Lˉ¹ HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 11. Jumlah genera fitoplankton pada setiap kelas Gambar 12. Nilai kelimpahan fitoplankton dari setiap kelas pada masing-masing stasiun penelitian Fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae Diatom memiliki jumlah genera yang paling banyak pada setiap stasiun penelitian, yaitu sebanyak 22 genera atau 55 dari total genera fitoplankton, sedangkan dari kelas Dinophyceace Dinoflagellata sebanyak 8 genera atau 20, kelas Clorophyceae alga hijau sebanyak 5 genera atau 13, Cyanophyceae alga biru hijau 2 genera atau 5, Euglenophyceae Euglenoids sebanyak 2 genera atau 5 dan Chrysophyeceae Cysomonads sebanyak 1 genera atau 3. Melimpahnya kelas Bacillariophyceae dan kemudian diikuti Dinophyceae pada setiap stasiun penelitian Gambar 12, 5 10 15 20 25 G en er a fitopl an kton Kelas 50.000.000 100.000.000 150.000.000 200.000.000 250.000.000 300.000.000 350.000.000 400.000.000 450.000.000 500.000.000 A B C D E F G H I J K eli m pah an F itopl an kton se lm ³ Stasiun Euglenaphyceae Clorophyceace Chrysophyceae Dinophyceace Bacillariophyceae Cyanophyceae Lampiran 4 disebabkan karena kedua kelas tersebut merupakan anggota utama dari fitoplankton yang mendominasi perairan laut Nybakken, 1992. Genera fitoplankton yang dominan dijumpai pada setiap stasiun penelitian adalah Chaetoceros sp, Bacteratrum sp, Leptocylindrus sp dan Rhizosolena sp dari kelas Bacillariophyeceae dan dari kelas Dinophyceae di dominasi dari genera Ceratium sp, Peridium sp dan Dinophysis sp. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan dibeberapa wilayah pesisir di Indonesia yaitu penelitian yang dilakukan Irawati 2011 di perairan Teluk Kendari, Alianto 2006 di perairan Teluk Banten dan Damar 2003 di perairan Teluk Jakarta, Teluk Semangka dan Teluk Lampung bahwa kelas Bacillariophyceae merupakan kelas yang paling mendominasi generanya di tiap stasiun penelitian dengan kelimpahan yang tinggi. Hal ini diperkuat oleh Arinardi et al 1997 bahwa jenis-jenis fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae yang umumnya di jumpai di perairan lepas pantai Indonesia antara lain Chaetoceros sp, Thallasiosira sp dan Bacteratrum sp, sedangkan dari kelas Dinophyceae yang umumnya di jumpai di laut adalah Nocticula sp, Ceratium sp, Peridium sp dan Dinophysis sp. Kelimpahan fitoplankton Kelimpahan sel fitoplankton yang diperoleh selama penelitian bervariasi di setiap stasiun penelitian. Kelimpahan sel fitoplankton yang diperoleh selama penelitian yaitu pada stasiun A-E berkisar 72.515-713.324.444 selm 3 dan stasiun F-J berkisar 37.493-271.786.665 selm 3 Gambar 13, Lampiran 2. Kelimpahan fitoplankton terendah dijumpai pada stasiun A yang terletak di perairan sungai dan kelimpahan fitoplankton tertinggi dijumpai pada stasiun C berlokasi di pinggiran teluk yang merupakan perairan pesisir teluk. Kondisi ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Irawati 2011 di perairan Teluk kendari dan Alianto 2006 di perairan Teluk Banten dimana rata-rata kelimpahan fitoplankton tinggi pada perairan di sekitar pesisir teluk. Gambar 13. Rata-Rata Kelimpahan fitoplankton n = 3 di setiap stasiun penelian 100.000.000 200.000.000 300.000.000 400.000.000 500.000.000 600.000.000 700.000.000 A B C D E F G H I J Fi top lan kton sel m ³ Stasiun Fitoplankton Distribusi kelimpahan fitoplankton yang diperoleh selama penelitian menunjukkan variasi yang sangat berbeda nyata, dimana kelimpahan fitoplankton ditemukan sangat rendah pada perairan seperti sungai dan muara sungai, namun tinggi di perairan pinggiran teluk yang merupakan pesisir teluk. Dan secara bertahap kelimpahannya menunjukkan kenaikkan ke arah perairan teluk. Berdasarkan analisis sidik ragam ANOVA, p 0,05 kelimpahan fitoplankton berbeda nyata antar stasiun penelitian. Dari hasil uji lanjut beda nyata terkecil LSD terlihat bahwa kelimpahan fitoplankton stasiun A dan C menunjukkan perbedaan yang nyata. Variasi kelimpahan fitoplankton di perairan Teluk Meulaboh diduga terjadi karena berbagai faktor seperti pengaruh intensitas cahaya yang dipergunakan oleh fitoplankton untuk fotosintesis, tingkat kekeruhan, ketersediaan unsur hara, kecepatan arus serta pemangsaan oleh herbivore juga dapat mempengaruhi tinggi rendahnya distribusi kelimpahan fitoplankton di perairan. Menurut Susanto 1986 kelimpahan fitoplankton dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dibagi dalam : 1. Faktor- faktor yang mempengaruhi proses fisiologi secara langsung, misalnya dalam proses fotosinstesis dan respirasi termasuk dalam golongan ini, faktor- faktor seperti cahaya, suhu, salinitas, hara makro dan hara mikro, dan 2. Faktor- faktor eksternal yang menyebabkan berkurangnya jumlah fitoplankton misalnya karena pemangsaan oleh herbivora, turbulensi dan penenggelaman. Komposisi dan kelimpahan fitoplankton terus menerus berubah pada berbagai tingkatan sebagai respon terhadap perubahan kondisi lingkungan baik secara fisik, kimia maupun biologi Reynolds 1990. Namun demikian kelimpahan fitoplankton yang tinggi tidak selalu diikuti dengan tingginya kandungan klorofil-a di perairan Teluk Meulaboh. Kondisi seperti ini juga ditemui pada penelitian Tambaru 2008 di perairan Pesisir Maros Sulawesi Selatan dan Pello 2000 di Muara Teluk Hurun Lampung, bahwa fluktuasi kandungan klorofil-a tidak selalu seirama dengan kelimpahan fitoplankton di perairan. Kandungan klorofil-a Klorofil-a adalah pigmen hijau dari tumbuhan yang merupakan pigmen aktif yang sangat penting dalam proses berlangsungnya fotosintesis oleh karena itu kandungan klrofil-a sering digunakan sebagai metode pendekatan untuk mengukur biomass fitoplankton. Pendekatan berdasarkan pengukuran klorofil-a merupakan salah satu metode yang paling populer dan dipandang sebagai metode rutin terbaik Nontji 1984. Hasil pengukuran kandungan klorofil-a di permukaan perairan Teluk Meulaboh menunjukkan nilai yang bervariasi baik antar stasiun Gambar 14 maupun antar waktu pengamatan Gambar 15 Kandungan klorofil-a selama penelitian disajikan dalam Gambar 14 dan 15. Gambar 14. Rata-rata kandungan klorofil-a µgL -1 n = 3 di permukaan perairan pada setiap stasiun penelitian Gambar 15. Kandungan klorofil-a µgL -1 di permukaan perairan pada masing- masing pengamatan Nilai kandungan klorofil-a di perairan Teluk Meulaboh pada pengamatan pertama di bulan Mei 2014 pada stasiun A-E berkisar 3,37-6,953 µgL -1 dan stasiun F-J berkisar 3,165-4,015 µgL -1 . Berdasarkan gambar 15 terlihat, kandungan klorofil-a tertinggi dijumpai pada stasiun A di perairan sungai dengan rata-rata nilai kandungan klorofil-a yang jauh lebih tinggi dibandingkan stasiun lainnya. Sedangkan klorofil-a terendah dijumpai pada stasiun I di wilayah terluar teluk yang terletak jauh dari pantai. Berdasarkan pengamatan kedua di bulan Juni 2014 nilai kandungan klorofil- a di perairan teluk Meulaboh terlihat lebih bervariasi. Kandungan klorofil-a di 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 A B C D E F G H I J K lor of il- a µg.L ˉ¹ Stasiun Klorofil-a 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 A B C D E F G H I J K on se ntr asi k lor of il- a µ g l Stasiun Pengamatan I Pengamatan II Pengamatan III bulan ini pada stasiun A-E berkisar 2,517-3,812 µgL -1 dan stasiun F-J berkisar 1,637-2,991 µgL -1 . Kandungan klorofil-a tertinggi dijumpai pada stasiun B yang terletak di muara sungai, sedangkan kandungan konsentrasi klorofil-a terendah juga dijumpai pada stasiun J, terletak jauh dari pantai atau terluar dari teluk. Adapun pada pengamatan ketiga di bulan Juni 2014, terlihat bahwa nilai kandungan klorofil-a di perairan Teluk Meulaboh memiliki variasi yang tidak terlalu besar, relatif hampir sama. Namun demikian kandungan klorofil-a tertinggi pada pengamatan ketiga masih di jumpai stasiun A dan kandungan klorofil-a terendah juga terdapat pada stasiun J. Kandungan klorofil-a pada stasiun A-E berkisar 0,880-2,452 µgL -1 dan stasiun F-J berkisar 0,815-1,634 µgL -1 . Hasil analisis sidik ragam ANOVA, p 0,05, menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata nilai kandungan klorofil-a antar stasiun penelitian Lampiran 10. Adapun hasil uji lanjut beda nyata terkecil LSD memperlihatkan bahwa stasiun A dan J menunjukkan perbedaan yang nyata. Dengan pola rata-rata kandungan klorofil-a yang semakin tinggi ke arah perairan sungai, muara sungai dan pinggir teluk, kemudian secara bertahap mulai menurun ke arah tengah teluk dalam teluk, serta semakin rendah ke arah perairan terluar teluk yang terletak jauh dari pantai Gambar 14. Hal yang sama ditemui Damar 2003 bahwa kandungan klorofil-a di perairan Teluk Jakarta memperlihatkan konsentrasi klorofil-a yang tinggi di stasiun muara sungai dan rendah di perairan yang jauh dari pantai. Bila dibandingkan dengan perairan Indonesia lainnya kandungan klorofil-a di perairan Teluk meulaboh lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang diperoleh Alianto 2006 di perairan Teluk Banten yaitu 0,07- 0,030 mgm 3 atau setara dengan 70-303 µgL -1 dan Irawati 0,08-1,06 mgm 3 atau setara dengan 80-1.060 µgL -1 . Pengamatan kandungan klorofil-a tertinggi sering ditemui di sekitar perairan sungai. Tingginya kandungan klorofil-a di sekitar perairan sungai ini didukung oleh tingginya kandungan nutrien. Hal ini dapat dimengerti karena sungai merupakan tempat atau salah satu sumber utama pengahasil bahan organik yang dibawa dari daratan. Menurut Gilbes, Lopes dan Yoshioka 1996 kandungan nutrien didaerah pesisir dipengaruhi oleh masukan dari daratan. Oleh karena itu tingginya kandungan nutrien nitrat dan fosfat dimanfaatkan untuk pertumbuhan klorofil-a di perairan. Selain itu berdasarkan Gambar 15 di atas terlihat bahwa pada pengamatan yang berbeda disetiap bulannya. Kandungan klorofil-a menunjukkan variasi yang berbeda pula. Kandungan klorofil-a tertinggi terdapat pada pengamatan pertama di bulan Mei 2014 dan kandungan klorofil-a terendah terdapat pada pengamatan ketiga di bulan Juli 2014. Pengambilan sampel pada bulan yang berbeda menyebabkan variasi kandungan klorofil-a. Perbedaan musim diduga menjadi faktor yang menyebabkan perbedaan kandungan klorofil-a pada masing-masing pengamatan. Sebaran horizontal klorofil-a Klorofil-a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan produktivitas primer di laut. Sebaran tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a sangat terkait dengan kondisi oseanografis suatu perairan Mann dan Lazier 1991. Sebaran spasial konsentrasi klorofil-a secara horizontal di permukaan perairan selama penelitian menunjukkan nilai yang relatif bervariasi baik secara spasial maupun temporal. Analisis sebaran konsentrasi klorofil-a dihubungkan dengan perubahan gradien salinitas, sehingga diharapkan dapat mewakili wilayah perairan dengan salinitas yang berbeda yang dapat dilihat pada gambar 16,17 dan 18 di bawah ini a b Gambar 16. Kontur permukaan sebaran klorofil-a µgL -1 secara horizontal dan sebaran nilai salinitas di permukaan perairan Teluk Meulaboh pada Bulan Mei 2014 Pola Sebaran Salinitas Sebaran horizontal klorofil-a pada pengamatan pertama di bulan Mei 2011 pada setiap stasiun penelitian berkisar antara 3,165-6,953 µgL -1 .Variasi sebaran spasial horizontal klorofil-a memusat dominan pada tiga titik lokasi, seperti stasiun A yang merupakan perwakilan dari perairan tawar atau sungai, Stasiun B yang terletak di muara sungai dan stasiun C yang terletak di sekitar perairan pinggir teluk. Kandungan klorofil-a distasiun A sebesar 6,953 µgL -1 , stasiun B sebesar 4,188 µgL -1 , stasiun C sebesar 3,981 µgL -1 . Selanjutnya secara gradual sebaran horizontal klorofil-a pada pengamatan ini mulai berkurang ke arah perairan tengah teluk yang terdapat di stasiun E, F dan G 4,015 µgL -1 , 4,015 µgL -1 dan 3,811 µgL -1 dan semakin melemah sebarannya ke arah terluar teluk yaitu pada stasiun H, I dan J 4,015 µgL -1 , 3,165 µgL -1 dan 3,608 µgL -1 Gambar 16a dan Lampiran 2. Pada penelitian ini perairan-perairan yang dekat dengan daratan sungai, muara dan pinggir teluk memiliki kandungan unsur hara tinggi yang diikuti pula dengan tingginya sebaran horizontal klorofil-a, dan perairan yang jauh dari daratan tengah teluk dan terluar dari teluk terlihat memiliki kandungan unsur hara rendah yang diikuti juga dengan rendahnya sebaran horizontal klorofil-a. Unsur hara tersebut berasal dari daratan atau run off, sehingga memberikan kontribusi yang sangat penting terhadap kesuburan perairan terutama terhadap biomassa fitoplankton klorofil-a di perairan teluk. Dimana kandungan nitrat dan ortofosfat pada masing-masing stasiun pengamatan berturut-turut, stasiun A sebesar 0,113 mgL -1 dan 0,693 mgL -1 , stasiun B sebesar 0,069 mgL -1 dan 0,01 mgL -1 , stasiun C sebesar 0,156 mgL -1 dan 0,01 mgL -1 Lampiran 2. Valiela 1984 mengemukakan bahwa di laut sebaran klorofil-a lebih tinggi konsentrasinya di perairan pantai dan pesisir, serta rendah di perairan lepas pantai. Tingginya sebaran horizontal klorofil-a di perairan pantai dan pesisir disebabkan karena adanya suplai nutrien melalui perairan sungai dalam jumlah besar yang berasal dari daratan runoff, sedangkan rendahnya sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan lepas pantai karena tidak adanya suplai nutrien dari daratan secara langsung. Pada Gambar 16b terlihat pola sebaran salinitas mengikuti pola sebaran klorofil-a yang berbanding terbalik, dengan rata-rata sebaran salinitas yang rendah pada perairan-perairan yang memiliki sebaran klorofil-a tinggi dan sebaran salinitas tinggi pada perairan-perairan yang memiliki sebaran klorofil-a rendah. Berdasarkan analisis korelasi Pearson, diperoleh korelasi negatif dengan keeratan yang sangat kuat sebesar -0,959 pada taraf α 0,05 yang berarti bahwa semakin tinggi nilai salinitas maka akan menurunkan nilai konsentrasi klorofil-a di perairan teluk. Pola sebaran spasial horizontal klorofil-a pada bulan Mei terlihat secara gradual semakin dominan ke arah perairan yang dekat dengan daratan dan melemah ke arah terluar teluk yang terletak jauh dari pantai. a b Gambar 17. Kontur permukaan sebaran klorofil-a µgL -1 secara horizontal dan sebaran nilai salinitas di permukaan perairan Teluk Meulaboh pada Bulan Juni 2014 Sebaran horizontal klorofil-a pada pengamatan kedua di bulan Juni 2011 terlihat lebih bervariasi. Dengan rata-rata kandungan klorofil-a yang diperoleh 28 selama penelitian berkisar antara 1,637-3,812 µgL -1 . Pada gambar kontur permukaan sebaran horizontal klorofil-a ditemukan sebaran spasial horizontal klorofil-a yang memusat dominan ditiga lokasi, yaitu di sekitar muara sungai yang berada di stasiun B, di sekitar perairan pinggir teluk yang berada di stasiun C dan di sekitar perairan sungai yang berada di stasiun A. Kandungan klorofil-a pada ketiga stasiun tersebut sebesar 3,812 µgL -1 , 3,465 µgL -1 dan 3,338 µgL -1 . Kemudian secara gradual sebaran klorofil-a fitoplankton bergerak sedikit berkurang ke arah perairan di sekitar pesisir teluk yang berada di stasiun D 2,582 µgL -1 . Dan semakin melemah sebarannya ke arah perairan tegah teluk yaitu pada stasiun E, F dan G 2,517 µgL -1 , 2,991 µgL -1 dan 2,172 µgL -1 sampai ke arah perairan terluar dari teluk yaitu stasiun H, I dan J 2,926 µgL -1 , 2,111 µgL -1 , 1,637 µgL -1 Gambar 17a dan Lampiran 2. Besarnya sebaran horizontal klorofil-a pada perairan muara dan sungai merupakan hal yang umum terjadi mengingat perairan muara dan sungai merupakan perairan yang paling banyak mengandung unsur hara. Hal tersebut diperkuat dengan tingginya kandungan unsur hara baik nitrat maupun ortofosfat yang relatif tinggi di ketiga perairan ini, sehingga mempengaruhi tingginya sebaran horizontal klorofil-a pada ketiga stasiun tersebut. Kandungan nitrat dan ortofosfat pada masing-masing stasiun berturut-turut stasiun B sebesar 0,646 mgL -1 dan 0,018 mgL -1 , stasiun C sebesar 0,170 mgL -1 dan 0,016 mgL -1 dan stasiun A sebesar 0,339 mgL -1 dan 0,082 mgL -1 Lampiran 2. Selain adanya masukan dari daratan, daerah mulut muara dan sungai umumnya relatif dangkal, yang memungkinkan terjadinya pengadukan massa air di seluruh lapisan perairan, sehingga menyebabkan peningkatan kadar unsur hara di lapisan permukaan perairan. Keadaan demikian memungkinkan untuk klorofil-a berkembang lebih cepat dan subur. Rasyid 2009 menjelaskan bahwa sirkulasi massa air dan pencampuran massa air akan dapat mempengaruhi produktivitas kandungan klorofil-a suatu perairan. Tingginya produktivitas primer kandungan klorofil-a suatu perairan akan berhubungan dengan daerah asal dimana massa air diperoleh. Demikian pula seperti yang terdapat di pengamatan pertama pada Gambar 17b terlihat, bahwa pola sebaran salinitas cenderung berbanding terbalik dengan pola sebaran klorofil-a, dengan rata-rata sebaran salinitas yang relatif rendah pada perairan yang dekat dengan daratan sungai dan muara namun tinggi pada perairan tengah teluk dan terluar teluk. Berdasarkan analisis korelasi Pearson, diperoleh korelasi negatif dengan keeratan yang lemah sebesar -0,413 pada taraf α 0,05. Adapun pola sebaran spasial horizontal klorofil-a pada bulan Juni juga terlihat semakin dominan ke arah perairan yang dekat dengan daratan dan bertahap semakin melemah ke arah terluar teluk yang terletak jauh dari pantai. a b Gambar 18. Kontur permukaan sebaran klorofil-a µgL -1 secara horizontal dan sebaran nilai salinitas di permukaan perairan Teluk Meulaboh pada Bulan Juli 2014 Sebaran horizontal klorofil-a pada pengamatan ketiga di bulan Juli 2011 pada setiap stasiun penelitian berkisar antara 0,815-2,452 µgL -1 . Pola sebaran 30 horizontal klorofil-a yang terbentuk pada pengamatan ketiga di bulan Juli relatif hampir seragam. Namun memiliki nilai sebaran klorofil-a terendah dibandingkan nilai sebaran klorofil-a dibulan pertama dan kedua. Walupun demikian pada gambar kontur permukaan sebaran horizontal klorofil-a terlihat, bahwa masih terdapat pemusatan sebaran spasial klorofil-a yang cenderung mengarah ke wilayah perairan sungai, muara, pinggir teluk, pesisir teluk yang terdapat pada stasiun A, B C dan D serta diikuti dengan rata-rata sebaran salinitas yang juga lebih rendah di stasiun-stasiun tersebut. Kandungan klorofil-a pada masing- masing stasiun tersebut berturut-turut sebesar 2,452 µgL -1 , 1,698 µgL -1 , 1,698 µgL -1 dan 1,702 µgL -1 . Pada pengamatan ketiga ini pola sebaran horizontal klorofil-a di perairan tengah teluk sampai ke perairan terluar dari teluk relatif hampir seragam, namun tetap masih terlihat kecendrungan melemahnya sebaran horizontal klorofil-a pada titik-titik lokasi tersebut yaitu mulai dari stasiun E, F dan G 0,880 µgL -1 , 1,228 µgL -1 , dan 1,163 µgL -1 yang mewakili perairan tengah teluk dan stasiun H, I dan J yang mewakili perairan terluar teluk 0,818 µgL -1 , 1,634 µgL -1 , 0,815 µgL -1 Gambar 18a dan Lampiran 2. Tingginya sebaran horizontal klorofil-a pada pada perairan sungai, muara dan pinggir teluk diikuti dengan tingginya kandungan unsur hara nitrat dan otrofosfat di zona perairan tersebut, seperti halnya pada stasiun A yang memiliki rata-rata total DIN amonia, nitrat, nitrit dan ortofosfat paling tinggi dibandingkan stasiun lainnya yang diikuti pula dengan tingginya kandungan klorofil-a, tersedianya kadar unsur hara yang tinggi dimanfaatkan fitoplankton untuk pertumbuhan sehingga mempengaruhi tingginya biomassa fitoplankton klorofil-a di perairan tersebut. Kandungan nitrat dan ortofosfat pada masing- masing stasiun berturut-turut stasiun A sebesar 0,387 mgL -1 dan 0,104 mgL -1 , stasiun B sebesar 0,143 mgL -1 dan 0,001 mgL -1 , stasiun C sebesar 0,231 mgL dan 0,003 mgL -1 dan stasiun D sebesar 0,204 mgL -1 dan 0,004 mgL -1 Lampiran 2. Hasil penelitian Raymont 1983 menunjukkan adanya efek peningkatan kadar zat hara yang sangat menguntungkan di sekitar Southampton, Inggris. Pola sebaran salinitas Gambar 18b memperlihatkan hubungan yang berkebalikkan dengan pola sebaran klorofil-a. Pola hubungan sebaran salinitas dengan klorofil-a pada pengamatan ketiga relatif sama dengan pola hubungan sebaran salinitas dan klorofil-a pada pengamatan pertama dan kedua, dimana perairan dengan salinitas rendah memiliki sebaran klorofil-a tinggi dan perairan dengan salinitas tinggi memiliki sebaran klorofil-a rendah. Berdasarkan analisis korelasi Pearson, diperoleh korelasi negatif dengan keeratan yang kuat sebesar - 0,859 pada taraf α 0,05. Pola sebaran spasial horizontal klorofil-a pada bulan Juli cenderung dominan ke arah perairan yang dekat dengan daratan dan cenderung bergerak melemah ke arah terluar teluk yang jauh dari pantai. Berdasarkan Gambar 16, 17 dan 18 terlihat bahwa secara temporal sebaran horizontal klorofil-a pada pengamatan pertama di bulan Mei 2014 yang tergolong kedalam musim peralihan barat-timur musim pancaroba awal tahun memiliki sebaran tertinggi yang berkisar antara 3,165-6,953 µgL -1 . Apabila dibandingkan dengan sebaran horizontal klorofil-a pada bulan Juni 2014 dan Juli 2014 Gambar 16,17 dan 18, dimana pengamatan kedua dan ketiga tergolong kedalam musim timur musim kemarau memiliki kandungan klorofil-a yang rendah, yaitu berturut-turut berkisar antara 1,637-3,812 µgL -1 dan 0,815-2,452 µgL -1 . Kondisi ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rasyid 2009 di Perairan Sparmonde Sulawesi selatan, diperoleh nilai konsentrasi klorofil-a yang tinggi pada musim peralihan barat-timur yaitu pada bulan Mei 2009 berkisar antara 0,15- 1,15 mgm 3 atau setara dengan 150-1.150 µgL -1 , sedangkan pada bulan Juni 2009 yang didominasi oleh konsentrasi klorofil-a berkisar antara 0.15-0.75 mgm 3 atau setara dengan 150-750 µgL -1. Tingkat kesuburan perairan Teluk Meulaboh Klorofil-a merupakan pigmen fotosintesis di perairan yang didalamnya telah tercakup fitoplankton. Keberadaan klorofil-a dalam sel fitoplankton sangatlah penting bagi proses fotosintesis. Fotosintesis merupakan suatu proses yang menjadi dasar dari pembentukan zat-zat organik di dalam perairan. Kandungan klorofil yang paling dominan dimiliki oleh fitoplankton adalah klorofil-a. Oleh karena itu klorofil-a sendiri dapat dijadikan sebagai indikator tingkat kesuburan perairan. Tingkat kesuburan perairan teluk Meulaboh secara spasial berdasarkan kandungan klorofil-a yang diperoleh selama penelitian berada pada kisaran 2-6 µgL -1 , yaitu tergolong kedalam perairan yang bersifat mesotrofik kesuburan sedang yang merata diseluruh stasiun penelitan, baik dari perairan sungai, muara, pesisir, tengah teluk sampai ke perairan terluar dari teluk yang terletak jauh dari pantai St. A - J. Tingkat kesuburan perairan Teluk Meulaboh secara spasial lebih tinggi apabila dibandingkan dengan penelitan yang dilakukan Faizal et al 2011 di kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan secara spasial berada pada kondisi oligotrofik. Gambar 19. Tingkat Kesuburan Perairan Teluk Meulaboh 4,2 3,2 3,0 2,5 2,5 2,7 2,4 2,6 2,3 2,0 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50 A B C D E F G H I J Klorofil-a MESOTROFIK Adapun tingkat kesuburan perairan Teluk Meulaboh secara temporal dapat dilihat bahwa pada pengamatan pertama di bulan Mei 2014 di musim peralihan barat-timur tingkat kesuburan dalam kondisi mesotrofik ditemukan pada semua stasiun di perairan teluk mulai dari stasiun B sampai J, kecuali pada stasiun A yang tergolong ke dalam kondisi eutrofik. Pada pengamatan kedua di bulan Juni 2014 di musim kemarau pola tingkat kesuburan perlahan mulai menunjukkan kondisi oligotrofik yang dijumpai pada stasiun J, namun demikian kondisi mesotrofik masih tetap ditemukan dihampir semua stasiun penelitian yaitu mulai dari stasiun A sampai ke stasiun I. Kemudian pada pengamatan ketiga dibulan Juli 2014 di musim kemarau tingkat kesuburan perairan semakin menurun sampai pada kondisi oligotrofik dihampir semua stasiun penelitian, kecuali hanya pada stasiun A yang masih berada pada kondisi mesotrofik. Faizal et al 2011 dalam penelitiannya diperoleh kondisi oligotrofik tersebar di semua stasiun penelitiannya dan hanya pada satu stasiun yang kondisinya mesotrofik yang terdapat pada musim hujan dan pada musim kemarau semua stasiun penelitian berada pada kondisi oligotrofik. Tingkat Pencemaran Perairan Teluk Meulaboh Perairan merupakan bagian dari sumberdaya alam yang memiliki manfaat bagi kelangsungan hidup manusia dan habitat bagi organisme air. Untuk itu memelihara dan menjaga kualitas perairan agar tetap sesuai dengan daya dukung lingkungan perairan perlu untuk dilakukan secara terus-menerus. Salah satu cara agar dapat menjaga dan mengontrol kualitas lingkungan perairan adalah dengan mengukur parameter kualitas perairan dengan standar baku mutu air yang telah ditetapkan Pemerintah Republik Indonesia, yang disesuaikan dengan peruntukannya. Tabel 3. Status Mutu Air di Perairan Teluk Meulaboh Kelompok Perairan Skor Status Peruntukan Standar Baku Mutu Sungai -39 Cemar berat Biotal Laut KepmenLH No 51 Perairan Dekat Pantai -25 Cemar sedang Biota Laut KepmenLH No 51 Perairan Jauh dari Pantai -15 Cemar sedang Biota Laut KepmenLH No 51 Pelabuhan -5 Cemar ringan Pelabuhan KepmenLH No 51 Perairan Teluk Meulaboh -25 Cemar sedang Biota Laut KepmenLH No 51 Berdasarkan tabel 5 di atas status mutu air pada perairan sungai stasiun A berada dalam kondisi tercemar berat buruk. Pencemaran tersebut disebabkan karena nilai konsentrasi unsur hara nitrat, fosfat, kecerahan dan kekeruhan yang melebihi standar baku mutu menurut KepmenLH No 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut yang terdapat dalam Lampiran 3 yang diperuntukkan untuk biota laut. Pada perairan dekat pantai wilayah pesisir teluk yang masuk kedalam stasiun B, C, D, E dan H status mutu air masuk dalam kategori tercemar sedang sedang. Pencemaran tersebut disebabkan karena konsentrasi nitrat nilai kecerahan dan kekeruhan yang melebihi standar baku mutu menurut KepmenLH No 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut yang terdapat dalam Lampiran 3 yang diperuntukkan untuk biota laut. Hal yang sama juga terjadi pada perairan terluar dari pantai stasiun F,I dan J yang berada dalam kondisi tercemar sedang sedang. Pencemaran tersebut disebabkan karena konsentrasi nitrat dan nilai kecerahan yang tidak sesuai dengan standar baku mutu kualitas air yang di tetapkan. Pada wilayah pelabuhan yang termasuk kedalam stasiun G, maka stastus mutu air berada dalam kondisi cemar ringan baik. Pencemaran tersebut disebabkan karena nilai kecerahan yang terlalu rendah sehingga tidak sesuia dengan standar baku mutu yang ditetapkan oleh KepmenLH No 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut yang terdapat dalam Lampiran 1 yang diperuntukkan pelabuhan. Adapun secara keseluruhan status mutu air di perairan Teluk Meulaboh berada pada kondisi tercemar sedang. Pencemaran di perairan Teluk Meulaboh disebabkan karena konsentrasi nitrat serta nilai kecerahan dan kekeruhan yang tidak sesuai dengan standar baku mutu yang telah ditetapkan untuk peruntukkan biota laut. Penyebab pencemaran utama di perairan Teluk Meulaboh disebabkan oleh beban nutrien nitrat dan fosfat yang berlebihan dan tingginya tingkat kekeruhan yang kemudian berbanding terbalik dengan rendahnya tingkat kecerahan di perairan Teluk Meulaboh tersebut Lampiran 8. Pembahahasan Faktor utama cahaya dan unsur hara yang mempengaruhi klorofil-a fitoplankton Besarnya intensitas cahaya matahari yang sampai ke permukaan perairan selama penelitian mengikuti pola harian yaitu terjadi peningkatan intensitas cahaya di pagi hari dan mencapai puncak pada tengah hari dan menurun kembali pada waktu sore. Besarnya intensitas cahaya selama waktu pengamatan yang sama menunjukkan nilai yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh kondisi cuaca dan awan selama pengamatan sehingga mempengaruhi besar kecilnya intensitas yang mencapai permukaan. Sejalan dengan Valiela 1995 bahwa awan akan mengurangi radiasi yang sampai di permukaan perairan dan beberapa energi matahari akan hilang oleh penghamburan scattering dan refleksi pada permukaan perairan. Besarnya penetrasi cahaya yang masuk ke perairan mempengaruhi ketersediaan cahaya, sehingga ketersediaan cahaya bergantung pada tingkat kecerahan dari suatu perairan. Semakin cerah perairan maka ketersediaan cahaya pada kolom air di perairan semakin besar, sebaliknya semakin keruh perairan maka penetrasi cahaya akan terhambat dan hanya sebagian kecil cahaya yang tersedia pada kolom air di perairan. Berdasarkan analisis korelasi Pearson terjadi korelasi positif yang sangat kuat antara kecerahan perairan dengan intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan Pearson r = 0,901 pada taraf α 0,05. Nybakken 1992 mengemukakan bahwa kedalaman penetrasi cahaya yang masuk ke perairan bergantung pada beberapa faktor, antara lain absorpsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, kecerahan air, pemantulan cahaya oleh permukaan laut, letak lintang geografi dan musim. Keberadaan cahaya sangat penting di perairan karena cahaya merupakan energi yang secara langsung digunakan oleh klorofil-a dalam proses fotosintesis. Selain itu keberadaan cahaya dapat mempengaruhi tinggi dan rendahnya klorofil-a di perairan. Hal ini dapat dilihat dari korelasi Pearson terjadi korelasi negatif yang sedang antara cahaya dengan kandungan klorofil-a Pearson r = -0,709 34 pada taraf α = 0,05. Berdasarkan korelasi tersebut terlihat bahwa cahaya yang terlalu tinggi akan menurunkan kandungan klorofil-a, sehingga tingginya kandungan klorofil-a bukanlah berada pada intensitas cahaya yang semakin tinggi, akan tetapi pada intesitas cahaya yang optimal. Sebagaimana Kirk 1994 mengemukakan bahwa apabila cahaya yang tersedia di atas cahaya optimum, maka cahaya tersebut merupakan cahaya penghambat bagi proses fotosintesis, namun apabila cahaya yang tersedia berada di bawah cahaya optimum maka intensitas cahaya tersebut merupakan intensitas cahaya pembatas bagi fotosintesis. Cahaya yang paling baik untuk proses fotosintesis adalah pada pagi hari, disaat udara masih dingin dengan stomata yang terbuka lebar sehingga unsur karbon yang diserap untuk proses fotosintesis relatif banyak. Oleh karena itu proses fotosintesis di pagi hari sangat optimal karena memiliki intensitas cahaya yang relatif rendah khususnya pada pukul 07.00 hingga 10.00 WIB. Pada waktu-waktu tersebut sinar matahari yang tampak adalah sinar dengan panjang gelombang yang panjang. Hal ini dapat dilihat dari nilai kandungan klorofil-a yang terdapat pada stasiun A, B, C dan D cenderung lebih tinggi daripada stasiun lainnya, dimana waktu sampling pada stasiun-stasiun tersebut berada pada pukul 08.00 – 10.00 WIB dengan intesitas cahaya yang relatif rendah. Dugaan ini diperkuat pula oleh Nybakken 1992 menjelaskan bahwa tidak semua radiasi elektromagnetik yang jatuh pada tanaman yang berfotosintesis dapat diserap, tetapi hanya cahaya yang tampak visible light yang memiliki panjang gelombang berkisar antara 400-660 nm yang diabsorbsi dan digunakan untuk fotosintesis. Strickland 1960 menambahkan untuk melakukan sintesa klorofil yang efektif umumnya diperlukan intensitas cahaya yang relatif rendah. Cahaya yang intensitasnya terlalu kuat akan merusak klorofil dalam reaksi yang disebut photo okxidation. Nilai kandungan unsur hara yang tinggi pada perairan teluk antara lain disebabkan oleh adanya masukan dari daratan melalui sungai atau sumber-sumber lain yang berada di sepanjang perairan, selain itu adanya pengkayaan dari lapisan lebih dalam yang disebabkan karena penaikan massa air upwelling dan pengadukan dasar laut turbulensi atau mixing juga menjadi faktor yang mempengaruhi distribusi unsur hara di perairan teluk. Hal ini sejalan dengan Valiela 1995 bahwa masukan air sungai dan air tawar lainnya sering menjadi sumber utama nutrien bagi beberapa perairan pantai. Secara umum pola sebaran yang terbentuk dari konsentrasi unsur hara yang diperoleh selama penelitian menunjukkan nilai yang semakin menurun ke arah perairan terluar dari teluk yang jauh dari pantai dan semakin tinggi ke arah perairan sungai. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh air tawar perairan sungai yang mengalirkan unsur hara. Unsur hara tersebut berasal dari aktivitas manusia, baik dari limbah rumah tangga, limbah pertanian maupun limbah kegiatan industri yang dibawa melalui limpasan air dari daratan runoff Liu et al. 2003 mengungkapkan transport air sungai adalah cara utama unsur hara terlarut dari darat ke laut. Fenomena ini menjadi indikasi bahwa sumber utama unsur hara perairan sungai memegang peranan penting terhadap sebaran tinggi-rendahnya unsur hara yang berada di perairan teluk Sebaran konsentrasi unsur hara DIN nitrogen anorganik terlarut DIP fosfat anorganik terlarut memperlihatkan nilai yang lebih tinggi pada perairan dengan salinitas rendah sungai dan menurun dengan bertambahnya salinitas terluar teluk. Berdasarkan analisis korelasi Pearson unsur hara DIN dan DIP menunjukkan korelasi negatif yang kuat dengan salinitas dan korelasi positif yang kuat dengan kekeruhan berturut-turut Person r = -0,89, r = 0,95 pada taraf α 0,05 dan Pearson -0,97, r = 0,81 pada taraf α 0,05. Kedua unsur hara tersebut memperlihatkan korelasi negatif dengan salinitas dan korelasi positif dengan kekeruhan. Kondisi ini merupakan hal yang umum terjadi karena pengaruh pengaliran air tawar yang banyak membawa unsur hara dari daratan, sehingga akibat pengaliran air tawar tersebut menyebabkan nilai salinitas menjadi rendah dengan konsentrasi unsur hara yang tinggi. Begitu pula dengan nilai kekeruhan yang lebih tinggi pada perairan sungai dan menurun pada perairan terluar teluk. Hal ini menjadi indikasi bahwa sebaran kosentrasi unsur hara di perairan sungai dan sekitarnya, memiliki nilai unsur hara yang tinggi jika dilihat dari tingkat kekeruhannya yang juga tinggi, dimana kekeruhan yang tinggi dapat disebabkan oleh pengaruh partikel tersuspensi yang mengandung banyak bahan organik yang bertumpuk di perairan sungai dan sekitarnya. Sejalan dengan Damar 2003 bahwa terdapat korelasi negatif unsur hara dengan salinitas dan korelatif positif dengan kekeruhan, dimana rata-rata nilai unsur hara tinggi pada perairan sungai dan rendah pada perairan laut terbuka. Keberadaan unsur hara seperti nitrat dan fosfat sangat diperlukan bagi proses metabolisme organisme fitoplankton di perairan. Sebaran unsur hara nitrat dan fosfat dapat mempengaruhi tinggi- rendahnya sebaran fitoplankton di perairan, sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi sebaran konsentrasi klorofil-a dari fitoplankton itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari korelasi Pearson, dimana terjadi korelasi positif yang kuat antara unsur hara nitrat dan fosfat dengan kandungan klorofil-a berturut-turut Pearson r = 0,870 dan r = 0,834 pada taraf α = 0,05. Setiap perubahan kenaikan unsur hara akan diikuti pula dengan kenaikkan kandungan klorofil-a. Oleh karena itu Odum 1971 mengemukakan bahwa nitrat NO 3 – N merupakan salah satu unsur penting yang dapat digunakan oleh tumbuhan hijau terutama alga dan produser primer lainnya. Sejalan dengan itu Effendi 2003 menambahkan senyawa nitrat merupakan salah satu senyawa nutrisi sel yang merangsang pertumbuhan klorofil- a di perairan. Sehingga secara lengkap dapat mengontrol perkembangan biomassa perairan. Adapun fosfat PO 4 – P merupakan salah satu unsur hara makro yang dibutuhkan oleh organisme parairan terutama organisme zat hijau yang memiliki klorofil-a. Menurut sumawidjaya 1989, fosfor sangat diperlukan dalam transfer energi dalam sel yang biasanya terdapat dalam jumlah sedikit. Unsur fosfor yang terdapat dalam bentuk fosfat maupun zat hara organik, merupakan unsur utama yang diperlukan untuk memperbesar sel bagi klorofil-a di perairan Nybakken, 1992. Variasi unsur hara silikat memperlihatkan penurunan ke arah perairan sungai dan perairan teluk sampai mulut teluk, namun tinggi pada wilayah perairan pesisir dan muara sungai. Tingginya konsentrasi silikat yang terdapat di perairan pesisir dan muara sungai, diduga berasal dari aktivitas manusia dari daratan yang berada di daerah pinggiran teluk, sehingga memberikan kontribusi yang tinggi terhadap tingginya unsur hara silikat di perairan pesisir dan muara. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis korelasi Pearson unsur hara silikat menunjukkan korelasi positif yang lemah dengan salinitas dan korelasi negatif yang juga lemah dengan kekeruhan Pearson r = 0,50 dan r = - 0,22 pada taraf α 0,05. Namun demikian terdapat kecendrungan nilai unsur hara silikat yang relatif tinggi pada perairan 36 pesisir dan muara yang memiliki salinitas lebih rendah daripada perairan dalam teluk dan terluar teluk. Dengan tingkat kekeruhan yang cenderung tinggi di perairan dengan salinitas yang lebih rendah dengan salinitas dalam teluk dan terluar teluk. Hal ini dapat dilihat dari korelasi negatif yang lemah antara unsur hara silikat dengan kekeruhan. Sejalan dengan Millero dan Sohn 1992 mengemukakan pada perairan pesisir kadar silikon terlarut biasanya lebih besar daripada dalam laut terbuka sebagai akibat dari runoff dari daratan dan konsetrasi silikat pada perairan mulut sungai lebih tinggi jika dibandingkan dengan stasiun dalam laut Teluk Jakarta Damar 2003. Keberadaan unsur hara silikat di perairan laut dapat mempengaruhi tinggi rendahnya sebaran fitoplankton diatom di perairan. karena unsur hara silikat memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup fitoplakton, khususnya diatom dan dinoflagelata yang memanfaatkan silikat secara langsung untuk pembetukan dinding sel. Silikat diketahui merupakan bagian penting dalam pembentukan silikoflagellata seperti diatom dan beberapa radiolaria. Zat organik dalam diatom mengandung lebih dari 60 SiO 2 . Pertumbuhan diatom yang cepat dapat menurunkan kadar silikat terlarut dalam air laut Riley dan Skirrow, 1975.; organisme tersebut antara lain diatom dan dinoflagellata fitoplankton dan kelompok radiolaria zooplankton. Siklus silikon relatif sederhana karena hanya menyangkut bentuk-bentuk anorganik, organisme memanfaatkan silikon terlarut untuk membentuk cangkangnya, dan bahan cangkang ini akan larut begitu organisme tersebut mati. Konsentrasi silikat semakin besar dengan bertambahnya kedalaman. Namun demikian berdasarkan korelasi Pearson terbentuk hubungan positif yang lemah antara unsur hara silikat dengan kandungan klorofil-a yaitu sebesar r = 0,401 pada taraf α= 0,05. Rendahnya hubungan yang terbentuk antara silikat dengan klorofil-a diduga karena silikat merupakan unsur hara yang hanya digunakan oleh jenis-jenis fitoplankton tertentu seperti diatom, dinoflagellata dan radiolaria untuk pembentukan dinding sel atau cangkangnya. Berbeda halnya seperti unsur hara nitrat dan fosfat yang secara langsung berfungsi sebagai nutrisi sel untuk pembentukan klorofil-a, sehingga mempengaruhi tinggi dan rendahnya klorofil-a di perairan. Sejalan dengan hal tersebut Spencer 1975 mengatakan bahwa keterbatasan silikat mempengaruhi terutama organisme yang menggunakan unsur ini untuk membentuk rangka atau cangkangnya Berdasarakan hasil perbandingan unsur hara nitrogen anorganik terlarut DIN dan fosfat anorganik terlarut DIP selama penelitian, memperlihatkan nilai yang lebih tinggi dari 16. Nilai demikian menunjukkan bahwa beban masukan unsur hara lebih didominasi oleh DIN daripada DIP dengan asumsi laju penyerapan fitoplankton dan regenerasi nitrogen dan fosfat adalah sama. Hal ini sejalan dengan Effendi 2003 menyebutkan bahwa fosfat biasanya terdapat di perairan dalam jumlah yang sedikit, hal ini sering menyebabkan defisiensi zat hara yang dapat menekan pertumbuhan klorofil-a yang akhirnya dapat mengurangi produktivitas dalam sistem perairan. oleh karena itu Rasio ini sering digunakan untuk mengetahui unsur hara mana yang berpotensi membatasi pertumbuhan dan produktivitas di perairan Damar 2003. Faktor biologi komposisi jenis dan kelimpahan yang mempengaruhi klorofil-a Secara umum dari hasil penelitian di perairan Teluk Meulaboh ditemukan beberapa genera fitoplankton yang mendominasi di perairan. Genera-genera tersebut diantaranya genera Chaetoceros sp, Bacteratrum sp, Leptocylindrus sp dan Rhizosolena sp dari kelas Bacillariophyceae, dimana genera tersebut merupakan genera yang paling sering dijumpai dengan kelimpahan yang tinggi yang tersebar di seluruh perairan Teluk Meulaboh dan selanjutnya diikuti pula dari kelas Dinophyceae yang terdiri dari genera Ceratium sp, Peridium sp dan Dinophysis sp. Kemampuan toleransi kelas Bacillariophyceae terutama genus Chaetoceros sp. terhadap kondisi ketersediaan unsur hara yang rendah terutama unsur hara nitrat dan fosfat sebagai faktor pembatas menjadi salah satu penyebab berlimpahnya genus tersebut di perairan. Dalam penelitian ini unsur hara nitrat dan ortofosfat masih berada dalam konsentrasi yang rendah berkisar antara 0,014- 0,646 mgL -1 dan 0,001-0,693 mgL -1 Mackentum 1969. Sejalan dengan penelitian Lagus et al 2004 mengemukakan Chaetoceros sp akan memberikan respon pertumbuhan yang cepat tidak hanya pada konsentrasi unsur hara nitrogen yang tinggi tetapi juga pada rasio unsur hara nitrogen N sebagai faktor pembatas. Ditambahkan oleh Thomas et al 1978 diacu dalam Egge dan Aksnes 1992 menjelaskan bahwa diatom diduga memiliki kemampuan yang baik dalam memanfaatkan unsur hara N yang rendah, kondisi ini disebabkan salah satunya karena diatom mempunyai nilai saturasi kejenuhan yang rendah dalam mengambil nitrat dan amonium di perairan. Nilai saturasi kejenuhan diatom neritik dalam mengambil nitrat yaitu 0,4-5,1 µg atomL -1 dan amonium yaitu 0,5- 9,3 µg atomL -1 MacIsaac et al., 1969 dalam Valiela 1995. Selain kemampuannya berkembang dengan baik walaupun dalam keberadaan unsur hara yang minimal, diatom juga memiliki kemampuan menyerap unsur hara dengan baik untuk penggandaan sel tubuhnya. Hal ini menjadi salah satu faktor berlimpahnya jenis diatom dari kelas Bacillariophyceae di perairan. Eppley 1977 dalam Levinton 1982 mengemukkan bahwa diatom secara cepat menyerap unsur hara dan memiliki laju penggandaan sel yang optimal berkisar dari 0,5-6 kali penggandaan sehari. Hasil eksperimen oleh Sanders et al. 1987 menunjukkan bahwa peningkatan nitrogen baik nitrat maupun ammonium di musim semi dan panas meningkatkan dominasi diatom karena meningkatkan laju pertumbuhannya lebih dari kelompok lainnya. Berlimpahnya kelas Bacillariophyceae tidak terlepas dari ketersediaan unsur hara silikat di perairan Teluk Meulaboh, dimana kelas Bacillariophyceae membutuhkan banyak silikat untuk membangun dinding sel dan pembentukan cangkang tubuhnya. Konsentrasi silikat yang diperoleh selama penelitian yaitu berkisar 0,604-4,520 mgL -1 . Konsentrasi silikat tersebut berada pada konsentrasi yang tinggi untuk pertumbuhan diatom Bacillariophyceae. Guilford dan Hecky 2000 menyatakan bahwa indikasi terjadinya dominasi oleh diatom Bacillariophyceae ketika konsentrasi silikat di atas 2 µM atau setara dengan 0,12 mgL -1 . Ketika konsentrasi silikat di bawah 2 µM, kondisi perairan masih juga didominasi oleh diatom, hal itu karena perairan tersebut dalam proses transisi konsentrasi silikat yang tinggi. Namun dominasi diatom akan berhenti apabila konsentrasi silikat tetap berada di bawah 2 µM. Kelas Cyanophyceae, Euglenophyceae dan Crysophyceae merupakan kelas yang paling jarang ditemukan disetiap stasiun penelitian serta memiliki kelimpahan yang relatif rendah. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Nybakken 1992 bahwa Cyanopyhceae alga hijau biru, Silikoflagellata Dyctyochaceae, Cryshophyceae merupakan fitoplankton minoritas di laut. Sedangkan kelas Clorophyceae merupakan kelas yang juga termasuk jarang ditemukan selama penelitian. Dari penelitian diperoleh penyebaran kelas Clorophyceae yang hanya terdapat pada zona perairan sungai dan muara serta tersebar di zona perairan pesisir pantai yang dekat dengan muara, namun kelas Clorophyceae tidak ditemukan di perairan tengah teluk dan terluar teluk yang jauh dari pantai. Kondisi ini adalah hal yang umum terjadi karena kelas Clorophyceae memiliki kemampuan toleransi yang terbatas terhadap salinitas yang tinggi seperti di perairan laut. Menurut Opute 2000 yang diacu dalam Akoma 2008 berpendapat umumnya kelas Clorophyceae kurang toleran terhadap salinitas dan hanya terbatas pada perairan tawar dan estuari Kelimpahan fitoplankton terendah dijumpai pada perairan seperti sungai dan muara sungai yang memiliki tingkat kekeruhan yang tinggi serta kecerahan yang lebih rendah dibandingkan stasiun lainnya, sehingga menghambat intensitas cahaya matahari yang masuk ke kolom air yang berpengaruh terhadap proses fotosintesis yang berjalan tidak optimal. Walaupun konsentrasi unsur hara dijumpai lebih tinggi dari pada stasiun lainnya. Hal ini dapat dilihat dari hubungan antara tingkat kekeruhan dengan kelimpahan fitoplankton yang memiliki korelasi negatif Pearson r= -0,20 pada taraf α 0,05, dimana peningkatan nilai kekeruhan akan menurunkan kelimpahan fitoplankton di perairan. Basmi et al 1995 mengemukakan bahwa transmisi cahaya erat kaitannya dengan partikel – partikel tersuspensi yang akhirnya mempengaruhi kedalaman penetrasi cahaya ke dalam kolom air, terbatasnya penetrasi cahaya tersebut berpengaruh terhadap efektifitas fotosintesis fitoplankton. Selain itu aktivitas grazing oleh herbivore yang memanfaatkan fitoplankton di perairan juga dapat mempengaruhi rendahnya kelimpahan fitoplankton di perairan sungai dan muara sungai Susanto, 1986 Kelimpahan fitoplankton tertinggi dijumpai pada perairan pinggiran teluk yang merupakan wilayah pesisir teluk dan kelimpahan fitoplankton terendah ditemukan pada perairan di sekitar sungai. Adanya jenis-jenis fitoplankton yang tidak semuanya ikut tersaring di dalam planktonet ukuran fioplankton lebih kecil dari ukuran planktonet pada perairan sungai diduga menjadi penyebab rendahnya kelimpahan fitoplankton di perairan sungai tersebut. Garno 2008 mengungkapkan bahwa keberadaan fitoplankton di suatu perairan sangat berfluktuasi, kadangkala hadir dalam kepadatan tinggi dan kadangkala kecil bahkan karena kepadatanya kecil maka keberadaannya tidak terdeteksi. Selain itu pola pergerakan arus yang membawa fitoplankton ke perairan pinggir pantai diduga juga dapat mempengaruhi penyebaran dari kelimpahan fitoplankton di perairan. Sejalan dengan hal itu Rahmansyah 2004 mengemukakan terjadinya arus di perairan pesisir sangat berhubungan dengan peristiwa pasang surut Pasut. Pola pergerakan massa air arus memberikan pengaruh terhadap pola penyebaran dari organisme perairan, terutama fitoplankton yang merupakan organisme renik yang pergerakannya tergantung dari arus. Dari analisis korelasi Pearson diperoleh korelasi yang positif dengan keeratan yang sedang sebesar 0,516 pada taraf kepercayaan α 0,05, dimana pola pergerakan arus memiliki hubungan positif yang cukup kuat dengan penyebaran kelimpahan fitoplankton. Nontji 1984 mengemukakan bahwa fitoplankton memiliki gerak yang terbatas, sehingga fitoplankton selalu terbawa oleh arus. Sejalan dengan Davis 1955 mengemukakan bahwa distribusi lokal fitoplankton yang tidak merata disebabkan oleh faktor antara lain; angin, aliran air masuk atau arus, upwelling, variasi garam nutrien, kedalaman perairan, adanya campuran dua massa air dan aktivitas grazing. Tingginya kelimpahan fitoplankton di sekitar perairan pesisir namun tidak diikuti dengan tingginya kandungan klorofil-a Pearson r = -0,040 pada taraf α 0,05. Kondisi seperti ini diduga karena adanya perbedaan biovolume pada setiap jenis fitoplankton, dimana kandungan klorofil-a dalam fitoplankton tergantung ukuran dari fitoplankton itu sendiri. Walaupun fitoplankton melimpah tetapi ukurannya kecil maka klorofil-a yang terkandung dalam sel fitoplankton tersebut akan sedikit. Jika dihubungkan dari sisi ketersediaan unsur hara umumnya nilai klorofil-a tinggi dijumpai pada daerah-daerah yang lebih kaya akan unsur hara, seperti yang dijumpai pada perairan sungai dan muara sungai, dimana ukuran sel fitoplankton pada daerah yang kaya akan unsur hara didominasi oleh ukuran sel yang besar, sehingga hal ini mempengaruhi klorofil-a yang dikandung masing- masing sel fitoplankton. Sejalan dengan Madubun 2006 dalam penelitiannya mengatakan bahwa fitoplankton dengan ukuran sel yang besar sering ditemukan pada perairan yang kaya nutrient, Di stasiun muara kandungan klorofil-a lebih tinggi dari kedua stasiun lainnya, diduga relatif melimpahnya unsur hara menyebabkan fitoplankton yang tumbuh jadi berukuran besar. Selain itu adanya bias perhitungan klorofil-a diduga berasal dari detritus-detritus, daun-daun dan serasah-serasah dari limbah bahan organik berasal dari daratan yang dibawa ke sungai dan muara sungai. Hal ini diperkuat dengan tingkat kekeruhan tinggi pada wilayah perairan yang memiliki unsur hara dan kandungan klorofil-a yang juga tinggi. Cenderung memiliki tingkat kekeruhan yang tinggi pula Pearson r = 0,955 dan r = 0,933 pada taraf α 0,05. Dimana tingginya kandungan unsur hara dan kandungan klorofil-a diikuti dengan tingginya tingkat kekeruhan di peraran Teluk Meulaboh. Steel dan Bird 1965 diacu dalam Kirk 1994 bahwa dalam kondisi tertentu jumlah jenis yang sedikit, tetapi ukuran biomassa fitoplankton dalam ukuran yang besar di perairan. Aminot dan Rey 2000 menambahkan di perairan estuari yang keruh detritus tanaman tingkat tinggi yang dibawa sungai dapat memberikan pengaruh terhadap kandungan klorofil-a di daerah tersebut. Adapun berdasarkan nilai konsentrasi klorofil-a yang diperoleh selama penelitian menunjukkan belum terjadinya pertumbuhan fitoplankton secara optimal. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Goes et al 2004 bahwa jika konsentrasi klorofil-a melebihi 1 mgm 3 menunjukkan sebagai indikator musim pertumbuhan fitoplankton. Kandungan dan distribusi horizontal klorofil-a Berdasarkan seluruh hasil pengamatan rata-rata kandungan klorofil-a menunjukkan pola yang semakin rendah di sekitar perairan terluar teluk yang jauh dari pantai dan tinggi di sekitar perairan sungai. Tinggi dan rendahnya kandungan klorofil-a sangat terkait dengan keberadaan unsur hara di suatu perairan. Unsur hara sangat penting bagi klorofil-a yang dimanfaatkan untuk proses fotosintesis. Berdasarkan kondisi tersebut di duga bahwa rendahnya kandungan klorofil-a pada wilayah perairan terluar dari teluk tidak terlepas dari keberadaan dan suplay unsur hara yang diterima di perairan tersebut. Letaknya yang jauh dari daratan mengakibatkan perairan ini kurang mendapat suplai unsur hara yang memadai, sehingga memiliki kandungan unsur hara yang relatif rendah dibandingkan wilayah di perairan sungai, muara dan pesisir teluk. Kondisi ini menjadi faktor penyebab rendahnya kandungan klorofil-a pada perairan tersebut. Beberapa penelitian yang dilakukan Valiela 1984 dan Damar 2003 menemukan rata-rata kandungan klorofil-a rendah pada perairan laut yang jauh dari pantai namun tinggi pada perairan yang dekat dengan muara sungai dan pesisir pantai yang berdekatan dengan daratan. Sementara rata-rata kandungan klorofil-a tertinggi dijumpai di sekitar perairan sungai. Letak perairan sungai yang berada dekat dengan daratan mengakibatkan unsur hara di daerah ini lebih tinggi dibandingkan stasiun lainnya. Selain adanya masukan unsur hara dari daratan, kedalaman perairan yang relatif dangkal di perairan ini menyebabkan terjadinya pengadukan massa air di seluruh lapisan yang selanjutnya meningkatkan kandungan unsur hara di lapisan permukaan. Keadaan ini mempengaruhi tingginya kandungan klorofil-a di perairan ini. Sejalan dengan Motoda in Hutomo 1975 salah satu faktor penting di daerah tropis yang mempengaruhi variasi produksi plankton adalah adanya pengadukan perairan sehingga zat hara di dasar terbawa ke permukaan, dan hal ini dapat terjadi di daerah dangkal. Ditambahkan oleh Raymont 1983 dari hasil penelitiannya menyebutkan masukkan dari daratan melaui sungai Themes memberikan pengaruh yang besar terhadap wilayah pesisir di sekitar muara sungai Themes. Tingginya kandungan klorofil-a dan relatif tingginya produktivitas perairan di wilayah ini disebabkan adanya masukan dari daratan yang banyak mengandung zat hara. Masuknya zat hara dari daratan tidak terlepas dari pengaruh curah hujan tinggi yang membawa berbagai macam nutrien dari daratan ke perairan, perbedaan musim mengakibatkan perbedaan curah hujan yang pada gilirannya menyebabkan perbedaan kandungan klorofil-a pada pengamatan yang berbeda-beda. Secara spasial sebaran horizontal klorofil-a di permukaan perairan Teluk Meulaboh memperlihatkan pola yang seirama dengan kandungan klorofil-a. Dimana sebaran horizontal klorofil-a terlihat lebih dominan terpusat pada wilayah perairan tawar yang cenderung memiliki salinitas rendah seperti sungai, muara sungai, dan pinggiran teluk yang merupakan wilayah pesisir teluk. Namun secara bertahap mengalami pengurangan ke arah dalam teluk tengah teluk dan semakin bergerak melemah ke arah terluar teluk yang terletak jauh dari pantai dengan rata-rata salinitas yang tinggi. Terdapat hubungan yang sangat erat antara sebaran salinitas terhadap sebaran horizontal klorofil-a, dimana semakin tinggi sebaran nilai salinitas maka akan semakin rendah sebaran horizontal klorofil-a fitoplankton dengan nilai R 2 sebesar -0,84. Gambar. 20. H ubungan klorofil-a fitoplankton dengan salinitas Adanya perbedaan variasi salinitas di perairan teluk sangat berkaitan erat dengan pengaruh pengenceran air tawar yang masuk ke perairan laut melalui sungai yang membawa unsur hara ke perairan laut. Perairan tawar sendiri sangat dipengaruhi oleh massa air dari daratan yang mengandung nutrien tinggi, sehingga dapat dipergunakan oleh fitoplankton untuk pembentukan klorofil-a. oleh karena itu perairan–perairan yang cenderung memiliki salinitas rendah memiliki sebaran horizontal klorofil-a yang tinggi, namun sebaliknya perairan yang memilki salinitas tinggi seperti perairan dalam teluk dan terluar teluk justru memiliki sebaran horizontal klorofil-a yang secara bertahap terus berkurang rendah. Hal ini dapat dilihat dari ketersediaan unsur hara amonia, nitrit, nitrat dan fosfat yang sangat berhubungan erat secara linier dengan tinggi-rendahnya penyebaran horizontal klorofil-a berturut-turut Pearson r = 0,786, r = 0,870, r = 0,853 dan r = 0,834 pada taraf α 0,05 Boynton et al 1996 dan Hoyer et al 2002. Kondisi ini menunjukkan bahwa ketersediaan unsur hara yang tinggi akan diikuti pula dengan tingginya sebaran horizontal klorofil-a di permukaan perairan. Sejalan dengan Nielsen et al 2002 mengemukakan terdapat hubungan yang kuat antara salinitas dan konsentrasi nitrogen dan fosfor, dimana limpasan runoff dari daratan memberikan kontribusi yang nyata terhadap besarnya unsur hara di estuari. Sehingga tingginya unsur hara menyebabkan tingginya sebaran klorofil-a. Selain adanya faktor perbedaan salinitas dan ketersediaan unsur hara, keberadaan cahaya yang optimal di perairan juga sangat mempengaruhi tinggi rendahnya sebaran horizontal klorofil-a. Sebab keberadaan cahaya yang optimal sangat penting dalam proses fotosintesis oleh klorofil-a. Sejalan dengan hal tersebut Parson 1984 dan Damar 2003 mengemukakan bahwa keberadaan klorofil-a selain karena dipengaruhi oleh salinitas dan unsur hara, faktor cahaya juga sangat mempengaruhi tinggi rendahnya sebaran horizontal klorofil-a fitoplankton di perairan. Perairan Indonesia merupakan perairan penghubung antara Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia. Dan juga sangat dipengaruhi oleh musim munson. Hal ini mengakibatkan sifat yang khas bagi Perairan Indonesia dengan y = -0,067x + 4,518 R² = -0,848 r=-0,921 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 K lor of il- a µ gL -1 Salinitas ‰ adanya karakter tersebut. Perairan Indonesia memiliki pola sirkulasi massa air yang berbeda dan bervariasi secara musiman serta dipengaruhi oleh massa air Samudera Pasifik yang melintasi Perairan Indonesia menuju Samudera Hindia melalui Arus Lintas Indonesia yang disebut Airlindon Yusuf, 2005. Berdasarkan fenomena tersebut maka keberadaan kandungan klorofil-a di perairan sangat dipengaruhi oleh kondisi angin musim munson yang dalam setahun terjadi dua pembalikan arah yang disebut dengan angin musim barat musim hujan dan angin musim timur musim kemarau. Pada musim barat angin bertiup sangat kencang dan memilki curah hujan yang sangat tinggi. Sedangkan angin musim timur memiliki curah hujan yang sangat rendah sehingga dikenal dengan musim kemarau. Adapun secara temporal terlihat bahwa sebaran horizontal klorofil-a juga memperlihatkan pola yang sama dengan kandungan klorofil-a. Pada pengamatan pertama di bulan Mei 2014 memiliki sebaran horizontal klorofil-a tertinggi. Hal ini karena pengambilan sampel dilakukan pada bulan Mei yang merupakan musim peralihan barat-timur musim pancaroba awal tahun, dimana sisa arus musim barat musim hujan memiliki curah hujan tinggi sehingga dapat mempengaruhi limpasan massa air yang mengandung unsur hara tersebut run off dari daratan ke sungai. Suplay unsur hara dari daratan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tingginya sebaran horizontal klorofil-a pada pengamatan pertama. Selain itu tingginya curah hujan yang terjadi ketika musim barat memungkinkan terjadinya percampuran massa air up welling di wilayah perairan teluk yang membawa unsur hara dari dasar ke permukaan perairan. Sejalan dengan Nababan et al 2009 mengemukakan bahwa sebaran konsentrasi klorofil-a yang tinggi pada musim barat diduga berkaitan erat dengan curah hujan yang tinggi serta kemungkinan terjadinya percampuran massa air vertikal dan upwelling di wilayah pesisir Utara Sumbawa. Hasil yang sama juga telah didapatkan oleh Faisal 2011 di perairan Kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan, Tambaru 2008 di perairan Muara sungai Maros di Sulawesi Selatan, Damar 2003 di perairan teluk Jakarta dan Muripto 2000 di perairan Jawa Bagian Barat, menemukan bahwa kandungan klorofil-a pada musim hujan lebih tinggi dibandingkan musim kemarau. Rendahnya sebaran horizontal klorofil-a di bulan Juni dan Juli 2014, diduga karena pengaruh dari musim timur musim kemarau yang terjadi pada bulan ini. Dimana pada musim kemarau memiliki curah hujan yang lebih rendah dari pada musim hujan, sehingga terjadi pengurangan jumlah unsur hara yang masuk dari perairan sungai ke laut. Tambaru 2008 mengemukakan pengaliran beban dari sungai ke perairan laut akan mengalami pengurangan atau penambahan bergantung pada penurunan atau peningkatan curah hujan. Oleh karena itu pada musim kemarau terjadi pengurangan beban nutrien sebab memiliki curah hujan yang rendah. Kondisi sebaliknya terjadi pada musim hujan. Hal ini sejalan dengan penelitian Rasyid 2009 di Perairan Sparmonde Sulawesi selatan yang dilakukan pada musim peralihan barat-timur diperoleh nilai sebaran horizontal klorofil-a tinggi pada bulan Mei 2009 namun sebaran horizontal klorofil-a cenderung rendah pada bulan Juni 2009. Tingkat kesuburan perairan Teluk Meulaboh Apabila dikaitkan dengan tingkat kesuburan yang dilihat berdasarkan kandungan klorofil-a, maka diperoleh rata-rata tingkat kesuburan perairan Teluk Meulaboh secara spasial tergolong kedalam perairan yang bersifat mesotrofik yaitu tingkat kesuburan sedang yang merata diseluruh stasiun penelitian. Walaupun ketersediaan unsur hara nitrat dan fosfat berada dalam kadar berbeda- beda yang masuk kedalam perairan teluk. Akan tetapi tingkat kesuburan berdasarkan kandungan klorofil-a menurut Hakanson Bryann 2008 terkategori dalam kondisi mesotrofik merata di seluruh stasiun penelitian. Fenomena ini diduga terjadi karena perairan teluk merupakan perairan estuari yang memiliki karakter yang sangat kompleks yang berbeda dangan perairan lainnya seperti perairan danau. Perairan estuari adalah perairan yang bersifat dinamis, dimana hubungan antara input dalam hal ini masukan nutrien dan respon yang ditimbulkan adalah berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa beban masukan input yang besar belum tentu menyebabkan symtom eutrofikasi. Seperti yang terjadi pada estuari Teluk Chesapake dan Teluk San Fransisco yang memberikan respon yang berbeda terhadap symtom eutrofikasi walaupun beban masukan nutriennya sama. Perbedaan respon gejala eutrofikasi bukan hanya terjadi antara satu teluk dengan teluk lainnya. Namun perbedaan gejala eutrofikasi juga bisa saja berbeda ataupun sama antara satu stasiun dengan stasiun lainnya yang berada dalam teluk yang sama. Hal ini terjadi karena pada masing-masing perairan tersebut memiliki hidrodinamika fisika, kimia dan biologi yang mempengaruhi tingkat kesuburan pada masing-masing perairan tersebut. Begitu juga halnya yang terjadi di perairan Teluk Meulaboh, walaupun memiliki kandungan unsur hara nitrat dan ortofosfat yang relatif rendah, namun unsur hara tersebut telah dimanfaatkan secara optimal oleh klorofil-a fitoplankton untuk pertumbuhan dan perkembangan selnya. Sehingga rata-rata secara keseluruhan unsur hara tersebut memberikan kontribusi yang besar terhadap tingkat kesuburan perairan teluk Meulaboh. Selain itu faktor cahaya matahari, perbedaan pasang surut, waktu tinggal air dan pemangsaan juga sangat mempengaruhi tingkat kesuburan perairan teluk. Sejalan dengan Damar 2003 bahwa tingginya nilai nutrien dan produktivitas biomassa fitoplankton, menunjukkan adanya kemampuan secara alami dari lingkungan perairan laut yang menyerap efek dari pengkayaan nutrien dari daratan. Hal ini merupakan kombinasi gabungan secara umum dari siklus hidrologi dan faktor biologi, seperti massa tinggal air, ketersediaan cahaya, keberadaan dari grazer yang memainkan peranan penting dalam mengotrol respon terhadap pengkayaan nutrien. Cloern 2001 menambahkan bahwa perairan estuari merupakan perairan yang kompleks, kompleksitas perairan estuari disebabkan karena perairan estuari bersifat dinamis. Kompleksitas pada perairan estuari disebut sebagai filter. Faktor filter tersebut diantaranya adalah adanya perbedaan pasang surut, waktu tinggal air, cahaya matahari dan pemangsaan. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi respon secara langsung terhadap biomassa fitoplankton klorofil-a di perairan estuari. Adapun secara temporal tingkat kesuburan berdasarkan kandungan klorofil- a pada musim peralihan barat-timur di bulan Mei 2014 memiliki tingkat kesuburan tertinggi yang tergolong dalam kondisi mesotrofik kecuali pada 44 perairan sungai yang tergolong eutrofik dan tingkat kesuburan terendah dijumpai pada musim kemarau di bulan Juli 2014 yang tergolong dalam kondisi ologotrofik kecuali pada perairan sungai yang tergolong mesotrofik. Tingginya tingkat kesuburan pada musim peralihan barat-timur diduga akibat pengaruh dari sisa musim barat dengan curah hujan tinggi yang membawa limpasan air hujan runoff dari daratan yang kaya akan nutirien, sehingga mengakibatkan terjadinya pengkayaan nutrien di perairan teluk pada musim tersbut. Hal ini dapat dilihat dari perairan sungai yang tergolong dalam kondisi eutrofik. Kondisi eutrofik tersebut harus diwaspadai mengingat sungai merupakan salah satu sumber utama pemasukan nutrien ke perairan teluk yang memungkinkan terjadinya eutrofikasi pada perairan teluk. Cebrian 2002 dan Cloern 2001 mengemukakan bahwa nutrien yang terbawa melalui pengaliran sungai merupakan salah satu sumber nutrien dalam perairan laut. Sedangkan rendahnya tingkat kesuburan pada musim kemarau terjadi karena pengurangan beban nutrien yang disebabkan karena curah hujan yang rendah pada musim kemarau, sehingga mengakibatkan rendahnya tingkat kesuburan berdasarkan kandungan klorofil-a di perairan teluk pada saat penelitian. Sejalan dengan Tambaru 2008 mengemukakan bahwa pada musim kemarau terjadi pengurangan beban nutrien sebab memiliki curah hujan yang rendah jika dibandingkan dengan musim hujan. Tingkat pencemaran periran Teluk Meulaboh Pada penelitian ini tingkat pencemaran secara keseluruhan di perairan Teluk Meulaboh berada dalam kondisi baik tercemar sedang, yang diperuntukkan untuk biota laut KepmenLH Nomor : 15 Tahun 2004 Tentang Status Mutu Air Laut. Pencemaran di perairan Teluk Meulaboh disebabkan beban nutrien nitrat dan ortofosfat terutama sungai berturut-turut berkisar 0,065-0,286 mg.L -1 dan 0,004- 0,293 mg.L -1 Lampiran 2 dan lampiran 7 telah melebihi standar baku mutu yang ditetapkan. Konsentrasi beban nutrien tertinggi diperoleh pada stasiun-stasiun sekitar perairan sungai dan pesisir teluk. Kondisi ini menjadi hal yang wajar terjadi mengingat bahwa sumber limpasan air dari daratan yang mengalir ke sungai dipenuhi dengan beban masukan limbah domestik dari kota. Namun demikian tingginya beban nutrien ternyata tidak hanya terdapat di perairan yang terdekat dengan sungai dan daratan saja. Konsentrasi nutrien yang tinggi juga dijumpai pada stasiun-stasiun terluar dari teluk yang jauh dari pantai. Dilihat dari letak stasiun-stasiun tersebut yang jauh dari sungai dan pantai seharusnya keberadaan nutrien di perairan terluar teluk mulut teluk tidak berada pada konsentrasi yang tinggi. Kadar nutrien amonia, nitrat dan nitrit yang tinggi menjadi indikasi adanya pencemaran yang disebabkan karena masuknya bahan organik, limbah domestik, industri dan pertanian ke perairan Teluk Meulaboh. Hal ini sejalan dengan Nixon , 1995 dalam Hoyer et al, 2002 bahwa pengkayaan nutrien yang berlebihan di perairan pesisir dari N dan P telah menjadi satu dari banyak efek dari aktivitas manusia terhadap ekosistem akuatik selama 50 tahun. Jamshidi B dan Abu Bakar BN 2011 menambahkan pengkayaan nutrien yang masuk ke perairan laut yang berasal dari aktivitas pertanian, industri dan limbah dari perkotaan telah mengancam ekosistem perairan Laut Caspia. Penyebab pencemaran kedua di perairan Teluk Meulaboh berasal dari tingkat kekeruhan yang tinggi dan tingkat kecerahan yang rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai kecerahan dan kekeruhan perairan Teluk Meulaboh berkisar 39,55-161 cm dan 0,20-30,8 NTU Lampiran 1 dan Lampiran 9. Nilai kecerahan yang diperoleh selama penelitian relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian Madubun 2008 di perairan Muara Teluk Jakarta yaitu berkisar 0,49- 3,72 m atau 49-372 cm dan Irawati 2011 di perairan Teluk Kendari 0,69-2,05 m atau 69-205 cm. Adapun nilai kekeruhan yang diperoleh selama penelitian relatif lebih tinggi dari penelitian yang diperoleh Irawati 2011 di perairan Teluk Kendari yaitu berkisar 2,81-11,20 NTU namun relatif lebih rendah dari penelitian yang diperoleh Madubun 2008 di perairan Muara Teluk Jakarta yaitu berikisar 1,58-90,50 NTU. Nilai kekeruhan yang tinggi serta kecerahan yang rendah ditemui pada perairan sungai dan pesisir teluk sedangkan pada perairan terluar teluk yang jauh dari pantai memiliki kekeruhan yang sesuai baku mutu namun dengan tingkat kecerahan yang tergolong rendah. Besarnya nilai kecerahan berbanding terbalik dengan kekeruhan. Hal ini diperkuat dengan korelasi Pearson r = -0,828 pada taraf α 0,05. Tingginya jumlah partikel tersuspensi dan sedimentasi penyebab kekeruhan yang masuk melalui runoff dari daratan ke perairan teluk diduga menjadi penyebab tingginya nilai kekeruhan dan rendahnya nilai kecerahan di perairan Teluk Meulaboh. Basmi et al 1995 mengemukakan bahwa transmisi cahaya kecerahan erat kaitannya dengan partikel-partikel tersuspensi penyebab kekeruhan di dalam air, yang akhirnya mempengaruhi kedalaman penetrasi cahaya. Semakin tinggi kecerahan, semakin dalam penetrasi cahaya ke dalam kolom air. Terbatasnya penetrasi cahaya tersebut berpengaruh terhadap efektivitas fotosintesis fitoplankton. Selain itu Odum 1971 menambahkan bahwa kekeruhan seringkali berperan penting sebagai faktor pembatas di suatu perairan. Adanya kekeruhan dapat menghalangi penetrasi cahaya ke dalam badan air sehingga proses fotosintesis fitoplankton akan terganggu. Sehubungan dengan hal tersebut hendaknya Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, khususnya Kota Meulaboh, melakukan penanggulangan masukan beban nutrien, partikel tersuspensi dan sedimentasi dari daratan ke perairan teluk secara berkala, sehingga keseimbangan ekologis perairan Teluk Meulaboh tetap terjaga. Hubungan klorofil-a dengan intensitas cahaya dan unsur hara Apabila dilihat berdasarkan hasil analisis regresi berganda hubungan antara kandungan klorofil-a dengan unsur hara amonia, nitrat, nitrit, ortofosfat, silikat dan ICM menujukkan korelasi yang beragam pada masing-masing stasiun yang dikelompokkan kedalam zona-zona perairan yang dibagi menjadi, zona perairan 1 merupakan zona perairan yang masih mendapat pengaruh dari daratan sungai dan pinggir teluk yang tergolong kedalam stasiun A-D didapatkan korelasi yang sangat kuat antara unsur hara dan intensitas cahaya dengan kandungan klorofil-a dilihat dari nilai koefisien determinasi yang sangat tinggi sebesar 94 dengan persamaan Y= 5,605-22,440 amonia+4,449 nitrat-22,703 nitrit+7,206 ortofosfat-0,925 silikat+0,0097 ICM. Dari persamaan tersebut menujukkan bahwa unsur hara nitrat, ortofosfat dan ICM memberikan hubungan yang positif terhadap kandungan klorofil-a sedangkan unsur hara amonia, nitrit dan silikat memberikan hubungan negatif terhadap kandungan klorofil-a fitoplankton. Sehingga penurunan unsur hara amonia, nitrit dan silikat serta 46 peningkatan unsur hara nitrat, ortofosfat dan ICM akan memberikan peningkatan terhadap nilai kandungan klorofil-a di zona perairan 1 St. A-D. Pada kelompok zona perairan 2 merupakan zona perairan antara sungai- laut terletak di dalam teluktengah teluk yang tergolong kedalam stasiun E-G memiliki keeratan hubungan yang lebih tinggi dilihat dari nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 98 dengan persamaan Y = 0,0974 +11,545 amonia+0,7056 nitrat -9,316 nitrit +149,725 ortofosfat -0,867 silikat +0,0061 ICM. Berdasarkan persamaan tersebut terlihat bahwa unsur hara amonia, nitrat, ortofosfat dan ICM memberikan hubungan positif terhadap kandungan klorofil-a fitoplankton, sedang unsur hara nitrit dan silikat memberikan hubungan yang negatif terhadap kandungan klorofil-a. Sehingga penurunan unsur hara nitrit dan silikat serta peningkatan unsur hara amonia, nitrat, ortofosfat dan ICM akan memberikan peningkatan terhadap nilai kandungan klorofil-a pada zona perairan 2 St. E-G. Tidak jauh berbeda dengan kelompok zona perairan1 dan 2 pada kelompok zona perairan 3 merupakan zona perairan yang terletak jauh dari pantai perairan terluar dari teluk yang tergolong kedalam stasiun H-J memiliki keeratan hubungan yang juga masih tergolong tinggi jika dilihat dari koefisien determinasi R 2 sebesar 91 dengan persaman Y= 2,567+0,388 amonia -4 ,779 nitrat - 115,93 nitrit +320,1 otofosfat -0,572 silikat +0,0007 ICM. Berdasarkan persamaan tersebut terlihat bahwa unsur hara amonia, ortofosfat dan ICM memberikan hubungan positif terhadap kandungan klorofil-a, sedang unsur hara nitrat, nitrit dan silikat memberikan hubungan yang negatif terhadap kandungan klorofil-a. Sehingga penurunan unsur hara nitrat, nitrit dan silikat serta peningkatan unsur hara amonia, ortofosfat dan ICM akan memberikan peningkatan terhadap nilai kandungan klorfil-a pada zona perairan 3 St. H-J. Berdasarkan verifikasi nilai probabilitas P value pada masing-masing kelompok zona perairan maka terlihat hanya pada kelompok zona perairan 1 yaitu perairan sungai dan pinggir teluk St. A- D saja yang parameter unsur hara kecuali ICM memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kandungan klorofil-a fitoplankton yaitu 0,05, 0,03, 0,01, 0,0008, 0,008, 0,14 P0,05 di stasiun-stasiun tersebut. Dimana parameter dominan yang sangat mempengaruhi kandungan klorofil-a fitoplankton adalah unsur hara ortofosfat yaitu sebesar 0,0008 atau P0,01. Besarnya pengaruh unsur hara ortofosfat terhadap nilai kandungan klorofil-a fitoplankton diduga karena besarnya pengaruh suplay dari perairan sungai ke zona-zona perairan tersebut seperti, di perairan muara sungai dan perairan pinggir-pinggir teluk yang berdekatan dengan muara dan daratan yang berada di stasiun A -D, hal ini dapat dilihat dari nilai konsentrasi unsur hara tersebut yang berasal dari sungai berkisar antara 0,082-0,693 mgL yang sangat sesuai dengan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fitoplankton Mackenthum 1969. Suplay unsur hara yang tinggi dari sungai ke stasiun A-D kemudian dimanfaatkan dengan sangat optimal oleh klorofil-a fitoplankton. Kondisi inilah yang menyebakan dinamika ortofosfat memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kandungan klorofil-a fitoplankton di stasiun A-D. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Boynton et al 1996 menemukan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara ortofosfat dan nitrat dengan kandungan klorofil-a di 13 Lagoon Mediterania Paris. Adapun kelompok zona perairan 2 dan 3 dilihat dari nilai probabilitas P0,05 parameter unsur hara dan ICM belum memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap nilai kandungan klorofil-a di stasiun- stasiun tersebut. Kecuali pada pada kelompok zona perairan 2 hanya unsur hara silikat saja yang memberikan pengaruh nyata 0,03 P0,05. Walaupun dari nilai koefisien determinasi parameter unsur hara dan ICM dengan klorofil-a yang diperoleh memberikan hubungan yang sangat kuat, namun parameter unsur hara dan ICM pada zona kelompok 2 dan 3 belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan tinggi dan rendahnya kandungan klorofil-a di stasiun-stasiun tersebut. Hal ini terjadi karena kelompok zona perairan 2 dan 3 memiliki ketersediaan unsur hara yang sangat terbatas bagi kebutuhan pertumbuhan optimal klorofil-a fitoplankton dibandingkan kelompok zona perairan 1 yang dekat dengan daratan sehingga pengaruh masukan nutrien dari daratan yang mengalir ke sungai sangat mempengaruhi kandungan klorofil-a. Hal ini terlihat berdasarkan pola rata-rata konsentrasi unsur hara yang semakin meningkat ke arah zona perairan yang dekat dengan daratan perairan sungai dan pinggir teluk dan semakin rendah ke arah perairan yang terletak jauh dari pantai perairan dalam teluk dan luar teluk. Tambaru 2003 dalam penelitiannya juga menjelaskan bahwa nilai koefisien yang semakin melemah menunjukkan keeratan hubungan yang semakin lemah seiring dengan semakin jauhnya zona dari pantai. Selain itu alasan lain rendahnya pengaruh unsur hara dan ICM di kelompok zona perairan 2 dan 3 diduga juga disebabkan karena parameter yang tersedia tersebut unsur hara dan ICM telah dimanfaatkan terlebih dahulu oleh klorofil-a untuk pertumbuhannya sehingga ketersediaan nutrien di stasiun-stasiun tersebut menjadi berkurang disarikan dari Abida 2008.

4. KESIMPULAN

Kesimpulan Pola distribusi horizontal klorofil-a didominasi pada perairan yang berada dekat dengan daratan seperti sungai, muara dan pinggir teluk, kemudian secara bertahap pola penyebaran klorofil-a berkurang ke arah dalam teluk tengah teluk dan semakin rendah ke arah terluar teluk yang jauh dari pantai. Berdasarkan kandungan klorofil-a maka diperoleh tingkat kesuburan perairan Teluk Meulaboh yang tergolong kedalam kondisi mesotrofik. Adapun hubungan klorofil-a dengan unsur hara dan intensitas cahaya matahari memperlihatkan keeratan hubungan yang kuat pada ketiga kelompok zona perairan. Pada kelompok zona perairan 1 Stasiun A-D, semua unsur hara dan intensitas cahaya memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi dan rendahnya klorofil-a di peraian, dimana unsur hara ortofosfat memberikan pengaruh paling tinggi. Pada kelompok zona perairan 2 dan 3 Stasiu E-G dan H-J keempat unsur hara dan intensitas cahaya belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap klorofil-a. Kecuali unsur hara silikat yang memberikan pengaruh nyata di kedua kelompok zona perairan tersebut. Saran Penelitian analisis distribusi klorofil-a yang diukur masih berdasarkan secara spasial saja pada rentang waktu sebulan sekali. Sehingga belum tergambar secara menyeluruh berapa distribusi klorofil-a berdasarkan sebaran temporal. Untuk itu penelitian mengenai analisa distribusi klorofil-a berdasarkan musim yang berbeda musim barat dan timur perlu untuk dilakukan agar dapat melihat perbedaan kandungan klorofil-a pada musim yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Abida IW. 2008. Produktivitas primer fitoplankton dan keterkaitannya dengan intensitas cahaya dan ketersediaan nutrient di perairan Selat Madura Kabupaten Bangkalan. Tesis Tidak dipublikasikan. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Akoma OC. 2008. Phytoplankton and nutrient dynamics of a tropical estuarine system, imo river estuary. Tesis Tidak dipublikasikan. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Alianto. 2006. Produktivitas primer fitoplankton dan keterkaitannya dengan unsur hara dan cahaya di perairan Teluk Banten [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. xi + 81 hal. Aminot dan Rey. 2000. Ices techniques in marine environment science. standard procedure for determination of chlorophyll-a by spectroscopic methods. International Council for the Exploration of the Sea. Copenhagen. Denmark American Public Health Association. 1998. Standard methode for the examination of water and waste water. 20 st edition. American Public Health Association Washington. American Public Health Association. 2012. Standard methode for the examination of water and waste water. 22 st edition. American Public Health Association Washington. Arinardi OH, Sutomo AB, Yusuf SA, Trimaningsih, Asnaryanti, E. Dan Riyono, SH. 1977. Kisaran kelimpahan dan komposisi plankton predominan di perairan kawasan Timur Indonesia. Jurnal Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi . Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Basmi J. 1995. Planktonologi : Produksi primer. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut pertanian Bogor tidak dipublikasikan. Bogor. 14 hal. Blair P, M Sivapalan, C Zammit and NR Viney. 1999. Urbanization effects on stream hydrology and nutrient loads. Centre for Water Research, University of Western Australia, Nedlands, WA. Boynton WR, Murray L, Hagy JD, Stokes C and Kemp WM. 1996. A Comparative analysis of eutrophycation pattern in temperate coastal lagoons. Journal Estuaries . 19:408-421. Bricker SB, CG Clement, DE Prihalla, SP Orlando and DRG Farrow. 1999. Effect of nutrient enricment in the nation’s estuaries. Nasional Estuaries Euthrophication Assessment. U.S. Departemen of Commerce, NOAA: 84 pp.