Gambaran Titier Antibodi Anti H5 pada Serum dan Kuning Telur Ayam Single Cob Brown Leghorn yang Divaksinasi dengan Vaksin Inaktif H5N2

GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN
KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN
YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2

WA ODE YUSRAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi dengan Judul “Gambaran
Titer Antibodi Anti H5 pada Serum dan Kuning Telur Ayam Single Comb
Brown Leghorn yang Divaksinasi dengan Vaksin Inaktif H5N2” adalah karya
sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi.

Bogor, September 2008


Wa Ode Yusran
NRP B04104015

ABSTRACT
WA ODE YUSRAN. Study of Defined Anti H5 Antibody Titers in Serum and
Egg Yolk of Single Comb Brown Leghorn Chicken Vaccinated with Inactive
H5N2 Vaccine. Under direction of RETNO DAMAJANTI SOEJOEDONO
and SRI MURTINI
This research was aimed to defined anti H5 antibody titers in serum and
egg yolk of Single Comb Brown Leghorn chicken vaccinated with inactive H5N2
heterolog vaccine. This research used 5 Single Comb Brown Leghorn chicken at
the age of 20 weeks. Vaccination was conducted twice with 4 weeks intervals.
Sample serum were collected before vaccination and after the first vaccination
and the second vaccination. The Eggs were collected after second vaccination
when antibody titer in the serum was high. Immunoglobulin Yolk (IgY) were
purified with Polyetilen Glicol 6000 (PEG 6000) and Chloroform. Antibody
serum titers and IgY were measured with HI Test using H5N1 AI virus as
standard. The result of this research showed that H5N2 vaccine was able to
inducted production of protective serum with mean titer 25.2 after the first

vaccination and 27.0 after second vaccination. The presentage of protectifness was
60% from the total population of experimental chickens. The mean titers of IgY
from the first until five weeks of eggs colection were 20.8, 21.4, 22.6, 21.6 dan 21.0
and the presentage protectifness of the IgY was 20% from the total population.
This result were below the standard protectifness (70%). From this result can be
conclude that H5N2 heterolog vaccine were not able to induc the production of
protective antibody in serum and IgY as an antibody maternal.

ABSTRAK
WA ODE YUSRAN. Gambaran Titer Antibodi Anti H5 Pada Serum dan Kuning
Telur Ayam Single Comb Brown Leghorn yang Divaksinasi dengan Vaksin
Inaktif H5N2. Dibimbing oleh RETNO DAMAJANTI SOEJOEDONO dan
SRI MURTINI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran titer antibodi anti H5
pada serum dan kuning telur ayam Single Comb Brown Leghorn yang divaksinasi
dengan vaksin heterolog inaktif H5N2. Penelitian ini menggunakan lima ekor
ayam Single Comb Brown Leghorn umur 20 minggu. Vaksinasi dilakukan
sebanyak dua kali dengan interval waktu empat minggu menggunakan vaksin
heterolog inaktif H5N2. Koleksi serum dilakukan sebelum vaksinasi pertama,
setelah vaksinasi pertama dan setelah vaksinasi kedua. Koleksi telur dilakukan

setelah vaksinasi kedua saat titer antibodi pada serum tinggi. Pemurnian antibodi
pada telur (IgY) diperoleh dengan cara purifikasi menggunakan Polyetilen Glicol
6000 (PEG 6000) dan kloroform. Identifikasi dan pengukuran titer antibodi pada
serum dan kuning telur menggunakan uji Haemagglutinin Inhibition (HI) dengan
virus standar H5N1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksin heterolog
inaktif H5N2 yang digunakan mampu menginduksi pembentukan antibodi
protektif pada serum dengan rataan titer 25.2 setelah vaksinasi pertama dan 27.0
setelah vaksinasi kedua. Presentase protektif sebesar 60% dari total populasi
ayam percobaan. Rataan titer antibodi pada telur (IgY) adalah 20.8, 21.4, 22.6, 21.6
dan 21.0 serta presentase protektif sebesar 20% dari total populasi ayam percobaan.
Hasil ini masih lebih rendah atau dibawah kisaran persentase protektif yaitu 70%.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa vaksin heterolog H5N2 yang
digunakan dalam penelitian ini tidak mampu menginduksi pembentukan antibodi
protektif baik pada induk maupun pada telur sebagai maternal antibodi.

PRAKATA
Segala puji dan syukur kepada Allah Tuhan Yang Maha Pangasih karena
atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang
merupakan salah satu syarat menyelesaikan program sarjana di Institut Pertanian
Bogor.

Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan kerjasama dari
berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. drh.
Retno D Soejoedono, MS sebagai dosen pembimbing I dan Dr. drh. Sri
Murtini,Msi sebagai pembimbing II, yang dengan sabar membimbing penulis.
Ucapan treimakasih penulis sampaikan kepada Dr. drh. Adi Winarto, drh Ekowati
Handharyani,MSi.PhD dan drh I Ketut Mudite Adniyane, Msi, serta Dr. drh. Eko
Sugeng Pribadi,MSi yang telah memberi dukungan dan bimbingan kepada
penulis. Terimakasih kepada teman-teman sepenelitian (Dessy dan Sugi),
terimakasih kepada Mbak Okti, Mbak Ika, Pak Lukman, Mas Wahyu, Mas Ivan,
Pak Nur, teman-teman RC (Gege, Iya, Mungky, Ana, Wahyu, Puput dan Uni)
yang slalu memberikan semangat, teman-teman Asteroidea 41 terbaik
teristimewa.
Terimakasih yang tulus kepada Orang tua tercinta yang tiada hentinya
memberikan kasih sayang, semangat, dorongan serta doa untuk penulis.
Saudaraku tersayang (K Badar, K Sana, Dian, Abas, Adam) dan semua keluarga
besar Mieno Wuna yang senantiasa mendoakan dan memberikan semangat
kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak kekurangan
karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki, oleh sebab itu saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan.


Bogor, September 2008

Wa Ode Yusran

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Muna, Sulawesi Tenggara pada tanggal 22 Desember
1985. Penulis adalah anak ketiga dari enam bersaudara, dari pasangan La Ode
Ndibale dan Wa Ode Zahria.
Pendidikan formal dimulai dari taman kanak-kanak yang diselesaikan tahun
1992 di TK LKMD Lahontohe. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998
di SDN 1 Lahontohe. Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan tahun
2001 di SLTPN 1 Tongkuno dan pendidikan menengah umum pada tahun 2004 di
SMUN 1 Tongkuno.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Fakultas
Kedokteran Hewan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada
tahun 2004. Selama perkuliahan penulis aktif sebagai pengurus dalam Himpunan
Minat dan Profesi Ruminansia

periode 2005-2006, anggota departemen


pendidikan BEM FKH IPB 2006-2007 dan anggota Himpunan Minat dan Profesi
Ornithologi dan Unggas, selain itu penulis juga tergabung sebagai anggota dalam
Forum Mahasiswa Tanggap Flu Burung (FMTFB) daerah Jawa Barat dan anggota
HMI Komisariat FKH. Penulis juga mendapatkan Beasiswa POM tahun 20042006, Beasiswa BRI Persero tahun 2006-2007 dan Beasiswa BBM tahun 2008.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
PENDAHULUAN
Latar belakang ................................................................................................ 1
Tujuan ............................................................................................................ 2
Manfaat ........................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA
Avian influenza atau flu burung ..................................................................... 3
Vaksin dan vaksinasi ...................................................................................... 5
Sistem kekebalan ........................................................................................... 7
Antigen .......................................................................................................... 8

Antibodi ........................................................................................................ 9
Imunoglobulin Yolk (IgY) ............................................................................. 10
Reaksi antigen – antibodi .............................................................................. 12
Uji Haemagglutinin Inhibition (HI) ............................................................... 13
Purifikasi IgY dengan Polyetilen Glicol 6000 dan Chloroform .................... 14
MATERI DAN METODE
Waktu dan tempat penelitian ......................................................................... 15
Bahan dan alat............................................................................................... 15
Metode penelitian............................................................................................ 15
Vaksinasi ....................................................................................................... 15
Pengambilan sampel darah dan pemisahan serum ......................................... 15
Pembuatan virus standar H5N1 sebagai antigen pada uji HI ......................... 16
Pembuatan sel darah merah ............................................................................ 16
Pengukuran titer antibodi pada serum dengan uji HI ..................................... 16
Koleksi telur ................................................................................................... 17
Pemurnian antibodi pada telur (IgY) dengan metode purifikasi menggunakan
Polyetilen Glicol 6000 dan Chloroform ......................................................... 17
Pengukuran titer antibodi pada telur (IgY) dengan uji HI ............................. 18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan pembahasan ................................................................................... 19

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ..................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 26

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Rataan titer antibodi pada serum dengan uji HI ............................................. 3

2

Data hasil uji HI dari IgY setelah vaksinasi ke II ......................................... .10

3 Rataan titer IgY setelah vaksinasi ke II (berdasarkan waktu) ........................ 21

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1


Virus avian influenza ..................................................................................... 3

2

Struktur immunoglobulin yolk (IgY) ............................................................. 10

3 Rataan titer antibodi pada serum .................................................................... 21
4

Rataan titer antibodi pada telur / immunoglobulin yolk (IgY) ..................... 23

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Titer antibodi pada serum hasil uji HI ................ ............................................29
2 Titer antibodi kuning telur (IgY) hasil uji HI .................................................29
3 Persentase titer protektif pada serum dan kuning telur (IgY) ........................ 30

GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN
KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN

YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2

WA ODE YUSRAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi dengan Judul “Gambaran
Titer Antibodi Anti H5 pada Serum dan Kuning Telur Ayam Single Comb
Brown Leghorn yang Divaksinasi dengan Vaksin Inaktif H5N2” adalah karya
sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi.

Bogor, September 2008


Wa Ode Yusran
NRP B04104015

ABSTRACT
WA ODE YUSRAN. Study of Defined Anti H5 Antibody Titers in Serum and
Egg Yolk of Single Comb Brown Leghorn Chicken Vaccinated with Inactive
H5N2 Vaccine. Under direction of RETNO DAMAJANTI SOEJOEDONO
and SRI MURTINI
This research was aimed to defined anti H5 antibody titers in serum and
egg yolk of Single Comb Brown Leghorn chicken vaccinated with inactive H5N2
heterolog vaccine. This research used 5 Single Comb Brown Leghorn chicken at
the age of 20 weeks. Vaccination was conducted twice with 4 weeks intervals.
Sample serum were collected before vaccination and after the first vaccination
and the second vaccination. The Eggs were collected after second vaccination
when antibody titer in the serum was high. Immunoglobulin Yolk (IgY) were
purified with Polyetilen Glicol 6000 (PEG 6000) and Chloroform. Antibody
serum titers and IgY were measured with HI Test using H5N1 AI virus as
standard. The result of this research showed that H5N2 vaccine was able to
inducted production of protective serum with mean titer 25.2 after the first
vaccination and 27.0 after second vaccination. The presentage of protectifness was
60% from the total population of experimental chickens. The mean titers of IgY
from the first until five weeks of eggs colection were 20.8, 21.4, 22.6, 21.6 dan 21.0
and the presentage protectifness of the IgY was 20% from the total population.
This result were below the standard protectifness (70%). From this result can be
conclude that H5N2 heterolog vaccine were not able to induc the production of
protective antibody in serum and IgY as an antibody maternal.

ABSTRAK
WA ODE YUSRAN. Gambaran Titer Antibodi Anti H5 Pada Serum dan Kuning
Telur Ayam Single Comb Brown Leghorn yang Divaksinasi dengan Vaksin
Inaktif H5N2. Dibimbing oleh RETNO DAMAJANTI SOEJOEDONO dan
SRI MURTINI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran titer antibodi anti H5
pada serum dan kuning telur ayam Single Comb Brown Leghorn yang divaksinasi
dengan vaksin heterolog inaktif H5N2. Penelitian ini menggunakan lima ekor
ayam Single Comb Brown Leghorn umur 20 minggu. Vaksinasi dilakukan
sebanyak dua kali dengan interval waktu empat minggu menggunakan vaksin
heterolog inaktif H5N2. Koleksi serum dilakukan sebelum vaksinasi pertama,
setelah vaksinasi pertama dan setelah vaksinasi kedua. Koleksi telur dilakukan
setelah vaksinasi kedua saat titer antibodi pada serum tinggi. Pemurnian antibodi
pada telur (IgY) diperoleh dengan cara purifikasi menggunakan Polyetilen Glicol
6000 (PEG 6000) dan kloroform. Identifikasi dan pengukuran titer antibodi pada
serum dan kuning telur menggunakan uji Haemagglutinin Inhibition (HI) dengan
virus standar H5N1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksin heterolog
inaktif H5N2 yang digunakan mampu menginduksi pembentukan antibodi
protektif pada serum dengan rataan titer 25.2 setelah vaksinasi pertama dan 27.0
setelah vaksinasi kedua. Presentase protektif sebesar 60% dari total populasi
ayam percobaan. Rataan titer antibodi pada telur (IgY) adalah 20.8, 21.4, 22.6, 21.6
dan 21.0 serta presentase protektif sebesar 20% dari total populasi ayam percobaan.
Hasil ini masih lebih rendah atau dibawah kisaran persentase protektif yaitu 70%.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa vaksin heterolog H5N2 yang
digunakan dalam penelitian ini tidak mampu menginduksi pembentukan antibodi
protektif baik pada induk maupun pada telur sebagai maternal antibodi.

PRAKATA
Segala puji dan syukur kepada Allah Tuhan Yang Maha Pangasih karena
atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang
merupakan salah satu syarat menyelesaikan program sarjana di Institut Pertanian
Bogor.
Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan kerjasama dari
berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. drh.
Retno D Soejoedono, MS sebagai dosen pembimbing I dan Dr. drh. Sri
Murtini,Msi sebagai pembimbing II, yang dengan sabar membimbing penulis.
Ucapan treimakasih penulis sampaikan kepada Dr. drh. Adi Winarto, drh Ekowati
Handharyani,MSi.PhD dan drh I Ketut Mudite Adniyane, Msi, serta Dr. drh. Eko
Sugeng Pribadi,MSi yang telah memberi dukungan dan bimbingan kepada
penulis. Terimakasih kepada teman-teman sepenelitian (Dessy dan Sugi),
terimakasih kepada Mbak Okti, Mbak Ika, Pak Lukman, Mas Wahyu, Mas Ivan,
Pak Nur, teman-teman RC (Gege, Iya, Mungky, Ana, Wahyu, Puput dan Uni)
yang slalu memberikan semangat, teman-teman Asteroidea 41 terbaik
teristimewa.
Terimakasih yang tulus kepada Orang tua tercinta yang tiada hentinya
memberikan kasih sayang, semangat, dorongan serta doa untuk penulis.
Saudaraku tersayang (K Badar, K Sana, Dian, Abas, Adam) dan semua keluarga
besar Mieno Wuna yang senantiasa mendoakan dan memberikan semangat
kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak kekurangan
karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki, oleh sebab itu saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Bogor, September 2008

Wa Ode Yusran

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Muna, Sulawesi Tenggara pada tanggal 22 Desember
1985. Penulis adalah anak ketiga dari enam bersaudara, dari pasangan La Ode
Ndibale dan Wa Ode Zahria.
Pendidikan formal dimulai dari taman kanak-kanak yang diselesaikan tahun
1992 di TK LKMD Lahontohe. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998
di SDN 1 Lahontohe. Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan tahun
2001 di SLTPN 1 Tongkuno dan pendidikan menengah umum pada tahun 2004 di
SMUN 1 Tongkuno.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Fakultas
Kedokteran Hewan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada
tahun 2004. Selama perkuliahan penulis aktif sebagai pengurus dalam Himpunan
Minat dan Profesi Ruminansia

periode 2005-2006, anggota departemen

pendidikan BEM FKH IPB 2006-2007 dan anggota Himpunan Minat dan Profesi
Ornithologi dan Unggas, selain itu penulis juga tergabung sebagai anggota dalam
Forum Mahasiswa Tanggap Flu Burung (FMTFB) daerah Jawa Barat dan anggota
HMI Komisariat FKH. Penulis juga mendapatkan Beasiswa POM tahun 20042006, Beasiswa BRI Persero tahun 2006-2007 dan Beasiswa BBM tahun 2008.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
PENDAHULUAN
Latar belakang ................................................................................................ 1
Tujuan ............................................................................................................ 2
Manfaat ........................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA
Avian influenza atau flu burung ..................................................................... 3
Vaksin dan vaksinasi ...................................................................................... 5
Sistem kekebalan ........................................................................................... 7
Antigen .......................................................................................................... 8
Antibodi ........................................................................................................ 9
Imunoglobulin Yolk (IgY) ............................................................................. 10
Reaksi antigen – antibodi .............................................................................. 12
Uji Haemagglutinin Inhibition (HI) ............................................................... 13
Purifikasi IgY dengan Polyetilen Glicol 6000 dan Chloroform .................... 14
MATERI DAN METODE
Waktu dan tempat penelitian ......................................................................... 15
Bahan dan alat............................................................................................... 15
Metode penelitian............................................................................................ 15
Vaksinasi ....................................................................................................... 15
Pengambilan sampel darah dan pemisahan serum ......................................... 15
Pembuatan virus standar H5N1 sebagai antigen pada uji HI ......................... 16
Pembuatan sel darah merah ............................................................................ 16
Pengukuran titer antibodi pada serum dengan uji HI ..................................... 16
Koleksi telur ................................................................................................... 17
Pemurnian antibodi pada telur (IgY) dengan metode purifikasi menggunakan
Polyetilen Glicol 6000 dan Chloroform ......................................................... 17
Pengukuran titer antibodi pada telur (IgY) dengan uji HI ............................. 18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan pembahasan ................................................................................... 19
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ..................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 26

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Rataan titer antibodi pada serum dengan uji HI ............................................. 3

2

Data hasil uji HI dari IgY setelah vaksinasi ke II ......................................... .10

3 Rataan titer IgY setelah vaksinasi ke II (berdasarkan waktu) ........................ 21

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1

Virus avian influenza ..................................................................................... 3

2

Struktur immunoglobulin yolk (IgY) ............................................................. 10

3 Rataan titer antibodi pada serum .................................................................... 21
4

Rataan titer antibodi pada telur / immunoglobulin yolk (IgY) ..................... 23

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Titer antibodi pada serum hasil uji HI ................ ............................................29
2 Titer antibodi kuning telur (IgY) hasil uji HI .................................................29
3 Persentase titer protektif pada serum dan kuning telur (IgY) ........................ 30

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Avian Influenza (AI) atau umum dikenal flu burung adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dari famili Orthomyxoviridae.

Virus ini pertama kali

berhasil diisolasi pada tahun 1878 dan menyebabkan penyakit fowl plaque.
Seiring dengan perkembangan pemahaman terhadap virus ini maka pada tahun
1981 di Beltsville USA pada First International Symposium on Avian Influenza,
merekomendasikan penggantian istilah fowl plague dengan istilah Highly
Pathogenic Avian Influenza viruses (HPAI) (Jordan 1997).
Hingga saat ini, kasus flu burung masih menjadi masalah dan ancaman
bagi masyarakat pada umumnya dan dunia peternakan unggas khususnya. Office
Internationale des Epizootics (OIE) menggolongkan penyakit Avian Influenza
kedalam list A dan disebut sebagai penyakit zoonosis (OIE 2006). Terdapat
beberapa tipe virus AI yang dikelompokkan berdasarkan pada antigen permukaan
berupa hemagglutinin (H) dan neuraminidase (N). Saat ini telah ditemukan 16
subtipe HA dan 9 subtipe NA. Menurut patogenitasnya, virus AI dibagi menjadi
dua yaitu High Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dan Low Pathogenic Avian
Influenza (LPAI).

Tipe virus yang termasuk kedalam HPAI dalam dunia

perunggasan adalah H5 dan H7 (Soejoedono dan Handharyani 2005; Zhou et al.
1999).
Avian Influenza mulai mewabah di Indonesia sejak Agustus 2003. Dari
diagnosa lapang yang dilakukan oleh para peneliti, tipe virus AI yang ada di
Indonesia adalah tipe virus H5N1 yang merupakan salah satu tipe virus High
Pathogenic (Wiyono et al. 2004). Virus ini menyebabkan puluhan juta unggas
mati mendadak dengan gejala klinis yang beragam hingga tidak menampakkan
gejala, selain itu ditemukan juga kasus pada babi dan manusia.

Menurut

Soejoedono dan Handharyani (2005), perubahan gejala klinis menjadi subklinis
dan adanya infeksi pada manusia dan babi dikarenakan sifat virus AI yang mudah
bermutasi. Berbagai upaya penanggulangan dan pencegahan terus dilakukan baik
oleh peternak, pemerintah maupun peneliti. Pemerintah menerapkan sembilan
langkah pencegahan yaitu: biosekuriti, vaksinasi, depopulasi didaerah tertular,
pengendalian lalu lintas unggas, pengendalian lalu lintas produk dan limbah,

surveilence dan penyusuran penyebar AI, pengisian kandang kembali, stamping
out dan monitoring dan evaluasi (Indriani et al. 2005). Namun, secara umum
program ini hanya mampu menekan laju penyebaran, tidak mampu mengatasi
wabah AI secara total.
Vaksinasi merupakan salah satu program yang dilakukan untuk mengatasi
wabah flu burung. Pada awal terjadi wabah AI di Indonesia, vaksinasi dilakukan
dengan vaksin homolog inaktif H5N1.

Pada tahun 2005, kebijakan tersebut

berubah dimana pemerintah Indonesia menyarankan untuk menggunakan vaksin
heterolog inaktif H5N2 dan H5N9 lokal dan impor (Indriani et al. 2005;
Sudarisman 2006).
ilmuwan/peneliti.

Kebijakan ini menimbulkan kontroversi dikalangan
Sebagian

berpendapat

bahwa

vaksinasi

yang

tepat

menggunakan vaksin inaktif heterolog H5N2 dan H5N9 karena virus ini tergolong
LPAI, sedangkan sebagian lagi berpendapat bahwa penggunaan vaksin heterolog
akan meningkatkan kemungkinan mutasi dari virus mengingat sifat virus yang
mudah bermutasi (Depkes 2007).

Dengan demikian perlu dilakukan suatu

penelitian untuk melihat kemampuan vaksin heterolog inaktif H5N2 dalam
menginduksi sistem kekebalan ayam.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran titer antibodi anti H5
pada serum dan kuning telur yang terbentuk pada ayam single comb brown
leghorn yang divaksinasi dengan vaksin inaktif heterolog H5N2. Diharapkan
kekebalan yang diinduksi tidak hanya pada induk, tetapi juga kekebalan induk
yang diturunkan pada anak ayam (maternal antibodi).

Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai gambaran
titer antibodi pada induk ayam dan maternal antibodi yang diinduksi oleh vaksin
heterolog inaktif H5N2 yang akan menjadi antibodi maternal pada anak
ayam(DOC).

TINJAUAN PUSTAKA
Avian Influenza atau Flu Burung
Virus influenza adalah virus RNA rantai tunggal yang terbagi dalam
delapan segmen dan memiliki tiga tipe virus yang dikelompokan berdasarkan
karakter protein Martiks (M) dan Ribonucleoprotein (RNP) yaitu virus influenza
tipe A, B dan C. Virus influenza tipe A menginfeksi unggas, babi dan kuda.
Virus Influenza tipe B adalah virus yang menginfeksi manusia, sedangkan virus
influenza tipe C adalah virus yang menginfeksi babi dan manusia namun
cenderung non-pathogenic. Virus influenza tipe A berukuran 90-120 nanometer,
dibungkus oleh amplop dan memiliki antigen permukaan berupa hemagglutinin
(H) yang mempengaruhi kerja reseptor dan neuraminidase (N) yang
mempengruhi

kerja

sialidase

untuk

melepas

material

dari

permukaan

virus.(Fenner et al. 1995; Muramoto et al. 2006; Swayne et al.1998).

Gambar 1 Virus AI (Anonim 2007)

Antigenitas virus tergantung pada komponen internal virus yaitu protein
Martiks (M) dan Ribonucleoprotein (RNP). Hingga saat ini virus influenza tipe
A yang teridentifikasi 16 subtipe H dan 9 N. Setiap subtipe H dapat menjadi
patogen. Namun saat ini hanya subtipe H5 dan H7 yang bersifat High Pathogenic
virus di dunia perunggasan. Virus AI stabil pada pH 7-8 dan labil dibawah pH 7.
Ketahanan virus pada suhu tergantung pada strain virus, namun pada umumnya
virus dapat bertahan hingga suhu 560 C selama 6 jam. (Swayne DE et al 1998).
Virus H5N1 termasuk tipe ganas tetapi peka terhadap panas (mati pada suhu

minimal 600 C selama 3 jam). Namun virus ini dapat bertahan hidup pada suhu
220C selama empat hari dalam air, dan lebih dari 30 hari pada suhu 00C.
(Soejoedono dan Handharyani 2005).
Berdasarkan patogenitasnya, virus AI dibagi menjadi

Low Pathogenic

Avian Influenza (LPAI) dan High Pathogenic Avian Influenza (HPAI). Pada kasus
LPAI yang disertai infeksi sekunder dapat menyebabkan tingkat kematian rendah
3-5%, sedangkan pada kasus tanpa infeksi sekunder tidak menyebabkan kematian.
Infeksi oleh HPAI dapat menyebabkan tingkat kematian yang tinggi yaitu 40100% karena virus menyebar keseluruh jaringan tubuh melalui pembuluh darah.
Sebagian besar virus AI adalah LPAI sehingga menimbulkan gejala ringan berupa
penurunan produksi telur atau terhenti sama sekali, kerabang telur lembek,
gangguan pernafasan, nafsu makan menurun, depresi hingga tingkat kematian
rendah. Namun, jika terjadi mutasi virus dari LPAI ke HPAI dapat menyebabkan
kematian tinggi pada populasi unggas (Dunn et al 2003 dalam Setiaji 2006).
Menurut Jordan (1997) virus influenza bereplikasi pada sistem respirasi dan
sistem pencernaan unggas.

Transmisi dari unggas ke unggas terjadi melalui

butiran air dan udara dari saluran respirasi, melalui feses secara langsung atau
melalui pakan dan minuman yang terkontaminasi. Gejala klinis akibat infeksi
virus AI tergantung pada beberapa faktor, yaitu: strain virus, spesies dan umur
inang, status imun inang, defisiensi dan faktor lingkungan (amoniak dan debu).
Menurut tinjauan ilmiah, inang alami virus AI adalah unggas air dan
kemudian virus ini disebarkan oleh burung-burung liar. Hingga saat ini belum
ditemukan transmisi dari manusia ke manusia.

Transmisi virus ke manusia

berasal dari burung, unggas di peternakan dan pasar unggas (Zhou et al 1999).
Virus AI memiliki daya replikasi tinggi sehingga dapat berkembang cepat didalam
tubuh. Virus H5N1 ditemukan menyebar dan menyerang peternakan unggas di
Hongkong, Thailand, Jepang dan Indonesia.

Di negara

Cina dan Taiwan

ditemukan subtipe virus yang kurang ganas yaitu subtipe H5N2. Namun virus ini
harus tetap diwaspadai karena sifat virus AI yang mudah bermutasi (mengubah
diri atau materi genetiknya) dari virus LPAI menjadi HPAI seperti pada subtipe
H5N1 yang diduga berasal dari LPAI. (Soejoedono dan Handharyani 2005).
Selain itu, virus AI sangat unik karena memiliki kemampuan mengubah diri

melalui pindahan antigen (antigenic drift) dan hanyutan antigen (antigenic shift)
sehingga sulit dikenali oleh sistem pertahanan inang .(Dharmayanti et al. 2005).

Vaksin dan Vaksinasi
Menurut Kuby (2007), vaksin berasal dari bahasa latin "vacca" yang berarti
cow/sapi. Istilah ini ditetapkan oleh Louis Pasteur sebagai penghargaan kepada
Edward Jenner yang mempelopori ide vaksinasi saat menangani masalah small
pox pada tahun 1798 yang menyerang manusia.

Vaksin adalah bahan yang

berasal dari mikroorganisme, yang sifat patogenitasnya telah dihilangkan dan
digunakan untuk merangsang pembentukan sistem kekebalan tanpa menyebabkan
penyakit (Tizard 1988).
Vaksinasi adalah tindakan memasukkan antigen berupa virus atau agen
penyakit yang telah dilemahkan kedalam tubuh sehat dengan maksud untuk
merangsang kekebalan yang diharapkan dapat melindungi individu yang
bersangkutan terhadap infeksi penyakit di alam. Vaksin dibagi atas vaksin aktif
dan vaksin inaktif. Vaksin aktif adalah vaksin yang mengandung partikel virus
yang sudah dilemahkan untuk menghilangkan sifat virulensinya. Vaksin inaktif
adalah vaksin dengan partikel virus yang sudah dimatikan tetapi masih memiliki
sifat imunogenitas (Tizard 1988).
Aspek positif dari vaksin AI inaktif berdasarkan kasus pengalaman di
Hongkong adalah proteksi klinisnya luas yaitu dapat digunakan untuk semua
spesies unggas.

Vaksin ini juga aman dan mudah dikontrol namun tidak

direkomendasikan untuk ayam sebelum berumur 8-10 hari. Aspek negatifnya,
konsenterasi virusnya tidak distandarisasi, beresiko bila menggunakan vaksin high
pathogenic, diperlukan booster, dan monitoring lebih kompleks dengan antibodi
berbeda untuk AGPT, HA dan ELISA (Raharjo 2004 dalam Hartati 2005).
Adjuvan adalah zat yang umum digunakan bersama vaksin untuk
meningkatkan efek vaksin dalam meningkatkan reaksi kebal. Adjuvan berfungsi
sebagai molekul protein pembawa antigen untuk membentuk komplek lebih besar
sehingga menjadi lebih imunogenik. Adjuvan juga memperlambat pelepasan dan
degradasi antigen (efek depot) sehingga memberikan waktu yang cukup pada
sistem imun untuk merespon antigen. Pelepasan sejumlah kecil antigen secara

konstan memberikan kesempatan sistem imun merespon antigen menjadi lebih
lama. Penggunaan adjuvan juga dapat merangsang makrofag melalui aktivasi dan
meningkatkan proses fagositosis dengan cara mempengaruhi limfosit untuk
melepaskan monokin (Fenner et al 1995; Suarta et al. 2006).
Menurut Tizard 1988, untuk menjaga mutu vaksin perlu memperhatikan
cara penyimpanan dan penggunaan vaksin. Vaksin disimpan dalam vial tertutup,
pada suhu 0-40C dan dihindarkan dari sinar matahari langsung.

Vaksin

diencerkan dengan pengencer khusus yang telah disediakan oleh pabrik dan
dengan jumlah pengencer yang telah ditentukan.
Menurut Akoso 1998 dalam Siti 2007, keberhasilan vaksinasi pada
peternakan unggas ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Status kesehatan unggas
2. Status nutrisi dalam keadaan cukup
3. Sanitasi lingkungan dan sistem perkandangan yang baik
4. Waktu dan umur yang tepat saat melakukan vaksinasi.
Menurut Soejoedono dan Handharyani (2005), program vaksinasi dilakukan
pada semua jenis unggas yang sehat didaerah tertular atau terancam flu burung
dengan vaksin inaktif yang resmi atau dari pemerintah. Adapun rute dan dosis
vaksinasi pada ayam petelur sebagai berikut:
¾ Umur 4-7 hari

: 0,2 ml subkutan didaerah pangkal leher

¾ Umur 4-7 minggu

:0,5 ml subkutan didaerah pangkal leher

¾ Umur 12 minggu

: 0,5 ml subkutan didaerah pangkal leher
atau otot dada

¾ Booster setiap 3-4 bulan

: 0,5 ml di otot dada.

Manfaat vaksinasi pada peternakan unggas antara lain:
1. Mencegah dan menghindari adanya kerugian ekonomi akibat penyakit
berupa penurunan produktivitas, penurunan berat badan, keterlambatan
pengisian kandang dan kematian
2. Menekan dan menurunkan jumlah virus yang disebarkan oleh unggas
yang terinfeksi
3. Menurunkan keganasan/virulensi virus AI di lapangan

4. Mencegah timbulnya varian-varian baru akibat mutasi.(Zakir 2004
dalam Setiaji 2006)
Pada awal terjadi wabah AI di

Indonesia, vaksinasi dilakukan dengan

vaksin homolog inaktif H5N1. Pada tahun 2005, kebijakan tersebut berubah
dimana pemerintah Indonesia menyarankan untuk menggunakan vaksin heterolog
inaktif H5N2 dan H5N9 lokal dan impor (Indriani et al. 2005; Sudarisman 2006).
Menurut Depkes 2007, pemberian vaksin heterolog pada unggas misalnya
vaksin H5N2 dan H5N9 terhadap H5N1 untuk mengatasi masalah flu burung di
Indonesia, dinilai tidak tepat dan dapat menyebabkan kemungkinan mutasi dari
virus karena perbedaan genetik pada tiap strain. Hal ini telah dibuktikan oleh
penelitian beberapa ilmuwan yang menemukan adanya virus pada feses unggas
yang telah divaksin. Sedangkan menurut Deptan 2005 menyatakan bahwa
vaksinasi terhadap AI sebaiknya menggunakan vaksin heterolog, yaitu dengan
vaksin yang memiliki molekul H yang sama dengan dilapangan tetapi memiliki
molekul N yang berbeda. Misalnya vaksin heterolog inaktif H5N2 dan vaksin
heterolog inaktif H5N9 (Indriani et al. 2005; Sudarisman 2006).

Sistem Kekebalan
Sistem imun adalah bentuk adaptasi dari sistem pertahanan pada vertebrata
sebagai pelindung terhadap serangan mikroorganisme patogen dan kangker.
Sistem ini dapat membangkitkan beberapa macam sel dan molekul yang secara
spesifik mampu mengenali dan mengeliminasi benda asing (Decker 2000; Kubi
1997). Menurut pendapat modern, respon imunologis menjalankan tiga fungsi
yaitu pertahanan, homeostatis dan pengawasan (Bellanti 1993).
Secara umum, sistem imun dibagi menjadi dua yaitu sistem imun non
spesifik/pertahanan bawaan dan sistem imun spesifik/pertahanan dapatan. Sistem
kekebalan nonspesifik berupa pertahanan fisik, mekanik dan kimiawi yang
berespon pada awal paparan.

Kekebalan fisik-mekanik terdiri dari kulit dan

selaput lendir yang merupakan bagian permukaan tubuh paling luar untuk
mencegah masuknya bahan asing.

Faktor lain yang berperan dalam sistem

pertahanan nonspesifik adalah makrofag dan mikrofag melalui proses fagositosis

dengan membunuh, menghancurkan, dan mengeliminasi antigen dari tubuh.
(Decker 2000; Wibawan et al 2003).
Menurut Fenner

et al 1995, Decker 2000, Murphy

et all. 1999, dan

Wibawan et al 2003 bahwa sistem kekebalan spesifik berespon setelah antigen
berhasil melewati sistem pertahanan nonspesifik. Makrofag sebagai Antigenic
Presenting Cell (APC) mempresentasikan antigen kepada sel limfosit T melalui
molekul Mayor Histocompability Complex (MHC) yang terletak dipermukaan
makrofag. Molekul MHC berperan dalam mengatur interaksi antara berbagai sel
yang terlibat dalam respon imun. MHC II akan membawa antigen yang disajikan
oleh APC kepada sel Th melalui molekul permukaan Cluster of Differentiation 4
(CD4) dan T-Cell Receptor (TCR).

Interaksi antara sel Th dan APC akan

menginduksi sitokin atau interleukin yang merupakan alat komunikasi antar sel
sehingga terjadi pematangan sel limfosit B menjadi sel plasma yang akan
menghasilkan antibodi yang hanya dapat bereaksi dengan antigen yang ada
dipermukaan sel, sehingga disebut kekebalan permukaan atau kekebalan humoral
(Humoral Mediated Immunity). MHC I bekerja pada antigen dalam sel dengan
menggunakan sel limfosit cytotoxic (Tc) melalui molekul Cluster of
Differentiation 8 (CD8) dan T-Cell Receptor (TCR) yang dimiliki sel Tc. Sel Tc
mencari dan menghancurkan sel-sel dan antigen didalamnya yang mengalami
kelainan fisiologis untuk mencegah penyebaran antigen intraseluler kesel lain
yang masih sehat disekitarnya. Proses ini disebut kekebalan seluler (Cellular
Mediated Immunity/CMI).
Menurut Tizard 2004, tanggap kebal merupakan respon biologis sehingga
dapat menyebabkan variasi tanggap kebal bagi setiap individu. Kekebalan
protektif atau kekebalan yang baik akan terbentuk pada individu dengan tanggap
kebal yang baik dan sebaliknya.

Antigen
Antigen berasal dari kata Antibodi Generating Subtances, yang berarti
suatu bahan atau senyawa yang dapat merangsang pembentukan antibodi. Antigen
ini dapat berwujud protein, lemak, polisakarida,asam inti, lipopolisakarida,
lipoprotein dan lain-lain. Sifat suatu senyawa yang mampu merangsang

pembentukan antibodi spesifik terhadap senyawa tertentu disebut antigenik.
Senyawa yang bersifat antigenik harus memenuhi beberapa syarat berikut, yaitu:
1. Memiliki ukuran molekul yang besar. Walau molekul yang kecil dapat
berlaku sebagai antigen, molekul besar akan lebih antigenik.
2. Memiliki kelarutan yang tinggi dalam tubuh.
3. Dapat didegradasi oleh makrofag dan mikrofag.
4. Memiliki kompleksitas susunan kimiawi yang tinggi. Makromolekul
dengan struktur kompleks seperti protein merupakan antigen yang lebih
baik dari pada polomer besar yang sederhana dengan subunit berulang
yang identik.
5. Memiliki derajat keasingan yang tinggi.
Senyawa yang bersifat antigenik belum tentu dapat meningkatkan respon
kekebalan didalam tubuh. Suatu senyawa yang dapat merangsang pembentukan
kekebalan dan imunitas disebut imunogen yang berasal dari kata Immunity
Generating Substance. Sifat senyawa yang dapat merangsang pembentukan
antibodi spesifik yang bersifat protektif dan peningkatan kekebalan seluler disebut
imunogenik(Wibawan et al 2003).

Antibodi
Antibodi adalah molekul protein yang dihasilkan oleh sel plasma sebagai
akibat interaksi antara linfosit B peka antigen dan antigen khusus. Antibodi
terdapat dalam berbagai cairan tubuh, tetapi terdapat dalam konsentrasi tertinggi
dan termudah diperoleh dalam jumlah yang banyak dari serum darah (Tizard
1988). Antibodi berperan dalam meningkatkan opsonisasi oleh sel makrofag yang
dapat diamati pada aktivitas dan kapasitas fagositosis (Kuby 1997).
Ayam memiliki sensitivitas tinggi terhadap protein asing sehingga dalam
jumlah sedikit dapat membangkitkan respon pembentukan antibodi (Carlender
2002 dalam Rawendra 2005). Titer antibodi serum darah ayam dapat diperoleh
dengan sekali vaksinasi, namun untuk mendapatkan titer tertinggi dan dapat
dipertahankan selama lebih dari tiga bulan, diperlukan imunisasi ulang/booster
setiap bulan (Wooley & London 1995 dalam Rawendra 2005).

Imunoglobulin Yolk (IgY).
Menurut Scanes et al 2004, komposisi kuning telur terdiri atas:
1. Trigliserida 70%, kolesterol 5% dan phospholipid 25%.
2. Phosphoprotein, lipoprotein, phospovitin dan lipovitelin.
3. Protein terlarut yang terdiri atas ALFA lifetin (plasma albumen), BETA
livetin (ALFA2-plasma glikoprotein) dan GAMA livetin (antibodi atau
imunoglobulin)
4. Protein pengikat nutrisi (riboflavin, biotin, thiamin, vitamin A, vitamin D,
zat besi)
Imunoglobulin Y (IgY), kadang-kadang disebut IgG ayam, IgG kuning telur
ataupun 7slgG adalah salah satu kelas antibodi dalam serum darah dan kuning
telur kelompok amphibi, reptil dan aves. IgY disetarakan dengan IgG karena
memiliki struktur yang mirip. Selain IgY, ayam menghasilkan dua imunoglobulin
lainya yaitu IgA dan IgM (Loeken & Roth 1983 dalam Rawendra 2005).

Gambar 2 Struktur Imunoglobulin (Suri 2007)

Imunoglobulin dibentuk oleh empat rantai polipeptida dasar yang terdiri atas
dua rantai berat (heavy chain) dengan 440 asam amino dan dua rantai ringan (light
chain) dengan 220 asam amino dan setiap rantai memiliki stuktur yang identik.
Setiap rantai ringan terikat pada rantai berat melalui ikatan disulfida, demikian
juga rantai berat satu dengan yang lain dihubungkan dengan ikatan disulfida.
Enzim proteolitik papain dapat memecah struktur ini menjadi tiga fragmen yaitu
dua fragmen tersusun atas rantai berat dan rantai ringan dan satu rantai yang dapat
dikristalkan dari larutan. Fragmen yang tersusun atas rantai berat dan rantai ringan

dapat bereaksi dengan antigen sehingga disebut fragmen antigen binding site =
Fab sedangkan rantai yang dapat dikristalkan disebut fragmen cristallizable =Fc.
Fab dan Fc dihubungkan dengan leher yang fleksibel. Fab memiliki bagian yang
dapat berubah-ubah sesuai dengan antigen yang terikat sedangkan Fc merupakan
stuktur yang tetap atau konstan. Rantai berat tersusun atas empat bagian yang
konstan dan satu bagian variabel sedangkan rantai ringannya tersusun dari satu
rantai konstan dan satu rantai variabel (Decker 2000, Wibawan et al 2003)
Menurut Soejoedono (2005), antibodi yang ada didalam darah ayam dapat
ditransfer secara efektif kedalam kuning telurnya. Secara alamiah hal ini ditujukan
untuk melindungi anak ayam dari infeksi penyakit. Kekebalan yang diperoleh
oleh anak ayam ini dikenal dengan maternal antibodi. Menurut Carlender (2002)
dalam Kurnia (2006), antibodi dalam serum akan diturunkan sebagai maternal
antibodi pada hari ke-4 sampai hari ke-7 setelah kemunculan antibodi dalam
serum.

Pada ayam yang divaksinasi dengan vaksin homolog H5N1 apabila

ditemukan titer antibodi pada serum ± 27 , maka dapat ditemukan antibodi pada
anak ayam (DOC) dengan titer 24 (Hartati 2005).
Menurut Rose & Orlans 1981 dalam Rawendra 2005, transfer IgY pada
ayam melalui dua tahap yaitu:
(a) IgY dipindahkan dari serum kedalam kuning telur melalui ikatan reseptor
IgY pada oosit seperti pada transfer antibodi cross-placental

pada

mamalia.
(b) Pemindahan IgY dari kuning telur ke embrio.
Imunoglobulin Y (IgY) adalah protein sehingga berpotensi mengalami
denaturasi oleh suhu, pH maupun aktivitas enzim protease. Dibandingkan IgG,
IgY memiliki stabilitas aktifitas netralisasi terhadap peningkatan keasaman yang
lebih rendah. Aktivitas netralisasi IgY berkurang setelah dipanaskan 70 0 C selama
15 menit. (Shimizu 1992 dalam Rawendra 2005).

Reaksi Antigen-Antibodi
Menurut Bellanti 1997, interaksi antigen-antibodi terjadi melalui tiga
tahapan yaitu:
1. Reaksi primer, adalah interaksi awal antigen-antibodi
2. Reaksi sekunder, adalah reaksi lanjutan berupa proses presipitasi,
aglutinasi, neutralisasi, cytotropik efek mencakup fisik, kimia antigenantibodi.
3. Reaksi tersier, berhubungan dengan fungsi biologis tubuh, apakah
bermanfaat atau berbahaya bagi tubuh.
Antigen yang masuk kedalam tubuh akan dikenali oleh tubuh dan
merangsang sistem imun untuk membentuk antibodi.

Pembentukan antibodi

terjadi dalam dua periode yaitu periode induksi (laten) dan periode biosintesis.
Periode laten atau induksi adalah periode dimana terjadi proses pengenalan
antigen oleh tubuh sebagai benda asing, transformasi antigen, pembelahan dan
differensiasi sel linfosit B.

Periode biosintesis adalah lanjutan periode dari

periode induksi, yang terbagi dalam tiga fase. Tiga fase tersebut yaitu (1) fase
logaritmik, fase ini terjadi peningkatan kadar antibodi secara logaritmik dalam
waktu 4 sampai 10 hari, (2) fase datar (mantap), saat terjadi keseimbangan antara
kadar antibodi yang diproduksi dengan kadar antibodi yang mengalami
katabolisme.

Antibodi yang ada pada induk akan ditransfer ke kuning telur

sebagai maternal antibodi untuk anak dan (3) fase penurunan, dimana jumlah
antibodi yang dikatabolisme bereaksi lebih banyak dari pada jumlah antibodi yang
diproduksi dan akan terus berjalan hingga mencapai nilai negatif (Bellanti 2007).
Menurut Tizard 2004 mengatakan bahwa tanggap kebal merupakan respon
biologis sehingga dapat menyebabkan variasi tanggap kebal bagi setiap individu.
Kekebalan protektif akan terbentuk pada individu dengan tanggap kebal yang baik
dan sebaliknya, individu dengan tanggap kebal lemah kurang mampu membentuk
titer protektif. Ketidakmampuan vaksin dalam menghasilkan antibodi protektif
disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi
kandungan antigen, kualitas vaksin, jumlah dosis dan rute vaksinasi.

Faktor

eksternal meliputi vaksinator, kondisi ayam dan lingkungan (Fadilah 2007 dalam
Siti 2007).

Uji Haemagglutin Inhibition (HI)
Terdapat berbagai metoda yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi
keberadaan suatu organisme. Haemagglutination Inhibition Test (HI Test)
merupakan metode standar untuk uji serologis (Palmer et al 2002). Beberapa
antigen khususnya virus memiliki kemampuan untuk menggumpalkan sel darah
merah, dengan uji HI kemampuan antigen untuk menggumpalkan sel darah merah
dihambat dengan menggumakan antibodi yang homolog. Menurut Peacock et al
1980 dan Wibawan et al 2003, Ada dua macam kegunaan dari uji ini, yaitu :
1. Identifikasi antigen tertentu dengan jalan mereaksikannya dengan jenis
antibodi (terhadap antigen) yang telah diketahui.
2. Mengetahui jenis antibodi (terhadap jenis antigen tertentu) dan banyaknya
titer antibodi yang terdapat didalam satu contoh sera dengan
mereaksikannya dengan antigen yang telah diketahui jenis dan jumlahnya.
Terdapat dua metode umum pada uji penghambatan aglutinasi yaitu metode
ά(alfa) dan metode β(beta). Metode ά(alfa) sering digunakan untuk menguji jenis
antigen dimana serum yang telah diketahui jenis dan titernya ditambahkan
kemasing-masing tabung dengan jumlah konstan sedang antigen/virus yang diuji
diencerkan seri. Pada metode ini identifikasi virus dapat dilakukan tanpa uji HA
terlebih dahulu, namun diperlukan serum dalam jumlah yang banyak dan titer
antibodi yang sangat tinggi. Metode β(beta) digunakan untuk menguji atau
identifikasi serum dan titer serum serta menguji jenis antigen. Pada metode ini,
untuk melakukan identifikasi dan pengukuran titer serum harus membuat virus
standar dengan uji HA terlebih dahulu. Serum yang akan diidentifikasi dibuat
pengenceran seri dengan penambahan antigen/virus dengan jumlah konstan. Titer
penghambatan hemaglutinasi dari serum diperoleh dari pengenceran serum
tertinggi yang menghambat hemaglutinasi dikalikan dengan jumlah unit
hemaglutinasi virus yang digunakan (Siregar 2006; Tizard 1988).
Pada pengukuran titer dengan antigen heterolog terdapat konversi tingkat
titer yaitu "Setiap perbedaan satu angka subtipe akan diikuti dengan kenaikan dua
angka titer dari angka titer yang didapatkan". Misalnya, Apabila vaksin yang
digunakan subtipe H5N2 dan titer yang diperoleh 22 (2 Log 2) dengan antigen
subtipe H5N1, maka nilai titer hasil reaksi antigen dan antibodi setelah dikonfersi

adalah 24 (4 Log 2) (Soejoedono 2008). Menurut Surat Keputusan Direktorat
Jendral Peternakan No. 45/Kpts/PD.616/F/06.06 tanggal 7 juni 2006 tentang SOP
pengendalian AI di Indonesia, suatu vaksin dikatakan protektif jika nilai titer pada
uji HI ≥ 4 log 2 dan ≥70% dari total populasi unggas yang berada dalam satu flock
memiliki titer protektif (Deptan 2006).

Purifikasi IgY dengan Polyetilen Glicol 6000 dan Chloroform
Purifikasi atau pemurnian IgY dapat dilakukan dengan berbagai metode.
Secara umum dibagi menjadi 2 kategori yaitu: soluble diferensial (garam, PEG,
presipitasi asam kaprilat) dan kromatografi (filtrasi gel, pertukaran ion, hidroksi
apatik dan afinitas).

Kemurnian dan spesifitas dapat ditingkatkan dengan

menghilangkan protein yang tidak diinginkan (Heytman 1995 dalam Ramlah
2008).
PEG 6000 adalah polimer organik untuk mengendapkan protein.
Penambahan kloroform pada pemurnian diarahkan untuk memperoleh total
protein dan IgY 1.4-2.8 kali lebih tinggi, walaupun memiliki kompensasi cemaran
10% lebih tinggi dibandingkan metode lain. Kelebihan lain dari penggunaan PEG
6000 dan kloroform adalah aktifitas IgY yang dihasilkan lebih tinggi dari metode
lain (Bizhanov 2000 dalam Oktarini 2008). Proses purifikasi pada penelitian ini
dibuat dalam bentuk Water Soluble Fraction (WSF) agar menghasilkan IgY yang
lebih tinggi.

WSF didapatkan dari proses sentrifugasi kuning telur yang

mengakibatkan protein berada dalam fraksi granular (granular fraction) dan fraksi
terlarut (Water Soluble Fraction/WSF). Fraksi granular terdiri dari LDL granular
dan Phosvitin, sedangkan fraksi terlarut terdiri dari LDL terlarut dan Lev