Budidaya Intensif Udang Vaname Litopenaeus Vannamei Di Laut Kajian Lokasi, Fisiologis Dan Biokimia

BUDIDAYA INTENSIF UDANG VANAME Litopenaeus vannamei
DI LAUT: KAJIAN LOKASI, FISIOLOGIS DAN BIOKIMIA

IRZAL EFFENDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Budidaya Intensif
Udang Vaname Litopenaeus vannamei di Laut: Kajian Lokasi, Fisiologis dan
Biokimia adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016

Irzal Effendi
NIM C161110101

RINGKASAN
IRZAL EFFENDI. Budidaya Intensif Udang Vaname Litopenaeus vannamei di
Laut: Kajian Lokasi, Fisiologis dan Biokimia. Dibimbing oleh MUHAMMAD
AGUS SUPRAYUDI, ENANG HARRIS, EDDY SUPRIYONO, MUHAMMAD
ZAIRIN JUNIOR dan SUKENDA.
Tingginya permintaan udang di pasar dunia menuntut upaya peningkatan
produksi melalui intensifikasi dan ekstensifikasi budidaya udang vaname
Litopenaeus vannamei. Salah satu terobosan ekstensifikasi budidaya udang
adalah dengan memanfaatkan laut dengan beberapa keunggulan, antara lain
potensi pengembangan sangat besar, kadar oksigen terlarut relatif tinggi sehingga
tidak perlu kincir, carrying capacity yang besar sehingga bisa diarahkan ke
intensifikasi budidaya, mutu daging udang yang dihasilkan relatif lebih baik.
Upaya tersebut sesungguhnya sudah banyak dilakukan, namun kinerja
pertumbuhan, kelangsungan hidup dan konversi pakan yang diperoleh masih
sangat bervariasi yang disebabkan oleh belum mantapnya teknologi budidaya dan

kondisi lingkungan laut. Berdasarkan hal tersebut maka telah dilakukan penelitian
dengan 4 tahap, yaitu: 1) kesesuaian lokasi budidaya udang vannamei di laut, 2)
kinerja produksi udang vannamei yang dibudidayakan di laut dari juvenil bioflok
dan juvenile perifiton, 3) respon fisiologis dan biokimia udang vaname yang
dibudidayakan di laut pada ukuran awal dan padat tebar berbeda, 4) mutu daging
udang yang dibudidayakan di laut.
Penelitian pertama bertujuan untuk mengetahui kondisi dan kesesuaian
lokasi untuk budidaya udang vaname di laut dengan mengamati aspek oseanografi
dan kualitas air. Lokasi penelitian berupa gosong (Pulau Semak Daun dan Pulau
Panggang) dan selat (Pulau Karya) di Kepulauan Seribu, Jakarta. Gosong Pulau
Semak Daun, selat Pulau Karya dan gosong Pulau Panggang memiliki luas
masing-masing 315,0; 12,0 dan 102,8 ha dengan kedalaman 4,6 m (0,5-28,1 m);
14,6 m (0,5-26,7 m) dan 5,3 m (0,8-13,6 m), serta kecepatan arus 12,9; 12,7 dan
13,5 cm/detik. Berdasarkan hasil pengamatan densitas, salinitas dan suhu, gosong
Pulau Semak Daun yang memiliki kawasan yang paling luas cenderung terjadi
pengadukan (turnover) yang mengindikasikan sirkulasi air yang lebih baik,
sedangkan selat Pulau Karya dan gosong Pulau Panggang yang cenderung
mengalami stratifikasi. Nilai kualitas air di lokasi kajian berada dalam kisaran
yang sesuai untuk udang vaname, kecuali kecerahan. Gosong Pulau Semak Daun
lebih disarankan untuk lokasi budidaya udang vaname.

Penelitian kedua bertujuan membandingkan kinerja pendederan teknologi
bioflok dengan teknologi perifiton dan mengevaluasi kinerja juvenil yang
dihasilkan dari kedua teknokogi tersebut di dalam sistem pembesaran di laut.
Penelitian dilakukan di gosong Pulau Semak Daun dan terdiri dari tahap
pendederan dan pembesaran. Di tahap pendederan, post larva (PL) udang
vaname umur 10 hari (PL10) ditebar dengan kepadatan 2.667 ekor/m3 dalam tanki
pada teknologi bioflok dan 1.333 ekor/m3 dalam KJA pada teknologi perifiton.
PL udang dipelihara selama 21 hari dan diberi pakan buatan berbentuk tepung
(40% protein), tujuh kali sehari secara blind feeding. Pada pendederan bioflok,
setengah porsi makanan harian benur diganti dengan molase dan dedak pada hari
ke-10 pemeliharaan. Di tahap pembesaran, udang dipelihara dalam KJA 3x3x3 m

dengan kepadatan 550 ekor/m2 selama 120 hari dan diberi pelet komersial,
frekuensi 6 kali sehari secara restriksi. Setiap 10 hari sekali dilakukan
pengukuran contoh udang. Bobot akhir, panjang akhir, pertumbuhan harian,
kelangsungan hidup (survival rate, SR), konversi pakan (feed conversion ratio,
FCR) udang pada pendederan dengan teknologi bioflok lebih baik dibandingkan
dengan teknologi perifiton, demikian pula juvenile bioflok dalam sistem
pembesaran (P