Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

(1)

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

FARMASI RUMAH SAKIT

di

Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik

Medan

Studi Kasus

Ruptur buli intraperitoneal post explorasi laparatomy +Fractur

rami pubis bilateral + Fraktur femur bilateral

Disusun Oleh:

Nurul Laili Ramadhani, S.Farm. NIM 133202045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

RINGKASAN

Telah dilakukan studi kasus pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Rumah Sakit di Instalasi Rawat Inap Terpadu (Rindu) B3 Bedah Orthopedi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan mengenai ruptur buli intraperitoneal post explorasi laparatomy + fractur rami pubis bilateral + fraktur femur bilateral. Studi kasus dilakukan dari tanggal 21 April sampai 30 April 2014. Kegiatan studi kasus meliputi visite (kunjungan) terhadap pasien, memberikan pemahaman dan dorongan kepada pasien untuk tetap mematuhi terapi yang telah ditetapkan oleh dokter, memberikan informasi mengenai obat kepada pasien dan keluarga pasien, melihat rasionalitas penggunaan obat terhadap pasien dan memberikan pertimbangan kepada tenaga kesehatan lain dalam meningkatkan rasionalitas penggunaan obat. Penilaian rasionalitas penggunaan obat meliputi 4 T + 1 W yaitu: tepat pasien, tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis dan waspada efek samping. Obat-obat yang dipantau dalam kasus ini adalah ceftriaxone, metronidazol, gentamisin, ketorolac, ranitidin, paracetamol, asam traneksamat, novalgin, plasbumin. Berdasarkan studi kasus yang dilakukan, pemberian terapi pada pasien tidak rasional karena pemberian antibiotika yaitu metronidazol, Gentamisin dan ceftriaxone tidak didasari oleh uji kultur untuk mendapatkan antibiotika yang tepat.


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

RINGKASAN ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Tujuan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Definisi ... 4

2.1.1 Buli ... 4

2.1.2 Pelvis ... .... 4

2.1.2.1 Pubis ... ... 5

2.1.3 Femur ... ... 5

2.1.4 Ruptur Buli ... .... 6

2.1.5 Fraktur ... ... 6

2.1.5.1 Fraktur Pelvis ... ... 7

2.1.5.2 Fraktur Femur ... .. 7

2.2 Etiologi ... 8

2.3 Patofisiologi ... 8


(4)

2.5 Diagnosa ... 10

2.5.1 Pemeriksaan Fisik ... 10

2.5.2 Pemeriksaan Penunjang ... 11

2.6 Penatalaksanaan ... 11

2.6.1 Penatalaksanaan Ruptur Buli ... .. 11

2.6.2 Penatalaksanaan Fraktur ... .. 12

2.7 Tinjauan Tentang Obat ... 14

2.7.1 Cefriaxon ... 14

2.7.2 Ketorolak ... 15

2.7.3 Ranitidin ... 15

2.7.4 Gentamisin ... 15

2.7.5 Metronidazole ... 16

2.7.6 Parasetamol ... 16

2.7.7 Asam Traneksamat ... 17

2.7.8 Plasbumin® ... 17

2.7.9 Novalgin® ... 18

BAB III PENATALAKSANAAN UMUM ... 19

3.1 Identitas Pasien ... 19

3.2 Riwayat penyakit dan pengobatan ... 19

3.2.1 Riwayat penyakit keluarga ... 20

3.2.2 Riwayat penyakit sosial ... 20


(5)

3.3 Ringkasan pada waktu pasien masuk

RSUPH.Adam Malik ... 20

3.4 Pemeriksaan ... 21

3.4.1 Hasil Pemeriksaan Fisik ... 21

3.4.2 Pemeriksaan Penunjang ... 22

3.5 Terapi ... 24

BAB IV PEMBAHASAN ... 26

3.6.1 Pembahasan Tanggal 21 April 2014 ... 27

3.6.1.1 Pengkajian Tepat Pasien ... 27

3.6.1.2 Pengkajian Tepat Indikasi ... 28

3.6.1.3 Pengkajian Tepat Obat ... 29

3.6.1.4 Pengkajian Tepat Dosis ... 31

3.6.1.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ... 33

3.6.1.6 Kesimpulan ... 34

a. Lembar PPOSR ... 34

b. Rekomendasi dokter ... 34

c. Rekomendasi perawat... 35

d. PIO ... 36

3.6.2 Pembahasan Tanggal 22 April 2014 ... 37

3.6.2.1 Pengkajian Tepat Pasien ... 38

3.6.2.2 Pengkajian Tepat Indikasi ... 38

3.6.2.3 Pengkajian Tepat Obat ... 39

3.6.2.4 Pengkajian Tepat Dosis ... 40


(6)

3.6.2.6 Kesimpulan ... 43

a. Lembar PPOSR ... 43

b. Rekomendasi dokter ... 43

c. Rekomendasi perawat... 44

d. PIO ... 44

3.6.3 Pembahasan Tanggal 23-26 April 2014 ... 45

3.6.3.1 Pengkajian Tepat Pasien ... 45

3.6.3.2 Pengkajian Tepat Indikasi ... 46

3.6.3.3 Pengkajian Tepat Obat ... 46

3.6.3.4 Pengkajian Tepat Dosis ... 47

3.6.3.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ... 49

3.6.3.6 Kesimpulan ... 50

a. Lembar PPOSR ... 50

b. Rekomendasi dokter ... 50

c. Rekomendasi perawat... 51

d. PIO ... 51

3.6.4 Pembahasan Tanggal 27-28 April 2014 ... 51

3.6.4.1 Pengkajian Tepat Pasien ... 52

3.6.4.2 Pengkajian Tepat Indikasi ... 52

3.6.4.3 Pengkajian Tepat Obat ... 53

3.6.4.4 Pengkajian Tepat Dosis ... 54


(7)

3.6.4.6 Kesimpulan ... 57

a. Lembar PPOSR ... 57

b. Rekomendasi dokter ... 57

c. Rekomendasi perawat... 58

d. PIO ... 58

3.6.5 Pembahasan Tanggal 29-30 April 2014... . 58

3.6.5.1 Pengkajian Tepat Pasien ... 59

3.6.5.2 Pengkajian Tepat Indikasi ... 59

3.6.5.3 Pengkajian Tepat Obat ... 61

3.6.5.4 Pengkajian Tepat Dosis ... 63

3.6.5.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ... 66

3.6.5.6 Kesimpulan ... 68

a. Lembar PPOSR ... 68

b. Rekomendasi untuk dokter ... 68

c. Rekomendasi untuk perawat ... 69

d. PIO ... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... ….. ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Pemeriksaan Fisik ... 21 Tabel 3.2 Hasil pemeriksaan patologi klinik... 23 Tabel 3.3 Daftar obat-obat yang digunakan pasien ... 24 Tabel 4.1 Daftar obat-obat yang digunakan pasien

pada Tanggal 21 April 2014 ... 27 Tabel 4.2 Dosis obat yang digunakan pasien

pada Tanggal 21 April 2014 ... 31 Tabel 4.3 Efek samping dan interaksi obat yang digunakan pasien

pada Tanggal 21 April 2014 ... 34 Tabel 4.4Pelayanan konseling, informasi dan edukasi pasien

pada Tanggal 21 April 2014 ... 36 Tabel 4.5Daftar obat-obat yang digunakan pasien

pada Tanggal 22 April 2014 ... 37 Tabel 4.6 Dosis obat yang digunakan pasien

pada Tanggal 22 April 2014 ... 41 Tabel 4.7 Efek samping dan interaksi obat yang digunakan pasien

pada Tanggal 22 April 2014 ... 43 Tabel 4.8 Pelayanan konseling, informasi dan edukasi pasien

pada Tanggal 22 April2014 ... 44 Tabel 4.9Daftar obat-obat yang digunakan pasien

pada Tanggal 23-26 April 2014 ... 45 Tabel 4.10 Dosis obat yang digunakan pasien

pada Tanggal 23-26 April 2014 ... 48 Tabel 4.11 Efek samping dan interaksi obat yang digunakan pasien

pada Tanggal 23-26 April 2014 ... 50 Tabel 4.12 Pelayanan konseling, informasi dan edukasi pasien


(9)

Tabel 4.13 Daftar obat-obat yang digunakan pasien

pada Tanggal 27-28 April 2014 ... 52 Tabel 4.14 Dosis obat yang digunakan pasien

pada Tanggal 27-28 April 2014 ... 55 Tabel 4.15 Efek samping dan interaksi obat yang digunakan pasien

pada Tanggal 27-28 April 2014 ... 57 Tabel 4.16Pelayanan konseling, informasi dan edukasi pasien

pada Tanggal 27-28 April 2014 ... 58 Tabel 4.17Daftar obat-obat yang digunakan pasien

pada Tanggal 29-30 April 2014 ... 59 Tabel 4.18 Dosis obat yang digunakan pasien

pada Tanggal 29-30 April 2014 ... 64 Tabel 4.19 Efek samping dan interaksi obat yang digunakan pasien

pada Tanggal 29-30 April 2014 ... 67 Tabel 4.20Pelayanan konseling, informasi dan edukasi pasien


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Lembaran PPOSR ... 74


(11)

RINGKASAN

Telah dilakukan studi kasus pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Rumah Sakit di Instalasi Rawat Inap Terpadu (Rindu) B3 Bedah Orthopedi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan mengenai ruptur buli intraperitoneal post explorasi laparatomy + fractur rami pubis bilateral + fraktur femur bilateral. Studi kasus dilakukan dari tanggal 21 April sampai 30 April 2014. Kegiatan studi kasus meliputi visite (kunjungan) terhadap pasien, memberikan pemahaman dan dorongan kepada pasien untuk tetap mematuhi terapi yang telah ditetapkan oleh dokter, memberikan informasi mengenai obat kepada pasien dan keluarga pasien, melihat rasionalitas penggunaan obat terhadap pasien dan memberikan pertimbangan kepada tenaga kesehatan lain dalam meningkatkan rasionalitas penggunaan obat. Penilaian rasionalitas penggunaan obat meliputi 4 T + 1 W yaitu: tepat pasien, tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis dan waspada efek samping. Obat-obat yang dipantau dalam kasus ini adalah ceftriaxone, metronidazol, gentamisin, ketorolac, ranitidin, paracetamol, asam traneksamat, novalgin, plasbumin. Berdasarkan studi kasus yang dilakukan, pemberian terapi pada pasien tidak rasional karena pemberian antibiotika yaitu metronidazol, Gentamisin dan ceftriaxone tidak didasari oleh uji kultur untuk mendapatkan antibiotika yang tepat.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Salah satu tujuan dari praktik farmasi di rumah sakit adalah melakukan pelayanan farmasi klinis di rumah sakit yaitu dengan melakukan pemantauan penggunaan obat. Pemantauan penggunaan obat ini berguna untuk memastikan bahwa penggunaan obat tersebut tepat karena tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian adalah pelayanan secara langsung kepada pasien berkaitan dengan obat, untuk meningkatkan kepatuhan penggunaan obat dan menghindari kesalahan penggunan obat agar meningkatkan kualitas hidup pasien (Siregar dan Amalia, 2004).

Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang menyediakan obat yang bermutu untuk pasien yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinis yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Depkes RI, 2004).

Kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit antara lain adalah visite pasien dan pengkajian penggunaan obat. Visite ke pasien merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuannya adalah untuk pemilihan obat, menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapetik, menilai kemajuan pasien dan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain. Pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan


(13)

untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman, dan terjangkau oleh pasien (Aslam, 2003).

Kegiatan visite di RSUP H. Adam Malik Medan dilakukan oleh apoteker baik secara mandiri maupun bersama tim tenaga kesehatan lainnya. Tujuan visite adalah menilai rasionalitas obat dengan cara pemilihan obat, menilai kemajuan pasien dan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain. Pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.

Dalam rangka menerapkan praktik farmasi klinis di rumah sakit, maka mahasiswa calon apoteker perlu diberi pembekalan dalam bentuk praktik kerja profesi di rumah sakit. Praktik kerja profesi di rumah sakit menerapkan salah satu praktik pelayanan kefarmasian yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan pasien.

Adapun studi Pengkajian Penggunaan Obat Secara Rasional (PPOSR) dilaksanakan pada pasien yang dirawat di Instalasi Rindu B3 ruang bedahorthopedi karena umumnya pasien bedah orthopedi menggunakan golongan obat antibiotika dan analgetik. Studi kasus yang diambil dengan diagnosis ruptur buli intraperitoneal, fraktur rami pubis bilateral danfraktur femur bilateral.


(14)

1.2Tujuan

Tujuan dilakukan studi kasus ini adalah:

a. memantau rasionalitas penggunaan obat pada pasien dengan diagnosis ruptur buli intraperitoneal + fraktur rami pubis bilateral + fraktur femur bilateral.

b. memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien dan keluarga pasien.

c. memberikan masukan dan pertimbangan kepada tenaga kesehatan lain di rumah sakit dalam rangka peningkatan rasionalitas penggunaan obat kepada pasien.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi

2.1.1 Buli (Kandung Kemih, vesika Urinaria)

Buli disebut juga kandung kemih, vesika urinaria, urinary bladder. Buli-buli bekerja sebagi penampung urine. Organ ini berbentuk seperti buah pir. Letaknya di dalam panggul besar, dibelakang simfisis pubis (Pearce, 2009). Buli-buli menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme berkemih. Dalam menampung urine, buli-buli mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300-450 ml (Purnomo, 2009).

2.1.2 Pelvis

Pelvis adalah cincin tulang di bagian bawah tubuh. Terdiri dari tiga bagian (ilium, iskium dan pubis) dan empat tulang (dua tulang inominata atau tulang panggul, sakrum dan koksigis) (Stright, 2004).

Pelvis dibatasi oleh sakrum dan koksigis di posterior dan os inominata di anterolateral. Saat dewasa, tulang inominata telah menyatu seluruhnya pada asetabulum. Asetabulum adalah ronggga jeluk, berbentuk cawan yang dibentuk oleh pertemuan tiga tulang pubis membentuk bagian depan, ilium bagian atas, dan iskium bagian belakang. Asetabulum bersendi dengan femur dalam formasi gelang panggul (Pearce, 2009).


(16)

Gambar 1. Tulang Pelvis

2.1.2.1Pubis

Tulang kemaluan (pubis) terdiri atas sebuah badan dan dua ramus. Badannya berbentuk persegi empat dan di atasnya menjulang krista pubis. Tulang pubis bersatu di depan pada simfisis pubis (Pearce, 2009).

2.1.3 Femur

Femur (tulang paha) adalah tulang terpanjang dari tubuh. Tulang itu bersendi dengan asetabulum dalam formasi persendian panggul dan dari sini ia menjulur medial ke lutut dan membuat sendi dengan tibia. Tulangnya berupa tulang pipa dan mempunyai sebuah batang dan dua ujung (Pearce, 2009).


(17)

2.1.4 Ruptur Buli (Trauma Buli-buli)

Ruptur buli disebut juga trauma buli-buli atau trauma vesika urinaria merupakan keadaan darurat bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera, bila tidak ditanggulangi dengan segera dapat menimbulkan komplikasi seperti perdarahan hebat, peritonitis dan sepsis. Secara anatomi buli-buli terletak di dalam rongga pelvis terlindung oleh tulang pelvis sehingga jarang mengalami cedera. Rudapaksa kandung kemih terbanyak karena kecelakan lalu lintas atau kecelakaan kerja yang menyebabkan fragmen patah tulang pelvis mencederai buli-buli. Fraktur tulang panggul dapat menimbulkan ruptur kandung kemih (Sjamsuhidajat, 1998).

Ruptur kandung kemih dapat bersifat intraperitoneal dan ekstraperitoneal. Ruptur buli ekstraperitoneal biasanya akibat tertusuk fragmen fraktur tulang pelvis pada dinding depan kandung kemih yang penuh. Cedera pada abdomen bawah sewaktu kandung kemih penuh menyebabkan ruptur buli intraperitoneal (Sjamsuhidajat, 1998).

2.1.5 Fraktur

Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Terjadinya suatu fraktur lengkap atau tidak lengkap ditentukan oleh kekuatan, sudut dan tenaga, keadaan tulang, serta jaringan lunak di sekitar tulang (Helmi, 2011). Secara umum, keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka, fraktur tertutup dan fraktur dengan komplikasi. Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang,


(18)

sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/dunia luar. Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat terbentuk dari dalam maupun luar. Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi seperti malunion, delayed union, nounion dan infeksi tulang (Bucholz, 2006). 2.1.5.1 Fraktur Pelvis

Tulang sakrum, ilium dan pubis yang membentuk tulang pelvis, yang merupakan cincin tulang stabil dan menyatu pada orang dewasa. Fraktur pelvis dapat disebabkan karena jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, atau cedera remuk (Smeltzer, 2001).

Fraktur pelvis menyebabkan terbukanya cincin pelvis dan dapat mengakibatkan ketidakstabilan. Derajat ketidakstabilan tergantung dari cincin bagian mana yang terputus. Ketidakstabilan secara mekanik dapat mengakibatkan ketidakstabilan hemodinamik bila disertai dengan kerusakan vaskuler dalam rongga pelvis.

2.1.5.2 Fraktur Femur

Fraktur femur adala rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Batang femur dapat mengalami fraktur akibat trauma langsung, puntiran atau pukulan pada bagian depan yang berada dalam posisi fleksi ketika kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2000).


(19)

2.2 Etiologi

Trauma buli sering disebabkan rudapaksa dari luar, dan sering didapatkan bersama dengan fraktur pelvis. Penyebab lain adalah trauma iatrogenik (FK UI, 1995).

Penyebab fraktur adalah trauma. Mayoritas fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Trauma lainnya adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja dan kecelakaan/cedera olah raga (FK UI, 1995).

2.3 Patofisiologi

Kurang lebih 90% trauma tumpul buli-buli adalah akibat fraktur felvis. Robeknya buli-buli karena fraktur pelvis bisa juga terjadi akibat fragmen tulang pelvis merobek dindingnya (Gambar B). Dalam keadaan penuh terisi urine, buli-buli mudah robek sekali jika mendapatkan tekanan dari luar berupa benturan pada perut sebelah bawah. Buli-buli akan robek pada bagian fundus dan menyebabkan ekstravasasi urine ke rongga intraperitoneum (Gambar A) (Purnomo, 2009).


(20)

Keterangan gambar : (A) Intraperitoneal, robeknya buli-buli pada daerah fundus, menyebabkan ekstravasasi urine ke rongga intraperitoneum. (B) ekstraperitoneal akibat fraktur tulang pelvis (Purnomo, 2009).

Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar(Sjamsuhidajat, 1998).

2.4 Manifestasi Klinik

Umumnya fraktur tulang dan pelvis disertai pendarahan hebat sehingga tidak jarang penderita datang dalam keadaan anemik bahkan sampai shok. Pada abdomen bagian bawah tampak jelas atau hematom dan terdapat nyeri tekan pada daerah supra publik ditempat hematom. Pada ruptur buli-buli intraperitonial urine yang seriong masuk ke rongga peritonial sehingga memberi tanda cairan intra abdomen dan rangsangan peritonial. Lesi ekstra peritonial memberikan gejala dan tanda infitrat urine dirongga peritonial yang sering menyebabkan septisema (Sjamsuhidajat, 1998).


(21)

2.5 Diagnosa

2.5.1 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik kandung kemih :

Setelah mengalami cedera pada abdomen sebelah bawah, pasien mengeluh nyeri pada bagian suprasimfisis, kencing bercampur darah atau mungkin pasien tidak dapat buang air kecil. Gambaran klinis yang lain tergantung pada etiologi trauma, bagian buli-buli yang mengalami cedera yaitu intra/ekstraperitoneal, adanya organ lain yang mengalami cedera, serta penyulit yang terjadi akibat trauma. Dalam hal ini mungkin didapatkan tanda fraktur pelvis (Purnomo, 2009).

Pemeriksaan Fisik Fraktur :

1) Look : pada fraktur femur terbuka terlihat adanya luka terbuka pada paha dengan deformitas yang jelas. Kaji seberapa luas kerusakan jaringan lunak yang terlibat. Kaji apakah pada luka terbuka ada fragmen tulang yang keluar dan apakah terdapatnya kerusakan pada jaringan beresiko meningkat respon syok hipovolemik. Pada fase awal trauma kecelakaan lalu lintas darat yang mengantarkan pada resiko tinggi infeksi.

Pada fraktur femur tertutup sering ditemukan kehilangan fungsi,deformitas, pemendekan ekstremitas atas karena kontraksi otot, kripitasi, pembengkakan, dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini dapat terjadi setelah beberapa jam atau beberapa setelah cedera.


(22)

2) Feel : adanya keluhan nyeri tekan dan adanya kripitasi

3) Move : daerah tungkai yang patah tidak boleh digerakan, karena akan memberika respon trauma pada jaringan lunak disekitar ujung fragmen tulang yang patah (Muttaqin, 2011).

2.5.2 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah:

- Pemeriksaan rontgen

Menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma - Scan tulang, temogram, scan CT / MRI

Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikerusakan jaringan lunak.

- Hitung darah lengkap

Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).Peningkatan jumlah SDP (sel darah putih)adalah respons stress normal setelahtrauma.

- Kreatinin

Trauma otot meningkatkan bebankreatinin untuk klirens ginjal.

Pemeriksaan radiologik lain untuk menunjang diagnosis adalah sistografi, yang dapat memberikan keterangan ada tidaknya ruptur kandung kemih, dan lokasi ruptur apakah intraperitoneal atau ekstraperitoneal (Sjamsuhidajat, 1998).


(23)

2.6 Penatalaksanaan

3.4.1 Penatalaksanaan Ruptur Buli

1. Pada ruptur intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparotomi untuk mencari robekan pada buli-buliserta kemungkinan cedera organ lain. Rongga intraperitoneum dicuci, robekan pada buli-buli dijahit 2lapis, kemudian dipasang kateter sistostomi yang dilewatkan di luar sayatan laparotomi. Dilepaskan kateter pada hari ke 7.

2. Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana dianjurkan untuk memasang kateter 7-10 haritetapi dianjurkan juga untuk melakukan penjahitan disertai pemasangan kateter sistostomi.

3. Untuk memastikan buli-buli telah sembuh, sebelum melepas kateter uretra/kateter sistostomi, terlebihdahulu dilakukan pemeriksaan sistografi untuk melihat kemungkinan masih adanya ekstravasasi urin (Purnomo, 2009).

3.4.2 Penatalaksanaan Fraktur

Penatalaksanaan fraktur menurut standart pelayanan Adam Malik adalah, pada pertolongan pertama, dilakukan pemasangan bidai pada anggota gerak yang diduga patah untuk mengurangi pergerakan antar fragmen tulang sehingga dapat mengurangi nyeri, perdarahan dan menghindari kerusakan jaringan lebih lanjut. Pada patah tulang terbuka perlu tindakan dibridemen dan disertai dengan pemberian antibiotik profilaksis (RSUP HAM, 2011).


(24)

Empat prinsip penanganan fraktur menurut ChairudinRasjad (1998) adalah:

1. Recognition : diagnosa dan penilaian fraktur Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anannesis, pemeriksaan klinis dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan : lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yangmungkin terjadi selama pengobatan.

2. Reduction: tujuannya untuk mengembalikan panjang & kesegarisan tulang. Dapat dicapai yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi tertutup terdiri dari penggunaan traksimoval untuk menarik fraktur kemudian memanupulasi untuk mengembalikan kesegarisan normal/dengan traksi mekanis.Reduksi terbuka diindikasikan jika reduksi tertutup gagal/tidak memuaskan. Reduksi terbuka merupakan alat frusasi internal yang digunakan itu mempertahankan dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid seperti pen, kawat, skrup dan plat. Reduction interna fixation (orif) yaitu dengan pembedahan terbukakan mengimobilisasi fraktur yang berfungsi pembedahan untuk memasukkan skrup/pen kedalam fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.

3. Retention, imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pengeseran fregmen dan mencegah pergerakan yang dapat mengancam union. Untuk mempertahankan reduksi (ektrimitas yang mengalami fraktur) adalah dengan traksi. Traksi merupakan salah satu pengobatan dengan cara


(25)

menarik/tarikan pada bagian tulang-tulang sebagai kekuatan dngan kontrol dan tahanan beban keduanya untuk menyokong tulang dengan tujuan mencegah reposisi deformitas, mengurangi fraktur dan dislokasi, mempertahankan ligamen tubuh/mengurangi spasme otot, mengurangi nyeri, mempertahankan anatomi tubuh dan mengimobilisasi area spesifik tubuh. Ada 2 pemasangan traksi yaitu : skin traksi dan skeletal traksi.

4. Rehabilitation, mengembalikan aktiftas fungsional seoptimalmungkin.

2.7 Tinjauan Tentang Obat 2.7.1 Ceftriaxone

Ceftriaxon adalah antibiotik sefalosporin generasi ketiga yang memiliki aktivitas bakterisid yang luas dengan cara menghambat sintesis dinding sel, dan mempunyai masa kerja yang lebih panjang dari golongan sefalosporin lain. Aktivitasnya anti kuman gram negatif kuat kecuali pseudomonas. Resistensinya terhadap laktamase juga lebih kuat, tetapi khasiatnya terhadap stafilokok jauh lebih rendah. Tidak aktif terhadap MRSA dan MRSE.Digunakan parenteral pada infeksi serius yang resisten terhadap amoksisilin dan sefalosporin generasi 1, juga terkombinasi dengan aminoglikosida (gentamisin, tobramisin) untuk memperluas dan memperkuat aktiitasnya (Tjay, 2007).

Ceftriaxon diindikasikan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan bawah, infeksi kulit dan struktur kulit, infeksi tulang dan sendi, infeksi intraabdominal, infeksi saluran kemih, meningitis dan profilaksis preoperasi (Tatro, 2003).


(26)

2.7.2 Ketorolak

Injeksi ketorolac diindikasikan untuk terapi jangka pendek pada rasa sakit sedang sampai berat, tidak dianjurkan pemakaian lebih dari 5 hari.Mekanisme kerja menghambat sintesa prostaglandin dengan menghambat kerja cyclooxygenase (Tatro, 2003).

2.7.3 Ranitidin

Ranitidin adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2. Obat ini menempati reseptor histamin H2 secara selektif dipermukaan sel-sel parietal sehingga sekresi asam lambung dan pepsin sangat dikurangi (Tjay, 2007).

Penggunaan ranitidin dapat digunakan untukpencegahan perdarahan GI atas; pengobatan aspirasi pneumonia; stres ulkus; dan kerusakan lambung NSAID. Digunakan sebagai bagian dari rejimen multi-obat untuk memberantas Helicobacter pylori dalam pengobatan ulkus peptikum; pencegahan kerusakan mukosa duodenum gastro yang mungkin terkait dengan OAINS jangka panjang; untuk mengontrol perdarahan GI atas akut; pencegahan ulkus stres (Tatro, 2003).

2.7.4 Gentamisin

Gentamisin adalahantibiotik golongan aminoglikosida yang diisolasi dari Micromonospora purpurea. Berkhasiat terhadap pseudomonas, proteus dan stafilokok yang resisten terhadap penisilin dan metisilin (MRSA). Maka obat-obat ini sering digunakan pada infeksi dengan kuman-kuman tersebut,


(27)

juga sering kali dikombinasikan dengan suatu sefalosporin gen-3. Tidak aktif terhadap mycobacterium, streptokok dan kuman anaerob (Tjay, 2007).

Aktivitas antibakteri gentamisin, tertuju pada basil gram-negatif yang aerobik. Aktivitas terhadap mikroorganisme anaerobik atau bakteri fakultatif dalam kondisi anaerobik rendah sekali. Ini dapat dijelaskan berdasarkan kenyataan bahwa untuk transport aminoglikosida membutuhkan oksigen (transport aktif) (Ganiswarna, 1995).

Gentamisin dapat digunakan untuk pengobatan infeksi tulang serius dan infeksi sendi yang rentan disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Citrobacter, Enterobacter, Escherichia coli, Klebsiella, Proteus, Serratia, atau Pseudomonas (McEvoy, 2011).

2.7.5 Metronidazol

Metronidazol merupakan senyawa nitro-imidazole yang memiliki spektrum anti-protozoa dan antibakteri yang luas. Berkhasiat kuat terhadap semua protozoa patogen anaerob lain seperti Trichomonas dan Giardia. Obat ini juga aktif terhadap semua cicci dan basil anaerob gram positif dan negatif, tetapi tidak aktif teradap kuman aerob. Metronidazole bersifat bakterisid jaringan kuat (Tjay, 2007).

2.7.6 Parasetamol

Parasetamol merupakan metabolit dari fenasetin yang berkhasiat sebagai analgetik dan antipiretik tapi tidak antiradang.Penggunaannya tidak mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran serta tidak menyebabkan


(28)

ketagihan. Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai zat antinyeri yang paling aman (Tjay, 2007).

Daya antipiretik parasetamol didasarkan pada rangsangan pusat penghantar kalor di hipotalamus, menimbulkan vasodilatasi perifer (di kulit) sehingga terjadi pengeluaran panas yang disertai banyak keringat (Tjay, 2007).

2.7.7 Asam traneksamat

Asam traneksamat diindikasikan untuk obat antifibrinolitik yang menghambat pemutusan benang fibrin, digunakan untuk profilaksis dan pengobatan pendarahan yang disebabkan fibrinolisis yang berlebihan. Dosis 0,5-1 g, 2-3x/hari. Efek samping asam traneksamat adalah mual, muntah, diare, pusing dan rash (Ganiswara, 1995).

2.7.8 Plasbumin

Plasbumin adalah konsentrat protein plasma dari darah manusia. Ia bekerja dengan meningkatkan volume plasma atau tingkat albumin serum. Plasbumin digunakan untuk mengobati berbagai kondisi, termasuk syok akibat kehilangan darah dalam tubuh, luka bakar, kadar protein rendah karena operasi atau gagal hati, dan sebagai obat tambahan dalam operasi (Hardjosaputra, 2008).

®

Albumin merupakan komponen protein yang terbesar dari plasma, darah. Albumin berperan dalam transportasi obat-obatan yang tidak larut dalam air (Marzuki, 2003). Albumin juga berfungsi dalam pengikatan obat. Kadar protein yang rendah seperti hipoalbuminemia dapat menurunkan tempat


(29)

pengikatan dengan protein sehingga memungkinkan obat lebih banyak bebas dalam dsirkulasi dan dapat menyebabkan toksisitas obat(Kee, 1996).

2.7.9 Novalgin

Novalgin mengandung Na. Metamizole. Diindikasikan untuk nyeri hebat yang berhubungan dengan sakit kepala, sakit gigi, post operasi nyeri akut dan kronik. Dosisnya 2-5 ml iv/im dalam dosis tunggal (Hardjosaputra, 2008).


(30)

BAB III

PENATALAKSANAAN UMUM 3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. SN

No. RM : 00.59.80.34

Umur : 21 tahun0 bulan Jenis Kelamin : Pria

Tanggal Lahir : 13 April 1993 Agama : Kristen Protestan

Suku : Batak

Alamat : Jl. X

Pekerjaan : Wiraswasta Tinggi badan : 160 cm Berat badan : 55 kg

Ruangan : Rindu B-3 Bedah Status Pasien : BPJS

Hari/Tanggal masuk : Jum’at / 18 April 2014 Hari/Tanggal Keluar : -

3.2 Riwayat penyakit dan pengobatan 3.2.1 Riwayat Penyakit Keluarga

Dalam status pasien tidak dijelaskan riwayat penyakit di keluarga pasien.


(31)

3.2.2 Riwayat penyakit Sosial

Dalam status pasien tidak dijelaskan riwayat penyakit sosial pasien. 3.2.3 Riwaya Penyakit Sosial

Dalam status pasien tidak dijelaskan riwayat penyakit sosial pasien. 3.2.4 Riwayat Penggunaan Obat Terdahulu

Dalam surat rujukan dari RSUD Padang Sidempuan tertulis obat yang digunakan disana adalah injeksi Cravit (1 g/12 jam) dan injeksi Tomit (1 ampul/8 jam).

3.3 Ringkasan Pada Waktu Pasien Masuk RSUP H.Adam Malik

Pasien masuk ke RSUP H. Adam Malik melalui IGD pada tanggal 18 April 2014 pukul 14.58, dengan keluhan utama nyeri perut dan tungkai tidak bisa digerakkan (nyeri skala 6). Hal ini dialami pasien ± 4 hari selama di rawat di RS karena pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Kedua kaki tidak bisa digerakkan.Plaster (-), muntah (-). BAB (-) sejak 2 hari lalu, BAK (+), hematuria (+) sejak 2 hari lalu. Pasien merupakan rujukan dari RSUD Padang Sidempuan. Diagnosa dari rumah sakit tersebut adalah blunt abdomen ijury + Fracture pelvix + closed (R) femur fracture + open (L) femur fracture.

Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan fisik yang lebih jauh, ternyata diagnose dokter adalah ruptur buli intraperitoneal + fraktur rami pubis bilateral + fraktur femur bilateral.


(32)

3.4Pemeriksaan

3.4.1Hasil Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pasien pada saat awal masuk RSUP H. Adam malik: Keadaan Umum :

-Kesadaran: Compos Mentis (CM) -Tekanan Darah (TD) 110/70 mmHg -Nadi: 84 x / menit

-Pernafasan: 22 x / menit -Temperatur : 36,40 Pemeriksaan Fisik: :

C

-Abdomen : nyeri tekan bagian bawah. -Ekstremitas : Superior: dalam batas normal

Inferior: (L) open fracture femur + (R) closed fracture femur.

Tabel 3.1 Pemeriksaan fisik

Tanggal Sensorium TD

(mmHg)

HR (x/menit)

RR (x/menit)

T (°C)

21/04 Compos Mentis 110/70 80 19 37,8

22/04 Compos Mentis 110/70 80 19 38

23/04 Compos Mentis 120/80 75 20 37

24/04 Compos Mentis 120/80 83 20 37

25/04 Compos Mentis 120/80 83 20 36,5

26/04 Compos Mentis 120/80 85 18 36,7


(33)

28/04 Compos Mentis 110/70 80 20 36,6

29/04 Compos Mentis 110/70 80 20 36

30/04 Compos Mentis 120/80 75 20 37,6

3.4.2Pemeriksaan penunjang

Selama dirawat di RSUP H. Adam Malik, pasien telah menjalani pemeriksaan yaitu pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pendukung untuk menunjang tepatnya diagnosis berupa pemeriksaan laboratorium patologi klinik yang meliputi hematologi, hati, ginjal, pemeriksaan radiologi, sistogram dan pemeriksaan mikrobiologi.


(34)

Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik

Uji laboratorium patologi kinik selama pasien dirawat di RSUP H. Adam Malik:

Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik

Jenis Pemeriksaan Satuan Nilai

Rujukan

Tanggal

18/04 19/04 21/04 22/04 29/04

HEMATOLOGI Darah Lengkap

Hemoglobin g % 13,2-17,3 9,10 9,30 10,00 12.40

Eritrosit (RCB) 106/mm3 4,20-4,87 2,97 3,13 3,39 4,18

Leukosit (WBC) 106/mm3 4,5-11,0 17,07 16,09 11,78 11,94

Hematokrit % 43-49 24,8 26,60 28,50 36,10

Trombosit (PLT) 106/mm3 150-450 122 106 106 349

MCV fL 85-95 83,50 85,00 84,10 86,40

MCH Pg 28-32 30,60 29,70 29,50 29,70

MCC g% 33-35 36,70 35,00 35,10 34,30

RDW % 11,6-14,8 12,80 13,10 13,00 13,30

MPV fL 7,0-10,2 9,20 9,70 10,30 8,40


(35)

PDW fL 10,4 11,0 12,1 8,7

Neutrofil % 37-80 87,40 81,30 82,70 87,80

Limfosit % 20-40 5,70 9,40 7,40 5,60

Monosit % 2-8 6,90 9,00 7,20 5,70

Eosinofil % 1-6 0,00 0,30 2,70 0,80

Basofil % 0-1 0,000 0,000 0,000 0,100

Neutrofil Absolut 103/µl 2,7-6,5 6,18 4,95 8,10 9,61

Limfosit Absolut 103/µl 1,5-3,7 0,40 0,57 0,72 0,61

Monosit Absolut 103/µl 0,2-0,4 0,49 0,55 0,70 0,62

Eosinofil Absolut 103/µl 0-0,1 0,00 0,02 0,26 0,09

Basofil Absolut 103/µl 0-0,1 0,00 0,00 0,00 0,01

KIMIA KLINIK HATI

Albumin g/dL 3,5-5,0 3,1 2,5 2,4

Metabolisme Karboidrat Glukosa darah sewaktu

mg/dL < 200 107,20

GINJAL

Ureum mg/dL <50 136,10 24,00 22,10

Kreatinin mg/dL 0,70-1,20 3,48 0,69 0,72

ELEKTROLIT

Natrium (Na) mEq/L 135-155 136 137

Kalium (K) mEq/L 3,6-5,5 4,8 5,1

Klorida (Cl) mEq/L 96-106 106 98


(36)

Pasien selama dirawat di RSUP H.Adam Malik Medan menerima obat-obatan sesuai dengan daftar obat yang tercantum dalam FORNAS untuk pasien BPJS. Obat-obat yang diberikan selama rawat inap, Penulis melakukan pemantauan pada tanggal 21April 2014 sampai 30 April 2014. Obat-obat yang digunakan pasien selama terapi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.4Daftar obat-obatan yang digunakan Pasien di RSUP H. Adam Malik

Tgl. Jenis Obat Sediaan Dosis Sehari Route

Bentuk Kekuatan 21

April 2014

IVFD NaCl 0,9% Inj. Ceftriaxone Inj. Ranitidine Inj. Ketorolak Inj Asam traneksamat Paracetamol Novalgin® Infus Injeksi Injeksi Injeksi Injeksi Tablet Injeksi

500 ml/ botol 1 g/ vial 50 mg/ampul 30 mg/ampul 500 mg/ampul

500 mg/tablet

1g/ampul

20 gtt/ menit 1 gr/ 12 jam 50 mg/ 12 jam

30 mg/ 8 jam 500 mg/12 jam

3x500mg jika T>37,5°C 1 ampul jika

T> 38°C IV IV IV IV IV PO IV 22 April 2014

IVFD NaCl 0,9% Inj. Ceftriaxone Inj. Ranitidine Inj. Ketorolak Inj Asam traneksamat Infus Injeksi Injeksi Injeksi Injeksi

500 ml/ botol 1 g/ vial 50 mg/ampul 30 mg/ampul 500 mg/ampul

20 gtt/ menit 1 gr/ 12 jam 50 mg/ 12 jam

30 mg/ 8 jam 500 mg/12 jam

IV IV IV IV IV


(37)

Paracetamol

Tablet 500 mg/tablet 3x500 mg

PO

23 April

2014

IVFD NaCl 0,9% Inj. Ceftriaxone Inj. Ranitidine Paracetamol Infus Injeksi Injeksi Tablet

500 ml/ botol 1 g/ vial 50 mg/ampul 500 mg/tablet

20 gtt/ menit 1 gr/ 12 jam 50 mg/ 12 jam

3x500 mg IV IV IV PO 24 April 2014

IVFD NaCl 0,9% Inj. Ceftriaxone Inj. Ranitidine Paracetamol Infus Injeksi Injeksi Tablet

500 ml/ botol 1 g/ vial 50 mg/ampul 500 mg/tablet

20 gtt/ menit 1 gr/ 12 jam 50 mg/ 12 jam

3x500 mg IV IV IV PO 25 April 2014

IVFD NaCl 0,9% Inj. Ceftriaxone Inj. Ranitidine Paracetamol Infus Injeksi Injeksi Tablet

500 ml/ botol 1 g/ vial 50 mg/ampul 500 mg/tablet

20 gtt/ menit 1 gr/ 12 jam 50 mg/ 12 jam

3x500 mg IV IV IV PO 26 April 2014

IVFD NaCl 0,9% Inj. Ceftriaxone Inj. Ranitidine Paracetamol Infus Injeksi Injeksi Tablet

500 ml/ botol 1 g/ vial 50 mg/ampul 500 mg/tablet

20 gtt/ menit 1 gr/ 12 jam 50 mg/ 12 jam

3x500 mg IV IV IV PO 27 April 2014

IVFD NaCl 0,9% Inj. Ceftriaxone Inj. Ranitidine Inj. Ketorolak Infus Injeksi Injeksi Injeksi

500 ml/ botol 1 g/ vial 50 mg/ampul 30 mg/ampul

20 gtt/ menit 1 gr/ 12 jam 50 mg/ 12 jam

30 mg/ 8 jam

IV IV IV IV


(38)

28 April

2014

IVFD NaCl 0,9% Inj. Ceftriaxone Inj. Ranitidine Inj. Ketorolak Infus Injeksi Injeksi Injeksi

500 ml/ botol 1 g/ vial 50 mg/ampul 30 mg/ampul

20 gtt/ menit 1 gr/ 12 jam 50 mg/ 12 jam

30 mg/ 8 jam

IV IV IV IV 29 April 2014

IVFD NaCl 0,9% Inj. Ceftriaxone Inj. Ranitidine Inj. Ketorolak Drip Metronidazole Inj. Gentamicin Plasbumin® Infus 20% Injeksi Injeksi Injeksi Infus Injeksi infus

500 ml/ botol 1 g/ vial 50 mg/ampul 30 mg/ampul 500mg/botol 40 mg/ampul 100 cc/botol

20 gtt/ menit 1 gr/ 12 jam 50 mg/ 12 jam

30 mg/ 8 jam 500 mg/8 jam

80 mg/8 jam 1 Botol IV IV IV IV IV IV IV 30 April 2014

IVFD NaCl 0,9% Inj. Ceftriaxone Inj. Ranitidine Inj. Ketorolak Drip Metronidazole Inj. Gentamicin Plasbumin® Infus 20% Injeksi Injeksi Injeksi Infus Injeksi infus

500 ml/ botol 1 g/ vial 50 mg/ampul 30 mg/ampul 500mg/botol 40 mg/ampul

50 cc/botol

20 gtt/ menit 1 gr/ 12 jam 50 mg/ 12 jam

1 amp/ 8 jam 500 mg/8 jam

80 mg/8 jam 1 Botol IV IV IV IV IV IV IV


(39)

BAB IV PEMBAHASAN

Pasien masuk ke RS H. Adam Malik melalui IGD pada tanggal 18 April 2014 dengan keluhan utama nyeri perut + tungkai tidak bisa digerakkan (nyeri skala 6). Hal ini dialami pasien ± 4 hari selama di rawat di RS lain karena pasien mengalami kecelakaan lalu lintas.Pasien merupakan rujukan dari RSUD Padang Sidempuan. Diagnosa dari rumah sakit tersebut adalah blunt abdomen ijury + fraktur pelvix + closed (R) femur fracture + open (L) femur fracture. BAB (-) sejak 2 hari lalu, BAK (+), hematuria (+) sejak 2 hari lalu.

Pasien melakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium patologi dan pemeriksaan radiologi, hasil diagnose dokter adalah ruptur buli intraperitoneal + fractur rami pubis bilateral + fraktur femur bilateral. Pasien menjalani operasi explorasi laparotomy + repair buli pada tanggal 19 April 2014 pukul 03.30 wib sampai 05.40 wib. Setelah melakukan operasi, pasien dibawa ke ruang pemulihan dan selanjutnya pasien di bawa kebagian rawat inap di Rindu B3 (RB3).

Penulis melakukan pemantauan terapi obat, mengedukasi pasien untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap penggunaan obat dan komunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya untuk memberikan kualitas pengobatan yang terbaik mulai dari tanggal 21 April 2014 sampai tanggal 30 April 2014.


(40)

4.1 Pembahasan Tanggal 21 April 2014

Berikut ini catatan rekomendasi tertulis yang ditulis dokter dalam catatan terintegrasi dalam rekam medis pasien berupa format SOAP (Subjektif, Objektif, Assessment, Planning) sebagai berikut:

Subjek(S) = demam : 37,8 °C. Skala nyeri 5. Objektif (O) = TD : 110/70 mmHg

HR : 80x/menit RR : 19x/menit

Assessment (A) = Ruptur buli intraperitoneal post explorasi laparatomy + repair buli H+2.

- Fractur rami pubis bilateral - Fraktur femur bilateral

Planning (P) = Ditunjukan pada Tabel 4.1 di bawah ini

Tabel 4.1 Daftar Obat-Obat yang Digunakan pada Tanggal 21 April 2014

Tanggal Jenis Obat Sediaan Dosis Sehari Rout

e Bentuk Kekuatan

21 April 2014

IVFD NaCl 0,9% Inj. Ceftriaxone Inj. Ranitidine Inj. Ketorolak Inj. Asam traneksamat Paracetamol Inj. Novalgin Infus ® Injeksi Injeksi Injeksi Injeksi Tablet Injeksi

500 ml/ botol 1000 mg/ vial 50 mg/ampul 30 mg/ampul 500 mg/ampul 500 mg/tablet 1000 mg/ampul

20 gtt/ menit

1000 mg/12 jam

50 mg/ 12 jam 1 amp/ 8 jam 40 mg/12 jam 500 mg/8 jam 1 ampul jika T> 38°C IV IV IV IV IV PO IV


(41)

4.3.1 Pengkajian Tepat Pasien

Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan seperti pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan radiologi, dokter mendiagnosa pasien menderita penyakit ruptur buli intraperitoneal + fraktur rami pubis bilateral + fraktur femur bilateral.

Pemeriksaan fisik diketahui adanya nyeri tekan bagian bawah perut, hematuri (+), adanya (L) open fracture femur + (R) closed fracture femur di bagian inferior. Pada pemeriksaan laboratorium kadar leukosit, neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil menunjukkan adanya infeksi. Pemeriksaan pendukung lainnya adalah sistograf yang menunjukkan adanya ruptur buli intraperitoneal.

4.3.2 Pengkajian Tepat Indikasi

Pasien diberikan NaCl 0,9%. Cairan infus tersebut mengandung elektrolit yang merupakan bahan utama dalam terapi penggantian (terapi yang penting untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh) (Dianne, 2005). Selain itu pemberian infus bertujuan sebagai media tempat penyuntikan obat. Jadi, infus NaCl 0,9% merupakan tepat indikasi.

Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang yang dapat mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negative (Trissels, 2009). Maka penggunaan ceftriakson sudah tepat indikasi.


(42)

Pemberian injeksi Ranitidin sudah tepat obat bekerja dengan menghambat reseptor H2 yang merangsang sekresi asam lambung. Ranitidin juga diberikan pada terapi menggunakan NSAID sebagai profilaksis untuk mencegah ulser duodenal (MC.Evoy, 2005). Ranitidin tepat diberikan sebagai obat untuk mencegah gangguan lambung akibat pemakaian obat NSAID.

Pemberian injeksi Ketorolac sudah tepat indikasi, ketorolak sebagai analgetik antiinflamasi non-steroid yang digunakan untuk mengatasi nyeri akut sampai berat (Trissels, 2009).

Asam traneksamat merupakan competitive inhibitor dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah lain, oleh karena itu asam traneksamat dapat digunakan untuk membantu mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis yang berlebihan (Tjay, 2007). Injeksi asam traneksamat sudah tepat indikasi untuk menghentikan pendarahan.

Parasetamol dianggap sebagai zat analgetik dan antipiretik yang paling aman, juga untuk swamedikasi atau pengobatan mandiri (Tjay, 2007). Pemberian Parasetamol pada pasien sudah tepat indikasi.

Novalgin®

4.3.3 Pengkajian Tepat Obat

mengandung natrium metamizole merupakan derivat dari aminofenazone yang berkhasiat analgesik, antipiretik dan antiradang (Tjay, 2007). Novalgin tepat indikasi.

Pemberian IVFD NaCl 0,9% tepat obat untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pasien. Larutan NaCl 0,9% ini digunakan juga sebagai


(43)

pembawa untuk obat lain. Larutan NaCL 0,9% tidak berinteraksi dengan obat yang diberikan. Jadi pemberian NaCl 0,9% sudah tepat obat.

Ceftriaxone adalah antibiotik golongan sefalosporin spectrum luas terhadap bakteri gram positif dan negatif. Tes hasil laboratorium pasien pada tanggal 19 April 2014 menunjukkan kadar leukosit, neutrofil dan limfosit diatas normal, artinya pasien mengalami infeksi. Tapi penggunaan ceftriaxone tidak tepat obat karena tidak disertai dengan uji kultur untuk mengetahui antibiotik yang sensitif.

Pemberian Injeksi Ranitidin sudah tepat obat sebagai Anti Histamin Penghambat Reseptor H2 (AH2) untuk mencegah hipersekresi asam lambung serta mencegah gangguan lambung akibat pemakaian obat NSAID. Pasien menggunakan obat NSAID, jadi pemberian ranitidin sudah tepat obat.

Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan segera setelah operasi. Pemberian ketorolac pada pasien tepat obat karena pasien baru melakukan operasi pada tanggal 19 April 2014.

Asam traneksamat adalah obat antifibrinolitik yang menghambat penghancuran koagulan dari fibrin. Injeksi asam traneksamat tepat obat untuk menghentikan pendarahan pendarahan setelah operasi.

Pemberian parasetamol sudah tepat obat karena suhu tubuh pasien 37,6°C yang menunjukkan bahwa pasien deman. Parasetamol merupakan analgetik, antipiretik dan anti inflamasi yang paling aman digunakan.


(44)

Novalgin® merupakan analgetik, antipiretik dan anti inflamasi. Novalgin dapat digunakan sebagai analgetik. Namun dalam hal ini pasien sudah mendapatkan ketorolak sebagai analgetik sehingga pemberian novalgin tidak diperlukan. Jadi pemberian novalgin tidak tepat obat.

4.3.4 Pengkajian Tepat Dosis

Sesuai dengan tanggung jawabnya untuk menjamin tercapainya penggunaan dan pengelolaan obat secara rasional maka seorang farmasis perlu melakukan pengkajian obat dalam hal ketepatan dosis. Ketepatan dosis meliputi ketepatan cara pemberian, lama pemberian, saat pemberian dan interval dosis. Ketepatan dosis dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Dosis obat-obatan yang digunakan pasien pada tanggal 21 April 2014

Jenis obat Sediaan Rejimen Dosis Rute

Pemb erian

Interval pemberian Lama

Pemberian

Bentuk Kekuatan

IVFD NaCl 0,9%

Infus 500

mL/botol

2,5 mL/kg BB/jam

i.v Karena digunakan

sebagai jalan obat maka tetap digunakan selama penggunaan obat iv lainnya

Sebelum pengguna-an obat i.v lainnya

Ceftriaxon Injeksi 1000 mg Dosis lazim

BB>50 kg 1 – 2 g/ hari

i.v 12 jam 7-14 hari

Ranitidin Injeksi 50 mg/

ampul

Dosis lazim untuk dewasa 50 mg setiap 12 jam

i.v Setiap 6-8 jam atau bila diperlukan

Tidak lebih dari 2 minggu

Ketorolak Injeksi 30 mg/

ampul

30-60 mg/sekali pakai

i.v Setiap 8 jam atau bila diperlukan

Tidak lebih dari 5 hari


(45)

Perhitungan dosis Tanggal 21 April 2014 1. IVFD NaCl 0,9%

IVFD NaCl 0,9% berbentuk infus dengan kekuatan sediaan 500 mL/botol. Dosis Infus NaCl 0,9% adalah 2,5 mL/kg BB/jam. Dalam hal ini, infus NaCl 0,9% hanya digunakan sebagai pelengkap elektrolit pasien dan jalan obat sehingga tidak diperlukan perhitungan dosis. Dosis yang diberikan dianggap tepat.

2. Ceftriaxon

Dosis lazim BB>50 kg yaitu 1000-2000 mg/hari(McEvoy, 2011). Dosis 1 x pakai yang diberikan : 1000 mg

Dosis 1 hari yang diberikan : 1000 mg x 2 = 2000 mg (Tepat Dosis). 3. Ranitidin

Dosis lazim untuk dewasa 50 mg setiap 6-8 jam, maksimum 400 mg/hari(McEvoy, 2011).

Asam traneksama t

Injeksi 500 mg/ampul

0,5-1 g, 2 -3x /hari.

i.v Setiap 12 jam 2-8 hari

Paracetamo l

Tablet 500 mg/tablet

500 mg, 3x sehari

po Setiap 8 jam 10 hari

Novalgin® Injeksi 1000

mg/ampul

0,5-4 g/hari i.v Jika demam >38°C Jika


(46)

Dosis 1 x pakai yang diberikan : 50 mg

Dosis 1 hari yang diberikan : 50 mg x 2 = 100 mg (Tepat Dosis). 4. Ketorolak

Dosis lazim yaitu 30 mg tiap 6 jam, maksimal 120 mg/hari (McEvoy, 2011).

Dosis 1 x pakai yang diberikan : 30 mg

Dosis 1 hari yang diberikan : 30 x 3 = 90 mg (Tepat Dosis)

5. Asam traneksamat

Dosis lazim yaitu 0,5-1 g, 2-3 x/hari (Ganiswarna, 1995) Dosis 1 x pakai yang diberikan: 500 mg

Dosis 1 hari yang diberikan: 500 mg x 2= 1000 mg (Tepat Dosis) 6. Paracetamol

Dosis lazim : 500 mg tiap 3-4 x/hari (Tjay, 2007). Dosis 1 x pakai yang diberikan: 500 mg

Dosis 1 hari yang diberikan: 500 mg x 3= 1500 mg (Tepat Dosis) 7. Novalgin

Dosis lazim : 0,5-4 g, 3-4 dosis (Tjay, 2007). ®

Dosis 1 x pakai yang diberikan: 1 g

Dosis 1 hari yang diberikan: jika demam > 38°C, 1 ampul (Tepat Dosis) 4.3.5 Pengkajian Waspada Efek Samping


(47)

Setiap obat memiliki efek samping dan interaksi obat yang tidak diinginkan dalam terapi sehingga pengkajian terhadap efek samping dan interaksi obat oleh apoteker menjadi sangat penting untuk membantu dalam mengoptimalkan terapi pasien. Efek samping dan interaksi obat dari IVFD RL, Ceftriaxone, Ranitidin, ketorolac, asam traneksamat, paracetamol, dan novalgin® yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3Efek Samping dan Interaksi Obat Tanggal 21 April 2014

Jenis Obat Efek Samping Interaksi obat

IVFD NaCl 0,9%

Komplikasi lokal biasanya dapat dilihat pada atau disekitar lokasi penyisipan atau terjadi sebagai hasil

kegagalan mekanis. Obat-Hasil lab:

Tidak ada obat yang berinteraksi

Obat-MakananMinuman : Hindari penggunaan ketorolac, paracetamol,

novalgin (NSAID)

dengan alcohol karena akan meningkatkan efek samping (hepatotoksik) dari ketorolac

Obat-Obatan :

• Tidak ada interaksi yang terjadi antara obat ivfd NaCl, cefriaxon, ranitidine, ketorolac, paraceamol, novalgin,

Injeksi Ceftriaxone

Gangguan gastrointestinal, reaksi kulit, sakit kepala, pusing, dan nyeri di tempat suntikan (Tatro, 2003).

Injeksi Ranitidin

Aritmia, bradikardia, sakit kepala, fatigue, pusing, insomnia, halusinasi, depresi, rash, mual, diare, konstipasi, agranulositosis (Tatro, 2003).

Injeksi Ketorolak

Gangguan gastrointestinal, pendarahan, dan perforasi gastrointestinal, pendarahan pasca operasi, gagal ginjal akut, reaksi anafilaktoid, gagal hati (Tatro, 2003).

Injeksi Asam traneksamat

Gangguan gastrointestinal, sakit kepala, hipotensi, pusing

Paracetamol Reaksi alergi kulit, kerusakan ginjal (dosis besar &


(48)

Injeksi Novalgin

Agranulositosis, pembengkakan pada wajah, gatal, rasa tertekan pada dada, takikardi, rasa dingin pada ekstremitas (Tatro, 2003).

®

asam traneksamat.

4.3.6 Kesimpulan

a. Lembar PPOSR (terlampir) b. Rekomendasi Dokter

Rekomendasi untuk dokter mengenai terapi pasien yang dipantau meliputi pengkajian dan perencanaan.

Diagnosis : ruptur buli intraperitoneal post laparatomy + repair buli (H+2) + fraktur rami pubis bilateral + fraktur femur bilateral.

Subjektif : demam : 37,8 °C. Skala nyeri 5.

Objektif (O) : TD : 110/70 mmHg, HR : 80x/menit, RR: 19x/menit.

Assessment:

Masalah 1. Pemberian injeksi cefriaxson belum dilakukan uji kultur, sehingga belum diketahui antibiotic ini sensitive atau resisten terhadap pasien.

Masalah 2. Penggunaan analgetik pada hari ini terlalu banyak diresepkan yakni ketorolak, paracetamol dan novalgin®

Planning (P):

.


(49)

b. Mendiskusikan kepada dokter tentang pemilihan analgetik yang tepat sesuai kebutuhan pasien. (Dokter ternyata menghentikan pemberian paracetamol dan menggantikannya dengan injeksi novalgin).

c. Rekomendasi Perawat

- Pemberian antibiotik harus sesuai jadwal untuk mencegah resistensi.

- Agar obat disimpan dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk dan kering.

d. Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien

Tabel 4.4Konseling, Informasidan Edukasi Pasien Tanggal 21 April 2014

No Nama Obat PIO

1 IVFD NaCl 0,9% Jika terjadi pembengkakan, gatal dan memerah pada tempat pemberian cairan intra vena, segera hubungi dokter atau perawat

2 Injeksi

Ceftriaxone

Merupakan obat antibiotic (anti kuman/anti bakteri) Jika terjadi reaksi efek samping seperti diare, mual dan muntah, sakit pada tempat suntikan, rash dan pruritus segera hubungi dokter (Tatro, 2003).

3 Injeksi Ketorolak Merupakan obat penghilang rasa nyeri

Instruksikan agar tidak meminum alkohol, aspirin atau obat gol. AINS yang lain (Tatro, 2003).


(50)

4 Injeksi Ranitidin Merupakan obat untuk lambung atau antasida.

jika terjadi reaksi efek samping seperti nyeri otot, pusing, dan reaksi kulit, segera hubungi dokter atau apoteker

5 Injeksi Asam

traneksamat

Sebagai obat anti pendarahan.Jika terjadi efek samping, segera laporkan ke dokter.

6 Parasetamol Jangan minum obat melebihi dosis yang di anjurkan. Selama

pengobatan jangan mengkonsumsi alkohol karena dapat meningkatkan resiko kerusakan fungsi hati

7 Injeksi Novalgin® Selama pengobatan jangan mengkonsumsi alkohol.

4.2 Pembahasan Tanggal 22 April 2014

Berikut ini catatan rekomendasi tertulis yang ditulis dokter dalam catatan terintegrasi dalam rekam medis pasien berupa format SOAP (Subjektif, Objektif, Assessment, Planning) sebagai berikut:

Subjek(S) = demam (+). Skala nyeri 5. Objektif (O) = Suhu: 37,6°C


(51)

TD : 110/70 mmHg HR : 80x/menit RR : 19x/menit

Assessment (A) = Ruptur buli intraperitoneal post expiorasi laparatomy + repair buli H+3.

- Fraktur rami pubis bilateral - Fraktur femur bilateral

Planning (P) = Ditunjukan pada Tabel 4.5 di bawah ini

Tabel 4.5 Daftar Obat-Obat yang Digunakan pada Tanggal 22 April 2014

Tanggal Jenis Obat Sediaan Dosis Sehari Route

Bentuk Kekuatan 22 April

2014

IVFD NaCl 0,9% Inj. Ceftriaxone Inj. Ranitidine Inj. Ketorolak Inj. Asam traneksamat Paracetamol Infus Injeksi Injeksi Injeksi Injeksi Tablet

500 ml/ botol 1 g/ vial 50 mg/ampul 30 mg/ampul 500 mg/ampul 500 mg/tablet

20 gtt/ menit 1 gr/ 12 jam 50 mg/ 12 jam 30 mg/ 8 jam 500 mg/12 jam 500 mg/8 jam

IV IV IV IV IV PO

4.2.1 Pengkajian Tepat Pasien

Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan seperti pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan radiologi,


(52)

dokter mendiagnosa pasien menderita penyakit ruptur buli intraperitoneal + fraktur rami pubis bilateral + fraktur femur bilateral sudah tepat pasien.

4.2.2 Pengkajian Tepat Indikasi

Pasien diberikan NaCl 0,9%. Cairan infus tersebut mengandung elektrolit yang merupakan bahan utama dalam terapi penggantian (terapi yang penting untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh) (Dianne, 2005). Selain itu pemberian infus bertujuan sebagai media tempat penyuntikan obat. Jadi, infus NaCl 0,9% merupakan tepat indikasi.

Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang yang dapat mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negative (Trissels, 2009). Maka penggunaan ceftriakson sudah tepat indikasi.

Pemberian injeksi Ranitidin sudah tepat indikasi, bekerja dengan menghambat reseptor H2 yang merangsang sekresi asam lambung. . Ranitidin juga diberikan pada terapi menggunakan NSAID sebagai profilaksis untuk mencegah ulser duodenal (MC.Evoy, 2005). Ranitidin tepat diberikan sebagai obat untuk mencegah gangguan lambung akibat pemakaian obat NSAID.

Pemberian injeksi Ketorolak tepat indikasi, ketorolak sebagai analgetik antiinflamasi non-steroid yang digunakan untuk mengatasi nyeri akut sampai berat (Trissels, 2011).

Asam traneksamat adalah obat antifibrinolitik yang menghambat penghancuran koagulan dari fibrin. Injeksi asam traneksamat tepat indikasi untuk menghentikan pendarahan. Pasien pada tanggal 19 April 2014


(53)

melakukan operasi laparatomy + repair buli. Pemberian asam traneksamat tepat indikasi.

Parasetamol dianggap sebagai zat analgetik dan antipiretik yang paling aman, juga untuk swamedikasi atau pengobatan mandiri (Tjay, 2007). Pemberian Parasetamol pada pasien sudah tepat indikasi.

4.2.3 Pengkajian Tepat Obat

Pemberian IVFD NaCl 0,9% tepat obat untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pasien. Larutan NaCl 0,9% ini digunakan juga sebagai pembawa untuk obat lain. Jadi pemberian NaCl 0,9% sudah tepat obat.

Ceftriaxone adalah antibiotik golongan sefalosporin spectrum luas terhadap bakteri gram positif dan negatif. Tes hasil laboratorium pasien pada tanggal 19 April 2014 menunjukkan kadar leukosit, neutrofil dan limfosit diatas normal, artinya pasien mengalami infeksi. Tapi penggunaan ceftriaxone tidak tepat obat karena tidak disertai dengan uji kultur untuk mengetahui antibiotik yang sensitif.

Pemberian Injeksi Ranitidin sudah tepat obat sebagai Anti Histamin Penghambat Reseptor H2 (AH2) untuk mencegah hipersekresi asam lambung. Stress selama di rumah sakit dapat menyebabkan peningkatan asam lambung serta untuk mencegah gangguan lambung akibat pemakaian obat NSAID. Jadi pemberian ranitidin sudah tepat obat.

Ketorolak diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai berat (skala 4-8). Pemberian ketorolac pada pasien sudah tepat obat karena skala nyeri pasien 5.


(54)

Asam traneksamat adalah obat antifibrinolitik yang menghambat penghancuran koagulan dari fibrin. Injeksi asam traneksamat tepat obat untuk menghentikan pendarahan pendarahan setelah operasi.

Pemberian parasetamol sudah tepat obat karena suhu tubuh pasien 37,6°C yang menunjukkan bahwa pasien deman. Parasetamol merupakan analgetik, antipiretik dan anti inflamasi yang paling aman digunakan.

4.2.4 Pengkajian Tepat Dosis

Sesuai dengan tanggung jawabnya untuk menjamin tercapainya penggunaan dan pengelolaan obat secara rasional maka seorang farmasis perlu melakukan pengkajian obat dalam hal ketepatan dosis. Ketepatan dosis meliputi ketepatan cara pemberian, lama pemberian, saat pemberian dan interval dosis. Ketepatan dosis dapat dilihat pada tabel 4.6.

Jenis obat Sediaan Rejimen Dosis Rute

Pemb erian

Interval pemberian Lama

Pemberian


(55)

Tabel 4.6 Dosis obat-obatan yang digunakan pasien pada tanggal 22 April 2014

Perhitungan dosis Tanggal 22 April 2014 1. Ceftriaxon

Dosis lazim BB>50 kg yaitu 1000-2000 mg/hari (McEvoy, 2011). Dosis 1 x pakai yang diberikan : 1000 mg

Dosis 1 hari yang diberikan : 1000 mg x 2 = 2000 mg (Tepat Dosis). 2. Ranitidin

Dosis lazim untuk dewasa 50 mg setiap 6-8 jam, maksimum 400 mg/hari (McEvoy, 2011).

Dosis 1 x pakai yang diberikan : 50 mg

Dosis 1 hari yang diberikan : 50 mg x 2 = 100 mg (Tepat Dosis). IVFD NaCl

0,9%

Infus 500

mL/botol

2,5 mL/kg BB/jam

i.v Karena digunakan sebagai jalan obat maka tetap digunakan selama penggunaan obat iv lainnya

Sebelum pengguna-an obat i.v lainnya

Ceftriaxon Injeksi 1000 mg Dosis lazim

BB>50 kg 1 – 2 g/ hari

i.v 12 jam 7-14 hari

Ranitidin Injeksi 50 mg/

ampul

Dosis lazim untuk dewasa 50 mg setiap 12 jam

i.v Setiap 6-8 jam atau bila diperlukan

Tidak lebih dari 2 minggu

Ketorolak Injeksi 30 mg/

ampul

30-60 mg/sekali pakai

i.v Setiap 8 jam atau bila diperlukan

Tidak lebih dari 5 hari

Asam traneksama t

Injeksi 500 mg/ampu l

0,5-1 g, 2 -3x /hari.

i.v Setiap 12 jam 2-8 hari

Paracetamo l

Tablet 500 mg/tablet


(56)

3. Ketorolak

Dosis lazim yaitu 30 mg tiap 6 jam, maksimal 120 mg/hari (McEvoy,2011).

Dosis 1 x pakai yang diberikan : 30 mg

Dosis 1 hari yang diberikan : 30 x 3 = 90 mg (Tepat Dosis) 4. Asam traneksamat

Dosis lazim yaitu 0,5-1 g, 2-3 x/hari (Ganiswarna, 1995) Dosis 1 x pakai yang diberikan: 500 mg

Dosis 1 hari yang diberikan: 500 mg x 2= 1000 mg (Tepat Dosis) 5. Paracetamol

Dosis lazim : 500 mg tiap 3-4 x/hari (Tjay, 2007). Dosis 1 x pakai yang diberikan: 500 mg

Dosis 1 hari yang diberikan: 500 mg x 3= 1500 mg (Tepat Dosis)

4.2.5 Pengkajian Waspada Efek Samping

Setiap obat memiliki efek samping dan interaksi obat yang tidak diinginkan dalam terapi sehingga pengkajian terhadap efek samping dan interaksi obat oleh apoteker menjadi sangat penting untuk membantu dalam mengoptimalkan terapi pasien. Efek samping dan interaksi obat dari IVFD RL, Ceftriaxone, Ranitidin, ketorolak, asam traneksamat, paracetamol, yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.7.


(57)

Tabel 4.7Efek Samping dan Interaksi Obat Tanggal 22 April 2014

Jenis Obat Efek Samping Interaksi obat

IVFD NaCl 0,9%

Komplikasi lokal biasanya dapat dilihat pada atau disekitar lokasi penyisipan atau terjadi sebagai hasil

kegagalan mekanis. Obat-Hasil lab:

Tidak ada obat yang berinteraksi

Obat-MakananMinuman : Hindari penggunaan ketorolac, paracetamol,

novalgin (NSAID)

dengan alcohol karena akan meningkatkan efek samping (hepatotoksik) dari ketorolac

Obat-Obatan :

• Tidak ada interaksi yang terjadi antara obat ivfd NaCl, cefriaxon, ranitidine, ketorolac, paraceamol, novalgin, asam traneksamat.

Injeksi Ceftriaxone

Gangguan gastrointestinal, reaksi kulit, sakit kepala, pusing, dan nyeri di tempat suntikan(Tatro, 2003).

Injeksi Ranitidin

Aritmia, bradikardia, sakit kepala, fatigue, pusing, insomnia, halusinasi, depresi, rash, mual, diare, konstipasi, agranulositosis (Tatro, 2003)..

Injeksi Ketorolak

Gangguan gastrointestinal, pendarahan, dan perforasi gastrointestinal, pendarahan pasca operasi, gagal ginjal akut, reaksi anafilaktoid, gagal hati (Tatro, 2003).

Injeksi Asam traneksamat

Gangguan gastrointestinal, sakit kepala, hipotensi, pusing.

Paracetamol Reaksi alergi kulit, kerusakan ginjal (dosis besar &

lama).

4.2.6 Kesimpulan

a. Lembar PPOSR (terlampir) b. Rekomendasi Dokter

Rekomendasi untuk dokter mengenai terapi pasien yang dipantau meliputi pengkajian dan perencanaan.

Diagnosis : ruptur buli intraperitoneal post laparatomy + repair buli (H+3) + frakture rami pubis bilateral + frakture femur bilateral. Subjektif : demam : 37,6 °C, skala nyeri 5.


(58)

Assessment:

Masalah 1. Pemberian injeksi cefriaxson belum dilakukan uji kultur, sehingga belum diketahui antibiotic ini sensitive atau resisten terhadap pasien.

Planning (P):

1. Dilakukan uji kultur untuk menetapkan antibiotik yang tepat untuk pasien.

c. Rekomendasi Perawat

- Pemberian antibiotik harus sesuai jadwal untuk mencegah resistensi.

- Agar obat disimpan dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk dan kering.

d. Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien

Tabel 4.8Konseling, Informasidan Edukasi Pasien Tanggal 22 April 2014

No Nama Obat PIO

1 IVFD NaCl

0,9 %

Jika terjadi pembengkakan, gatal dan memerah pada tempat pemberian cairan intra vena, segera hubungi dokter atau perawat.

2 Injeksi

Ceftriaxone

Merupakan obat antibiotic (anti kuman/anti bakteri)

Jika terjadi reaksi efek samping seperti diare, mual dan muntah, sakit pada tempat suntikan, rash dan pruritus segera hubungi dokter

3 Injeksi

Ketorolac

Merupakan obat penghilang rasa nyeri

Instruksikan agar tidak meminum alkohol, aspirin atau obat gol. AINS yang lain

4 Injeksi

Ranitidin

Merupakan obat untuk lambung atau antasida.

jika terjadi reaksi efek samping seperti nyeri otot, pusing, dan reaksi kulit, segera hubungi dokter.

5 Injeksi Asam

traneksamat

Sebagai obat anti pendarahan.Jika terjadi efek samping, segera laporkan ke dokter.


(59)

6 Parasetamol Jangan minum obat melebihi dosis yang di anjurkan. Selama pengobatan jangan mengkonsumsi alkohol karena dapat meningkatkan resiko kerusakan fungsi hati.

4.3 Pembahasan Tanggal 23-26 April 2014

Berikut ini catatan rekomendasi tertulis yang ditulis dokter dalam catatan terintegrasi dalam rekam medis pasien berupa format SOAP (Subjektif, Objektif, Assessment, Planning) sebagai berikut:

Subjek(S) = demam (-). Skala nyeri 3. Objektif (O) = TD : 120/80 mmHg

HR : 83x/menit RR : 20x/menit

Assessment (A) = Ruptur buli intraperitoneal post expiorasi laparatomy + repair buli H+ (4-7)

- Fractur rami pubis bilateral - Fraktur femur bilateral

Planning (P) = Ditunjukan pada Tabel 4.9 di bawah ini

Tabel 4.9 Daftar Obat-Obat yang Digunakan pada Tanggal 23-26 April 2014

Tanggal Jenis Obat Sediaan Dosis Sehari Route

Bentuk Kekuatan 23-26

April 2014

IVFD NaCl 0,9% Inj. Ceftriaxone Inj. Ranitidine

Infus Injeksi Injeksi

500 ml/ botol 1 g/ vial 50 mg/ampul

20 gtt/ menit 1 gr/ 12 jam 50 mg/ 12 jam

IV IV IV


(60)

Paracetamol Tablet 500 mg/tablet 500 mg/8 jam PO

4.3.1 Pengkajian Tepat Pasien

Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan seperti pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan radiologi, dokter mendiagnosa pasien menderita penyakit ruptur buli intraperitoneal + fraktur rami pubis bilateral + fraktur femur bilateral sudah tepat pasien.

4.3.2 Pengkajian Tepat Indikasi

Pasien diberikan NaCl 0,9%. Cairan infus tersebut mengandung elektrolit yang merupakan bahan utama dalam terapi penggantian (terapi yang penting untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh) (Dianne, 2005). Selain itu pemberian infus bertujuan sebagai media tempat penyuntikan obat. Jadi, infus NaCl 0,9% merupakan tepat indikasi.

Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang yang dapat mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negative (Trissels, 2009). Maka penggunaan ceftriakson sudah tepat indikasi.

Pemberian injeksi Ranitidin sudah tepat indikasi, bekerja dengan menghambat reseptor H2 yang merangsang sekresi asam lambung. . Ranitidin juga diberikan pada terapi menggunakan NSAID sebagai profilaksis untuk


(61)

mencegah ulser duodenal (MC.Evoy, 2005). Ranitidin tepat diberikan sebagai obat untuk mencegah gangguan lambung akibat pemakaian obat NSAID.

Parasetamol dianggap sebagai zat analgetik dan antipiretik yang paling aman, juga untuk swamedikasi atau pengobatan mandiri (Tjay, 2007). Pemberian Parasetamol pada pasien sudah tepat indikasi.

4.3.3 Pengkajian Tepat Obat

Pemberian IVFD NaCl 0,9% tepat obat untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pasien. Larutan NaCl 0,9% ini digunakan juga sebagai pembawa untuk obat lain. Jadi pemberian NaCl 0,9% sudah tepat obat.

Ceftriaxone adalah antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang mempunyai aktifitas menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan berikatan dengan satu atau lebih ikatan protein yang selanjutnya akan menghambat tahap transpeptidasi sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri sehingga menghambat biosintesis dinding sel. Bakteri akan mengalami lisis karena aktivitas enzim autolitik (autosilin dan murein hidrolase) saat dinding sel bakteri terhambat (Trissels, 2011). Tes hasil laboratorium pasien pada tanggal 22 April 2014 menunjukkan kadar leukosit, neutrofil dan limfosit tidak normal, artinya pasien mengalami infeksi. Tapi penggunaan ceftriaxone tidak tepat obat karena tidak disertai dengan uji kultur untuk mengetahui antibiotik yang sensitif.

Pemberian Injeksi Ranitidin sudah tepat obat sebagai Anti Histamin Penghambat Reseptor H2 (AH2) untuk mencegah hipersekresi asam lambung


(62)

serta untuk mencegah gangguan lambung akibat pemakaian obat NSAID. Pasien menggunakan obat NSAID, jadi pemberian ranitidin sudah tepat obat.

Parasetamol merupakan analgetik, antipiretik dan anti inflamasi yang paling aman digunakan. Pemberian parasetamol sudah tepat obat.

4.3.4 Pengkajian Tepat Dosis

Sesuai dengan tanggung jawabnya untuk menjamin tercapainya penggunaan dan pengelolaan obat secara rasional maka seorang farmasis perlu melakukan pengkajian obat dalam hal ketepatan dosis. Ketepatan dosis meliputi ketepatan cara pemberian, lama pemberian, saat pemberian dan interval dosis. Ketepatan dosis dapat dilihat pada tabel 4.10.

Tabel 4.10 Dosis obat-obatan yang digunakan pasien pada tanggal 23-26 April 2014

Perhitungan dosis Tanggal 23-26 April 2014

Jenis obat Sediaan Rejimen Dosis Rute

Pemb erian

Interval pemberian Lama

Pemberian

Bentuk Kekuatan

IVFD NaCl 0,9%

Infus 500

mL/botol

2,5 mL/kg BB/jam

i.v Karena digunakan

sebagai jalan obat maka tetap digunakan selama penggunaan obat iv lainnya

Sebelum pengguna-an obat i.v lainnya

Ceftriaxon Injeksi 1000 mg Dosis lazim

BB>50 kg 1 – 2 g/ hari

i.v 12 jam 7-14 hari

Ranitidin Injeksi 50 mg/

ampul

Dosis lazim untuk dewasa 50 mg setiap 12 jam

i.v Setiap 6-8 jam atau bila diperlukan Tidak lebih dari 2 minggu Paracetamo l

Tablet 500 mg/tablet

500 mg, 3x sehari


(63)

1. IVFD NaCl 0,9%

IVFD NaCl 0,9% berbentuk infus dengan kekuatan sediaan 500 mL/botol. Dosis Infus NaCl 0,9% adalah 2,5 mL/kg BB/jam. Dalam hal ini, infus RL hanya digunakan sebagai pelengkap elektrolit pasien dan jalan obat sehingga tidak diperlukan perhitungan dosis. Dosis yang diberikan dianggap tepat.

2. Ceftriaxon

Dosis lazim BB>50 kg yaitu 1000-2000 mg/hari (McEvoy, 2011). Dosis 1 x pakai yang diberikan : 1000 mg

Dosis 1 hari yang diberikan : 1000 mg x 2 = 2000 mg (Tepat Dosis).

3. Ranitidin

Dosis lazim untuk dewasa 50 mg setiap 6-8 jam, maksimum 400 mg/hari (McEvoy, 2011).

Dosis 1 x pakai yang diberikan : 50 mg

Dosis 1 hari yang diberikan : 50 mg x 2 = 100 mg (Tepat Dosis). 4. Paracetamol

Dosis lazim : 500 mg tiap 3-4 x/hari (Tjay, 2007). Dosis 1 x pakai yang diberikan: 500 mg

Dosis 1 hari yang diberikan: 500 mg x 3= 1500 mg (Tepat Dosis)


(64)

Setiap obat memiliki efek samping dan interaksi obat yang tidak diinginkan dalam terapi sehingga pengkajian terhadap efek samping dan interaksi obat oleh apoteker menjadi sangat penting untuk membantu dalam mengoptimalkan terapi pasien. Efek samping dan interaksi obat dari IVFD RL, Ceftriaxone, Ranitidin, paracetamol, yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11Efek Samping dan Interaksi Obat Tanggal 23-26 April 2014

Jenis Obat Efek Samping Interaksi obat

IVFD NaCl 0,9%

Komplikasi lokal biasanya dapat dilihat pada atau disekitar lokasi penyisipan atau terjadi sebagai hasil kegagalan mekanis

Obat-Hasil lab:

Tidak ada obat yang berinteraksi

Obat-MakananMinuman :

Hindari penggunaan ketorolac, paracetamol, novalgin (NSAID) dengan alcohol karena akan meningkatkan efek samping (hepatotoksik) dari ketorolac

Obat-Obatan :

Injeksi

Ceftriaxone

Gangguan gastrointestinal, reaksi kulit, sakit kepala, pusing, dan nyeri di tempat suntikan.

Injeksi

Ranitidin

Aritmia, bradikardia, sakit kepala, fatigue, pusing, insomnia, halusinasi, depresi, rash, mual, diare, konstipasi, agranulositosis


(65)

Paracetamol Reaksi alergi kulit, kerusakan ginjal

(dosis besar & lama)

•Tidak ada interaksi yang terjadi antara obat ivfd NaCl, cefriaxon, ranitidine, ketorolac, paraceamol, novalgin, asam traneksamat.

4.3.6 Kesimpulan

a. Lembar PPOSR (terlampir) b. Rekomendasi Dokter

Rekomendasi untuk dokter mengenai terapi pasien yang dipantau meliputi pengkajian dan perencanaan.

Diagnosis : ruptur buli intraperitoneal post laparatomy + repair buli (H+ 4-7) + fraktur rami pubis bilateral + fraktur femur bilateral. Subjektif : demam (-), skala nyeri 3.

Objektif (O) : TD : 120/80 mmHg, HR : 83x/menit, RR: 20x/menit.

Assessment:

Masalah 1. Cefriaxson injeksi, yang diberikan belum diuji kultur, sehingga belum diketahui antibiotik ini sensitive atau resisten terhadap pasien.

Planning (P):

1. Dilakukan uji kultur untuk menetapkan antibiotik yang tepat untuk pasien.

c. Rekomendasi Perawat

- Pemberian antibiotik harus sesuai jadwal untuk mencegah resistensi.


(66)

d. Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi Pasien

Tabel 4.12 Konseling, Informasidan Edukasi Pasien Tanggal 23-26 April 2014

No Nama Obat PIO

1 IVFD NaCl

0,9%

Jika terjadi pembengkakan, gatal dan memerah pada tempat pemberian cairan intra vena, segera hubungi dokter atau perawat.

2 Injeksi

Ceftriaxone

Merupakan obat antibiotic (anti kuman/anti bakteri)

Jika terjadi reaksi efek samping seperti diare, mual dan muntah, sakit pada tempat suntikan, rash dan pruritus segera hubungi dokter.

3 Injeksi

Ranitidin

Merupakan obat untuk lambung atau antasida.

jika terjadi reaksi efek samping seperti nyeri otot, pusing, dan reaksi kulit, segera hubungi dokter.

4 Parasetamol Jangan minum obat melebihi dosis yang di anjurkan. Selama pengobatan jangan mengkonsumsi alkohol karena dapat meningkatkan resiko kerusakan fungsi hati.

4.4 Pembahasan Tanggal 27-28 April 2014

Berikut ini catatan rekomendasi tertulis yang ditulis dokter dalam catatan terintegrasi dalam rekam medis pasien berupa format SOAP (Subjektif, Objektif, Assessment, Planning) sebagai berikut:

Subjek(S) = Nyeri pada tungkai bawah, skala 5. Objektif (O) = TD : 110/70 mmHg

Suhu: 36,7°C HR : 80x/menit RR : 20x/menit

Assessment (A) = Bilateral shaft femur fracture + Bilateral rami pubic fracture Planning (P) = Ditunjukan pada Tabel 4.13 di bawah ini:

Tabel 4.13 Daftar Obat-Obat yang Digunakan pada Tanggal 27-28 April 2014

Tanggal Jenis Obat Sediaan Dosis Sehari Route


(67)

27-28 April 2014

IVFD NaCl 0,9% Inj. Ceftriaxone Inj. Ranitidine Inj. Ketorolak

Infus Injeksi Injeksi Injeksi

500 ml/ botol 1 g/ vial 50 mg/ampul 30 mg/ampul

20 gtt/ menit 1 gr/ 12 jam 50 mg/ 12 jam 1 amp/ 8 jam

IV IV IV IV

4.4.1 Pengkajian Tepat Pasien

Berdasarkan pemeriksaan radiologi pada tanggal 26 April 2014, dokter mendiagnosa pasien menderita penyakit Bilateral shaft femur fracture + Bilateral rami pubic fracture sudah tepat pasien. Pada tanggal 26 April 2014, catheter pasien di aff dan pada tanggal 27 April 2014 dari bagian urologi sudah PBJ.

4.4.2 Pengkajian Tepat Indikasi

Pasien diberikan NaCl 0,9%. Cairan infus tersebut mengandung elektrolit yang merupakan bahan utama dalam terapi penggantian (terapi yang penting untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh) (Dianne, 2005). Selain itu pemberian infus bertujuan sebagai media tempat penyuntikan obat. Jadi, infus NaCl 0,9% merupakan tepat indikasi.

Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang yang dapat mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negative (Trissels, 2009). Maka penggunaan ceftriakson sudah tepat indikasi.


(68)

Pemberian injeksi Ranitidin sudah tepat indikasi, bekerja dengan menghambat reseptor H2 yang merangsang sekresi asam lambung. . Ranitidin juga diberikan pada terapi menggunakan NSAID sebagai profilaksis untuk mencegah ulser duodenal (MC.Evoy, 2005). Ranitidin tepat diberikan sebagai obat untuk mencegah gangguan lambung akibat pemakaian obat NSAID.

Pemberian injeksi Ketorolak tepat indikasi, ketorolak sebagai analgetik antiinflamasi non-steroid yang digunakan untuk mengatasi nyeri akut sampai berat (Trissels, 2009).

4.4.3 Pengkajian Tepat Obat

Pemberian IVFD NaCl 0,9% tepat obat untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pasien. Larutan NaCl 0,9% ini digunakan juga sebagai pembawa untuk obat lain. Jadi pemberian NaCl 0,9% sudah tepat obat.

Ceftriaxone adalah antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang mempunyai aktifitas menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan berikatan dengan satu atau lebih ikatan protein yang selanjutnya akan menghambat tahap transpeptidasi sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri sehingga menghambat biosintesis dinding sel. Bakteri akan mengalami lisis karena aktivitas enzim autolitik (autosilin dan murein hidrolase) saat dinding sel bakteri terhambat (Trissels, 2009). Tes hasil laboratorium pasien pada tanggal 22 April 2014 menunjukkan kadar leukosit, neutrofil dan limfosit tidak normal, artinya pasien mengalami infeksi. Tapi penggunaan ceftriaxone tidak tepat obat karena tidak disertai dengan uji kultur untuk mengetahui antibiotik yang sensitif.


(69)

Pemberian Injeksi Ranitidin sudah tepat obat sebagai Anti Histamin Penghambat Reseptor H2 (AH2) untuk mencegah hipersekresi asam lambung. Stress selama di rumah sakit dapat menyebabkan peningkatan asam lambung serta untuk mencegah gangguan lambung akibat pemakaian obat NSAID. Jadi pemberian ranitidin sudah tepat obat.

Ketorolak diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang sampai berat( skala 4-8). Pemberian ketorolac pada pasien tepat obat karena skala nyeri pasien adalah skala 5.

4.4.4 Pengkajian Tepat Dosis

Sesuai dengan tanggung jawabnya untuk menjamin tercapainya penggunaan dan pengelolaan obat secara rasional maka seorang farmasis perlu melakukan pengkajian obat dalam hal ketepatan dosis. Ketepatan dosis meliputi ketepatan cara pemberian, lama pemberian, saat pemberian dan interval dosis. Ketepatan dosis dapat dilihat pada tabel 4.14.


(70)

Tabel 4.14 Dosis obat-obatan yang digunakan pasien pada tanggal 27-28 April 2014

Perhitungan dosis Tanggal 27-28 April 2014 1. IVFD NaCl 0,9%

IVFD NaCl 0,9% berbentuk infus dengan kekuatan sediaan 500 mL/botol. Dosis Infus NaCl 0,9% adalah 2,5 mL/kg BB/jam. Dalam hal ini, infus RL hanya digunakan sebagai pelengkap elektrolit pasien dan jalan obat sehingga tidak diperlukan perhitungan dosis. Dosis yang diberikan dianggap tepat.

2. Ceftriaxon

Dosis lazim BB>50 kg yaitu 1000-2000 mg/hari (McEvoy, 2011). Dosis 1 x pakai yang diberikan : 1000 mg

Dosis 1 hari yang diberikan : 1000 mg x 2 = 2000 mg (Tepat Dosis).

Jenis obat Sediaan Rejimen Dosis Rute

Pemb erian

Interval pemberian Lama

Pemberian

Bentuk Kekuatan

IVFD NaCl 0,9%

Infus 500

mL/botol

2,5 mL/kg BB/jam

i.v Karena digunakan

sebagai jalan obat maka tetap digunakan selama penggunaan obat iv lainnya

Sebelum pengguna-an obat i.v lainnya

Ceftriaxon Injeksi 1000 mg Dosis lazim

BB>50 kg 1 – 2 g/ hari

i.v 12 jam 7-14 hari

Ranitidin Injeksi 50 mg/

ampul

Dosis lazim untuk dewasa 50 mg setiap 12 jam

i.v Setiap 6-8 jam atau bila diperlukan

Tidak lebih dari 2 minggu

Ketorolak Injeksi 30 mg/

ampul

30-60 mg/sekali pakai

i.v Setiap 8 jam atau bila diperlukan

Tidak lebih dari 5 hari


(71)

3. Ranitidin

Dosis lazim untuk dewasa 50 mg setiap 6-8 jam, maksimal 400 mg/hari (McEvoy, 2011).

Dosis 1 x pakai yang diberikan : 50 mg

Dosis 1 hari yang diberikan : 50 mg x 2 = 100 mg (Tepat Dosis). 4. Ketorolak

Dosis lazim yaitu 30 mg tiap 6 jam, maksimal 120 mg/hari (McEvoy, 2011).

Dosis 1 x pakai yang diberikan : 30 mg

Dosis 1 hari yang diberikan : 30 x 3 = 90 mg (Tepat Dosis)

4.4.5 Pengkajian Waspada Efek Samping

Setiap obat memiliki efek samping dan interaksi obat yang tidak diinginkan dalam terapi sehingga pengkajian terhadap efek samping dan interaksi obat oleh apoteker menjadi sangat penting untuk membantu dalam mengoptimalkan terapi pasien. Efek samping dan interaksi obat dari IVFD RL, Ceftriaxone, Ranitidin, ketorolac, yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.15.


(1)

(2)

Lampiran 2. Blanko Pelaporan Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

a.

Bagian Depan


(3)

(4)

Lampiran 3. Format Lembar Pelayanan Informasi Obat

LEMBAR PELAYANAN INFORMASI OBAT

1. Identitas Penanya

Nama : Status :

No Telp : 2. Data Pasien:

3. Pertanyaan : Uraian permohonan

... ...

Jenis Permohonan

o Identifikasi Obat o Antiseptik o Stabilitas o Kontra Indikasi o Ketersediaan o Harga Obat

o ESO

o Dosis o Interaksi Obat

o Farmakokinetik/Farmakodinamik o Keracunan

o Penggunaan Terapeutik o Cara Pemakaian o Lain – Lain

4. Jawaban : ...

...

5. Referensi : ...

6. Penyampaian Jawaban Segera dalam waktu 24 jam, > 24 jam

Apoteker yang menjawab : ...

Tgl : ... Waktu : ...

Metode jawaban : Lisan / Tertulis / Pertelp.

NO :……….Tgl : …………Waktu : ………….Metode lisan/pertelp/tertulis

Umur :……. Berat :…….Kg Jenis Kelamin : L/K Kehamilan : Ya / Tidak………Minggu Menyusui : Ya/ Tidak Umur bayi :………


(5)

Lampiran 4. Lembaran Konseling

a.

Lembar Konseling Bagian I


(6)