BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdagangan Internasional memiliki peranan yang sangat penting bagi Indonesia. Dengan semakin terbukanya perekonomian Indonesia, komoditas-
komoditas ekspor Indonesia mulai masuk ke pasar Internasional. Di sisi lain, sebagai negara dengan jumlah penduduk terpadat keempat di dunia dan
perekonomian terbesar di Asia Tenggara, Indonesia merupakan pasar yang potensial bagi negara lain. Kekuatan ekspor dan impor ini, yang tercermin dalam
neraca perdagangan, akan mempengaruhi kinerja perekonomian domestik Indonesia.
Gambar 1.1 Posisi Neraca Perdagangan Indonesia dalam Miliar USD Tahun 2000-2014
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, neraca perdagangan Indonesia terus mengalami defisit. Meskipun defisit neraca perdagangan tersebut masih
dalam batas aman tiga persen dari PDB yang diamanatkan oleh undang-undang, keadaan ini dirasa cukup mengkhawatirkan. Namun, defisit perdagangan
mengindikasikan adanya ketidakseimbangan ekternal, dan apabila terlalu besar
dan berlangsung terus menerus akan mengakibatkan terjadinya
cuurency crisis
Evan Lau et al, 2003. Menurut Bank Indonesia, defisit neraca perdagangan Indonesia disebabkan
oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Dari faktor internal yaitu permintaan bahan bakar minyak domestik yang cenderung meningkat dalam
kurun waktu lima tahun terakhir. Dari sektor eksternal adalah krisis keuangan yang melanda negara-negara Eropa yang merupakan negara-negara tujuan ekspor
Indonesia.
Gambar 1.2 Tren Nilai Tukar Dolar RupiahUSD Tahun 2000-2014
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Salah satu cara untuk menjaga neraca perdagangan adalah dengan mempertahankan dan meningkatkanekspor dan mengurangi jumlah barang impor.
Upaya tersebut bisa dilakukan dengan meningkatkan daya saing komoditas ekspor Indonesia. Selain ditentukan oleh kualitas produk, daya saing komoditas
dipengaruhi oleh nilai tukar. Ketika mata uang domestik terdepresiasi terhadap mata uang luar negeri maka harga harga domestik menjadi lebih murah.
Murahnya harga domestik mengakibatkan peningkatan nilai ekspor negara
tersebut. Dengan meningkatnya ekspor tersebut maka neraca perdagangan akan mengalami surplus. Hal tersebut menunjukkan pengaruh yang sangat nyata antara
neraca perdagangan
terhadap fluktuasi
nilai tukar.
Sejalan dengan
Adelmandikutip dari Ariantoko, 2005 bahwa apresiasi mata uang domestik akan menurunkan daya saing ekspor dan pada gilirannya akan menambah
defisittransaksi berjalan, demikian pula sebaliknya. Sejak empat tahun terakhir, Rupiah cenderung terdepresiasi Gambar 1.2.
Pelemahan tersebut mengharuskan pemerintah melakukan langkah kongkrit untuk menjaga kestabilan nilai tukar domestik. Meskipun sejak tanggal 14 Agustus 1997
Indonesia mulai menganut sistem nilai tukar mengambang bebas
free floating exchange rate
yang berarti sistem nilai tukar Indonesia sudah dilepas sepenuhnya ke pasar uang internasional, undang-undang UU No. 3 tahun 2004
pasal 7 tentang Bank Indonesia, mengamanatkan Bank Indonesia selaku Bank Sentral dan otoritas tunggal kebijakan moneter di Indonesia untuk mencapai dan
memelihara kestabilan nilai Rupiah. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai Rupiah antara lain adalah
kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin dalam inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan
kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter
Inflation Targeting Framework
dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang
free floating
. Sebelumnya Indonesia menggunakan kebijakan moneter yang menerapkan uang primer
base money
sebagai sasaran kebijakan moneter.
Dalam menjalankan kewenangannya untuk menjaga kestabilan nilai Rupiah, Bank Indonesia menetapkan sasaran-sasaran moneter. Bank Indonesia
menetapkan suku bunga acuan yaitu BI
Rate,
sebagai instrumen kebijakan utama untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian. Jalur atau transmisi dari
keputusan BI
Rate
sampai dengan pencapaian sasaran inflasi tersebut sangat kompleks dan memerlukan waktu
time lag
. Perubahan BI
Rate
diharapkan akan mempengaruhi nilai tukar domestik. Mekanisme ini sering disebut jalur nilai tukar. Kenaikan BI
Rate
, akan mendorong peningkatan suku bunga di Pasar Uang Antar Bank PUAB.
Pergerakan di suku bunga PUAB ini diharapkan akan mendorong pergerakan suku bunga deposito, dan pada gilirannya suku bunga kredit perbankan. Kenaikan
selisih antara suku bunga di Indonesia dengan suku bunga luar negeri ini akan mengakibatkan melebarnya selisih suku bunga yang akan mendorong investor
asing untuk menanamkan modal ke dalam negeri. Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi nilai tukar Rupiah. Jika kondisi
Marshall-Lerner terpenuhi, apresiasi Rupiah akan mendorong impor dan menghambat ekspor.
Untuk dapat mempengaruhi suku bunga pasar, yaitu PUAB ON
rate
, Bank Indonesia kemudianmelakukan operasi moneter.Kegiatanini mengarahkan
likuiditas di pasar agar tingkat suku bunga yang terbentuk di PUAB
overnite
berada di sekitar BI
Rate
yang diharapkan. Dengan cara menyerap kelebihan likuditas ataupun menambah likuiditas dengan menggunakan instrumen operasi
moneter. Jika terjadi kelebihan atau kekurangan likuiditas di PUAB, Bank
Indonesia menggunakan instrumen absorbsi untuk menyerapnya, yaitu Sertifikat Bank Indonesia SBI.
Gambar 1.3 Suku Bunga Acuan BI
Rate
Juli 2005 – April 2015
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Gambar 1.3 menyajikan pergerakan BI
Rate
. Suku bunga acuan BI
Rate
diterapkan sejak Juli 2005. Perubahan BI
Rate
dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai respon terhadap kondisi kekinian perekonomian, dalam kaitannya untuk
menjaga kestabilan Rupiah. Perubahan BI
Rate
ditetapkan dan diumumkan dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang dilakukan setiap bulan. Perubahan
BI
Rate
dinyatakan dalam kelipatan 25 basis poin bps secara konsisten dan bertahap setiap bulan. Namun, dalam kondisi tertentu Bank Indonesia dapat
melakukan perubahan BI
Rate
lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps Bank Indonesia, 2015.
1.2 Rumusan Masalah