Pengaruh kemitraan terhadap efisiensi agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat

i

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP EFISIENSI
TEMBAKAU VIRGINIA DI PULAU LOMBOK
NUSA TENGGARA BARAT

HALIL

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

iii

SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan disertasi berjudul Pengaruh Kemitraan
terhadap Efisiensi Tembakau Virginia di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Halil
NIM H363080081

iv

RINGKASAN
HALIL, Pengaruh Kemitraan Terhadap Efisiensi Agribisnis Tembakau Virginia
di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat (NUNUNG KUSNADI sebagai Ketua,
SRI UTAMI KUNTJORO dan ANNA FARIYANTI sebagai Anggota Komisi
Pembimbing).
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh kemitraan

terhadap efisiesni agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok NTB dengan
pendekatan fungsi produksi stokastik frontir dan fungsi keuntungan translog
stokastik frontir. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tembakau Virginia dalam bentuk
krosok dan keuntungan petani agribisnis tembakau virginia; (2) Mengkaji
pengaruh kemitraan terhadap efisiensi teknis dan inefisiensi teknis agribisnis
tembakau virginia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya; (3) Mengkaji
pengaruh kemitraan terhadap efisiensi dan inefisiensi keuntungan agribisnis
tembakau virginia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Timur berlokasi di 6 kecamatan
(kecamatan Terara, Sikur, Sukamulia, Sakra Timur, Sakra dan Sakra Barat)
meliputi 19 desa; dan Kabupaten Lombok Tengah berlokasi di 2 kecamatan
(kecamatan Kopang dan Janapria) meliputi 6 desa. Data yang digunakan adalah
cross section data yang bersumber dari hasil wawancara dengan 300 orang petani
yang terdiri dari 150 petani mitra dan 150 petani nonmitra. Analisis fungsi
produksi digunakan model Stochastic Frontier Production Function. Efisiensi
teknis agribisnis tembakau virginia dianalisis dengan Stochastic Frontier CobbDouglas. Sedangkan analisis efisiensi keuntungan adalah dengan pendekatan
fungsi keuntungan Trancendental Logarithma (Translog) stokastic frontier yang
dinormalkan dengan harga output. Pendugaan setiap parameter 0, i, varians ui
dan vi menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE). Kemudian,

dilanjutkan dengan menganalisis faktor yang mempengaruhi output dan
keuntungan ( i) dan faktor inefisiensi (-ui) antar petani. Pendugaan parameter
fungsi produksi dan fungsi keuntungan stochastic frontier dan fungsi inefisiensi
dilakukan secara simultan dengan program Frontier 4.1.
Hasil analisis menggambarkan bahwa kemitraan tidak berpengaruh
signifikan secara statistik terhadap efisiensi teknis tetapi berpengaruh terhadap
efisiensi keuntungan agribisnis tembakau virginia. Pengaruh yang non signifikan
ini diindikasikan oleh persentase petani mitra dan nonmitra yang mencapai indeks
efisiensi teknis hampir sama. Dummy kemintraan sebagai faktor inefisiensi teknis
bertanda positif nonsignifikan, namun signifikan terhadap penurunan inefisiensi
keuntungan. Faktor-faktor yang menurunkan inefisiensi teknis dan inefisiensi
keuntungan adalah status penguasaan lahan, luas lahan garapan minimum,
pengalaman berusahatani, jenis tanah sawah dan jenis bahan bakar yang
digunakan untuk pengomprongan. Secara teknis, petani yang menyewa lebih
efisien diindikasikan oleh koefisien status penguasaan lahan yang positif. Namun
secara ekonomi, petani yang menyewa meningkatkan inefisiensi keuntungan
karena sewa lahan yang relatif semakin mahal. Seraca teknis, luas lahan garapan
yang sempit lebih efisien, namun secara ekonomi semakin luas lahan garapan
semakin meningkat keuntungan. Demikian halnya dengan penggunaan bahan


v

bakar. Bahan bakar minyak tanah dan solar lebih efisien secara teknis karena
petani telah familier dengan penggunaannya secara praktis tidak memerlukan
waktu pengontrolan secara kontinyu, kualitas krosok cenderung lebih baik.
Namun penggunaan bahan bakar minyak tanah dan solar meningkatkan inefisiensi
keuntungan karena harganya lebih mahal dan minyak tanah dan solar merupakan
bahan bakar yang paling tinggi biayanya diantara bahan bakar lainnya. Pengunaan
bahan bakar alternatif seperti cangkang sawit meskipun dicampur dengan kayu
bakar dapat menurunkan inefisiensi keuntungan.
Harga output dan input berpengaruh signifikan terhadap efisiensi keutungan
usaha agribisnis tembakau virginia, sehingga faktor harga terutama harga output
sering menjadi pertimbangan petani untuk mengambil keputusan melakukan
produksi. Harga output dan input menjadi faktor penentu keputusan petani untuk
berproduksi. Oleh karena itu, setiap awal musim tanam selalu dilakukan
musyawarah penentuan harga output oleh perusahaan mitra dengan petani mitra
yang difasilitasi oleh pemerintah daerah. Penentuan harga mengacu pada
perkiraan total biaya produksi ditambah dengan persentase tingkat kuntungan
yang layak untuk luas lahan 1 hektar. Meskipun efisiensi keuntungan dapat
dicapai oleh petani, namun efisiensi keuntungan tersebut masih dalam batas hasil

usaha sampai menghasilkan daun kering (krosok).
Komponen biaya dalam agribisnis tembakau virginia yang paling besar
adalah biaya tenaga kerja dan urutan kedua adalah biaya produksi di pertanaman
(usahatani), kemudian biaya bahan bakar dan sewa lahan. Tingginya biaya pada
agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok NTB diduga disebabkan oleh
adanya biaya transaksi yang berpengaruh juga terhadap meningkatkan inefisiensi
keuntungan petani tembakau virginia. Biaya transaksi tersebut diduga melekat
pada biaya variabel input seperti pupuk KNO3, pupuk Fertila, TSP36, pestisida
dan bahan bakar. Biaya lain yang juga mempengaruhi efisiensi keuntungan adalah
renovasi tungku dan bunga kredit, pemasaran, upah tenaga kerja.
Untuk meningkatkan keuntungan melalui peningkatan produkstivitas
tembakau virginia maka perlu mengakomodir petani nonmitra dalam bentuk pola
plasma sehinga tidak dikenal adanya petani swadaya (nonmitra). Pembinaan
tersebut dapat dilakukan melalui petani mitra yang sudah berpengalaman terutama
dalam penerapan teknologi produksi, sehingga kualitas output yang dihasilkan
sama dengan kualitas output yang dihasilkan oleh petani mitra. Dengan demikian
tidak ada hasil produksi petani swadaya yang ditolak oleh perusahaan pengelola
tembakau di Pulau Lombok. Penanganan agribisnis tembakau virginia tidak cukup
hanya melibatkan perusahaan dan dinas perkebunan, tetapi perlu melibatkan pihak
Disperindag, BMKG dan pihak Bank NTB. Pemda perlu berupaya menempuh

strategi untuk memfasilitasi petani dalam kemitraan, pengadaan bahan bakar
seperti cangkang sawit dan bahan bakar alternatif lainnya. Bank NTB diharapkan
dapat diakses oleh petani untuk permodalan. Pengembangan agribisnis tembakau
virginia di Pulau Lombok NTB masih memerlukan kemitraan karena melalui
perbaikan implementasinya, kemitraan dapat diharapkan bisa mengurangi
inefisiensi keuntungan petani, walaupun masih perlu penyempurnaan berbagai
aspek pelaksanaannya. Kemitraan diperlukan karena petani tidak memiliki akses
pasar output dan tidak mempunyai pilihan lain untuk menjual hasil produksinya
karena pasar tembakau virginia di Pulau Lombok.

vi

SUMMARY
HALIL, The Effect of Partnership to Efficiency of Virginia Tobacco in Lombok
Island West Nusa Tenggara, supervised by NUNUNG KUSNADI as a Chaiman,
SRI UTAMI KUNTJORO and ANNA FARIYANTI as members of the
Advisory Commitee)
The grand objective of the study is to analyse the effect of partnership to
efficiency of agribusiness of virginia tobacco in Lombok Island by stochastic
frontier production function approach and stochastic frontier translog profit

function approach. The specific objectives are to determine factors affecting
output of virginia tobacco; to study the effect of partnership to technical efficiency
and technical inefficiency; to study the effect of partnership to profit efficiency
and profit inefficiency.
The multy stage purposive sampling technique was used to select 2
regencies, East Lombok Regency included eight subdistricts (Terara, Sikur,
Sukamulia, East Sakra, Sakra and West Sakra) consists of 19 villages, and Central
Lombok included 2 subdistricts (Kopang and Janapria) consists of six villages.
The respondents were 300 growers of virginia tobacco consists of 150 partnership
farmers and 150 nonpartnership farmers. The cross section data were gathered
from those 300 respondents through indepth interview. The Stochastic Frontier
Production Function was used to analyse the data. The Stochastic Frontier CobbDouglas was used to analyse the technical efficiency an technical inefficiency.
Whilest, the stochastic frontier translog profit function was used to analyse the
profit efficiency an profit inefficiency. Each parameter of 0, i, the variant of ui
and vi were estimated by using Maximum Likelihood Estimation (MLE) method.
Furthermore, the factors affecting output level and profits, and inefficiency factors
(-ui) were analysed. The Frontier 4.1 program was used to estimate the production
function parameter and profit function stochastic frontier.
The results showed that the partnership had statistically an insignificant
effect on the technical efficiency indicated by almost similar percentage of indice

technical efficiency of both partnership and nonpartnership farmers. As well as,
the parameter of partnership dummy variable as the technical inefficiency factor
had a positive sign and insignificant. However, it statistically had significant
effect to profit efficiency. The factors decreasing technical inefficiency and profit
inefficiency were the land tenancy status, the minimum land spacious, the farming
experience of farmers, the type of soil of ricefield and the kind of fuel for tobacco
leaves drying. Technically, the tenant farmers more efficient indicated by the
positif parameter of tenancy variable, but economically the tenancy tends to
increase the profit inefficiency because of the expensive land rent. Technically,
the narrow land area was more efficient, but economically the wider the land the
greater the profit. In term of fuel used, kerosene was more efficient technically
compared to other fuel because the farmers were accustomed to use it. They do
not need much time to control it continuously, and using it could get better quality
of dried leaved of Virginia tobacco. However, using it could increase profit
inefficiency because it was the most costly fuel compared to others. Using eggshel
of oil palm as an alternative fuel for tobacco leaves drying could decrease profit
inefficiency, eventhough it is mixed with fire wood.

vii


The price of outputs and inputs had a significant effect to profit efficiency of
agribusiness of Virginia tobacco, so that the outputs price is often to be farmers‟
consideration for production decision. The outputs and inputs price are the main
determinant of production decision of farmers. Therefore, the private firms, local
government and representative farmers always conduct output price discussion
regularly every early sowing season. The determination of output price is
determined based on the total cost of production per hectare plus the persentage of
reasonable profit.
The most expensive production cost components of agribusiness of Virginia
tobacco was the wages of casual labors followed by the cost of fuel. The high
cost of agribusiness of Virginia tobacco is related to the existence of transaction
costs. The high cost also affected the profit inefficiency. The transaction costs
were presumable adhered in the variable costs, such as the price of KNO3, Fertila,
SP36, pesticide and fuel. The other costs affecting profit efficiency were shell
stove maintanance, interest rate, marketing expenditure and wages of labors.
The productivity of Virginia tobacco and profit could be improved through
empowering and involving non partnership farmers. It could be joining them to
skilled partnership farmers who have much experinces. Empowering
nonpartnership farmers is an appropriate strategy to improve outputs quality of
Virginia tobacco. To do so, there will not be a rejected tobacco by private firms of

tobacco in Lombok. The sustainable agribusiness of Virginia tobacco in Lombok
is not enough by involving private firms of tobacco and estate office only, but it is
very important to involove other stakeholders, such as climate and meteorological
forecasting board (BMKG), Bank NTB and trade office. The local government
should do some efforts and strategies to facilitate farmers on partnership
particularly in fuel supply. Financial institution, such as Bank NTB is expected to
be accessible for farmers of Virginia tobacco. Eventhough the partnership had
statictically insignificant effect on technical effciency, but it is still needed for
decreasing profit inefficiency. It has a big chance fo improve its implementation
properly. Implementing partnership of agribusiness of Virginia tobacco in
Lombok is an appropriate and feasible choice for improving economy of farmers.
It is still needed so far as long as the growers of Virginia tobacco have not found
any other market access to sell their outputs.
Keywords: partnership system, eficiency, inefficiency, agribusiness

viii

(© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, tahun 20013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ix

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP EFISIENSI
TEMBAKAU VIRGINIA DI PULAU LOMBOK
NUSA TENGGARA BARAT

HALIL

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
Pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

x

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup :
1

Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, MS.
Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor

2

Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS.
Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka :
1

Prof. Dr. Ir. Bonar Marulitua Sinaga, MA
Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor

2

Prof (R) Dr. Ir. I Wayan Rusastra, APU
Ahli Peneliti Utama Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Bogor

Judul Disertasi

Pengarub Kemitraan Terhadap Efisiensi Tembakau Virginia di
Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat

. ama

Hal i 1

Program Studi

Ilmu Ekonomi Pertanian

)lRP

H363080081

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
Ketua

セ@

. Ir. Sri Utami Kunt" oro, MS
Anggota

Dr. Ir.

aョセ。エゥL@

M.Si
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi Pertanian

Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS

Tanggal Ujian : 16 September 2013

3 D SEP

iun

Tanggal Lulus : ......................... .

xi

Judul Disertai

: Pengaruh Kemitraan Terhadap Efisiensi Tembakau Virginia di
Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat

Nama

: Halil

Program Studi

: Ilmu Ekonomi Pertanian

NRP

: H363080081

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
Ketua

Prof. Dr. Ir. Sri Utami Kuntjoro, MS
Anggota

Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 16 September 2013

Tanggal Lulus : ..........................

xii

xiii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
dan petunjukNya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian ini adalah kemitraan yang berjudul Pengaruh Kemitraan terhadap
Efisiensi Tembakau Virginia di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat.
Disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik karena bimbingan, arahan,
curahan ilmu, masukan dan dorongan dari komisi pembimbing dan bantuan dan
masukan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
menghaturkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1 Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku ketua komisi pembimbing, Ibu Prof. Dr. Ir.
Sri Utami Kuntjoro, MS dan Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si selaku anggota
komisi pembimbing yang selalu meluangkan waktunya untuk memberikan
ilmunya, mengarahkan cara berpikir sistematis, memberikan koreksi dan
masukan serta sebagai sumber inspirasi penulis dalam penulisan disertasi.
2 Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, MS dan Dr. Sri Hartoyo, MS penguji pada
Ujian Prelim dua dan Ujian Tertutup, Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT selaku
pimpinan sidang Ujian Tertutup, Dr. Ir. Meti Ekayanti, S.Hut, M.Sc wakil dari
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian atas semua pertanyaan, masukan dan
saran untuk perbaikan yang diberikan kepada penulis.
3 Prof. Dr. Ir. Bonar Marulitua Sinaga, MA dan Prof (R) Dr. Ir. I Wayan
Rusastra, APU selaku penguji pada Ujian Terbuka, Dr. Ir. Yusman Syaukat,
M.Ec selaku Pimpinan Sidang pada Ujian Terbuka, Dr. Ir. Meti Ekayanti,
S.Hut, M.Sc mewakili Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian atas pertanyaan,
masukan dan saran untuk perbaikan yang diberikan kepada penulis.
4 Seluruh dosen Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian atas segala ilmu yang
telah diberikan selama masa perkuliahan.
5 Dirjen Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia atas kesempatan dan dukungan beasiswa BPPS pendidikan Program
Doktor di IPB dan kesempatan dan dukungan Program Beasiswa SandwichLike S3 Luar Negeri Tahun Anggaran 2012 di University of Sydney.
6 Rektor Universitas Mataram dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas atas
kesempatan dan ijin belajar pendidikan Program Doktor di IPB.
7 Staf perpustakaan Centre for Alleviation of Poverty through Secondary Crops‟
Development in Asia and the Pacific (CAPSA) di Jalan Merdeka 145 Bogor
16111 Indonesia yang telah berkenan memberikan akses dalam penelusuran
jurnal internasional.
8 Prof. Ross Drynan dan Associate Prof. Tihomir Ancev sebagai mentor selama
program Sandwich pada Department of Agriculture and Resource Economics,
Faculty of Agriculture and Environment, University of Sydney.
9 H. Iskandar, SE (Purchasing Manager Tobacco PT Djarum), Ir. Dawam, MP
(Purchasing Superintendent Tobacco Station PT Djarum) yang telah berkenan
berdiskusi tentang kemitraan dan memberikan data.
10 Ahmad Afandi, SP (PL PT Sadhana Arif Nusa), Eko Budiono dan Zulkarnain,
SP (PL PT Djarum), Muzakki Fikri (PL PT ELI), Ir. Yahya Reza Adi, M.Si
(Area Manager PT ELI) yang telah berkenan menjadi pemandu untuk bertemu
dengan petani responden. Terima kasih juga kepada H. Abdul Halim, Abdul
εu‟id, SE dan Zainal Abidin, SE atas bantuannya sebagai enumerator.

xiv

11 Dr. Ir. H. Lalu Sukardi, M.Si dan Dr. Ir. H. Hirwan Hamidi, M.Si atas
perkenannya memberikan reference dan data laporan hasil penelitian terkait
dengan tembakau Virginia di Lombok. Bapak Joko Triyono, Kepala Bagian
Pengolahan Data di PSE-KP Bogor atas bantuannya dalam pengolahan data
dengan SAS; Ir. Micha Snoverson Ratu Rihi, M.Si dan Dr.Ir. Andi Yulyani
Fadwiwati, M.Si yang telah banyak membantu dalam olah data dengan Frontier
dan berdiskusi terkait dengan penelitian.
12 Seluruh anggota keluarga penulis, khususnya isteri tercinta Hj. Rohayani, S.Pd
terima kasih atas pengertiannya yang mendalam, do‟a dan dorongan moril serta
semangat selama studi. Anakku Fakhrul Irfan Khalil, STP yang telah banyak
membantu dan menemani walau sedang sibuk menulis Tesis S2 di Program
Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Departemen Teknik Pertanian
FATETA IPB. Demikian juga kedua anakku Shofian Hidayat Khalil dan Luthfi
Riza Khalil atas do‟a dan kesabarannya ditinggal selama studi. Adik-adik
penulis H. Zainul Arifin, S.Ag dan Siti Aisyah, S.Pd, H. Sulaiman, SKM dan
Pathiatul Hasanah, SKM, Ibu mertua Hj. Siti Sholihin atas doa dan motivasinya
serta kesediaanya membantu isteri dan anak-anak penulis selama studi. Dengan
iringan do‟a kepada almarhum dan almarhumah kedua orang tua penulis dan
Bapak mertua H. Achmad Fauzan (alm) terima kasih atas semua nasehat dan
do‟anya semasa hidup.
13 Teman-teman di Program Studi EPN angkatan 2008 dan 2007 yang telah
berbagi ilmu, berdiskusi dan belajar bersama selama mengikuti kuliah.
14 Semua teman-teman di Sekretariat EPN terutama Embak Yani, Mas Johan dan
Embak Kokom atas bantuannya dalam urusan administrasi akademik yang
terkait dengan kegiatan Sidkom, Kolokium, seminar dan ujian-ujian.
Penulis sangat menyadari bahwa disertasi ini masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan dari
berbagai pihak untuk perbaikan agar dapat membuahkan hasil penelitian yang
berkualitas.
Bogor, September 2013
Penulis,

xv

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL

xvii

DAFTAR GAMBAR

xviii

DAFTAR LAMPIRAN
I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Kebaruan (Novelties) Penelitian
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

II

TINJAUAN PUSTAKA
Kemitraan Dalam Pertanian
Penelitian kemitraan dalam pertanian
Efisiensi dan produktivitas sebagai indikator kinerja ekonomi
Efisiensi Usahatani dan Metode Analisis
Fungsi Keuntungan dan Efisiensi Keuntungan
Hubungan Kemitraan dengan Efisiensi
Konsep Sistem Agribisnis

III

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS
Konsep Kemitraan
Konsep Perubahan Teknologi Pertanian
Konsep Efisiensi
Pengukuran efisiensi pada perubahan teknologi
Konsep Frontir Parametrik Deterministik
Konsep Frontir Parametrik Stokastik
Konsep Efisiensi Keuntungan
Fungsi Produksi dan Fungsi Keuntungan
Funngsi Keuntungan Translog
Kerangka Pemikiran Konseptual

IV

METODE PENELITIAN
Metode Penentuan Lokasi Penelitian
Metode Pemilihan Contoh Responden
Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Pemilihan Model dan Metode Analisis
Model dan Metode Analisis Data
Analisis fungsi produksi stochastic frontier
Analisis Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis
Model Empiris Pengukuran Efisiensi Keuntungan
Prosedur Pengujian Model dan Metode Estimasi

V

DESKRIPSI UMUM AGRIBISNIS TEMBAKAU VIRGINIA DI
PULAU LOMBOK NTB

xix
1
1
10
15
16
17
18
18
20
23
24
28
31
33
39
39
40
42
45
47
48
51
54
58
59
61
61
61
62
63
64
64
65
67
70
72

xvi

Peran Subsektor Perkebunan dalam Perekonomian NTB
Tinjaun Sejarah Agribisnis Tembakau Virginia di Pulau Lombok NTB
Sistem Agribisnis Tembakau Virginia
Subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness)
Subsistem pertanian primer (on farm agribusiness)
Subsistem agribisnis hilir (downstream agribusiness)
Subsistem Marketing (Pemasaran)
Subsistem penunjang (supporting institution)
Kemitraan Agribisnis Tembakau Virginia di Pulau Lombok
VI

72
74
79
80
81
82
86
89
89

STRUKTUR BIAYA AGRIBISNIS TEMBAKAU VIRGINIA

96

Biaya produksi dan keuntungan
Biaya penggunaan bahan bakar
Motivasi Kerja Petani Pada Agribisnis Tembakau Virginia

96
99
104

VII ANALISIS PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP EFISIENSI
AGRIBISNIS TEMBAKAU VIRGINIA
Pendugaan Fungsi Produksi stochastic frontier Cobb-Douglass
Efisiensi Teknis Petani Agribisnis Tembakau Virginia
Estimasi Inefisiensi Teknis Agribisnis Tembakau Virginia
Pengujian Statistika dan Estimasi Fungsi Keuntungan Translog
Estimasi Parameter Fungsi Keuntungan Stokastik Frontir
Efisiensi Keuntungan Agribisnis Tembakau Virginia
Faktor-faktor Inefisiensi Keuntungan
VIII SIMPULAN DAN SARAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Simpulan
Saran dan Implikasi Kebijakan

107
107
111
112
119
120
126
129
136
136
137

DAFTAR PUSTAKA

138

LAMPIRAN

158

RIWAYAT HIDUP

181

xvii

DAFTAR TABEL
Nomor
1

Halaman

Kontribusi industri tembakau terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
Indonesia berdasarkan I-O Tahun 2005

1

Perkembangan cukai hasil tembakau dan produksi rokok di Indonesia
tahun 2000 sampai 2012

2

3

Luas areal dan produksi tembakau rakyat di Indonesia 2005 - 2011

3

4

Luas areal, produksi dan produktivitas tembakau virginia di enam
provinsi di Indonesia 2008 – 2009

4

2

5

Nama kecamatan, desa sampel penelitian dan jumlah responden tiap
desa

62

Peran sektor pertanian terhadap PDRB NTB atas dasar harga (ADH)
berlaku dan konstan 2000 manurut subsektor tahun 2007–2011

72

7

Peran Tembakau Virginia dalam Perekonomian Provinsi NTB

73

8

Realisasi pembelian krosok tahun 2012 dan rencana pembelian tahun
2013 di Pulau Lombok Tahun 2012

74

Perkembangan Luas Areal, Produksi Dan Produktivitas Tembakau
Virginia di Pulau Lombok NTB Tahun 1970 - 2012

75

Perkembangan biaya produksi dan harga rata-rata tembakau virginia di
Pulau Lombok Tahun 1997 sampai 2012

77

Luas areal potensial tembakau Virginia dan areal yang dimanfaatkan
tahun 2010

79

Prosedur menjadi petani mitra perusahaan pada agribisnis tembakau
Virginia di Pulau Lombok NTB.

91

Kewajiban perusahaan dan petani mitra pada kemitraan agribisnis
tembakau Virginia di Pulau Lombok NTB

93

Hak perusahaan dan petani mitra pada kemitraan agribisnis tembakau
virginia di Pulau Lombok

93

Biaya produksi tembakau Virginia per hektar di Pulau Lombok NTB
tahun 2012

96

Produktivitas, biaya dan keuntungan agribisnis tembakau Virgtinia per
hektar di Pulau Lombok NTB tahun 2012

97

6

9
10
11
13
14
15
16
17
18

Biaya penggunaan bahan bakar pada pengomprongan tembakau Virginia
dalam satu oven di Lombok tahun 2012
101

19

Faktor internal pembentuk motivasi petani tembakau virginia di Pulau
Lombok Nusa Tenggara Barat Tahun 2012

105

xviii

20

Hasil estimasi fungsi produksi Stochastic Frontier agribisnis tembakau
virginia per hektar dengan metode Maximum Likelihood Estimation MLE
di Pulau Lombok NTB pada tahun 2012
108

21

Distribusi frekuensi efisiensi teknis petani tembakau Virginia di Pulau
Lombok NTB pada tahun 2012.

111

Hasil estimasi parameter fungsi produksi stochastic frontier pada
agribisnis tembakau virginia dengan metode Maximum Likelihood
Estimation (MLE) di Pulau Lombok NTB tahun 2012

113

Koefesien fungsi share biaya variabel dan biaya tetap terhadap
keuntungan agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok Tahun 2012

120

Hasil Estimasi Parameter Fungsi Keuntungan Stochastic Frontier
Agribisnis Tembakau Virginia dengan Metode MLE di Pulau Lombok
NTB tahun 2012

122

Distribusi frekuensi efisiensi keuntungan petani tembakau Virginia di
Pulau Lombok NTB tahun 2012

126

Hasil Estimasi Parameter Sumber-sumber Inefisiensi Keuntungan pada
agribisnis Tembakau Virginia di Pulau Lombok NTB 2012

129

22

23
24

25
26

DAFTAR GAMBAR
Nomor
1
2

Halaman

Perkembangan luas areal dan produksi tembakau virginia di Pulau
Lombok NTB Tahun 1995 hingga 2012

5

Perkembangan produktivitas tembakau virginia di Pulau Lombok NTB
Tahun 1995 hingga 2012

5

3

Keterkaitan antar susbsistem dalam sistem agribisnis

34

4

Efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi dengan pendekatan input

43

5

Kerangka pengukuran performance produksi petani

45

6

Pengaruh perubahan teknologi dan perbaikan efisiensi terhadap produksi 46

7

Fungsi Produksi Frontier Stochastic

49

8

Bagan Kerangka Pemikiran Konseptual

60

9

Mekanisme perolehan bahan bakar minyak tanah untuk pengomprongan
tembakau di Pulau Lombok

84

10

Rantai pemasaran tembakau virginia di Pulau Lombok NTB

87

11

Misi kemitraan terpadu agribisnis tembakau Virginia Lombok NTB

91

12

Kemitraan agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok NTB

95

xix

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1

Halaman

Struktur biaya pada sistem agribisnis tembakau virginia per hektar
untuk petani Mitra di Pulau Lombok tahun

158

Struktur biaya sistem agribisnis tembakau virginia per hektar untuk
petani Non-mitra di Pulau Lombok tahun 2012

159

Uji Heteroskedastis Fungsi Keuntungan Tembakau Virginia di Pulau
Lombok NTB 2012

160

Prosedur Estimasi Parameter Fungsi Keuntungan Stokastik Frontir
Agribisnis Tembakau Virginia dengan Metode MLE

161

5

Hasil estimasi fungsi produksi Cobb-Douglass Stochastic Frontier

162

6

Prosedur estimasi parameter fungsi keuntungan pangsa output dan
pangsa input agribisnis tembakau virginia tahun 2012

167

7

Hasil Estimasi Parameter Fungsi Keuntungan Translog

171

8

Hasil estimasi fungsi Keuntungan Translog Stochastic Frontier MLE
agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok NTB

173

Volume dan Nilai Ekspor-Impor Tembakau Indonesia Selama PJPT-I
tahun 1970 - 1993 berdasarkan Statistik Perkebunan 2009-2011

178

Volume dan Nilai Ekspor-Impor Tembakau Indonesia pada PJPI-II
tahun 1994 - 2009 berdasarkan Statistik Perkebunan 2009-2011

179

Luas areal panen dan produksi tembakau rakyat pada 14 provinsi di
Indonesia tahun 2005-2011

180

2
3
4

9
10
11

1

I

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Industri berbasis pertanian yang semakin berkembang seperti industri produk
hilir yang memproduksi barang jadi siap konsumsi berimplikasi kepada semakin
meningkatnya permintaan bahan baku berupa produk primer. Salah satu industri
produk hilir berbasis pertanian (agriculture-base industry) yang selalu
membutuhkan bahan baku berupa produk primer yang dihasilkan oleh petani di
pedesaan adalah industri rokok yang memproduksi berbagai jenis rokok, yakni
sigaret kretek tangan (SKT), sigaret kretek mesin (SKM), sigaret kretek tangan
filter (SKTF), sigaret kretek putih mesin dan Mild (SKPM). Industri produk hilir
yang selalu membutuhkan produk primer ini mencerminkan adanya hubungan yang
sangat erat antara pengembangan agribisnis di pedesaan dengan peran agroindustri
sebagai leading sector yang akan menjadi penentu kegiatan produksi pada
subsistem usahatani (on farm) dan berkaitan pula dengan subsistem agribisnis hulu
(Saragih, 1998). Keterkaitan ini mencerminkan bahwa peningkatan produksi daun
tembakau di pedesaan sebagai produk primer untuk memenuhi kebutuhan bahan
baku industri rokok sebagai industri produk hilir adalah suatu keniscayaan.
Komoditi tembakau di Indonesia merupakan salah satu komoditi sub sektor
perkebunan yang diperdagangkan, baik internasional, regional maupun domestik.
Produk tembakau yang umum diperdagangkan adalah dalam bentuk daun kering
(krosok) dan rokok. Oleh karena itu, peningkatan produksi tembakau domestik
tidak hanya bertujuan untuk memenuhi permintaan bahan baku industri rokok
domestik, tetapi bertujuan pula untuk ekspor sebagai sumber penerimaan negara
(PDB), menekan impor, penerimaan cukai, dan sebagai sumber pendapatan rumah
tangga petani dan buruh tani serta penyerapan tenaga kerja.
Peran tembakau dalam perekonomian nasional dideskripsikan secara berturutturut berikut ini mulai dari kontribusinya terhadap PDB, penerimaan cukai,
penyerapan tenaga kerja, kemudian persoalan pengembangannya di pedesaan dan
implementasi kemitraan. Kontribusi industri tembakau terhadap PDB tergantung
pada kontribusi setiap sektor karena dalam tabel Input-Output industri tembakau
dikelompokkan ke dalam tiga sektor, yakni sektor tembakau, sektor cengkeh dan
sektor industri rorkok seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1

Kontribusi industri tembakau terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
Indonesia berdasarkan I-O Tahun 2005
Sektor

Nilai
(Juta Rp)

Tembakau (Sektor 11)
Cengkeh (Sektor 14)
Industri Rokok (Sektor 34)
Industri Tembakau (Sektor 11, 14 & 34)
Total Agroindustri
Total PDB Indonesia 2005

1 043 243
1 920 290
44 783 773
47 747 306
335 850 665
2 876 891 630

Persentase (%) Terhadap Total
PDB
0.04
0.07
1.56
1.67
11.67
100.00

Agro
Industri
0.31
0.57
13.33
14.22
100.00

Industri
Tembakau
2.18
4.02
93.80
100

Sumber : Rachmat at al. (2009) diolah berdasarkan data Tabel I-O Tahun 2005
Tabel 1 menggambarkan bahwa kontribusi industri tembakau terhadap total
PDB nasional sebesar 1.67% bersumber dari sektor industri rokok (1,56%) paling

2

besar dibandingkan dengan sektor cengkeh (0.07%) dan sektor tembakau (0,04%).
Industri rokok sebagai agriculture-base industry (agroindustri) berkontribusi paling
besar terhadap agroindustri nasional (13,33%) jika dibandingkan dengan kontribusi
sektor cengkeh (0,57%) dan sektor tembakau (0,31%). Demikian juga halnya
dengan kontribusi industri rokok terhadap industri tembakau adalah terbesar jika
dibandingkan dengan kontribusi sektor cengkeh dan sektor tembakau. Kontribusi
industri rokok yang terbesar ini mengindikasikan bahwa rokok sebagai produk
olahan komoditi tembakau (agroindustri tembakau) memiliki nilai tambah yang
cukup besar, sehingga berperan cukup besar terhadap PDB nasional, agroindustri
nasional dan industri tembakau. Dengan demikian, industri rokok layak dan
menguntungkan untuk dikembangkan. Kelayakan tersebut senada dengan hasil
analisis Priyarsono (2011) dengan pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi
(SNSE) yang menyimpulkan bahwa jika agriculture-base industry sebagai
subsektor manufaktur memiliki nilai tambah yang besar dan berkontribusi cukup
besar terhadap PDB maka sektor tersebut layak dikembangkan.
Di samping itu, pengembangan industri rokok berkontribusi cukup besar pula
terhadap cukai tembakau yang diindikasikan oleh perkembangan total penerimaan
cukai dari tahun 2000 sampai 2012 yang cenderung meningkat walaupun persentase
peningkatan berfluktuasi seperti ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2
Tahun
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

Perkembangan cukai hasil tembakau dan produksi rokok di Indonesia
tahun 2000 sampai 2012
Cukai Rokok
(Rp Triliun)
11.10
17.10
22.80
28.80
28.60
33.30
37.80
44.70
49.92
55.38
63.29
73.25
67.64

Peningkatan (%)
(Rp Triliun)
6.00 (54.05)
5.70 (33.33)
6.00 (26.32)
-0.20 (-0.69)
4.70 (16.43)
4.50 (13.51)
6.90 (18.25)
5.22 (11.68)
5.46 (10.94)
7.91 (14.28)
9.96 (15.74)
-5.61 (-7.66)

Target Cukai
(Rp Triliun)
36.52
42.03
44.53
53.25
55.86
65.38
79.86

Produksi Rokok
(Miliar batang)
216.8
231.9
249.7
242.4
249.1
258.6
268.4

Sumber : Kementerian Keuangan RI (β008, β009 dan β01β), diolah.
Tabel 2 menggambarkan bahwa penerimaan negara dari cukai tembakau
cenderung mengalami peningkatan selama satu dekade terakhir sejak tahun 2000
sampai 2011 walaupun peningkatannya cenderung fluktuatif. Peningkatan yang
signifikan terjadi dari tahun 2000 hingga 2001 mencapai 54%. Kemudian terjadi
kenaikan yang menurun bahkan pernah terjadi penurunan yang negatif pada tahun
2004. Sedangkan, sejak tahun 2005 hingga 2011, cukai tembakau mengalami
peningkatan tiap tahun walaupun persentase peningkatannya relatif kecil dan
fluktuatif. Perkembangan penerimaan cukai tembakau sejak tahun 2006 sampai
2011 selalu melebihi target, kecuali tahun 2012 lebih rendah dari target meskipun

3

produksi rokok pada tahun 2012 mencapai jumlah terbesar dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Penurunan tersebut diduga merupakan salah satu dampak
pemberlakuan PP 109 tahun 2012 tentang Pembatasan Pengamanan Bahan yang
Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Selanjutnya, peran industri tembakau dalam ketenagakerjaan menunjukkan
bahwa tenaga kerja yang terlibat secara langsung pada kegiatan on-farm sebesar 4,2
juta KK atau menghidupi sekitar 21 juta jiwa, sementara pada kegiatan off-farm
tercatat sekitar 6 juta jiwa dan kegiatan lainnya sekitar 1,4 juta jiwa (BPS RI,
2008). Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang
terlibat secara langsung maupun tidak langsung pada sektor industri tembakau
adalah 10,2 juta orang diantaranya adalah pengecer rokok dan pedagang asongan
jumlahnya paling besar sebanyak 4,8 juta (Kementerian Perindustrian RI 2010).
Berdasarkan peran tersebut maka pengusahaan tembakau di Indonesia tetap
dilakukan. Pengusahaannya didominasi oleh perkebunan rakyat (97%) pada tahun
2007, meningkat menjadi 98% pada tahun 2009 yang tersebar pada 134 kabupaten
di 14 provinsi. Sedangkan status pengusahaannya adalah dalam bentuk Perkebunan
Besar Negara (PBN) adalah sekitar 3% di Kabupaten Langkat dan Deli Serdang
provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Jember provinsi Jawa Timur.
Perkembangan luas areal dan produksi tembakau rakyat di Indonesia ditunjukkan
pada Tabel 3.
Tabel 3

Luas areal dan produksi tembakau rakyat di Indonesia 2005 - 2011

No Tahun
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011

Luas Areal (Ha)
Tanam
Panen
193 378
192 820
167 088
163 546
192 237
189 021
192 062
190 084
200 224
199 339
189 690
155 958
202 121
191 736

Produksi
(ton)
149 467
142 045
161 728
165 423
172 450
118 227
171 218

Rata-rata
(kg/Ha)
775
869
856
870
865
758
893

Jumlah
Petani (KK)
683 603
512 338
582 063
581 978
628 320
684 979
647 370

Sumber : Dirjen Perkebunan Deptan RI (2007 hingga 2011)
Tabel 3 menggambarkan bahwa perkembangan luas areal dan produksi
tembakau rakyat cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir dari tahun 2005
hingga 2009. Luas areal dan produksi sempat menurun pada tahun 2010 karena
terjadinya perubahan iklim (La Nina) pada tahun 2010.
Tembakau virginia adalah salah satu jenis tembakau rakyat yang diusahakan
di 6 (enam) provinsi tersebar di 22 kabupaten di Indonesia. Usahatani tembakau
virginia dengan areal terluas, produksi terbesar dan produktivitas yang relatif tinggi
dan stabil diusahakan di provinsi NTB. Pengusahaannya dilakukan sekali dalam
setahun setelah mengusahakan padi. Data BPS NTB (2010) menunjukkan bahwa
produksi tembakau di NTB meliputi tembakau rajang dan tembakau virginia
memberikan sharing terbesar kelima terhadap produksi nasional, yakni sebesar 57
707.2 ton pada tahun 2009 (meningkat 13.14%) dari tahun 2010. Sedangkan,
produksi tembakau virginia di Pulau Lombok NTB menyumbang 68.95 persen dari
total produksi nasional pada tahun 2007 (Dirjen Perkebunan Deptan RI 2009).

4

Tabel 4 menunjukkan luas areal, produksi dan produktivitas tembakau virginia di
enam provinsi di Indonesia.
Tabel 4
No

Luas areal, produksi dan produktivitas tembakau virginia di enam
provinsi di Indonesia 2008 – 2009

Provinsi

Kabu
paten

Luas areal (Ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ku/Ha)

Petani (KK)

2008

2009

2008

2009

2008

2009

2008

2009

1.

JATENG

2

12

49

22

74

18.33

15.10

41

102

2.

D.I. Y.

3

115

209

221

305

19.22

14.59

535

1 522

3.

JATIM

11

11 139

13 208

11 963

11 558

10.74

8.75

79 355

91 755

4.

Bali

1

931

291

1 637

247

17.58

8.49

262

262

5.

NTB

4

22 058

29 759

43 699

51 353

17.87

17.26

26 046

27 719

6.

Lampung

1

300

300

5 100

5 520

17.50

18.50

150

155

Jumlah

22

34 655

44 119

62 642

69 057

-

-

106 539

121 670

Sumber : Dirjen Perkebunan Departemen Pertanian RI (2007 - 2009 dan 2009 - 2011)

Tabel 4 menggambarkan bahwa luas areal, produksi dan produktivitas
tembakau virginia di NTB tertinggi dibandingkan dengan luas areal, produksi dan
produktivitas di provinsi lainnya. Surakhmad (2002) mengemukakan bahwa
tembakau virginia di Lombok NTB memiliki keunggulan komparatif yang lebih
tinggi dibandingkan dengan tembakau virginia di wilayah lainnya yang
diindikasikan oleh (1) produktivitasnya lebih tinggi (1,79 ton/ha) dibanding ratarata produktivitas nasional (1,15 ton/ha); (2) mutunya setara dengan mutu tembakau
impor terutama dari USA, Brazil dan Zimbabwe serta (3) warna dan aromanya
yang khas. Selain itu, keunggulan komparatifnya lebih tinggi daripada komoditas
pertanian lainnya terutama komoditi palawija (kacang tanah, kedele, jagung, kacang
hijau) yang dapat diusahakan di Pulau Lombok NTB.
Agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok sudah berlangsung sekitar 4
dekade dan petani tetap mengusahakannya karena beberapa faktor penting yang
menjadi pertimbangannya, yakni (1) Petani belum mempunyai pilihan komoditas
lain yang lebih cocok dan menguntungkan untuk diusahakan setelah menanam padi;
(2) Pemerintah daerah menjadikannya sebagai salah satu komoditi unggulan daerah
yang berkontribusi terhadap PDRB karena dinilai memiliki keunggulan komparatif
yang lebih besar daripada keunggulan komparatif komoditas pertanian lainnya; (3)
keberadaan perusahaan-perusahaan swasta yang bermitra dengan petani sebagai
pembeli hasil produksi mereka.
Kehadiran perusahaan-perusahaan swasta mendapat respon dari petani yang
diindikasikan oleh peningkatan luas areal disertai dengan peningkatan produksi
meskipun mengalami fluktuasi sejak tahun 1995 hingga 2012 dan bahkan pernah
mengalami penurunan pada tahun 2001, 2002, 2007 dan 2010 seperti ditunjukkan
pada Gambar 1. Peningkatan luas areal yang diikuti oleh peningkatan produksi
antara tahun 1995 hingga tahun 2000 disebabkan oleh harga krosok yang relatif
tinggi antara tahun 1995 hingga 2000 terutama harga pada tahun 1998. Pada
Gambar 1 ditunjukkan bahwa terjadi lonjakan luas areal dari 13 296 Ha dengan
produksi sebesar 21 401 ton pada tahun 1999 menjadi 26 978 Ha dengan tingkat

5

produksi sebesar 36 805 ton pada tahun 2000. Harga krosok yang relatif tinggi
pada tahun 1998 mendorong petani mitra memperluas areal tanam dan menjadi
pemicu munculnya petani-petani swadaya karena petani berharap harga krosok
pada tahun 1998 akan terulang pada tahun 2000. Namun, harapan tersebut tidak
menjadi kenyataan, artinya harga krosok turun drastis karena terjadi over supply,
sementara jumlah perusahaan sebagai pembeli pada tahun itu sangat terbatas.
Akibatnya, pada tahun 2001 dan 2002 terjadi penurunan luas areal dan produksi
karena banyak petani tidak mengusahakannya karena kerugian pada tahun 2000
persoalan turunnya harga.
60000

Luas dan Produksi

HA

54580

TON

50000
45022
41964
38646

40000

36805

35040

34495

30000

26978

33269
26271

11993

10000

21746
22070

17756

24000
21574

19753

22399

22204

19400
19616
17846

17789
11917

32057
25221

28265

21401

20000

40655

21015

18210

13296

7315

11465
7324

5330

0
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

TAHUN

Sumber : BPS NTB 1995 - 2011 dan Disbun NTB 2011 dan 2012
Gambar 1
Perkembangan luas areal dan produksi tembakau virginia di Pulau
Lombok NTB Tahun 1995 hingga 2012
2500
2164

Produktivitas

2000
Produktivitas

1637

1500
1372

1610
1339

1490 1552

1364

1457

1935

1827

1777

2010
1774

1749

1554

1486

1237

1000
500
0
1995

1997

1999

2001

2003

2005

2007

2009

2011

TAHUN

Sumber : BPS NTB 1995 - 2011 dan Disbun NTB 2011 dan 2012
Gambar 2
Perkembangan produktivitas tembakau virginia di Pulau Lombok
NTB Tahun 1995 hingga 2012

2013

6

Luas areal yang meningkat pada tahun 1999 dan 2000 dari tahun sebelumnya
dan penurunan pada tahun 2001 dan 2002 mengindikasikan bahwa petani responsif
terhadap harga output. Harga beli krosok oleh perusahaan mitra pada tahun 1998
lebih tinggi daripada harga krosok pada tahun-tahun sebelumnya karena krosok
merupakan salah satu komoditi perkebunan yang diekspor, dan bersamaan pada
tahun itu terjadi krisis ekonomi dan moneter. Perubahan harga output seperti ini
merupakan salah satu persoalan yang pernah dihadapi oleh petani tembakau
virginia di Pulau Lombok.
Persoalan dan tantangan yang dihadapi oleh petani dalam pengembangan
agribisnis tembakau virginia di Pulau Lombok pada masa lampau, dewasa ini dan
masa yang akan datang adalah persoalan yang bersifat eksternal dan internal.
Persoalan eksternal berkaitan dengan kondisi sumberdaya alam (SDA) dan sosial
ekonomi global di luar batas kemampuan kendali petani. Contoh faktor eksternal
berupa kondisi alam yang sering dihadapi petani adalah serangan hama dan
penyakit secara tiba-tiba, variabilitas iklim dan cuaca ekstrim seperti terjadinya El
Nino pada musim tanam 2006 dan La Nina pada musim tanam 2010 yang
menyebabkan banyak petani gagal tanam dan gagal panen. Sedangkan persoalan
faktor sosial ekonomi antara lain meliputi fluktuasi harga dalam negeri karena
supply yang lebih besar daripada demand seperti turunnya harga pada tahun 2000
yang jauh lebih rendah daripada harga pada tahun 1998. Selain itu, adanya
liberalisasi ekonomi yang mempermudah kran masuknya tembakau impor,
sehingga berdampak terhadap harga tembakau lokal. Berikutnya, yang merupakan
tantangan dalam pengusahaan agribisnis tembakau virginia adalah adanya
kebijakan pemerintah yang mengatur pertembakauan nasional seperti terbitnya
Peraturan Pemerintah RI Nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang
mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.
Persoalan internal petani produsen tembakau virginia di pedesaan adalah
kelemahan dan keterbatasan petani antara lain (1) Luas lahan garapan yang sempit;
(2) Penguasaan teknologi produksi yang masih lemah; (3) Sulitnya akses
permodalan (kredit) ke lembaga finansial formal; (4) Kelangkaan bahan bakar
minyak tanah (kerosin) yang biasa dipergunakan oleh petani sebagai bahan bakar
untuk pengomprongan sejak tahun 1980an. Kelangkaan terjadi karena dicabutnya
subsidi bahan bakar minyak tanah sejak 2008, akibatnya petani beralih ke bahan
bakar alternatif seperti kayu bakar, batu bara dan cangkang sawit; (5) Lemahnya
petani dalam akses pemasaran output dan penguasaan pangsa pasar, baik pasar
domestik maupun pasar internasional karena adanya informasi pasar yang asimetris
antar para pelaku agribisnis, baik informasi pasar output maupun pasar input.
Informasi yang asimetri (asymetric information) dalam pemasaran output
menyebabkan mahalnya biaya transakasi (Stiglitz 1985, 1992, 2000).
Gejala asimetris umumnya terjadi pada hubungan antara petani sebagai
produsen produk primer dan konsumen input, dan perusahaan besar swasta sebagai
konsumen produk primer. Struktur pasar yang asimetris merupakan ancaman serius
dalam peningkatan produksi produk primer, produktivitas dan ekspor bagi negaranegara berkembang termasuk Indonesia yang masih mengandalkan ekspor
komoditas pertanian dan agroindustri (Arifin, 2005). Oleh karena itu, diperlukan
solusi untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut. Solusi yang ditempuh untuk
mengatasi persoalan-persoalan seperti ini adalah implementasi kemitraan usaha
antara perusahaan swasta dengan petani produsen di pedesaan.

7

Kemitraan merupakan kelembagaan (institusi) yang biasa diterapkan
dalam pengembangan agribisnis dan industrialisasi pertanian di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia yang bertujuan untuk mengurangi dampak
informasi yang tidak sempurna, ketidakpastian, tingginya biaya transaksi dan risiko
(Jobin 2008; Key and Runsten 1999; Grosh 1994). Kelembagaan (insttitusi)
menurut konsep the New Institutional Economics (NIE) adalah aturan formal dan
informal yang disertai dengan mekanisme penegakannya (Williamson 2000).
Kemitraan (partnership) adalah salah satu institusi yang disebutkan dalam literatur
NIE yang banyak diacu dan diaplikasikan sebagai salah satu solusi dan upaya
penerapan kebijakan pertanian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia
(Kherallah dan Kirsten 2002).
Dengan demikian, pengembangan agribisnis tembakau virginia di Pulau
Lombok sejak tahun 1970an dilaksanakan melalui sistem kemitraan antara
perusahaan swasta dan petani seperti penerapan kemitraan usaha dengan pola
Perusahaan Inti Rakyat (PIR) sejak tahun 1970an hingga awal 1980an, yakni
PIR-Perkebunan, PIR-Perunggasan, Tambak Inti Rakyat, Tebu Inti Rakyat yang
diterapkan. Kemitraan agribisnis tembakau virgtinia di Lombok merupakan
kemitraan tripatrit yang secara operasional mensinergikan tiga stakeholder yakni
(1) petani produsen sebagai masyarakat madani (civil society); (2) perusahaan
swasta (pabrikan) sebagai business society yang bermitra dengan petani untuk
membina dalam penerapan teknologi produksi untuk mencapai better farming,
better business and better living; (3) pemerintah daerah sebagai penyelenggara
pemerintahan (political society), regulator dan mediator.
Hubungan fungsional antara perusahaan swasta dengan petani mitra dapat
dioptimalkan dengan mengaktualisasikan peran dan fungsi pemda untuk fungsi
bimbingan, pengawasan, pengendalian dan monitoring. Misalnya, Pemda
menerbitkan surat ijin resmi perusahaan untuk bermitra dengan petani, melakukan
kontrol dan pengawasan terhadap keaktifannya dalam membina petani. Pemda
menjadi fasilitator pelaksanaan musyawarah penetapan harga output berdasarkan
tingkat mutu (grade). Hal ini dilaksanakan sesuai ketentuan yang diatur dalam SK
Gubernur NTB No. 114 tahun 2000 yang setiap tahun ditinjau kembali dan
disesuaikan. Surat Keputusan Gubernur NTB terakhir adalah Nomor 2 tahun 2007
tentang petunjuk pelaksanaan peraturan daerah nomor 4 tahun 2006 tentang usaha
budidaya dan kemitraan tembakau virginia di Lombok NTB yang direvisi lagi pada
awal tahun 2013. Hal ini dilaksanakan untuk memperkuat perinsip kemitraan
menurut PP No. 44/97, yakni saling menguntungkan; saling membutuhkan; saling
memperkuat antara kedua belah pihak dengan azas keadilan, kesederajatan dan
prinsip kelanggengan. Perisnsip-perisnsip tersebut merupakan perinsip dasar yang
masih berupa konsep belaka yang implementasinya perlu dikaji.
Implementasi kemitraan pada agribisnis tembakau virginia di pedesaan
Pulau Lombok didasarkan pada adanya rasa saling membutuhkan antara pihak
yang bermitra karena di antara keduanya ada perbedaaan kekuatan dan
kelemahan. Perbedaan kekuatan dan kelemahan tersebut terletak pada aspek
penguasaan sumberdaya lahan, permodalan, teknologi, informasi harga dan akses
pasar. Perusahaan swasta mempunyai kekuatan permodalan, pengetahuan dan
teknologi produksi, dan akses informasi pasar yang luas, tetapi tidak memiliki
sumberdaya lahan dan tenaga kerja. Sebaliknya, petani di pedesaan memiliki
sumberdaya lahan dan tenaga kerja, tetapi petani dinilai lemah dalam hal :

8

permodalan, teknologi produksi, informasi pasar, akses pasar dan kemampuan
manajerial sumberdaya. Kelemahan kedua belah pihak yang bermitra dapat saling
mengisi dan saling memberi kekuatan yang dimiliki, sehingga aktivitas ekonomi
pada setiap subsistem agribisnis dapat dilaksanakan secara berkelanjutan. Namun,
saling memberi kekuatan antara pihak yang bermitra bukanlah pemberian cumacuma, tetapi pe