1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Batubara bahan bakar fosil merupakan sumber energi untuk pembangkitan listrik dan berfungsi sebagai bahan bakar pokok untuk produksi baja dan semen.
Batubara sangat dianjurkan untuk dipakai sebagai sumber energi alternatif yang rendah emisi karbon, dalam rangka mengurangi emisi karbon dunia pada saat ini.
Kondisi ini dapat menjadi peluang bagi produsen batubara, karena akan mempengaruhi permintaan batubara pada masa yang akan datang. Di dunia
terdapat berbagai negara yang menghasilkan batubara. Negara yang paling tinggi produksi batubaranya adalah Cina dengan total produksi mencapai 1.827 MT pada
tahun 2015. Indonesia berada pada posisi ke 5, setelah Australia dengan jumlah produksi mencapai 241.1 MT. Grafik berikut memperlihatkan sepuluh Negara
penghasil batubara terbesar didunia pada tahun 2015.
Sumber
: BP Statistical Review of World Energy
2016
Gambar 1.1 Sepuluh besar negara penghasil batubara pada tahun 2015
Penggunaan batubara dalam Indonesia masih relatif rendah yaitu hanya sekitar 20-30 dari total produksi batubara dalam negeri, sisanya sekitar
70- 80 diekspor ke negara
– negara yang memerlukan batubara seperti negara China, Taiwan, Hongkong, dan sejumlah negara lainnya, sisanya digunakan
500 1000
1500 2000
1827
45.2 283.9 275 241.1 184.5 142.9 55.6 53.7 45.8
Produksi Batubara Mt
2
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. www.indonesia-investments.com.
Produksi batubara Indonesia tidak begitu berflutuasi sepanjang tahun 2011-2015. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar pada gambar 2.1 berikut ini:
Sumber:
Indonesian Coal Mining Association APBI Ministry of Energy and Mineral Resource
Gambar 1.2 Produksi Batubara di Indonesia
Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa sepanjang tahun 2011-2013 produksi batubara di Indonesia cenderung meningkat. Namun, pada tahun 2014
produksi batubara mengalami penurunan sebesar 3.38 dan pada tahun 2015 mengalami kenaikan sebesar 0.66. Cadangan batubara Indonesia masih cukup
banyak dan saat ini menempati peringkat ke-10 dengan jumlah cadangan sekitar 3.1 persen dari total cadangan batubara global, sehingga diperkirakan masih bisa
dimanfaatkan sampai dengan 83 tahun mendatang. BP
Statistical Review of World Energy,2016
Perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara Cina yang merupakan negara dengan laju ekonomi terbesar kedua di dunia dan mitra dagang yang paling
penting bagi Indonesia membawa dampak negatif terhadap perusahaan batubara di Indonesia. Dampak negatifnya semakin terlihat ketika Cina juga mebuat
keputusan untuk mengurangi intensitas energi yang berdampak pada pengurangan penggunaan batubara, akibatnya tingkat ekspor batubar
a Indonesia menurun
3 sepanjang tahun 2014-2015
CommodityPoint, 2012 . Untuk lebih jelasnya
perkembangan ekspor batubara Indonesia dapat dilihat pada gambar 1.3 berikut:
Sumber:
Indonesian Coal Mining Association APBI Ministry of Energy and Mineral Resources
Gambar 1.3 Data ekspor batubara Indonesia periode tahun 2011 –
2015
Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa jumlah ekspor batubara cenderung meningkat sepanjang tahun 2011-2013. Namun, mengalami penurunan
pada tahun 2014 sebesar 5.23 dan pada tahun 2015 mengalami penurunan
sebesar 4.38.
Harga batubara juga cenderung mengalami penurunan sepanjang tahun 2011-2015, sebagaimana terlihat pada gambar 1.4 berikut:
Sumber:
Indonesian Coal Mining Association APBI Ministry of Energy and Mineral Resources
Gambar 1.4 Harga batubara berdasarkan Harga Batubara Acuan HBA periode tahun 2011
– 2015
100 200
2011 2012
2013 2014
2015 112.67
81.75 80.31
64.65 53.51
U S
D T
o n
Harga Rata - rata Batubara berdasarkan HBA
4 Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa harga batubara terus mengalami
penurunan sepanjang tahun 2011-2015 yang akan berdampak pada penurunan pendapatan perusahaan batubara dalam negeri, karena biaya produksi yang
dikeluarkan tidak sesuai dengan pendapatan perusahaan. Akibatnya, sejumlah perusahaan batubara dalam negeri mengalami kerugian.
Perusahaan batubara yang mengalami kerugian selama periode 2011-2015 yaitu PT.
Bumi Resources dengan tingkat kerugian mencapai
-4.97 triliun, diikuti dengan PT. Bayan Resources dengan tingkat kerugian mencapai -519 juta dan PT.
Darma Henwa dengan tingkat kerugian mencapai -248,6 juta, selanjutnya masih
ada perusahaan yang mengalami kerugian. Akibat penurunan HBA Harga
Batubara Acuan dapat mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan
financial distress
. Meskipun banyak perusahaan mengalami kerugian, masih ada sejumlah p
erusahaan batubara yang memperoleh keuntungan selama periode 2011-2015 yaitu PT.
Adaro Energy dengan tingkat keuntungan mencapai
3.17 triliun, diikuti dengan PT.
Indo Tambangraya Megah dengan tingkat keuntungan mencapai 3.07 triliun, PT. Tambang Batubara Bukit Asam dengan tingkat laba
mencapai 2.38 triliun dan masih ada perusahaan yang memperoleh keuntungan. Perusahaan
yang terus menerus mengalami kerugian berpotensi untuk mengalami
financial distress
.
Financial distress
dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat
jatuh tempo yang menyebabkan kebangkrutan atau kesulitan likuiditas yang mungkin sebagai awal kebangkrutan
sebagaimana dikemukakan oleh Rudianto
2013:251 . Selain itu perusahaan tidak dapat melakukan bertanggung jawab
penuh kepada para stakeholder dalam bentuk pembagian deviden. Risiko kebangkrutan bagi perusahaan sebenarnya dapat dilihat dan diukur
melalui laporan keuangan, dengan cara melakukan analisis terhadap laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahan yang bersangkutan. Analisis laporan
keuangan merupakan alat untuk mengetahui posisi keuangan serta hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan. Analisis kebangkrutan merupakan salah satu cara yang
5 dapat digunakan untuk melihat apakah perusahaan tersebut nantinya akan
bangkrut atau tidak. Analisis ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk melakukan antisipasi yang diperlukan dan merupakan peringatan awal
kebangkrutan. Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan tersebut ditemukan, semakin baik bagi pihak manajemen, karena dapat melakukan perbaikan sejak
awal Hanafi, 2003:263.
Rata – rata
perkembangan kinerja keuangan batubara di Indonesia dapat
dilihat pada gambar 1.4 berikut ini:
Sumber : www.idx.co.id
, Laporan keuangan, data diolah
Gambar 1.5 Rata-rata kinerja Keuangan Batubara
Dari gambar diatas terlihat bahwa pada rata-rata
total debt
dari tahun 2011 sampai 2013 terus mengalami peningkatan yaitu sebesar 22.25 pada tahun 2012
dan 20.25 pada tahun 2013. Namun, pada tahun 2013 hingga tahun 2015 mengalami penurunan sebesar 1.54 pada tahun 2014 dan 5.12 pada tahun
2015. Sepanjang tahun
2011 – 2015 rata-rata tingkat
earning after tax
terus mengalami penurunan. Pada tahun 2012 menurun sebesar 65.87, pada tahun
-5.00 0.00
5.00 10.00
15.00 20.00
2011 2012
2013 2014
2015
M il
li o
n s
Rata-rata kinerja keuangan Batubara
Current Asset TOTAL DEBT
SALES Earning After Tax
6 2013 menurun sebesar 64.85, pada tahun 2014 menurun sebesar 154.55, dan
pada tahun 2015 menurun sebesar 674.6. Dilihat dari penjualan
sales
pada tahun 2011 sampai 2015 mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Tahun 2012 mengalami peningkatan yaitu sebesar
5.57, lalu pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 4.6, pada tahun 2014 mengalami peningkatan kembali sebesar 8.73. Namun, pada tahun 2015
mengalami penurunan yang sangat signifikan yaitu sebesar 37.63.
Sales
mengalami fluktuasi yang mempengaruhi pada pendapatan yang diperoleh pada perusahaan batubara ini.
Pada
current asset
dari tahun 2011 sampai 2014 mengalami peningkatan sebesar 2.37 pada tahun 2012, 8.84 pada tahun 2013 dan 10.87 pada tahun
2013. Namun, pada tahun 2015 mengalami penurunan yang signifikan dari tahun sebelumnya sebesar 27.74.
Untuk memprediksi model kebangkrutan, terdapat sejumlah metode yang
dapat digunakan sebagaimana dikemukakan oleh Endri 2009:37, antara lain
yaitu model Altman Z-Score pada tahun 1968, model Springate pada tahun 1978, model Ohlson pada tahun 1980, model Zmijewski pada tahun 1984, model Fulmer
pada tahun 1984, serta model Grover pada tahun 2001 yang diciptakan memalui penilaian dan pendesainan ulang terhadap model Altman.
Penelitian mengenai metode untuk memprediksi kebangkrutan telah banyak dilakukan sehingga memunculkan berbagai model prediksi kebangkrutan yang
digunakan sebagai alat untuk memperbaiki kondisi perusahaan sebelum
perusahaan mengalami kebangkrutan Endri, 2009:37.
Dari model prediksi kebangkrutan tersebut, ditemukan perbedaan hasil prediksi. Penelitian yang dilakukan oleh
Prihantini dan Maria 2013
menyatakan bahwa Model
Grover
memiliki tingkat keakuratan 100 dalam memprediksi kebangkrutan pada peusahaan
food and beverage
di BEI.
7
Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati, 2014
yang berjudul “Analisis model financial
distress
pada perusahaan Perbankan Syariah di Indonesia” menjelaskan bahwa hasil akurasi dari ketiga model tersebut memberikan akurasi
yang tinggi, namun persentase akurasi yang paling tinggi yaitu model
grover
, kedua model
Springate
dan ketiga model
altman
.
Penelitian yang dilakukan oleh Prabowo, 2015
yang berjudul “Analisis perbandingan model
Altman Z-Score, Zmijewski
, dan
Springate
dalam memprediksi kebangkrutan Perusahaan Delisting di BEI periode 2008
– 2013” menjelaskan bahwa hasil akurasi dari ketiga model tersebut memberikan akurasi
yang sedikit berbeda diantaranya model
Altman Z-Score
dengan persentase sebesar 71, kedua model
Springate
dengan persentase 70, dan model
Zmijewski
dengan persentase 65.
Sheela dan Karthikeyan, 2012 melakukan penelitian untuk menganalisis
kebangkrutan terhadap 3 perusahaan yang bergerak dibidang farmasi diantaranya, Perusahaan Cipla, Dr. Redi Laboratorium, dan Ranbaxy dengan menggunakan
model Altman Z-Score. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari ketiga Perusahaan tersebut diperoleh skor 2,34 untuk perusahaan Ranbaxy, serta
Perusahaan Dr. Reddy Lab. Dan Cipla berada di zona aman dengan perolehan skor di atas 3.
Penelitian ini akan menguji kemampuan model
Springate, Grover
dan
Zmijewski
dalam memprediksi kebangkrutan. Ruang lingkup penelitian ini membatasi pada perusahaan pertambangan batubara yang terdaftar dalam Bursa
Efek Indonesia BEI. Hal ini dimaksudkan hasil penelitian lebih akurat karena didasarkan oleh karakteristik industri yang sejenis. Selain itu, industri
pertambangan batubara dipilih karena beberapa masalah yang telah diuraikan oleh peneliti sebelumnya.
8 Berdasarkan uraian diatas mengenai keadaan pasar batubara global yang
berdampak pada kinerja perusahaan pertambangan batubara di Indonesia yang terdaftar di BEI, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:
“Analisis
Financial Distress
Menggunakan Metode
Springate
,
Grover
dan
Zmijewski
Pada Perusahaan Pertambangan Batubara Yang Terdaftar Di BEI Periode 2011-
2015” 1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan pemaparan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana hasil prediksi
financial distress
dengan menggunakan metode
Springate
pada perusahaan batubara yang terdaftar di BEI periode 2011- 2015?
2. Bagaimana hasil prediksi
financial distress
dengan menggunakan metode
Grover
pada perusahaan batubara yang terdaftar di BEI periode 2011-2015? 3.
Bagaimana hasil prediksi
financial distress
dengan menggunakan metode
Zmijewski
pada perusahaan batubara yang terdaftar di BEI periode 2011- 2015?
4. Apakah terdapat perbedaan hasil prediksi antara metode
Springate
, metode
Grover
dan metode
Zmijewski
pada perusahaan batubara yang terdaftar di BEI periode 2011-2015?
5. Metode pengukuran yang mana yang memberikan tingkat keakuratan paling
tinggi dalam mengukur tingkat
financial distress
pada perusahaan batubara yang terdaftar di BEI periode 2011-2015?
1.3 Tujuan Penelitian