PENGARUH RESIDU TUMPANGSARI DAN PUPUK KANDANG TERHADAP KANDUNGAN N, P, K, KTK DAN C ORGANIK PADALAHAN KOPI DI TANAH INCEPTISOL SUMBER JAYA LAMPUNG BARAT

(1)

ABSTRAK

PENGARUH RESIDU TUMPANGSARI DAN PUPUK KANDANG TERHADAP KANDUNGAN N, P, K, KTK DAN C ORGANIK

PADALAHAN KOPI DI TANAH INCEPTISOL SUMBER JAYA LAMPUNG BARAT

Oleh

ISMOYO AGUNG NUGROHO

Kopi merupakan bagian komoditi ekspor yang strategis dan sangat menguntungkan jika dibudayakan secara berkelanjutan. Kendala kesuburan tanah sering menjadi masalah sehingga perlu diterapkan penambahan pupuk kandang dan pengaturan pola tanaman sela sebelum kopi menghasilkan. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh sistem pertanaman tumpangsari legum-legum, legum-non legum dan non legum-non legum pada pertanaman kopi dan pupuk kandang terhadap kandungan N, P, K, KTK dan C organik pada lahan kopi telah dilakukan di Sumberjaya Lampung Barat.

Perlakuan disusun secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari (dua) 2 faktor yaitu (1) pola tanam yang terdiri dari tumpangsari legum-legum-legum, legum-non legum-legum dan non legum-non legum-non legum, (2)

pupuk kandang yang terdiri atas 0 t ha-1, 5 t ha-1 dan 7,5 t ha-1. Uji beda nyata

jujur (BNJ) pada taraf 5% (Tabel 2) menunjukkan bahwa pola tanam

legum-legum-legum pada dosis 0 t ha-1 dan 7,5 t ha-1 menghasilkan N total yang tidak

berbeda nyata, tetapi pada dosis 7,5 t ha-1 berbeda dengan dosis yang lainnya. Hal

ini diduga tumpangsari menggunakan legum lebih tinggi meningkatkan bahan

organik di dalam tanah. Rotasi legum-legum-legum pada dosis pupuk 5 t ha-1 dan

7,5 t ha-1 menghasilkan P tersedia yang sama, tetapi pada dosis pupuk 0 t ha-1

berbeda dengan yang lainnya. Hal ini diduga penambahan bahan organik menyebabkan ketersediaan P menjadi tinggi. Semua perlakuan antar rotasi tumpangsari dan pupuk kandang tidak nyata meningkatkan K dd di dalam tanah. Semua perlakuan antar rotasi tumpangsari dan pupuk kandang tidak nyata meningkatkan nilai KTK di dalam tanah. Rotasi legum-legum-legum pada dosis

pupuk 0 t ha-1 dan 5 t ha-1 menghasilkan C organik yang sama, tetapi berbeda

dengan dosis 7,5 t ha-1. Hal ini diduga rotasi legum-legum-legum memiliki residu


(2)

Ismoyo Agung Nugroho

Rotasi tumpangsari legum-legum-legum mampu meningkatkan P tersedia dan C organik, rotasi tumpangsari legum-non legum-legum mampu meningkatkan N total, sedangkan antar semua perlakuan rotasi tumpangsari tidak nyata

meningkatkan K dd dan KTK. Penambahan pupuk kandang 7,5 t ha-1 mampu

meningkatkan P tersedia, Penambahan pupuk kandang 5 t ha-1 mampu

meningkatkan C organik dan Penambahan pupuk kandang 0 t ha-1 mampu

meningkatkan N total sedangkan antar semua perlakuan rotasi tumpangsari tidak nyata meningkatkan K dd dan KTK. Rotasi tumpangsari legum-legum-legum dan pupuk kandang mampu meningkatkan kandungan N, P dan C organik di dalam tanah dibandingkan dengan pola tanam tumpangsari (legum-non legum-legum dan non legum-non legum-non legum) tanpa pupuk kandang, sedangkan antar semua perlakuan rotasi tumpangsari tidak nyata meningkatkan K dd dan KTK.


(3)

V. KESIMPULAN

A.Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Pola tanam legum-legum-legum mampu meningkatkan C organik dalam tanah,

peningkatan kandungan N total terjadi pada pola tanam legum-non legum, peningkatan P tersedia terjadi pada pola tanam non legum-non legum dan semua pola tanam tidak nyata meningkatkan K dd dan KTK.

2. Penambahan pupuk kandang 7,5 t ha-1 paling tinggi meningkatkan P tersedia di

dalam tanah dibandingkan perlakuan pupuk kandang 0 t ha-1 dan 5 t ha-1 ,

namun tidak nyata meningkatkan K dd dan KTK sedangkan kandungan

C organik dan N total di dalam tanah menurun dengan meningkatnya dosis pupuk kandang.

3. Kombinasi pola tanam tumpangsari legum-legum-legum dan pupuk kandang

tidak meningkatkan kandungan N, P, K, KTK dan C organik di dalam tanah dibandingkan dengan pola tanam tumpangsari non legum tanpa pupuk kandang.


(4)

B. Saran

Di sarankan perlu dilakukan penelitian jangka panjang untuk mengetahui pengaruh pola tanam tumpangsari terhadap kondisi tanah dan ketersediaan hara di dalam tanah.


(5)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang dan Masalah

Kopi merupakan bagian komoditi ekspor yang strategis dan sangat menguntungkan jika dibudayakan secara berkelanjutan. Khususnya kopi Lampung memiliki peranan penting bagi perekonomian nasional sejak akhir tahun 1990 hingga saat ini. Lampung Barat merupakan salah satu produsen kopi terkenal di Lampung yang besar sumbangannya terhadap pendapatan daerah. Untuk lebih meningkatkan produktivitas guna meningkatkan kesejahteraan petani terdapat berbagai kendala antara lain kesuburan tanah semakin menurun, terjadinya erosi dan pola tanam monokultur.

Penggunaan lahan untuk pembudidayaan kopi yang tidak memperhatikan teknik konservasi berakibat pada menurunnya kualitas tanah dan produksi kopi. Salah satunya penurunan kesuburan tanah tanah yang tidak terkendali akibat pencucian air hujan atau aliran permukaan yang dapat menurunkan bahan organik. Daerah yang bertopografi berbukit seperti di daerah Desa Bodongjaya sangat rentan terhadap aliran permukaan, erosi, pencucian unsur hara dan jika tidak ditangani dengan pengelolaan yang tepat maka penurunan kualitas tanah akan semakin buruk. Selain itu rendahnya produktifitas kopi di Desa Bodongjaya diakibatkan menurunnya kandungan unsur hara N, P, K serta bahan organik di dalam tanah. Rendahnya bahan organik di dalam tanah menyebabkan produksi kopi menurun


(6)

sehingga sangat merugikan petani, terlebih petani kecil yang hanya bergantung pada tanaman kopi.

Pola tanam tumpangsari dapat meningkatkan produktifitas kopi dibandingkan pola tanam monokultur. Selain itu pola tanam tumpangsari menyumbangkan bahan organik lebih tinggi ke dalam tanah. Pola tanam tumpangsari memanfaatkan sela kosong antara jarak tanaman kopi satu dengan yang lain sehingga meningkatkan pendapatan petani melalui diversifikasi hasil pertanian. Turmudi (2002) menyatakan bahwa sistem tumpangsari dapat meningkatkan produktifitas lahan pertanian jika jenis tanaman yang dikombinasikan dalam sistem ini membentuk interaksi saling menguntungkan. Tanaman yang sering digunakan sebagai tanaman tumpangsari yaitu tanaman legum, karena tanaman ini memiliki kandungan N tinggi bila terdekomposisi di dalam tanah. Nitrogen membantu mikroorganime mendekomposisi bahan organik untuk digunakan sebagai nutrisi tanaman. Menurut Turmudi (2002), kombinasi antara jenis tanaman legum dan non legum pada sistem tumpangsari umumnya dapat meningkatkan produktifitas lahan pertanian dan yang paling sering dipraktekkan oleh petani.

Tanaman tumpangsari merupakan sumber bahan organik dan unsur hara untuk meningkatkan kesuburan tanah. Perakaran bertingkat pada tumpangsari dapat mengurangi kehilangan pupuk yang diberikan akibat pencucian. Tumpangsari tanaman legum pada pertanaman kopi dapat menjaga unsur hara yang tercuci ke lapisan bawah, karena akar tanaman kopi yang tumbuh lebih dalam dibandingkan tanaman semusim dapat menyerap sisa unsur hara tanaman semusim yang berlebih. Kekurangan bahan organik di dalam tanah menyebabkan agregat tanah


(7)

3 kurang mampu menyimpan air dan menyebabkan kandungan hara rendah. Selain penerapan tumpangsari pada pertanaman kopi, pemupukan organik diperlukan untuk menambah bahan organik ke dalam tanah.

Pupuk kandang berfungsi menjaga kondisi fisik tanah agar kesuburan tanah tidak terlalu fluktuatif. Pupuk kandang berperan menyumbangkan hara bagi tanaman dalam jumlah berimbang serta meningkatkan kandungan bahan organik ke dalam tanah. Menurut Tandisau (2003) menyatakan bahwa sistem usahatani kopi dengan menambahkan bahan organik melalui pemupukan akan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Sifat tanah yang dipengaruhi oleh bahan organik antara lain pembentukan dan kemantapan agregat maupun struktur tanah, meningkatkan porositas dan permeabilitas tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation serta aktifitas organisme tanah sehingga dapat memacu pertumbuhan akar tanaman dan meningkatkan produksi tanaman dengan baik. Pola tanam tumpangsari pada pertanaman kopi dan pemberian pupuk kandang diharapkan mampu meningkatkan kesuburan tanah dan produktifitas hasil kopi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian sampai sejauh mana perubahan tersebut akan dipengaruhi oleh pola tanam serta pemberian pupuk kandang ke lahan pertanaman kopi.

B.Tujuan Penelitian

Mengetahui pengaruh sistem pertanaman tumpangsari legum-legum-legum, legum-non legum-legum dan non legum-non legum-non legum dan pupuk kandang pada pertanaman kopi terhadap kandungan N, P, K, KTK dan C organik pada lahan kopi di Sumberjaya Lampung Barat.


(8)

C.Kerangka pemikiran

Penurunan kualitas tanah dapat menyebabkan penurunan produksi kopi. Penurunan kualitas tanah sangat beragam penyebabnya, antara lain pencucian hara oleh hujan, pengaruh kelerengan, erosi, aliran pemukaan yang mengakibatkan menurunnya kandungan bahan organik di dalam tanah. Usaha memperbaiki kondisi lahan yang kurus dapat dilakukan dengan menerapkan pola tanam tumpangsari dan pemupukan organik. Tumpangsari merupakan kombinasi beberapa tanaman ke dalam satu lahan secara bersamaan dengan tujuan meningkatkan kesuburan dan produksi. Tanaman tumpangsari dapat menjadi sumber utama peningkatan kandungan bahan organik di dalam tanah. Menurut Silalahi (1991), pola tanam tumpangsari (ercis dan kentang) lebih tinggi meningkatkan hasil panen dibandingkan dengan pola tanam tunggal. Hal ini disebabkan tumpangsari mempengaruhi temperatur di sekitar tanaman tetap optimal dan kelembaban tinggi sehingga pembentukan dan pembesaran umbi lebih baik.

Haryati (2002) menyatakan bahwa budidaya tanaman secara tumpangsari lebih tinggi meningkatkan unsur N, P, K, Ca dan Mg dibandingkan dengan budidaya tanaman secara tunggal. Pola tanam tumpangsari pada lahan kopi menyebabkan tajuk lebih luas menaungi tanah dibandingkan dengan pertanaman kopi monokultur, sehingga dapat mencegah pencucian unsur hara. Andiaty (2003) menyatakan bahwa pertanaman kopi tanpa penutup tanah lebih rendah meningkatkan P tersedia pada tanah dibandingkan dengan pertanaman kopi yang disertai penutup tanah. Hal ini dikarenakan bahan organik yang disumbangkan


(9)

5 pola tanam dengan penutup tanah tinggi serta kelembaban pada pertanaman kopi terjaga. Menurut Supriatin dkk. (2006), tanaman kopi yang dikombinasikan

dengan Paspalum Conjugatum atau gulma alami lebih meningkatkan pH tanah

(4,46), C organik (2,88%), N total (0,22%) dan P tersedia (10,5%) dibandingkan dengan tanaman kopi tanpa gulma atau tanaman lain, yaitu berturut-turut 4,4, 2,64%, 0,21% dan 2,19%. Hasil penelitian Yusnaini dkk. (2007) menunjukkan bahwa pengaruh pertanaman kopi dengan penutup tanah lebih meningkatkan kandungan C Organik (2,77%), N total (1,58%), P total (0,76%) serta pH tanah

(4,73) dibandingkan dengan pertanaman kopi tanpa penutup tanah, yaitu 1,3%,

0,1%, 0,58% dan pH 4,57.

Jenis tanaman yang mampu memperbaiki kesuburan tanah dan menyumbangkan banyak bahan organik adalah tanaman legum. Evizal (2000) menyatakan bahwa setelah ditanam legum, kandungan unsur hara tanah lebih tinggi dari pada lahan yang diberakan setelah panen padi gogo yang pertama, terutama kandungan fosfor dan bahan organik. Tanaman kacang-kacangan mampu meningkatkan produksi tanaman pangan melalui perbaikan kandungan hara tanah bila ditanam secara tumpangsari. Jumlah N di dalam tanah meningkat disebabkan adanya penambahan

N dari hasil penambatan N2 bebas di udara akibat aktifitas bakteri rizhobium

dalam bintil akar. Purnomo (2006) menyatakan bahwa pola tanam yang merotasikan tanaman legum kurang lebih 50% lebih tinggi meningkatkan unsur

Ca 2+ dan Mg 2+ dibandingkan dengan rotasi tanaman serealia. Purnomo (2006)

menyatakan bahwa legum turut menurunkan kelarutan Al yang mempengaruhi

penurunan ion H+ pada tanah sebesar 50%, selain itu meningkatnya C dan S pada


(10)

tersebut mempengaruhi pH tanah. Tumpangsari rotasi tanaman legum akan menigkatkan unsur hara di dalam tanah dibandingkan tumpangsari tanaman non legum. Susanto (2002) menyatakan bahwa residu tanaman legum mengandung N lebih tinggi daripada tanaman non legum, sehingga proses perombakan bahan organik berjalan cepat.

Pola tanam tumpangsari pada pertanaman kopi dan pupuk kandang, akan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Sifat-sifat yang dipengaruhi oleh bahan organik antara lain pembentukan dan kemantapan agregat maupun struktur tanah, meningkatkan porositas dan permeabilitas tanah, kapasitas tukar kation (KTK) serta aktifitas organisme tanah, sehingga dapat memacu pertumbuhan akar, meningkatkan penyerapan air dan dapat meningkatkan produksi dengan baik (Tandisau, 2003). Kandungan bahan organik di dalam tanah mempengaruhi kesuburan tanah dan mampu menjaga tanah dari penurunan kualitas yang diakibatkan pencucian hara, aliran permukaan serta terangkutnya bahan organik akibat pemanenan. Nugroho (1999) menyatakan bahwa pupuk kandang mengandung hampir semua unsur hara makro maupun mikro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Keseimbangan hara makro dan mikro sangat penting untuk menjaga agar tanaman tidak keracunan hara mikro atau kekuragan hara mikro, selain itu kekurangan hara esensial yang dibutuhkan tanaman akan menghambat pertumbuhan.

Rosliani dkk. (1998) menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang lebih tinggi meningkatkan bobot basah dan luas daun tanaman dibandingkan dengan yang tidak diberi pupuk kandang. Fahmi (2006) menyatakan bahwa kandungan unsur


(11)

7 hara N (1,57%), P (1,6%) dan K (1,11%) pada pupuk kandang lebih tinggi meningkatkan kandungan dibandingkan dengan jerami padi, nilai berurutan 1,20%, 0,26% dan 2,53%. Nugroho (1999) menyatakan bahwa dari tiga macam pupuk kandang (kambing, sapi dan ayam) tersebut ternyata pupuk kandang kambing paling efektif sebagai sumber pensuplai N serta paling efisien diabsorpsi oleh tanaman sawi untuk pertumbuhan. Hal ini disebabkan penambahan kotoran kambing pada media tumbuh tanaman sawi menyebabkan struktur media pertumbuhan menjadi lebih ideal bagi perkembangan akar untuk menyerap air dan nutrisi dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan uraian tersebut pola tanam tumpangsari serta pemberian pupuk kandang dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan bahan organik dan meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah pada pertanaman kopi.

D.Hipotesis

1. Rotasi tumpangsari dengan tanaman legum-legum-legum lebih tinggi

meningkatkan kandungan N, P, K, KTK dan C organik di dalam tanah.

2. Perlakuan dengan pupuk kandang lebih tinggi meningkatkan kandungan N, P,

K, KTK dan C organik dibandingkan dengan rotasi tumpangsari tanpa pupuk kandang.

3. Kombinasi rotasi tumpangsari legum-legum-legum dan pupuk kandang lebih

baik meningkatkan N, P, K, KTK dan C organik dibandingkan dengan tanpa pola tanam tumpangsari non legum tanpa pupuk kandang


(1)

sehingga sangat merugikan petani, terlebih petani kecil yang hanya bergantung pada tanaman kopi.

Pola tanam tumpangsari dapat meningkatkan produktifitas kopi dibandingkan pola tanam monokultur. Selain itu pola tanam tumpangsari menyumbangkan bahan organik lebih tinggi ke dalam tanah. Pola tanam tumpangsari memanfaatkan sela kosong antara jarak tanaman kopi satu dengan yang lain sehingga meningkatkan pendapatan petani melalui diversifikasi hasil pertanian. Turmudi (2002) menyatakan bahwa sistem tumpangsari dapat meningkatkan produktifitas lahan pertanian jika jenis tanaman yang dikombinasikan dalam sistem ini membentuk interaksi saling menguntungkan. Tanaman yang sering digunakan sebagai tanaman tumpangsari yaitu tanaman legum, karena tanaman ini memiliki kandungan N tinggi bila terdekomposisi di dalam tanah. Nitrogen membantu mikroorganime mendekomposisi bahan organik untuk digunakan sebagai nutrisi tanaman. Menurut Turmudi (2002), kombinasi antara jenis tanaman legum dan non legum pada sistem tumpangsari umumnya dapat meningkatkan produktifitas lahan pertanian dan yang paling sering dipraktekkan oleh petani.

Tanaman tumpangsari merupakan sumber bahan organik dan unsur hara untuk meningkatkan kesuburan tanah. Perakaran bertingkat pada tumpangsari dapat mengurangi kehilangan pupuk yang diberikan akibat pencucian. Tumpangsari tanaman legum pada pertanaman kopi dapat menjaga unsur hara yang tercuci ke lapisan bawah, karena akar tanaman kopi yang tumbuh lebih dalam dibandingkan tanaman semusim dapat menyerap sisa unsur hara tanaman semusim yang berlebih. Kekurangan bahan organik di dalam tanah menyebabkan agregat tanah


(2)

kurang mampu menyimpan air dan menyebabkan kandungan hara rendah. Selain penerapan tumpangsari pada pertanaman kopi, pemupukan organik diperlukan untuk menambah bahan organik ke dalam tanah.

Pupuk kandang berfungsi menjaga kondisi fisik tanah agar kesuburan tanah tidak terlalu fluktuatif. Pupuk kandang berperan menyumbangkan hara bagi tanaman dalam jumlah berimbang serta meningkatkan kandungan bahan organik ke dalam tanah. Menurut Tandisau (2003) menyatakan bahwa sistem usahatani kopi dengan menambahkan bahan organik melalui pemupukan akan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Sifat tanah yang dipengaruhi oleh bahan organik antara lain pembentukan dan kemantapan agregat maupun struktur tanah, meningkatkan porositas dan permeabilitas tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation serta aktifitas organisme tanah sehingga dapat memacu pertumbuhan akar tanaman dan meningkatkan produksi tanaman dengan baik. Pola tanam tumpangsari pada pertanaman kopi dan pemberian pupuk kandang diharapkan mampu meningkatkan kesuburan tanah dan produktifitas hasil kopi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian sampai sejauh mana perubahan tersebut akan dipengaruhi oleh pola tanam serta pemberian pupuk kandang ke lahan pertanaman kopi.

B.Tujuan Penelitian

Mengetahui pengaruh sistem pertanaman tumpangsari legum-legum-legum, legum-non legum-legum dan non legum-non legum-non legum dan pupuk kandang pada pertanaman kopi terhadap kandungan N, P, K, KTK dan C organik pada lahan kopi di Sumberjaya Lampung Barat.


(3)

C.Kerangka pemikiran

Penurunan kualitas tanah dapat menyebabkan penurunan produksi kopi. Penurunan kualitas tanah sangat beragam penyebabnya, antara lain pencucian hara oleh hujan, pengaruh kelerengan, erosi, aliran pemukaan yang mengakibatkan menurunnya kandungan bahan organik di dalam tanah. Usaha memperbaiki kondisi lahan yang kurus dapat dilakukan dengan menerapkan pola tanam tumpangsari dan pemupukan organik. Tumpangsari merupakan kombinasi beberapa tanaman ke dalam satu lahan secara bersamaan dengan tujuan meningkatkan kesuburan dan produksi. Tanaman tumpangsari dapat menjadi sumber utama peningkatan kandungan bahan organik di dalam tanah. Menurut Silalahi (1991), pola tanam tumpangsari (ercis dan kentang) lebih tinggi meningkatkan hasil panen dibandingkan dengan pola tanam tunggal. Hal ini disebabkan tumpangsari mempengaruhi temperatur di sekitar tanaman tetap optimal dan kelembaban tinggi sehingga pembentukan dan pembesaran umbi lebih baik.

Haryati (2002) menyatakan bahwa budidaya tanaman secara tumpangsari lebih tinggi meningkatkan unsur N, P, K, Ca dan Mg dibandingkan dengan budidaya tanaman secara tunggal. Pola tanam tumpangsari pada lahan kopi menyebabkan tajuk lebih luas menaungi tanah dibandingkan dengan pertanaman kopi monokultur, sehingga dapat mencegah pencucian unsur hara. Andiaty (2003) menyatakan bahwa pertanaman kopi tanpa penutup tanah lebih rendah meningkatkan P tersedia pada tanah dibandingkan dengan pertanaman kopi yang disertai penutup tanah. Hal ini dikarenakan bahan organik yang disumbangkan


(4)

pola tanam dengan penutup tanah tinggi serta kelembaban pada pertanaman kopi terjaga. Menurut Supriatin dkk. (2006), tanaman kopi yang dikombinasikan dengan Paspalum Conjugatum atau gulma alami lebih meningkatkan pH tanah (4,46), C organik (2,88%), N total (0,22%) dan P tersedia (10,5%) dibandingkan dengan tanaman kopi tanpa gulma atau tanaman lain, yaitu berturut-turut 4,4, 2,64%, 0,21% dan 2,19%. Hasil penelitian Yusnaini dkk. (2007) menunjukkan bahwa pengaruh pertanaman kopi dengan penutup tanah lebih meningkatkan kandungan C Organik (2,77%), N total (1,58%), P total (0,76%) serta pH tanah (4,73) dibandingkan dengan pertanaman kopi tanpa penutup tanah, yaitu 1,3%, 0,1%, 0,58% dan pH 4,57.

Jenis tanaman yang mampu memperbaiki kesuburan tanah dan menyumbangkan banyak bahan organik adalah tanaman legum. Evizal (2000) menyatakan bahwa setelah ditanam legum, kandungan unsur hara tanah lebih tinggi dari pada lahan yang diberakan setelah panen padi gogo yang pertama, terutama kandungan fosfor dan bahan organik. Tanaman kacang-kacangan mampu meningkatkan produksi tanaman pangan melalui perbaikan kandungan hara tanah bila ditanam secara tumpangsari. Jumlah N di dalam tanah meningkat disebabkan adanya penambahan N dari hasil penambatan N2 bebas di udara akibat aktifitas bakteri rizhobium dalam bintil akar. Purnomo (2006) menyatakan bahwa pola tanam yang merotasikan tanaman legum kurang lebih 50% lebih tinggi meningkatkan unsur Ca 2+ dan Mg 2+ dibandingkan dengan rotasi tanaman serealia. Purnomo (2006) menyatakan bahwa legum turut menurunkan kelarutan Al yang mempengaruhi penurunan ion H+ pada tanah sebesar 50%, selain itu meningkatnya C dan S pada tanah juga meningkatkan tambahan ion H+ sebanyak 24% dan 12%, ion H+


(5)

tersebut mempengaruhi pH tanah. Tumpangsari rotasi tanaman legum akan menigkatkan unsur hara di dalam tanah dibandingkan tumpangsari tanaman non legum. Susanto (2002) menyatakan bahwa residu tanaman legum mengandung N lebih tinggi daripada tanaman non legum, sehingga proses perombakan bahan organik berjalan cepat.

Pola tanam tumpangsari pada pertanaman kopi dan pupuk kandang, akan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Sifat-sifat yang dipengaruhi oleh bahan organik antara lain pembentukan dan kemantapan agregat maupun struktur tanah, meningkatkan porositas dan permeabilitas tanah, kapasitas tukar kation (KTK) serta aktifitas organisme tanah, sehingga dapat memacu pertumbuhan akar, meningkatkan penyerapan air dan dapat meningkatkan produksi dengan baik (Tandisau, 2003). Kandungan bahan organik di dalam tanah mempengaruhi kesuburan tanah dan mampu menjaga tanah dari penurunan kualitas yang diakibatkan pencucian hara, aliran permukaan serta terangkutnya bahan organik akibat pemanenan. Nugroho (1999) menyatakan bahwa pupuk kandang mengandung hampir semua unsur hara makro maupun mikro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Keseimbangan hara makro dan mikro sangat penting untuk menjaga agar tanaman tidak keracunan hara mikro atau kekuragan hara mikro, selain itu kekurangan hara esensial yang dibutuhkan tanaman akan menghambat pertumbuhan.

Rosliani dkk. (1998) menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang lebih tinggi meningkatkan bobot basah dan luas daun tanaman dibandingkan dengan yang tidak diberi pupuk kandang. Fahmi (2006) menyatakan bahwa kandungan unsur


(6)

hara N (1,57%), P (1,6%) dan K (1,11%) pada pupuk kandang lebih tinggi meningkatkan kandungan dibandingkan dengan jerami padi, nilai berurutan 1,20%, 0,26% dan 2,53%. Nugroho (1999) menyatakan bahwa dari tiga macam pupuk kandang (kambing, sapi dan ayam) tersebut ternyata pupuk kandang kambing paling efektif sebagai sumber pensuplai N serta paling efisien diabsorpsi oleh tanaman sawi untuk pertumbuhan. Hal ini disebabkan penambahan kotoran kambing pada media tumbuh tanaman sawi menyebabkan struktur media pertumbuhan menjadi lebih ideal bagi perkembangan akar untuk menyerap air dan nutrisi dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan uraian tersebut pola tanam tumpangsari serta pemberian pupuk kandang dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan bahan organik dan meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah pada pertanaman kopi.

D.Hipotesis

1. Rotasi tumpangsari dengan tanaman legum-legum-legum lebih tinggi meningkatkan kandungan N, P, K, KTK dan C organik di dalam tanah.

2. Perlakuan dengan pupuk kandang lebih tinggi meningkatkan kandungan N, P, K, KTK dan C organik dibandingkan dengan rotasi tumpangsari tanpa pupuk kandang.

3. Kombinasi rotasi tumpangsari legum-legum-legum dan pupuk kandang lebih baik meningkatkan N, P, K, KTK dan C organik dibandingkan dengan tanpa pola tanam tumpangsari non legum tanpa pupuk kandang