FUNGSI MEDIA KOMUNIKASI TRADISIONAL WAYANG KULIT DALAM ACARA RUWATAN ALAM (Studi Pada Tradisi Ruwatan Alam Di Desa Sendi, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto)

(1)

i FUNGSI MEDIA KOMUNIKASI TRADISIONAL WAYANG KULIT

DALAM TRADISI RUWATAN ALAM

(Studi Pada Tradisi Ruwatan Alam Di Desa Sendi, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Persyaratan untuk Mendapatkan Gelar Sarjana (S-1)

Disusun Oleh : RIZAL AMRULLOH

NIM : 08220366

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

vii ABSTRACT

Rizal Amrulloh,08220366

“LEATHER WAYANG” AS TRADITIONAL COMMUNICATION MEDIA FUNCTION IN “NATURE CEREMONY (RUWATAN)” (Study in “Nature Ceremony (Ruwatan)” tradition in Sendi Village, Pacet Sub-District, Mojokerto Regency)

Advisors: Nurudin, M.Si. dan Frida Kusumastuti, Dra., M.Si. Keywords: traditional communication media, leather wayang, Ruwatan

The research based on “Nature Ceremony (Ruwatan)” tradition

held in Sendi village, Pacet sub-district, Mojokerto Regency, where in such tradition, people use traditional communication media, which is

“leather wayang”. The research purpose is to reveal various thing related with leather wayang show functions. In “leather wayang” show practice,

it's not only art, but also support effective communication process to society. The research also expected to describe how those functions delivered to people in Sendi village.

Research method done in this research is qualitative research method. Where in this method, result served by researcher in discussion is written data describing about traditional communication media function in

“Nature Ceremony (Ruwatan)”in Sendi village, Pacet sub-district, Mojokerto Regency. Data are collected via direct observation and in-depth interview to research informers.

Research shows that function of “leather wayang” traditional communication media in “Nature Ceremony (Ruwatan)” is as social

function which connected directly with society in daily life, such as information delivery facility, entertainment, education, and social control.

Researcher

Rizal Amrulloh

Advisor I Advisor II


(8)

viii KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr. Wb.

Dengan selalu mengucap Alhamdulillahirobbil‟alamin, rasa syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan kuasa-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang dengan judul :

FUNGSI MEDIA KOMUNIKASI TRADISIONAL WAYANG KULIT DALAM TRADISI RUWATAN ALAM

(Studi Pada Tradisi Ruwatan Alam Di Desa Sendi, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur)

Tidak sedikit kesulitan dan rintangan yang penulis hadapi dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat terwujud tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih atas semua bantuan dan dorongan baik secara moral maupun materiil sehingga terselesaikannya skripsi ini, kepada :

1. Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW.

2. Kedua orang tua saya tercinta Bapak dan Ibu, beserta keluarga saya, terima kasih atas doa serta motivasi kepada saya sehingga dapat menyelesaikan kuliah dan menyusun penulisan skripsi ini.

3. Bapak Nurudin, M.Si. selaku dosen pembimbing I dan ibu Frida Kusumastuti, Dra., M.Si. selaku dosen pembimbing II yang telah sabar dalam menyampaikan


(9)

ix ilmu, memberikan pencerahan, bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat segera terselesaikan.

4. Segenap dosen pengajar Jurusan Ilmu Komunikasi yang telah mengamalkan ilmu pengetahuan dan pengalaman sebagai bekal saya untuk menapaki masa depan.

5. Seluruh penulis buku yang telah menjadi sumber inspirasi dan membantu dalam memberikan ilmu pengetahuan, wawasan serta pemahaman tentang segala hal yang terkandung dalam penulisan skripsi ini.

6. Para seluruh warga desa Sendi, khususnya para informan, bapak Jadi beserta keluarganya, Ki Ageng Pamungkas selaku penyelenggara acara ruwatan alam, dan juga ibu Tin yang memberikan banyak informasi mengenai bahan penelitian skripsi ini, saya ucapkan terima kasih karena telah bersedia memberikan waktu dan berbagi pengetahuan mengenai hal - hal terkait skripsi ini.

7. Seluruh teman - teman Ilmu Komunikasi angkatan 2008 yang bersedia membantu dalam kelancaran skripsi ini. Terima kasih atas bantuan dan dukungannya selama ini serta telah menjadi sahabat selama kuliah di UMM. 8. Teman - teman selama bimbingan, yang memberikan dukungan dan semangat

Terima kasih atas informasi seputar skripsi, bantuan dan solidaritas menanti bimbingan.

9. Serta kepada seluruh sahabat - sahabatku dan pihak lain yang juga turut memberikan bantuan dan belum sempat saya sebutkan satu - persatu.

Akhir kata dengan segala kekurangan dan keterbatasan kemampuan yang ada, sehingga apabila masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi


(10)

x ini, maka penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar - besarnya serta mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki penulisan skripsi ini. Semoga dapat berguna dan bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.

Malang, 21 Juli 2014 Penulis,


(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI ... iv

PERNYATAAN ORISINALITAS ... v

ABSTRAKSI ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitan ... 4

1. Manfaat Akademis ... 5

2. Manfaat Praktis ... 5

E. Tinjauan Pustaka ... 5

A. Media Tradisional ... 5

A.1. Media Tradisional ... 5

A.2. Ragam Media Tradisional ... 6

A.3. Fungsi Media Tradisional ... 7

B. Wayang Sebagai Media Komunikasi ... 8

C. Ruwatan Dan Pengembangan Upacara Ruwatan ... 11

C.1. Arti Kata Ruwatan ... 11

C.2. Pengembangan Acara Ruwatan ... 12

D. Landasan Teori... 15

E. Metode Penelitian ... 17

A. Pendekatan Penelitian Dan Jenis Penelitian ... 17

B. Lokasi Penelitian ... 18

C. Teknik Pengumpulan Data ... 18

D. Informan ... 19

E. Instrument Penelitian ... 20

F. Teknik Analisis Data ... 21

G. Validitas Data... 22

BAB II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN ... 25

A. Deskripsi Obyek... 25


(12)

xii

A.2. Ruwatan Alam ... 27

A.3. Pelaksanaan Ritual Ruwatan Alam Dan Wayang Kulit ... 30

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Deskripsi Informan ... 36

B. Fungsi Media Wayang Kulit Dalam Tradisi Ruwatan Alam ... 38

1. Tradisi Ruwatan Alam Dan Media ... Pertunjukkan Wayang Kulit ... 38

2. Analisis Fungsi Media Tradisional Wayang Kulit ... 40

2.1. Media Wayang Sebagai Sarana Hiburan ... 41

2.2. Media Wayang Sebagai Penyampaian Informasi ... 45

2.3. Media Wayang Sebagai Sarana Pendidikan ... 48

2.4. Media Wayang Sebagai Alat Kontrol Sosial ... 52

C. Pembahasan... 57

BAB IV PENUTUP ... 64

A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 67 LAMPIRAN


(13)

xiii DAFTAR PUSTAKA

Hamidi. 2007. Metode Penelitian Dan Teori Komunikasi, Malang: UPT. Penerbitan Universitas Muhammadiyah

Jahi, Amri. 1988, Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-Negara Dunia Ketiga, Jakarta: PT Gramedia

Kamajaya, H.Karkono. 1992. Ruwatan Murwakala. Suatu Pedoman, Yogyakarta: Duta Wacana University Press

Koentjoroningrat. 2000. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Mulyono, Sri. 1989. Wayang : Asal Usul, Filsafat dan Masa Depannya, Jakarta: Haji Mas Agung

Machmud, Muslimin. 2011. Komunikasi Tradisional: Pesan kearifan Lokal Masyarakat Sulawesi Selatan Melalui Berbagai Media Warisan. Yogyakarta: Buku Litera

Nurudin. 2010. Sistem komunikasi indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Severin & Tankard. 2005. Teori Komunikasi : Sejarah, Metode, dan Terapan Di

Dalam Media Massa, Jakarta: Pranada Media

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Walujo, Kanti. 2011. Wayang Sebagai Media Komunikasi Tradisional Dalam Diseminasi Informasi, Jakarta: Kementrian Komunikasi dan Informatika RI Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik

_____________, 1994. Peranan Dalang Dalam Menyampaikan Pesan-Pesan Pembangunan, Jakarta: Departemen Penerangan


(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi tradisional merupakan titik awal mengenai perjalanan komunikasi manusia. Komunikasi tradisional secara umum juga dimaksudkan sebagai bentuk komunikasi yang menekankan proses penyampaian pesan melalui berbagai media komunikasi yang bersifat tradisi atau sederhana, yang digunakan oleh sekelompok masyarakat tertentu yang berbeda dengan masyarakat lainnya. Artinya ada suatu proses di mana sekelompok masyarakat tertentu menyampaikan suatu pesan atau informasi yang dianggap perlu juga dikomunikasikan kepada masyarakat lainnya untuk mencapai tujuan yang sama.

Dengan kata lain masyarakat tradisional mempunyai cara tersendiri dalam melakukan proses penyampaian pesan dengan melalui media tradisional yang berkembang atau bahkan lahir di tempat masayarakat tersebut berada. Hal tersebut akan menciptakan suatu keselarasan dalam berkomunikasi karena sesuai dengan tata nilai dan sistem kebudayaan masyarakat itu sendiri. Hal ini sejalan dengan definisi komunikasi tradisional yang dikemukakan oleh Bukhory dan rekan-rekan (dalam Muslimin, 2011:37). Komunikasi tradisional merupakan gaya dan cara berkomunikasi yang berlangsung sama secara turun-temurun pada suatu masyarakat tertentu yang berbeda dengan masyarakat lainnya disebabkan oleh ciri-ciri khas sistem masyarakat dan tata nilai kebudayaan yang juga berbeda

Sebagai contoh, kesenian wayang kulit yang masih hidup di tengah masyarakat sejatinya dapat dipergunakan sebagai sarana penyampaian suatu informasi. Apabila dimanfaatkan dengan baik wayang dapat mengikat perhatian masyarakat terhadap informasi tertentu yang akan disampaikan. Rangkaian adegan,


(15)

2 cerita, dan makna simbolis yang ada di dalamnya, merupakan sarana untuk memfasilitasi proses berbagi pandangan dan menggugah perhatian masyarakat terhadap isu tertentu. Menurut fungsinya, wayang tidak hanya sebagai objek hiburan atau tontonan, akan tetapi juga dimaksudkan sebagai tuntunan untuk memelihara keberadaan dan identitas suatu masyarakat, serta menjadi wahana menyampaikan informasi dari dan untuk masyarakat. Tiga rangkaian itu merupakan keunggulan wayang yang tidak dimiliki oleh media lainnya.

Freddy H. Tulung dalam sambutannya (Waluyo, 2011) secara garis besar, masyarakat Indonesia dapat digolongkan dalam dua tipe yakni masyarakat yang berpola hidup modern dengan masyarakat tradisional. Di kalangan masyarakat modern, media massa seperti surat kabar, radio, televisi dan internet lebih populer. Sementara di kalangan masyarakat tradisional, di mana aksesibilitas terhadap media massa terbatas maka media komunikasi tradisional seperti pertunjukan rakyat masih sering digunakan. Dalam kondisi seperti itu, penggunaan media tradisional untuk menyentuh masyarakat yang tidak akrab dengan media massa modern dapat menjadi jalan alternatif agar kesenjangan di antara kelompok masyarakat tersebut bisa diminimalisir sehingga informasi di pedesaan akan berjalan lebih efektif .

Fungsi utama pertunjukkan wayang adalah merupakan sajian yang dinikmati sebagai tontonan, namun pertunjukan wayang kulit kadang juga terangkai dengan upacara-upacara tertentu. Dikarenakan adanya kepercayaan masyarakat akan nilai sakral pada wayang kulit dan juga dapat menyatu dengan upacara yang diselenggarakan, pelengkap, atau penyerta saja. Upacara yang dimaksudkan memuliakan leluhur, ungkapan rasa syukur serta berkaitan dengan suatu permohonan merupakan peristiwa penting yang dipandang sakral dan perlu dilengkapi atau disertai dengan seni pertunjukkan pada waktu pelaksanaannya.


(16)

3 Dalam hal kegiatan ritual ruwatan, khususnya di wilayah Mojokerto sudah menjadi tradisi yang umum dilaksanakan setiap tahun oleh beberapa masyarakat untuk meruwat desa mereka masing-masing, bahkan di Kabupaten Mojokerto sendiri setiap bulan suro dalam kalender Jawa pihak pemerintah mengadakan ruwatan di Pendopo Agung, Trowulan. Namun berbeda halnya dengan ritual ruwatan yang berlangsung di Desa Sendi, Kecamatan Pacet, Mojokerto, mereka melaksanakan ritual yang mereka sebut sebagai ritual ruwatan alam.

Tradisi ruwatan alam adalah tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Sendi sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur, perwujudan rasa syukur dan sebagai upaya untuk menjaga kelestarian alam terutama di wilayah Pacet sendiri, yang bertujuan untuk mencegah atau menangkal berbagai macam bencana yang datang akibat berasal dari kerusakan alam yang terjadi secara alamiah atau bahkan yang terjadi akibat perilaku manusia itu sendiri.

Di tengah arus modernisasi yang terjadi pada saat ini, di mana media komunikasi dengan teknologi tinggi semakin terus berkembang dan di lingkungan masyarakat produk-produk media komunikasi modern tersebut jauh lebih populer dibandingkan dengan media tradisional. Namun hal tersebut tak lantas menyurutkan keberadaan media tradisional di tengah masyarakat desa Sendi, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto. Masyarakat di sana mempunyai cara khusus dalam membangun komunikasi, baik antar masyarakat desa sendiri maupun terhadap masyarakat lainnya yaitu dengan menggunakan media wayang kulit sebagai media komunikasi. Hal tersebut tentunya juga dibutuhkan dukungan penuh dari masyarakat untuk menjaga eksistensi media tradisional dalam menghadapi arus modernisasi.


(17)

4 Berdasarkan permasalahan tersebut memang dibutuhkan proses komunikasi yang dapat menyentuh kalangan masyarakat desa agar tercipta komunikasi yang baik dan dianggap mampu mempengaruhi perilaku masyarakat. Oleh sebab itu dalam tradisi ruwatan alam tersebut menggunakan media wayang kulit dengan harapan agar pesan-pesan yang terkandung dalam upacara ruwatan dapat tersampaikan kepada masyarakat dan terjalin komunikasi yang efektif. Hal inilah yang menjadi langkah awal ketertarikan penulis untuk penelitian pada media komunikasi tradisional wayang kulit dalam tradisi ruwatan alam di Desa Sendi.

Dari pertimbangan tersebut, maka judul yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah : “Fungsi Media Komunikasi Tradisional Wayang Kulit Dalam Tradisi Ruwatan Alam”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan di atas, maka dapat ditarik sebuah rumusan masalah yaitu : Apakah fungsi dari media pertunjukan wayang kulit dalam tradisi ruwatan alam ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang fungsi media pertunjukan wayang kulit dalam tradisi ruwatan alam yang di adakan di desa Sendi, kecamatan Pacet, kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara akademis maupun secara praktis, yaitu :


(18)

5 1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi pada kalangan akademisi untuk dijadikan referensi ataupun masukan bagi peneliti selanjutnya, khususnya yang melakukan penelitian yang sama.

2. Manfaat Praktis

Manfaat penelitian ini secara praktis dapat memberikan informasi mengenai fungsi media pertunjukan wayang kulit dalam tradisi ruwatan alam di lingkungan masyarakat Desa Sendi dan diharapkan pada pihak masyarakat agar mampu mempraktekkan fungsi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

E. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Tradisional

A.1. Media Tradisional

Media tradisional (Walujo, 2011: 2), adalah media komunikasi yang menggunakan seni pertunjukan tradisional, yang lahir dan berkembang di tengah masyarakat pedesaan. Oleh karena itu sering disebut dengan teater rakyat atau pertunjukan rakyat. Adapun ciri-ciri media tradisional adalah :

a. Lakon yang disajikan tanpa naskah tertulis b. Penyajian spontan dan secara improvisasi c. Unsur lawakan sangat dominan

d. Bentuk teternya terpadu

e. Setiap pertunjukan menggunakan tabuhan/musik f. Arena permainan di tempat terbuka


(19)

6 g. Sifat teater rakyat, spontan, sederhana dan akrab disertai komunikasi

timbal-balik

h. Lama pertunjukan lebih dari lima jam, atau tergantung permintaan penonton. Berdasarkan ciri-ciri tersebut di atas, maka jenis-jenis media tradisional antara lain Wayang Kulit, Wayang Golek, Wayang Klithik, Wayang Tengul, Wayang Topeng, Wayang Orang, Wayang Jemblung, Wayang Suluh, Campur Sari, Wayang Kancil, Ludruk, Ketoprak, Reog, Kentrung, Jaranan, Dul Muluk, Tabuik, Randai, Wayang bali, Drama Gong, Arja, Orkes Melayu, Mendu, Bangsawan, Tonil, Mamanda, Makyong, Madihin, Inday, Badendang, Jaen Bakisah, Longser, Natoni dan lain-lain.

A.2. Ragam Media Tradisional

Nurudin (2010:114) mengatakan bahwa media tradisional tidak bisa dipisahkan dengan seni pertunjukan rakyat, karena isi cerita-ceritanya berasal dari cerita rakyat. Seringkali bentuk media tradisional disebut disebut sebagai folklore. Bentuk-bentuk folklore antara lain:

a. Cerita prosa rakyat (Mite, legenda, dongeng); b. Ungkapan rakyat (peribahasa, pantun, pepatah); c. Puisi rakyat;

d. Nyanyian rakyat; e. Teater rakyat; f. Gerak isyarat; g. Alat pengingat; dan


(20)

7 A.3. Fungsi Media Tradisional

Para ahli media tradisional seperti Ranganath (1976) dan Dissayanake (1977) yang dikutip Kanti Walujo (2011) menyatakan, sifat-sifat umum media tradisional yaitu mudah diterima, relevan dengan budaya yang ada, menghibur, menggunakan bahasa lokal, memiliki unsur legitimasi, fleksibel, memiliki kemampuan untuk mengulangi pesan-pesan yang dibawanya, komunikasi dua arah dan sebagainya. Fungsi media tradisional sebagai sarana hiburan, sarana pendidikan, sarana kontrol sosial, sarana diseminasi informasi, sarana pelestarian dan pengembangan nilai-nilai budaya bangsa dan sarana perekat persatuan dan kesatuan bangsa.

William R. Bascom (Nurudin, 2010: 115) menambahkan fungsi-fungsi folklore sebagai media tradisional adalah sebagai berikut:

1. Sebagai system proyeksi. Folklor menjadi proyeksi angan-angan atau impian rakyat jelata, atau sebagai alat pemuasan impian (wish fulfilment) masyarakat yang termanifestasikan dalam bentuk stereotipe dongeng. Contohnya adalah cerita Bawang Merah dan Bawang Putih, cerita ini hanya rekaan tentang angan-angan seorang gadis desa yang jujur, lugu, menerima apa adanya meskipun diperlakukan buruk oleh saudara dan ibu tirinya, namun pada akhirnya berhasil menikah dengan seorang raja, cerita ini mendidik masyarakat bahwa jika orang itu jujur, baik pada orang lain dan sabar akan mendapat imbalan yang layak.

2. Sebagai penguat adat. Cerita Nyi Roro Kidul di daerah Yogyakarta dapat menguatkan adat (bahkan kekuasaan) raja Mataram. Seseorang harus dihormati karena mempunyai kekuatan luar biasa yang ditunjukkan dari


(21)

8

kemapuannya memperistri ”makhluk halus”. Rakyat tidak boleh menentang

raja, sebaliknya rasa hormat rakyat pada pemimpinnya harus dipelihara. Cerita ini masih diyakini masyarakat, terlihat ketika masyarakat terlibat upacara labuhan (sesaji kepada makhluk halus) di Pantai Parang Kusumo.

3. Sebagai alat pendidik. Contohnya adalah cerita Bawang Merah dan Bawang Putih, cerita ini mendidik masyarakat bahwa jika orang itu jujur, baik pada orang lain dan sabar akan mendapat imbalan yang layak.

4. Sebagai alat paksaan dan pengendalian sosial agar norma-norma masyarakat dipatuhi. Cerita ”katak yang congkak” dapat dimaknai sebai alat pemaksa dan pengendalian sosial terhadap norma dan nilai masyarakat. Cerita ini menyindir kepada orang yang banyak bicara namun sedikit kerja.

B. Wayang Sebagai Media Komunikasi

Menurut Kathy Foley (Walujo, 1994: 24) Wayang mempunyai dua fungsi utama dalam kehidupan sosial politik, yaitu: pertama, sebagai terompet pemerintah untuk masyarakat, dan kedua, sebagai alat untuk menyampaikan kehendak masyarakat untuk pemerintahanya. Dengan demikian, wayang dapat dijadikan alat komunikasi dua arah. Foley mencatat selama Indonesia dijajah Belanda, wayang telah digunakan kaum nasionalis untuk mengkritik pemerintah colonial Belanda. Beberapa dalang pada waktu itu ditahan pemerintah Belanda yang berusaha mengontrol setiap kali ada pertunjukan wayang.

Sastroamidjojo (1964) dalam bukunya Renungan Pertunjukan Wayang kulit yang dikutip Kanti Walujo (2011:58) mengatakan, wayang Pancasila diciptakan setelah Indonesia merdeka untuk memperkenalkan dasar Negara Indonesia yaitu


(22)

9 Pancasila. Wayang Pancasila ini digunakan kaum nasionalis untuk menyampaikan pesan agar pemerintah Belanda segera meninggalkan Indonesia setelah kemerdekaan Indonesia tercapai.

Pada zaman Orde Lama, wayang digunakan untuk menyampaikan kebijakan-kebijakan Presiden Soekarno mengenai pemberantasan buta huruf (PBH), Manipol Usdek dan konfrontasi Indonesia-Malaysia (Djojodiguno, yang dikutip Kanti Walujo, 2011:59) bahkan setiap hari ulang tahun kemerdekaan RI, Presiden Soekarno selalu menanggap wayang kulit di Istana Negara dengan dalang pilihan. Sehari sebelum pentas, Soekarno menyampaikan kebijakan-kebijakannya yang harus disampaikan kepada rakyat.

Pada era Orde Baru, wayang dimanfaatkan untuk penyampaian pesan-pesan pembangunan. Para dalang seluruh Indonesia pada tanggal 12 April 1969 dikumpulkan di istana Negara dan diberi tugas untuk penyebar luasan pesan-pesan pembangunan. Sejak itu setiap malam Minggu seluruh RRI dan radio swasta menyiarkan wayang semalam suntuk dengan dalang-dalang terkenal. Ada yang siaran langsung. Ada pula yang memutar kaset pagelaran wayang dengan dalang terkenal.

Peranan dalang masih dipandang perlu untuk diseminasi informasi di zaman reformasi sekarang ini. Hal ini disebabkan dalang sebagai komunikator mempunyai berbagai cara dalam diseminasi informasi, yaitu melalui adegan jejer pertama dan adegan gara-gara yang banyak menampilkan dhagelan tokoh-tokoh punakawan seperti Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Diseminasi informasi yang disampaikan dalang dalam bentuk: 1) dialog, yaitu percakapan dua orang atau tiga orang tokoh-tokoh pewayangan; 2) dhagelan atau humor di antara para punakawan; dan 3)


(23)

10 tembang atau nyanyian baik yang dinyanyikan dalang atau sindhen (Kanti Walujo, 1994:28).

Informasi yang perlu disampaikan dalang sebagai komunikator kepada penonton sebagai khalayak meliputi kebijakan-kebijakan pemerintah dan informasi lain yang dibutuhkan rakyat. Di samping itu, sang dalang juga mampu menyampaikan keluh kesah masyarakat kepada pemerintah dengan kritik. Kritik yang merupakan aspirasi masyarakat kepada pemerintah juga disampaikan melalui gara-gara. Kritik yang pedas kalau disampaikan melalui punakawan tidak membuat pihak yang dikritik tersinggung, bahkan ikut tertawa terbahak-bahak.

Dengan demikian wayang sebagai media komunikasi tradisional masih memiliki potensi untuk menunjang terwujudnya masyarakat yang sadar akan hak dan kewajibannya. Walaupun demikian, untuk mengubah potensi yang ada menjadi realitas diperlukan usaha pemberdayaan yang sungguh-sungguh. Yang jelas pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, perlu ada jaringan kerjasama yang andal dengan pihak-pihak lain misalnya dengan para seniman wayang, budayawan, paguyuban masyarakat serta pihak industri termasuk televisi dan radio.

Pada masa lalu, upaya merevitalisasi wayang sebagai media komunikasi sudah banyak dilakukan. Sayang pada masa kini upaya semacam itu mulai meredup. Padahal potensi wayang sebagai media komunikasi masih besar. Wayang masih mendapatkan perhatian pendengar dan pemirsanya karena rujukan nilai yang terkandung di dalamnya.


(24)

11 C. Ruwatan dan Pengembangan Upacara Ruwatan

C.1. Arti Kata Ruwatan

Kata Ruwatan berasal dari kata ruwat artinya: bebas, lepas. Kata Mangruwat atau ngruwat artinya: membebaskan, melepaskan. Dalam tradisi lama atau kuno yang diruwat adalah makhluk yang hidup mulia atau bahagia, tetapi kemudian berubah menjadi hina dan sengsara. Maka mereka yang hidup sengsara atau hina itu harus diruwat, artinya dibebaskan atau dilepaskan dari hidup sengsara. Dalam bahasa Jawa kuno kata ruwat, juga berarti; bebas, dan kata rumuwat bias berarti; menghapus, membebaskan.

Dalam beberapa cerita, yang dibebaskan yaitu; kesengsaraan akibat kutukan Dewa, noda, kepaparan, dosa karena kejahatan, dan lain sebagainya. WJS Poerwadarminta menerangkan dalam Baoe sastra Djawa: Ruwat artinya: luwar saka ing panenung, pangesot, wewujudan sing salah kedaden; luwar saka ing bebandan paukumaning Dewa; diruwat ateges diluwari saka ing (lepas dari tenung, kutuk hingga menjadi salah-wujud; lepas dari hukuman-penyempit Dewa; diruwat artinya dilepaskan dari).

Kamus besar Bahasa Indonesia (1988) menyebutkan ruwat berarti (Kamajaya, 1992: 10) :

1. Pulih kembali sebagai keadaan semula (tentang jadi-jadian, orang kena tulah dan sebagainya).

2. Terlepas (bebas) dari nasib buruk yang akan menimpa (bagi orang yang menurut kepercayaan akan tertimpa nasib buruk seperti anak tunggal dan sebagainya).


(25)

12 C.2. Pengembangan Upacara Ruwatan

Upacara ruwatan telah tumbuh dan berkembang selama berabad-abad dengan mengalami proses perubahan sampai pada bentuknya yang sekarang ini. Ketahanan dan kelestariannya menunjukkan bahwa warisan budaya leluhur itu memiliki fungsi yang dianggap penting bagi masyarakat pendukungnya, Apabila tidak, tradisi tersebut pasti sudah punah karena tidak ada lagi yang mendukungnya.

Adapun pelestarian dan pengembangan upacara ruwatan yang telah disusun oleh tim H. Karkono (Ruwatan Murwakala, 1992; 1-9) adalah sebagai berikut:

A. Fungsi Upacara

Upacara ruwatan dengan pagelaran wayangnya sarat dengan pesan dan amanat yang mengandung nilai-nilai luhur yang disampaikan secara simbolik dan metaforik serta dalam dalam bentuk penyajian yang serba estetis. Pesan dan amanat itu merupakan hasil penghayatan leluhur dalam hidup bermasyarakat serta perhubungannya dengan alam yang menjadi lingkungannya. Dan hasil penghayatan itu telah terkaji sepanjang masa sehingga dapat dijadikan acuan bagi generasi berikutnya untuk mengatur hidupnya dalam tata pergaulan masyarakat dan lingkungannya agar dapat merasa tentram, aman, selamat dan sejahtera.


(26)

13 B. Sajen Upacara

Apabila Upacara ruwatan ruwatan itu dipandang sebagai hasil pengendapan dari pengalaman hidup dan penghayatan leluhur atas nilai-nilai sacral yang telah terbukti dapat menjamin ketentraman dan keselamatan bersama, maka tidak mustahil bahwa setiap butir perlengkapan upacara itu juga telah dipilih secara tepat dan cermat sebagai sarana penyampaian pesan secara simbolik. Pesan-pesan itu misalnya tercermin dalam ungkapan kerata-basa untuk berbagai jenis tanaman yang digunakan sebagai sajen. Misal; Tebu dikeratabasakan sebagai anteping kalbu yang berarti; kemantapan hati. Pesan yang hendak disampaikan melalui tebu ialah agar dalam bertindak, hendaknya disertai dengan kemantapan hati.

C. Upaya Penyederhanaan

Apabila dewasa ini ada upaya untuk menyederhanakan penyelenggaraan upacara ruwatan, sesungguhnya hal ini ditujukan kepada keluarga tidak mampu selaku penyelenggara ruwatan, mengingat penyelenggaraan ruwatan memerlukan biaya yang besar. Namun dalam penyederhanaan itu tidak meninggalkan hal-hal yang pokok dan esensial sehingga makna dan nilai-nilai ruwatan tetap terjaga. Kekhidmatan dan kesakralan suasana ruwatan pun perlu sekali diperhatikan. Sikap yang bersungguh-sungguh sering diwujudkan dengan menjalani puasa atau laku tirakat lainnya, baik oleh yang akan diruwat, atau dalang yang akan meruwat, yaitu pada waktu sebelum ruwatan. Tujuan utamanya ialah untuk memperkokoh kepercayaan pada diri sendiri yang didasari oleh penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa.


(27)

14 D. Fungsi Sosial

Selain untuk memenuhi kebutuhan spiritual, upacara ruwatan juga untuk memenuhi kebutuhan sosial penyelenggara. Semua yang hadir mrnyaksikan upacara memperoleh kesempatan untuk menyerap pesan-pesan yang disampaikan, baik yang terkandung dalam upacara maupun dalam pegelaran wayang. Dalam suasana seperti itu rasa kebersamaan dalam hidup bermasyarakat dapat tumbuh subur sehingga dapat memperkokoh ikatan antar warga dan kerukunan hidup dapat ditingkatkan. Lebih-lebih pada

penyelenggaraan „ruwatan bersama‟, kerukunan itu tampak jelas pada kegotongroyongan para keluarga yang menjadi peserta. Biaya penyelenggaraan dipikiul bersama, dan peristiwa yang istimewa dan unik dalam hidupnya juga dialami dan dihayati bersama. Di bagian lain dalam

risalah ini diuraikan, bahwa „ruwatan bersama‟ itu telah lama dikenal

masyarakat pada abad-abad yang silam. E. Upaya Pengembangan

Apabila dipertanyakan apakah ruwatan itu dapat kembali memasyarakat, maka sebagai bahan perbandingan dapat ditampilkan jenis upacara yang lain, misalnnya upacara perkawinan dan lain sebagainya. Dalam upaya melestarikan dan mengembangkan upacara ruwatan hendaknya perlu diperhatikan jangan sampai menimbulkan kesan untuk mempertebal rasa kedaerahan, tetapi harus tertuju kepada pendukungan terhadap kebudayaan nasional. Pengkajian terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam upacara harus dapat mengokohkan nilai pancasila sebagai hasil penggalian nilai-nilai budaya bangsa.


(28)

15 F. Pedoman Upacara

Upacara ruwatan di tiap daerah mempunyai tradisi dan konvensi sendiri sehingga berkembanglah versi-versi yang beranekaragam. Hal ini wajar, karena pentradisinya secara turun-temurun dilakukan secara lisan. Namun demikian tujuannya sama, dan segala perlengkapan upacaranya pun pada dasarnya juga mempunyai makna simbolik yang mengungkapkan nilai-nilai kehidupan untuk mencapai keselamatan. Di tiap daerah upacara ruwatan berakar dalam kehidupan sosial dan pribadi tiap warga masyarakat yang bersangkutan, sehingga sulit diubah. Tradisi itu telah tumbuh dan berkembang atas dasar kemantapan rasa dan keyakinan pendukungnya. Oleh karena itu yang dapat dikerjakan bukanlah pembakuan, melainkan hanya dalam bentuk pedoman penyelenggaraan, dan ini pun hanya untuk memenuhi kebutuhan bagi yang memerlukannya.

D. Landasan Teori Teori Fungsional

Untuk mengkaji fungsi media komunikasi tradisional wayang kulit peneliti menggunakan teori fungsional. Teori yang dikembangkan oleh Durkheim merupakan gabungan di antara teori fungsional dengan teori strukturalisme. Pengaruh utama Durkheim terletak pada dasar pemahaman tentang fungsional, di mana gabungan antara fungsi dan struktur sosial melahirkan perspektif atau teori fungsional. Menurut perspektif ini, aspek struktur dan proses saling berhubungan melalui fungsi, yang di dalam struktur sosial terdapat asumsi bahwa (1) kehidupan sosial adalah kehidupan yang teratur, (2) terdapat system yang menyesuaikan diri dengan lingkunganfisikal, dan (3) kebudayaan akan membantu individu mendapatkan ciri-ciri kebiasaan


(29)

16 dan mental untuk boleh mengambil bagian dalam kehidupan sosial (dalam Muslimin, 2011: 69)

Fungsi komunikasi memperlihatkan arus gerakan yang seiring dengan masyarakat atau individu. Komunikasi berfungsi mengikuti keperluan pengguna atau individu yang berinteraksi. Oleh sebab itu fungsi komunikasi dapat dikaitkan dengan ekspresi (emosi), haluan, rujukan, puitis dan metalinguistic yang berkaitan dengan bahasa. Secara umum fungsi komunikasi terdiri dari empat kategori utama yaitu: (1) fungsi memberitahu, (2) fungsi mendidik, (3) fungsi membujuk khalayak untuk mengubah pandangan dan (4) fungsi menghibur orang lain.

Begitu juga dalam struktur sosial, terdapat tokoh-tokoh masyarakat seperti sesepuh desa atau ketua kampung. Di bawahnya terdapat orang lain dengan kedudukan masing-masing. Struktur ini dipertahankan untuk memastikan kestabilan dan keamanan masyarakat. Keadaan ini masih terus terjadi dalam semua masyarakat hingga kini. Demikian pula dengan media warisan sebagai suatu produk budaya masyarakat yang mempunyai lembaga, maka tentunya juga mempunyai struktur yang terus terjadi. (Muslimin, 2011: 69)

Karena obyek dalam penelitian ini adalah tradisi masyarakat dalam menyampaikan pesan-pesan melalui media wayang kulit mayarakat lainnya yang di dalamnya terdapat institusi sosial, hubungan sosial, sistem sosial, dan berbagai fungsi yang dilaksanakan. Maka, teori fungsional digunakan untuk mengkaji dan memahami fenomena media wayang yang berkembang dalam masyarakat, terutama fungsi dari media tersebut berdasarkan interaksi sosial.


(30)

17 E. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian A.1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Di mana pendekatan penelitian ini menekankan pada kondisi yang alamiah atau natural setting. Penelitian dengan pendekatan ini menganggap bahwa realitas sosial itu bersifat dinamis dan selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Menurut (Sugiyono, 2005: 3) dalam penilitian kualitatif analisis data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dan kemudian dapat dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori.

Dari pemaparan di atas, informasi yang hendak dikumpulkan adalah tentang tradisi tahunan pagelaran wayang kulit dalam rangka ruwatan alam. Dari konsep-konsep tersebut jelas bahwa yang dikehendaki adalah suatu bentuk informasi dalam bentuk explorasi atau cerita mendetail dari para informan.

A.2. Jenis Penelitian.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif. Di mana penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangssung. Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa perlakuan khusus terhadap peristiwa tersebut.


(31)

18 B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat yang menjadi sasaran peneliti dalam melakukan penelitian ini. Pemilihan tempat atau lokasi yang dipilih harus bisa menunjang dalam rangka mendapatkan data yang lengkap serta orang-orang yang berada pada tempat atau lokasi tersebut mengetahui tentang permasalahan yang menjadi objek penelitian.

Berdasarkan hal yang disebutkan di atas, maka peneliti memilih desa Sendi, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto sebagai tempat atau lokasi penelitian. Lokasi ini dipilih karena dalam setiap tahun rutin diadakan acara ruwat alam dengan menampilkan pagelaran wayang kulit. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk mendapatkan bahan serta data yang lengkap untuk penelitian ini.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi

Nasution (dalam Sugiono, 2005: 64) menyatakan bahwa observasi adalah dasar dari semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Marshall juga menyatakan bahwa melalui observasi, peneliti belajar mengenai perilaku dan makna dari perilaku tersebut.


(32)

19 Fokus observasi yang akan diambil oleh peneliti adalah observasi partisipatif, sehingga dalam observasi ini peneliti terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Dalam hal ini peneliti juga akan melakukan pengamatan langsung pada saat berlangsungnya acara tradisi ruwatan alam pada tanggal 20-22 November 2013 di desa Sendi, Kecamatan Pacet, Kabupaten mojokerto.

2. Wawancara

Esterberg mendefinisikan wawancara sebagai pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin meneliti tentang studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam (Sugiyono, 2005: 72).

Jadi selain melakukan observasi, peneliti juga melakukan wawancara untuk menunjang dan melengkapi data, demi kesempurnaan penelitian. Dan wawancara ini akan dilakukan peneliti terhadap subjek penelitian yang sekiranya mendukung penelitian ini secara indepth interview (wawancara mendalam).

D. Informan

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari para informan yang ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan ruwatan alam dan wayang kulit, baik sebagai dalang sesepuh desa, maupun panitia acara. Di mana proses dalam


(33)

20 pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono (2005:54) purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu yakni sumber data dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan, sehingga mempermudah peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial yang diteliti, yang menjadi kepedulian dalam pengambilan sampel peneliti kualitatif adalah tuntasnya pemerolehan informasi dengan keragaman variasi yang ada, bukan pada banyaknya sampel sumber data.

Adapun penentuan kriteria informan penelitian di dalam penelitian ini atau kriteria yang peneliti tentukan terhadap sampel penelitian adalah sebagai berikut :

1. Mereka yang menguasai dan memahami tentang wayang kulit dalam tradisi ruwatan alam.

2. Mereka yang terlibat aktif dalam acara wayang kulit baik sebagai dalang atau panitia acara selama 2 tahun berturut-turut.

3. Pihak penyelenggara pertunjukkan wayang kulit yang bersedia diwawancarai. Dalam hal melakukan wawancara, peneliti membutuhkan kesediaan dari informan penelitian untuk diwawancarai agar jawaban yang diberikan bisa memenuhi kebutuhan penelitian.

Berdasarkan pemberlakuan kriteria tersebut di atas, maka peneliti mendapatkan tiga informan yaitu, 1) Penggagas acara ruwatan alam dan wayang kulit, 2) Sesepuh Desa Sendi, 3). Dalang.

E. Instrumen penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi instrumen penelitian atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri, sehingga peneliti disini merupakan


(34)

21 instrumen kunci. Namun selanjutnya akan dikembangkan instrumen penelitian lainnya yang diharapkan akan dapat melengkapi data, melalui wawancara maupun observasi nantinya (Sugiyono, 2005: 59).

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan adalah deskriptif. Data yang disajikan pada dasarnya merupakan hasil analisis data, berupa cerita rinci para informan sesuai dengan ungkapan atau pandangan mereka apa adanya (termasuk hasil observasi) tanpa ada komentar. Teknik analisa data yang dijelaskan oleh Miles dan Huberman menggunakan langkah-langkah data reduksi, data display, dan verivications. Jadi pada intinya penelitian ini ingin memahami situasi sosial menjadi bagian-bagian, hubungan antar bagian, dan juga hubungan dengan keseluruhan.

Selanjutnya komponen dalam analisis data menurut (Sugiyono, 2005:92-99)

memahami Penelitian Kualitatif) yaitu : 1. Data Reduction (Reduksi Data)

Data yang diperoleh dilapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama peneliti dilapangan, maka jumlah data akan semakin banyak dan rumit. Dalam hal ini mereduksi data berarti merangkum serta memilih hal yang pokok, serta memfokuskan pada hal yang penting.

2. Data Display (Penyajian Data)

Dalam Penelitian ini penyajian data bisa dilakukan dengan bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan lain-lain. Dan menurut Miles dan


(35)

22 Huberman penyajian data lebih sering dimunculkan dalam bentuk teks yang bersifat naratif. Maka dengan penyajian data akan mudah untuk memahami apa yang terjadi, dengan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

3. Conclsion Drawing and Verification (Kesimpulan / Verifikasi)

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Namun apabila data-data yang diterima sudah valid, maka kesimpulan yang didapat sudah kredibel.

Gambar 1.1. Komponen dalam analisis data (interactive model)

G. Validitas Data

Pada penelitian yang dilakukan, dibutuhkan keabsahan akan data-data yang dikumpulkan dan dianalisis oleh peneliti. Oleh karena itu, pada

penelitian ini peneliti menggunakan teknik “Triangulasi” untuk menguji

keabsahan data.

Triangulation is qualitative research cros-validation. It assesses the sufficiency of the data according to the convergence of multiple data source or multiple data collection procedures.


(36)

23 Dari penjelasan oleh Wiliam Wiersma di dalam buku Sugiyono (2005) di atas, teknik triangulasi adalah pengecekkan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.

Ada tiga jenis triangulasi dalam pengujian kredibilitas atau validitas data, antara lain, yaitu :

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber. Sebagai contoh, untuk menguji kredibilitas data tentang strategi komunikasi, maka pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh dilakukan ke bawahan yang dipimpin dalam tim perencanaan, ke atasan yang memberikan tugas atau menentukan strategi dan ke teman kerja yang merupakan bagian dari kelompok tersebut.

2. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengn teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek melalui dokumentasi. Yakni melalui pengecekkan data - data yang dimiliki sumber atau informan. Seperti hasil laporan pelaksanaan kegiatan, dan lain - lain.

3. Triangulasi Waktu

Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara pada saat pagi hari di saat informan masih segar dan belum diganggu oleh rutinitasnya, kemudian dilakukan


(37)

24 kembali pengecekkan dengan melakukan wawancara di waktu yang berbeda dan melihat jawaban dari informan tersebut.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber yakni mencocokkan antara jawaban informan satu dengan informan lainnya. Hal ini dilakukan untuk membuktikan kebenaran kondisi yang ada di perusahaan. Selain itu, peneliti juga menggunakan triangulasi teknik yakni mencocokkan data hasil wawancara dengan data hasil observasi. Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti berfungsi sebagai pembuktian kebenaran jawaban dari informan akan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada saat wawancara.


(1)

Fokus observasi yang akan diambil oleh peneliti adalah observasi partisipatif, sehingga dalam observasi ini peneliti terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Dalam hal ini peneliti juga akan melakukan pengamatan langsung pada saat berlangsungnya acara tradisi ruwatan alam pada tanggal 20-22 November 2013 di desa Sendi, Kecamatan Pacet, Kabupaten mojokerto.

2. Wawancara

Esterberg mendefinisikan wawancara sebagai pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin meneliti tentang studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam (Sugiyono, 2005: 72).

Jadi selain melakukan observasi, peneliti juga melakukan wawancara untuk menunjang dan melengkapi data, demi kesempurnaan penelitian. Dan wawancara ini akan dilakukan peneliti terhadap subjek penelitian yang sekiranya mendukung penelitian ini secara indepth interview (wawancara mendalam).

D. Informan

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari para informan yang ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan ruwatan alam dan wayang kulit, baik sebagai dalang sesepuh desa, maupun panitia acara. Di mana proses dalam


(2)

pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono (2005:54) purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu yakni sumber data dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan, sehingga mempermudah peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial yang diteliti, yang menjadi kepedulian dalam pengambilan sampel peneliti kualitatif adalah tuntasnya pemerolehan informasi dengan keragaman variasi yang ada, bukan pada banyaknya sampel sumber data.

Adapun penentuan kriteria informan penelitian di dalam penelitian ini atau kriteria yang peneliti tentukan terhadap sampel penelitian adalah sebagai berikut :

1. Mereka yang menguasai dan memahami tentang wayang kulit dalam tradisi ruwatan alam.

2. Mereka yang terlibat aktif dalam acara wayang kulit baik sebagai dalang atau panitia acara selama 2 tahun berturut-turut.

3. Pihak penyelenggara pertunjukkan wayang kulit yang bersedia diwawancarai. Dalam hal melakukan wawancara, peneliti membutuhkan kesediaan dari informan penelitian untuk diwawancarai agar jawaban yang diberikan bisa memenuhi kebutuhan penelitian.

Berdasarkan pemberlakuan kriteria tersebut di atas, maka peneliti mendapatkan tiga informan yaitu, 1) Penggagas acara ruwatan alam dan wayang kulit, 2) Sesepuh Desa Sendi, 3). Dalang.

E. Instrumen penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi instrumen penelitian atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri, sehingga peneliti disini merupakan


(3)

instrumen kunci. Namun selanjutnya akan dikembangkan instrumen penelitian lainnya yang diharapkan akan dapat melengkapi data, melalui wawancara maupun observasi nantinya (Sugiyono, 2005: 59).

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan adalah deskriptif. Data yang disajikan pada dasarnya merupakan hasil analisis data, berupa cerita rinci para informan sesuai dengan ungkapan atau pandangan mereka apa adanya (termasuk hasil observasi) tanpa ada komentar. Teknik analisa data yang dijelaskan oleh Miles dan Huberman menggunakan langkah-langkah data reduksi, data display, dan verivications. Jadi pada intinya penelitian ini ingin memahami situasi sosial menjadi bagian-bagian, hubungan antar bagian, dan juga hubungan dengan keseluruhan.

Selanjutnya komponen dalam analisis data menurut (Sugiyono, 2005:92-99) “memahami Penelitian Kualitatif) yaitu :

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Data yang diperoleh dilapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama peneliti dilapangan, maka jumlah data akan semakin banyak dan rumit. Dalam hal ini mereduksi data berarti merangkum serta memilih hal yang pokok, serta memfokuskan pada hal yang penting.

2. Data Display (Penyajian Data)

Dalam Penelitian ini penyajian data bisa dilakukan dengan bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan lain-lain. Dan menurut Miles dan


(4)

Huberman penyajian data lebih sering dimunculkan dalam bentuk teks yang bersifat naratif. Maka dengan penyajian data akan mudah untuk memahami apa yang terjadi, dengan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

3. Conclsion Drawing and Verification (Kesimpulan / Verifikasi)

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Namun apabila data-data yang diterima sudah valid, maka kesimpulan yang didapat sudah kredibel.

Gambar 1.1. Komponen dalam analisis data (interactive model)

G. Validitas Data

Pada penelitian yang dilakukan, dibutuhkan keabsahan akan data-data yang dikumpulkan dan dianalisis oleh peneliti. Oleh karena itu, pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik “Triangulasi” untuk menguji keabsahan data.

Triangulation is qualitative research cros-validation. It assesses the sufficiency of the data according to the convergence of multiple data source or multiple data collection procedures.


(5)

Dari penjelasan oleh Wiliam Wiersma di dalam buku Sugiyono (2005) di atas, teknik triangulasi adalah pengecekkan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.

Ada tiga jenis triangulasi dalam pengujian kredibilitas atau validitas data, antara lain, yaitu :

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber. Sebagai contoh, untuk menguji kredibilitas data tentang strategi komunikasi, maka pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh dilakukan ke bawahan yang dipimpin dalam tim perencanaan, ke atasan yang memberikan tugas atau menentukan strategi dan ke teman kerja yang merupakan bagian dari kelompok tersebut.

2. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengn teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek melalui dokumentasi. Yakni melalui pengecekkan data - data yang dimiliki sumber atau informan. Seperti hasil laporan pelaksanaan kegiatan, dan lain - lain.

3. Triangulasi Waktu

Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara pada saat pagi hari di saat informan masih segar dan belum diganggu oleh rutinitasnya, kemudian dilakukan


(6)

kembali pengecekkan dengan melakukan wawancara di waktu yang berbeda dan melihat jawaban dari informan tersebut.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber yakni mencocokkan antara jawaban informan satu dengan informan lainnya. Hal ini dilakukan untuk membuktikan kebenaran kondisi yang ada di perusahaan. Selain itu, peneliti juga menggunakan triangulasi teknik yakni mencocokkan data hasil wawancara dengan data hasil observasi. Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti berfungsi sebagai pembuktian kebenaran jawaban dari informan akan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada saat wawancara.