Dimana XR dari perhitungan impedansi total adalah :
4.1.2 Perhitungan oleh ETAP Power Station 4.0 4.1.2.1 Perhitungan Impedansi Peralatan
Hasil perhitungan impedansi peralatan dapat dilihat dalam report ETAP Power Station 4.0 yang terdapat dalam lampiran C tugas akhir ini.
4.1.2.2 Analisa Hubung Singkat oleh ETAP Power Station 4.0
Tabel 4.16 berikut adalah hasil perhitungan dengan ETAP Power Station 4.0.
Tabel 4.16 Hasil Perhitungan ETAP Power Station 4.0
Fault Momentary Rating kA
Interrupting Rating kA Arus SC Simetris
Arus SC ASimetris Arus SC Simetris
Arus SC ASimetris F1
18,079 22,647
17,601 -
F2 73,666
99,896 -
- F3
357,645 570,535
- -
4.2 Hasil Analisa Motor Starting
Seperti yang telah dijelaskan dalam sub bab 2.3, bahwa untuk menghasilkan torsi start yang cukup, motor induksi membutuhkan arus starting yang cukup besar
Universitas Sumatera Utara
yang mencapai 5 hingga 7 kali arus nominal. Berikut adalah perhitungan arus start pada motor pompa PCHWP 45 kW = 60,346 HP, Motor Design F, PF=0,9
Besar arus start motor dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan 2.10 dan 2.11.
Sedangkan besar daya nominal dan arus nominal motor adalah :
Maka besar perbandingan besar arus start motor terhadap besar arus nominal motor adalah :
Sedangkan perhitungan oleh ETAP adalah 5,6 kali seperti yang terdapat dalam lampiran D, grafik motor starting current.
Universitas Sumatera Utara
Walaupun arus start yang besar tersebut hanya berlangsung dalam waktu yang cukup singkat, namun hal tersebut juga menyebabkan jatuh tegangan sesaat.
Analisa motor starting yang dilakukan adalah dengan melakukan simulasi untuk menjalankan motor Chiller 1 dan Chiller 2 secara bergantian. Pada keadaan
operasi normal, untuk memenuhi kebutuhan pendinginan untuk seluruh AHU Air Handling Unit yang ada disetiap lantai dan ruangan, setiap harinya Sun Plaza
Medan mengoperasikan 2 unit Chiller dari 4 unit Chiller yang ada. Untuk menjalankan sebuah chiller, maka ada beberapa pompa yang harus
dijalankan terlebih dahulu antara lain yaitu : PCHWP Primer Chiller Heat Water Pump 45 kW, SCHWP Secondary Chiller Heat Water Pump 75 kW dan CWP
Cooling Water Pump 90 kW. Tabel 4.17 berikut adalah urutan proses simulasi motor starting untuk
menjalankan Chiller 1 dan Chiller 2. Total Simulation Time untuk simulasi tersebut adalah selama 20 detik.
Tabel 4.17 Motor Starting Event Chiller 1 dan Chiller 2
No Waktu s
Motor Starting Event 1
1 Start PCHWP 1
2 2
Start SCHWP 1 3
3 Start CWP 1
4 5
Chiller 1 On 5
11 Start PCHWP 2
6 12
Start SCHWP 2 7
13 Start CWP 2
8 15
Chiller 2 On
Regulasi tegangan yang terjadi pada saat start Chiller 1 dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.16 yaitu :
Universitas Sumatera Utara
Dimana : = impedansi motor
Xs = reaktansi total antara motor sampai pada titik dimana tegangan dapat diasumsikan konstan
Dengan mengunakan persamaan 2.15, maka nilai impedansi Chiller 1 adalah :
Dimana , sehingga :
Dimana base rating motor adalah :
Maka persen impedansi motor berdasarkan base daya yang terpilih adalah :
Sedangkan reaktansi total antara motor sampai pada titik dimana tegangan dapat diasumsikan konstan, yaitu pada titik suplay dari Power Grid PLN, maka Xs
adalah penjumlahan dari reaktansi Power Grid, kabel 6, trafo 13, kabel 23, dan kabel 70 maka :
Sehingga :
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan regulasi tegangan hasil analisa ETAP Power Station 4.0 pada saat start Chiller 1 yaitu pada detik ke 5 adalah sebesar 78,95.
Tabel 4.18 berikut adalah urutan proses simulasi motor starting untuk menjalankan Chiller 3 dan Chiller 4. Total Simulation Time untuk simulasi tersebut
adalah selama 20 detik.
Tabel 4.18 Motor Starting Event Chiller 3 dan Chiller 4
No Waktu s
Motor Starting Event 1
1 Start PCHWP 3
2 2
Start SCHWP 3 3
3 Start CWP 3
4 5
Chiller 3 On 5
11 Start PCHWP 4
6 12
Start SCHWP 4 7
13 Start CWP 4
8 15
Chiller 4 On
Proses motor starting untuk menjalankan Chiller 1 dan Chiller 2 dengan menjalankan Chiller 3 dan Chiller 4, pada dasarnya urutan starting setiap motor
adalah sama yaitu terlebih dahulu menjalankan motor PCHWP, SCHWP dan CWP kemudian Chiller. Namun hal yang membedakannya adalah pengaruh drop tegangan
yang diakibatkan oleh masing – masing motor yang dijalankan. Motor – motor PCHWP 1 sd 4, SCHWP 1 sd 4 dan CWP 1 sd 4 adalah
motor yang berada pada bus yang sama CHILLER LV-A yang dilayani oleh Trafo 13 2000 kVA yang mana trafo yang sama ini jugalah yang melayani Chiller 1 dan
Chiller 2. Sementara Chiller 3 dan Chiller 4 dilayani oleh trafo yang lain yaitu Trafo 12 3150 kVA pada bus CHILLER LV-B.
Universitas Sumatera Utara
Hal inilah yang mengakibatkan drop tegangan yang lebih besar baik pada terminal motor maupun tegangan bus pada saat menjalankan Chiller 1 dan Chiller 2
dibandingkan saat menjalankan Chiller 3 dan Chiller 4. Drop tegangan pada saat menjalankan Chiller 1 pada detik ke 5 adalah turun
hingga mencapai 78,95 dari tegangan nominalnya, sedangkan untuk start Chiller 3 adalah 83,93. Dan drop tegangan pada saat menjalankan Chiller 2 pada detik ke 14
adalah turun hingga mencapai 76,56 dari tegangan nominalnya, sedangkan untuk start Chiller 4 adalah 82,86.
Begitu juga halnya dengan motor – motor pompa PCHWP 1, SCHWP 1 dan CWP 1, mengalami drop tegangan yang lebih besar masing – masing 82, 81,
80,6 pada detik ke 5 saat Chiller 1 dijalankan dibandingkan terhadap motor – motor PCHWP 3, SCHWP 3, dan CWP 3, juga pada detik ke 5 saat Chiller 3
dijalankan masing – masing 91,5, 91, 90. Demikian juga dengan Chiller 2 dan Chiller 4 yang dijalankan pada detik ke 15.
Regulasi tegangan dan grafik pada saat starting motor dapat dilihat dalam report ETAP Power Station 4.0 yang terdapat dalam lampiran.
4.3 Perbandingan Hasil Analisa