Komunikasi Inovasi Resi Gudang Pada Petani Padi

KOMUNIKASI INOVASI RESI GUDANG
PADA PETANI PADI

BUDHI WASKITO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Komunikasi Inovasi
Resi Gudang pada Petani Padi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2016

Budhi Waskito
NIM I362110051

RINGKASAN
BUDHI WASKITO. Komunikasi Inovasi Resi Gudang pada Petani Padi.
Dibimbing oleh AIDA VITAYALA S. HUBEIS, DJOKO SUSANTO dan
AMIRUDDIN SALEH.
Fluktuasi harga sering terjadi pada komoditas pertanian termasuk padi. Hal
ini menyebabkan petani padi mengalami kerugian khususnya pada saat panen raya.
Sistem Resi Gudang (SRG) merupakan salah satu kebijakan Pemerintah Indonesia
untuk mengatasi persoalan tersebut melalui Undang-undang Nomor 9 Tahun 2006.
Resi gudang dalam peraturan tersebut didefinisikan sebagai dokumen bukti
kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola
gudang. Resi gudang dalam penelitian ini dikatakan sebagai suatu inovasi yang
berdampak pada perubahan perilaku petani padi yang terkait dengan penanganan
pasca panen padi.
Peran pemerintah mengontrol pergerakan harga padi melalui inovasi resi
gudang akan efektif jika komoditi pangan yang tersimpan di gudang SRG berkisar
8 - 10% dari jumlah produksi. Rendahnya realisasi penyimpanan padi di gudang
SRG yang dikelola Pertani Unit Pergudangan Agribisnis (UPA) Haurgeulis

Kabupaten Indramayu pada tahun 2008 – 2012 (kurang dari 8% dari produksi)
menunjukkan bahwa implementasi inovasi resi gudang di Kabupaten Indramayu
belum berjalan efektif. Peningkatan peran petani padi untuk menyimpan padi di
gudang SRG merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan efektivitas
implementasi inovasi resi gudang di masa depan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
(1) Menganalisis komunikasi dan konsekuensi inovasi resi gudang pada petani padi,
(2) Menganalisis hubungan komunikasi dengan konsekuensi inovasi resi gudang
pada petani padi, (3) Menganalisis hubungan keputusan inovasi dengan
konsekuensi inovasi resi gudang pada petani padi, (4) Menganalisis hubungan
faktor-faktor komunikasi dengan komunikasi inovasi resi gudang pada petani padi,
dan (5) Mengembangkan strategi komunikasi inovasi resi gudang pada petani padi.
Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan korelasi. Data yang
dikumpulkan terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer terdiri atas data
kuantitatif dan kualitatif. Data primer dikumpulkan dari 52% petani padi yang telah
mengadaptasi inovasi resi gudang yang diterbitkan PT Pertani UPA Haurgeulis di
Kabupaten Indramayu tahun 2011 - 2014. Pengumpulan data primer dilakukan
melalui pengamatan, wawancara mendalam, dan kuesioner. Pengumpulan data
sekunder melalui studi literatur. Data dianalisis dengan menggunakan statistik
deskriptif, statistik inferensia (rank Spearman dan khi-kuadrat) dan analisis SWOT.
Komunikasi inovasi resi gudang pada petani padi di Kabupaten Indramayu

pada tahun 2011 – 2014 telah berjalan secara efektif berdasarkan indikator kognitif,
afektif, dan konatif petani padi. Konsekuensi inovasi resi gudang pada kurun waktu
tersebut tergolong rendah berdasarkan indikator adaptasi dan keberlanjutan inovasi.
Rendahnya konsekuensi inovasi tersebut didorong persepsi petani padi terkait
dengan ketidakpastian kenaikan harga jual padi selama periode penyimpanan padi
di gudang SRG “ibarat perjudian,” informasi impor beras secara illegal yang dapat
menurunkan harga jual padi “ibarat bom,” panen padi adalah saatnya untuk
mendapatkan uang, inovasi resi gudang memerlukan berbagai pengurusan
administrasi “merepotkan.”

Hubungan komunikasi dengan konsekuensi inovasi resi gudang pada petani
padi di Kabupaten Indramayu pada tahun 2011 – 2014 adalah tidak selalu konsisten.
Indikator komunikasi inovasi yang memiliki hubungan yang konsisten dengan
konsekuensi inovasi resi gudang pada petani padi di Kabupaten Indramayu di masa
depan (keberlanjutan inovasi) adalah kognitif (jumlah gabah minimal yang dapat
disimpan di gudang SRG) dan afektif (ketertarikan petani padi terhadap inovasi resi
gudang karena mampu mendapatkan harga jual gabah yang lebih baik).
Keputusan inovasi memiliki hubungan nyata dengan konsekuensi inovasi resi
gudang pada petani padi di Kabupaten Indramayu selama kurun waktu 2011 – 2014
(adaptasi inovasi), sedangkan hubungannya dengan konsekuensi inovasi resi

gudang di masa depan (keberlanjutan inovasi) adalah tidak nyata. Konsekuensi
inovasi resi gudang pada petani padi di Kabupaten Indramayu selama kurun waktu
tersebut didominasi oleh keputusan otoriti dari petani padi yang memiliki usaha tani
padi dari hulu hingga hilir.
Faktor-faktor komunikasi terbaik yang dapat digunakan untuk meningkatkan
efek komunikasi inovasi resi gudang pada petani padi di Kabupaten Indramayu
adalah kebutuhan petani padi (sosial), karakteristik petani padi (pengalaman usaha
tani, skala usaha), karakteristik inovasi (keuntungan relatif, kerumitan, kemudahan
inovasi untuk dilihat hasilnya), media komunikasi (brosur dan radio), komunikator
sosial (rekan sejawat, ketua kelompok tani, ketua Gapoktan, dan pengelola inovasi).
Strategi komunikasi inovasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan peran
petani padi di Kabupaten Indramayu dalam pemanfaatan inovasi resi gudang di
masa depan adalah: (1) Meneguhkan petani padi yang pernah memiliki resi gudang
terkait adanya subsidi pemerintah dalam bunga kredit apabila menggunakan agunan
resi gudang dan adanya jaminan ganti rugi akibat kesalahan penulisan, kehilangan
dan kesusutan barang, (2) Memanfaatkan rekan sejawat petani padi, ketua
kelompok tani dan ketua Gapoktan untuk meneguhkan petani padi yang pernah
memiliki resi gudang, (3) Mengekspos perbaikan inovasi resi gudang terkait dengan
penurunan persyaratan jumlah minimum padi yang dapat disimpan di gudang SRG
melalui radio lokal dan brosur, (4) Membujuk petani padi yang belum pernah

menyimpan padi di gudang SRG dengan memanfaatkan rekan sejawat, ketua
kelompok tani, dan ketua Gapoktan secara teratur, (5) Mengekspos keunggulan
inovasi resi gudang kepada petani padi secara teratur khususnya mengenai manfaat
inovasi resi gudang dalam mengatasi permasalahan fluktuasi harga jual padi dan
sebagai sumber pendanaan melalui perolehan kredit secara mudah dari perbankan
dengan tingkat suku bunga yang disubsidi pemerintah, dan (6) Mengekspos
perbaikan inovasi resi gudang terkait manajemen risiko harga jual padi yang
disimpan di gudang SRG pada petani padi secara teratur.
Kata kunci: komunikasi, inovasi, resi gudang, konsekuensi inovasi, keputusan
inovasi, petani padi, strategi

SUMMARY
BUDHI WASKITO. The Innovation Communication of Warehouse Receipt among
the Rice Farmers. Supervised by AIDA VITAYALA S. HUBEIS, DJOKO
SUSANTO and AMIRUDDIN SALEH.
Price fluctuation often happened in agriculture commodity including rice. It
caused the rice farmers to experience loss particularly in harvesting period. The
Indonesian Government had issued the policy of creating warehouse receipt system
(WRS) to overcome this problem according Indonesian Law No 9/2006. According
to the Law, warehouse receipt is defined as a document of ownership evidence for

the goods stored in the warehouse that is issued by the warehouse manager. WRS
is an innovation that impacts the change of rice farmers’ behavior associated with
the post-harvest handling of rice.
The role of government to control the food price fluctuation with WRS
scheme will be effective if the quantity of rice stored in WRS scheme is 8 to 10%
of total production. The realization of rice storage in warehouses managed by
Pertani UPA Haurgeulis in Indramayu Regency in 2008 – 2012 was low (less than
8% of total production). It showed that the implementation of warehouse receipt
innovation in in Indramayu Regency was not effective. Increasing the role of the
rice farmers to store their rice grain in WRS scheme is an effort to increase its
effectiveness in the future. The objectives of this research were to (1)
analyze communication and innovation consequences of warehouse receipt among
the rice farmers, (2) analyze the correlation between communication and innovation
consequences of warehouse receipt among the rice farmers, (3) analyze the
correlation between innovation decision and innovation consequences of
warehouse receipt among the rice farmers, (4) analyze the correlation between
communication factors and the innovation communication of warehouse receipt
among the rice farmers, and (5) develop the innovation communication strategy of
the warehouse receipt innovation among the rice farmers.
This is a descriptive and correlational research. The collected data consist of

primary and secondary data. Primary data consist of quantitative and qualitative
data. The primary data was collected from 52% of rice farmers who have adapted
the warehouse receipt innovations issued by PT Pertani UPA Haurgeulis in
Indramayu in 2011 - 2014. The primary data were collected through observation,
interview, and questionnaire. The secondary data were collected through literature
review. The data were analyzed by descriptive and inferential statistics (Spearman
rank correlation and chi-square test) and SWOT analysis.
The innovation communication of the warehouse receipt among the rice
farmers in Indramayu Recency in 2011 – 2014 was effective based on cognitive,
affective and conative indicators of the rice farmers. The innovation consequences
of the warehouse receipt was low based on the innovation adaptation and
sustainability indicators. This was triggered by the rice farmers’ perception of the
uncertainty of the increase of the selling price of rice during the period of rice
storage in WRS scheme "considered as gambling," and the information of the
illegal rice import that caused the decrease of the the selling price of rice
"considered as a bomb". The rice harvest is the time to get money, however
warehouse receipt innovation requires a variety of "troublesome"administration.

The correlation between communication and consequence innovation of the
warehouse receipt innovation among the rice farmers in Indramayu Regency in

2011 – 2014 was not always consistent. The communication innovation indicators
that have a consistent correlation with the innovation consequences of warehouse
receipt among the rice farmers in Indramayu in the future (innovation sustainability)
are cognitive (the minimum amount of rice to be stored by the rice farmers in WRS
scheme) and affective (the interest of the rice farmers in warehouse receipt
innovation for a better selling price of their rice).
The innovation decision has a significant correlation with the innovation
consequences of the warehouse receipt among the rice farmers in Indramayu
Regency in 2011 - 2014 (adaptation of innovation), while its correlation with the
innovation consequences of the warehouse receipt in the future (innovation
sustainability) is not significant. The innovation consequences of warehouse receipt
among the rice farmers during the period was dominated by the authority decision
of the rice farmers who have an upstream to downstream rice farming business.
The best communication factors that can be used to improve the innovation
communication effect of warehouse receipts among the rice farmers in Indramayu
Regency are the need of rice farmers (social), the characteristics of rice farmers
(experience of rice farming, business scale), the characteristics of innovation
(relative advantage, complexity, observability), communication media (brochures
and radio), social communicator (peer, chairman of the farmer groups, chairman of
Gapoktan, and the organizer of warehouse receipt innovation).

The innovation communication strategy that can be used to improve the role
of rice farmers in Indramayu in utilizing the warehouse receipt innovation in the
future are: (1) Ensuring the rice farmers who have adopted the warehouse receipt
about the availabilty of government subsidy of the credit interest rate if they borrow
money from bank with warehouse receipt as a guarantee and compensation due to
administration mistakes, loss and shrinkage of goods, (2) Utilizing peers, chairman
of farmer groups, and the chairman of Gapoktan to ensure the rice farmers who used
to adopt the warehouse receipt, (3) Exposing the improvement of warehouse receipt
innovation on the decrease of the required minimum amount of rice that can be
stored by the rice farmers in WRS scheme through local radios and brochures, (4)
Persuading regularly the rice farmers who have never stored their rice in WRS
scheme through peers, chairman of farmer group, and chairman of Gapoktan, (5)
Exposing the excellence of warehouse receipt innovation among the rice farmers
regularly especially regarding the benefits of warehouse receipt innovation in
overcoming the problem of rice price fluctuation and as a source of funding through
credit from the bank easily with the prime lending rate that subsidized by the
government, and (6) Exposing regularly the improvement of warehouse receipt
innovation about the risk management of the rice selling price stored in WRS
scheme among the rice farmers.
Key words: communication, innovation, warehouse receipt,

consequences, innovation decision, rice farmer, strategy

innovation

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memerbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KOMUNIKASI INOVASI RESI GUDANG
PADA PETANI PADI

BUDHI WASKITO

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar

Doktor
pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi
pada Ujian Tertutup

: Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi, M.Sc
Dr Suci Wulandari, SP, MM

Komisi Luar
pada Sidang Promosi

: Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi, M.Sc
Dr Suci Wulandari, SP, MM

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang disusun dalam bentuk disertasi ini
berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam disertasi ini adalah komunikasi
inovasi, dengan judul Komunikasi Inovasi Resi Gudang pada Petani Padi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Aida Vitayala S Hubeis,
Bapak Prof (Ris) Dr Djoko Susanto, SKM, Bapak Dr Ir Amiruddin Saleh, MS
selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan pembelajaran yang
sangat berharga. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak dan Ibu
Sudarmanto, istri dan anak (Koriyati, Zidan Muktafa Kamal, Zaida Nafilia,
Muhammad Iqbal Izzatullah, Amalina Qurratu Aini), serta seluruh keluarga atas
segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Dr Basita S Ginting dan Bapak Dr Lukman Effendy yang telah memberikan
saran dalam pelaksanaan ujian kualifikasi lisan. Ucapan terima kasih juga penulis
ucapkan kepada seluruh seluruh pimpinan, dosen dan tenaga kependidikan
Universitas Bandar Lampung (khususnya Dr Yusuf S. Barusman, MBA; Dr Andala
Rama Putra Barusman, MA; Dr Agus Wahyudi, MS; Mustafa Usman, Ph.D;
Drs. Harpain, MAT, Dr Yadi Lustiadi, M.Si); pimpinan dan staf PT Pertani UPA
Haurgeulis Kabupaten Indramayu (khususnya Bapak Subandji, Dayat, Hari,
Hitwandi); pimpinan dan tenaga kependidikan Program Studi Doktor Komunikasi
Pembangunan IPB (khususnya Dr Djuara P. Lubis, Ibu Hetty dan Ibu Lia), rekanrekan mahasiswa Program Studi Doktor Komunikasi Pembangunan Angkatan 2011
(Adhi Iman Sulaiman, Dwi Agus Susilo, Dame Trully Gultom, Sri Wahyuni,
Nurhayati, Rahmawati, Firdanianty, dan Natalina Nilam Sari), rekan-rekan
mahasiswa program pascasarjana IPB, serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama
menyelesaikan karya ilmiah ini.
Demikianlah disertasi ini disajikan sebagai salah satu persyaratan untuk
memeroleh gelar Doktor pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian
dan Perdesaan. Semoga bermanfaat.
Bogor, Mei 2016
Budhi Waskito

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

vii

DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

x

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kebaruan Penelitian

1
1
3
4
4
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Inovasi
Komunikasi Inovasi
Strategi Komunikasi
Sistem Resi Gudang
Faktor Penentu Perilaku Adopsi Inovasi
Teori terkait Perubahan Perilaku
Kebutuhan Petani
State of the Art

5
5
6
8
11
16
18
20
22

3 KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
Kerangka Pikir
Hipotesis Penelitian

23
23
27

4 METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Populasi dan Sampel
Data dan Instrumentasi
Definisi Operasional
Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Pengumpulan Data
Analisis Data

28
28
28
28
30
31
40
44
44

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Komunikasi dan Konsekuensi Inovasi Resi Gudang
Hubungan Komunikasi dengan Konsekuensi Inovasi Resi Gudang
pada Petani Padi
Hubungan Keputusan dengan Konsekuensi Inovasi Resi Gudang
pada Petani Padi
Faktor – faktor Komunikasi yang Berhubungan dengan Komunikasi
Inovasi Resi Gudang pada Petani Padi

46
46
51
57
60

Hubungan Faktor – faktor Komunikasi dengan Komunikasi Inovasi
Resi Gudang pada Petani Padi
Pengembangan Strategi Komunikasi Inovasi Resi Gudang pada
Petani Padi
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

66
81
102
102
103
1044
111

DAFTAR TABEL
1. Pertanyaan kunci bagi pembuat strategi komunikasi
11
2. Manfaat SRG bagi stakeholders
13
3. Penerbitan resi gudang pada peresmian pelaksanaan SRG di Indonesia
14
4. Penelitian terdahulu terkait dengan faktor penentu adaptasi inovasi
19
5. Penelitian terdahulu terkait dengan strategi komunikasi
21
6. Jumlah populasi dan sampel penelitian
29
7. Operasionalisasi peubah kebutuhan petani padi (X1)
32
8. Operasionalisasi peubah karakteristik petani padi (X2)
33
9. Operasionalisasi peubah karakteristik inovasi resi gudang (X3)
35
10. Operasionalisasi peubah media komunikasi inovasi resi gudang (X4)
36
11. Operasionalisasi peubah komunikator sosial (X5)
38
12. Operasionalisasi peubah komunikasi inovasi (Y1)
39
13. Operasionalisasi peubah konsekuensi inovasi (Y2)
40
14. Uji validitas dan reliabilitas instrumen peubah kebutuhan petani padi
41
15. Uji validitas dan reliabilitas instrumen peubah karakteristik inovasi
42
16. Uji validitas dan reliabilitas instrumen peubah media komunikasi
42
17. Uji validitas dan reliabilitas instrumen peubah komunikator sosial
43
18. Uji validitas dan reliabilitas instrumen peubah komunikasi inovasi
43
19. Uji validitas dan reliabilitas instrumen peubah konsekuensi inovasi
43
20. Rataan skor komunikasi dan konsekuensi inovasi resi gudang pada petani
padi di Kabupaten Indramayu tahun 2015
46
21. Hubungan kognitif dengan konsekuensi inovasi resi gudang pada
petani padi di Kabupaten Indramayu tahun 2015
52
22. Hubungan afektif dengan konsekuensi inovasi resi gudang pada petani padi
di Kabupaten Indramayu tahun 2015
54
23. Hubungan konatif dengan konsekuensi inovasi resi gudang pada petani padi
di Kabupaten Indramayu tahun 2015
55
24. Profil responden petani padi yang pernah menyimpan padi di gudang SRG
berdasarkan keputusan inovasi di Kabupaten Indramayu tahun 2015
57
25. Hubungan keputusan dengan konsekuensi inovasi resi gudang pada petani
padi di Kabupaten Indramayu tahun 2015
58
26. Rataan skor kebutuhan petani padi terhadap inovasi resi gudang di
Kabupaten Indramayu tahun 2015
61
27. Rataan skor karakteristik petani padi yang telah mengadaptasi inovasi resi
gudang di Kabupaten Indramayu tahun 2015
62
28. Rataan skor karakteristik inovasi resi gudang di Kabupaten Indramayu
tahun 2015
63
29. Rataan skor media komunikasi dalam komunikasi inovasi resi gudang
pada petani padi di Kabupaten Indramayu tahun 2015
64
30. Rataan skor komunikator sosial dalam komunikasi inovasi resi gudang
pada petani padi di Kabupaten Indramayu tahun 2015
65
31. Hubungan antara kebutuhan petani padi dan komunikasi inovasi
resi gudang pada petani padi di Kabupaten Indramayu tahun 2015
66
32. Hubungan karakteristik petani padi dengan komunikasi inovasi resi gudang
pada petani padi di Kabupaten Indramayu tahun 2015
68

33. Hubungan karakteristik inovasi dengan komunikasi inovasi resi gudang
pada petani padi di Kabupaten Indramayu tahun 2015
70
34. Hubungan media komunikasi dengan komunikasi inovasi resi gudang
pada petani padi di Kabupaten Indramayu tahun 2015
74
35. Hubungan komunikator sosial dengan komunikasi inovasi resi gudang
pada petani padi di Kabupaten Indramayu tahun 2015
77
36. Visi, misi, core competence dan moto usaha PT Pertani
82
37. Tugas, tanggungjawab dan peran PT Pertani sebagai pengelola inovasi
resi gudang
84
38. Jumlah industri penggilingan di kecamatan yang berdekatan dengan gudang
SRG yang dikelola oleh PT Pertani UPA Haurgeulis Kabupaten Indramayu
tahun 2014
90
39. Jumlah industri penggilingan di kecamatan yang berdekatan dengan gudang
SRG yang dikelola oleh PT Pertani UPA Haurgeulis Kabupaten Indramayu
tahun 2014
91
40. Alternatif strategi komunikasi inovasi untuk meningkatkan peran petani
padi dalam memanfaatkan inovasi resi gudang di masa depan
96

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka strategi komunikasi (Barret 2008)
10
2. Alur penerbitan resi gudang (Bappebti 2011)
13
3. Hirarki kebutuhan Maslow (Schermerhorn et al. 1997, Tosi et al. 1990,
Holt 1990)
20
4. Kerangka pikir penelitian komunikasi inovasi resi gudang pada petani padi 26
5. Alur aktivitas usaha Pertani
83
6. Struktur organisasi Pertani (Persero) Unit Pergudangan Agribisnis
Haurgeulis Kabupaten Indramayu
86
7. Konsep pengembangan strategi komunikasi inovasi resi gudang pada petani
padi secara berkelanjutan
101

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Harga komoditas pertanian sering kali mengalami penurunan khususnya pada
saat panen raya. Kondisi ini secara ekonomi merugikan petani mengingat
pendapatan dari penjualan komoditi pada saat panen raya tersebut seringkali tidak
memadai untuk menutupi biaya yang telah dikeluarkan sebagai modal kerja usaha
tani. Tuntutan kebutuhan hidup sehari-hari seringkali membawa petani pada
kondisi di mana petani tidak ada pilihan lain selain menjual komoditinya meskipun
harga sedang rendah guna mencukupi kebutuhan hidup. Damardjati (2006)
mengatakan bahwa permasalahan terkait dengan pasca panen dalam sistem
agribisnis padi/perberasan (kehilangan hasil yang cukup tinggi, mutu hasil yang
rendah, dan harga gabah yang fluktuatif) cenderung tidak memberikan insentif
kepada petani untuk memerbaiki tingkat pendapatannya.
Pemanfaatan lumbung desa oleh petani dalam menghadapi permasalahan
pasca panen pada saat ini sudah jarang ditemukan. Kondisi ini terjadi karena
lumbung desa tidak berkembang dan bahkan cenderung hilang di berbagai wilayah
perdesaan di Indonesia. Witoro et al. (2006) mengatakan bahwa keberadaan dan
peran lumbung desa semakin terpinggirkan seiring dengan berjalannya waktu dan
perubahan kebijakan. Menguatnya lembaga cadangan pangan pemerintah yakni
Bulog sejak awal hingga menjelang berakhirnya rejim Orde Baru membuat
lumbung pangan desa melemah. Kebijakan yang liberalisasikan pertanian sejak
tahun 1998 membuat peran perusahaan atau pedagang pangan semakin menguasai
pangan tanpa memberi peluang bagi berkembangnya lumbung yang merupakan
lembaga pangan rakyat.
Pemerintah Indonesia pada tahun 2006 melakukan terobosan yang ditujukan
untuk mengatasi permasalahan fluktuasi harga komoditas pertanian sekaligus untuk
meningkatkan daya saing produk. Salah satu terobosan tersebut adalah kebijakan
Sistem Resi Gudang (SRG). Kebijakan SRG merupakan salah satu instrumen
pembiayaan guna mendukung terwujudnya kelancaran produksi dan distribusi
barang dalam sistem perdagangan yang diarahkan pada upaya memajukan
kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dasar hukum SRG adalah
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006. Resi gudang dalam peraturan perundangundangan tersebut didefinisikan sebagai dokumen bukti kepemilikan atas barang
yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Bappebti (2009)
mengatakan bahwa pengesyahan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006
mengandung arti adanya terobosan baru di mana komoditi pertanian dapat dijadikan
sebagai agunan oleh para pihak yang memiliki resi gudang, khususnya petani atau
kelompok tani, dalam upaya mereka untuk memeroleh kredit dari perbankan atau
lembaga keuangan lainnya. Berdasarkan pengertian inovasi (Heiskala 2007), resi
gudang dalam penelitian ini dikatakan sebagai suatu inovasi yang berdampak pada
perubahan perilaku petani padi terkait dengan penanganan pasca panen padi.

2
Peresmian SRG pertama kali di Indonesia dilakukan pada tahun 2008 melalui
proyek percontohan SRG di empat wilayah, yaitu: Kabupaten Banyumas (Jawa
Tengah), Kabupaten Indramayu (Jawa Barat), Kabupaten Jombang (Jawa Timur),
dan Kabupaten Gowa (Sulawesi Selatan) (Bappebti 2009). Humas Kemendag
(2013a) mengatakan bahwa dalam rangka memercepat pelaksanaan SRG, pada
tahun 2009 – 2012 Bappebti bekerja sama dengan pemerintah daerah telah
membangun 81 gudang SRG yang tersebar di wilayah Aceh, Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Daerah Istimewa
Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara,
Sulawesi Barat, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat dan Maluku.
Komoditi pertanian yang dapat disimpan di gudang SRG adalah sebanyak
sembilan komoditi, yaitu: gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut
dan rotan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 37/MDAG/PER/11/2011 Tahun 2011 tentang Barang yang Dapat Disimpan di Gudang
dalam Penyelenggaraan SRG. Penelitian ini memilih komoditas padi sebagai
komoditas yang diteliti mengingat padi merupakan salah satu sumber makanan
pokok yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia.
Hasil studi mengenai potensi SRG di Indonesia (Ashari 2011) menunjukkan
bahwa SRG memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan dalam bidang pertanian,
yaitu: mendukung pembiayaan petani, minimalisasi fluktuasi harga, peningkatan
pendapatan petani, mobilisasi kredit, dan perbaikan mutu produk. Hasil kajian
Coulter dan Onunah (2002) tentang peran SRG di Afrika menunjukkan bahwa SRG
memiliki potensi dalam mengurangi kerugian petani yang diakibatkan oleh
kesalahan penimbangan berat dan penyimpanan. SRG berpotensi memudahkan
akses pembiayaan pada semua level dalam rantai pemasaran (produsen, pedagang
dan industri), mendorong suntikan dana, mengurangi margin perdagangan,
mengurangi fluktuasi harga menuju harga rata-rata yang menguntungkan produsen
dan konsumen. Bappebti (2011) mengatakan bahwa manfaat pelaksanaan SRG
bukan hanya dinikmati oleh petani atau pedagang saja. Pelaksanaan SRG
memberikan manfaat bagi seluruh stakeholders yang terlibat dalam mata rantai
SRG di Indonesia, yaitu: petani produsen, pergudangan, perusahaan pengguna
komoditi, pedagang, perekonomian daerah/nasional, serta perbankan.
Bappebti (2009) mengatakan bahwa kegiatan komunikasi inovasi resi gudang
telah dilakukan dengan harapan terjadi kesamaan persepsi dalam mendorong dan
mewujudkan tercapainya tujuan SRG. Kegiatan tersebut dilakukan dengan
melibatkan berbagai unsur terkait seperti petani, kelompok tani atau Gabungan
Kelompok Tani (Gapoktan), pedagang, eksportir, asuransi, perbankan, dan dinasdinas terkait serta pemerintah daerah. Bentuk komunikasi inovasi yang dilakukan
di antaranya adalah pelatihan teknis bagi para pelaku usaha, seminar, konferensi
pers serta dialog interaktif di stasiun televisi dan radio. Pembicara atau narasumber
dalam sosialisasi terdiri dari pejabat Bappebti dan didampingi oleh pejabat daerah
terkait, Direksi Bursa Berjangka Jakarta (BBJ), Kliring Berjangka Indonesia (KBI),
PT. Bhanda Ghara Reksa dan Anggota DPR RI dari Komisi VI. Selain itu, kegiatan
sosialisasi juga dilakukan melalui penyebaran informasi melalui Buletin Kontrak
Berjangka yang terbit setiap bulan, leaflet, brosur, dan booklet yang dapat diperoleh
masyarakat secara cuma-cuma.
Bappebti (2012) mengatakan peran pemerintah mengontrol pergerakan harga
komoditi pangan dengan skema SRG akan efektif jika komoditi pangan yang

3
tersimpan di gudang SRG berkisar 8 - 10% dari jumlah produksi. Penelitian terkait
dengan komunikasi inovasi resi gudang pada petani padi hingga saat ini belum
pernah dilakukan sehingga penelitian ini sangat menarik dan penting untuk
dilakukan. Target akhir penelitian ini adalah menghasilkan konsep pengembangan
strategi komunikasi inovasi resi gudang pada petani padi.
Perumusan Masalah
Implementasi inovasi resi gudang di Kabupaten Indramayu pada tahun 2008
dilakukan di gudang milik PT. Pertani Unit Pergudangan Agribisnis Haurgeulis
dengan menerbitkan tiga Resi Gudang untuk komoditi gabah dengan jumlah 150
ton (Bappebti 2009). Jumlah gabah yang disimpan melalui SRG pada tahun 2008
jika dibandingkan dengan produksi padi terlihat masih sangat kecil (0.014%).
Produksi padi di Kabupaten Indramayu pada tahun 2008 adalah 1 048 016 ton
(Diperta Provinsi Jawa Barat 2014). Pada tahun 2012 jumlah Resi Gudang yang
diterbitkan adalah sebanyak 80 dengan jumlah gabah sebesar 2 503.23 ton (Pertani
2012). Jumlah gabah yang disimpan di gudang SRG di Kabupaten Indramayu pada
tahun 2012 juga terlihat masih sangat kecil dibandingkan dengan produksinya, yaitu
sebesar 0.182%. Produksi padi di Kabupaten Indramayu pada tahun 2012 adalah
1 376 604 ton (Diperta Provinsi Jawa Barat 2014). Realisasi penyimpanan gabah di
gudang SRG yang masih sangat kecil tersebut menunjukkan bahwa implementasi
inovasi resi gudang di Kabupaten Indramayu belum berjalan efektif (kurang dari
8%).
Peningkatan peran petani padi untuk memanfaatkan inovasi resi gudang
merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendorong keberhasilan
implementasi SRG di Kabupaten Indramayu. Peningkatan peran petani padi
merupakan hal yang rumit dan tidak dapat terpisahkan dari proses sosial dan mental
(Straub 2009). Permasalahan utama penelitian ini adalah bagaimanakah upaya yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan peran petani padi tersebut?
Merujuk kajian Chakravorti (2004) mengenai perspektif strategi terkait
dengan inovasi, peningkatan peran petani padi dalam skema SRG dapat dilakukan
dengan mengubah keseimbangan petani padi dari keseimbangan tertentu ke
keseimbangan lainnya. Perubahan keseimbangan petani padi tersebut sangat erat
dengan permasalahan komunikasi. Stacks dan Hocking (1992) menyatakan bahwa
pesan komunikasi yang diterima seseorang tidak memiliki konsekuensi langsung
terhadap tindakannya, tetapi lebih dulu memengaruhi kondisi internal seseorang
tersebut. Sear et al. (1985) menyatakan bahwa kemantapan kondisi internal
seseorang senantiasa berubah terutama setelah dirangsang oleh suatu komunikasi.
Efek komunikasi memiliki hubungan penting dengan konsekuensi tindakan
seseorang (Borges et al. 2014, Straub 2009, de Jong et al. 2003, Chang et al. 2006).
Komunikasi memiliki peran penting dalam memengaruhi kondisi internal
seseorang (Sears et al. 1985, Stacks dan Hocking 1992, Mei et al. 2004, Barrett
2008). Hasil studi pendahuluan mengindikasikan bahwa keputusan petani padi
terkait inovasi resi gudang di Kabupaten Indramayu didorong kemauannya sendiri
dan atas kemauan atau permintaaan orang lain. Berdasarkan hal tersebut,
permasalahan penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah komunikasi dan konsekuensi inovasi resi gudang pada petani
padi?

4
2. Bagaimanakah hubungan komunikasi dengan konsekuensi inovasi resi gudang
pada petani padi?
3. Bagaimanakah hubungan keputusan inovasi dengan konsekuensi inovasi resi
gudang pada petani padi?
4. Bagaimanakah hubungan faktor-faktor komunikasi dengan komunikasi inovasi
resi gudang pada petani padi?
5. Bagaimanakah strategi komunikasi inovasi resi gudang yang dapat
dikembangkan pada petani padi?
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.
5.

Berdasarkan rumusan masalah dapat ditentukan tujuan penelitian ini, yaitu:
Menganalisis komunikasi dan konsekuensi inovasi resi gudang pada petani padi.
Menganalisis hubungan komunikasi dengan konsekuensi inovasi resi gudang
pada petani padi.
Menganalisis hubungan keputusan inovasi dengan konsekuensi inovasi resi
gudang pada petani padi.
Menganalisis hubungan faktor-faktor komunikasi dengan komunikasi inovasi
resi gudang pada petani padi.
Mengembangkan strategi komunikasi inovasi resi gudang pada petani padi.
Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat secara akademik maupun praktis. Manfaat
akademik dari penelitian ini adalah memerkaya kajian komunikasi pembangunan
khususnya mengenai komunikasi inovasi resi gudang pada petani padi. Adapun
manfaat praktisnya adalah memberikan informasi kepada pemangku kepentingan
(stakeholders) agar dapat memberikan dukungan dan fasilitas terhadap
implementasi inovasi resi gudang sehingga petani mampu mengadaptasi inovasi
resi gudang secara berkelanjutan di masa depan.
Kebaruan Penelitian
1.
2.
3.
4.

Kebaruan (novelty) penelitian ini adalah:
Komunikasi inovasi resi gudang pada petani padi di Kabupaten Indramayu
tahun 2011 - 2014 telah berjalan efektif, sedangkan konsekuensi inovasinya
tergolong rendah.
Konsekuensi inovasi resi gudang pada petani padi di Kabupaten Indramayu
tahun 2011 – 2014 didominasi oleh keputusan otoriti melalui peminjaman nama
petani padi.
Keputusan otoriti terkait konsekuensi inovasi resi gudang di Kabupaten
Indramayu tahun 2011 – 2014 dimiliki oleh petani padi yang memiliki usaha
tani padi dari hulu hingga hilir.
Alternatif strategi komunikasi inovasi untuk meningkatkan konsekuensi inovasi
resi gudang pada petani padi di Kabupaten Indramayu di masa depan perlu
memerhatikan konteks komunikasi dan ketersediaan sumber daya pengelola
inovasi.

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Inovasi
Pengertian dan Jenis Inovasi
Pengertian inovasi telah banyak didefinisikan oleh berbagai pakar, di
antaranya adalah:
1. Inovasi adalah sebuah hasil karya pemikiran baru yang diterapkan dalam
kehidupan manusia (Kanter 1986 dalam Ancok 2012)
2. Inovasi adalah pengenalan dan penerapan dengan sengaja gagasan, proses,
produk, dan prosedur yang baru pada unit yang menerapkannya, yang dirancang
untuk memberikan keuntungan bagi individu, kelompok, organisasi dan
masyarakat (West dan Farr 1990 dalam Ancok 2012)
3. Inovasi adalah sebuah ide, perbuatan atau obyek yang dipersepsikan sebagai
suatu hal yang baru bagi seorang individu atau unit adopsi lainnya (Rogers
2003).
4. Inovasi adalah implementasi dan adopsi pemikiran baru oleh individu dalam
perusahaan (Amabile dan Conti 1999 dalam Ancok 2012)
5. Inovasi adalah proses penciptaan ide baru berikut penerapannya (Schermerhorn
et al. 1997)
6. Inovasi adalah sebuah ide atau pola yang ditetapkan sebagai hal yang baru dan
berdampak pada perubahan perilaku sosial dengan konsekuensi pada
peningkatan kinerja sosial dan atau ekonomi (Heiskala 2007)
7. Inovasi adalah suatu proses memikirkan dan mengimplementasikan pemikiran
tersebut sehingga menghasilkan hal baru berbentuk produk, jasa, proses bisnis,
cara baru, kebijakan, dan lain sebagainya (Ancok 2012).
Pengertian inovasi yang sangat beragam menunjukkan bahwa inovasi
berkembang dalam berbagai bidang. Pengertian inovasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pengertian yang selaras dengan bidang komunikasi
pembangunan. Roger (1976) dalam Servaes (2008) mendefiniskan komunikasi
pembangunan sebagai studi tentang perubahan sosial melalui aplikasi penelitian,
teori, dan teknologi komunikasi dalam melaksanakan pembangunan. Sementara itu,
komunikasi untuk pembangunan adalah sebuah proses sosial, didesain untuk
mencari pemahaman bersama antar pelaku pembangunan yang menciptakan dasar
tindakan bersama (UN FAO 1984 dalam Servaes 2008). Servaes (2008)
mengatakan bahwa program-program pembangunan tidak dapat menghasilkan
perubahan tanpa adanya komunikasi secara sosial dan budaya antar pelaku
pembangunan. Oleh karena itu maka analisis dan aplikasi komunikasi untuk
pembangunan dan perubahan sosial (dapat diperluas dalam istilah komunikasi
pembangunan) dapat diartikan sebagai berbagi pengetahuan yang bertujuan untuk
mencapai sebuah konsensus terkait tindakan yang memerhatikan minat, kebutuhan,
dan kapasitas semua pihak yang terlibat. Komunikasi pembangunan merupakan
proses sosial.
Berdasarkan konsep komunikasi pembangunan yang dikemukakan Rogers
(1976) dan UN FAO (1984) dalam Servaes (2008), maka pengertian inovasi yang
lebih tepat digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu pada pengertian yang

6
dikemukakan oleh Heiskala (2007). Menurut Heiskala (2007) pengertian tersebut
dikembangkan dari pengertian yang dikemukakan oleh Rogers (2003).
Ancok (2012) mengatakan bahwa inovasi banyak terjadi pada banyak aspek,
yaitu: inovasi proses, inovasi metode, inovasi struktur, inovasi hubungan, inovasi
strategi, inovasi pola pikir, inovasi produk, dan inovasi pelayanan.
Karakteristik Inovasi
Persepsi seseorang terhadap karakteristik inovasi merupakan aspek yang
memengaruhi perbedaan kecepatan adopsi seseorang terhadap inovasi. Rogers
(2003) membagi karakteristik inovasi menjadi lima, yaitu: keuntungan relatif
(relative advantage), kesesuaian (compatibility), kerumitan (complexity),
kemudahan untuk dicoba (trialability), dan kemudahan dilihat hasilnya
(observability). Sebuah inovasi yang dipersepsikan seseorang memiliki kelebihan
dalam hal keuntungan relatif, kesesuaian, lebih sederhana, kemudahan untuk dicoba,
dan kemudahan untuk dilihat hasilnya akan diadopsi lebih cepat dibandingkan
dengan inovasi lainnya. Definisi lima karakteristik inovasi tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Keuntungan relatif adalah tingkat di mana inovasi dirasakan lebih baik
dibandingkan dengan ide lain yang menggantikannya. Keuntungan dapat diukur
secara ekonomis, tetapi faktor prestis sosial, kenyamanan dan kepuasan juga
merupakan faktor penting. Semakin besar keuntungan relatif inovasi yang dapat
dirasakan, tingkat adopsi inovasi juga akan menjadi lebih cepat.
2. Kesesuaian adalah tingkat di mana inovasi dirasakan sebagai sesuatu yang
konsisten dengan nilai–nilai yang berlaku, pengalaman-pengalaman terakhir
dan kebutuhan adopter. Ide yang tidak sesuai dengan nilai dan norma sistem
sosial tidak akan diadopsi secara cepat sebagaimana inovasi yang sesuai.
3. Kerumitan adalah tingkat kerumitan inovasi untuk dipahami dan digunakan.
Ide-ide baru yang lebih sederhana untuk dipahami akan lebih cepat diadopsi
daripada inovasi yang mengharuskan adopter mengembangkan keahlian dan
pemahaman baru.
4. Kemudahan untuk dicoba adalah tingkat kemudahan inovasi untuk dicoba pada
keadaan sumber daya yang terbatas. Ide-ide baru yang dapat dicoba pada
keadaan sumber daya yang terbatas akan lebih mudah dan cepat diadopsi
daripada inovasi yang tidak dapat diujicobakan dalam skala yang lebih kecil.
5. Kemudahan untuk dilihat hasilnya adalah tingkat kemudahan inovasi untuk
dilihat hasilnya oleh orang lain. Kemudahan dalam melihat hasil inovasi oleh
seseorang akan memudahkannya dalam mengadopsi inovasi.
Komunikasi Inovasi
Komunikasi inovasi merupakan istilah yang berkembang dari konsep
penyuluhan (extension). Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Leeuwis (2004)
bahwa konsep penyuluhan telah mengalami perkembangan dari waktu ke waktu
sehingga perlu dibuat definisi yang baru. Hal yang paling utama adalah memandang
penyuluhan sebagai komunikasi inovasi (communication for innovation).
Komunikasi inovasi dapat terjadi dalam berbagai bentuk, tidak saja pada
penggunaan metode dan teknik, tapi juga dapat dilihat dari maksud intervensi yang
lebih luas tergantung pada situasi permasalahan yang terjadi. Komunikasi inovasi

7
merupakan kajian yang mempelajari proses komunikasi dalam penyebaran
informasi mengenai suatu inovasi.
Stacks dan Hocking (1992) menyatakan bahwa pesan komunikasi yang
diterima seseorang tidak memiliki konsekuensi langsung terhadap tindakannya,
tetapi lebih dulu memengaruhi kondisi internal seseorang tersebut. Sear et al.
(1985) menyatakan bahwa kemantapan kondisi internal seseorang senantiasa
berubah terutama setelah dirangsang oleh suatu komunikasi.
Kondisi internal seseorang yang diakibatkan oleh proses komunikasi dalam
beberapa literatur disebut sebagai sikap. Sikap dalam berbagai literatur
didefinisikan secara berbeda oleh para ahli. Definisi sikap adalah:
1. Sikap adalah kecenderungan orang untuk merespon sebuah obyek secara baik
maupun tidak. Kecenderungan tersebut bermakna bahwa sikap terdapat pada
pikiran seseorang dan tidak dapat diamati secara langsung (Stacks dan Hocking
1992)
2. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mendekat atau menghindar,
positif atau negatif terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi,
pribadi, situasi, ide, konsep dan sebagainya (Howard dan Kendler 1974;
Gerungan 2000)
3. Sikap merupakan suatu keadaan internal (internal state) yang memengaruhi
pilihan tindakan individu terhadap beberapa obyek, pribadi, dan peristiwa
(Gagne et al. 1974)
4. Sikap adalah salah satu unsur kepribadian yang harus dimiliki seseorang untuk
menentukan tindakannya dan bertingkah laku terhadap suatu obyek disertai
dengan perasaan positif dan negatif (Azwar 2002).
Komponen sikap terdiri atas kognitif, afektif dan konatif (Morgan dan King
1986; Howard dan Kendler 1974; Gerungan 2000; Sears et al. 1985; Gilovich et al.
2006; Setiana 2005). Definisi dari ketiga komponen sikap tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Komponen kognitif, yaitu komponen yang berhubungan dengan gejala
mengenal pikiran. Ini berarti berwujud pengolahan, pengalaman dan keyakinan
serta harapan-harapan individu tentang obyek atau kelompok obyek tertentu.
Komponen kognitif ini berupa pengetahuan, kepercayaan atau pikiran yang
didasarkan pada informasi, yang berhubungan dengan obyek.
2. Komponen afektif, yaitu komponen yang menunjuk pada dimensi emosional
dari sikap, yaitu emosi yang berhubungan dengan obyek. Obyek dirasakan
sebagai menyenangkan atau tidak menyenangkan, tertarik atau tidak tertarik.
Komponen afektif merupakan suatu perasaan yang ditunjukkan oleh seseorang.
3. Komponen
konatif,
yaitu
komponen
yang
berwujud
proses
tendensi/kecenderungan untuk berbuat sesuatu obyek (kecenderungan perilaku).
Gerungan (2000) mengatakan bahwa komponen kognitif, afektif dan konatif
merupakan suatu kesatuan sistem, sehingga tidak dapat dilepas satu dengan lainnya.
Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap pribadi. Sikap
dapat
pula
diklasifikasikan
menjadi
sikap
individu
dan
sikap
sosial. Sikap sosial dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama dan berulangulang terhadap obyek sosial, dan biasanya dinyatakan oleh sekelompok orang atau
masyarakat. Sedang sikap individu, adalah sikap yang dimiliki dan dinyatakan oleh
seseorang.

8
Seperti halnya dengan sikap, perilaku dalam berbagai literatur juga memiliki
beragam definisi. Definisi perilaku adalah:
1. Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar) (Skinner 1938 dalam Notoatmodjo 2007).
2. Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar
(Notoatmodjo 2003).
Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) membagi perilaku manusia ke
dalam 3 domain ranah atau kawasan yakni: kognitif (cognitive), afektif (affective),
dan psikomotor (psychomotor).
Notoatmodjo (2003) membagi perilaku menjadi dua:
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup
(covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada
perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada
orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas
oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.
Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau
praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang
lain.
Hasil studi literatur terkait dengan sikap dan perilaku menunjukkan bahwa
sikap dan perilaku memiliki berbagai kesamaan. Berdasarkan Notoatmodjo (2007)
sikap merupakan bagian dari perilaku yang sifatnya masih tertutup (covert
behavior). Berkaitan dengan hal tersebut, kondisi internal seseorang yang
diakibatkan oleh proses komunikasi (sikap) dalam penelitian ini didefinisikan
sebagai kondisi internal petani sebagai respon dari komunikasi inovasi resi gudang
yang sifatnya masih tertutup dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain
(efektivitas komunikasi). Perilaku dalam penelitian ini (konsekuensi dari kondisi
internal seseorang) didefinisikan sebagai tindakan nyata petani padi dalam bentuk
keputusan untuk mengadaptasi inovasi resi gudang.

Strategi Komunikasi
Pengertian Strategi Komunikasi
Strategi adalah akal untuk mencapai maksud tertentu (Poerwadarminta 2006).
Strategi komunikasi mengacu pada pengertian strategi tersebut dapat diartikan
sebagai akal yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan komunikasi.
Menurut Stoner et al. (1995) dalam Tjiptono (2008), konsep strategi dapat
didefinisikan berdasarkan dua perspektif yang berbeda, yaitu (1) dari perspektif apa
yang di suatu organisasi ingin lakukan (intends to do), dan (2) dari perspektif apa
yang organisasi akhirnya lakukan (eventually does). Berdasarkan perspektif yang
pertama, strategi dapat didefinisikan sebagai program untuk menentukan dan
mencapai tujuan organisasi dan mengimplementasikan misinya. Makna yang
terkandung dalam strategi ini adalah bahwa para manajer memainkan peranan yang
aktif, sadar dan rasional dalam merumuskan strategi organisasi. Dalam lingkungan

9
yang turbulen dan selalu mengalami perubahan, pandangan ini lebih banyak
diterapkan; sedangkan berdasarkan perspektif kedua, strategi didefinisikan sebagai
pola tanggapan atau respons organisasi terhadap lingkungannya sepanjang waktu.
Penggunaan strategi dalam komunikasi merupakan bentuk lain dari
penggunaan konsep strategi dalam kegiatan bisnis pada bidang selain bisnis.
Strategi terdiri dari dua aksi, yaitu: (1) menentukan tujuan, dan (2) membangun
rencana untuk mencapai tujuan. Definisi yang sama diaplikasikan dalam strategi
komunikasi. Strategi komunikasi meliputi dua aksi, yaitu: (1) menentukan tujuan
komunikasi terhadap khalayak secara jelas, dan (2) membangun rencana terbaik
untuk mencapai tujuan komunikasi tersebut. Strategi komunikasi yang efektif dapat
dilakukan dengan menghindari berbagai hambatan dan menghilangkan intervensi
yang kemungkinan menghambat penyampaian pesan kepada khalayak sasaran
(Barrett 2008).
Kerangka Strategi Komunikasi
Mei et al. (2004) mengatakan bahwa terdapat tiga komponen penting yang
harus dipertimbangkan dalam merancang strategi komunikasi, yaitu: stakeholders,
pesan, dan media komunikasi. Barrett (2008) mengatakan bahwa strategi
komunikasi menekankan pada bagaimana cara untuk mencapai tujuan komunikasi
dalam sebuah konteks yang terjadi dalam komunikasi. Komunikasi terjadi dalam
sebuah konteks yang berkaitan dengan kondisi yang terjadi di sekitarnya. Penentuan
tujuan dan strategi komunikasi harus memerhatikan konteks di mana komunikasi
tersebut terjadi. Penentuan konteks komunikasi dapat dilakukan dengan menjawab
pertanyaan berikut:
1. Hal lain apa yang akan memengaruhi khalayak dalam menerima komunikasi?
2. Di mana komunikasi terjadi dalam serangkaian aliran komunikasi? Pertama
atau terakhir?
3. Apa yang terjadi sebelum dan sesudah komunikasi?
4. Apa implikasi komunikasi bagi organisasi?
5. Apa implikasi komunikasi bagi seseorang?
6. Apa yang audien ketahui atau yakini mengenai konteks dibandingkan dengan
apa yang komunikator ketahui atau yakini?
7. Perbedaan budaya apa yang seharusnya dipertimbangkan?
Perencanaan strategis dapat kompleks atau sederhana. Pembangunan rencana
strategis harus dilakukan dengan pendekatan metodologi yang memerlukan
keterampilan analisis. Kerangka strategi komunikasi (Gambar 1) menggambarkan
pendekatan yang dapat digunakan untuk membangun sebuah strategi komunikasi
yang akan memastikan bahwa seluruh pandangan dan antisipasi terhadap
permasalahan yang akan muncul dipertimbangkan dalam pesan komunikasi yang
akan disampaikan. Setelah memertimbangkan konteks, pembangunan strategi
komunikasi perlu memertimbangkan masing-masing komponen dalam kerangka,
yaitu: tujuan, pesan, media/forum, waktu, komunikator, dan khalayak (Barrett
2008).
Gambar 1 membantu dalam pembangunan strategi komunikasi. Pertanyaan
kunci pada masing-masing komponen kerangka strategi komunikasi perlu dianalisis
untuk memudahkan pengembangan strategi komunikasi. Pertanyaan kunci dalam
pembangunan strategi komunikasi disajikan pada Tabel 1.

10
Konteks

Tujuan
Waktu

Umpan Balik
Pesan

Komunikator

Media/Forum

Khalayak
Gambar 1 Kerangka strategi komunikasi (Barret 2008)
Leeuwis (2004) mengatakan bahwa perbedaan antara strategi komunikasi dan
maksud intervensi tidak hanya pada istilah, tapi juga berkenaan dengan peran utama
antara pelaku komunikasi dan klien. Strategi komunikasi inovasi dapat dibedakan
berdasarkan maksud intervensi yang lebih luas yang terkait dengan situasi yang
problematik. Strategi