Konsumsi dan Kecernaan Nutrien Serta Kualitas Semen Domba Garut Dengan Ransum Bernilai Neraca Kation Anion Berbeda

KONSUMSI DAN KECERNAAN NUTRIEN SERTA KUALITAS
SEMEN DOMBA GARUT DENGAN RANSUM YANG BERNILAI
NERACA KATION ANION BERBEDA

DIAH ANGGREINI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

RINGKASAN

DIAH ANGGREINI. Konsumsi dan Kecernaan Nutrien serta Kualitas Semen
Domba Garut dengan Ransum Bernilai Neraca Kation Anion Berbeda. Di
bimbing oleh TOTO TOHARMAT dan IMAN SUPRIATNA.
Kebutuhan ternak akan energi, protein, lemak, serta vitamin dan mineral
harus terpenuhi agar berproduksi secara optimum. Mineral berfungsi sebagai
katalisator kerja enzim, menjaga keseimbangan membran sel, dan berperan
penting dalam aktivitas mikroba rumen. Keseimbangan kation anion dalam
ransum diketahui berperan dalam menjaga sel-sel tubuh untuk menjalankan

fungsinya secara normal.
Penelitian dilakukan di dua tempat, yaitu di kandang dan analisis sampel di
Laboratorium. Penelitian ini menggunakan domba Garut jantan sebagai objek
penelitian yang berasal dari Garut dengan umur 2.5 tahun dan telah mencapai
tahap sexual maturity (kematangan seksual). Jumlah domba yang digunakan
dalam penelitian sebanyak 12 ekor. Rataan bobot hidup awal domba penelitian
per ekor 47 ± 5.22 kg. Penelitian ini mengkaji empat perlakuan ransum, yaitu:
Basal = Ransum basal (RO), RN = RO + Zn-fitat 40 ppm, RB = RN+ DCAB (+40
mEq/100g), RA = RN + DCAB (-10 mEq/100g). Ransum basal terdiri atas
hijauan dan konsentrat yang dicampur menjadi ransum komplit (complete feed).
Neraca kation anion (dietary cation anion balance - DCAB) dihitung dengan
rumus sebagai berikut: DCAB = (Na + K) – (Cl – S) (meq/100 g BK ransum).
Hasil perhitungan nilai DCAB ransum basal dijadikan dasar dalam penambahan
kation atau anion agar menjadi sebesar -10 dan +40. Penambahan Na2CO3 dan
K2CO3, masing-masing menyumbangkan Na dan K, sedangkan penambahan
CaCl2 dan CaSO4 masing-masing menyumbangkan anion Cl dan S. Zn-fitat
ditambahkan sebagai sumber Zn.
Hasil menunjukkan bahwa neraca kation anion yang berbeda dalam ransum
domba Garut tidak memberikan efek yang negatif terhadap konsumsi, kecernaan,
absorbsi mineral dan pertumbuhan. Ransum dengan neraca kation anion hanya

akan menganggu absorpsi Ca pada nilai DCAB negatif. Volume semen
meningkat jika domba diberi ransum dengan nilai DCAB positif. Kualitas
makroskopis dan mikrokopis semen domba Garut tidak dipengaruhi oleh nilai
DCAB ransum. Hal ini berarti bahwa DCAB ransum diduga hanya akan
mengganggu metabolisme yang terkait dengan Ca.
Kesimpulan menunjukkan bahwa neraca kation anion + 40 dan -10 tidak
mengganggu metabolisme domba.
Kata kunci : kation, anion, domba, semen

ABSTRACT

DIAH ANGGREINI. Nutrients Intake, Digestibility and Semen Quality of
Garut Sheep Offered Diets Containing Different Dietary Cation Anion.
Under direction of TOTO TOHARMAT and IMAN SUPRIATNA.
A study of this research was conducted to examine the effect of dietary
cation anion balance (DCAB) on dry matter intake, nutrient digestibility and
semen quality of sheep. Four dietary treatments: basal, basal + zn-fitat 40 ppm
(RN), RN + DCAB level (+ 40 meq), RN+ DCAB level (–10 meq)) were
formulated by altering levels of Na2CO3, K2CO3, CaCl2 and CaSO4 in the diets.
Experimental diets were offered randomly to 12 two years old Garut rams and

have reached phase of sexual maturity for 75 days in a randomly block design.
Mean of early live weight was 47 ± 5.22 kg. Feed intake, dry matter and organic
matter digestibility, absorption of Ca, P, Mg and Zn, and semen quality were not
influenced significantly by DCAB. The result indicated that DCAB had no effect
on nutrient utilization and semen quality. Rams indicated homeostasis ability to
response the variation in DCAB in the range of -10 to +40.
Keywords : cation, anion, sheep, semen

KONSUMSI DAN KECERNAAN NUTRIEN SERTA KUALITAS SEMEN
DOMBA GARUT DENGAN RANSUM YANG BERNILAI
NERACA KATION ANION BERBEDA

DIAH ANGGREINI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul karya ilmiah ini adalah
Konsumsi dan Kecernaan Nutrien serta Kualitas Semen Domba Garut dengan
Ransum yang Bernilai Neraca Kation Anion Berbeda disusun dan diajukan
sebagai syarat untuk memperoleh gelar Master pada Program Studi Ilmu Ternak
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Toto Toharmat
M.Agr.Sc dan Bapak Dr. drh. Iman Supriatna selaku pembimbing, serta Bapak
Dr. Ir. Jajat Jachja M.Sc atas saran yang telah diberikan.
Ucapan terima kasih kepada Ketua Program Studi Ilmu Ternak Bapak Dr.
Ir. M. Ridla, Bapak Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc, dan Mas Supri beserta staf lainnya
yang telah membantu penulis selama mengikuti program magister.
Ucapan terimakasih kepada Ibu Ir. Farida Fathul, M.S atas arahan,
bimbingan dan bantuannya selama masa perkuliahan, penelitian hingga penulisan
tesis, serta kepada Mba Dian Anggraeni atas bantuannya selama penelitian di

laboratorium.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman PTK 2005
khususnya kepada Mba Ika dan Mba Lely

terimakasih atas persahabatan,

persaudaraan dan kasih sayangnya, serta kepada Mba Fera terimakasih atas
dukungan dan persahabatannya
Rasa hormat dan terima kasih penulis persembahkan kepada Papi dan Mami
tercinta, serta adik-adikku tersayang Tama (alm), Meita, dan Hafiid. Akhirnya
penulis persembahkan karya ilmiah ini untuk Ahmad Husna, S.STP, M.H
terimakasih atas semangat, cinta dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini
dapat bermanfaat.

Bogor, November 2007
Diah Anggreini

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 3 Oktober 1982 dari

ayah Drs. Somad Raku dan Ibu Dra. Sumiarti. Penulis merupakan putri pertama
dari empat bersaudara.
Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 10 Bandar Lampung dan pada
tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Produksi Ternak Jurusan
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung lulus melalui jalur UMPTN
dan selesai pada tahun 2005.
Pada tahun yang sama penulis diterima pada Sekolah Pascasarjana IPB
program studi Ilmu Ternak dengan minat ilmu nutrisi.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................................i
DAFTAR TABEL .............................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................iii
PENDAHULUAN
Latar Belakang............................ .............................................................. 1
Tujuan Penelitian . ..................................................................................... 3
Manfaat Penelitian .......... .......................................................................... 3
Hipotesis........ ........................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Pencernaan Ruminansia... .............................................................. 4
Penyerapan Zat-zat Nutrisi .......... .............................................................. 5
Keseimbangan Asam Basa pada Ternak ..................................................... 8
Gangguan Terhadap Keseimbangan Asam Basa......................................... 9
Dietary Cation-Anion Balance (DCAB) .................................................... 10
Gambaran Umum Semen dan Reproduksi Domba..................................... 12
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat .................................................................................... 16
Materi Penelitian...................... ................................................................ 16
Ternak dan Kandang Percobaan....................................................... 16
Pemeliharaan Domba....................................................................... 17
Metode Penelitian ..................................................................................... 17
Rancangan Penelitian................................................................................ 18
Pelaksanaan Penelitian .................................................................... 18
Peubah Penelitian...................................................................................... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu Lingkungan..................................................................................... 23
Konsumsi......... ....................................................................................... 24
Kecernaan........ ....................................................................................... 25

pH Urine dan Produksi Urine Domba....................................................... 26
Pertambahan Bobot Badan Domba........................................................... 28
Kualitas Makroskopis Semen ................................................................... 29
Kualitas Mikroskopis Semen.................................................................... 31
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 36
LAMPIRAN .............. ....................................................................................... 41

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Perbedaan utama komposisi kompartemen cairan tubuh................................ 9
2. Status asam basa dan pH darah, urine, cairan rumen serta respirasi pada
ruminansia ................................................................................................... 10
3. Hubungan antara kekentalan/warna dengan konsentrasi spermatozoa
domba.......................................................................................................... 14
4. Sifat-sifat fisik dan kimiawi semen domba ................................................... 15
5. Kandungan nutrien ransum basal perlakuan ................................................. 18
6. Rataan konsumsi ransum domba penelitian .................................................. 25
7. Ratan kecernaan dan absorpsi mineral domba penelitian .............................. 26

8. Rataan pH urine dan produksi urine domba penelitian.................................. 27
9. Ratan bobot badan domba penelitian............................................................ 28
10. Kualitas makroskopis semen domba penelitian ............................................ 29
11. Kualitas mikroskopis semen domba penelitian ............................................. 32

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Bentuk kandang individu domba Garut yang dipakai dalam penelitian ......... 17
2. Pengumpulan feses domba harian ................................................................ 20
3. Penampungan semen domba ........................................................................ 20
4. Suhu lingkungan kandang ............................................................................ 23
5. Gerakan massa spermatozoa domba dengan nilai +++................................... 31

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Data konsumsi ransum domba penelitian ..................................................... 41
2. Data produksi feses, KCBK dan KCBO domba penelitian............................ 41
3. Data absorpsi Ca domba penelitian .............................................................. 42

4. Data absorpsi P domba penelitian................................................................. 42
5. Data absorpsi Mg domba penelitian ............................................................. 43
6. Data absorpsi Zn domba penelitian .............................................................. 43
7. Data pH urine dan produksi urine domba penelitian ..................................... 44
8. Data bobot badan domba selama penelitian.................................................. 44
9. Data kualitas semen domba penelitian pada awal perlakuan ......................... 45
10. Data kualitas semen domba penelitian pada akhir penelitian......................... 46
11. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi BK ................. 47
12. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsumsi BO ................. 47
13. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap KCBK............................ 48
14. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap KCBO............................ 48
15. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap absorpsi Ca .................... 49
16. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap absorpsi P....................... 50
17. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap absorpsi Mg ................... 50
18. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap absorpsi Zn .................... 51
19. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap pH urine ......................... 51
20. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap produksi urine ................ 52
21. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap pertambahan bobot
badan ........................................................................................................... 52
22. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap volume sperma ............... 53

23. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap pH.................................. 54
24. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap warna semen .................. 54
25. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsistensi sperma ......... 55
26. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap gerakan massa ................ 55

27. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap motilitas sperma ............. 56
28. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap viabilitas sperma ............ 56
29. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi sperma ......... 57
30. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap morfologi sperma ........... 57

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pakan merupakan suatu kebutuhan yang amat penting dalam usaha untuk
meningkatkan produksi dan kualitas hasil ternak. Pemberian pakan pada ternak
harus sesuai dengan kebutuhan. Walaupun tidak terlepas dari faktor genetik,
namun manajemen lingkungan termasuk pemberian pakan merupakan faktor yang
sangat mempengaruhi dalam menentukan produktivitas ternak. Faktor genetik
hanya mempengaruhi sekitar 30% sedangkan 70% dari produktivitas ternak
terutama pertumbuhan dan kemampuan berproduksinya, dipengaruhi oleh
lingkungan (Siregar 1994). Faktor lingkungan terdiri atas pakan, teknik
pemeliharaan, kesehatan, serta iklim, dan diantara faktor lingkungan tersebut,
pakan mempunyai pengaruh paling besar, yaitu sekitar 60% (Siregar 1994).
Pemberian pakan harus dapat memenuhi kebutuhan akan energi, protein,
lemak, serta vitamin dan mineral. Mineral berfungsi sebagai katalisator kerja
enzim, menjaga keseimbangan membran sel, dan berperan penting dalam aktivitas
mikroba rumen (Arora 1995). Pemberian pakan ternak juga harus memperhatikan
keseimbangan asam basa yang sangat berperan dalam menjaga sel-sel tubuh
menjalankan fungsinya secara normal.
Tubuh hewan terdiri atas banyak sel yang tersusun menjadi jaringan yang
kompleks. Masing-masing sel merupakan struktur yang hidup dan fungsi organ
dilaksanakan oleh sel-sel yang membangunnya.

Sel-sel hewan memerlukan

lingkungan yang uniform dan stabil untuk menjalankan fungsinya. Pergeseran
kecil ke arah yang menyimpang dari keadaan keseimbangan yang optimal akan
mengganggu fungsi sel secara normal dan bahkan dapat mengancam kehidupan.
Montgomery et al. (1993) mengemukakan bahwa paru-paru dan ginjal
melalui sirkulasi cairan tubuh merupakan kesatuan sistem yang mempertahankan
pH darah.

Keseimbangan asam basa di dalam darah dikontrol oleh tiga

mekanisme yaitu: sistem buffer, respirasi dalam hal pengambilan dan pelepasan
CO2 serta ekskresi dan absorbsi bikarbonat (Smith & Brain 1980).
Gangguan yang diakibatkan ketidakseimbangan asam basa diklasifikasikan
menjadi dua kategori yaitu asidosis dan alkalosis dengan kondisi normal pH darah

2
adalah kira-kira 7.4 (Dobson 1980).

Ketidakseimbangan disebabkan oleh

perubahan tekanan CO2 terkait dengan fungsi respirasi dan sebaliknya
ketidakseimbangan oleh perubahan tekanan HCO3- penyebabnya adalah fungsi
metabolisme.
Keseimbangan asam basa dalam tubuh dapat dipengaruhi oleh kandungan
asam basa dalam pakan. Dietary cation-anion balance (DCAB) mempengaruhi
status asam basa tubuh ternak. Status ini tidak sama dengan level pH rumen, lebih
terkait kepada sistem asam basa darah. Dua kation yaitu sodium (Na) dan
potassium (K), serta dua anion yaitu chlorida (Cl) dan sulfur (S) merupakan
komponen dalam perhitungan DCAB.
Dietary cation anion balance (DCAB) banyak digunakan pada sapi kering
karena pengaruhnya

terhadap parturient paresis (milk fever), pada sapi yang

sedang tumbuh karena pengaruhnya terhadap dry matter intake (DMI) dan
pertumbuhan, serta sapi perah laktasi karena pengaruhnya dengan DMI dan
produksi susu. Pemberian sodium bicarbonate sebagai buffer rumen pada hewan
yang diberi hijauan dan pakan kaya kalium dapat meningkatkan kadar kationanion pakan. Pemberian pakan yang kelebihan Cl dan S menunjukkan pengaruh
yang sangat tidak baik pada pH urine (Tucker et al. 1991) dan metabolisme Ca
sebagai hubungannya dengan milk fever (Jackson et al. 2001).
Pengukuran DCAB pada sapi laktasi telah banyak dilakukan, dan
membuktikan bahwa dengan adanya nilai negatif dan positif pada DCAB dapat
mempengaruhi produktivitas sapi. Selain itu juga mempunyai hubungan dengan
mineral-mineral lain, khususnya berhubungan dengan metabolisme Ca.

Oleh

karena itulah pengukuran DCAB dan hubungannya dengan metabolisme mineral
lain seperti Zn dan kaitannya dengan aspek reproduksi masih perlu dikaji.

3
Tujuan
1. Mengkaji pengaruh neraca kation anion ransum terhadap konsumsi, kecernaan
nutrien, absorpsi mineral dan kualitas semen.
2. Menentukan jenis ransum yang dapat memberi pengaruh optimal terhadap
konsumsi, kecernaan nutrien, absorpsi mineral dan kualitas semen.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan untuk dapat
digunakan dalam menjaga keseimbangan asam basa tubuh, sehingga diharapkan
dapat meningkatkan konsumsi, kecernaan nutrien dan kualitas semen.
Hipotesis
1. Neraca kation anion ransum mempengaruhi konsumsi, kecernaan nutrien,
absorpsi mineral dan kualitas semen.
2. Ransum dengan neraca kation anion negatif berpengaruh baik terhadap
konsumsi, kecernaan nutrien, absorpsi mineral dan kualitas semen.

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Pencernaan Ruminansia
Domba sama dengan kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang
memiliki organ pencernaan yang terdiri atas empat bagian penting, yaitu mulut,
perut, usus halus, dan organ pencernaan bagian belakang. Kambing memiliki
abomasum (perut sejati) dan lambung muka yang terdiri atas tiga bagian, yaitu
rumen (perut beludru), retikulum (perut jala), dan omasum (perut buku). Pada tiga
bagian utama tersebut tidak terdapat mucus dan enzim pencernaan atau asam,
akan tetapi pencernaan bisa terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme di
dalam rumen dan retikulum (Annison 1965).

Pada ternak ruminansia muda,

rumen dan retikulum masih kecil dan belum berkembang. Bila ternak muda
tersebut mulai mengkonsumsi makanan padat terutama hijauan, bagian
retikulorumen mulai membesar sehingga berukuran daya tampung isi makanan
yang mencapai 60 – 65% dari seluruh saluran pencernaan (Tillman et al. 1998).
Pencernaan merupakan rangkaian proses perubahan fisik dan kimia yang
dialami oleh bahan makanan di dalam alat pencernaan.

Proses pencernaan

makanan pada ternak ruminansia relatif lebih kompleks dibandingkan dengan
proses pencernaan pada jenis ternak lainnya.

Menurut Sutardi (1980) proses

pencernaan pada ternak ruminansia terjadi secara mekanis di dalam mulut, secara
fermentatif (oleh enzim-enzim yang berasal dari mikroba rumen) dan secara
hidrolisis (oleh enzim-enzim pencernaan induk semang).
Proses pencernaan domba dimulai dari mulut.

Di dalam ruang mulut

ransum yang berbentuk kasar dipecah menjadi partikel-partikel kecil dengan cara
pengunyahan dan pengeluaran saliva. Sebelum ditelan masuk ke dalam ruang
retikulorumen cairan ini mengandung 85% air dan terdapat dalam dua bagian,
yaitu bagian bawah dan bagian atas.

Bagian bawah cair dan mengandung

makanan halus dalam suspensi, sedangkan bagian atas lebih kering yang terdiri
atas makanan kasar dan padat seperti hijauan.
Ternak ruminansia mempunyai kemampuan mengembalikan makanan dari
retikulorumen ke mulut (regurgitasi) untuk dikunyah kembali. Tillman et al.

5
(1998) menyatakan bahwa para ahli telah menemukan bolus-bolus dikunyah ulang
40 – 50 kali sebelum ditelan kembali.
Pada studi fisiologi pencernaan ternak ruminansia, rumen dan retikulum
sering dipandang sebagai organ tunggal dengan sebutan retikulorumen. Omasum
disebut sebagai perut buku karena dipenuhi oleh lembaran jaringan (tissue leaves),
yaitu sekitar 100 lembar. Fungsi omasum belum terungkap dengan jelas, tetapi
pada organ tersebut ada penyerapan air, amonia, asam lemak terbang dan
elektrolit, serta ada produksi amonia dan mungkin asam lemak terbang (Forbes &
France 1993). Termasuk organ pencernaan bagian belakang adalah sekum, kolon,
rektum.
Proses pencernaan fermentatif di dalam retikulorumen terjadi sangat
intensif dan dalam kapasitas yang sangat besar.

Proses pencernaan tersebut

terletak sebelum usus halus (organ penyerapan utama).
fermentasi adalah

Keuntungan produk

mudah diserap usus, dapat mencerna selulosa, dapat

menggunakan non-protein nitrogen seperti urea, dan dapat memperbaiki kualitas
protein pakan yang nilai hayatinya rendah. Kerugiannya adalah banyak energi
yang terbuang sebagai methan dan panas, protein bernilai hayati tinggi mengalami
degradasi menjadi amonia (NH3) sehingga menurunkan nilai protein, dan peka
terhadap ketosis atau keracunan asam yang paling sering terjadi pada domba
(Siregar 1994).
Retikulorumen merupakan tempat utama terjadinya proses fermentasi dan
didalamnya terdapat 1010 – 1011 bakteri dan lebih dari 107 protozoa per gram isi
rumen (Annison 1965, Banerjee 1978).
Penyerapan Zat-zat Nutrisi
Dalam tubuh akan terjadi proses metabolisme apabila ada asupan pakan dari
luar. Proses metabolime ini terdiri atas dua proses yaitu proses pembentukan
(anabolisme) dan proses pemecahan (katabolisme). Metabolisme dalam tubuh
berfungsi untuk menghasilkan energi yang diperlukan untuk aktivitas sehari-hari
dan untuk produktifitas. Beberapa makro nutrien yang mengalami proses
metabolisme dalam tubuh adalah karbohidrat, protein, lemak, air dan mikro
nutrien yang terdiri dari vitamin dan mineral.

6
Karbohidrat merupakan zat makanan yang cepat mensuplai energi sebagai
bahan bakar tubuh, terutama jika tubuh dalam keadaan lapar (Piliang 2006).
Karbohidrat diklasifikasikan sebagai monosakarida, disakarida dan polisakarida.
Monosakarida utama yang terdapat dalam bentuk bebas dalam makanan ialah
glukosa.

Pada hewan ruminansia apabila kadar glukosa darah sangat sedikit

sekali maka glukosa didapatkan dari pemecahan asam laktat menjadi propionat.
Semua volatile fatty acid (VFA) yang diproduksi dalam rumen dapat
menghasilkan energi, yaitu asetat, propionat dan butirat,

tetapi propionat

merupakan satu-satunya sumber utama glukosa.
Zat makanan penghasil energi lainnya adalah lemak. Banyak fungsi-fungsi
tubuh yang sangat bergantung pada lemak. Beberapa komponen lemak adalah
trigliserida dan kolesterol. Lemak tidak dapat larut dalam air, sehingga molekul
lemak harus diemulsifikasi terlebih dahulu agar dapat bercampur dengan air.
Suatu zat pengemulsi (emulsifier) adalah suatu molekul yang mengandung
kelompok yang larut air dan kelompok yang larut dalam lemak. Kemudian lemak
dibawa melalui plasma dalam bentuk lipoprotein. Oleh karena plasma merupakan
media bersifat air (aqueous), maka lemak tidak dapat ditranspor tanpa adanya
suatu zat perantara, yaitu kelompok protein yang mempunyai kemampuan untuk
mengikat lemak, yang dalam hal ini suatu kelompok protein khusus berfungsi
untuk mengangkut atau mentransport lemak, diantaranya adalah low density
lipoprotein (LDL), mempunyai fungsi utama untuk mentransport fosfolipid dan
kolesterol ester, dan high density lipoprotein (HDL), mempunyai fungsi untuk
mentransport fosfolipid dan kolesterol lipid (Piliang 2006).
Selain makro nutrien, tubuh juga membutuhkan mikro nutrien untuk
stabilitas fungsi sel, salah satu mikro nutrien yang diperlukan adalah mineral.
Mineral merupakan unsur kimiawi yang diperlukan oleh jaringan hidup untuk
fungsi biologis normal.

Berdasarkan jumlahnya, unsur-unsur tersebut

dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu unsur makro dan unsur mikro.
Unsur mineral makro diperlukan tubuh dalam jumlah relatif besar,
mencakup K, Na, Ca, P, Mg, S, dan Cl, mineral mikro yang diperlukan dalam
jumlah relatif jauh lebih sedikit dibandingkan mineral makro mencakup Zn, Cu,
Fe, I, Mn, Se, Mo, Cr, dan Ni.

7
Tillman et al. (1998) menyatakan secara umum mineral-mineral
mempunyai fungsi yaitu sebagai bahan pembentukan tulang dan gigi (menguatkan
dan mengeraskan jaringan), memelihara keseimbangan asam basa dalam tubuh,
sebagai aktivator sistem enzim tertentu, sebagai komponen suatu enzim dan
mempunyai sifat yang spesifik terhadap kepekaan otot dan syaraf.

Annekov

(1982) menambahkan, faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan ternak akan
mineral yaitu tingkat produksi, umur, adaptasi, bangsa ternak, dan kandungan
berbagai zat makanan yang diberikan pada ternak.
Parakkasi (1985) menyatakan kebutuhan mineral dari ternak dipengaruhi
beberapa faktor, yaitu jenis dan tingkat produksi, tingkat dan bentuk ikatan
konsumsi, umur dan hubungan dengan zat makanan lain.

Defisiensi

ketidakserasian atau keracunan mineral dapat menghambat produksi ternak dan
berakibat buruk pada penggunaan pakan (Sutardi 1980).
Mineral mikro yang mempunyai fungsi penting salah satunya adalah Zn.
Zink (Zn) terlibat terutama dalam metabolisme asam nukleat dan metabolisme
protein dan juga dalam proses penggantian sel. Zn juga penting untuk aktifitas
enzim.

Enzim yang mengandung Zn antara lain anhidrase karbonat, urease,

dehidrogenase alkohol, dehidrogenase glutamat dan polimerase RNA dan DNA.
Zn ditemukan terikat dengan kelenjar insulin dan juga digunakan dalam
metabolisme vitamin A (Church 1988).
Pemberian mineral Zn dapat memacu pertumbuhan mikroba rumen dan
meningkatkan penampilan ternak (Hartati 1998). Little et al. (1986) melaporkan
bahwa kandungan Zn pada pakan ruminansia di Indonesia berkisar antara 20 – 38
mg/kg bahan kering ransum, nilai ini jauh dibawah kebutuhan ruminansia seperti
yang direkomendasikan NRC (1985) 40 – 50 mg/kg bahan kering ransum.
Jumlah penyerapan tergantung kepada jumlah dalam makanan dan permintaan
fisiologis. Hal ini berarti bahwa penyerapan meningkat bila jumlahnya dalam
makanan yang dikonsumsi dibawah kebutuhan. Penyerapan Zn akan menurun
bila kadar Ca tinggi. Defisiensi Zn dapat lebih ditoleransi oleh ternak bila kadar
Ca lebih rendah. Fosfor mempunyai pengaruh yang sama dengan Ca terhadap
penyerapan Zn. (Supriyati 2000).

Tempat utama penyerapan Zn pada

monogastrik di bagian atas usus halus, sedangkan pada ruminansia penyerapan di

8
rumen lebih besar dibandingkan usus halus (McDowell 1992).

Ruminansia

dewasa mampu menyerap 20 – 40% Zn asal ransum, pada ternak muda lebih
tinggi lagi (Georgievskii et al. 1982). Masuknya Zn ke dalam membran sel usus
relatif cepat, sedangkan ketika masuk ke aliran darah relatif lambat.
Zn juga sangat diperlukan dalam fungsinya untuk sistem reproduksi, Zn
diperlukan dalam produksi sperma, perkembangan embrio dan tumbuh kembang
anak.

Kekurangan Zn akan mengganggu proses pembentukan sperma dan

perkembangan organ seks primer dan sekunder pada hewan jantan. Kekurangan
zat gizi Zn tersebut pada pejantan menyebabkan menurunnya fungsi testikular
(testicular

hypofunction)

yang

berdampak

pada

terganggunya

proses

spermatogenesis dan produksi hormon testosteron oleh sel-sel Leydig. Testosteron
adalah hormon yang mempengaruhi libido dan ciri-ciri kelamin sekunder jantan.
Dilaporkan, kekurangan zat gizi seng akan merusak perkembangan dan fungsi
organ reproduksi pria/jantan pada hewan dan manusia. Dalam uji coba pada
hewan dengan memberikan diet rendah seng (2 ppm) selama 20 – 24 minggu
menyebabkan rusaknya perkembangan testikular dan proses pembentukan sperma
terhenti. Oleh karena itu, pria yang mengalami gangguan ereksi dan mandul
diduga kuat penyebabnya antara lain adalah kekurangan mineral seng.
Keseimbangan Asam Basa pada Ternak Ruminansia
Secara normal, di dalam tubuh ternak asam akan terus menerus diproduksi
dalam proses metabolisme dan yang paling banyak diproduksi adalah asam
karbonat, sedangkan pembentukan asam laktat dan asam keto merupakan
metabolit perantara. Produksi asam yang terus menerus ini menuntut agar ion
hidrogen dapat dipisahkan tanpa menyebabkan perubahan lingkungan.
Sistem buffer dalam mempertahankan pH akibat penambahan asam (H+)
atau basa (OH-) terdiri dari asam lemah (donor proton) dan basa konyugat
(akseptor proton) dan kekuatan buffer bukan merupakan sesuatu yang istimewa.
Dua reaksi kuilibrium timbal balik mendasar yang terjadi di dalam larutan donor
proton dan akseptor proton terjadi jika keduanya terdapat pada konsentrasi yang
sama.

9
Sistem buffer yang paling penting pada mamalia adalah sistem fosfat dan
bikarbonat (Lehninger 1990). Pada hewan mamalia, cairan tubuh total (total body
fluid) terdiri dari 1/3 bagian cairan ekstraseluler, yaitu cairan yang ada di luar sel,
terdiri dari plasma darah (blood plasma) dan interstitial (interstitial fluid), dan 2/3
cairan intraseluler yaitu cairan yang ada di dalam sel (cell fluid). Hampir 25%
dari komponen ekstraseluler adalah cairan intravaskuler yaitu cairan yang ada di
dalam sistem vaskuler dan 75% adalah cairan interstitial yaitu cairan cairan yang
ada di luar sistem vaskuler dan menggenangi sel.
Kadar elektrolit dalam berbagai kompartemen sangat jelas berbeda dalam
kandungan anion protein yang relatif rendah di dalam cairan interstitial
dibandingkan dengan di dalam cairan intrasel dan plasma. Selanjutnya Na+ dan
Cl- lebih banyak di cairan ekstrasel, dan K+ di cairan intrasel.
Perbedaan utama dalam komposisi kompartemen cairan tubuh (Tabel 1)
menunjukkan K+ sebagai kation penting dalam sel dan perpindahan Na+ secara
terus menerus ke dalam sel mendapatkan reaksi angkutan aktif kembali ke
ruangan ekstrasel mempertahankan konsentrasi K+ dalam kompartemen intrasel.
Tabel 1. Perbedaan utama komposisi kompartemen cairan tubuh
Cairan
Plasma

ekstrasel
Interstitial

Cairan intrasel

Air (% berat
badan tanpa
lemak
Kation utama
Anion utama

5

15

45 – 50

Na+
Cl-

K+
HPO4=

Lain-lain

Protein, glukosa

Na+
ClSedikit protein,
glukosa

Sumber : Montgomery et al. 1993.
Gangguan Terhadap Keseimbangan Asam Basa
Dobson (1980) mengklasifikasikan gangguan terhadap keseimbangan asam
basa atas dua kategori, yaitu asidosis dan alkalosis dengan kondisi normal pH
darah 7.4 (Tabel 2).

10
Tabel 2. Status asam basa dan pH darah, urine, cairan rumen serta respirasi pada
ruminansia

Darah

pH
(HCO3-) : (H2CO3)
Urine
pH
Rumen
pH
Respirasi Ventilasi
Sumber : Kronfeld 1976.

Normal
7.4
20
7.5 – 8.5
5.5 – 7.0
normal

Alkalosis
> 7.4
> 20
> 8.5
> 7.0
hiper

Asidosis
< 7.4
< 20
< 7.5
< 5.5
hipo

Perubahan diakibatkan bekerjanya oleh fungsi pulmonarik atau fungsi
metabolik, atau keduanya menghasilkan asidosis atau alkalosis oleh kenaikan atau
penurunan dalam salah satu [HCO3] atau tekanan CO2.

Ketidakseimbangan

disebabkan oleh perubahan tekanan CO2 terkait dengan fungsi respirasi dan
sebaliknya ketidakseimbangan oleh perubahan HCO3- penyebabnya adalah fungsi
metabolisme. Dengan demikian ada empat kondisi yang terjadi pada gangguan
keseimbangan asam basa yaitu asidosis dan alkalosis respiratori (respiratory
acidosis and alkalosis) dan asidosis dan alkalosis metabolitik (metabolic acidosis
and alkalosis).
Dietary Cation-Anion Balance (DCAB)
Dietary cation anion balance (DCAB) atau yang disebut pula sebagai
ransum berkeseimbangan kation-anion mengacu pada status asam basa hewan.
Status ini tidak berhadapan dengan tingkatan pH rumen, tetapi lebih ke systemic
(darah) asam basa. Ada empat mineral yang melibatkan perhitungan DCAB.
Persen yang berkenaan dengan aturan penggunaan dua kation, sodium ( Na) dan
potassium ( K) dan dua anion, klorid ( Cl) dan belerang
menghitung: DCAB= ( Na+ K)-

(S) digunakan untuk

( Cl+ S) dimana DCAB dinyatakan dalam

milliequivalent ( meq) setiap 100 g bahan kering (BK). Milliequivalen untuk
masing-masing mineral sebagai berikut: Na, 0.023; K, 0.039; Cl, 0.0355; dan,
0.016. Kelebihan Na dan K adalah alkalogenic dan mendorong kearah suatu
peningkatan pH darah. Anion berkenaan dengan aturan penggunaan pakan, Cl
adalah acidogenic dan akan menurunkan pH darah (Ballantine 1998). Pada sapi
yang mengalami masa transisi dari kebuntingan menjelang laktasi, kebutuhan Ca

11
akan berhenti pada placenta, tetapi pada saat laktasi kebutuhan akan Ca akan
semakin meningkat.

Hypocalcemia parturien

paresis merupakan kesalahan

metabolisme yang disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan pool Ca dalam
plasma, yang sekarang dikenal dengan istilah milk fever (Roche et al. 2003).
Parturien paresis diderita oleh sekitar 2 sampai 5% sapi-sapi di Australia (Caple
1987) dan 2% sapi-sapi di New Zealand (McDougall 2001).
Konsentrasi plasma Ca dibawah kontrol dari parathyroid hormone (PTH),
calcitonin, dan metabolisme vitamin D (Lindsay & Pethick 1983). Kehilangan Ca
dari plasma merupakan tanda kesalahan pada mekanisme homeostasis yang
merupakan akibat dari pemeliharaan eucalcemia (Ramberg et al. 1984).
Pembentukan

hypocalcemia

pada

beberapa

memperlambat mekanisme timbal balik ini.

sapi

sebagai

akibat

untuk

Bagaimanapun, pada beberapa

hewan, hypocalcemia tidak sepenuhnya menjadi tanda klinis dan level Ca darah
secepatnya akan kembali normal.
Stewart (1983) menunjukkan bahwa dengan penambahan anion merupakan
suatu solusi untuk menurunkan pH darah. Penambahan anion kedalam cairan
tubuh melalui suplementasi pakan dapat menurunkan pH cairan tubuh. Meskipun
demikian, pH darah yang tinggi telah diatur, variasi yang rendah dapat
mempengaruhi metabolisme Ca dan pakan prepartum dengan negatif dietary
cation-anion balance telah dapat menunjukkan peningkatan homeostasis calcium
periparturien. Rendahnya pH urine, merupakan indikator dari pH darah (Vagnoni
& Oetzel 1998), yang berhubungan dengan peningkatan absorbsi gastrointestinal
dan pengeluaran Ca.
Pada sapi perah, apabila keseimbangan kation-anion positif dalam ransum
semakin ditingkatkan, maka terjadi peningkatan pH darah dan urin (Hu & Murphy
2004), Na/creat, Cl/creat, dan S/creat (Roche et al. 2003a), jumlah konsumsi
ransum, jumlah produksi susu dan kandungan protein susu.

Akan tetapi,

menurunkan K dan Cl darah (Hu & Murphy 2004), konsumsi bahan kering,
pertambahan bobot badan, dan kandungan protein susu (Roche et al. 2003a).
Sebaliknya, tidak mempengaruhi Na darah (Hu & Murphy 2004), P dalam feces
dan urin (Castro et al. 2004).

12
Apabila dilakukan penurunan keseimbangan kation-anion ransum sampai
menjadi negatif (dari +69 menjadi -12 meq/100 BK), maka terjadi peningkatan
Mg dan Ca darah, Ca/creat, Mg/creat, Cl/creat, S/creat, tetapi menurunkan
Na/creat dan jumlah konsumsi ransum (Roche et al. 2003b), pH darah dan urin
(Roche et al. 2003b; Castro et al. 2004).
Gambaran Umum Semen dan Reproduksi Domba
Organ kelamin domba jantan terdiri atas tiga komponen yaitu : (a) organ
kelamin primer yaitu testes, (b) kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap yaitu
kelenjar vesikularis, kelenjar prostat, kelenjar bulbourethralis dan saluran-saluran
terdiri atas epididimis serta duktus deferen, (c) alat kelamin luar yaitu penis
(Toelihere 1993).
Komponen-komponen yang penting pada gonad jantan adalah tubulus
seminiferus yang mensekresi sperma, dan sel Leydig yang terdapat pada jaringan
interstitial yang mensekresi androgen. Hal ini mudah ditunjukkan bahwa (kecuali
pada ayam) LH saja menstimulasi sel Leydig untuk mensekresi androgen, tetapi
untuk spermatogenesis yang sempurna diperlukan FSH, LH, dan mungkin juga
androgen. Androgen mempertahankan sifat seks sekunder (jenggot, suara, tanduk,
jengger, agresivitas, dan sebagainya) dan kelenjar aksesori (kelenjar-kelenjar
prostat, vesikula seminalis, dan kelenjar Cowper).

Sekresi kelenjar aksesori

merupakan komponen essensial semen.
Menurut Toelihere (1993), semen adalah sekresi kelamin jantan yang
diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi, tetapi dapat
pula ditampung dengan berbagai cara untuk keperluan inseminasi buatan (IB).
Semen terdiri atas massa spermatozoa yang bersuspensi didalam medium
semigelatinous yang disebut plasma semen. Spermatozoa diproduksi didalam
tubuli seminiferi testes, sedangkan plasma semen disekresikan oleh epididymis
dan kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap lainnya, yaitu vesikularis dan prostata.
Menurut analisa kimia sperma dan plasma semen terdiri atas rangkaian zat-zat
organik tertentu, misalnya sekresi kelenjar vesika seminalis pada kambing
mengandung prostaglandin, suatu asam lemak tidak jenuh dengan C-20, yang
dianggap berperan dalam kapasitasi sperma sebelum membuahi sel telur.

13
Proses pembentukan spermatozoa didalam tubuli seminiferi testes disebut
spermatogenesis. Siklus spermatogenesis pada ternak/hewan terdiri atas dua
tahapan, yaitu spermatositogenesis, dan spermiogenesis.

Kedua tahapan ini

dicirikan oleh adanya pembelahan mitosis pada spermatogonia (2n) dan
pembelahan meiosis pada spermatosit (n) dan metamorfosis dari spermatid tanpa
ekor menjadi spermatozoa (n) dengan ekornya yang siap bergabung dengan oosit
(n) dalam proses fertilisasi untuk membentuk mahluk baru (2n) yang mewarisi
sifat-sifat genetik tetuanya. Waktu yang dibutuhkan mulai dari aktivasi ”stemcell” sampai pelepasan spermatozoa ke dalam tubuli seminiferi mencapai 22 hari
pada kambing (Evans & Maxwell 1987), sedangkan pada domba dapat mencapai
46-49 hari (Toelihere 1993) dan dikontrol melalui mekanisme hormonal.
Pengamatan terhadap motilitas spermatozoa merupakan indikator fertilitas
spermatozoa yang dapat diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya.
Motilitas spermatozoa pada semen segar domba mempunyai rata-rata sekitar 6080% (Garner & Hafez 2000), >90% (Arthur et al. 1996) dan 75% (Bearden &
Fuquay 1997).

Motilitas spermatozoa sangat sensitif terhadap panas yang

berlebihan dan keberadaan benda asing serta bahan-bahan kimia yang dapat
mengganggu kelangsungan hidup spermatozoa (Ax et al. 2000).
Semen domba yang fertil secara normal tidak boleh mengandung lebih dari
15% spermatozoa abnormal (Ax et al. 2000). Menurut Bearden dan Fuquay
(1997), angka morfologi abnormal 8-10% tidak memberi pengaruh yang cukup
berarti bagi fertilitas, namun jika abnormalitas lebih dari 25% dari satu ejakulat
maka penurunan fertilitas tidak dapat diantisipasi.
Secara normal, rata-rata volume semen domba per ejakulasi adalah 0.8 -1.2
ml (Toelihere 1993), 0.5 – 2.0 ml (Arthur et al. 1996) dan 0.8 – 1.2 ml (Garner &
Hafez 2000). Menurut Toelihere (1993) semen domba memiliki volume yang
rendah tetapi konsentrasi yang tinggi, sehingga memperlihatkan warna krem/putih
susu. Konsentrasi spermatozoa domba yang normal adalah 2x109 – 3x109/ml
(Garner & Hafez 2000), 1.25x109 – 3x109/ml (Arthur et al. 1996) dan 2x109/ml
(Bearden & Fuquay 1997).

Hubungan antara kekentalan/warna dengan

konsentrasi spermatozoa domba yang dikemukakan oleh Williams (1995) dapat
dilihat pada tabel 3.

14
Tabel 3. Hubungan kekentalan/warna dengan konsentrasi spermatozoa domba
Skor

Kekentalan/warna

Konsentrasi spermatozoa (109 sperma/ml)

5

Krem tua

5.0 (4.5 – 6.0)

4

Krem

4.0 (3.5 – 4.5)

3

Krem pucat

3.0 (2.5 – 3.5)

2

Putih susu

2.0 (1.0 – 2.5)

1

Bening berwarna

0.7 (0.3 – 1.0)

0

Bening bersih

0

Sumber : Williams 1995.
Plasma semen mempunyai pH sekitar 7 dengan tekanan osmotik sama
dengan darah atau ekuivalen dengan NaCl 0.9%. Semen domba mempunyai pH
sebesar 5.9 – 7.3 (Garner & Hafez 2000; Bearden & Fuquay 1997). Semen
dengan konsentrasi yang tinggi bereaksi agak asam, sedangkan konsentrasi rendah
biasanya bereaksi agak basa.
Komponen utama plasma semen domba sebagian besar (75%) adalah air,
sedangkan natrium dan kalium merupakan kation utama dalam semen. Selain
mengandung mukoprotein, peptida, asam-asam amino bebas, lipida, asam-asam
lemak, vitamin dan berbagai enzim serta antiaglutinin (zat pelindung terhadap
aglutinasi kepala spermatozoa), dalam plasma semen juga ditemukan kandungan
persenyawaan

organik

spesifik

seperti

fruktosa,

sorbitol,

inositol,

glycerylphosphoryl-choline (GPC), ergotionin dan prostaglandin (Tabel 4).

15
Tabel 4. Sifat-sifat fisik dan kimiawi semen domba
Karakteristik dan komponen
Volume Ejakulat (ml)
Konsentrasi spermatozoa (ml)
pH
Spermatozoa motil (%)
Spermatozoa morfologi normal (%)
Natrium (mg/100 ml)
Kalsium
Potasium
Magnesium
Chlorida
Fruktosa
Sorbitol
Asam citrat
Glyceryl Phosphoryl Choline (GPC)
Inositol
Protein (gr/100 ml)

Nilai rataan
0.8 – 1.2
2x109 – 3x109
5.9 – 7.3
60 – 80
80 – 95
178 ± 11
6±2
89 ± 4
6 ± 0.8
86
250
26 – 170
110 – 260
1100 – 2100
7-14
5.0

Sumber : Garner and Hafez 2000.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produksi semen antara lain
umur pejantan, musim, bangsa dan individu dalam bangsa (Memon & Ott 1981).
Untuk keberhasilan IB semen harus diproduksi dalam jumlah yang cukup dan
kualitas yang baik (Toelihere 1985). Selanjutnya dijelaskan bahwa kualitas semen
yang menurun dapat memperkecil angka konsepsi (angka kebuntingan) yang
dihasilkan. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap produksi semen
baik kualitas maupun kuantitas menurut Toelihere (1985) adalah makanan. Pada
prinsipnya kebutuhan makanan untuk reproduksi hewan jantan tidak melebihi
kebutuhan untuk pertumbuhan hewan muda atau untuk mempertahankan
kehidupan hewan dewasa dalam kondisi yang sehat.

Ransum harus cukup

seimbang antara karbohidrat, protein dan mineral serta suplai vitamin yang
essensial untuk reproduksi. Tingkatan makanan yang rendah dapat menurunkan
jumlah sperma per ejakulat dan kehilangan libido.
Akibat kekurangan makanan kelenjar-kelenjar pelengkap akan lebih nyata
terganggu untuk pembentukan sperma. Sedangkan tingkatan makanan yang tinggi
menyebabkan pejantan menjadi lamban, sulit untuk berkopulasi karena malas,
kelemahan kaki belakang dan penurunan libido.

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Kandang Penelitian Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor (IPB) pada bulan Maret – Mei 2007. Analisis sampel penelitian
dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Laboratorium Pusat
Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PAU), dan Laboratorium Balai
Penelitian Tanah. Analisis kualitas semen dilakukan di Bagian Reproduksi dan
Kebidanan Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Materi Penelitian
Ternak dan Kandang Percobaan
Domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah domba Garut jantan
yang berasal dari Garut dengan umur 2.5 tahun dan telah mencapai kematangan
seksual (sexual maturity). Jumlah domba yang digunakan dalam penelitian
sebanyak 12 ekor. Rataan bobot hidup awal domba penelitian per ekor 47 ± 5.22
kg.

Domba tersebut dialokasikan ke dalam 4 perlakuan ransum.

Domba

dipelihara secara acak dalam kandang individu dengan ukuran 1.25 x 1 x 0.75 m3.
Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum. Kandang individu
terletak dalam bangunan berupa sistem panggung dengan lantai papan dan beratap
asbes serta berventilasi baik. Di bawah kandang individu ditempatkan ram kawat
untuk koleksi feses. Pada perut domba dipasang ban yang diikat dengan karet
elastis ke punggungnya dan berfungsi sebagai popok, kemudian dibawahnya
terdapat pentil dengan selang yang dihubungkan dengan wadah penampung urine
(Gambar 1).

17

Gambar 1. Bentuk kandang individu domba Garut yang dipakai dalam penelitian
Pemeliharaan Domba
Domba dipelihara selama 75 hari dengan 12 hari periode adaptasi, 14 hari
periode pendahuluan dan 49 hari pencatatan data.

Pada awal domba datang

dilakukan penimbangan bobot awal dan pemberian vitamin, kemudian 7 hari
setelahnya dilakukan pemberian obat cacing.

Pada satu minggu terakhir

dilakukan pengumpulan sampel urine dan feses.

Setiap hari dilakukan

pembersihan kandang. Ransum diberikan 2 kali sehari setiap pukul 07.00 dan
14.00.

Air minum selalu tersedia dalam ember dan setiap hari dilakukan

pembersihan ember dan penggantian air minum.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu di kandang dan analisis sampel
di laboratorium. Penelitian ini mengkaji empat perlakuan ransum, yaitu : Basal =
Ransum basal (RO),

RN = RO + Suplementasi Zn-fitat 40 ppm, RB = RN +

DCAB (+40 mEq/100g), RA = RN + DCAB (-10 mEq/100g).
Ransum basal terdiri atas hijauan dan konsentrat yang dicampur menjadi
ransum komplit (complete feed). Bahan penyusun nutrien ransum basal yang
digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Ransum tersebut

dianalisis kandungan nutriennya termasuk mineral Na, K, Cl dan S total. Neraca
kation anion dihitung dengan menggunakan rumus Tucker et al. (1992) sebagai
berikut : DCAB = (Na + K) – (Cl – S) (meq/100 g BK ransum).
Ransum basal kemudian ditambah kation atau anion agar nilai DCAB
menjadi sebesar -10 dan + 40. Penambahan Na2CO3 dan K2CO3, masing-masing

18
menyumbangkan Na dan K, sedangkan penambahan CaCl2 dan CaSO4 masingmasing menyumbangkan anion Cl dan S.
Zn-fitat ditambahkan sebagai sumber Zn, dibuat dengan cara menambahkan
ZnCl2 ke dalam filtrat hasil ekstraksi dedak padi dengan larutan asam asetat 1%
dan dengan perbandingan 1:3. Jumlah ZnCl2 yang ditambahkan ke dalam filtrat
hasil ekstrak, dihitung berdasarkan jumlah fitat yang terekstrak atau kandungan
fitat dalam ekstrak.
Tabel 5. Kandungan nutrien ransum basal perlakuan
Nama

Abu

PK

LK

SK

BETN

Na

K

Cl

S

Ca

P

Mg

Zn

(%)
Hijauan
jagung
Dedak
Onggok
Jagung
kuning
Bungkil
kelapa
Bungkil
kedelai
Minyak ikan

(ppm)

8.03

9.27

1.22

29.07

52.40

0.056*

0.87*

0.03*

0.20*

0.48

#

0.27

10.45

9.77

14.03

10.80

54.95

0.006*

1.31*

0.23*

0.14*

0.03

#

0.48

0.03*

#

0.22

#

19.29

2.72

1.35

8.71

67.94

0.072*

0.18*

0.02*

#

0.26

#

0.72

#

0.05

#

23.14

#

#

0.00

#

0.00

#

14.13

#

100.00

0.04

0.08

#

0.25

#

0.07

7.99

2.98

2.27

85.35

0.004*

0.37*

0.01*

0.07*

0.03

0.11

6.12

16.67

14.46

15.46

47.28

0.106*

2.06*

0.76*

0.24*

0.04

#

0.40

8.99

37.44

1.68

7.18

44.71

0.005*

2.08*

0.51*

0.19*

-

0.10

1.70

-

-

-

0.024*

1.14*

0.00*

0.01*

0.08

#

0.28

-

-

Sumber : Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PAU)
* Laboratorium Balai Penelitian Pertanian
#
Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah

Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok, dengan 4 perlakuan
dan 3 kelompok domba, yang dikelompokkan berdasarkan bobot tubuh domba.
Model linear rancangan percobaan adalah : Yij : µ + τi + Kj + εij ; Yij = respon
pengamatan yang memperoleh perlakuan ke-i kelompok ke-j, µ = rataan umum, τi
= pengaruh perlakuan ke-i, Kj = pengaruh kelompok ke-j, εij = galat.
Pelaksanaan Penelitian
1. Pada awal percobaan kandang dibersihkan dan diberi desinfektan, kemudian
setiap ekor domba jantan dikandangkan secara acak dan ditempatkan dalam
kandang individual.
2. Sebelum domba ditempatkan dalam kandang terlebih dahulu dilakukan
penimbangan bobot domba, kemudian dikelompokkan menjadi 3 tergantung
Bobot yang paling ringan diberi kode A, bobot

sedang diberi kode B dan bobot yang paling berat diberi kode C.

27.52

#

1.42

satuan bobot badannya.

#

#

#

#

#

#

19
3. Seluruh domba penelitian diberi vitamin dan obat pencegah penyakit cacing.
4. Ransum perlakuan diberikan 2 kali sehari pada pk 07.00 dan 14.00. Air
minum diberikan secara ad libitum. Dilakukan penimbangan pada ransum
perlakuan yang diberikan dan sisa ransum keesokan harinya
5. Periode pendahuluan (prelium) untuk ransum perlakuan dilaksanakan selama
2 minggu, kemudian dilakukan pengambilan sampel selama 1 minggu.
Sampel yang diambil meliputi ransum yang diberikan, sisa ransum keesokan
harinya dan sampel feses. Dari feses yang diperoleh selama periode koleksi
diambil sampel sebanyak 10% per hari untuk analisis kecernaan dan kadar
mineral.
6. Koleksi semen dilakukan pada hari ke 49 setelah pemberian ransum perlakuan
dengan menggunakan vagina buatan.
Peubah Penelitian
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah :
a.

Konsumsi ransum harian (g/hari). Jumlah konsumsi ransum sehari diperoleh
dengan cara berikut : jumlah konsumsi (g) = jumlah ransum yang diberikan
(g) – jumlah sisa ransum keesokan harinya (g).
Sejumlah ransum yang diketahui beratnya diberikan setiap hari dan
penimbangan sisa ransum pada keesokan harinya, sebelum pemberian
ransum pagi hari, sehingga diketahui berapa konsumsi ransum ternak pada
hari itu. Ransum yang diberikan setiap harinya 3% bobot tubuh domba atau
disesuaikan dengan konsumsinya pada hari sebelumnya. Apabila konsumsi
ransum tidak bersisa maka untuk keesokan harinya pemberian selalu
ditambah jumlahnya.

b.

Feses harian (g/hari). Pengumpulan feses dilakukan secara komposit.
Pengumpulan feses dilakukan selama 7 hari.

Pengumpulan feses segar

dilakukan setiap hari pukul 7.00, setelah ditimbang beratnya kemudian
diambil 10% dari berat segarnya, kemudian diletakkan dalam kantung kertas
yang berpori untuk kemudian dimasukkan ke dalam oven 600 (Gambar 2).
Hal tersebut dilakukan berturut-turut selama 7 hari, setelah terkumpul feses
kering oven 600 selama 7 hari kemudian ditimbang kembali serta dilakukan
penggilingan untuk kemudian dianalisis komp