mulai dari seleksi obat, terkait dengan peraturan yang berlaku, klinisi yang terlibat di lapangan, pasien dan keluarga pasien.
4.2.1 Pokja Perencanaan dan Evaluasi
Pokja perencanaan dan evaluasi IFRS pada RSUP H. Adam Malik mempunyai tugas melaksanakan perencanaan perbekalan farmasi untuk kebutuhan
rumah sakit, melakukan evaluasi kegiatan pelayanan kefarmasian, serta melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi dari setiap pelaksanaan tugas di
lingkungan pokja perencanaan. Berdasarkan hasil pengamatan, pokja perencanaan dan evaluasi sudah
melakukan perencanaan perbekalan farmasi untuk kebutuhan RSUP H. Adam Malik dengan menggunakan metode kombinasi yaitu gabungan antara metode
konsumtif dan epidemiologi. Data yang diperlukan untuk perencanaan diperoleh dari laporan yang diberikan oleh depo-depo farmasi, laporan bulanan pokja
perbekalan serta rencana tahunan dari masing-masing depo farmasi. Pokja perencanaan dan evaluasi juga melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi
dari setiap pelaksanaan tugas di lingkungan pokja perencanaan. Evaluasi kegiatan pelayanan kefarmasian dan pelaksanakan administrasi pokja perencanaan dan
evaluasi melalui SIRS. Pembelian perbekalan farmasi sampai dengan 200 juta sudah dapat ditangani
langsung oleh instalasi farmasi melalui pokja perencanaan dan evaluasi sejak status rumah sakit berubah menjadi BLU penuh, dan pembelian perbekalan farmasi diatas
200 juta ditangani oleh panitia pengadaan dengan sistem tender. Pengadaan perbekalan farmasi dilaksanakan setiap 10 hari dan rencana pengadaan ini mengacu
pada persediaan perbekalan farmasi di gudang stok.
Universitas Sumatera Utara
Walaupun demikian, pokja perencanaan dan evaluasi masih sering mendapatkan keluhan dari masing-masing depo farmasi terhadap ketidaktersediaan
perbekalan farmasi khususnya obat yang diperlukan untuk pelayanan pasien. Ketidaktersediaan obat ini dapat terjadi karena 2 hal, yaitu faktor eksternal dan
faktor internal, yang pertama faktor eksternal karena barang memang tidak tersedia dari distributor yang bersangkutan, misalnya diazepam injeksi, deksametason, dan
etambutol. Faktor internal disebabkan karena adanya masalah administrasi pada direktorat keuangan dan IFRS sendiri karena perubahan status rumah sakit menjadi
BLU penuh.Masalah ini juga terkait dengan PBFdistributor yang terlibat, sehingga sangat diperlukan koordinasi yang intensif antara ketiga pihak tersebut. Kepada
depo-depo terkait, Pokja Perencanaan dan Evaluasi juga perlu melakukan pemberitahuan masalah kosong barang, sehingga dengan adanya komunikasi tidak
ada saling menyalahkan antara pihak yang satu dengan yang lain.
4.2.2 Pokja Perbekalan