TINJAUAN YURIDIS KEBIJAKAN DEKRIMINALISASI TINDAK PIDANA KORUPSI TERKAIT PEROLEHANKEKAYAAN BERDASARKAN RUU PENGAMPUNAN PAJAK NASIONAL

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan peradaban dunia semakin sehari seakan-akan berlari menuju modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga seperti, kejahatan Korupsi (corruption), tindak prilaku korupsi akhir-akhir ini ramai di perbincangkan, baik media massa maupun media cetak. yang sesungguhnya fenomena kejahatan ini korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama. Kemudian setelah perang dunia kedua berakhir, muncul era baru, gejolak korupsi ini meningkat di negara yang sedang berkembang, negara yang baru memperoleh kemerdekaan. Masalah korupsi ini sangat berbahaya karena dapat menghancurkan jaringan sosial, yang secara tidak langsung memperlemah ketahanan nasional serta eksistensi suatu bangsa. Tindak pidana korupsi ini mayoritas dilakukan oleh para pejabat tinggi negara yang seseungguhnya dipercaya oleh masyarakat luas untuk memajukan kesejahteraan rakyat sekarang malah merugikan negara.

Indonesia sendiri fenomena korupsi ini sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa korupsi sudah ada dalam masyarakat Indonesia jaman penjajahan yaitu dengan adanya tradisi memberikan upeti oleh


(2)

beberapa golongan masyarakat kepada penguasa setempat. Tindak pidana korupsi di Indonesia perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara tegas, untuk menjamin hukum, menghindari keragaman penafsiran hukum dan memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak sosial dan memberikan perlindungan hukum terhadap hak sosial dan ekonomi masyarakat diperlukan penanganan yang tegas terhadap pelaku tindak pidana dengan jabatan dan status sosialnya di masyarakat.1

Walaupun demikian, peraturan Perundang-Undangan yang khusus mengatur tentang tindak pidana korupsi sudah ada. Di Indonesia sendiri, Undang-Undang tentang tindak pidana korupsi sudah 4 (empat) kali mengalami perubahan. Adapun peraturan Perundang-Undangan yang mengatur tentang korupsi, yakni :

1. Undang-Undang nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,

2. Undang-Undang nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,

3. Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,

4. Undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Berdasarkan ketentuan Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

1


(3)

jenis penjatuhan sanksi pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut :2

1. Pidana Mati

2. Pidana Penjara

3. Pidana Tambahan

Pidana pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan ketentuan maksimal ditambah 1/3 (sepertiga). Penjatuhan pidana ini melalui prosedural ketentuan Pasal 20 ayat (1)-(5) Undang-Undang 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut:

1. Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.

2. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.

3. Dalam hal ini tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus, kemudian pengurus tersebut dapat diwakilkan kepada orang lain.

2


(4)

4. Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.

5. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.

Namun di sisi lain ada pihak-pihak yang ingin melemahkan sanksi-sanksi yang terdapat di dalam Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang pemberantasan tindak pidana korupsi yakni RUU Pengampunan Pajak Nasional atas usul dari 33 anggota DPR RI dari empat fraksi dalam hal ini Pelaku Koruptor dan Pelaku Pencucian Uang diusulkan mendapat Pengampunan.

Kurang lebih ada sekitar Rp 7.000 triliun uang warga negara Indonesia yang tidak masuk ke dalam sistem perbankan nasional. Uang itu berasal dari berbagai sumber, baik dari hasil pengemplangan pajak, tindak pidana korupsi hingga tindak pidana pencucian uang.3 untuk menarik uang tersebut, 33 anggota DPR RI dari empat fraksi mengusulkan pembentukan RUU Pengampunan Pajak Nasional. Dengan adanya UU tersebut, pengampunan dapat diberikan kepada siapa saja, termasuk koruptor dan pelaku tindak pidana pencucian uang selama mereka memberikan uang tebusan.

3

S.Anwary. 2012.Perang Melawan Korupsi Di Indonesia. Institut Pengkajian Masalah-Masalah Politik Dan Sosial. Bogor .Hlm 67


(5)

Dalam Pasal 9 dan Pasal 10 draft RUU pengampunan pajak Nasional yang didapat, bahwa :4

Orang Pribadi atau Badan yang memperoleh Surat Keputusan Pengampunan Nasional sebagaimana di maksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf a, memperoleh fasilitas di bidang perpajakan berupa:

a. Penghapusan Pajak Terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana di bidang perpajakan untuk kewajiban perpajakan sebelum Undang-Undang ini diundangkan yang belum diterbitkan ketetapan pajak.

b. Tidak dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa, pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak sebelum Undang-Undang ini diundangkan.

c. Dalam hal Orang Pribadi atau Badan sedang dilakukan pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti permulaan untuk kewajiban perpajakan sebelum Undang-Undang ini diundangkan, atas pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti permulaan tersebut dihentikan.

Pasal 10, Selain memperoleh fasilitas di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Orang Pribadi atau Badan juga memperoleh pengampunan tindak pidana terkait perolehan kekayaan, kecuali tindak pidana teroris, narkoba dan perdagangan manusia. Dengan demikian, koruptor dapat

4


(6)

berpeluang mendapatkan pengampunan tindak pidana terkait perolehan kekayaan dari hasil korupsi .

Sedangkan di Pasal 9, orang pribadi atau badan yang mendapatkan pengampunan nasional dapat memperoleh fasilitas berupa penghapusan pajak terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana di bidang perpajakan untuk kewajiban perpajakan sebelum Undang-Undang Pengampunan Pajak Nasional ini diundangkan.

Penjelasannya adalah dapat berbagai kejahatan masa lampau yang berkaitan dengan uang/dana hasil tindak pidana, yang diduga belum selesai ditangani oleh instansi penegak hukum. Hal ini diduga karena sulitnya instansi penegak hukum membuktikan asal dan aliran dana hasil tindak pidana tersebut. Tindak pidana tersebut antara lain berupa tindak pidana korupsi, Tindak Pidana tersebut telah melibatkan atau menghasilkan harta kekayaan yang sangat besar jumlahnya milyaran dan bahkan sampai dengan triliunan. RUU Pengampunan pajak Nasional dinilai tidak mencerminkan keadilan dan menunjukkan bahwa pemerintah menyerah terhadap praktik kejahatan perpajakan dan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan yang akhirnya menimbulkan kejahatan korupsi yang sangat besar . Pemerintah harusnya menindak tegas perusahaan yang tidak patuh dalam pembayaran pajak, perusahaan yang tidak memiliki NPWP dan tidak melaporkan surat pemberitahuan (SPT) Pajak.

Inilah yang menimbulkan upaya kalau sudah terjadi arah dekriminalisasi terhadap tindak pidana terkait perolehan kekayaan berdasarkan RUU Pengampunan Pajak Nasional terhadap tindak pidana korupsi, yaitu suatu proses penghapusan sama


(7)

sekali sifat dapat dipidananya suatu perbuatan yang semula merupakan tindak pidana dan penghapusan sanksi pidananya Pengampunan Pajak Nasional juga ditujukan untuk mengampuni saksi pidana tertentu dengan membayar uang tebusan, sebagaimana ditetapkan dalam RUU Pengampunan Pajak Nasional tersebut. Adapun besaran tarif uang tebusan berkisar antara 3 sampai 8 %. Seperti yang dijelaskan di dalam bab III tentang tarif dan cara menghitung uang tebusan, tarif uang tebusan untuk periode pelapor surat permohonan pengampunan pajak nasional bulan Oktober 2015 sampai dengan Desember 2015 sebesar 3 % dari nilai harta yang dilaporkan, sedangkan tarif 5 % berlaku untuk pelaporan antara bulan Januari 2016 sampai dengan Juni 2016 dan tarif 8 % dikenakan bagi mereka yang baru melaporkan antara bulan Juni 2016 hingga Desember 2016 (pasal 4).5

Berdasarkan permasalahan dan latar belakang di atas tersebut maka penulis mengadakan penelitian yang berjudul “ Tinjauan Yuridis Kebijakan Dekriminalisasi Tindak Pidana Korupsi Terkait Perolehan Kekayaan Berdasarkan RUU Pengampunan Pajak Nasional”.

5

Pasal 4 RUU Pengampunan Pajak Nasional dalam bab III tentang tarif dan cara menghitung uang tebusan.


(8)

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup 1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian tersebut maka masalahnya dapat di identifikasikan sebagai berikut :

1. Apakah yang menjadi latar belakang kebijakan dekriminalisasi tindak pidana korupsi terkait perolehan kekayaan berdasarkan RUU Pengampunan Pajak Nasional?

2. Apakah kebijakan dekriminalisasi tindak pidana korupsi terkait perolehan kekayaan berdasarkan RUU pengampunan pajak nasional kedepannya sudah sesuai atau belum dengan rasa keadilan dan diterima masyarakat?

2. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah merupakan kajian dalam Hukum Pidana yang membahas kebijakan dekriminalisasi tindak pidana korupsi terkait perolehan kekayaan berdasarkan RUU Pengampunan Pajak Nasional. Ruang lingkup penelitian ini yaitu Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Bengkulu dan Lampung, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Lampung, Kepolisian Daerah Lampung, Penelitian dilaksanakan pada tahun 2015.


(9)

C. Tujuan dan Kegunan Penelitian 1. Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui latar belakang kebijakan dekriminalisasi tindak pidana korupsi terkait perolehan kekayaan berdasarkan RUU Pengampunan Pajak Nasional terhadap kejahatan korupsi

2. Untuk mengetahui RUU Pengampunan Pajak Nasional terhadap tindak pidana korupsi kedepannya sudah sesuai dengan rasa keadilan yang diterima masyarakat.

2. Kegunaan penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian ilmu pengetahuan hukum, khususnya di dalam hukum pidana, dalam rangka yang menjadi kebijakan dekriminalisasi tindak pidana korupsi terkait perolehan kekayaan berdasarkan RUU Pengampunan Pajak Nasional terhadap tindak pidana korupsi.

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi rekan-rekan mahasiswa selama mengikuti program perkuliahan Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Lampung mengenai yang menjadi kebijakan dekriminalisasi tindak pidana korupsi terkait perolehan kekayaan berdasarkan RUU Pengampunan Pajak Nasional terhadap tindak pidana korupsi.


(10)

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.

1). Teori kebijakan Dekriminalisasi

Dekriminalisasi adalah penggolongan suatu perbuatan yang pada mulanya dianggap sebagai pidana, tetapi kemudian dianggap sebagai perilaku biasa.6 Bahwa keputusan untuk melakukan kriminalisasi dan dekriminalisasi harus didasarkan pada faktor-faktor kebijakan tertentu yang mempertimbangkan bermacam-macam faktor, termasuk :7

1. Keseimbangan sarana-sarana yang digunakan dalam hubungannya dengan hasil-hasil yang ingin dicapai.

2. Analisis biaya terhadap hasil-hasil yang diperoleh dalam hubungannya dengan tujuan-tujuan yang dicari.

3. Penilaian atau penafsiran tujuan-tujuan yang dicari itu dalam kaitannya dengan prioritas-prioritas lainnya dalam pengalokasian sumber-sumber tenaga manusia.

4. Pengaruh sosial dari kriminalisasi dan dekriminalisasi yang berkenan dengan atau dipandang dari pengaruh-pengaruh yang sekunder.

6

Barda Nawawi Arief, 2011,Kebijakan Hukum Pidana. Bunga Rampai. Jakarta.Hlm.231 7

Andrisman, Tri. 2009.Hukum Pidana : Asas Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia. Lampung. Penerbit Universitas Lampung. Hlm. 15


(11)

Berdasarkan ketentuan Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jenis penjatuhan sanksi pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap tindak pidana korupsi adalah :8

1. Pidana Mati 2. Pidana Penjara 3. Pidana Tambahan

Sedangkan uraian lengkap mengenai pengaturan RUU Pengampunan Pajak Nasional yang terdapat dalam pasal-pasal tersebut :

Dalam Pasal 9 dan Pasal 10 draft RUU pengampunan Pajak Nasional yang didapat, bahwa :

Orang Pribadi atau Badan yang memperoleh Surat Keputusan Pengampunan Nasional sebagaimana di maksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf a, memperoleh fasilitas di bidang perpajakan berupa:

a. Penghapusan Pajak Terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana di bidang perpajakan untuk kewajiban perpajakan sebelum Undang-Undang ini diundangkan yang belum diterbitkan ketetapan pajak.

b. Tidak dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa, pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak sebelum Undang-Undang ini diundangkan.

8

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi


(12)

c. Dalam hal Orang Pribadi atau Badan sedang dilakukan pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti permulaan untuk kewajiban perpajakan sebelum Undang-Undang ini diundangkan, atas pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti permulaan tersebut dihentikan.

Pasal 10

Selain memperoleh fasilitas di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Orang Pribadi atau Badan juga memperoleh pengampunan tindak pidana terkait perolehan kekayaan, kecuali tindak pidana teroris, narkoba dan perdagangan manusia.

Dengan demikian, koruptor dapat berpeluang mendapatkan pengampunan tindak pidana terkait perolehan kekayaan dari hasil korupsi .

2). Teori Keadilan

Menurut Aristoteles Pada teorinya, Aristoteles ini sendiri mengemukakan bahwa ada 5 jenis perbuatan yang tergolong dengan adil. Lima jenis keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles ini adalah sebagai berikut.9

a. Keadilan Komutatif adalah suatu perlakuan kepada seseorang dengan tanpa melihat jasa-jasa yang telah diberikan.

b. Keadilan Distributif adalah suatu perlakuan terhadap seseorang yang sesuai dengan jasa-jasa yang telah diberikan.

c. Keadilan Kodrat Alam ialah memberi sesuatu sesuai dengan apa yang diberikan oleh orang lain kepada kita sendiri.

9


(13)

d. Keadilan Konvensional adalah suatu kondisi dimana jika seorang warga negara telah menaati segala peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan.

e. Keadilan perbaikan adalah jika seseorang telah berusaha memulihkan nama baik seseorang yang telah tercemar.

Keadilan selalu hadir dalam setiap konsekuensi terbaik dan terbesar yang dimiliki oleh setiap perilaku. Dengan demikian, keadilan utilitarian adalah keadilan yang dipandang sangat bergantung pada asas manfaat dan kegunaan demi kebahagiaan banyak orang. Berbeda dengan Utilitarianisme, Rawls memiliki hasil pemikiran yang tertuang dalam istilahnya yang terkenal yaitu “The Principles of Justice” (Prinsip-Prinsip Keadilan). Prinsip Keadilan Rawls terdiri dari dua hal yaitu:10

(1) each person is to have an equal right to the most extensive total system of equal basic liberties compatible with a similar system of liberty for all.

(2a) social and economic inequalitiesare to be arranged so that they are to the greatest benefit of the least advantaged and

(2b) are attached to offices and positions open to all under conditions of fair equality of opportunity.11

2. Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menghubungkan atau menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah itu.

10

John rawls. 1971.A theory of justice, chapter II the principle of justice, terjemahan susanti adi nugroho : kencana prenada media group Hlm 9

11


(14)

a) Tinjauan adalah penyelidikan suatu peristiwa untuk mengetahui sebab-sebabnya, bagaimana duduk perkaranya.12

b) Kebijakan deskrimnalisasi, adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya suatu hukum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan), kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan..13 c) Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang

oleh peraturan Perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, selain perbuatan tersebut dilarang dan diancam pidana oleh peraturan Perundang-undangan, harus juga bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat. Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenaran.14

d) Tindak pidana korupsi. Kata "KORUPSI" berasal dari bahasa latin yaitu "corruptio atau corruptus".Dalam UU No.31 Tahun 1999, Pengertian korupsi yaitu setiap orang yang dengan sengaja secara melawan hukum untuk melakukan perbuatan dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain

12

Marpaung, Leden. 2005,Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana.Sinar Grafika. Jakarta. Hlm. 10 13

Huda, Choerul. 2006,Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan MenujuKepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana tanpa Kesalahan,Jakarta: Kencana.Hlm. 20

14

Mulyadi, Lilik. 2010.Hal-Hal Mendasar Dalam Penjatuhan pemidanaan oleh hakim.Sinar Grafika cipta. Jakarta. Hlm. 7


(15)

atau suatu korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.15

e) RUU Pengampunan Pajak Nasional adalah penghapusan pajak terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan, serta sanksi pidana tertentu dengan membayar uang tebusan.16

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan memahami skripsi ini secara keseluruhan, maka sistematika penulisannya sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, ruang lingkup penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang Tinjauan Umum Mengenai Tindak Pidana, Pengertian Tindak Pidana Menurut Ahli, Unsur-Unsur Tindak Pidana, Faktor Terjadinya Tindak Pidana, Tinjauan Umum Mengenai Tindak Pidana Korupsi, Pengertian Tindak Pidana Korupsi, Ciri-Ciri Tindak Pidana Korupsi, Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi, Pengertian Pajak, Teori Kriminalisasi, Teori Kebijakan Dekriminalisasi, Teori Kebijakan, Teori Keadilan,dan RUU Pengampunan Pajak Nasional dengan Tindak Pidana Korupsi.

15

Chaerudin, Syaiful Ahmad, Syarif Fadillah,Startegi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, P.T Refika Aditama, Bandung. 2008.Hlm.20

16


(16)

III. METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan langkah-langkah atau cara yang dilakukan dalam penelitian meliputi Pendekatan Masalah, Sumber dan Jenis Data, Pengumpulan Data dan Pengolahan Data serta Analisa Data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini pembahasan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini, akan dijelaskan Tinjauan Yuridis Kebijakan Dekriminalisasi Tindak Pidana Korupsi Terkait Perolehan Kekayaan Berdasarkan RUU Pengampunan Pajak Nasional.

V. PENUTUP

Bab ini dibahas mengenai kesimpulan terhadap jawaban permasalahan dari hasil penelitian dan saran dari penulis yang merupakan alternatif penyelesaian permasalahan yang ada guna perbaikan di masa mendatang.


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana

1. Pengetian Tindak Pidana Menurut Ahli

Strafbaar feitmerupakan istilah asli bahasa Belanda yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan berbagai arti diantaranya yaitu, tindak pidana, delik, perbuatan pidana, peristiwa pidana maupun perbuatan yang dapat dipidana.Kata strafbaar feit terdiri dari 3 kata,yakni straf,baar dan feit.berbagai istilah yang di gunakan sebagai terjemahan dari strafbaar feit itu,ternyata straf di terjemahkan sebagai pidana dan hukum.perkataan baar di terjemahkan dengan dapat dan boleh,sedangkan untuk kata feitdi terjemahkan dengan tindak,peristiwa,perbuatan dan pelanggaran.

Menurut Pompe, sebagaimana yang dikemukakan oleh Bambang Poernomo, pengertianstrafbaar feitdibedakan menjadi :

a. Defenisi menurut teori memberikan pengertian “strafbaar feit”adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum ;

b. Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian “strafbaar


(18)

dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.

Sejalan dengan definisi atau pengertian menurut teori dan hukum positif di atas, J.E Jonkers juga telah memberikan defenisistrafbaar feitmenjadi dua pengertiaan, sebagaimana yang dikemukakan Bambang Pornomo yaitu :

a. Definisi pendek memberikan pengertian “strafbaar feit”adalah suatu kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh Undang-Undang.

b. Definisipanjang atau lebih dalam memberikan pengertian “strafbaar

feit”adalah suatu kelakuan yang melawan hukum berhubung dilakukan dengan sengaja atau alfa oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Suatu tindak pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menurut P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir pada umumnya memiliki dua unsur yakni unsur subjektif yaitu unsur yang melekat pada diri si pelaku dan unsur objektif yaitu unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan.17

Unsur subjektif dari suatu tindak pidana adalah:

1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolusatauculpa) 2. Maksud atauvoornemenpada suatu percobaan

3. Macam-macam maksud atauoogmerk

4. Merencanakan terlebih dahulu atauvoorbedachte raad 5. Perasaan takut atauvress

17

P.A.F. Lamintang, dan C. Djisman Samosir,Delik-delik Khusus, Tarsito, Bandung, 1981 Hlm.193.


(19)

Unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah:

a. Sifat melanggar hukum b. Kualitas dari si pelaku

c. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.18

Sedangkan menurut Leden Marpaung unsur tindak pidana yang terdiri dari 2 (dua) unsur pokok, yakni:

Unsur pokok subjektif:

1) Sengaja (dolus) 2) Kealpaan (culpa) Unsur pokok objektif:

1) Perbuatan manusia

2) Akibat (result) perbuatan manusia 3) Keadaan-keadaan

4) Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum19

Kesalahan pelaku tindak pidana menurut Wirjono Prodjodikoro berupa 2 (dua) macam yakni:

a) Kesengajaan (Opzet)

Dalam teori kesengajaan (Opzet) yaitu mengkehendaki dan mengetahui (willens en wettens)perbuatan yang dilakukan terdiri dari 2 (dua) teori yaitu:

18

Ibid, Hlm.193. 19


(20)

(1) Teori kehendak (wilstheorie), adanya kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur tindak pidana dalam UU .

(2) Teori pengetahuan atau membayangkan (voorstellings theorie), pelaku mampu membayangkam akan timbulnya akibat dari perbuatannya.

Sebagian besar tindak pidana mempunyai unsur kesengajaan atauopzet.

b).Culpa

Arti kata culpa adalah “kesalahan pada umumnya”, tetapi dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi.20

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa semua unsur tersebut merupakan satu kesatuan dalam suatu tindak pidana, satu unsur saja tidak ada akan menyebabkan tersangka tidak dapat dihukum. Sehingga penyidik harus cermat dalam meneliti tentang adanya unsur-unsur tindak pidana tersebut.

Tindak pidana umum adalah tindak pidana kejahatan dan pelanggaran yang diatur di dalam KUHP yang penyidikannya dilakukan oleh Polri dengan menggunakan ketentuan yang terdapat dalam KUHAP. Tindak pidana khusus adalah tindak pidana di luar KUHP seperti Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi, Undang-Undang Undang-Undang Bea Cukai, Undang-Undang-Undang-Undang Terorisme dan sebagainya yang penyidikannya dilakukan oleh Polri, Kejaksaan, dan Pejabat Penyidik lain sesuai dengan ketentuan-ketentuan khusus hukum acara

20

Wirjono Prodjodikoro,Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama Jakarta, 2004, Hlm. 65-72.


(21)

pidana bersangkutan. Sementara itu, tindak pidana tertentu adalah tindak pidana di luar KUHP yang tidak termasuk dalam tindak pidana khusus, seperti Undang-Undang Hak Cipta, Undang-Undang-Undang-Undang Keimigrasian, Peraturan Daerah, dan sebagainya.

3. Faktor Terjadinya Tindak Pidana

Ada berbagai faktor yang menjadi penyebab seseorang melakukan tindak kejahatan atau pidana. Bisa dilihat sebagai kenyataanya bahwa manusia dalam pergaulan hidupnya sering terdapat penyimpangan norma, terutama norma hukum.

Separovic mengemukakan ada dua (2) faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan,yaitu:21

1. Faktor personal termasuk di dalamnya faktor biologis (umur, jenis kelamin, keadaan mental dan lain-lain) dan psikologis (agresivitas, kecerobohan,dan keterasingan)

2. Faktor situasional seperti konflik, faktor tempat dan waktu

Dalam perkembanganya terdapat beberapa faktor berusaha untuk menjelaskan sebab-sebab kejahatan.

A.Teori Tentang Sebab-sebab tindak pidana

Di dalam kriminologi dikenal adanya beberapa teori yang dapat dipergunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan.

21


(22)

Teori--teori tersebut pada hakekatnya berusaha untuk mengkaji dan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan penjahat dengan kejahatan, namun dalam menjelaskan hal tersebut sudah tentu terdapat hal-hal yang berbeda antara satu teori dengan teori lainnya.

Adapun teori-teori kriminologi tentang tindak pidana, sebagai berikut:22

1. Teori Klasik

Teori ini mulai muncul di Inggris pada pertengahan abad ke-19 dan tersebar di Eropa dan Amerika. Teori ini berdasarkan psikologi hedonistik. Menurut psikologi hedonistik setiap perbuatan manusia berdasarkan pertimbangan rasa senang dan rasa tidak senang (sakit). Setiap manusia berhak memilih mana yang baik dan mana yang buruk, perbuatan mana yang mendatangkan kesenangan dan yang mana yang tidak.

Lalu Beccaria menyatakan bahwa semua orang melanggar yang Undang-Undang tertentu harus menerima hukuman yang sama, tanpa mengingat umur, kesehatan jiwa, kaya atau miskin, posisi sosial dan keadaan-keadan lainnya. Hukuman yang dijatuhkan harus sedemikian beratnya, sehingga melebihi suka yang diperoleh dari pelanggaran Undang-Undang tersebut.Berdasarkan pendapat Beccaria tersebut setiap hukuman yang dijatuhkan sekalipun pidana yang berat sudah diperhitungkan sebagai kesenangan yang diperolehnya, sehingga maksud pendapat Beccaria adalah untuk mengurangi kesewenangan dan kekuasaan hukuman.

22

P.A.F Lamintang, 1997.Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia.Cetakan ketiga. Citra Aditya Bakti, Bandung. Hlm 42


(23)

Pendapat ekstrim tersebut dipermak menjadi dua hal:

a. Anak-anak dan orang-orang gila mendapat pengecualian atas dasar pertimbangan bahwa mereka tidak mampu untuk memperhitungkan secaraintelegen suka dan duka.

b. Hukuman ditetapkan dalam batas-batas tertentu, tidak lagi secara absolut, untuk memungkinkan sedikit kebijaksanaan.

Konsep keadilan menurut teori ini adalah suatu hukuman yang pasti untuk perbuatan-perbuatan yang sama tanpa memperhatikan sifat dari sifat si pembuat dan tanpa memperhatikan pula kemungkinan adanya peristiwa-- peristiwa tertentu yang memaksa terjadinya perbuatan tersebut.

2. Teori Neo Klasik.

Menurut Made Darma Weda bahwa Teori neo klasik ini sebenarnya merupakan revisi atau pembaharuan teori klasik, dengan demikian teori neo klasik ini tidak menyimpang dari konsepsi-konsepsi umum tenteng sifat-sifat manusia yang berlaku pada waktu itu.Doktrin dasarnya tetap yaitu bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai rasio yang berkehendak bebas dan karenanya bertanggung jawab atas perbuatan-parbuatannya dan dapat dikontrol oleh rasa katakutannya terhadap hukum.

Ciri khas teori neo klasik adalah sebagai berikut :23

a. adanya perlunakan/perubahan pada doktrin kehendak bebas. Kebebasan kehendak untuk memilih dapat dipengaruhi oleh patologi, ketidakmampuan

23


(24)

untuk bertindak,sakit jiwa,atau lain-lain keadaan yang mencegah seseorang untuk memperlakukan kehendak bebasnya.Premeditasi niat, yang dijadikan ukuran dari kebebasan kehendak, tetapi hal ini menyangkut terhadap hal-hal yang aneh, sebab jika benar, maka pelaku pidana untuk pertama kali harus dianggap lebih bebas untuk memilih dari pada residivis yang terkait dengan kebiasaan-kebiasaannya, dan oleh karenanya harus dihukum dengan berat. b. Pengakuan dari pada sahnya keadaan yang berubah ini dapat berupa fisik

(cuaca, mekanis, dan sebagainya) keadaan-keadaan lingkungannya atau keadaan mental dari individu.

c. Perubahan doktrin tanggung jawab sempurna untuk memungkinkan perubahan hukuman menjadi tanggung jawab sebagian saja, sebab-sebab utama untuk mempertanggung jawabkan seseorang untuk sebagian saja adalah kegilaan, kedunguan, usia dan lain-lain yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan niat seseorang pada waktu melakukan kejahatan.

d. Dimasukkan persaksian/keterangan ahli di dalam acara pengadilan untuk menentukan besarnya tanggung jawab,untuk menentukan apakah si terdakwa mampu memilih antara yang benar dan salah.

Berdasarkan ciri khas teori neo klasik, tampak bahwa teori neo-klasik menggambarkan ditinggalkannya kekuatan yang supra natural, yang ajaib (gaib),sebagai prinsip untuk menjelaskan dan membimbing terbentuknya pelaksanaan hukum pidana.

Dengan demikian teori-teori neo-klasik menunjukkan permulaan pendekatan yang naturalistik terhadap perilaku/ tingkah laku manusia.Gambaran mengenai manusia sebagai boneka yang dikuasai oleh kekuatan gaib digantinya dengan gambaran


(25)

manusia sebagai makhluk yang berkehendak sendiri, yang bertindak atas dasar rasio dan intelegensia dan karena itu bertanggungjawab atas kelakuannya.

Menurut A.S.Alam bahwa : Teori-teori klasik melihat bahwa orang yang tidak mampu menentukan perbuatan nikmat atau tidaknya tidak dapat melakukan kejahatan. Olehnya itu menurut ajaran teori neo-klasik, anak-anak dan orang yang lemah ingatan dibebaskan dari tanggungjawab atas perbuatannya.

3. Teori Kartografi/Geografi

Teori kartografi yang berkembang di Perancis, Inggris, Jerman. Teori ini mulai berkembang pada tahun 1830 - 1880 M. Teori ini sering pula disebut sebagai ajaran ekologis. Yang dipentingkan oleh ajaran ini adalah distribusi kejahatan dalam daerah-daerah tertentu, baik secara geografis maupun secara sosial. Bahwa Teori ini kejahatan merupakan perwujudan kondisi-kondisi sosial yang ada. Dengan kata lain bahwa kejahatan itu muncul disebabkan karena faktor dari luar manusia itu sendiri.

4. Teori Sosialis

Teori sosialis mulai berkembang pada tahun 1850 M. Para tokoh aliran ini banyak dipengaruhi oleh tulisan dari Marx dan Engels, yang lebih menekankan pada determinasi ekonomi.Menurut para tokoh ajaran ini bahwa “kejahatan timbul disebabkan oleh adanya tekanan ekonomi yang tidak seimbang dalam masyarakat.”Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa “Kejahatan itu merupakan bayang-bayang manusia maka dari itu makin tinggi peradaban manusia makin tinggi pula cara melakukan kejahatan.”Berdasarkan pendapat tersebut di atas,


(26)

maka untuk melawan kejahatan itu haruslah diadakan peningkatan di bidang ekonomi. Dengan kata lain kemakmuran, keseimbangan dan keadilan sosial akan mengurangi terjadinya kejahatan.

5. Teori Tipologis

Di dalam kriminologi telah berkembang empat teori yang disebut dengan teori tipologis atau bio-typologis. Keempat aliran tersebut mempunyai kesamaan pemikiran dan metodologi. Mereka mempunyai asumsi bahwa terdapat perbedaan antara orang jahat dengan orang yang tidak jahat.

Keempat teori tipologis tersebut adalah sebagai berikut:24

a. Teori Lombroso/Mazhab Antropologis

Teori ini dipelopori oleh Cesare Lombroso. Menurut Lombroso bahwa, kejahatan merupakan bakat manusia yang dibawa sejak lahir (criminal is born).Selanjutnya ia mengatakan bahwa ciri khas seorang penjahat dapat dilihat dari keadaan fisiknya yang mana sangat berbeda dengan manusia lainnya.Adapun beberapa proposisi yang dikemukakan oleh Lombroso yaitu:

1) Penjahat dilahirkan dan mempunyai tipe-tipe yang berbeda;

2) Tipe ini biasa dikenal dari beberapa ciri tertentu seperti tengkorak yang asimetris, rahang bawah yang panjang, hidung yang pesek, rambut janggut yang jarang, dan tahan terhadap rasa sakit;

3) Tanda-tanda lahiriah ini bukan merupakan penyebab kejahatan tetapi merupakan tanda pengenal kepribadian yang cenderung mempunyai perilaku

24


(27)

kriminal;

4) Karena adanya kepribadian ini, mereka tidak dapat terhindar dari melakukan kejahatan kecuali bila lingkungan dan kesempatan tidak memungkinkan. 5) Penganut aliran ini mengemukakan bahwa penjahat seperti pencuri,

pembunuh, pelanggar seks dapat dibedakan oleh ciri-ciri tertentu.

B. Tinjauan umum mengenai Tindak Pidana Korupsi

1. Pengertian Tindak pidana korupsi

Kata "KORUPSI" berasal dari bahasa latin yaitu "corruptio atau corruptus". Namun kata "corruptio" itu berasal pula dari kata asal "corrumpere", yaitu suatu kata dalam bahasa latin yang lebih tua. Dari bahasa latin ini kemudian turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitucorruption, Prancis yaitucorruption, Belanda yaitucorruptie. Dari bahasa Belanda inilah yang kemudian turun ke bahasa Indonesia, sehingga menjadi korupsi.

Dalam UU No.31 Tahun 1999, Pengertian korupsi yaitu setiap orang yang dengan sengaja secara melawan hukum untuk melakukan perbuatan dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.25

Black’s Law Dictionary juga mengungkapkan mengenai Pengertian Korupsi, Korupsi merupakan suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan keuntungan yang tidak resmi dengan mempergunakan hak-hak dari pihak lain, yang secara salah dalam menggunakan jabatannya atau karakternya di

25

Chaerudin, Syaiful Ahmad, Syarif Fadillah,Startegi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, P.T Refika Aditama, Bandung. 2008.Hlm.20


(28)

dalam memperoleh suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, yang berlawanan dengan kewajibannya dan juga hak-hak dari pihak lain. Dari pengertian korupsi yang dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Pengertian Korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan lain sebagainya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, yang mengakibatkan kerugian keuangan pada negara.

Menurut Suyatno tindak pidana Korupsi dapat didefiniskan ke dalam 4 jenis yaitu:26

(1) Discritionery corruption adalah korupsi yang dilakukan karena adanya kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan, sekalipun nampaknya bersifat sah, bukanlah praktik-praktik yang dapat diterima oleh para anggota organisasi.

(2) illegal corruption merupakan jenis tindakan yang bermaksud mengacaukan bahasa atau maksud-maksud hukum, peraturan dan regulasi tertentu.

(3)Mercenry corruption adalah jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud untuk memperoleh keuntungan pribadi melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.

(4) Ideological corruption yaitu suatu jenis korupsi illegal maupun discretionery yang dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok.

26


(29)

2. Ciri-Ciri Tindak Pidana Korupsi

Berbicara mengenai Ciri-ciri korupsi, Syed Hussein Alatas memberikan ciri-ciri korupsi, sebagai berikut :27

1) Ciri korupsi selalu melibatkan lebih dari dari satu orang. Inilah yang membedakan antara korupsi dengan pencurian atau penggelapan.

2) Ciri korupsi pada umumnya bersifat rahasia, tertutup terutama motif yang melatarbelakangi perbuan korupsi tersebut.

3) Ciri korupsi yaitu melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. Kewajiban dan keuntungan tersebut tidaklah selalu berbentuk uang.

4) Ciri korupsi yaitu berusaha untuk berlindung dibalik pembenaran hukum.

5) Ciri korupsi yaitu mereka yang terlibat korupsi ialah mereka yang memiliki kekuasaan atau wewenang serta mempengaruhi keputusan-keputusan itu.

6) Ciri korupsi yaitu pada setiap tindakan mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau pada masyarakat umum.

7) Ciri korupsi yaitu setiap bentuknya melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka yang melakukan tindakan tersebut.

8) Ciri korupsi yaitu dilandaskan dengan niat kesengajaan untuk menempatkan kepentingan umum di bawah kepentingan pribadi.

27


(30)

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi

Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terdiri dari 2 unsur, yaitu :28

1. Unsur-unsur subyektif yang meliputi :

a. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;

b. Perbuatan melawan hukum;

2. Unsur-unsur objektif yang meliputi :

a. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya;

b. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

C. Pengertian Pajak

Pajak (dari bahasa Latintaxo; "rate") adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan Undang-Undang, sehingga dapat dipaksakan, dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung. serta kewajiban finansial atau retribusi yang dikenakan terhadap wajib pajak (orang pribadi atau badan) oleh Negara atau institusi yang fungsinya setara dengan negara yang digunakan untuk membiayai berbagai macam pengeluaran publik. Pajak dipungut berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Penolakan untuk membayar, penghindaran, atau perlawanan

28


(31)

terhadap pajak pada umumnya termasuk pelanggaran hukum. Pajak terdiri dari pajak langsung atau pajak tidak langsung dan dapat dibayarkan dengan uang ataupun kerja yang nilainya setara. Beberapa negara sama sekali tidak mengenakan pajak.29

D. Teori kebijakan Dekriminalisasi

Dekriminalisasi adalah penggolongan suatu perbuatan yang pada mulanya dianggap sebagai pidana, tetapi kemudian dianggap sebagai perilaku biasa.30 Bahwa keputusan untuk melakukan kriminalisasi dan dekriminalisasi harus didasarkan pada faktor-faktor kebijakan tertentu yang mempertimbangkan bermacam-macam faktor, termasuk :31

1. Keseimbangan sarana-sarana yang digunakan dalam hubungannya dengan hasil-hasil yang ingin dicapai.

2. Analisis biaya terhadap hasil-hasil yang diperoleh dalam hubungannya dengan tujuan-tujuan yang dicari

3. Penilaian atau penafsiran tujuan-tujuan yang dicari itu dalam kaitannya dengan prioritas-prioritas lainnya dalam pengalokasian sumber-sumber tenaga manusia

4. Pengaruh sosial dari kriminalisasi dan dekriminalisasi yang berkenan dengan atau dipandang dari pengaruh-pengaruh yang sekunder

29

Huda, Choerul. 2006,Sistem Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menujukepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan,Jakarta: Kencana.Hlm. 19

30

Barda Nawawi Arief, 2011,Kebijakan Hukum Pidana. Bunga Rampai. Jakarta.Hlm.231 31

Andrisman, Tri. 2009.Hukum Pidana : Asas Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia. Lampung. Penerbit Universitas Lampung. Hlm. 15


(32)

Bersadarkan hal tersebut di atas maka pertanggung jawaban pidana atau kesalahan menurut hukum pidana, terdiri atas tiga syarat yaitu :32

1. Kemampuan bertanggung jawab atau dapat dipertanggung jawabkan dari si pembuat.

2. Adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis si pelaku yang berhubungan dengan kelakuannya yaitu : disengaja dan sikap kurang hati-hati atau lalai

3. Tidak alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan pertanggung jawaban pidana bagi si pembuat.

Berdasarkan ketentuan Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jenis penjatuhan sanksi pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut :

Pidana Mati

Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yang dilakukan dalam keadaan tertentu.

Pidana Penjara

a. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara

32


(33)

melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1)

b. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak satu Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3)

c. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)

d. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, dan Pasal 36.

Pidana Tambahan

a. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut.

b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

c. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.

d. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.

e. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.


(34)

f. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan Undang nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.

g. Terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi

Sedangkan uraian lengkap mengenai pengaturan RUU Pengampunan Pajak Nasional yang terdapat dalam pasal-pasal tersebut :

Dalam Pasal 9 dan Pasal 10 draft RUU pengampunan Pajak Nasional yang didapat, bahwa :

Orang Pribadi atau Badan yang memperoleh Surat Keputusan Pengampunan Nasional sebagaimana di maksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf a, memperoleh fasilitas di bidang perpajakan berupa:

a. Penghapusan Pajak Terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana di bidang perpajakan untuk kewajiban perpajakan sebelum Undang-Undang ini diundangkan yang belum diterbitkan ketetapan pajak.

b. Tidak dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa, pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak sebelum Undang-Undang ini diundangkan.

c. Dalam hal Orang Pribadi atau Badan sedang dilakukan pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti permulaan untuk kewajiban perpajakan sebelum


(35)

Undang-Undang ini diundangkan, atas pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti permulaan tersebut dihentikan.

Pasal 10

Selain memperoleh fasilitas di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Orang Pribadi atau Badan juga memperoleh pengampunan tindak pidana terkait perolehan kekayaan, kecuali tindak pidana teroris, narkoba dan perdagangan manusia.

Dengan demikian, koruptor dapat berpeluang mendapatkan pengampunan tindak pidana terkait perolehan kekayaan dari hasil korupsi .

E. Toeri Kebijakan

Ada beberapa teori tentang kebijakan diantaranya yaitu; menurut Ealaudan Pewitt kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku, dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang baik dari yang membuat atau yang melaksanakan kebijakan tersebut. Serta, kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang mengatur tindakan dan diarahkan pada tujuan tertentu dan menurut Edi Suharto menyatakan bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu.33

33

Barda Nawawi Arif, 2009,Kebijakan Legislative Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Genta Publishing, Yogyakarta Hlm 33


(36)

F. Teori Keadilan

Menurut Aristoteles Pada teorinya, Aristoteles ini sendiri mengemukakan bahwa ada 5 jenis perbuatan yang tergolong dengan adil. Lima jenis keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles ini adalah sebagai berikut.34

a. Keadilan Komutatif adalah suatu perlakuan kepada seseorang dengan tanpa melihat jasa-jasa yang telah diberikan.

b. Keadilan Distributif adalah suatu perlakuan terhadap seseorang yang sesuai dengan jasa-jasa yang telah diberikan.

c. Keadilan Kodrat Alam ialah memberisesuatu sesuai dengan apa yang diberikan oleh orang lain kepada kita sendiri.

d. Keadilan Konvensional adalah suatu kondisi dimana jika seorang warga negara telah menaati segala peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan.

e. Keadilan perbaikan adalah jika seseorang telah berusaha memulihkan nama baik seseorang yang telah tercemar.

Menurut Teori Plato jenis-jenis keadilan adalah sebagai berikut :35

A. Keadilan Moral, pengertian keadilan moral adalah keadilan yang terjadi apabila mampu memberikan perlakukan seimbang antara hak dan kewajibannya.

34

Masriani Yulies tina, 2012, pengantar hukum Indonesia, sinar grafika, Jakarta. Hlm 21 35


(37)

B. Keadilan Prosedural, pengertian keadilan prosedural adalah keadilan yang terjadi apabila seseorang melaksanakan perbuatan sesuai dengan tata cara yang diharapkan

Macam-macam Keadilan Secara Umum adalah sebagai berikut :36

Keadilan Komunikatif (Iustitia Communicativa) :

Pengertian keadilan komunikatif adalah keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang terhadap apa yang menjadi bagiannya dengan berdasarkan hak seseorang pada suatu objek tertentu. Contoh keadilan komunikatif adalah Iwan membeli tas andri yang harganya 100 ribu maka iwan membayar 100 ribu juga seperti yang telah disepakati.

Keadilan Distributif (Iustitia Distributiva) :

Pengertian keadilan distributif adalah keadilan yang memberikan kepada masing-masing terhadap apa yang menjadi hak pada suatu subjek hak yaitu individu. Keadilan distributif adalah keadilan yang menilai dari proporsionalitas atau kesebandingan berdasarkan jasa, kebutuhan, dan kecakapan. Contoh keadilan distributif adalah karyawan yang telah bekerja selama 30 tahun, maka ia pantas mendapatkan kenaikanjabatan atau pangkat.

Keadilan Legal (Iustitia Legalis) :

Pengertian keadilan legal adalah keadilan menurut Undang-Undang dimana objeknya adalah masyarakat yang dilindungi Undang-Undang untuk kebaikan

36


(38)

bersama.Contoh keadilan legal adalah Semua pengendara wajib menaati rambu-rambu lalu lintas.

Keadilan Vindikatif (Iustitia Vindicativa):

Pengertian keadilan vindikatif adalah keadilan yang memberikan hukuman atau denda sesuai dengan pelanggaran atau kejatahannya. Contoh keadilan vindikatif adalah pengedar narkoba pantas dihukum dengan seberat-beratnya.

Keadilan Kreatif (Iustitia Creativa) :37

Pengertian keadilan kreatif adalah keadilan yang memberikan masing-masing orang berdasarkan bagiannya yang berupa kebebasan untuk menciptakan kreativitas yang dimilikinya pada berbagai bidang kehidupan. Contoh keadilan kreatif adalah penyair diberikan kebebasan dalam menulis, bersyair tanpa interfensi atau tekanan apapun.

Keadilan Protektif(Iustitia Protektiva) :

Pengertian keadilan protektif adalah keadilan dengan memberikan penjagaan atau perlindungan kepada pribadi-pribadi dari tindak sewenang-wenang oleh pihak lain. Contoh keadilan protektif adalah Polisi wajib menjaga masyarakat dari para penjahat.

Keadilan selalu hadir dalam setiap konsekuensi terbaik dan terbesar yang dimiliki oleh setiap perilaku. Dengan demikian, keadilan utilitarian adalah keadilan yang dipandang sangat bergantung pada asas manfaat dan kegunaan demi kebahagiaan banyak orang. Berbeda dengan Utilitarianisme, Rawls memiliki hasil pemikiran

37


(39)

yang tertuang dalam istilahnya yang terkenal yaitu “The Principles of Justice” (Prinsip-Prinsip Keadilan). Prinsip Keadilan Rawls terdiri dari dua hal yaitu:38

(1) each person is to have an equal right to the most extensive total system of equal basic liberties compatible with a similar system of liberty for all.

(2a) social and economic inequalitiesare to be arranged so that they are to the greatest benefit of the least advantaged and

(2b) are attached to offices and positions open to all under conditions of fair equality of opportunity.

Prinsip pertama menyatakan bahwa setiap orang atau warga negara harus mendapatkan hak yang sama dari keseluruhan sistem sosial dalammendapatkan kebebasan paling hakiki yang ditawarkan pada manusia.

Kebebasan tersebut tertuang pada seperangkat hak yang melekat pada tiap individu, seperti hak untuk menyatakan pendapat, hakuntuk berasosiasi, hak untuk ikut serta aktif dalam sistem politik dan sosial, dan hal tersebut harus berlaku secara sama pada setiap indivdu.

Prinsip pertama ini disebut sebagai prinsip mengenai kebebasan dan hak dasar manusia yang perlu diperoleh dengan setara pada setiap individu. Prinsip kedua menyatakan bahwa ketimpangan sosial dan ekonomi diatur sedemikian rupa agar memberikan keuntungan terbesar bagi kalangan yang paling tidak beruntung dalam masyarakat. Dengan kehadiran prinsip kedua bagian (a), maka bagian (b)

38

John rawls. 1971.A theory of justice, chapter II the principle of justice, terjemahan susanti adi nugroho : kencana prenada media group Hlm 9


(40)

memberikan kesempatan yang fair pada setiap orang untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam keseluruhan sistem sosial, politik, ekonomi. Maka tugas pemerintah, masyarakat, dan individu menjadi mutlak untuk dijalankan demi memenuhi keseluruhan prinsip tersebut.39

G. RUU Pengampunan Pajak Nasional Dengan Tindak Pidana Korupsi

Dalam Pasal 9 dan Pasal 10 draft RUU Pengampunan Pajak Nasional yang didapat, bahwa;40

Orang Pribadi atau Badan yang memperoleh Surat Keputusan Pengampunan Nasional sebagaimana di maksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf a, memperoleh fasilitas di bidang perpajakan berupa:

a. Penghapusan Pajak Terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana di bidang perpajakan untuk kewajiban perpajakan sebelum Undang-Undang ini diundangkan yang belum diterbitkan ketetapan pajak.

b. Tidak dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa, pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak sebelum Undang-Undang ini diundangkan.

c. Dalam hal Orang Pribadi atau Badan sedang dilakukan pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti permulaan untuk kewajiban perpajakan sebelum

Undang-39

John rawls.Ibid. Hlm 11 40


(41)

Undang ini diundangkan, atas pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti permulaan tersebut dihentikan.

Pasal 10

Selain memperoleh fasilitas di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Orang Pribadi atau Badan juga memperoleh pengampunan tindak pidana terkait perolehan kekayaan, kecuali tindak pidana teroris, narkoba dan perdagangan manusia.

Dengan demikian, koruptor dapat berpeluang mendapatkan pengampunan tindak pidana terkait perolehan kekayaan dari hasil korupsi.

Sedangkan di Pasal 9, orang pribadi atau badan yang mendapatkan pengampunan nasional dapat memperoleh fasilitas berupa penghapusan pajak terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana di bidang perpajakan untuk kewajiban perpajakan sebelum Undang-Undang Pengampunan Nasional ini diundangkan.


(42)

III. METODE PENELITIAN

Metode sangat penting untuk menentukan keberhasilan penelitian agar dapat bermanfaat dan berhasil guna untuk dapat memecahkan masalah yang akan dibahas berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Metode adalah cara kerja untuk memahami objek yang menjadi tujuan dan sasaran penelitian. Soerjono soekanto mengatakan metodelogi berasal dari kata metode yang artinya jalan, namun menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan beberapa kemungkinan yaitu suatu tipe penelitian yang digunakan untuk penelitian dan penilaian, suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan, dan cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur. Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam melakukan penelitian ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :41

A. Metode Pendekatan Masalah

Pembahasan terhadap masalah penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan masalah yaitu pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris

Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan masalah yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan, teori-teori, dan konsep-konsep yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. Pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan baik berupa penilaian perilaku,

41


(43)

pendapat, sikap yang berkaitan dengan yang erat hubungannya dengan penulisan penelitian ini.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data dalam penulisan skripsi ini diperoleh dari dua sumber, yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama.42secara langsung dari hasil penelitian lapangan, baik melalui pengamatan dan wawancara dengan para responden, dalam hal ini adalah pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan asalah penullisan skripsi ini.

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dengan menelusuri literatur-literatur maupun peraturan-peraturan dan norma-norma yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini. Pada umunya data sekunder dalam keadaan siap terbuat dan dapat dipergunakan dengan segera.43 Data sekunder dalam penulisan skripsi ini terdiri dari:

a) Bahan hukum primer, antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

2. Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

3. Draft RUU Pengampunan Pajak Nasional

42

Amirudin, S.H.,M.Hum,Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, Hlm. 30.

43


(44)

b) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti hasil penelitian dan pendapat para pakar hukum.

c) Bahan hukum tersier adalah bahan hukum penunjang yang mencakup bahan memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus, bibliografi, karya-karya ilmiah, bahan seminar, sumber dari internet, hasil-hasil penelitian para sarjana berkaitan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

C. Penentuan Narasumber

Narasumber adalah seseorang yang memberikan informasi yang diinginkan dan dapat memberikan tanggapan terhadapinformasi yang diberikan. Pada penelitian ini penentuan Narasumber hanya dibatasi pada:

1. Kabid P2 Humas Kanwil DJP Bengkulu-Lampung : 1 orang

2. Anggota DPRD Provinsi Lampung : 1 orang

3. Anggota Kepolisian Polda Lampung : 1 orang

4. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila : 2 orang Jumlah : 5 orang


(45)

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

Penyusunan skripsi ini sesuai dengan jenis dan sumber data sebagaimana ditentukan diatas mempergunakan dua macam prosedur, dalam rangka mengumpulkan data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Prosedur Pengumpulan Data

Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data yang bersumber dari dokumentasi yang berhubungan dengan masalah yang sedang dibahas, yang berhubungan dengan informan yang dikehendaki oleh peneliti. Data atau informasi yang dilakukan untuk memperoleh data sekunder . pengumpulan data sekunder adalah terlebih menerima sumber pustaka, buku-buku, peraturan perundang-undangan dan lain-lain yang berkaitan dengan permasalahan.

2. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul dengan baik yang diperoleh dari studi kepustakaan dan studi lapangan kemudian diolah dengan cara sebagai berikut :

a Editing data, yaitu data yang didapatkan dari penelitian diperiksa dan diteiti kembali untuk mengetahui apakah data yang didapat itu sudah sesuai dengan pokok bahasan penelitian ini. Sehingga dapat terhindar dari adanya kesalahan data.

b Interpretasi data, menghubungkan data-data yang diperoleh sehingga menghasilkan suatu uraian yang kemudian dapat ditarik kesimpulan.


(46)

c Sistematisasi data, yaitu proses penyusunan dan penenmpatan sesuai dengan pokok permasalahan secara sistematis sehingga memudahkan analisis data.

E. Analisis Data

Setelah data sudah terkumpul data yang diperoleh dari penelitian selanjutnya adalah dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan data dan fakta yang dihasikan atau dengan kata lain yaitu dengan menguraikan data dengan kalimat-kalimat yang tersusun secara terperinci, sistematis dan analisis, sehingga akan mempermudah dalam membuat kesimpulan dari penelitian dilapangan dengan suatu interpretasi, evaluasi dan pengetahuan umum.Setelah data dianalisis maka kesimpulan terakhir dilakukan dengan metode induktif yaitu berfikir berdasarkan fakta-fakta yang bersifat umum, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan yang bersifat khusus.


(47)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian penulis yang berjudul “ Tinjauan Yuridis Kebijakan Dekriminalisasi Tindak Pidana Korupsi Terkait Perolehan Kekayaan Berdasarkan RUU Pengampunan Pajak Nasional”. Maka, dapat dibuat sebuah simpulan yakni sebagai berikut :

1. Latar belakang kebijakan dekriminalisasi tindak pidana korupsi terkait perolehan kekayaan berdasarkan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak Nasional, bahwa ada beberapa hal mendasar yang memicu Pemerintah membuat RUU Pengampunan Pajak Nasional yakni sedikitnya pemasukan pajak yang dihasilkan serta tidak sedikit WNI yang memiliki simpanan di luar negeri.

Namun, RUU Pengampunan Pajak Nasional belum bisa diterapkan di Indonesia baik dari segi fasilitas pendukungnya kurang memadai dan banyaknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia yakni tindak pidana korupsi maupun tindak pidana pencucian uang sehingga sebaiknya pemerintah merevisi RUU tersebut agar bisa lebih membela hak rakyat dan tidak membela para pelaku kejahatan tindak pidana korupsi tersebut sehingga tercipta Indonesia bersih dari bahaya laten karupsi namun dilihat dari kemanfaatanya bagi kas Negara perlu ditanggapi


(48)

dengan hal positif karena dengan adanya RUU Pengampunan Pajak Nasional diharapkan pundi-pundi uang yang di luar negeri yang di kumpulkan para pelaku tindak pidana korupsi, pencucian uang dll bisa di harapkan di tarik dengan cara seperti uang tebusan dan di kasih waktu tempo semakin cepat dibayarkan pajak tebusan tersebut semakin besar persenan uang tebusan tersebut.

2 Kebijakan dekriminalisasi tindak pidana korupsi terkait perolehan kekayaan berdasarkan RUU pengampunan pajak nasional kedepannya sudah sesuai atau belum dengan rasa keadilan dan diterima masyarakat.Pemerintah yang mengemban tugas negara dalam membuat Undang-Undang harus sungguh-sungguh memperhatikan 2 (dua) hal yang telah dijelaskan di atas yaitu hukum hendaknya membuat sejahtera dan bahagia masyarakat serta hukum yang diciptakan harus berpihak kepada masyarakat dan itulah yang disebut “hukum untuk manusia”.

Masalah yang seringkali muncul adalah tidak dipenuhinya nilai keadilan, terutama rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Seharusnya pemerintah mengedepankan Rasa Keadilan Kodrat Alam untuk mencapai rasa keadadilan yang di terima masyarakat dalam RUU Pengampunan Pajak Nasional, karena dengan mengedepankan Keadilan Kodrat Alam RUU Pengampunan Pajak Nasional tidak berat sebelah terhadap koruptor,pemerintah di harapkan dapat meninjau ulang RUU pengampunan Pajak Nasional sebelum RUU Pengampunan Pajak Nasional di sahkan, terutama pasal 10 yang di anggap menguntungkan koruptor dan bertentangan dengan Undang-Undang No 31 tahun 1999 jo. Undang-Undang No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun sebagai kebijakan RUU Pengampunan Pajak Nasional harus


(49)

mencapai rasa keadilan baik hal-hal yang bersifat iternal maupun eksternal dari masyarakat yang bersangkutan tempat berlakunya RUU tersebut, bila penerapanya RUU pengampunan pajak nasional memperhatikan faktor internal dan faktor eksternal hal itu bisa dikatakan sudah memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat karena pajak tujuan akhirnya yakni untuk meningkatkan pemasukan ke kas Negara tersebut.

B. Saran

Berdasarkan simpulan di atas maka penulis menyarankan kepada penegak hukum khususnya pemerintah yang memiliki ide membuat RUU Pengampunan Pajak Nasional dalam mengkaji suatu perkara diharapkan dapat benar-benar cermat mempertimbangakan hal-hal baik itu hal internal maupun eksternal agar tercapai rasa keadilan bagi masyarakat tempat undang-undang itu berlaku serta diharapkan agar pemerintah merevisi RUU Pengampunan Pajak Nasional tersebut agar bisa lebih membela hak rakyat dan tidak membela para pelaku kejahatan tindak pidana korupsi tersebut sehingga tercipta Indonesia bersih dari bahaya karupsi.


(50)

Ali, Mahrus. 2011.Dasar-DasarHukum Pidana.Sinar Grafika. Jakarta.

Amirudin, S.H.,M.Hum, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Andrisman, Tri. 2009.Hukum Pidana : Asas Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia. Lampung. Penerbit Universitas Lampung

Arief, Barda Nawawi. 1996.Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana.Bandung: Chaerudin, Syaiful Ahmad, Syarif Fadillah, Startegi Pencegahan dan Penegakan

Hukum Tindak Pidana Korupsi, P.T Refika Aditama, Bandung. 2008 Chazawi, Adami, Hukum Pembuktian Tindak Pidana korupsi, Penerbit P.T

Alumni. Bandung. 2008 (Buku I)

---, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang. 2005 (Buku II)

E.Y Kanterdan S.R. Sianturi.Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta, BPK Gunung Mulya, 1982

Hamzah, Andi,Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika. Jakarta. 2005 ---, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan

Internasional, PT Raja grafindo Persada, Jakarta. 2006

---, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta. 1986

Hartanti, Evi,Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta. 2006 Hamzah, Andi.1997.Asas-Asas Hukum Pidana.Rineka Cipta. Jakarta.

Huda, Choerul. 2006,Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan MenujuKepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana tanpa Kesalahan,Jakarta: Kencana.


(51)

Mahmud,Menyelami Semangat Hukum Progresif Terapi Paradigmatik Bagi Lemahnya Hukum Indonesia, Yogyakarta. 2009.

Marpaung, Leden. 2005,Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana.Sinar Grafika. Jakarta ---. 2009,Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana.Sinar Grafika. Jakarta Mulyadi, Lilik. 2010.Hal-Hal Mendasar Dalam Penjatuhan pemidanaan oleh

hakim.Sinar Grafika cipta. Jakarta.

Murtadi. HukumTindakPidanaKorupsi, P.T RefikaAditama, Bandung. 2008 Nanda Agung Dewantara, Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu

Perkara Pidana, Jakarta,Aksara Persona Indonesia, 1987.

Poernomo, Bambang .1985, Asas-Asas Hukum Pidana, Yogyakarta, yudhistira S. Ananda, 2009.Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kartika, Surabaya.

Solehuddin,2011,Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Sudarto. Hukum Pidana Dan Perkembangan Masyarakat Kajian Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana.Bandung. Sinar Baru. 1986

Suparman, Eman. 2001, Persepsi tentang Keadilan dan Budaya Hukum dalam Penyelesaian Sengketa,jakarta.

Wahono, Francis .Kekerasan dalam Pendidikan :Sebuah Tinjauan Sosio-Ekonomi Didaktika,dalam Gelombang Perlawanan Rakyat : Kasus-Kasus Gerakan Sosial di Indonesia,Yogyakarta, Insist Press, 2003

Undang-Undang

Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Korupsi Draft RUU Pengampunan Pajak Nasional


(52)

Orang besar bukan orang yang otaknya sempurna tetapi orang yang mengambil sebaik-baiknya dari otak yang tidak sempurna

(Nabi Muhammad SAW)

Orang bodoh itu tidak banyak mikir, yang penting terus melangkah. Orang pintar kebanyakan mikir, akibatnya tidak pernah melangkah

(Bob Sadino)

Kebaikan ibu & ayah tidak akan pernah bisa terbalaskan dengan cara apapun,tetapi setidaknya balaslah kebaikan mereka dengan tidak membuat

mereka kecewa itu sudah cukup bagi mereka


(53)

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rakhmat dan hidayahnya yang telah memberikan kekuatan, kesehatan dan kesabaran untuk ku dalam mengerjakan

skripsi ini.Sholawat dan salam semoga selalu terlimpahkan keharibaan Rasullullah SAW.

Kupersembahkan Skripsi ini kepada :

Ayah dan Ibu,Sebagai orang tua penulis yang telah membesarkan,mendidik,dan membimbing penulis menjadi sedemikian rupa,selalu memberikan kasih dan

sayangnya yang tulus dan memberikan do’a yang tidak pernah putus untuk setiap langkah yang penulis lewati serta tidak pernah meninggalkan penulis walaupun

dalam keadaan terpuruk sekalipun.

Adik-adikku Ellyza Wati,Putri Sagita,dan Maharani yang selalu memjadi motivasi penulis untuk selalu berbuat yang terbaik agar penulis dapat menjadi panutan

untuk adik-adikku.

Alm.Mbah,Alm.Yayi’,Alm.kakek dan Nenek yang selalu mendukung dan mendo’akan penulis.

Uwak yang selalu membantu penulis di saat senang dan susah.

Serta kepada seluruh keluarga besar penulis yang tidak dapat di sebutkan satu persatu untuk selalu mendo’akan dan mendukung keberhasilan penulis.


(54)

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 27 Maret 1994,Merupakan putra pertama dari Bapak Marzani dan Ibu Ida Wati S.Pd.

Penulis sekarang bertempat tinggal di Jln. Ratu Dibalau Gg Cempaka V No 33 Tanjung Senang Bandar Lampung.penulis menempuh pendidikan kanak-kanak (TK) Al-Islam Kibang Budi Jaya Kabupaten Tulang Bawang Barat di selesaikan Pada Tahun 2000,Sekolah Dasar (SD) SDN II Kibang Budi Jaya Kabupaten Tulang Bawang Barat di selesaikan pada tahun 2006,Sekolah Menengah Pertama (SMP) Al-Kautsar Bandar Lampung di selesaikan pada tahun 2009,Sekolah Menengah Atas (SMA) Al-Kautsar Bandar Lampung di selesaikan pada tahun 2012,pada tahun 2012,penulis diterima sebagai mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(55)

Alhamdulillahirabbil ’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT, Tuhan sekalian alam yang maha kuasa atas bumi, langit dan seluruh isinya, serta hakim yang maha adil di hari akhir nanti, sebab hanya dengan kehendaknya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Tinjauan yuridis kebijakan dekriminalisasi tindak pidana korupsi terkait perolehan kekayaan berdasarkan RUU Pengampunan Pajak Nasional sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.Shalawat dan salam tak lupa semoga selalu tercurahkan kepada Nabi

Muhammad SAW sebagai pembawa Rahmatan Lil’Aalaamiin.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama proses penyusunan sampai dengan terselesaikannya skripsi ini penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H.,M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H.,M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung sekaligus Pembahas I yang telah banyak memberikan saran dan masukannya.


(56)

banyak memberikan saran,masukan dan nasihat-nasihat yang sangat berguna dan bermanfaat bagi penulis.

4. Bapak Budi Rizki Husin, S.H.,M.H., selaku Pembimbing II yang telah banyak telah banyak meluangkan banyak waktu untuk penulis hanya untuk memberikan saran,masukan dan nasihat-nasihat yang sangat berguna bagi penulis.

5. Bapak Damanhuri WN, S.H.,M.H., selaku Pembahas II atas kesabarannya membimbing penulis,serta banyak memberikan masukan-masukan yang berguna untuk kebaikan penulis.

6. Bapak DR.Maroni, S.H.,M.H., selaku Pembimbing Akademik atas kesabarannya membimbing,membina dan menasehati penulis dari awal masuk kuliah hingga akhir kuliah di Fakultas Hukum Universitas Lampung. 7. Bapak DR.Eddy Rifai, S.H.,M.H., Bapak Azwar Syafarudin, Bapak Herman

Saidi Adam S.E., Ahmad sukiyatno, S.H.,M.M., yang telah bersedia menjadi Narasumber serta memberikan saran kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini.

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu yang sangat berguna dan berharga selama menempuh studi. 9. Yang tercinta dan tersayang Ayah dan Ibu atas kasih sayang, semangat, nasihat-nasihat, motivasi, dan juga yang terpenting do’a yang selalu di


(57)

11. Uwakku tersayang yang selalu membantu penulis dari kecil hingga sekarang,terima kasih banyak atas segala yang telah Uwak berikan kepada penulis.

12. Seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan dorongan dan do’a selama

pembuatan skripsi ini.

13. Pacarku tersayang Giras Risti Wilara yang telah banyak memberikan semangat, masukan, dorongan dan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

14. Sahabat Sahabatku Tercinta Denny Maulana, Yoga Pratama, Wailim Aldrin, Arman Sukma Negara, Agustian Sinurat, Teky Sanjaya, Deddyta Sitepu, Oggy Sagatama, Risky Khairullah, Arfan Marqori, Feno Gunara, Septian Alam, Yuda Alnasir, Rito Priasmoro, M.Panca Kurniawan, Ragiel Armanda Arief, Dimas Rillo, Lutfi Arinugraha, Nandha Rizky Putra, Agam Pratama, Franchiska Agustina, Dea Natasya, Fadil Amin Nugroho, Ryo Novri, Alika Ninda, Tia Selvianti, Iqbal Rabani, Berry Ikhlas, Varu Nisa Ari, Icha Julissa, Redo Noviansyah, Angga Setiawan, Reziano Akenda, M. Imam Syafei, M. Saiful Dahlan, Romi Albar, Zulfikar Khanif, Rendi Wahyudi, M.Fairuza Irfani, Adhitya Dwi Kuncoro, Ardi Wijaya, Belardo Prasetya, Calvin Ramadhan, Rama Adi Putra, Rb Pratama, Siti Dwi, Yudha Prawira, Bayu Nusantara, Hadi Rachman, Kadafi Abdul Rohim, Ahmad Manza, Afif Ishar, Dimas Satria, Josh Mahendra, Leonardo Akbar, M. Dian Antariksa, Naufal G,


(58)

15. Teman-Teman KKN Tematik 2015 Kampung Indraloka II Kecamatan Way Kenanga Kabupaten Tulang Bawang Barat Miftahul Huda, Ar-Razi Haikal, Ria Lestari, Beta Yolanda, Cita Rahmada, Yuliana dan Si kecil Khanza atas bantuan, dukungan dan kerjasamanya.

16. Seluruh Angkatan 2012,Terutama Teman-Teman Jurusan Hukum Pidana 2012 atas bantuan,dukungan dan kerjasamanya.

17. Bapak Nengah Parte S.Pd dan ibu Sudarmi selaku induk semang sekaligus kepala desa indraloka II yang telah bersedia membimbing,mengajarkan,dan membina penulis selama 60 hari tinggal di rumah bapak dan ibu,terima kasih pula kepada mas wahyu,mas aris,nando dan fadil selaku anak dari Bapak Nengah Parte dan Ibu Sudarmi yang telah banyak membantu penulis selama berada di desa Indraloka II.

18. Semua pihak yang tidak dapat di sebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini,terima kasih atas semua bantuan, kerelaan dan dukungannya.

19. Almamater tercinta Universitas Lampung.

Penulis berdo’a semoga semua kebaikan dan amal baik yang telah di berikan akan mendapatkan balasan pahala dari sisi Allah SWT,dan akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.

Bandar Lampung,4 Februari 2016 Penulis,


(1)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rakhmat dan hidayahnya yang telah memberikan kekuatan, kesehatan dan kesabaran untuk ku dalam mengerjakan

skripsi ini.Sholawat dan salam semoga selalu terlimpahkan keharibaan Rasullullah SAW.

Kupersembahkan Skripsi ini kepada :

Ayah dan Ibu,Sebagai orang tua penulis yang telah membesarkan,mendidik,dan membimbing penulis menjadi sedemikian rupa,selalu memberikan kasih dan sayangnya yang tulus dan memberikan do’a yang tidak pernah putus untuk setiap

langkah yang penulis lewati serta tidak pernah meninggalkan penulis walaupun dalam keadaan terpuruk sekalipun.

Adik-adikku Ellyza Wati,Putri Sagita,dan Maharani yang selalu memjadi motivasi penulis untuk selalu berbuat yang terbaik agar penulis dapat menjadi panutan

untuk adik-adikku.

Alm.Mbah,Alm.Yayi’,Alm.kakek dan Nenek yang selalu mendukung dan mendo’akan penulis.

Uwak yang selalu membantu penulis di saat senang dan susah.

Serta kepada seluruh keluarga besar penulis yang tidak dapat di sebutkan satu persatu untuk selalu mendo’akan dan mendukung keberhasilan penulis.


(2)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 27 Maret 1994,Merupakan putra pertama dari Bapak Marzani dan Ibu Ida Wati S.Pd.

Penulis sekarang bertempat tinggal di Jln. Ratu Dibalau Gg Cempaka V No 33 Tanjung Senang Bandar Lampung.penulis menempuh pendidikan kanak-kanak (TK) Al-Islam Kibang Budi Jaya Kabupaten Tulang Bawang Barat di selesaikan Pada Tahun 2000,Sekolah Dasar (SD) SDN II Kibang Budi Jaya Kabupaten Tulang Bawang Barat di selesaikan pada tahun 2006,Sekolah Menengah Pertama (SMP) Al-Kautsar Bandar Lampung di selesaikan pada tahun 2009,Sekolah Menengah Atas (SMA) Al-Kautsar Bandar Lampung di selesaikan pada tahun 2012,pada tahun 2012,penulis diterima sebagai mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(3)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil ’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan sekalian alam yang maha kuasa atas bumi, langit dan seluruh isinya, serta hakim yang maha adil di hari akhir nanti, sebab hanya dengan kehendaknya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Tinjauan yuridis kebijakan dekriminalisasi tindak pidana korupsi terkait perolehan kekayaan berdasarkan RUU Pengampunan Pajak Nasional sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.Shalawat dan salam tak lupa semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa Rahmatan Lil’Aalaamiin.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama proses penyusunan sampai dengan terselesaikannya skripsi ini penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H.,M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H.,M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung sekaligus Pembahas I yang telah banyak memberikan saran dan masukannya.


(4)

3. Ibu Firganefi, S.H.,M.H., selaku Sekertaris Jurusan Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung sekaligus Pembimbing I yang telah banyak memberikan saran,masukan dan nasihat-nasihat yang sangat berguna dan bermanfaat bagi penulis.

4. Bapak Budi Rizki Husin, S.H.,M.H., selaku Pembimbing II yang telah banyak telah banyak meluangkan banyak waktu untuk penulis hanya untuk memberikan saran,masukan dan nasihat-nasihat yang sangat berguna bagi penulis.

5. Bapak Damanhuri WN, S.H.,M.H., selaku Pembahas II atas kesabarannya membimbing penulis,serta banyak memberikan masukan-masukan yang berguna untuk kebaikan penulis.

6. Bapak DR.Maroni, S.H.,M.H., selaku Pembimbing Akademik atas kesabarannya membimbing,membina dan menasehati penulis dari awal masuk kuliah hingga akhir kuliah di Fakultas Hukum Universitas Lampung. 7. Bapak DR.Eddy Rifai, S.H.,M.H., Bapak Azwar Syafarudin, Bapak Herman

Saidi Adam S.E., Ahmad sukiyatno, S.H.,M.M., yang telah bersedia menjadi Narasumber serta memberikan saran kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini.

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu yang sangat berguna dan berharga selama menempuh studi. 9. Yang tercinta dan tersayang Ayah dan Ibu atas kasih sayang, semangat, nasihat-nasihat, motivasi, dan juga yang terpenting do’a yang selalu di berikan kepada penulis.


(5)

10. Adik-Adikku Tersayang Ellyza Wati, Putri Sagita, dan Maharani yang selalu memberikan semangat dan motivasi juga memberikan do’a kepada penulis. 11. Uwakku tersayang yang selalu membantu penulis dari kecil hingga

sekarang,terima kasih banyak atas segala yang telah Uwak berikan kepada penulis.

12. Seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan dorongan dan do’a selama pembuatan skripsi ini.

13. Pacarku tersayang Giras Risti Wilara yang telah banyak memberikan semangat, masukan, dorongan dan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

14. Sahabat Sahabatku Tercinta Denny Maulana, Yoga Pratama, Wailim Aldrin, Arman Sukma Negara, Agustian Sinurat, Teky Sanjaya, Deddyta Sitepu, Oggy Sagatama, Risky Khairullah, Arfan Marqori, Feno Gunara, Septian Alam, Yuda Alnasir, Rito Priasmoro, M.Panca Kurniawan, Ragiel Armanda Arief, Dimas Rillo, Lutfi Arinugraha, Nandha Rizky Putra, Agam Pratama, Franchiska Agustina, Dea Natasya, Fadil Amin Nugroho, Ryo Novri, Alika Ninda, Tia Selvianti, Iqbal Rabani, Berry Ikhlas, Varu Nisa Ari, Icha Julissa, Redo Noviansyah, Angga Setiawan, Reziano Akenda, M. Imam Syafei, M. Saiful Dahlan, Romi Albar, Zulfikar Khanif, Rendi Wahyudi, M.Fairuza Irfani, Adhitya Dwi Kuncoro, Ardi Wijaya, Belardo Prasetya, Calvin Ramadhan, Rama Adi Putra, Rb Pratama, Siti Dwi, Yudha Prawira, Bayu Nusantara, Hadi Rachman, Kadafi Abdul Rohim, Ahmad Manza, Afif Ishar, Dimas Satria, Josh Mahendra, Leonardo Akbar, M. Dian Antariksa, Naufal G,


(6)

Purna Irawan, Prayoga, Raka Rukmana, Egi Anwar, Atas kasih sayang, perhatian,Bantuan dan Do’a selama ini.

15. Teman-Teman KKN Tematik 2015 Kampung Indraloka II Kecamatan Way Kenanga Kabupaten Tulang Bawang Barat Miftahul Huda, Ar-Razi Haikal, Ria Lestari, Beta Yolanda, Cita Rahmada, Yuliana dan Si kecil Khanza atas bantuan, dukungan dan kerjasamanya.

16. Seluruh Angkatan 2012,Terutama Teman-Teman Jurusan Hukum Pidana 2012 atas bantuan,dukungan dan kerjasamanya.

17. Bapak Nengah Parte S.Pd dan ibu Sudarmi selaku induk semang sekaligus kepala desa indraloka II yang telah bersedia membimbing,mengajarkan,dan membina penulis selama 60 hari tinggal di rumah bapak dan ibu,terima kasih pula kepada mas wahyu,mas aris,nando dan fadil selaku anak dari Bapak Nengah Parte dan Ibu Sudarmi yang telah banyak membantu penulis selama berada di desa Indraloka II.

18. Semua pihak yang tidak dapat di sebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini,terima kasih atas semua bantuan, kerelaan dan dukungannya.

19. Almamater tercinta Universitas Lampung.

Penulis berdo’a semoga semua kebaikan dan amal baik yang telah di berikan akan mendapatkan balasan pahala dari sisi Allah SWT,dan akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.

Bandar Lampung,4 Februari 2016 Penulis,