


(14)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Setelah Indonesia merebut kemerdekaan maka perjalanan yang akan di lanjutkan oleh bangsa Indonesia adalah merubah keadaan bangsa Indonesia menuju masyarakat yang lebih baik di segala bidang kehidupan yang tertuang dalam sebuah pembangunan. Pembangunan bisa di istilahkan dengan pertumbuhan, perubahan sistem, moderisasi atau perbaikan sosial ekonomi.

Dalam kaitannya dengan pembangunan, Lili Rasyidi berpendapat bahwa “Pembangunan sebagai suatu cara mengubah masyarakat yang terpola dan teratur di maksudkan untuk meningkatkan peradaban manusia, kualitas hidup manusia baik kesehatan, intelektualitas, kesejahteraan maupun kesenangan hidup”

Pada intinya, pembangunan adalah suatu proses yang akan berjalan terus menuju kearah sistuasi yang lebih baik dari situasi sebelumnya. Sehingga Untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dalam wadah negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tentaram,tertib dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dan damai tujuan di maksudkan dibutuhkan suatu strategi tersendiri yang tertuang dalam kebijaksanaan pemerintah (public policy). Kebijaksanaan pemerintah ini di perlukan sebagai suatu acuan sekaligus merupakan kesimpulan dari banyaknya kepentingan yang ada dalam masyarakat.

Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang diterapkan dalam pemerintah dalam bentuk pembangunan jangka pendek (PELITA) dan pembangunan jangka panjang (PJP) menuntut adanya sesuatu sistematika dalam pelaksanaanya. Hal ini akan menghindarkan dari suatu kesalahan yang bisa berakibat fatal atau merugikan. Dengan perencanaan terdahulu akan di ketahui bidang – bidang apa yang harus didahulukan.


(15)

commit to user

Pada pembangunan jangka panjang kedua ini, dititikberatkan pada pembangunan bidang ekonomi sebagai pengerak utama pembangunan. Di samping sebagai penggerak utama pembangunan, maka pertumbuhan ekonomi sekaligus akan memberikan pedoman bagi pertumbuhan pembangunan nasional pada umumnya.

Titik berat pada pembangunan bidang ekonomi di Indonesia dan pada negara berkembang lainya, tidak lain adalah untuk memperbaiki kesejahteraan sekaligus sebagi suatu hal yang di munculkan dari suatu tata ekonomi dunia baru, yaitu tata ekonomi yang bersifat transnasional atau yang di istilahkan dengan globalisasi ekonomi.

Sebagai suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari faktor-faktor lain, maka pembangunan dibidang ekonomi membutuhkan banyak dukungan sarana maupun prasarana yang berupa fisik maupun non fisik. Dukungan ini dapat berbentuk kebijaksanaan pemerintah, dana, undang-undang atau peraturan maupun sumberdaya manusia sendiri. Dan salah satu pendukung ekonomi adalah bidang transportasi.

Sebagai urat nadi pembangunan ekonomi khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya, maka bidang transportasi menjadi kebutuhan pokok. Dalam GBHN Bab IV huruf F bidang ekonomi angka 5, disebutkan :

Pembangunan transportasi yang berperan sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan diarahkan

pasal terwujudnya sistem transportasi nasional yang handal,

berkemampuan tinggi, aman, nyaman dan efisien dalam menunjang sekaligus mengerakan dinamika pembanguan mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa, mendukung pola distribusi nasional, serta mendukung pengembangan wilayah dan peningkatan hubungan internasional yang lebih memantabkan perkembangan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan wawasan nusantara.

Permasalahan selanjutnya yang muncul adalah berkenaan dengan penyediaan lahan untuk keperluan pembangunan prasarana transportassi tersebut. Kita tahu bahwa jumlah tanah adalah konstan sementara jumlah penduduk bertambah. Untuk itu diperlukan suatu pengaturan atau mekanisme


(16)

commit to user

tersendiri yang tepat, terlebih lagi akhir-akhir ini nilai tanah strategis baik dari segi ekonomi, politik maupun sosial budaya.

Keberadaan tanah sangat penting artinya bagi manusia, karena tanah merupakan salah satu sumber kehidupan. Setiap orang akan berusaha untuk mendapatkan tanah dan berupaya memperjuangkannya untuk memenuhi hajat hidupnya dan mempertahankan kehidupan dan ekosistem kelompoknya. Karena tanah yang ada sangat terbatas dan tidak pernah bertambah, maka untuk menghindarkan terjadinya benturan kepentingan antara individu dan kelompok masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan akan tanah, pemerintah sebagai pelaksana dari kekuasaan negara mempunyai peranan sesuai dengan kewenangan yang ada padanya untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan tanah termasuk mengatur hubungan-hubungan hukum dan perbuatan-perbuatan hukum antara individu atau kelompok masyarakat dengan tanah (Supardy Marbun, 2005.

“Persoalan Areal Perkebunan pada Kawasan Kehutanan”. Jurnal Hukum. Vol.

01, No. 1)

Ada berbagai kepentingan yang kelihatanya saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya berkenaan dengan persoalan tanah dalam pembangunan. Di satu pihak pembangunan sangat memerlukan tanah sebagai sarana utama sedangkan dilain pihak sebagian besar dari warga masyarakat juga memerlukan tanah sebagai tempat pemukiman dan tempat mata pencahariannya. Bilamana tanah tersebut diambil begitu saja dan dipergunakan untuk keperluan pembangunan, maka harus mengorbankan hak asasi warga masyarakat yang seharusnya jangan sampai terjadi dalam Negara yang menganut prinsip “rule of law” akan tetapi bilamana hal ini di biarkan maka usaha-usaha pembangunan akan macet.

Selain konteks politik dan ekonomi, sengketa tanah terjadi karena lemahnya posisi hukum tanah komunal dalam kerangka hukum nasional. Status hukum hak atas tanah komunal ditunjukkan dengan adat di Indonesia diatur


(17)

commit to user

dalam Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dapat diringkas sebagai berikut yakni adat tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional, adat tidak boleh bertentangan dengan sosialisme Indonesia, adat tidak boleh bertentangan dengan hukum agraria atau hukum pemerintah lainnya, semua tanah-tanah adalah milik negara. Merupakan terjemahan dalam bahasa Indonesia yang disadur dari jurnal internasional yang mengemukakan in addition to the political and economic contexts, land dispute occur due to the weak legal position of communal lands in the frame work of national law. the legal status of communal land rights indicated by adat in indonesia set forth in agrarian law article 5 1960 may be summarized as follows adat must not be contrary to national interests, adat must not be contrary to indonesia socialism, adat must not be contrary to the princilpes of

agrarian law or other government law, all lands belong to the state (Minako

Sakai. 2002. “Land Dispute Resolution in the Political Reform at the time of Desentralization in Indonesia”. The Indonesian Journal of Anthropology. Vol Spesial, No. 15).

Dalam hal ini pemerintah perlu mengadakan pendekatan pada masyarakat dengan memberikan pengertian bahwa tanah mempunyai fungsi sosial sebagaiman diatur dalam Pasal 6 UUPA, yaitu bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Pasal ini akan menghubungkan antara negara sebagai penguasa atas tanah dan rakyat sebagai pemegang hak atas tanah dalam hal pembangunan.

Tanah mempunyai fungsi sosial apabila dikaitkan dengan usaha pemilikanya/penguasaanya maka usaha tersebut harus tidak akan menim bulkan kerugian pada lingkungan. Pemanfaatan tanah harus sesuai dengan kepentingan masyarakat banyak, karena tanah mempunyai fungsi sosial. Pengunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya ssifat daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kabahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan Negara. Tetapi dalam pada itu, ketentuan tersebut tidak berarti, bahwa kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum (masyarakat). Undang-Undang Pokok Agraria

memperhatikan pada kepentingan-kepentingan perseorangan.


(18)

commit to user

haruslah salaing mengimbangi, hingga akhirnya akan tercapai tujuan pokok: kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya. Untuk itu perlu adanya perencanaan peruntukan dan pengunaan tanah. Sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, terpenuhilah fungsi sosialnya (Lieke Lianadevi Tukgali, 2010: 40-41)

Pemerintah selaku penyelengara pemerintahan tertinggi mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan yang menyangkut kepentingan pribadi warga masyarakat, apabila kepentingan umum menghendakinya berdasarkan Pasal 18 UUPA yang menyebutkan bahwa: “Untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur oleh undang-undang”

Dalam Pasal 18 ini mengandung beberapa pengertian sebagai berikut:

1. Pencabutan hak-hak atas tanah dimungkinkan tetapi ada syarat-syarat harus dipenuhi terlebih dahulu.

2. Antara salah satu syarat yang terpenting adalah perlu diadakan pengantian kerugian. Pencabutan hak atas tanah tersebut.

3. Syarat-syarat lain adalah pencabutan hak ini dilakukan demi kepentingan umum. Dalam kepentingan umum ini termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingna bersama dari rakyat. Kepentingan perseorangan harus tunduk kepada kepentingan umum,

4. Oleh karena itu segala sesuatu ini dimaksudkan untuk memberi jaminan kepada khalayak ramai, maka perlu diatur dalam bentuk undang-undang.

Jenis pembangunan untuk kepentingan umum di Indonesia berbeda dengan kepentingan umum di negara-negara lain. Karena kepentingan umum merupakan suatu konsep hukum, maka maknaya dapat ditafsirkan berbeda antara negara yang satu dengan negara lain, akan tetapi secara

general kepentingan umum mempunyai nilai-nilai yang universal.

Kepentingan Umum merupakan konsep hukum yang hanya dapat ditetapkan kriteria-kriterianya, dan tidak dapat dirumuskan pengertianya. Kepentingan umum adalah suatu konsep hukum yang kabur (vage) dan hanya untuk alasan praktis konsep kepentingan umum ditetapkan secara enumeratif, dan ini dianut oleh hukum positif di indonesia (Lieke Lianadevi, Tukgali 2010: 43-44)


(19)

commit to user

Untuk memberikan perlindungan sekaligus jaminan bagi atas khalayak ramai berkenaan dengan pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan pembangunan, maka dikeluarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang pencabutan Hak-hak Atas tanah dan Benda-beda yang Ada Diatasnya. Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 ini disebutkan:

Untuk kepentingan umum, termassuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, demikian pula kepentingan pembangunan, maka presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Mentri Kehakiman dan mentri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya

Pengadaan tanah merupakan suatu keharusan untuk menunjang terwujudnya sarana umum dan apabila pemerintah sendiri tidak mempunyai tanah untuk itu maka satu-satunya jalan dengan pengadaan tanah dari tanah yang dihaki atau dimiliki orang masyarakat baik secara individu maupun kelembagaan. Tanah di Indonesia mempunyai fungsi sosial artinya kegunaan tanah lebih mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan umum atau golongan. Yang menjadi kendala dalam melaksanakan fungsi sosial adalah awamnya masyarakat, akibat dari awamnya masyarakat itu mereka mengangap kepemilikan tanah iru berlaku mutlak, artinya hak kepemilikanya tidak bisa digangu gugat oleh siapapun termasuk oleh Negara (Mudakir Iskandar, 2007: 5).

Negara mempunyai hak terhadap tanah untuk menguasai, sebagaimana diterangkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Penjabaran dari UUD 1945 itu dijelaskan dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, yang di dalamnya mengatur dan membenarkan pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum yang dalam Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 1960 disebutkan, bahwa kewenangan negara adalah :


(20)

commit to user

1. Kewenangan untuk mengatur dan menyelengarakan peruntukan

pengunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi air, dan ruang angkasa tersebut.

2. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi air dan ruang angkasa.

3. Menentukan hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai bumi air dan ruang angkasa.

Sebagai aturan pelaksanaanya dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Bahwa di dalam pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya supaya hanya dilaksanakan benar-benar untuk kepentingan umum dan dilakukan dengan hati-hati serta cara-cara yang adil dan bijaksana, segala sesuatu sesuai dengan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Keputusan Presiden maupun Peraturan Presiden ini akan memberikan gambaran bahwa pemerintah tidak begitu saja mengambil tanah dari rakyat walaupun dipergunakan untuk pembangunan. Pelindungan terhadap pemegang hak atas tanah tetap menjadi perhatian utama, terlebih lagi bahwa sebagian besar warga masyarakat Indonesia bermata pencaharian petani.

Kebijakan ini tidak lain mengigatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan bukan sebaliknya. Sebuah kebijakan harus memperhatikan dampak yang akan timbul baik pada waktu dekat maupun pada jangka panjang tentunya akan banyak bersentuhan dengan faktor-faktor lain.

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum oleh pemerintah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atass tanah. Di luar itu, pengadaan tanah dilaksanakan dengan cara jual-beli, tukar-menukar, atau cara lain yang disepakati. Dalam Kepres Nomor 55 Tahun 1993 pengadaan tanah dilakukan atas dasar musyawarah langsung. Yang dimaksud dengan musyawarah adalah proses atau kegiatan saling mendengar dengan sikap saling menerima pendapat dan keinginan yang didasarkan atas kesukarelaan antara para pihak untuk memperoleh kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian (Maria S.W, Sumardjono, 2006: 73-74).


(21)

commit to user

Dalam peraturan presiden Nomor 36 Tahun 2005 juncto Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, disebutkan bahwa Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah dan pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum harus dilakukan dengan cara jual-beli, tukar-menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak yang bersangkutan. Di dalam pengadaan tanah ada beberapa istilah-istilah sebagai berikut :

1. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah.

2. Hak atas tanah adalah hak atas bidang tanah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

3. Pencabutan hak atas tanah. Pencabutan hak adalah pengambilan tanah kepunyaaan sesuatu pihak oleh Negara secara paksa yang mengakibatkan hak atas tanah itu menjadi hapus, tanpa yang bersangkutan melakukan suatu pelangaran atau lalai dalam memenuhi suatu kewajiban

4. Ganti kerugian tanah adalah suatu penggantian hak atas tanah berikut sesuatu yang berkaitan dengan tanah yang pembayaran nilainya harus seimbang dengan tanah yang diganti rugi sebagai akibat dari pelepasan atau penyerahan hak atass tanah (Lieke Lianadevi Tukgali 2010: 43-46).

Bila musyawarah berkali-kali tidak mencapai kesepakatan, Panitia pengadaan tanah yang terdiri dari sembilan orang mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian tersebut, dengan memperhatikan aspirasi yang berkembang dalam musyawarah. Pemegang hak atas tanah yang tidak menerima keputusan tersebut, dapat mengajukan keberatan kepada Gubernur/KDH Tingkat I, dan Gubernur mengupayakan menyelesaikanya dengan mempertimbangkan pendapat dan keinginan para pihak, untuk selanjutnya mengeluarkan keputusan


(22)

commit to user

yang dapat mengukuhkan atau mengubah keputusan panitia (Maria S.W, Sumardjono, 2006:74).

Berbeda dengan keadaan sebelumnya, dalam Kepres Nomor 55 tahun 1993 ini apabila upaya penyelesaian yang ditempuh gubernur tetap ditolak oleh pemegang hak, dan lokasi pembangunan tidak dapat dipindahkan, maka secara eksplisit disebutkan bahwa Gubernur yang bersangkutan mengajukan usul penyelesaian dengan cara pencabutan hak atas tanah, sebagaimana diataur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961. Dengan demikian jelaslah bahwa upaya pencabutan hak ini merupakan jalan terakhir bila upaya yang lain telah gagal.

Pelaksanaan pengadaan tanah menurut Kepres Nomor 55 Tahun 1993 ini dilakukan dengan memperhatikan peran tanah dalam kehidupan manusia dan prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah dan diusahakan dengan cara yang seimbang untuk tingkat pertama ditempuh dengan musyawarah langsung dengan para pemegang hak atas tanah. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya pihak-pihak yang merasa dirugikan dan menyebabkan permaslahan menjadi berlarut-larut, seperti pada beberapa kasus dibawah ini :

1. Indopos tanggal 01 Mei 2010 memberitakan : Kemacetan terjadi ruas tol arah Jakarta-BSD pada 27 April 2010 lalu. Ini menyusul pemblokiran jalan di Km 3,8, Pondok Ranji, Ciputat Timur, Kola Tangerang Selatan, menggunakan steger yang dilakukan oleh 14 orang keluarga Natigor Panjaitan. Mereka mengklaim, aksi tersebut dilakukan lantaran ruas yang merupakan lahan milik Natijior Panjailan itu belum mendapat ganti rugi sejak 1995 dalam penbangunan jalan tol Jakarta - Serpong. "Kami menghentikan aksi pemblokiran karena polisi meminta," kata Karno Yaret Hutapea, juru bicara keluarga Natigor Panjailan. (http://bataviase.co.id /category/media/indo-pos)

2. Koransuroboyo Pada tanggal 06 Agustus 2010 memberitakan : Kejaksaan

Negeri Situbondo, Jawa Timur akhirnya menahan satu dari tiga tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah SMK Negeri 1 Suboh, Situbondo senilai Rp650 juta yakni pejabat pengawas Dinas Pendidikan Kabupaten


(23)

commit to user

Situbondo, Mashudi (43). penahanan Mashudi yang diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi pengadaan tanah SMK Negeri 1 Suboh itu hanya untuk kelancaran penyidikan, bukan karena tujuan lain. (http://www .koransuroboyo.com/2010/08/kejaksaan-situbondo-tahan-pejabat.html).

Seperti halnya kasus–kasus tersebut pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) yang menghubungkan Kabupaten Magetan dengan Kabupaten Karanganyar tidak terlepas dari berbagai permasalahan. Maka berdasarkan latar belakang masalah ini, penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam mengenai pelaksanaan dan habatan-hambatan yang di hadapi dalam pengadaan tanah tersebut dengan mengambil judul: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TEMBUS (JALAN ALTERNATIF) KABUPATEN MAGETAN-KABUPATEN KARANGANYAR.

B.Pembatasan Dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan judul yang diangkat dalam penelitian ini, penulis membatasi permasalahan pada Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Tanah Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar khususnya di Kabupaten Magetan.

2. Perumusan Masalah

Untuk memperjelas agar permasalahan yang ada nantinya dapat di bahas lebih terarah dan sesuai dengan sasaran yang di harapkan maka pentingnya bagi penulis untuk merumuskan permasalahnya yang akan di bahas.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yang di rumuskan penulis adalah:


(24)

commit to user

a. Apakah prosedur pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tembus (jalan

alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Kepres Nomor 55 Tahun 1993? b. Apakah dalam musyawarah sudah tercapai kesepakatan mengenai bentuk

dan besarnya ganti rugi?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini di laksanakan agar dengan tujuan dapat memberikan suatu manfaat ini dapat menemukan inti sari hukum dari gejala-gejala hukum yang terkandung dari materi atau obyek yang di teliti melalui suatu kegiatan ilmiah.

Kegiatan ilmiah tersebut dilakukan berdasarkan pada metode-metode, sistimatika dan pemikiran tertentu yang pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan mengenai gejala-gejala hukum tersebut dengan cara menganalisa secara seksama.

Pemeriksaan terhadap fakta hukum juga di lakukan untuk kemudian di usahakan mengenai suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam gejala yang bersangkutan.

Berdasarkan hal tersebut diatas penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui prosedur pengadaan tanah dalam pembangunan jalan tembus (jalan alternatif) Kabupaten Magetan–Kabupaten Karanganyar apakah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Keppres No 55 Tahun 1993.

b. Untuk mengetahui apakah sudah tercapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi.

2. Tujuan Subyektif

Untuk memperoleh pengetahuan yang lengkap dan jelas dalam menyusun penulisan hukum, sebagai salah satu prasyarat yang di wajibkan dalam mencapai gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarata.


(25)

commit to user

Untuk memperoleh menambah, memperluas, mengembangkan

pengetahuan dan pengalaman serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktik laporan hukum yang sangat berarti bagi penulis.

Untuk memberi gambaran pemikiran bagi ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan Hukum Adminitrasi Negara. Untuk melatih kemampuan dan ketrampilan penulisan hukum penulis.

D.Manfaat Penelitian

Berdasarkan hal tersebut di atas, manfaat yang hendak di capai oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan pemikiran dalam Perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tembus (jalan alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar.

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk mendalami teori-teori yang telah di tulis selama menjalani kuliah strata satu Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Serta memberikan landasan untuk penelitian lebih lanjut.

Hasil penelitian ini di harapkan dapat di pergunakan sebagai salah satu materi mengajar mata kuliah Hukum Adminitrasi Negara.

2. Manfaat Praktis

Peneliti ini di harapkan dapat menjadi masukan untuk penelitian-penelitian yang serupa di masa mendatang. Untuk memberi jawaban atas permasalahan yang di teliti. Serta untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis sekaligus untuk mengetahui sejauh mana kemampuan penulis dalam melakukan penerapan ilmu hukum untuk menganalisa suatu permasalahan.


(26)

commit to user E.Metode Penelitian

Pemilihan jenis metode tertentu dalam suatu penelitian sangat penting karena akan berpengaruh pada hasil penelitian nantinya. Suatu penelitian, metode penelitian merupakan salah satu faktor penting yang menunjang suatu kegiatan dan proses penelitian. Metodelogi pada hakekatnya memberikan pedoman, tentang cara-cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya (Soerjono Soekanto, 2006 : 6).

Metode penelitian adalah cara atau jalan yang ditempuh sehubungan dengan penelitian yang dilakukan, yang memiliki langkah-langkah yang sistematis yang menyangkut masalah kerjanya yaitu cara kerja untuk dapat memahami yang menjadi sasaran penelitian yang bersangkutan, melalui prosedur penelitian dan teknik penelitian.

Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal atau penulisan hukum kepustakaan. Yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari hasil penelitian dan kajian bahan-bahan pustaka. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan

masalah yang diteliti. Penelitian hukum normatif sering kali hukum

dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan

(law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang

merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas (Amiruddin & H. Zainal Asikin, 2008: 118). Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya (Johnny Ibrahim, 2006: 57).


(27)

commit to user 2. Sifat Penelitian

Dalam usaha memperoleh bahan hukum yang diperlukan untuk menyusun penulisan hukum ini, maka akan dipergunakan metode penelitian preskriptif dan terapan. Sebagai suatu ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 22).

3. Pendekatan Penelitian

Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode yuridis normatif. Menurut Johnny Ibrahim (2005: 300-322) “dalam kaitannya dengan penelitian normatif dapat digunakan beberapa pendekatan, diantaranya pendekatan Perundang-undangan, pendekatan konsep, pendekatan analitis, pendekatan perbandingan , pendekatan filsafat dan pendekatan kasus”. Pendekatan yang

digunakan penulis adalah Pendekatan Perundang-undangan (Statute

Approach), Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan

menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Bagi penelitian untuk kegiatan praktis, diperlukan dalam mempelajari konsistensi dan kesesusaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dan Undang-Undang Dasar atau antara regulasi dan undang-undang. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi.

4. Jenis Bahan Hukum Penelitian

Bahan hukum adalah suatu keterangan atau fakta dari obyek yang diteliti. Berkaitan dengan jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis yang merupakan penelitian normatif, maka jenis bahan hukun yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis bahan hukum sekunder. Bahan hukum sekunder didapat dari sejumlah keterangan atau fakta-fakta yang diperoleh secara tidak langsung,


(28)

commit to user

yaitu melalui bahan hukum yang diperoleh dengan cara penelitian kepustakaan yang terdiri dari dokumen-dokumen, buku-buku literatur, himpunan peraturan perundang-undangan yang saat ini berlaku, hasil penelitian yang berwujud laporan, Berita acara, bahan-bahan dari internet maupun bentuk-bentuk lain yang berkaitan dengan masalah penelitian.

5. Sumber Bahan Hukum

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi misalnya laporan atau dokumen. Data yang diperoleh dari bahan kepustakaan, bahan-bahan dokumenter, tulisan ilmiah dan sumber-sumber lain yang berhubungan erat dengan masalah yang diteliti.

Johnny Ibrahim (2005: 295-296) mengatakan dalam bukunya yang berjudul bahan hukum yang dikaji data sekunder dibidang hukum ditinjau dari kekuatan mengikatnya dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer yang mengikat yang terdiri dari norma atau kaidah dasar yaitu pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, peraturan dasar yang terdiri dari batang tubuh Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan ketetapan Mejelis Permusyawaratan Rakyat, Peraturan PerUndang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasi seperti hukum adat, yuisprudensi, traktat, bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih brlaku seperti Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

2) Undang-Undang Dasar 1945

3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, (UUPA).

4) Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-benda yang ada diatasnya.


(29)

commit to user

5) Keputusan Presiden No 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

6) Peraturan Mentri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Tahun 1994 Sebagai Peraturan Pelaksanaan Kepres Nomor 55 Tahun 1993.

b. Bahan hukum sekunder

Memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti rancangan peraturan perUndang-undangan, hasil karya ilmiah para sarjana dan hasil-hasil penelitian.

c. Bahan hukum tersier atau penunjang

Bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder misalnya dari media internet, kamus, Berita Acara Kesepakatan Harga Rugi Pembebasan Tanah Jalan Alternatif Sarangan Tawangmangu, Berita Acara Penyerahan Pelepasan Hak Atas Tanah Dan Pembayaran Ganti Rugi.

Adapun mengenai sumber data pada penulisan hukum ini Karena bersifat normatif Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder yang meliputi bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier sebagai pendukung dari bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah literatur, buku, koran, media internet, Berita Acara Kesepakatan Harga Rugi Pembebasan Tanah Jalan Alternatif Sarangan Tawangmangu, Berita Acara Penyerahan Pelepasan Hak Atas Tanah Dan Pembayaran Ganti Rugi, serta peraturan yang ada kaitannya dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

6. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam suatu penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam penulisan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data. Studi kepustakaan, yaitu suatu bentuk pengumpulan data lewat membaca buku literatur, mengumpulkan, membaca dokumen yang berhubungan dengan obyek penelitian, dan mengutip dari data-data sekunder


(30)

commit to user

yang meliputi peraturan perundang-undangan, dokumen, berita acara dan bahan-bahan kepustakaan lain dari beberapa buku-buku referensi, artikel-artikel dari beberapa jurnal, arsip, peraturan perundang-undangan, laporan, teori-teori, media masa seperti koran, internet dan bahan-bahan kepustakaan lainnya yang relevan dengan masalah yang diteliti.

7. Teknik Analisis Data

Penelitian ini mengunakan teknik analisis data dengan logika deduktif. Menurut Johny Ibrahim yang mengutip pendapatnya Bernard Arif Shiharta, logika deduktif merupakan suatu teknik untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual. (Johni Ibrahim, 2006: 249). Sedangkan Prof. Peter mahmud Marzuki yang mengutip pendapatnya Philiphus M. Hadjon Menjelaskan metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles, pengunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion. (Peter Mahmud Marzuki, 2008: 47). Jadi yang dimaksud dengan pengelolahan bahan hukum dengan cara deduktif adalah menjelaskan sesuatu dari hal-hal yang sifatnya umum, selanjutnya menarik kesimpulan dari hal itu yang sifatnya lebih khusus.

Dalam penelitian ini, data yang diperoleh dengan melakukan inventarisasi sekaligus mengkaji dari penelitian kepustakaan, aturan perundang-undangan berserta dokumen-dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma tersebut dalam mengumpulkan data, kemudian data itu diolah dan dianalisis untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap terakhir adalah menarik kesimpulan dari data yang telah diolah, sehingga pada akhirnya dapat diketahui tentang perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tembus.


(31)

commit to user F.Sistematika Skripsi

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum maka penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 ( empat ) bab yang tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika keseluruhan penulisan hukum ini adalah sebagi berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini diuraikan mengenai pengadaan tanah yang meliputi pengertian pemegang hak atas tanah, pengadaan tanah, jenis, dasar hukum pengadaan tanah untuk kepentingan umum, pembahasan kepentingan umum, panitia pengadaan tanah, ganti kerugian dan prosedur pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai prosedur pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tembus (jalan alternatif) Kabupaten

Magetan–Kabupaten Karanganyar sudah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan, Kepres No 55 Tahun 1993. Serta mengenai kesepakatan bentuk dan besarnya ganti rugi.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini memuat mengenai kesimpulan dan saran penulis atas pembahasan permasalahan tersebut dalam bab-bab sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(32)

commit to user

19 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Pemegang Hak Atas Tanah

Peraturan hukum yang pertama kali dikeluarkan oleh Pemerintah bersama DPR, yang memberikan dasar hukum pencabutan hak bagi suatu hak atas tanah yang dimiliki oleh seseorang, adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Di Atasnya. Dasar ini yang merupakan pelaksanaan Pasal 18 UUPA, dalam rangka melaksanakan usaha-usaha penbangunan negara. Dalam Keputusann Presiden Nomor 55 Tahun 1993 dijelaskan bahwa Hak Atas Tanah adalah hak atas sebagian tanah sebagaimana diatur dalam UUPA, namun kejelasan ini diperluas dengan peraturan Mentri Negara Agraria /Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 1994 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Di dalam Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 di jelaskan bahwa Pemegang Hak Atas Tanah adalah orang atau badan hukum yang mempunyai hak atas tanah menurut UUPA sedangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 yang dimaksud Hak Atas Tanah adalah hak atas bidang tanah sebagaimana diatur didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (Lieke Lianadevi Tukgali 2010:192).

Menurut Keppres Nomor 55 Tahun 1993 Pengertian Hak Atas Tanah adalah Orang atau badan hukum yang mempunyai hak atas tanah menurut Undang-undang Pokok Agraria, termasuk bangunan, tanaman dan atau benda-benda lain yang terkait dengan tanah yang bersangkutan.

Hak Atas Tanah dalam Undang-Undang Pokok Agraria Pasal ayat (1) dan (2) menyatakan:

a. Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut


(33)

commit to user

tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan hukum. b. Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini menberi

wewenang untuk mengunakan tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan pengunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

Dalam Pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria Hak Atas Tanah di bagi menjadi enam antara lain :

a. Hak Milik adalah hak yang terkuat, terpenuh dan turun temurun yang dapat dipunyai oleh orang dengan mengingat adanya fungsi sosial. Jangka waktu hak milik tidak terbatas.

b. Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dengan jangka waktu 25-35 tahun dan dapat diperpanjang untuk waktu 25 tahun lagi.

c. Hak Guna Bangunan adalah hak untuk memdirikan bangunan diatas tanah yang dikuasai langsung oleh negara dengan jangka waktu 30 tahun dapat diperpanjang 30 tahun dan dapat pula diperbarui untuk 30 tahun.

d. Hak Pakai adalah hak untuk mengunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang langsung dikuasai oleh negara atau atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikanya atau dengan perjanjian dengan pemilik tanah.

e. Hak Sewa adalah hak untuk mengunakan tanah sesuai dengan jangka waktu

yang telah di tentukan sesuai dengan perjanjian.

f. Hak Membuka tanah adalah hak untuk membuka tanah hutan sebagai tanah

persawahan tetapi di batasi dengan sesuai dengan peraturan tertentu.

Kepemilikan tanah itu tidak berlaku mutlak karena semua tanah di Indonesia di kuasai oleh negara. Tanah di Indonesia mempunyai fungsi sosial artinya kegunaan dari tanah itu lebih mengutamakan kepentingan


(34)

commit to user

umum atau kepentingan individu atau golongan. Yang menjadi kendala dalam melaksanakan fungsi sosial adalah awamnya masyarakat dan akibat dari awamnya masyarakat itu di anggap kepemilikan dari tanah berlaku mutlak, hak kepemilikannya tidak bisa digangu gugat oleh siapa pun, termasuk oleh Negara (Mudakir Iskandar Syah, 2007: 5-6). Dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 disebutkan bahwa kewenangan Negara adalah :

1) Kerwenangan untuk mengatur dan menyelengarakan peruntukan pengunaan, persediaan, dan pemeliharaaan bumi air, dan ruang angkasa tersebut;

2) Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi air dan ruang angkasa;

3) Menentukan hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai bumi dari air dan ruang angkasa.

Kekuasaan negara terhadap tanah ini bukan kekuasaan mutlak, maksudnya kekuasaan untuk berbuat apa saja terhadap tanah, air dan ruang angkasa, akan tetapi kekeuasaan negara ini sebatas menguasai, dan dasar dari penguassaan ini harus jelas karena demi rakyat dan kepentingan umum. Kekuasaan Negara untuk menguasai atas tanah ini atas dasar dari penerapan fungsi sosial tanah. Asas menguasai ini hanya hanya berada pada Negara, oleh karena itu perorangan atau kelembagaan yang ada dalam masyarakat tidak berhak melaksanakan asas menguasai tanah dengan alasan fungsi sosial dari tanah itu sendiri (Mudakir Iskandar Syah. 2007:6).

2. Tinjauan Tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum a. Pengadaan Tanah

1) Pengertian Pengadaan Tanah

Dalam Pasal 1 ayat (1) Keppres Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut.


(35)

commit to user

Istilah pengadaan tanah ini lahir karena keterbatasan persediaan tanah, sehingga untuk memperolehnya perlu dilakukan dengan memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah itu.

Pengunaan istilah pengadaan tanah itu telah ada sejak dikeluarkanya aturan mentri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1985 tentang Tata Cara Pengadaan Tanah Untuk keperluan Proyek Pembangunan di Wilayah Kecamatan. Sedangkan sebelumya, berdasarkan PMDN Nomor 15 Tahun 1975 tentang ketentuan Tata Cara Pembebasan Tanah, bahwa untuk mendapatkan tanah bagi pelaksanaan proyek-proyek pembangunan mengunakan istilah pembebasan tanah. Namun kedua PMDN ini telah dicabut dan diganti dengan Keppres Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Alasan ditetapkanya Keppres Nomor 55 Tahun 1993 ini antara lain :

1. Persoalan tentang tanah dalam pembangunan adalah persoalan yang menarik sekaligus unik mengigat pembangunan nasional sangat membutuhkan tanah tetapi kebutuhan tersebut tidak terlalu mudah untuk dipenuhi. Hal yang demikian sudah disadari oleh semua pihak dan dalam konteks dengan peraturan yang baru ini tampak dengan jelas dari kesadaran yang menyatakan :

(1) Bahwa pembangunan nasional, khususnya pembangunan berbagai

fasilitas untuk kepentingan umum, memerlukan bidang tanah yang cukup dan untuk itu pengadaanya perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya.

(2) Bahkan pelaksanaan pengadaan tanah tersebut dilakukan dengan memperhatikan peran tanah dalam kehidupan manusia dan prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah.

(3) Bahwa atas dasar pertimbangan tersebut pengadaan tanah untuk kepentingan umum diusahakan dengan cara yang seimbang dan untuk tingkat pertama.


(36)

commit to user

2. Peraturan mengenai pengadaan tanah sebelum berlakunya peraturan ini sangat beragam, walau demikian UUPA sebagai induk dari segenap peraturan pertanahan secara eksplisit telah diatur dalam pasal 18 UUPA mengenai “Pencabutan Hak Atas Tanah Untuk Kepentingan Umum”, dengan Peraturan Pelaksanaannya Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-benda yang ada di atasnya, namun dalam prakteknya hampir tidak pernah dilaksanakan, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan ditetapkan peraturan mengenai pembebasan tanah.

3. Dalam praktek pelaksanaan pembebasan tanah baik yang menyangkut

pengadaan tanah bagi kepentingan pembangunan untuk kepentingan umum maupun pembebasan tanah untuk kepentingan swasta selalu menimbulkan masalah, sehingga banyak yang mempersoalkan apakah hal ini terjadi karena kekurang beresan peraturan atau tidak siapnya aparat atau hanya sebagai akses yang biasa terjadi. Tetapi apapun alasan yang umumnya dirugikan oleh keadaan tersebut adalah rakyat, sehingga perlu diadakan usaha perbaikan yang sudah dimulai dengan pembenahan kelembagaan dan sekaligus dengan penertipan personal dan sekarang melalui perbaikan ini “noda-noda hitam” yang selama ini selalu terdapat dalam pelaksanan pengadaan tanah bagi pembangunan tidak ada lagi dimasa mendatang (Abdurrahman, 1994: 1-3).

Kehadiran Keppres Nomor 55 Tahun 1993 ini dapat lebih memberikan jaminan kepada rakyat dengan adanya landasan dan pembatasan dasar pengadaan yang hanya dibatasi untuk kepentingan umum dan penyempurnaan prosedural maupun mengenai ganti kerugian.

2) Jenis Pengadaan Tanah.

Pada garis besarnya di kenal dua jenis pengadaan tanah, yaitu : a) Pengadaan Tanah untuk Keperluan Pemerintahan terbagi menjadi :


(37)

commit to user

(2) Pengadaan tanah bukan untuk kepentingan umum (kepentingan komersial).

b) Pengadaan Tanah untuk Keperluan Swasta Digolongkan menjadi : (1) Pengadaan tanah untuk kepentingan komersial;

(2) Pengadaan tanah bukan untuk kepentingan komersial, yaitu yang bersifat menunjang kepentingan umum atau termasuk dalam pembangunan sarana umum dan fasilitas-fasilitas sosial.

3) Macam-Macam Cara Pengadaan Tanah.

Pengadaan tanah bagi kegiatan kepentingan umum oleh pemerintah dilaksanakan dengan cara sebagai berikut, yaitu :

a) Pelepasan atau penyerahan hak; b) Jual beli;

c) Tukar-menukar;

d) Cara lain yang disepakati secara sukarela;

e) Pencabutan hak atas tanah. (Maria S.W, Sumardjono, 2001: 74). Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) dan (3) Keppres Nomor 55 Tahun 1993 ada dua macam cara pengadaan tanah untuk keperluan pembangunan kepentingan umum yaitu :

a) Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Cara ini dilakukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah. b) Jual beli, tukar menukar atau cara lain untuk di sepakati secara

sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Cara ini dilakukan untuk pelaksanan pembangunan kepentingan umum oleh pemerintah dan untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan tanah yang luasnya tidak lebih dari 1 (satu) hektar (Passal 23).

Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah.


(38)

commit to user 4) Dasar Hukum Pengadaan Tanah

Dalam UUPA Nomor 5 Tahun 1960 hanya mengatur tetang pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum, Pasal 18 dan Pasal-Pasal berikutnya tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai pengadaan tanah. Hal ini mengandung penafsiran bahwa untuk memenuhi pengadaan tanah bagi pelaksanan pembangunan ditempuh melalui prosedur pencabutan hak atas tanah yang selanjutnya diatur dalam undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-benda Yang Ada di Atasnya.

Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Keppres Nomor 55 Tahun 1993 ada berbagai cara pengadaan tanah namun yang dimaksud dalam Keppres ini hanyalah pelepasan atau penyerahan hak sebagai cara pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Ada dua dasar hukum dari pelepasan atau penyerahan hak sebagai cara pengadaan tanah, yaitu :

a) Berdasar hukum Materiil

Pasal 1 butir 2 Keppres Nomor 55 Tahun 1993 merumuskan bahwa pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah. Dari hal tersebut jelas terlihat bahwa pengadaan tanah ini diperlukan kesepakatan antara pihak pemegang hak atas tanah, baik mengenai penyerahan tanah yang bersangkutan maupun pemberian imbalan atau ganti kerugian. Jadi dasar hukum materiil pengadaan hukum tanah ini adalah hukum perdata, khususnya hukum

perikatan. Artinya setidak-tidaknya perbuatan hukum yang

bersangkutan berlaku syarat-syarat yang diatur di dalam hukum perjanjian (Pasal 1320 KUHPerdata).


(39)

commit to user

Keppres Nomor 55 Tahun 1993 merupakan peraturan yang intern-administratif dalam pelaksanan pelepasan atau penyerahan hak sebagai cara pengadaan tanah. Artinya di dalamnya terkandung ketentuan-ketentuan yang berupa instruksi atau petunjuk yang harus dilakukan oleh instansi yang memerlukan tanah dan pejabat-pejabat yang berwenang di bidang pertanahan.

b. Kepentingan Umum

1) Pengertian Kepentingan Umum

Menurut Sudikno Mertokusumo dalam Listyawati (2009; 511-512) menjelaskan:

Kepentingan umum yang diatur di berbagai peraturan Perundang-undangan tersebut belum tepat karena makna dari kepentingan umum sangat luas dan seiring dengan perkembangan manusia dan zaman. Pada dasarnya kepentingan umum merupakan kepentingan yang harus didahulukan dari kepentingan lain. Secara filosofis pengertian-kepentingan umum tersirat dalam UUD, secara teoritis kepentingan umum merupakan resultante hasil menimbang-nimbang banyak kepentingan di dalam masyarakat kemudian menetapkan kepentingan yang utama menjadi kepentingan umum. Secara praktis pengertian kepentingan umum akhirnya di serahkan kepada hakim dengan tetap menghormoati semua kepentingan dan mengacu dalam undang-undang.

Arti kepentingan umum secara luas adalah kepentingan negara yang termasuk di dalamnya kepentingan pribadi maupun golongan,atau dengan kata lain kepentingan umum merupakan kepentingan yang menyangkut sebagian besar masyarakat.

Arti kepentingan umum dilihat dari segi yuridis normatif yaitu Perpres Nomor 36 Tahun 2005, menjelaskan yang dimaksud kepentingan umum adalah kepentingan sebagaian besar mayarakat. Sedangkan dari sudut pandang ketentuan yang diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, yang dimaksud kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat (Mudakir Iskandar Syah, 2007:13).

Huybers dalam Maria S.W, Sumardjono (2001: 107)


(40)

commit to user

sebagai keseluruhan yang memiliki ciri-ciri tertentu, antara lain menyangkut perlindungan hak-hak individu sebagai warga negara dan menyangkut pengadaan serta pemeliharaan sarana publik dan pelayanan publik.

Kepentingan umum dapat dijabarkan melalui dua cara:

a) Berupa pedoman umum yang menyebutkan bahwa pengadaan tanah dilakukan berdasarkan alasan kepentingan umum melalui berbagai istilah;

b) Penjabaran kepentingan umum dalam daftar kegiatan.

Dalam pasal 5 Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tersebut suatu kegiatan yang mempunyai sifat kepentingan umum merupakan kegiatan pembangunan yang dilakukan untuk mencari keuntungan. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 juga menegaskan bahwa penetapan pembangunan untuk kepentingan umaum harus sesuai dan berdasarkan kepada Rencana Tata Ruang (RUTR) yang ditetapkan terlebih dahulu. Oleh karena itu pelaksanaan oleh karena itu pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak sesuai dengan RUTR dapat dinyatakan sebagai bukan kepentingan umum. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 kemudian digantikan dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 dan diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006. Istilah Keputusan Presiden menjadi Perturan Presiden dengan adanya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Berserta Peraturan Pelaksanaanya (Lieke Lianadevi Tukgali, 2010:184-185).

Landasan hukum pengadaan tanah untuk kepentingan umum pada saat ini adalah Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 sebagaimana telah telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Pasal 1 angka 5 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 mengatakan bahwa kepentingan umum adalah sebagian


(41)

commit to user

besar lapisan masyarakat yang dalam Pasal 5-nya disebutkan bahwa pembangunan untuk kepentingan umum yang dilakukan Pemerintah atau Pemerintah Daerah diuraikan dalam tujuh jenis kegiatan.

Berbeda dengan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 yang di intruksikan melalui Instrusi Presiden Nomor 9 Tahun 1973 menyebutkan bahwa kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum selain yang dimaksudkan dalam penjabaran jenis kegiatan, ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, Kepentingan umum dilasanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 di tambahkan akan dimiliki dan tidak digunakan untuk mencari keuntungan.

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 juncto Peraturan Presiden 65 Tahun 2006, makna kepentingan umum telah bergeser. Kepentingan umum sebagai kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat tidak dibatasi seperti dalam Keputusan presiden Nomor 55 Tahun 1993 sehingga menbuka penafsiran yang longar contoh pergeseran makna itu adalah dimasukkanya jalan tol dalam salah satu kegiatan yang bersifat kepentingan umum. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 Tidak memuat hal itu. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 dalam

mengemas kepentingan umum memperluas maknanya sebagai

kepentingan umum sebagian besar lapisan masyarakat berbeda dengan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 dalam pengertian umum adalah kepentingan seluruh masyarakat, sehingga Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 akan lebih memadai dan sesuai dengan pengertian yang terkandung dalam Pasal 18 UUPA yakni kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, yang berarti kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Sedangkan pengertian pengertian kepentingan umum dalam Peraturan Presiden hanya kepentingan sebagian besar saja bukan seluruh kepentingan masyarakat didalam penulisan ini penulis mengunakan acuan Keppres Nomor 55 Tahun 1995 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan


(42)

commit to user

umum karena pengadaan tanah yang penulis tulis terjadi pada tahun 2003/2004 atau pada saat Keppres Nomor 55 Tahun 1993 tersebut berlaku.

2) Pembatasan Kepentingan Umum

Kepentingan umum di tinjau dari tiga peraturan perundang-undangan yaitu Keppres Nomor 55 Tahun 1993, tidak hanya memperhatikan kemanfaatan dari kepentingan umum, tetapi juga membatasi siapa yang menjadi pelaksana pembangunan kepentingan umum dan sifat pembangunan umum yaitu dilakukan dan selanjutnya dimiliki oleh pemerintah dan tidak digunakan untuk mencari keuntungan. Peratutan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 yang merupakan perubahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, dalam hal pembatasan kepentingan umum dikatakan bahwa pembanguhan itu dilaksanakan Pemerrintah/Pemerintah daerah yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki Pemerrintah/Pemerintah Daerah; sedang dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tidak memberi pembatasan sama sekali. Jadi dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 ini memperluas pembatasan kepentingan umum

dengan memuat kata “atau akan” dimiliki oleh

Pemerintah/Pemerintah Daerah serta menghapuskan kata “tidak digunakan untuk mencari keuntungan” (Lieke Lianadevi Tukgali, 2010: 186).

Di dalam Keppres Nomor 55 Tahun 1993, kegiatan yang termasuk kategori kepentingan umum dibatasi pada terpenuhinya ketiga unsur, yaitu :

a) Kepentingan seluruh lapisan masyarakat;

b) Pembangunan yang selanjutnya dimiliki oleh pemerintah; c) Tidak digunakan untuk mencari keuntungan.

Pembangunan sarana pendidikan, agama, infrastruktur atau pembangun fisik lainya tentu memerlukan lahan yang terkadang dilakukan dengan cara mengambil lahan milik penduduk, atau masyrakat adat (tanah ulayat). Dimasa lalu kebutuhan akan lahan tersebut sering dilakukan dengan cara pembebasan tanah dengan pengantian kerugian yang dirasakan tidak seimbang. Karena dalam


(43)

commit to user

praktek pembebasan lahan pada masa pemerintaha sering lebih mementingkan aspek hak menguasai tanah oleh negara dan mengabaikan aspek kemakmuran rakyat. Padahal sesuai paham Negara kesejahteraan yang dianut di Indonesia Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 telah menentukan keseimbangan diantara keduanya, oleh karenanya di era reformasi dan keterbukaan ini sering terjadi kasus individu atau massyarakat yang tanahnya pernah dibebaskan dengan alasan untuk kepentingan umum mengugat atau mempersoalkan kembali ganti rugi yang pernah diterima. Akibanya pembangunan infrastuktur sering terhambat persoalan pembebasan lahan bahkan mengantung terutama apabila tidak ada kesepakatan tentang ganti rugi. Menyandari akan hal ini maka pemerintah mengambil kebijaksanaan mempercepat proses pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dengantetap memperhatikan prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah tersebut dan bersikap trasparan dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tanggal 3 Mei tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Ujang Bahar 2008: 124-125)

Pasal 5 dari Keppres Nomor 55 Tahun 1993 selain membatasi apa yang dimaksud dengan pembangunan untuk kepentingan umum, juga

menentukan bidang-bidang yang termasuk kategori kegiatan

pembangunan untuk kepentingan umum, yaitu : a) Jalan umum, termasuk saluran pembuangan air;

b) Waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainya termasuk saluran irigasi;

c) Rumah sakit umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat; d) Pelabuhan atau bandar udara atau terminal;

e) Peribadatan;

f) Pendidikan atau sekolahan; g) Pasar umum atau pasar INPRES; h) Fasilitas pemakamann umum;

i) Fasilitas keselamatan umum seperti antara lain tanggul penangulangan bahaya banjir lahar dan lain-lain bencana;

j) Pos dan telekomunikasi; k) Sarana olah raga;


(44)

commit to user m) Kantor pemerintahan;

n) Fasilitass angkatan bersenjata republik Indonesia.

Kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum masih di mungkinkan ada bidang-bidang pembangunan untuk kepentingan umum selain yang tersebut di atas

c. Panitia Pengadaan Tanah 1) Susunan Kepanitiaan

Menurut Keppres Nomor 55 Tahun 1993 Pasal 1 butir 4, yang dimaksud Panitia yang dibentuk untuk membantu pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.

Ada dua macam panitia pengadaan tanah, yaitu :

a) Panitia pengadaan tanah Kabupaten/Kotamadya, yakni panitia

Pengadaan Tanah yang dibentuk setiap Kabupaten/Kotamadya. Dalam Peraturan Mentri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1994 selanjutnya disebut Panitia.

b) Panitia Pengadaan Tanah propinsi, dibentuk di Tingkat Propinsi. Baik Panitia Pengadaan Tanah yang dibentuk di setiap Kabupaten/Kotamadya maupun di tingkat Propinsi dibentuk oleh Gubenur.

Panitia Pengadan Tanah (Panitia) dibentuk tanah di tingkat Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II. Menurut ketentuan Pasal 7 Keppres Nomor 55 Tahun 1993, susunan panitia ini adalah sebagai berikut:

a) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II sebagai Ketua merangkap anggota;

b) Kepala Kantor Pertanahan atau Kabupaten/Kotamadya sebagai wakil ketua merangkap anggota;

c) Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Banguanan sebagai


(45)

commit to user

d) Kepala Instansi Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan sebagi anggota;

e) Kepala Instansi pemerintahan daerah yang bertanggung jawab di bidang perhutanan/pertanian sebagai anggota;

f) Camat yang wilayangnya meliputi bidang tanah dimana rencana dan pelaksanaan pemlaksanaan akan berlangsung, sebagai anggota;

g) Lurah atau Kepala Desa yang wilayahnya meliputi bidang tanah dimana rencana dan pelaksanan pembangunan akan berlangsung, sebagai anggota;

h) Asisten Sekertaris Wilayah Daerah Bidang Pemerintahan atau Kepala Bagian Pemerintahan pada Kantor Bupati/Walikota sebagai Sekertaris I, bukan anggota;

i) Kepala Seksi pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagai

Sekertaris II, bukan anggota.

Melihat komposisi panitia pengadaan tanah diatas, maka panitia yang bersangkutan adalah panitia daerah yang berada dibawah tanggung jawab pemerintahan daerah setempat, sedangkan Badan Pertanahan Nasional hanya berkewajiban membantu pelaksananan tugas yang dimaksud, baik dalam kepemimpinan maupun keseketariatan.

Pada Pasal 6 ayat (3) Keppres Nomor 55 Tahun 1993 menyatakan bahwa pada pengadaan tanah yang berkenaan dengan tanah yang terletak di dua wilayah kabupaten/Kotamadya atau lebih, dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah tingkat I yang bersangkutan. Sedangkan keanggotanya sejauh mungkin mewakili instansi-instansi terkait di Tingkat Propinsi dan Daerah Tingkat II yang bersangkutan.

Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah di Tingkat Propinsi dipersiapkan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional bersama Asisten Wilayah Daerah Bidang Ketataprajaan yang di tetapkan dengan Keputusan Gubernur.


(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

4. Pasal 15

Dasar dan cara perhitungan ganti kerugian ditetapkan atas dasar :

a. Harga tanah yang didasarkan atas nilai nyata atau sebenarnya, dengan memperhatikan nilai jual obyek Pajak Bumi dan Bangunan yang terkait untuk tanah yang besangkutan;

b. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang brtanggungjawab di bidang pertanian;

c. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang betanggungjawab di bidang pertanian.

5. Pasal 16

Bentuk dan besarnya ganti kerugian atas dasar cara perhitungan cara yang dimaksud dalam pasal 15 ditetapkan dalam musyawarah.

6. Pasal 17

a. Ayat (1) Ganti kerugian diserahkan langsung kepada :

1) Pemegang atas tanah atau ahli warisnya yang sah;

2) Nadzir,bagi tanah akaf.

b. Ayat (2) Dalam hal tanah,bangunan,tanaman atau benda yang berkaitan

dengan tanah yang dimilikibersama oleh beberapa orang,sedangkan satu atau beberapa orang dari mereka tidak dapat ditemukan,maka ganti kerugian

yang menjadi hak orang yang tidak dapat diketemukan

tersebut,dikonsinyasikan di pengadilan Negeri setempat oleh Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah.

7. Pasal 18

Apabila dalam musyawarah telah dicapai kesepakatan antara pemegang hak atas tanah dan Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah,Panitia Pengadaan Tanah mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian sesuai dengan kesepaktan tersebut.

8. Pasal 19

Apabila musyawarah telah diupayakan berulangkali dan kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian tidak tercapai juga, Panitia Pengadaan Tanah mengelurkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian,


(2)

commit to user

dengan sejauh mungki memperhatikan pendapat, keinginan, saran, dan pertimbangan yang berlangsung dalam musyawarah.

9. Pasal 20

a. Ayat (1) Pemegang hak atas tanah yang tidak mennerima keputusan panitia

Pengadaan Tanah dapat mengajukan keberatan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I disertai penjelasan mengenai sebab-sebab dan alasan keberatan tersebut.

b. Ayat (2) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I mengupayakan penyelesaian

mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian tersebut, dengan mempertimbangkan pendapat dan keinginan semua pihak.

c. Ayat (3) Setelah mendengar dan memperlajari pendapat dan keinginan

pemegang hak atas tanah serta pertimbangan Panitia Pengadaan Tanah,Gubernur Kepala Daerah Tingkat I mengelurkan keputusan yang dapat mengukuhkan atau mengubah keputusan Panitia Pengadaan Tanah mengenai bentuk dan atau besarnya ganti kergian yang akan diberikan.

10. Pasal 21

a. Apabila upaya penyelesaian yang ditempuh Gubernur Kepala Daerah

Tingkat I tidak diterima oleh pemegang hak atas tanah dan lokasi pembangunan yang bersangkutan tidak dapat dipindahkan,maka Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan mengajukan usul penyelesaian dengan cara pencabutan atas tanah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang pencabutan hak-hak Atas Tanah dan Bendabenda Yang Ada Di atasnya.

b. Usul penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh

Gubernur Kepala Daerah kepada Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional melalui Menteri Dalam Negeri,dengan tembusan

Kepada Menteri dari Instansi yang memerlukan tanah dan Menteri

Kehakiman.

c. Setelah menerima usul penyelesaian sebagaimana diimaksud dalam ayat (1)

dan (2),Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri,Menteri dari instansi yang


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

memerlukan tanah,dan menteri kehakiman. Permintaan untuk melakukan pencabutan hak atas tanah di sampaikan kepada presiden oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional yang ditandatangani serta oleh Menteri Dalam Negeri,Menteri dari instansi yang memerlukan pengadaan tanah,dan Menteri Kehakiman.

11. Pasal 22

Terhadap tanah yang di garap tanpa ijin yang berhak atas kuasanya, penyelesaiannya dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Prp Tahun 1960 Tentang larangan pemakaian Tanah Tanpa ijin yang berhak atau kuasanya.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa bentuk dan besarnya ganti kerugian dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten karanganyar khususnya di Kabupaten Magetan sudah sesuai dengan prosedur Keppres Nomor 55 tahun 1993 serta sudah tercapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian. Didalam penetapan bentuk dan besarnya ganti kerugian panitia sudah mempertibangkan besarnya ganti kerugian dengan melihat harga dasar tanah dan Nilai Jual Ojek Pajak, bentuk ganti kerugian bagi masyarakat pemegang hak atas tanah berupa uang, tanah masyarakat yang di hitung hanya nilai tanahnya saja karena yang terkena pengadaan tanah hanya tanah persawahan sehingga tidak ada bangunan permanen atau pohon yang bermanfaat. Bagi tanah perhutani di ganti ganti dengan tanah penganti lokasi tanah kompensasi di Gunung Blego Desa Ngunut Kecamatan Parang Kabupaten Magetan, pohon tegakan diganti dengan reboisasi. Penetapan bentuk dan besarnya ganti rugi tersebut sesuai kesepakatan antara pemegang hak atas tanah dengan panitia pengadaan tanah melalui sosialisasi dan musyawarah.


(4)

commit to user

71

BAB IV PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang penulis lakukan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan dan memberikan saran-saran.

A. Simpulan

Dari uraian penulis tentang Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar. Prosedur Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tembus Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar Di Kabupaten Magetan sudah sesuai dengan Keppres Nomor 55 Tahun 1993 serta di dalam musyawah sudah tercapai kesepakatan bentuk dan besarnya ganti rugi.

1. Prosedur Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tembus Kabupaten

Magetan-Kabupaten Karanganyar Di Kabupaten Magetan sudah sesuai dengan Keppres Nomor 55 Tahun 1993, terbukti dengan adanya pembentukan panitia pengadaan tanah serta ijin permohonan lokasi dan permohonan pengadaan tanah antara lain: Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/185/KTPS/013/2002 tentang Panitia Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Kabupaten Magetan, Surat Permohonan ijin Dari Bupatri Magetan Kepada Mentri Perhutanan Republik Gubernur Jawa Timur Nomor: 050/03/403.201/2002, perihal permohonan izin Pembangunan Jalan Tembus Sarangan-Cemorosewu di Kabupaten Magetan. Dengan adanya surat permohonan Bupati Kabupaten Magetan Mentri Kehutanan Republik Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: S. 74/Menhut-VII/2004 perihal izin pembangunan jalan tembus Sarangan-Cemorosewu Kabupaten Magetan. Panitia pengadaan tanah juga telah membentuk Tim Inventarisasi, melakukan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakan, sosialisai yang di lakukan berkali-kali, serta m,elakukan musyawarah sampai terjadinya kesepakatan bentuk dan besarnya ganti kerugian antara Panitia Pengadaan Tanah dengan masyarakat Pemegang Hak Atas Tanah.


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

2. Kesepakatan bentuk dan besarnya ganti rugi dalam Pengadaan Tanah Untuk

Pembangunan Jalan Tembus Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar di Kabupaten Magetan sudah tercapai di dalam musyawarah, terbukti dengan adanya Berita Acara kesepakatan ganti rugi pembebasan tanah jalan alternatif Sarangan Tawangmangu Dukuh Singolangu Kelurahan Sarangan Kecamatan Plaosan pada hari Rabu tanggal 31 Desember 2003 serta adanya berita acara Pernyataan Pelepasan/Penyerahan Hak Atas Tanah Dan Pembayaran Ganti Rugi Nomor: 01/PLH/XII/2003 untuk Dukuh Cemorosewu Desa Ngancar Kecamatan Plaosan dengan bentuk dan besarnya ganti rugi berupa uang Rp.150.000/ M2, Berita Acara Pernyataan Pelepasan/Penyerahan Hak Atas Tanah Dan Pembayaran Ganti Rugi Nomor: 01/PLH/1/2004 untuk Dukuh Singolangu Kelurahan Sarangan Kecamatan Plaosan dengan bentuk dan besarnya ganti rugi berupa uang Rp.100.000/M2, dan Perhutani dengan adanya perjanjian serah terima tanah kompensasi antara Bupati Magetan dengan Departemen Kehutanan Atas Pengunaan Kawasan Hutan Untuk Pembangunan jalan Tembus Sarangan-Cemorosewu Pada Tanggal 24 Juni 2004 dengan Luas 10,95 HA.

B. Saran

Sehubungan dengan Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Tanah Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar, penulis akan memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Kepada Pemerintah Kabupaten Magetan, sehubungan dengan Pembangunan

Jalan Tembus (Jalan Alternatif) Kabupaten Magetan-Kabupaten Karanganyar, hendaknya mempertimbangkan bentuk dan besarnya ganti kerugian dengan baik, apabila dengan uang sebesar itu dapat di belikan tanah seperti itu lagi atau tidak.

2. Kepada para pemegang hak atas tanah yang tanahnya akan dipergunakan bagi

pembangunan untuk kepentingan umum dapat membantu dan meperlancar pelaksanaanya, baik sejak penyuluhan, inventarisasi maupun musyawarah


(6)

commit to user

penentuan ganti kerugian agar tidak menghambat jalanya pembangunan nasional.


Dokumen yang terkait

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM HAL TERDAPAT SERTIPIKAT GANDA

2 25 90

PENULISAN HUKUM/SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN BAGI PEMEGANG HAK MILIK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TOL MANADO-BITUNG DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PERLINDUNGAN HUKUM DI KABUPATEN MINAHASA UTARA PROVINSI SULAWESI UTARA

0 2 16

PENDAHULUAN PELAKSANAAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN BAGI PEMEGANG HAK MILIK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TOL MANADO-BITUNG DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PERLINDUNGAN HUKUM DI KABUPATEN MINAHASA UTARA PROVINSI SULAWESI UTARA.

0 3 31

PENDAHULUAN PELAKSANAAN PEMBERIAN GANTI RUGI BAGI PEMEGANG HAK MILIK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN JALUR LINTAS SELATAN DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL.

1 5 23

KESIMPULAN DAN SARAN PELAKSANAAN PEMBERIAN GANTI RUGI BAGI PEMEGANG HAK MILIK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN JALUR LINTAS SELATAN DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL.

0 4 5

PRINSIP PENGHORMATAN HAK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TOL SOLO NGAWI DI KABUPATEN KARANGANYAR

0 9 82

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK MILIK ATAS TANAH DALAM PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR UTARA TEGAL.

0 1 2

TANGGUNG JAWAB KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN MADIUN DALAM PENERBITAN SERTIFIKAN HAK ATAS TANAH DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH.

0 1 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Hak Atas Tanah dalam Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

0 0 15

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM -

0 1 21