Intensifikasi Budidaya Ikan Hias Koridoras (Corydoras Aeneus)

INTENSIFIKASI
BUDIDAYA IKAN HIAS KORIDORAS (Corydoras aeneus)

IIS DIATIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Intensifikasi
Budidaya Ikan Hias Koridoras (Corydoras aeneus)” adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016
Iis Diatin
NIM C 161110051

RINGKASAN
IIS DIATIN. Intensifikasi Budidaya Ikan Hias Koridoras (Corydoras aeneus).
Dibimbing oleh MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI, TATAG BUDIARDI,
ENANG HARRIS dan WIDANARNI.
Budidaya ikan hias koridoras pada umumnya masih menerapkan teknologi
ekstensif yang dicirikan dengan padat tebar rendah, sehingga menyebabkan
rendahnya produktivitas ikan hias ini. Untuk meningkatkan produktivitas ikan
hias dilakukan intensifikasi dengan cara meningkatkan padat tebar ikan.
Tingginya padat tebar akan meningkatkan jumlah pakan yang diberikan, padahal
hanya sekitar 20-25 % protein dalam pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ikan.
Pakan yang tidak termakan dan limbah dari metabolisme ikan akan terakumulasi
dalam perairan dan menyebabkan menurunnya kualitas air. Padat tebar yang
tinggi juga menyebabkan terjadinya kompetisi pakan dan ruang, sehingga
menurunkan efisiensi pakan serta meningkatkan agresi antar ikan dan kanibalisme
yang berujung pada kematian.
Solusi mengatasi masalah penurunan kualitas perairan agar tetap terjaga

baik untuk kehidupan maupun pertumbuhan ikan dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu reduksi limbah nitrogen dan konversi limbah nitrogen. Reduksi limbah
nitrogen dilakukan melalui pergantian air bertujuan untuk menghilangkan
senyawa yang tidak diinginkan. Konversi limbah nitrogen melalui proses
heterotrofik yakni konversi amonia menjadi biomassa bakteri heterotroph disebut
juga dengan teknologi bioflok. Teknologi bioflok lebih menguntungkan karena
sistem heterotrofik menghasilkan biomassa mikroba lebih dari 40 kali lipat dari
sistem autotrofik. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas ikan hias koridoras (Corydoras aenus) secara intensif
dengan kepadatan tinggi melalui pergantian air dan penerapan teknologi bioflok.
Penelitian ini dibagi atas tiga tahap yaitu (1) Pertumbuhan dan kelangsungan
hidup ikan koridoras pada budidaya kepadatan tinggi; (2) Budidaya intensif ikan
hias koridoras : kajian padat tebar dan pergantian air ; (3) Budidaya intensif ikan
hias koridoras : kajian padat tebar dengan teknologi bioflok.
Penelitian pertama bertujuan untuk menganalisis pengaruh kepadatan
tinggi pada budidaya ikan hias koridoras terhadap pertumbuhan dan kelangsungan
hidup. Ikan yang digunakan adalah ikan hias koridoras (C. aeneus) berbobot 0,210,23 g dan panjang baku 1,84-1,90 cm yang dipelihara pada akuarium berdimensi
20 cm x 20 cm x 20 cm, volume air enam liter per akuarium. Penelitian ini
menggunakan rancangan acak lengkap dengan perlakuan padat tebar 3000
ekor/m2 (A) dan padat tebar 3750 ekor/m2 (B), dengan tiga kali ulangan. Ikan

dipelihara selama 35 hari, diberi pakan pelet komersial setiap hari pukul 08.00 dan
pukul 16.00 WIB sebanyak 5 % dari biomassa ikan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pertumbuhan bobot mutlak dan laju pertumbuhan bobot harian pada kedua
perlakuan tidak berbeda nyata, namun pertumbuhan panjang mutlak dan laju
pertumbuhan panjang harian berbeda nyata, perlakuan B lebih tinggi hampir dua
kali lipat dibanding perlakuan A. Nilai kelangsungan hidup kedua perlakuan
berbeda nyata, perlakuan A (92,78 %) lebih tinggi daripada perlakuan B
(86,89 %). Kualitas air selama pemeliharaan yaitu suhu, pH, oksigen terlarut,
amonia, nitrit dan nitrat pada kedua perlakuan berada dalam toleransi untuk

budidaya ikan koridoras. Padat tebar yang terbaik pada budidaya ikan koridoras
adalah pada padat tebar 3000 ekor/m2.
Penelitian kedua bertujuan untuk mengevaluasi peningkatan padat tebar
ikan hias koridoras dengan sistem pergantian air melalui kajian kelangsungan
hidup, pertumbuhan, kualitas air dan respons stres. Ikan yang digunakan adalah
ikan hias koridoras (C. aeneus) berbobot 0,44-0,51 g dan panjang baku 2,20-2,31
cm. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial 2 faktor, yaitu 3
faktor padat tebar (3000, 4500 dan 6000 ekor/m²) dan 2 faktor pergantian air
(50 % dan 100 % per hari). Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju
pertumbuhan harian panjang dan bobot antar perlakuan berbeda nyata, nilai

tertinggi masing-masing sebesar 0,40±0,02 %/hari dan 1,04±0,09 %/hari terdapat
pada perlakuan padat tebar 3000 ekor/m2 dan ganti air 100 %/hari. Kelangsungan
hidup pada perlakuan 3000 dan 4500 ekor/m2 tidak berbeda nyata, dengan nilai
berkisar 94,81±0,64 % sampai 98,33±1,44 %. Ikan koridoras mampu beradaptasi
terhadap stres. Nilai kualitas air selama pemeliharaan, yakni suhu, pH, oksigen
terlarut, alkalinitas, kekeruhan, amonia, nitrit dan nitrat berada pada kisaran yang
baik untuk budidaya ikan koridoras. Padat tebar yang terbaik pada budidaya ikan
koridoras adalah padat tebar 3000 ekor/m2 dan pergantian air 100 %.
Penelitian ketiga bertujuan untuk meningkatkan produktivitas ikan hias
koridoras melalui peningkatan padat tebar dengan teknologi bioflok dan
mengevaluasi pengaruhnya terhadap pertumbuhan, kelangsungan hidup, kualitas
air, respons stres, kandungan bakteri dan gambaran darah. Ikan yang digunakan
adalah ikan hias koridoras (C. aeneus) berbobot 0,61-0,72 g dan panjang baku
2,32-2,40 cm. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan
perlakuan padat tebar 3000, 4500 dan 6000 ekor/m2 pada teknologi bioflok. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan harian panjang dan bobot antar
perlakuan tidak berbeda nyata. Kelangsungan hidup pada semua perlakuan
berbeda nyata, hasil teringgi pada padat tebar 3000 ekor/m2 67,50±2,20 %.
Teknologi bioflok mampu mengonversi amonia menjadi bakteri heterotrof
sehingga nilai amonia menjadi rendah. Nilai kualitas air selama pemeliharaan

yakni suhu, pH, alkalinitas, amonia, nitrit dan nitrat yang berada pada kisaran
yang cukup baik untuk budidaya ikan koridoras. Semakin tinggi kepadatan
menyebabkan kadar oksigen terlarut menjadi rendah dan total padatan tersuspensi
meningkat sehingga perlu mempertahankannya dalam kondisi optimal. Gambaran
darah menunjukkan bahwa ikan koridoras mampu beradaptasi terhadap
lingkungan. Padat tebar terbaik pada budidaya ikan koridoras dengan teknologi
bioflok adalah 3000 ekor/m2.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa ikan hias koridoras yang
dipelihara pada sistem pergantian air maupun dengan teknologi bioflok
menghasilkan pertumbuhan yang baik, mampu beradaptasi terhadap stres, mampu
mentoleransi kualitas air dan memiliki profil gambaran darah yang
mengindikasikan telah beradaptasi terhadap lingkungan pada padat tebar 3000
ekor/m2. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup terbaik terdapat pada ikan
koridoras yang dipelihara pada padat 3000 ekor/m2, dengan pergantian air 100 %.
Kata kunci : Corydoras aeneus, intensif, kelangsungan hidup, laju pertumbuhan
harian, padat tebar, pergantian air, teknologi bioflok

SUMMARY
IIS DIATIN. Intensification of Corydoras (Corydoras aeneus) ornamental fish
culture. Supervised by MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI, TATAG

BUDIARDI, ENANG HARRIS and WIDANARNI.
Corydoras (Corydoras aenus) is an important ornamental fish that is still
being cultured intensively. Intensive production systems are characterized by their
high stocking density, which may cause low productivity through water quality
degradation. In order to improve land use as well as water efficiencies, the
increment of ornamental fish production is done by increasing the fish stocking
density. Therefore, it causes an increase in feed consumption (amount of feed).
Indeed, fish can utilize approximately 20-25 % of their feed protein. Unconsumed
feed and metabolic waste products will accumulate in water, causing a decrease in
water quality. Furthermore, high stocking density also leads to a competition for
feed and space, lowering the feed efficiency. Competition in term space may
increase fish aggressivity and promote cannibalism resulting in fish death.
A few solutions are being widely used in overcoming water degradation
problem in intensive production systems. The most common ones are nitrogenous
waste reduction and nitrogenous waste conversion. Nitrogenous waste reduction is
done through water exchange to remove undesirable compounds, while
nitrogenous waste conversion is done through biofloc technology, which uses
heterotrophic bacteria to convert ammonia into bacterial biomass called biofloc.
The mentioned technology is more advantageous, since it produces nearly 40
times more bacterial biomass compared to the autotrophic one.

This study was aimed to improve the productivity of corydoras (Corydoras
aeneus) ornamental fish through different intensive production systems at high
density. Thus, the research was divided into three kinds: (1) evaluate the growth
performance and survival of corydoras in intensive culturing system at high
stocking density without water exchange; (2) evaluate the growth performance
and survival of corydoras in intensive culturing system at high stocking density
with water exchange; (3) evaluate the growth performance and survival of
corydoras in biofloc culturing system at high stocking density.
The goal of the first study was to evaluate the effect of high stocking
density without water exchange on corydoras ornamental fish growth performance
and survival rate. Therefore, C. aeneus fish weighting between 0,20-0,23 g and
1.84-1.90 cm (standard length) were used in this research. Aquariums (20 cm x 20
cm x 20 cm) were filled with 6 L water each. A completely randomized design
was used with 2 treatments and 3 replicates as followed: (A) stocking density of
3000 fish/m2 and (B) stocking density of 3750 fish/m2. Fish were maintained for
thirty five days and fed a commercial diet (pellet) twice daily (at 08.00 am and
4.00 pm) at a feeding rate of 5 % of fish body weight. Water quality parameters
such as temperature, pH, dissolved oxygen, ammonia, nitrite and nitrate, were
within the normal range for corydoras culture during the rearing period. The
results showed no significant differences among treatments in terms of weight

gain and specific growth rate. However, body length gain and specific body length
were significantly higher in treatment B (nearly twice) compared to treatment A.
On the contrary, survival rate of fish in treatment A was higher (92.8 %) than that

of fish in treatment B (86.9 %). Thus, it can be concluded that the best stocking
density for corydoras intensive culturing system is 3000 fish/m-2.
The second research was aimed to determine the best stocking density in a
water exchange system in order to increase the productivityof corydoras(C.
aeneus). Corydoras fish at an initial body weight of 0.44-0.51 g and initial body
length of 2.20-2.31 cm were used in this research. A factorial design was used
with two factors: stocking density (3000, 4500, and 6000 fish/m2) and daily water
exchange level (50 and 100 %). The results showed significant differences in
terms of specific growth rate (length) and specific body weight. A positive
interaction was observed between the stocking density and the water exchange
level. The highest daily specific growth and specific body weight (0.4±0.02 % and
1.04±0.09 %, respectively) were observed at the stocking density of 3000 fish/m2
with 100 % daily water exchange. No significant difference was observed in term
of fish survival rate and water quality parameters such as temperature, pH,
dissolved oxygen, alkalinity, turbidity, ammonia, nitrate, nitrite, were within the
normal range for corydoras culture during the rearing period. According to the

results, it can be stated that the best stocking density for corydoras culture is 3000
fish/m2 with 100 % daily water exchange.
The third research was aimed to develop a method in order to increase
corydoras (C.aeneus) ornamental fish productivity through different stocking
density in a biofloc culturing system. A completely randomized design with three
treatments (3000, 4500 and 6000 fish/m2) was used in this research. A few
parameters such as fish growth rate, survival rate, water quality, stress response,
bacterial content, and hematological analysis were also observed. Corydoras fish
at an initial body weight of 0.61-0.72 g and initial body length of 2.32-2.40
cmwere used. No significant difference was observed among treatment in terms of
daily specific growth rate (length) and specific body weight. However, significant
differences were observed among treatment in term of survival rate and the
highest rate was observed in the biofloc treatment at the stock density of 3000
fish/m2. During the maintenance period, water quality parameters such as
temperature, pH, alkalinity, ammonia, nitrite and nitrate were within the normal
range for corydoras culture. However, a decrease in dissolved oxygen and an
increase in total suspended solid were observed in the highest stocking density
(6000 fish/m2). On the basis of the results, it can be concluded that the best
stocking density for corydoras is 3000 fish/m2.
Corydoras ornamental fish showed best productivity performance such as

growth, stress response, and water quality tolerance when reared in both water
exchange and biofloc systems. Blood profile picture indicated that Corydoras
ornamental fish are highly adaptive at a stocking density of 3000 fish/m2. The
highest growth and survival rate was observed at the stocking density of 3000
fish/m2 in 100 % water exchange levels.
Keywords : Corydoras aeneus , biofloc technology, intensive , stocking density ,
spesific growth rate, survival rate, water exchange

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

INTENSIFIKASI
BUDIDAYA IKAN HIAS KORIDORAS (Corydoras aeneus)


IIS DIATIN

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Prof Dr Ir Muhammad Zairin Junior, MSi
Staf Pendidik Departemen Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB
2. Dr Ir Ophirtus Sumule, DEA
Direktur Sistem Inovasi
Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi
Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi

Penguji pada Sidang Promosi: 1. Prof Dr Ir Muhammad Zairin Junior, MSi
Staf Pendidik Departemen Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB
2. Dr Ir Ophirtus Sumule, DEA
Direktur Sistem Inovasi
Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi
Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi

Judul Disertasi: Intensifikasi Budidaya Ikan Hias Koridoras (Corydoras aeneus).
Nama

: Iis Diatin

NIM

: C 161110051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Muhammad Agus Suprayudi, MSi
Ketua

Dr Ir Tatag Budiardi, MSi
Anggota

Prof Dr Ir Enang Harris, MS
Anggota

Dr Ir Widanarni, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Widanarni, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian Tertutup : 19 Januari 2016
Tanggal Sidang Promosi : 29 Januari 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya, serta salawat dan salam disampaikan pada
junjunan kita Nabi Muhammad SAW sehingga penulisan disertasi dengan judul
“Intensifiksi Budidaya Ikan Hias Koridoras (Corydoras aeneus)” berhasil
diselesaikan. Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memeperoleh
gelar Doktor pada Program Sudi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana IPB.
Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian penelitian dan penulisan
disertai ini tidak akan berjalan baik tanpa dukungan berbagai pihak. Oleh karena
itu penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih tak terhingga kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Muhammad Agus Supriyasi, MSi, Bapak Dr. Ir. Tatag Budiardi,
MSi, Bapak Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS dan Ibu Dr. Ir. Widanarni, MSi
sebagai komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan
saran yang sangat berarti bagi penulis mulai dari penyusunan proposal,
pelaksanaan penelitian hingga penulisan disertasi.
2. Bapak Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Zairin Junior, MSi dan Bapak Dr. Ir.
Ophirtus Sumule, DEA yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi pada
ujian tertutup dan terbuka.
3. Ibu Dr. Dinamella W, MSi sebagai penguji mewakili ketua program studi Ilmu
Akuakultur dan Ibu Dr. Tri Wiji Nurani, MSi sebagai penguji mewakili dekan
FPIK.
4. Bapak Dr. Ir. Luky Adrianto, MSc sebagai dekan FPIK sekaligus penguji pada
ujian terbuka.
5. Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan Dekan FPIK IPB, Ketua
Departemen BDP dan Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur yang telah
mengijinkan penulis untuk melanjutkan studi .
6. Seluruh staf pengajar Departemen Budidaya Perairan FPIK IPB sebagai kolega
atas dukungan dan motivasinya.
7. Seluruh staf kependidikan (khususnya Yuli, Pak Wi, Pak Mar, Asep) dan
laboran di Departemen Budidaya Perairan FPIK IPB, khususnya Pak Jajang,
Abe, Pak Wasjan, Retno, Lina, Pak Ranta.
8. Seluruh staf pengajar Bagian Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur
BDP FPIK IPB atas dukungan dan pengertiannya.
9. Suami tercinta Prof. Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS dan anak-anakku
tersayang Qi Adlan, ST, MT, Muhammad Mujahid, S.Ik, Ahmad Teduh A.Md
dan Ilmi Mutsmir atas segala dorongan semangat, motivasi, pengorbanan,
pengertian, doa dan kasih sayangnya.
10. Orang tua tercinta ayahanda Arsidi dan ibunda Rukmanah, ayahanda Husain
Mukmin dan ibunda Yessi Lestari serta adik-adik tersayang dan seluruh
keluarga besar, atas segala perhatian, doa dan dukungannya .
11. Rekan- rekan mahasiswa AKU 11 ( Bu Yani, Pak Irzal, Pak Taufik, Pak Ilyas,
Pak Azis, Bu Marlina, Bu Media Fitri, Pak Ade, Pak Amin, Pak Surya, Pak
Ricky dan Pak Ridwan) atas kebersamaannya selama studi di Ilmu Akuakultur.
12. Dr. Julie Ekasari atas segala masukannya.
13. Ibu Etty Eidman dan seluruh staf pengajar ex SEI FPIK IPB.
14. Shavika SPi, dan para mahasiswa yang telah membantu selama penelitian.

15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dan memberikan dukungan serta motivasi kepada penulis selama
menempuh pendidikan.
Semoga Allah subhanahu wata’ala membalas segala kebaikan yang telah
diberikan dan memberikan pahala yang berlipat ganda.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis. Oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan masukan untuk perbaikan penulisan selanjutnya. Semoga
disertasi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan akuakultur.
Bogor, Januari 2016
Iis Diatin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xv

DAFTAR GAMBAR

xv

DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Kebaharuan

xvii
1
1
3
5
6
7
7

2 PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN HIAS
KORIDORAS (Corydoras aeneus) PADA BUDIDAYA KEPADATAN
TINGGI
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan

8
9
9
11
14
17

3 BUDIDAYA INTENSIF IKAN HIAS KORIDORAS ( Corydoras aeneus) :
KAJIAN PADAT TEBAR DAN PERGANTIAN AIR
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan

18
19
20
23
29
34

4 BUDIDAYA INTENSIF IKAN HIAS KORIDORAS ( Corydoras aeneus) :
KAJIAN PADAT TEBAR PADA TEKNOLOGI BIOFLOK
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan

35
36
37
41
48
56

5 PEMBAHASAN UMUM

57

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

63
63
63

DAFTAR PUSTAKA

64

LAMPIRAN

73

RIWAYAT HIDUP

81

DAFTAR TABEL

1 Kinerja pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan koridoras yang
dipelihara secara intensif selama 40 hari
2 Nilai suhu, oksigen terlarut dan pH yang dipelihara secara intensif
selama 40 hari
3 Laju pertumbuhan harian (LPH) bobot dan panjang serta kelangsungan
hidup (SR) ikan koridoras pada perlakuan padat tebar dan pergantian air
4 Kandungan Ca, P, dan rasio Ca/P tubuh ikan Koridoras pada perlakuan
padat tebar dan pergantian air
5 Rasio RNA/DNA ikan koridoras pada perlakuan padat tebar dan
pergantian air
6 Kadar kortisol (ng/mL) ikan koridoras pada perlakuan padat tebar dan
pergantian air
7 Kadar glukosa (mg/dL) ikan koridoras pada perlakuan padat tebar dan
pergantian air
8 Kisaran nilai DO (mg/L) pada pagi, siang,sore dan malam selama masa
pemeliharaan budidaya ikan koridoras dengan perlakuan padat tebar
dan pergantian air
9 Kisaran nilai suhu (0C) pada pagi,siang,sore dan malam selama masa
pemeliharaan budidaya ikan koridoras dengan perlakuan padat tebar
dan pergantian air
10 Kisaran nilai pH pada pagi, siang, sore dan malam selama masa
pemeliharaan budidaya ikan koridoras dengan perlakuan padat tebar
dan pergantian air
11 Laju pertumbuhan harian (LPH) bobot dan panjang, kelangsungan
hidup (SR) dan Rasio RNA/DNA ikan koridoras pada perlakuan padat
tebar dengan teknologi bioflok
12 Kandungan Ca, P, kadar abu dan rasio Ca/P tubuh ikan koridoraspada
perlakuan padat tebar dengan teknologi bioflok
13 Kadar kortisol (ng/ml) ikan koridoras pada perlakuan padat tebar
dengan teknologi bioflok
14 Kadar glukosa (mg/dL) ikan koridoras pada perlakuan padat tebar
dengan teknologi bioflok
15 Kisaran nilai DO (mg/L) pada pagi,siang,sore dan malam selama masa
pemeliharaan budidaya ikan koridoras pada perlakuan padat tebar
dengan teknologi bioflok
16 Jenis bakteri pada air pemeliharaan dan usus ikan koridoras pada
perlakuan padat tebar dengan teknologi bioflok
17 Gambaran darah ikan koridoras pada perlakuan padat tebar dengan
teknologi bioflok

12
13
23
24
24
26
25

27

27

27

41
41
42
43

43
47
48

DAFTAR GAMBAR
1 Perumusan masalah pada budidaya ikan koridoras
2 Kerangka pemikiran penelitian intensifikasi budidaya ikan hias
koridoras
3 Kelangsungan hidup ikan koridoras pada padat tebar 3000 ekor/m2(A)
dan 3750 ekor/m2(B) yang dipelihara secara intensif selama 40 hari
4 Pertumbuhan bobot ikan koridoras pada padat tebar 3000 ekor/m2(A)
dan 3750 ekor/m2(B) yang dipelihara secara intensif selama 40 hari
5 Pertumbuhan panjang ikan koridoras pada padat tebar 3000 ekor/m2(A)
dan 3750 ekor/m2(B) yang dipelihara secara intensif selama 40 hari
6 Nilai amonia (NH3) pada budidaya ikan koridoras dengan padat tebar
3000 ekor/m2(A) dan 3750 ekor/m2(B) yang dipelihara secara intensif
selama 40 hari
7 Nilai nitrit (NO2) pada budidaya ikan koridoras dengan padat tebar
3000 ekor/m2(A) dan 3750 ekor/m2(B) yang dipelihara secara intensif
selama 40 hari
8 Nilai nitrat (NO3) pada budidaya ikan koridoras dengan padat tebar
3000 ekor/m2(A) dan 3750 ekor/m2(B) yang dipelihara secara intensif
selama 40 hari
9 Koefisien keragaman panjang ikan koridoras pada perlakuan padat
tebar dan pergantian air
10 Koefisien keragaman panjang ikan koridoras pada perlakuan padat
tebar dan pergantian air
11 Nilai alkalinitas pada budidaya ikan Koridoras dengan perlakuan padat
tebar dan pergantian air
12 Nilai kekeruhan pada budidaya ikan Koridoras dengan perlakuan
padat tebar dan pergantian air
13 Nilai amonia (NH3) pada budidaya ikan Koridoras pada perlakuan
padat tebar dan pergantian air
14 Nilai nitrit (NO2) pada budidaya ikan Koridoras pada perlakuan padat
tebar dan pergantian air
15 Nilai nitrat (NO3) pada budidaya ikan Koridoras pada perlakuan pada
tebar dan pergantian air
16 Koefisien keragaman panjang ikan koridoras pada perlakuan padat
tebar dengan teknologi bioflok
17 Koefisien keragaman bobot ikan koridoras pada perlakuan padat tebar
dengan teknologi bioflok
18 Nilai alkalinitas pada budidaya ikan koridoras dengan perlakuan padat
tebar dengan teknologi bioflok
19 Nilai amonia (NH3) ada budidaya ikan koridoras pada perlakuan padat
tebar dengan teknologi bioflok
20 Nilai nitrit (NO2) pada budidaya ikan koridoras pada perlakuan padat
tebar dengan teknologi bioflok
21 Nilai nitrat (NO3) pada budidaya ikan koridoras pada perlakuan padat
tebar dengan teknologi bioflok
22 Nilai Total Suspended Solid (TSS) pada budidaya ikan koridoras pada
perlakuan padat tebar dengan teknologi bioflok

4
6
12
12
13

13

13

13
25
25
28
28
28
29
29
42
42
44
44
44
45
45

23 Nilai volatile suspended solid (VSS) pada budidaya ikan koridoras
dengan perlakuan padat tebar dengan teknologi bioflok
24 Volume flok pada budidaya ikan koridoras dengan perlakuan padat
tebar dengan teknologi bioflok
25 Kepadatan bakteri pada air pemeliharaan budidaya ikan koridoras pada
perlakuan padat tebar dengan teknologi bioflok
26 Kepadatan bakteri pada usus ikan koridoras pada perlakuan padat tebar
dengan teknologi bioflok
27 Beberapa contoh kandungan bioflok pada budidaya ikan koridoras: (a)
mikroba filamen, (b) Brachionus dan (c) Rotaria

45
46
46
46
47

DAFTAR LAMPIRAN
1 Ikan hias koridoras (Corydoras aeneus)
2 ANOVA pada penelitian intensifikasi budidaya ikan hias koridoras
3 Nilai DNA, RNA dan Rasio RNA/DNA pada budidaya ikan koridoras
dengan perlakuan padat tebar dan ganti air
4 Nilai DNA, RNA dan Rasio RNA/DNA pada budidaya ikan koridoras
pada perlakuan padat tebar dengan teknologi bioflok
5 Skema perhitungan jumlah molase yang diperlukan per hari pada
budidaya ikan hias koridoras dengan teknologi bioflok

73
75
78
79
80

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Potensi Indonesia sebagai salah satu eksportir ikan hias dunia sangat
besar. Indonesia disebut sebagai negara Home for Hundred of Exotic Ornamental
Fish Species. Hal ini karena dari sekitar 9000 jenis ikan hias di dunia, Indonesia
memiliki 4.000 jenis, baik ikan hias air laut maupun ikan hias air tawar (ITPC
2011). Dari sekitar 1100 jenis ikan hias tawar di dunia sebanyak 450 jenis
dimiliki Indonesia, baik ikan asli Indonesia maupun berasal dari negara lain yang
telah didomestikasi. Produksi ikan hias Indonesia tahun 2014 mencapai 1,1
milyar ekor dan target produksi ikan hias Indonesia tahun 2015 mencapai 1,7
miliar ekor (KKP 2015). Nilai perdagangan ikan hias Indonesia senilai Rp 1,7
triliun dan dari nilai ekspor diperoleh sebesar USD 21 juta. Target perolehan
nilai ekspor untuk tahun 2015 adalah USD 25 juta (DJPB 2015a). Kontribusi dari
akuakultur untuk ekspor ikan hias hanya sekitar 5 %, sedangkan 95 %-nya
berasal dari hasil tangkapan (Kemendag 2010). Padahal sejak tahun 1985 nilai
perdagangan internasional ekspor ikan hias telah meningkat rata-rata sekitar
14 % per tahun dan dua pertiganya dipasok dari negara berkembang (FAO 2013).
Tahun 2007 hingga 2011 nilai ekspor ikan hias Indonesia meningkat sebesar
23,36 % dan pada tahun 2012 meningkat drastis mencapai sekitar 115 %
(Kemendag 2010; KKP 2013). Pada tahun 2013 meningkat sebesar 26 % dan
rata-rata peningkatan ekspor ikan hias dari tahun 1996-2013 mencapai 62,46 %
(KKP 2014).
Indonesia merupakan negara produsen terbesar ikan hias di dunia keempat
setelah Singapura, Spanyol dan Jepang. Negara tujuan utama ekspor ikan hias
Indonesia adalah Singapura, Hongkong, Jepang, Amesika Serikat dan Malaysia.
Pangsa pasar ekspor pada masing-masing negara tersebut sebesar 16,6 %, 13,9 %,
13,76 %, 11,19 % dan 9,38 %, dengan nilai masing-masing mencapai USD 2
311 juta, USD 2 960 juta, USD 2 297 juta, USD 2 001 juta dan USD 1 593 juta.
Peningkatan nilai ekspor ikan hias Indonesia periode 2010-2013 ke Singapura
sebesar 3,68 %, Hongkong sebesar 25,88 %, Jepang sebesar 14,64 %, Amerika
Serikat sebesar 34,05 %. Indonesia merupakan negara penyupai ikan hias
terbesar untuk Singapura yaitu sebesar 30,8 %, dan untuk Jepang sebesar 16,5 %
kedua terbesar setelah setelah Singapura (KBRI 2013). Produsen ikan hias
terbesar di Indonesia adalah Jawa Timur, DKI dan Jawa Barat. Bogor merupakan
salah satu sentra produksi ikan hias di Jawa Barat dengan jumlah produksi pada
tahun 2013 mencapai 222,3 juta ekor juta ekor dengan nilai sekitar Rp 2,6 trilyun.
Rata-rata peningkatan produksi ikan hias di Bogor dari tahun 2009-2013 sebesar
20 %/tahun. Jumlah Rumah Tangga Pembudidaya (RTP) sebanyak 580 RTP.
Produksi ikan hias Indonesia yang berasal dari Bogor mengisi pangsa sebesar 20 %
(DPPP 2014).
Ikan hias koridoras merupakan salah satu ikan yang termasuk dalam
program penguatan produksi ikan hias pada tahun 2015-2019 (KKP 2014).
Target produksi ikan hias koridoras Indonesia tahun 2015 adalah 13 juta ekor
senilai Rp 45,5 Miliar (DJPB 2015b). Kontribusi produksi ikan hias koridoras
yang dihasilkan di Bogor sebesar 12 %. (DPP Bogor 2014). Harga ikan hias

2
koridoras ukuran 1,0-1,5 cm sekitar Rp 800,00 dan ukuran 1,5-2,0 cm sekitar Rp
1 000,00. Pendapatan usaha rumah tangga rata-rata dari ikan hias menempati
tertingi pada bidang non perikanan yaitu sebesar Rp 50 000 000,00/tahun (KKP
2014). Ikan hias koridoras selain dinikmati keindahannya, dimanfaatkan juga
sebagai bahan farmasi dan kosmetik. Ikan koridoras termasuk salah satu ikan
hias dari Indonesia yang banyak diekspor ke Eropa, Amerika Serikat, Korea
Selatan dan lainnya. Nilai ekspor ke Korea Selatan pada tahun 2012 sebesar USD
559 000. Harga ikan koridoras di pasar Korea Selatan sebesar 7000 won/ekor
(sekitar Rp 80 000,00/ekor). Ikan hias yang paling banyak diimpor oleh Korea
Selatan adalah produk ikan tropis. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia yang
merupakan negara tropis memiliki peluang yang sangat besar untuk
meningkatkan ekspor ikan hias ke Korea Selatan (DJPEN 2013). Gambaran
tersebut menunjukkan bahwa Indonesia sangat potensial dalam mengembangkan
usaha budidaya ikan hias dan memasarkannya ke pasar internasional.
Akuakultur terutama budidaya ikan hias sangat prospektif dan memiliki
peluang yang cukup besar untuk dikembangkan, sehingga tumbuh menjadi
industri perikanan (Stickney 2005). Oleh karena itu, produksi ikan hias melalui
kegiatan akuakultur harus ditingkatkan. Salah satu upaya peningkatan produksi
yaitu melalui budidaya ikan secara intensif (Emerenciano et al. 2012; Pierce et al.
2012). Akuakultur masa depan adalah pengembangan budidaya melalui
intensifikasi berkelanjutan dengan mengurangi dampak lingkungan (Edwards
2015). Budidaya intensif sepenuhnya mengandalkan pakan buatan yang
menyebabkan tingginya biaya produksi karena lebih dari 50 % komponen biaya
berasal dari pakan (Emerenciano et al. 2012). Budidaya intensif juga berarti
melakukan pemeliharaan ikan dengan kepadatan tinggi (Avnimelech 2007; Luo
et al. 2013), pemberian pakan berkualitas serta manajemen kualitas air yang baik
(Ebeling et al. 2006).
Peningkatan jumlah pakan dan kepadatan ikan yang tinggi pada budidaya
intensif dapat menyebabkan penurunan kualitas perairan budidaya dan
meningkatnya dampak lingkungan perairan (Crab et al. 2007; Emerenciano et al.
2012; Luo et al. 2013). Limbah utama yang dihasilkan dari intensifikasi adalah
amonia dan nitrit yang bersifat toksik pada ikan (De Schryver et al. 2008; Yusoff
et al. 2011). Agar kualitas air tetap terjaga baik untuk kehidupan maupun
pertumbuhan ikan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu reduksi limbah nitrogen
dan konversi limbah nitrogen. Kepadatan ikan juga berpotensi menjadi sumber
stres yang akan mempengaruhi fisiologi dan perilaku ikan serta mempengaruhi
pertumbuhan ikan (Bonga 1997; Luo et al. 2013). Kepadatan merupakan faktor
penting yang mempengaruhi pertumbuhan, efisiensi dan kinerja reproduksi serta
kelangsungan hidup ikan. Pada kepadatan tinggi ikan lambat tumbuh dan
kelangsungan hidupnya rendah. Dengan demikian kegiatan budidaya intensif
menghadapi dua masalah utama yakni penurunan kualitas air akibat dari
tingginya limbah metabolit dan efisiensi pakan yang rendah, sehingga
memerlukan pertukaran air yang tinggi (Avnimelech 2007).
Salah satu upaya untuk menjaga kualitas air tetap baik yang selama ini
banyak dilakukan adalah dengan sistem pergantian air dan resirkulasi, sedangkan
teknologi terkini yang sedang dikembangkan adalah teknologi bioflok.
Pergantian air yang tinggi diperlukan untuk mempertahankan kualitas air pada
budidaya intensif (Appleford et al. 2012). Teknologi bioflok merupakan

`

3
teknologi baru dalam bidang akuakultur untuk penerapan akuakultur yang
berkelanjutan dari segi lingkungan, sosial dan ekonomi (Avnimelech 2012; Crab
et al. 2012). Teknologi bioflok menekankan pada pengelolaan kualitas air yang
didasarkan pada kemampuan bakteri heterotrof untuk memanfaatkan nitrogen
organik dan anorganik yang terdapat dalam air (Ekasari 2009). Tujuan
dikembangkannya teknologi bioflok ini adalah untuk memperbaiki dan
mengontrol kualitas air budidaya, biosekuriti, membatasi penggunaan air serta
efisiensi penggunaan pakan dan energi. Teknologi ini umumnya diterapkan pada
sistem budidaya intensif, dengan pola pergantian air yang minim atau tanpa ganti
air (zero water exchange), serta dengan memanfaatkan aktivitas bakteri dalam
mendegradasi akumulasi residu bahan organik di dalam air (Avnimelech 2012).

Perumusan Masalah
Ikan hias koridoras merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang
dicanangkan KKP untuk penguatan produksi dalam mendukung industri ikan
hias dan menjadi salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia (KKP 2014).
Permintaan ikan koridoras di pasar internasional selalu ada sepanjang waktu,
sehingga perlu ditingkatkan produksinya melalui kegiatan budidaya intensif.
Terdapat 143 spesies ikan koridoras di dunia (Kioko et al. 2005), bahkan
mencapai 150 spesies (Alderton 2008). Salah satu jenis ikan koridoras yang
banyak dibudidayakan adalah Corydoras aeneus, disebut juga bronze catfish.
Ikan ini termasuk golongan catfish yang berukuran relatif kecil, berukuran
maksimal 8 cm, memiliki warna coklat hijau keemasan dan kemilau seperti
tembaga, memiliki varietas albino dengan warna putih. Ikan koridoras ini hidup
pada suhu 24-30 °C, pH 6-8, kesadahan karbonat maksimal 2 dan kesadahan
total maksimal 12 atau 150-180 mg/L CaCO3, alkalinitas netral atau sedikit
alkalin (50-150 mg/L), serta bersifat omnivora yakni memakan semua jenis
pakan, baik pakan buatan maupun pakan alami (Axelrod et al. 1988; Petrovicky
1988; Satyani 2005; Alderton 2008). Ikan hias Corydoras aeneus bersifat
bergerombol (shoaling fish), memiliki kebiasaan mencari makan di bagian dasar
akuarium (Axelrod et al. 1988; Petrovicky 1988; Satyani 2005),
Budidaya ikan hias koridoras pada umumnya masih menerapkan
teknologi ekstensif yang dicirikan dengan padat tebar yang rendah yaitu sekitar
500 ekor/m2 untuk ikan ukuran SM (1,5-2,0 cm), sekitar 1000 ekor/m2 untuk
ikan ukuran S (1,0-1,5 cm). Jumlah pakan yang diberikan secukupnya dan ganti
air setiap 2-4 hari sebanyak 20-30 %. Lama pemeliharaan sekitar 1,5-2 bulan,
menghasilkan produksi 375-800 ekor/m2 dengan nilai kelangsungan hidup
berkisar 75-80 %. Rendahnya padat tebar ini menjadi salah satu penyebab
rendahnya produktivitas ikan hias dan menyebabkan tidak efisiennya
penggunaan ruang dan lahan. Peningkatkan produktivitas ikan hias dapat
dilakukan melalui intensifikasi, yaitu dengan cara meningkatkan padat tebar
ikan, seperti diperlihatkan pada skema perumusan masalah di Gambar 1.
Peningkatan padat tebar akan meningkatkan jumlah pakan yang diberikan,
padahal hanya sekitar 20-25 % protein dalam pakan yang dapat dimanfaatkan
oleh ikan dan sisanya sebanyak 70-75 % akan diekskresikan dalam bentuk
amonia dan dibuang melalui feses ke dalam perairan (Stickney 2005; Browdy et

4
al. 2012). Pakan yang tidak termakan dan limbah dari metabolisme ikan akan
terakumulasi dalam perairan dan menyebabkan menurunnya kualitas air
(Avnimelech 2007). Limbah utama yang dihasilkan dari intensifikasi adalah
nitrogen anorganik yakni amonia dan nitrit yang bersifat toksik pada ikan (De
Schryver et al. 2008; Yusoff et al. 2011). Tingginya amonia dalam perairan
menyebabkan menurunnya kemampuan eksresi amonia dari tubuh ikan sehingga
konsentrasi amonia dalam darah meningkat, yang selanjutnya akan menganggu
transportasi oksigen dalam darah (Yusoff et al. 2011), amonia dalam darah juga
akan menyebabkan menurunnya jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin
serta merusak sistem saraf pusat (Randall dan Tsui 2002), mengganggu fungsi
respirasi pada insang dan kulit ikan (Zhang et al. 2012) dan dapat berujung pada
kematian ikan (Kroupova et al. 2005).

Gambar 1 Perumusan masalah pada budidaya ikan koridoras
Padat tebar yang tinggi juga menyebabkan menurunnya efisiensi pakan,
meningkatnya konsumsi energi ikan, mengurangi laju pakan dan kecernaan serta
menyebabkan stres (Magondu et al. 2013). Kompetisi dalam ruang akan
meningkatkan agresi antar ikan dan kanibalisme yang berujung pada kematian
(Manley et al. 2014). Kanibalisme pada ikan lele biasanya terjadi pada stadia
larva atau juvenil. Kanibalisme dipengaruhi oleh heterogenitas ukuran ikan,
pada ikan lele Afrika (Clarias gariepinus) kanibalisme meningkat sekitar 1,5 kali
pada ikan yang ukurannya bervariasi (Baras dan d’Almeida 2001). Pada ikan lele
Amazon (Pseudoplatystoma punctifer) kanibalisme mencapai 90 % pada ikan
berumur 14-21 hari (Baras et al. 2011). Agresivitas ikan menyebabkan sebagian

`

5
ikan mendominasi dikelompoknya, sedangkan ikan yang kalah dalam persaingan
akan terkucil dan menjadi stres yang dapat berujung pada kematian (Huntingford
dan Damsgard 2012). Berdasarkan hal tersebut, maka padat tebar yang tinggi
berpengaruh terhadap dua hal yakni menyebabkan penurunan kualitas air serta
meningkatkan agresi antar ikan yang menyebabkan stres. Kondisi stres pada ikan
yang berkepanjangan atau kronis akan berpengaruh pada fisiologi ikan (Luo et al.
2013), menghambat pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan (Niazie et al.
2013).
Kerangka Pemikiran
Tantangan budidaya ke depan adalah melakukan pengembangan budidaya
melalui intensifikasi berkelanjutan dengan mengurangi dampak lingkungan
(Edwards 2015). Indikator untuk budidaya yang berkelanjutan yaitu domestikasi
dan perbaikan genetik, trophic level serta efisiensi konversi energi dan pakan
yang ramah lingkungan (Pullin et al. 2007). Solusi mengatasi masalah penurunan
kualitas air karena intensifikasi agar tetap terjaga baik untuk kehidupan dan
pertumbuhan ikan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu reduksi limbah nitrogen
dan konversi limbah nitrogen. Reduksi limbah nitrogen dilakukan melalui
pergantian air. Pergantian air yang tinggi diperlukan untuk mempertahankan
kualitas air pada budidaya intensif (Appleford et al. 2012). Pergantian air pada
kepadatan tinggi berguna untuk memelihara kualitas lingkungan hidup ikan.
Prinsip pergantian air adalah untuk menghilangkan senyawa yang tidak
diinginkan dan menambah senyawa yang diperlukan (Huisman 1987). Untuk
mengurangi limbah nitrogen yang berbahaya, dilakukan dengan pergantian air
sebesar 40 % sampai 60 % per hari (Lorenzen 1999). Pergantian air pada
budidaya intensif adalah lebih dari 30 % per hari (Weidner dan Rosenberry 1992).
Konversi limbah nitrogen, khususnya amonia dilakukan dengan tiga cara
yakni konversi secara fotoautotrofik oleh alga dan cyanobakteri, proses
autotrofik yaitu konversi amonia menjadi nitrit oleh bakteri nitrifikasi dan proses
heterotrofik yakni mengonversi amonia menjadi biomassa bakteri heterotrof
(Ebeling et al. 2006; Ebeling dan Timmons 2008; Browdy et al. 2012). Konversi
melalui proses autotrofik biasanya dilakukan pada budidaya ikan di luar ruangan
(outdoor), sehingga untuk budidaya ikan hias dalam ruangan tertutup (indoor)
sulit dilakukan. Proses heterotrofik atau disebut juga teknologi bioflok lebih
menguntungkan dibanding dengan proses autrotrofik, karena sistem heterotrofik
menghasilkan biomassa mikroba lebih dari 40 kali lipat dari sistem autotrofik.
Bakteri heterotrof memiliki kemampuan yang lebih cepat dalam mengonversi
amonia dibandingkan fitoplankton dan bakteri nitrifikasi (Montoya dan Velasco
2000; Ebeling dan Timmons 2008). Prinsip dasar teknologi bioflok adalah
adanya asimilasi nitrogen anorganik oleh komunitas mikroba heterotrof dalam
media budidaya yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh organisme budidaya
sebagai sumber makanan (De Schryver dan Verstraete, 2009). Untuk lebih
jelasnya kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

6

Keterangan : -------- : batasan penelitian
Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian intensifikasi budidaya ikan
hias koridoras
Teknologi bioflok telah banyak dikaji pada budidaya ikan konsumsi
seperti udang dan ikan, khususnya ikan nila dan lele. Budidaya ikan nila
menghasilkan nilai pertumbuhan yang lebih baik pada pemeliharaan dengan
teknologi bioflok (Avnimelech 2007; Azim dan Little 2008; Crab et al. 2009;
Widanarni et al. 2012; Luo et al. 2014; Long et al. 2015), serta meningkatkan
kinerja reproduksi ikan nila (Ekasari et al. 2013) dan performa larva ikan nila
(Ekasari et al. 2015; Yusuf et al.2015). Teknologi bioflok juga meningkatkan
laju pertumbuhan dan efisiensi pakan pada budidaya ikan bandeng (Usman 2012),
ikan Labeo victorianus (Magondu et al. 2013) serta ikan lele (Green et al. 2014;
Bakar et al. 2015). Pengkajian intensifikasi pada budidaya ikan hias belum
banyak dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, untuk meningkatkan produktivitas
ikan hias koridoras maka perlu dilakukan penelitian intensifikasi budidaya ikan
hias dengan meningkatkan padat tebar melalui pergantian air dan penerapan
teknologi bioflok.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja produksi budidaya
ikan hias koridoras (Corydoras aenus) secara intensif pada padat tebar yang
berbeda melalui sistem pergantian air dan melalui penerapan teknologi bioflok.
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah :

`

7
1. Mengevaluasi pengaruh kepadatan tinggi pada budidaya ikan hias
koridoras terhadap kinerja produksi (kelangsungan hidup dan
pertumbuhan).
2. Mengevaluasi budidaya ikan hias koridoras dengan kepadatan tinggi
melalui sistem pergantian air, pengaruhnya terhadap kinerja produksi,
respons stres dan kualitas air.
3. Mengevaluasi penerapan teknologi bioflok dengan kepadatan tinggi pada
budidaya ikan hias koridoras, pengaruhnya terhadap kinerja produksi,
respons stres, kualitas air dan gambaran darah.
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah:
1. Peningkatan kepadatan ikan yang tinggi dan disertai dengan pergantian
air yang tepat dapat meningkatkan produktivitas ikan hias koridoras.
2. Peningkatan kepadatan ikan yang tinggi dengan teknologi bioflok dapat
meningkatkan produktivitas ikan hias koridoras.
Kebaharuan
Kebaharuan dari penelitian ini adalah teknologi intensif budidaya ikan
hias Corydoras aenus melalui peningkatan padat tebar dengan pergantian air dan
penerapan teknologi bioflok serta ditemukannya padat tebar maksimal pada
budidaya ikan koridoras secara intensif.

8

2 PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP
IKAN HIAS KORIDORAS (Corydoras aeneus)
PADA BUDIDAYA KEPADATAN TINGGI

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kepadatan tinggi
pada budidaya ikan hias koridoras terhadap pertumbuhan dan kelangsungan
hidup. Ikan yang digunakan adalah ikan hias Corydoras aeneus berbobot 0,210,23 g dan panjang baku 1,84-1,90 cm yang dipelihara pada akuarium berdimensi
20 cm x 20 cm x 20 cm, volume air enam liter per akuarium. Penelitian ini
menggunakan rancangan acak lengkap dengan perlakuan padat tebar 3000
ekor/m2 (A) dan padat tebar 3750 ekor/m2 (B), tiga kali ulangan. Ikan dipelihara
selama 35 hari serta diberi pakan pelet komersial setiap hari pukul 08.00 dan
pukul 16.00 WIB sebanyak 5 % dari biomassa ikan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot mutlak dan laju pertumbuhan bobot
harian pada kedua perlakuan tidak berbeda nyata, namun pertumbuhan panjang
mutlak dan laju pertumbuhan panjang harian berbeda nyata, perlakuan B lebih
tinggi hampir dua kali lipat dibanding perlakuan A. Nilai kelangsungan hidup
antar perlakuan berbeda nyata, perlakuan A (92,78 %) lebih tinggi daripada
perlakuan B (86,89 %). Kualitas air selama pemeliharaan yaitu suhu, pH,
oksigen terlarut, amonia, nitrit dan nitrat pada kedua perlakuan masih dalam
batas toleransi untuk budidaya ikan. Padat tebar yang terbaik pada budidaya ikan
koridoras adalah pada padat tebar 3000 ekor/m2.
Kata penting : Corydoras aeneus, kelangsungan hidup, padat tebar, pertumbuhan
Abstract
The objective of the study was to analyze the effect of high density of
ornamental fish corydoras culture to the growth and survival rate. Corydoras
aeneus which weight 0.21-0.23 g and 1.84-1.90 cm standard length was cultured
in the 20 cm x 20 cm x 20 cm aquarium sized and six liters volume in each.
Random design was set with stocking density 3000 fish/m2 (A) and stocking
density 3750 fish/m2 (B) with three replications. Fish was cultured for thirty five
days and fed a commercial pellet every day at 08.00 am and 16.00 pm with the
feeding rate 5 %. The results showed that the weight gain and specific growth
rate was not significant in both treatments, but the length gain and the spesific
length rate of B was nearly two times higher than A. The utilization of feed was
more efficient for B. Survival rate of A (92.8 %) was higher than of B (86.9 %).
During the culture the water quality such as temperature, pH, dissolved oxygen,
ammonia, nitrite and nitrate, were still in the tolerance limits for fish culture. It is
Concluded that the best stocking density for corydoras was 3000 ind m-2.
Keywords : Corydoras aeneus, survival rate, density, growth

`

9

PENDAHULUAN
Ikan hias telah menjadi produk strategis ekspor Indonesia dan sebagai
sumber devisa negara. Indonesia disebut sebagai negara Home for Hundred of
Exotic Ornamental Fish Species, karena dari sekitar 9.000 jenis ikan hias di
dunia, Indonesia memiliki 4.000 jenis yang tersebar di laut maupun perairan
tawar (ITPC 2011). Ikan hias air tawar koridoras menjadi salah satu komoditas
ekspor andalan Indonesia. Ikan ini merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar
yang dicanangkan KKP untuk penguatan produksi dalam mendukung industri
ikan hias (KKP 2014). Permintaan ikan koridoras di pasar internasional selalu
ada sepanjang waktu, sehingga perlu ditingkatkan produksinya melalui kegiatan
budidaya intensif. Ikan koridoras termasuk golongan catfish yang memiliki
ukuran relatif kecil sehingga cocok sebagai ikan akuarium (Satyani 2005).
Ikan Corydoras aeneus disebut juga bronze catfish atau armored catfish
memiliki warna coklat hijau keemasan dan kemilau seperti tembaga, memiliki
varietas albino dengan warna putih dan ukuran maksimalnya mencapai 8 cm.
Ikan ini hidup pada suhu 24-30 °C, pH 6-8, kesadahan karbonat maksimal 2 dan
kesadahan total maksimal 12 atau 150-180 mg/L CaCO3, alkalinitas netral atau
sedikit alkalin (50-150 mg/L), kebiasaan makan omnivora yakni memakan semua
jenis pakan baik pakan buatan maupun pakan alami (Axelrod et al. 1988;
Petrovicky 1988; Satyani 2005; Alderton 2008). Ikan hias Corydoras aeneus
memiliki kebiasaan mencari makan di bagian dasar akuarium (Axelrod et al.
1988; Petrovicky 1988; Satyani 2005).
Para pembudidaya ikan hias koridoras di Jabotabek, umumnya
menerapkan teknologi sederhana atau ekstensif dengan padat tebar yang rendah
yaitu sekitar 500 ekor/m2 untuk ikan ukuran SM (1,5-2,0 cm), sekitar 1000
ekor/m2 untuk ikan ukuran S (1,0-1,5 cm). Jumlah pakan yang diberikan
secukupnya dan ganti air setiap 2-4 hari sebanyak 20-30 %. Lama pemeliharaan
sekitar 1,5 bulan, menghasilkan produksi 375-800 ekor/m2 dengan nilai
kelangsungan hidup berkisar 75-80 %, sehingga produktivitasnya relatif rendah.
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi yaitu dengan meningkatkan
kepadatan ikan, namun kepadatan tinggi dapat menyebabkan penurunan kualitas
air (Avnimelech 2007; Crab et al. 2007; Emerenciano et al. 2012; Luo et al.
2013). Kepadatan merupakan faktor penting dalam budidaya ikan terutama pada
budidaya intensif yang menghasilkan produksi ikan tinggi. Berdasarkan hal
tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk meningkatkan produksi ikan hias
Corydoras aeneus melalui peningkatan kepadatan ikan yang lebih tinggi dari
yang dilakukan pembudidaya pada umumnya. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis pengaruh kepadatan tinggi yaitu padat tebar 3000 ekor/m2 dan 3750
ekor/m2 pada budidaya ikan hias koridoras (Corydoras aeneus) terhadap
pertumbuhan dan kelangsungan hidup.

BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Produksi dan
Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, IPB, Darmaga Bogor. Ikan hias yang digunakan dalam penelitian

10
ini adalah ikan hias koridoras (Corydoras aeneus) atau bronze catfish dengan
bobot berkisar antara 0,21-0,23 g dan panjang 1,84-1,9 cm berasal dari
pembudidaya ikan hias di Bogor. Ikan hias dipelihara selama 40 hari yaitu pada
bulan Agustus-September 2013. Ikan dipelihara pada wadah akuarium berukuran
20 cm x 20 cm x 20 cm, diaerasi dan diisi air setinggi 15 cm, sehingga volume
air setiap akuarium adalah enam liter.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua
perlakuan yaitu padat tebar 20 ekor/liter atau 3000 ekor/m2 (A) dan padat tebar
25 ekor/liter atau 3750 ekor/m2 (B) masing-masing tiga kali ulangan. Selama
pemeliharaan ikan diberi pakan pelet komersil yang mengandung kadar protein
34,07 %, lemak 6,56 %, serat kasar 3,12 %, kadar air 8,32 %, kadar abu
10,42 % dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) 37,51 %. Pemberian pakan
dilakukan sebanyak dua kali sehari yaitu pukul 08.00 dan 16.00 WIB dengan
jumlah pakan yang diberikan sebanyak 5 % dari biomassa ikan. Setiap pagi hari,
sebelum diberi pakan dilakukan penyifonan dan pergantian air sebanyak 30 %
per hari dari total