Pemberlakuan Bebas Visa Bagi Negara-Negara Anggota Organisasi Konferensi Islam (Oki) Menurut Tinjauan Hukum Internasional

PEMBERLAKUAN BEBAS VISA BAGI NEGARA-NEGARA ANGGOTA ORGANISASI KONFERENSI ISLAM (OKI) MENURUT TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI
Diajukan dalam Rangka Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh : NURUL PERTIWI
110200076 Departemen Hukum Internasional
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
Universitas Sumatera Utara

PEMBERLAKUAN BEBAS VISA BAGI NEGARA-NEGARA ANGGOTA ORGANISASI KONFERENSI ISLAM (OKI) MENURUT TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL
SKRIPSI Diajukan dalam Rangka Memenuhi dan Melengkapi Syarat-Syarat untuk
Mencapai Gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Oleh : NURUL PERTIWI 110200076
Departemen Hukum Internasional
Diketahui/Disetujui oleh : Ketua Departemen Hukum Internasional

(Dr. Chairul Bariah, SH., M.Hum) NIP. 195612101986012001

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Sutiarnoto S.H., M.Hum NIP : 195610101986031003


Arif, S.H., M.Hum NIP : 196403301993031002

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Bismillahhirahmannirrahim. Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena telah memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam juga penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai teladan akhlaq umat. Allahumasholi a’la saidina Muhammad wa ala saidina Muhammad. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan penulis untuk meraih gelar sarjana hukum. Untuk memenuhi kewajiban tersebut, maka penulis menyusun skripsi yang diberi judul : PEMBERLAKUAN BEBAS VISA BAGI NEGARA-NEGARA ANGGOTA ORGANISASI KONFERENSI ISLAM (OKI) MENURUT TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL. Berpedoman pada judul tersebut, penulis menyadari di dalam pelaksanaan penulisan karya tulis / skripsi ini banyak mengalami kesulitan dan hambatan. Namun berkat bimbingan serta arahan dari dosen pembimbing maka penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam hal penelitian skripsi ini tidak luput dari kekurangan-kekurangan. Maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan skirpsi ini dimasa yang akan datang. Dalam penelitian skripsi ini penulis menerima banyak bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
Universitas Sumatera Utara

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Syafruddin, S.H., M.H., DFM., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 5. Ibu Dr. Chairul Bariah, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang sangat berjasa dan membantu penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar. 6. Bapak Dr. Sutiarnoto S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini serta telah meluangkan waktu dan pemikiran dalam membimbing penulis menyelesaikan skirpsi ini. 7. Bapak Arif, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini serta telah banyak meluangkan waktu, pemikiran dalam membimbing penulis menyelesaikan skirpsi ini. 8. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak wawasan kepada penulisa dalam proses penulisan skripsi ini. 9. Bapak Alwan, S.H, M.Hum selaku dosen pembimbing akademik penulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara

10. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan dan motivasi kepada penulis ketika menjalani kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 11. Terima kasih teristimewa penulis ucapkan kepada keluarga penulis, Ayahanda (Alm. H. Rachmad Suprapto, S.H) untuk kasih sayang dan nasehat-nasehat yang telah diberikan kepada penulis untuk menjadi pribadi yang selalu pandai bersyukur, dan Ibunda (Hj. Syarifah Nasution, S.Pd) guru pertama penulis yang senantiasa sabar dalam merawat anak-anaknya, terimakasih penulis ucapkan untuk doa, kesabaran, dan kasih sayang Ibunda kepada penulis. Terimakasih penulis ucapkan untuk saudara-saudara penulis Annisa Pratiwi (include bang Zul dan Farhan ponakan), kakak yang selalu memberikan motivasi dan bimbingan serta “donatur” kepada penulis. Fuad Hidayat, abang penulis yang sering memberi “petuah” kepada penulis. Shafia Marwah, adik penulis yang selalu membantu penulis dan penulis pun membantu membuat pr-nya.Haha 12. Terimakasih untuk keluarga besar kakek dan nenek penulis (Alm) Ibrahim Haluddin & (Almrh) Raden Sukaesih dan (Alm) H.Amiruddin Nst & Adamah Nst. Serta Om dan Tante penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu, sepupu dan para saudara penulis lainnya, terimakasih untuk dukungan dan doanya kepada penulis. 13. Terimakasih untuk teman-teman penulis Azirah, Aja Chairina Rahmah,Shofa Husra dan Dila Armaya untuk pengertian dan bantuannya di kampus, temanteman praktek klinis hukum (Perdata,Pidana,PTUN) penulis, San Franciscoclassmate dan teman-teman sekelas penulis Grup A stambuk 2011 Fakultas
Universitas Sumatera Utara

Hukum Universitas Sumatera Utara (ika,titi,ozan,agik,aris,piki,reza,stela,..) yang bersama-sama dengan penulis belajar dari awal tentang Hukum selama perkuliahan. 14.Terimakasih penulis ucapkan untuk teman-teman, senioren dan junior penulis di organisasi Mushola BTM Aladinsyah S.H (mimi,diba,dila,dita,yuli,pipit,dinda,liza),,ILSA stambuk 2011(virsa,nida,gennady, devi,liyak,astra,desi,sandi,milak,katy,nisa,mita,kokowil,vito.) dan PEMA Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, teman-teman SMA dan teman-teman penulis diluar kampus yang telah banyak memberi pengalaman dan bantuan kepada penulis namun tidak dapat disebutkan satu persatu. Makasiya wei. 15. Terimakasih juga penulis ucapkan untuk para guru penulis di SD, SMP, SMA dan guru pendidikan non-formal yang telah memberikan ilmunya kepada penulis serta pihak-pihak yang telah berbagi informasi dan literatur dengan penulis untuk menyelesaikan skirpsi ini. Terimakasih banyak !
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)”. (Q.S Ar-Rahman: 60-61)
Medan, Maret 2015
Penulis
Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR…………..………………………………………………...i DAFTAR ISI……………………………………………………………..….……v ABSTRAK………………………………………………………………..……..vii BAB I PENDAHULUAN...……………………………………………………...1
A.LATAR BELAKANG…………………………………………………...1 B.PERUMUSAN MASALAH……………………………………………..7 C.TUJUAN PENULISAN……………………………………………….…7 D.MANFAAT PENULISAN………………………………………….…...9 E.METODE PENELITIAN………………………………………….……10 F.KEASLIAN PENULISAN…………………………………………...…12 G.SISTEMATIKA PENULISAN………………………………………....13 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG VISA DALAM LINGKUP INTERNASIONAL…………………….......................................................16 A.VISA………………………………………………………….…..…….16
1.PENGERTIAN VISA…………………………………………..……16
Universitas Sumatera Utara

2.SEJARAH PENGGUNAAN VISA DALAM LINGKUP INTERNASIONAL…………………………………….…………..17
3.PROSEDUR UNTUK MEMPEROLEH VISA…………….………22 4.JENIS-JENIS VISA DAN JANGKA WAKTUNYA……….……...25 5.DASAR HUKUM VISA DI INDONESIA…………………………31 BAB III TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP ORGANISASI INTERNASIONAL DAN ORGANISASI KONFERENSI ISLAM (OKI)………………………………………………………………...36 A.ORGANISASI INTERNASIONAL………………………………….36 1.PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ORGANISASI
INTERNASIONAL MENURUT HUKUM INTERNASIONAL….36 2.ORGANISASI INTERNASIONAL SEBAGAI SUBJEK
HUKUM INTERNASIONAL……………………………..………47 B.ORGANISASI KONFERENSI ISLAM (OKI)………………………59
1.SEJARAH OKI DAN KEANGGOTAAN INDONESIA DI OKI..59 2.HUBUNGAN DIPLOMASI INDONESIA DENGAN
NEGARA-NEGARA ANGGOTA OKI……………………..…....71 BAB IV PEMBERLAKUAN BEBAS VISA BAGI NEGARA-NEGARA
Universitas Sumatera Utara

ANGGOTA ORGANISASI KONFERENSI ISLAM……………..………73 1.DASAR HUKUM PEMBERLAKUAN BEBAS VISA BAGI NEGARANEGARA ANGGOTA OKI……………………….………….…..…73 2.TINJAUAN HUKUM DIPLOMATIK TERHADAP PEMBERLAKUAN BEBAS VISA BAGI NEGARA-NEGARA ANGGOTA OKI…...….78 3.DAMPAK PEMBERLAKUAN BEBAS VISA UNTUK NEGARA-NEGARA ANGGOTA OKI BAGI INDONESIA….….....79
BAB V PENUTUP……………………………………………………….……82 A.KESIMPULAN……………………………………………………….82 B.SARAN……………………………………………………………….84
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara


PEMBERLAKUAN BEBAS VISA BAGI NEGARA-NEGARA ANGGOTA ORGANISASI KONFERENSI ISLAM (OKI) MENURUT TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL
*) Sutiarnoto, SH, M.Hum
**) Arif, SH, M.Hum
***) Nurul Pertiwi
ABSTRAK
Indonesia dipilih menjadi tuan rumah penyelenggara Konferensi Internasional Wisata Syariah “The 1st OIC Internasional Forum on Islamic Tourism” pada 2-3 Juni 2014 di Jakarta. Konferensi Internasional ini melahirkan rekomendasi agar pelaksanaan kebijakan bebas visa bagi negara anggota dapat direalisasikan. Mengingat bahwa kerangka kerja terhadap bebas visa ini telah tertuang dalam Framework for Development and Cooperation in The Domain of Tourism Between OIC Member States 2008-2018.
Poin penting yang menjadi rumusan masalah yakni sejarah penggunaan visa dan instrumen hukumnya di dalam lingkup internasional dan di Indonesia. Kedudukan Organisasi Internasional sebagai subjek Hukum Internasional serta urgensi dari pemberlakuan bebas visa ini bagi negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI), menjadi poin utama penulisan ini.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yakni melalui proses penelitian terhadap bahan pustaka yang kemudian di analisa berdasarkan kaitannya dengan rumusan permasalahan.
Rekomendasi pembebasan visa ini bertujuan untuk mempermudah mobilitas dari warga negara masing-masing negara anggota, yang berdampak pada peningkatan wisata yang bernilai ekonomis dan meningkatkan kedekatan hubungan antara negara anggota. Yang akan ditindaklanjuti dengan perjanjian bilateral antar negara anggota OKI untuk merealisasikan bebas visa ini. Maka pemerintah Indonesia perlu menerapkan prioritas negara anggota OKI manasajakah yang terlebih dahulu dapat menikmati kebijakan bebas visa ini. Jika pembebasan visa ini ditujukan untuk meningkatkan wisatawan asing datang ke Indonesia. Pemerintah perlu mempersiapkan infrastruktur dan kebijakan lain yang perlu diterapkan dalam internal industri pariwisata di Indonesia.1
Kata Kunci : Bebas Visa, Organisasi Konferensi Islam, Pariwisata. *) Dosen Pembimbing I **) Dosen Pembimbing II ***) Mahasiswa Fakultas Hukum USU
Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

PEMBERLAKUAN BEBAS VISA BAGI NEGARA-NEGARA ANGGOTA ORGANISASI KONFERENSI ISLAM (OKI) MENURUT TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL
*) Sutiarnoto, SH, M.Hum
**) Arif, SH, M.Hum
***) Nurul Pertiwi
ABSTRAK
Indonesia dipilih menjadi tuan rumah penyelenggara Konferensi Internasional Wisata Syariah “The 1st OIC Internasional Forum on Islamic Tourism” pada 2-3 Juni 2014 di Jakarta. Konferensi Internasional ini melahirkan rekomendasi agar pelaksanaan kebijakan bebas visa bagi negara anggota dapat direalisasikan. Mengingat bahwa kerangka kerja terhadap bebas visa ini telah tertuang dalam Framework for Development and Cooperation in The Domain of Tourism Between OIC Member States 2008-2018.

Poin penting yang menjadi rumusan masalah yakni sejarah penggunaan visa dan instrumen hukumnya di dalam lingkup internasional dan di Indonesia. Kedudukan Organisasi Internasional sebagai subjek Hukum Internasional serta urgensi dari pemberlakuan bebas visa ini bagi negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI), menjadi poin utama penulisan ini.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yakni melalui proses penelitian terhadap bahan pustaka yang kemudian di analisa berdasarkan kaitannya dengan rumusan permasalahan.
Rekomendasi pembebasan visa ini bertujuan untuk mempermudah mobilitas dari warga negara masing-masing negara anggota, yang berdampak pada peningkatan wisata yang bernilai ekonomis dan meningkatkan kedekatan hubungan antara negara anggota. Yang akan ditindaklanjuti dengan perjanjian bilateral antar negara anggota OKI untuk merealisasikan bebas visa ini. Maka pemerintah Indonesia perlu menerapkan prioritas negara anggota OKI manasajakah yang terlebih dahulu dapat menikmati kebijakan bebas visa ini. Jika pembebasan visa ini ditujukan untuk meningkatkan wisatawan asing datang ke Indonesia. Pemerintah perlu mempersiapkan infrastruktur dan kebijakan lain yang perlu diterapkan dalam internal industri pariwisata di Indonesia.1
Kata Kunci : Bebas Visa, Organisasi Konferensi Islam, Pariwisata. *) Dosen Pembimbing I **) Dosen Pembimbing II ***) Mahasiswa Fakultas Hukum USU
Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG VISA DALAM LINGKUP
INTERNASIONAL
A. Visa
1. Pengertian Visa
Visa menurut etimologi katanya berasal dari bahasa Latin yakni carta vīsa yang secara lengkap dapat dijabarkan sebagai berikut :
from Modern Latin charta visa "verified paper," literally "paper that has been seen,". past participle of Latin videre "to see" (see).18 Sedangkan beberapa pengertian lain tentang visa yang diperoleh sebagai berikut :
A stamp or mark put in your passport by officials of a foreign country that gives you permission to enter, pass through or leave their country.19 Is conditional authorization given by a competent authority of country for a person who is not a citizen of that country to enter its territory and to remain there for limited duration.20 The visa is a document issued in the country of origin (or residence) of the individual by the authorities of the state to which he or she wishes to go.21
18 http://dictionary.com/reference/browse/visa diakses tanggal 22 Oktober 2014 19 Oxford Advanced Learner’s Dictionary International Student’s Edition,2003.Oxford
University Press.New York 20 http://wikipedia.org/wiki/visa-document diakses tanggal 22 Oktober 2014 21 Elspeth Guild, Security and Migration in the 21st Century.2009, Polity Press : Cambridge UK
hal 118
Universitas Sumatera Utara

Undang-undang tentang Keimigrasian Indonesia juga memberikan pengertian tentang Visa Republik Indonesia yang selanjutnya disebut visa yaitu, keterangan tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang di Perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia yang memuat persetujuan bagi Orang Asing untuk melakukan perjalanan ke Wilayah Indonesia dan menjadi dasar untuk pemberian Izin Tinggal.22
Terdapat banyak definisi mengenai visa yang diperoleh dari bahasa asing, karena umumnya mereka telah terlebih dahulu mengenal dan menerapkan penggunaan visa dalam lalu-lintas antar negara mereka. Penggunaan visa ini tidak terlepas hubungannya dengan hubungan internasional maupun diplomasi antar negara yang melahirkan kebijakan-kebijakan mengenai visa yang di kenal dalam lingkup Internasional.

2. Sejarah Penggunaan Visa dalam Lingkup Internasional
Sejarah penggunaan dokumen perjalanan pada masa lampau melahirkan apa yang kemudian disebut dengan paspor dan atau visa yang wajib dimiliki oleh seseorang ketika akan memasuki wilayah negara selain dari negara asalnya. Hubungan antar negara yang satu dengan negara lainnya serta sistem hukum keimigrasian yang diterapkan oleh suatu negara mempunyai peran yang dominan terhadap aturan pemberlakuan visa bagi orang asing di yang akan memasuki wilayah negaranya.
22 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, Pasal 1 poin 18
Universitas Sumatera Utara

Beberapa rujukan menyatakan bahwa penggunaan pertama sekali surat maupun dokumen tertulis lainnya yang dibawa oleh seseorang dalam melakukan perjalanannya memasuki wilayah kekuasaan penguasa lain telah ada pada tahun sekitar 450SM. Dalam kisah tersebut dinyatakan bahwa Nehemiah, seorang pejabat kerajaan dari Kerajaan Persia Kuno, memohon izin untuk pergi ke Judah. Raja Artaxerxes yang merupakan Raja Persia Kuno tersebut menyetujui permohonannya dan memberikan sebuah surat “to the governors of the province beyond the river” yang berisi permintaan untuk menjamin keamanan Nehemiah ketika melakukan perjalanan ke daerah dibawah kekuasaan penguasa tersebut .23
Literatur lain menyebutkan bahwa awalnya dokumen perjalanan itu adalah :
“The travel document is issued by the state origin and it is within the interstate system that the recognition of an entity as capable of issuing a valid travel document to its national is regulated.”24 Sejarah juga menjabarkan bahwa saat pemerintahan Raja Louis XIV dari Prancis, beliau membuat “letter of request” yang sangat terkenal. Dalam 100 tahun sejak diberlakukannya paspor pada pemerintahan Raja Louis XIV tersebut, hampir seluruh negara eropa kemudian menerapkan sistem dikeluarkannya dokumen perjalanan yakni paspor. Dikutip dari sebuah buku karya Adam I. Muchmore sebagai berikut :
“By the eighteenth century, however, the term had developed into something more analogous to what we refer to as a “visa” today, that is, a
23 http://www.cic.gc.ca/english/games/teacher-corner/history-passports.asp diakses tanggal 26 November 2014
24 Elspeth Guild, Security And Migration in the 21st Century,2009.Polity Press. Cambridge UK hal 118
Universitas Sumatera Utara

document issued to aliens for travel or sojourn within the territory of the issuing state.”25
Hal lain yang mendorong penggunaan paspor dan atau visa adalah meningkatnya popularitas melakukan perjalanan dengan kereta api pada pertengahan abad ke-19, sehingga memberikan pengaruh terhadap meningkatnya pariwisata di Eropa. Hal ini mengakibatkan sebuah masalah yakni kerumitan sistem paspor dan visa di negara Eropa. Untuk menjawab krisis tersebut, Prancis kemudian menghapuskan penggunaan paspor dan visa pada tahun 1861.26 Banyak negara eropa lain yang mengikuti langkah Prancis ini, dan pada tahun 1914 paspor dihilangkan dalam prakteknya di setiap tempat manapun di Eropa sebagai persyaratan memasuki negara lain. Namun akibat terjadinya Perang Dunia I membawa perubahan terkait keamanan internasional, sehingga paspor dan visa kembali lagi menjadi syarat yang diperlukan untuk bepergian meskipun sebagai langkah sementara pada saat itu. Pecahnya Perang Dunia I juga sangat berdampak terhadap keimigrasian global yang memaksakan kewajiban baru di dalam pelayanan imigrasi. Salah satu contoh ketika Amerika Serikat mengeluarkan aturan keimigrasian pada tahun 1921 dan tahun 1924 yang bertujuan untuk membatasi pendatang sehingga memberikan aturan baru yang membatasi jumlah visa yang diberikan kepada seseorang. Aturan ini berlaku di setiap kantor perwakilannya di negara lain maupun yang berada di Amerika Serikat sendiri.
25 Adam I. Muchmore, Passports And Nationality in International, 2004.University of California. California hal 319
26 Ibid
Universitas Sumatera Utara

Bahwa imigrasi Amerika Serikat saat itu hanya menerima pendatang yang tiba dengan visa yang sah dan masih berlaku.

Di Indonesia sendiri terdapat peristiwa yang berkaitan dengan penggunaan surat dokumen perjalanan yang digunakan untuk berpergian ke Luar Negeri. Saat itu ketika Indonesia melakukan pembelian senjata sebagai persediaan menghadapi Blokade Belanda, Abu Bakar Lubis melakukan perjalanan ke Thailand tanpa menggunakan paspor, ia hanya membawa Surat Jalan yang ditandantangani oleh Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta.27
Selanjutnya terdapat perbedaan signifikan dari pengunaan visa pada masa lampau dengan penggunaanya saat ini. Awalnya penggunaan visa maupun travel document, diperlukan seseorang untuk memberikan perlindungan dan kenyamanan dalam perjalanannya ketika memasuki wilayah negara lain, sedangkan saat ini penggunaan visa digunakan sebagai salah satu bagian dalam sistem keamanan yang diberlakukan suatu negara kepada orang asing yang akan berkunjung ke negaranya. Penggunaan visa bagi orang asing dalam mobilitas antar negara adalah sebagai langkah awal untuk menjamin keamanan suatu negara dari ancaman luar negaranya. Dengan cara hanya memperbolehkan pendatang yang telah mempunyai visa yang sah memasuki wilayah negaranya, sehingga dapat memperkecil dampak negatip dari mobilitas orang asing ini. Mengurangi tingkat kejahatan Internasional, mencekal kedatangan orang asing yang dianggap merugikan bagi negara yang akan dikunjunginya.
27 Imam Santoso, Lintas Sejarah Imigrasi Indonesia, 2005.Dirjen Imigrasi Depkumham.Jakarta
Universitas Sumatera Utara

Penggunaan visa telah menjadi syarat utama ketika teknologi dan kemajuan transportsasi telah menjadikan dunia menjadi global village. Setiap negara mempunyai wewenang untuk membuat regulasi terkait pengaturan visa bagi orang asing yang memasuki wilayah negaranya, yang disesuaikan dengan kebijakan politik luar negeri masing-masing dari negara tersebut. Di Indonesia yang menerapkan asas selektif satu pintu dalam hukum keimigrasiaannya. Sehingga hanya memperbolehkan orang asing yang telah terlebih dahulu mendapatkan visa yang sah, bebas dari daftar pencekalan orang asing, dan mematuhi aturan yang berlaku yang diizinkan memasuki wilayah negara Indonesia.
Terdapat beberapa peraturan umum tentang Visa yang menjadi acuan bagi negara-negara dalam menerapkan aturan visa di negaranya yakni Paris Conference on Passports and Customs Formalities pada tahun 1920 yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada konferensi ini memberi penjelasan tentang aturan teknis tentang paspor dan visa di dalamnya. Selain itu aturan yang dikeluarkan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization) di dalam Machine Readable Travel Document doc 9303 bagian 2 tentang Visa juga memberikan aturan terhadap bagaimana bentuk visa yang dijadikan acuan umum di dunia internasional. Kewajiban penggunaan visa dalam perjalanan antar negara juga untuk mencegah terjadinya kejahatan antar negara yang tertera dalam United Nation Convention on Transnational Organized Crime Anti-Smuggling Protocol dan United Nation Security Council Resolution 1373 yang dibuat di tahun 2001. Sedangkan peraturan khusus mengenai visa, dibuat
Universitas Sumatera Utara

oleh masing-masing negara dengan perjanjian bilateral atau multilateral dengan negara yang bersangkutan maupun hasil dari kesepakatan organisasi internasional dimana negara tersebut menjadi anggotanya.
3. Prosedur untuk Memperoleh Visa
Tujuan dari diperlukannya visa adalah untuk terciptanya tertib adminitrasi selain juga merupakan kebijakan untuk menjaga keamanan suatu negara yang diberlakukan kepada orang asing yang akan memasuki wilayah negaranya. Setiap negara mempunyai prosedur tersendiri dalam pengurusan visa. Ada negara yang mengharuskan permohonan visa dengan prosedur konvensional maupun dengan prosedur online, seperti Turki yang menerapkan sistem online dengan tiga langkah praktis untuk mendapatkan visa wisata ke negara ini yang dapat diakses oleh pemohon visa di (http://www.evisa.gov.tr). Selain pengurusan visa secara online masih terdapat prosedur konvensional yang mengharuskan seseorang mengurus langsung visa yang dibutuhkannya di Kantor Perwakilan Negara (Konsulat) yang akan di kunjungi yang berlokasi di negaranya. Terkecuali untuk Visa on Arrival yang dapat dilakukan setibanya di bandara udara maupun di pelabuhan dari negara yang dituju, berdasarkan peraturan yang berlaku di negara tersebut. Prosedur permohona visa yang diterapkan oleh negara-negara untuk memperoleh visa tergantung dari peraturan keimigrasiaan yang diterapkan di negara tersebut. Namun dapat dijabarkan secara umum persyaratan apa saja yang diperlukan untuk mengurus visa yakni sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara

a. Pemohon visa datang ke Kantor Perwakilan Negara Asing (negara tujuannya) yang berada di wilayah negara pemohon. Jika tidak ada, dapat mengajukan di negara lain yang mempunyai kantor perwakilan negara yang dituju tersebut.
b. Pemohon mengisi identitas pemohon pada formulir yang ditentukan, dan melampirkan persyaratan berupa :
1) Paspor Asli atau Dokumen Perjalanan yang sah dan berlaku; (umumnya masih berlaku minimal 6 atau 8 bulan);
2) Tiket untuk berangkat dan kembali, atau bukti lain untuk melakukan perjalanan ke negara tujuan;
3) Pasfoto pemohon dengan ukuran yang bervariasi tergantung kebijakan negara yang dituju;
4) Keterangan jaminan tersedianya biaya hidup selama berada di negara tujuan, beberapa negara sangat ketat meminta pemohon untuk melampirkan rekening pemohon untuk melihat kemampuan finasialnya;

5) Keterangan dari sponsor ataupun perusahaan jika mengurus visa untuk kepentingan bisnis;
6) Untuk anak dibawah usia dewasa (ditentukan batas usianya oleh masing-masing negara) harus melampirkan akte lahir maupun keterangan lain dan didampingi orangtua untuk izin melakukan permohonan visa;
Universitas Sumatera Utara

7) Membayar biaya yang ditentukan sesuai jenis visa menurut ketentuan yang berlaku di negara tujuan;
8) Setelah semua berkas diperiksa dan dinyatakan berkas pemohon telah lulus uji berkas, maka pemohon akan melakukan tahap berikutnya yakni wawancara;
Diterima atau tidak permohonan visa sangat tergantung pada kelengkapan berkas dan penilaian pewawancara yang dilakukan oleh staf dari Kantor Perwakilan negara asing tersebut. Jika permohonan visa anda diterima maka mereka kemudian akan menempelkan stiker visa di paspor pemohon. Namun jika ditolak maka anda harus mengulangi lagi tahap tersebut dilain waktu dengan catatan bahwa uang administrasi yang telah anda bayarkan tidak dapat dimintakan kembali.
Setiap prosedur permohonan visa merupakan wewenang masing-masing negara dalam tertib administrasi dan kebijakan keamanaan terhadap orang asing yang berkunjung ke negaranya. Orang asing yang masuk ke wilayah Indonesia yang dikecualikan tidak harus memiliki visa diantaranya warga negara asing dari negara-negara yang berdasarkan Keputusan Presiden tidak diwajibkan untuk memiliki visa.28 Dalam hal prosedur permohonan visa ini akan diproses dengan ketentuan waktu yang ditetapkan oleh masing-masing negara. Visa yang telah diberikan kepada pemohon juga harus dipergunakan sebelum batas berlakunya habis. Pemberian visa kepada orang asing ini juga telah di kategorikan berdasarkan tujuan dan jangka waktu pemohon visa.
28 Sihar Sihombing,SH.,M.M, Hukum Imigrasi ,2009. Nuansa Aulia.Bandung hal 53
Universitas Sumatera Utara

4. Jenis-jenis Visa dan Jangka Waktunya
Jenis visa yang diberikan serta jangka waktunya ditentukan berdasarkan tujuan pemohon visa mengunjungi negara tersebut. Secara umum penggolongan visa yang dipergunkan dalam lingkup internasional yaitu visa diplomatik yang ditujukan untuk kepentingan diplomatik, visa dinas dan visa biasa. Selain itu terdapat juga jenis visa berdasarkan jangka waktunya yang dapat dipergunakan hanya satu kali pemakaian (single visa) dan dengan beberapa kali pemakaian (multiple visa). Di dalam penelitian ini hanya akan membahas jenis visa biasa yang ditujukan kepada warga negara asing dengan tujuan wisata ke negara lain. Visa jenis ini mempunyai hubungan dengan rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu mengenai pemberlakuan bebas visa bagi negara-negara anggota Organsasi Kerjasama Islam. Karena itu akan dikaitkan dengan aturan visa yang ada di Indonesia yaitu Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor : F434.IZ.01.10 Tahun 2006 tentang Bentuk, Ukuran, Redaksi, Jenis dan Indeks, serta Peneraan Visa. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan salah satu negara anggota OKI yang mempunyai kewajiban untuk menerapkan kebijakan bebas visa tersebut.
Menurut Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor : F-434.IZ.01.10 Tahun 2006 tentang Bentuk, Ukuran, Redaksi, Jenis dan Indeks, serta Peneraan Visa dalam Pasal 4 menyebutkan bahwa jenis visa terdiri dari :
a. Visa Singgah; b. Visa Kunjungan;
Universitas Sumatera Utara

c. Visa Tinggal Terbatas; d. Visa Kunjungan beberapa kali perjalanan.
Kemudian untuk memperjelas mengenai pengertian jenis-jenis visa ini dijabarkan sebagai berikut :
a. Visa Singgah Yaitu visa yang dipergunakan untuk keperluan yang meliputi semua aspek yang berkaitan dengan kegiatan untuk singgah guna meneruskan perjalanan ke negara lain, bergabung dengan alat angkut yang berada di wilayah Indonesia dan karena keadaan darurat yang menyangkut alat angkut, cuaca dan sebab-sebab lain yang menyebabkan tertundanya perjalanan dan diberikan paling lama 14 (empat belas) hari.

b. Visa Kunjungan Merupakan visa yang dipergunakan untuk keperluan tidak bekerja yang kegiatannya meliputi semua aspek yang berkaitan dengan pemerintahan, kepariwisataan, sosial budaya, dan kegiatan usaha, diberikan paling lama 60 (enam puluh) hari, seperti kunjungan : a. Kerjasama antara pemerintah negara lain dengan Negara Indonesia; b. Wisata; c. Keluarga atau sosial; d. Antar lembaga pendidikan; e. Mengikuti pelatihan singkat; f. Jurnalistik yang telah mendapat izin dari Instansi yang berwenang;
Universitas Sumatera Utara

g. Pembuatan film yang tidak bersifat komersial dan telah mendapatkan dari instansi yang berwenang;
h. Melakukan pembicaraan bisnis, seperti transaksi jual beli barang dan jasa serta pengawasan kualitas barang atau produksi;
i. Memberikan ceramah atau mengikuti seminar yang tidak bersifat komersil dalam bidang sosial, budaya maupun pemerintah, setelah mendapat izin dari instansi yang bersangkutan;
j. Mengikuti pameran Internasional yang tidak bersifat komersil; k. Mengikuti rapat yang diadakan dengan kantor pusat atau perwakilannya
di Indonesia.
c. Visa Kunjungan beberapa kali Perjalanan Dipergunakan untuk keperluan tidak bekerja yang meliputi semua aspek yang berkaitan dengan kegiatan pemerintahan, kepariwisataan, sosial budaya, dan kegiatan usaha, seperti yang memerlukan beberapa kali kunjungan ke Indonesia dalam waktu paling lama 1 (satu) , dengan jangka waktu setiap kali kunjungan tidak melebihi dari 60 (enam puluh) hari, seperti kunjungan : a. Kerjasama antara pemerintah negara lain dengan negara Indonesia; b. Wisata; c. Keluarga atau sosial; d. Antar lembaga pendidikan;
Universitas Sumatera Utara

e. Mengikuti pelatihan singkat; f. Melakukan pembicaraan bisnis, seperti transaksi jual beli barang
dan jasa serta pengawasan kualitas barang atau produksi; g. Memberikan ceramah atau mengikuti seminar yang tidak bersifat
komersil dalam bidang sosial, budaya maupun pemerintah, setelah mendapat izin dari Instansi yang bersangkutan; h. Mengikuti rapat yang diadakan oleh kantor pusat atau perwakilannya di Indonesia. d. Visa Kunjungan Saat Kedatangan Dipergunakan untuk keperluan yang meliputi semua aspek pemerintahan, kepariwisataan, sosial budaya, dan kegiatan usaha, yang diberikan pada saat kedatangannya di wilayah Indonesia dengan jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari, seperti kunjungan : a. Kerjasama antara pemerintah negara lain dengan negara Indonesia; b. Wisata; c. Keluarga atau sosial; d. Antar lembaga pendidikan; e. Mengikuti pelatihan singkat; f. Jurnalistik yang telah mendapat izin dari instansi yang berwenang; g. Pembuatan film yag tidak bersifat komersial dan telah mendapat izin dari instansi yang berwenang; h. Melakukan pembicaraan bisnis, seperti transaksi jual beli barang dan jasa serta pengawasan kualitas barang atau produksi;
Universitas Sumatera Utara

i. Memberikan ceramah atau mengikuti seminar yang tidak bersifat komersil dalam bidang sosial, budaya maupun pemerintah, setelah mendapat izin dari Instansi yang bersangkutan;
j. Mengikuti pameran internasional yang tidak bersifat komersil; k. Mengikuti rapat yang diadakan oleh kantor pusat atau
perwakilannya di Indonesia.
e. Visa Tinggal Terbatas Visa ini dapat dipergunakan untuk keperluan bekerja dan keperluan lain yang yang bersifat tidak bekerja : E1. Visa Tinggal Terbatas untuk keperluan bekerja : a. Bekerja sebagai tenaga kerja ahli anggota World Trade Organization (WTO) dengan Izin Tinggal Terbatas untuk jangka waktu 2 (dua) tahun. b. Bekerja sebagai tenaga ahli dengan Izin Tinggal Terbatas untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun, seperti : 1. Kerjasama perseorangan dengan Pemerintah Indonesia; 2. Kerjasama organisasi non pemerintah dengan Pemerintah Indonesia; 3. Kerjasama antara Badan Usaha Swasta Asing dengan Pemerintah Indonesia; 4. Bergabung untuk bekerja diatas kapal atau alat apung yang beroperasi di wilayah perairan nusantara, laut territorial atau pada

Universitas Sumatera Utara

instansi landas kontinen serta pada Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dengan Izin Tinggal Terbatas; 5. Melaksanakan tugas sebagai rohaniawan; 6. Melakukan kegiatan yang berkaitan dengan profesi dengan menerima bayaran seperti olahraga, artis, hiburan, pengobatan, konsultan, pengacara, perdagangan dan kegiatan profesi lainnya yang telah memperoleh izin dari Instansi berwenang; 7. Mengikuti pameran internasional yang bersifat komersil; 8. Memberikan bimbingan, penyuluhan dan latihan dalam penerapan dan inovasi teknologi industri untuk meningkatkan mutu dan desain produk serta kerjasama pemasaran luar negeri bagi Indonesia; 9. Melakukan kegiatan dalam rangka pembuatan film yang bersifat komersial dan telah mendapatkan izin dari instansi yang berwenang. E.2 Visa Tinggal Terbatas untuk keperluan lain yang bersifat tidak bekerja : a. Penanaman Modal Asing dengan Izin Tinggal Terbatas untuk jangka waktu 1 (satu) tahun; b. Penanaman Modal Asing dengan Izin Tinggal Terbatas untuk jangka waktu 2 (dua) tahun; c. Mengikuti latihan, dan penelitian ilmiah dengan Izin Tinggal Terbats untuk jangka waktu 1 (satu) tahun; d. Mengikuti pendidikan dengan Izin Tinggal Terbatas untuk jangka waktu 2 (dua) tahun;
Universitas Sumatera Utara

e. Penyatuan keluarga dengan Izin Tinggal Terbatas untuk jangka waktu 1 (satu) tahun;
f. Repatriasi dengan Izin Tinggal Terbatas untuk jangka waktu 1 (satu) tahun;
g. Lanjut usia dengan Izin Tinggal Terbatas untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
5. Dasar Hukum Visa di Indonesia
Regulasi mengenai visa di Indonesia berada dilingkup hukum keimigrasian Indonesia. Peraturan hukum mengenai visa yang pertama sekali berlaku di Indonesia, tidak dapat dipisahkan pengaruhnya dari pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia. Bagaimanapun terdapat kaitan yang erat antara sejarah dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Pada masa pemerintahan kolonial memang sudah ada pengaturan kebijakan keimigrasian mengenai keberadaan orang asing sejak saat masuk, saat melintasi batas negara, dan saat berada di Hindia Belanda. Namun, tentunya semangat pengaturan tersebut tidak berpihak kepada masyarakat yang ada di Hindia Belanda.29 Karena tentu saja kebijakan ini diperbuat untuk mengakomodasi kepentingan bangsa Belanda sepenuhnya.
29 Imam Santoso, Prespektif Imigrasi dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional, 2004. UI Press.Jakarta hal 63
Universitas Sumatera Utara

Di Indonesia pemeriksaan keimigrasian telah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Pada saat itu, terdapat badan pemerintah kolonial bernama Immigratie Dienst yang bertugas menangani masalah keimigrasian untuk seluruh kawasan Hindia Belanda. Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, namun baru pada tanggal 26 Januari 1950 Immigratie Dienst ditimbang-terimakan (serah terima) dari H. Breekland kepada Kepala Jawatan Imigrasi yang baru Mr. H.J Adiwinata.30
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian disahkan pada tanggal 31 Maret 1992 mengantikan lebih kurang enam peraturan keimigrasian, yaitu : 31
a. Toelatingsbesluit (S. 1916 No.47) diubah dan ditambah terakhir dengan S.1949 No.330 serta Toelatingsordonannantie (S. 1949 No. 331);
b. Undang-undang Nomor 42 Drt tahun 1950 tentang Bea Imigrasi (Lembaran Negara tahun 1953 No. 64, Tambahan Lembaran Negara No. 463);
c. Undang-undang Nomor 9 Drt tahun 1953 tentang Pengawasan Orang Asing (Lembaran Negara tahun 1953 No.64, Tambahan Lembaran Negara No. 463);
d. Undang-undang Nomor 8 Drt tahun 1955 tentang Tindak Pidana Imigrasi (Lembaran Negara thn 1953 No. 28, Tambahan Lembaran Negara No.807);
30 Ibid hal 17 31 Ibid hal 69

Universitas Sumatera Utara

e. Undang-undang Nomor 9 Drt tahun 1955 tentang Kependudukan Orang Asing (Lembaran Negara tahun 1953 No. 33, Tambahan Lembaran Negara No.807);
f. Undang-undang Nomor 14 Drt tahun 1959 tentang Surat Perjalanan Republik Indonesia (Lembaran Negara tahun 1959 No.56, Tambahan Lembaran Negara No. 1799). Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 dikeluarkan disaat yang hampir
bersamaan dengan kebijakan bebas visa kunjungan singkat. Kebijakan bebas visa kunjungan singkat ini diberikan secara bertahap kepada 48 negara yang dikeluarkan sejak tahun 1983, melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1983 tentang Bebas Visa Kunjungan Singkat, hal ini menyebabkan politik keimigrasian kembali bernuansa terbuka (open door policy). Akibatnya, walaupun secara de jure disyaratkan selektivitas dalam hal lalu-lintas orang asing yang keluar masuk wilayah Republik Indonesia, secara de facto wilayah Indonesia menjadi terbuka terhadap setiap kedatangan warga negara asing dari negara yang dinyatakan bebas visa oleh Indonesia. Perlu diketahui bahwa secara operasional peran keimigrasian tersebut dapat diterjemahkan ke dalam konsep “Trifungsi Imigrasi”. Konsep ini hendak menyatakan bahwa imigrasi berfungsi sebagai pelayanan masyarakat, penegakan hukum, dan keamanan.32
Politik hukum keimigrasian Indonesia meletakkan keseimbangan antara pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dan pendekatan keamanan
32 Ibid hal 21
Universitas Sumatera Utara

(security approach). Visa hanya diberikan pada orang asing yang ada manfaatnya bagi kepentingan nasional dan pembangunan.33
Beberapa petunjuk visa yang pernah berlaku : 1. Petunjuk Visa 1950 yang memuat jenis-jenis visa : Visa Diplomatik,
Visa Dinas, Visa Berdiam, Visa Kunjungan, Visa Transit, Visa untuk beberapa Perjalanan dan Visa atas Kuasa Sendiri. 2. Petunjuk Visa 1954 yang mulai berlaku sejak 1 Juni 1954 dengan menampilkan tiga jenis visa baru yaitu : Visa Kehormatan, Visa Berdiam Sementara, Visa Turis. 3. Petunjuk Visa 1957 yang mulai berlaku sejak 1 Oktober 1957 menampilkan satu jenis visa baru yaitu Visa Bebas Bea. Sehingga jenis Visa bagi perjalanan ke Indonesia meliputi : (Visa Diplomatik, Visa Kehormatan, Visa Bebas Bea, Visa Berdiam, Visa Kunjungan, Visa Turis,Visa Transit). 4. Petunjuk Visa 1974 yang mengalami perubahan melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Luar Negeri dan Menteri Kehakiman Nomor 10127/77/01 dan JM/3/25 tanggal 29 Oktober 1977. 5. Petunjuk Visa 1979 yang berlaku sejak 8 Agustus 1979, merupakan surat Keputusan Bersama Menteri Luar Negeri dan Menteri Kehakiman RI Nomor 1413/Ber/VIII/01 dan Nomor JM/1/23. Dengan Peraturan Visa 1979 Visa untuk perjalanan ke Indonesia dibedakan : a. Visa Diplomatik
33 Imam Santoso, Lintas Sejarah Imigrasi Indonesia, 2006.Direktorat Jendral Imigrasi Departemen Hukum dan HAM RI.Jakarta hal 129
Universitas Sumatera Utara

b. Visa Dinas c. Visa Biasa Selanjutnya Visa Biasa dibedakan atas maksud dan tujuannya dan terdiri dari : a. Visa Transit. b. Visa Kunjungan yaitu untuk kunjungan wisata, kunjungan usaha
dan kunjungan sosial budaya lainya. c. Visa Berdiam Sementara. Peraturan perundang-undangan keimigrasian di Indonesia saat ini adalah Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian.
Universitas Sumatera Utara

A. Latar Belakang


BAB I PENDAHULUAN

Indonesia merupakan sebuah negara yang berdaulat, maka sudah merupakan suatu kebutuhan untuk melakukan hubungan dengan negara lain baik dalam hubungan bilateral, multilateral maupun dengan organisasi-organisasi internasional. Indonesia merupakan salah satu negara anggota dari Organisasi Konferensi Islam (OKI), yang sejak 28 Juni 20112 telah berganti nama menjadi Organisasi Kerjasama Islam namun umumnya orang masih mengenalinya sebagai Organisasi Konferensi Islam karena itu penulis memilih untuk tetap menuliskannya Organisasi Konferensi Islam (OKI). OKI merupakan sebuah organisasi internasional yang pembentukannya dilatarbelakangi oleh isu agama yakni protes terhadap dibakarnya Masjid Al-Aqsa di Al Quds (Yerusalem) pada 21 Agustus 1969. Hal ini kemudian mendorong negara-negara Islam untuk menggalang kekuatan serta mematangkan sikap dalam rangka mengusahakan pembebasan Masjid Al-Aqsa. Maka dibentuklah organisasi ini yang juga bertujuan untuk mempererat hubungan dan eksistensi negara-negara Islam di lingkup dunia internasional.
Keanggotaan Indonesia di Organisasi Konferensi Islam adalah sesuatu yang unik. Meskipun telah terdaftar sebagai anggota OKI pada tahun 1969 dan disebut

2 www.oicoci.org/oicv2/topic/?t_id=5453&ref=2296&lan=en&x_key=28%20june%202011 diakses tanggal 25 November 2014

Universitas Sumatera Utara

sebagai salah satu dari negara pendiri OKI. Indonesia hingga saat ini belum menandatangai Piagam OKI sebagai salah satu syarat keanggotaannya. Namun Indonesia telah berpartisipasi langsung dalam kegiatan organisasi ini, sehingga Indonesia disebut sebagai partisipan aktif yang status, hak dan kewajibannya sama seperti negara anggota OKI lainnya.
Dalam Piagam OKI pertama disebutkan bahwa organisasi ini beranggotakan negara-negara yang turut serta dalam KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) I, dan atau yang berpartisipasi dalam KTM (Konferensi Tingkat Menteri) di Jeddah (Maret 1970), Karaci (Desember 1970) serta yang menandatangi dan mengesahkan Piagam OKI. Negara-negara Islam yang tidak memenuhi ketentuan tersebut dapat menjadi anggota jika mengajukan lamaran dan disetujui oleh sedikitnya dua pertiga anggota lainnya pada KTM pertama setelah lamaran itu diajukan. Panitia persiapan KTT I mengartikan Negara Islam adalah negara yang secara konstitusional Islam atau mayoritas penduduknya Islam.3
Bagaimana kemudian Indonesia tergolong sebagai negara pendiri Organisasi Konferensi Islam ? Dalam ketentuan Pasal VIII sebelum perubahan4 terdapat tiga kategori cara mendapatkan keanggotaaan secara otomatis, dalam hal ini Indonesia memenuhi poin ke-2 yang menyatakan semua negara yang berpartisipasi dalam Konferensi Tingkat Menteri Luar Negeri negara-negara Islam di Jeddah, Arab Saudi (23-25 Maret 1970), dan di Karachi, Pakistan (26-26
3 Mutammimul Ula, Indonesia dan Organisasi Konferensi Islam (OKI), 2009. Pustaka Inovasi. Jakarta hal 94
4 Ibid hal 53
Universitas Sumatera Utara

Desember 1970) dikategorikan sebagai negara pendiri OKI. Selain itu jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 207.176.162 jiwa5 beragama Islam menjadi faktor lain keistimewaan keanggotaan Indonesia sebagai negara anggota OKI.
Indonesia pertama sekali mengirim delegasi yang diketuai oleh Adam Malik pada KTT III di Jeddah, Saudi Arabia (1972) yang diberi perintah untuk meningkatkan kerjasama antar anggota OKI berdasarkan kerjasama yang setara dan Piagam PBB. Keanggotaan Indonesia ini dengan syarat “only involve in loose and non-binding way without involving Islamic sentiments.” Disebut partisipan aktif yang status hak dan kewajibannya sama seperti Negara-negara anggota lainnya.6 Delegasi ini menjadi tolak ukur langkah awal Indonesia untuk berpartisipasi dalam kegiatan OKI berikutnya. Dengan bergabung dengan OKI maka Indonesia dapat melaksanakan fungsi dalam menjaga perdamaian dunia, memperkuat kesetiakawanan dan menjalin kerjasama di berbagai bidang dengan negara-negara anggota OKI lainnya serta sebagai wadah untuk mengakomodir kepentingan-kepentingan Indonesia dengan penduduk yang mayoritas beragama Islam.
Keanggotaan Indonesia di OKI memiliki peranan yang krusial, hal ini dibuktikan dengan kinerja Indonesia sebagai pihak yang berperan aktif dalam agenda-agenda OKI bahkan menjadi tuan rumah penyelenggara Konferensi Internasional. Pada tanggal 2-3 Juni 2014, Indonesia dipilih menjadi tuan rumah
5 Badan Pusat Statistik sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321 diakses tanggal 25 November 2014
6 Mutammimul Ula, Opcit hal 95
Universitas Sumatera Utara

penyelenggara Konferensi Internasional Wisata Syariah “The 1st OIC Internasional Forum on Islamic Tourism (OIFIT 2014)” dengan tema “Islamic Tourism, The Prospects and Challenges”. Konferensi Internasional tersebut dihadiri oleh Menteri Luar Negeri maupun Kepala Negara perwakilan dari setiap negara-negara anggota OKI. Konferensi Internasional tersebut membahas hal-hal yang terkait untuk mendukung dilaksanakannya Pariwisata Syariah. Konferensi internasional wisata syariah merupakan yang pertama kali digelar di dunia. Ini sebagai tindaklanjut dari pertemuan para Menteri Pariwisata negara anggota OKI di Banjul, Gambia tanggal 6 Desember 2013. Pertemuan tersebut menggagas suatu forum yang akan membahas terkait pengembangan Wisata Syariah di antara negara anggota OKI.7 Forum ini diharapkan memacu industri wisata syariah.
Berdasarkan konteks ekonomi global secara umum, industri pariwisata telah menjadi salah satu industri paling dinamis. Sementara itu, fakta juga menunjukkan pariwisata berbasis syariah merupakan bagian penting dari kecenderungan ini. Mengutip pernyataan dalam pidato dari Mochtar Kusumaatmadja dalam acara The Role of Tourism in Preserving Nature and Cultural Heritage di Swiss tahun 1994 sebagai berikut ;
“The tourism industry is unique as an export-earner because only in this industry does the customer come to the place where the product is manufactured; only in this industry does the customer interact socially and culturally with the producers of that product (as seen in the guest-host
7 http://bisnis.com/indonesia-jadi-tuan-rumah-oifit-2014.htm diakses tanggal 30 Mei 2014
Universitas Sumatera Utara

relationship); and furthermore, the product produced is in fact an intangible one-the tourist experience itself”.8 Pengembangan pariwisata syariah telah menjadi agenda OKI dan muncul sebagai salah satu tema penting untuk mencapai pembangunan sosial-ekonomi. Oleh karena itu, kita menyadari betapa pentingnya potensi ini untuk dikelola dan dikembangkan sebaik-baiknya oleh negara-negara anggota OKI. Yang diperlukan adalah pengembangan konsep pariwisata syariah secara terpadu yang mencakup antar negara. Konsep ini tidak hanya berfokus pada pengembangan destinasi pariwisata tetapi juga pengembangan seluruh faktor pendukungnya yang menyangkut banyak sekali kegiatan turunannya.9
Konferensi Internasional “The 1st OIC Internasional Forum on Islamic Tourism (OIFIT 2014)” tersebut menghasilkan 13 rekomendasi terkait pengembangan Pariwisata Syariah salah satunya rekomendasi pembebasan visa bagi negara-negara anggota OKI. Pariwisata Syariah adalah konsep yang akan dilaksanakan untuk pengembangan pariwisata dimana sarana pendukung pariwisata tersebut haruslah bernilai syariah, sesuai dengan tata aturan syariat Islam. Seperti hotel, restoran dan prasarana pendukung destinasi wisata yang berlandaskan nilai islami. Hasil Konferensi Internasional tersebut harus ditaati Indonesia karena keanggotaannya di OKI, karena Organisasi Konferensi Islam termasuk kategori organisasi internasional yang merupakan salah satu subjek
8 Swiss-Indonesian Forum on Culture and International Tourism, The Role of Tourism in Preserving Nature and Cultural Heritage, 1995.Published by The Swiss National Tourist Office (SNTO).Zurich hal 32
9 wapres.go.id/index/preview/berita/24329 diakses tanggal 30 Oktober 2014. Disampaikan oleh Wakil Presiden RI Boediono pada Pidato Sambutan acara pembukaan The 1st OIC International Forum on Islamic Tourism 2014, tanggal 2 Juni 2014 di Jakarta
Universitas Sumatera Utara

Hukum Internasional. Maka aturan yang telah disepakati dan telah disahkan olehnya kemudian mempunyai akibat hukum yang mengikat bagi negara-negara anggotanya. Sebagaimana disebutkan bahwa salah satu rekomendasi OIFIT tersebut yaitu pemberlakuan bebas visa bagi negara-negara anggota OKI. Hal ini dianggap penting untuk mempermudah akses dan mendukung program Pariwisata Syariah tersebut. Saat ini dunia Internasional menyadari bahwa peningkatan arus lalu-lintas orang keluar-masuk suatu negara selain akan menimbulkan dampak positif yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi dan modernisasi, juga menimbulkan dampak negatif terhadap pola kehidupan dan tatanan sosial budaya yang diyakini akan mempengaruhi ketahanan nasional suatu negara secara makro.10 Maka rekomendasi pembebasan visa ini akan dikaji dalam lingkup kajian Hukum Internasional karena Organisasi Konferensi Islam merupakan subjek Hukum Internasional, maupun keterkaitannya dengan Hukum Diplomatik dan Hukum Keimigrasian khususnya di Indonesia. Karena itu penulis memilih judul “Pemberlakuan Bebas Visa bagi negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam ditinjau dari Hukum Internasional” untuk diteliti dengan metode hukum normatif. Sehingga akan diperoleh hasil penelitian yang akan bermanfaa