Pengaruh dosis bahan organik dan pupuk N, P, K terhadap serapan hara dan produksi tanaman jagung dan ubi jalar di inceptisol Ternate

(1)

PENGARUH DOSIS BAHAN ORGANIK DAN PUPUK N, P, K TERHADAP SERAPAN HARA DAN PRODUKSI

TANAMAN JAGUNG DAN UBI JALAR DI INCEPTISOL TERNATE

IDRIS ABD. RACHMAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Dosis Bahan Organik Dan Pupuk N, P, K Terhadap Serapan Hara dan Produksi Tanaman Jagung dan Ubi Jalar di Inceptisol Ternate adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2008

Idris Abd. Rachman NIM A251040011


(3)

@Hak cipta milikInstitut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang.

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa dicantumkan atau menyebutkan sumber ;

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik dan tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh


(4)

ABSTRACT

IDRIS ABD RACHMAN, The Effects of Dosage of Organic Matter and N, P, K Fertilizer on Nutrient Uptake and Yield of Corn and Sweet Potato in Inceptisol Ternate. Under direction of SRI DJUNIWATI, KOMARUDIN IDRIS, and DJUNAEDI A. RACHIM

The objective of the research was to study the effects of organic matter and N, P, K fertilizer on nutrient uptake and yield of corn and sweet potato in Inceptisol Ternate. The design of the research was factorial completely randomized block design with two factors. The first factor was the rate of organic matter (0, 20, 40 t/ha) or (B0, B1 and B2) and the second factor was the rate of N, P, K fertilizer (0,5 ; 1 and 1,5 recommended dosages) or (F1, F2 and F3).

The results of research showed that combination of B1F2 was significantly increased and gave the highest amount of the corn leaf at 42 DAP and spiraling upward of potatoes at 42 DAP (in sweet potato planting), the weight of corn with husk cover, the weight corn grains, and K-availability of soil in corn planting. Whereas the rate of 20 t/ha organic matter (B1) was significantly increased and gave the highest weight of corn without husk cover, NPK corn plant content and P uptake in corn planting, and weight of sweet potatoes, P plant content and soil K availability in sweet potatoes planting. However, the dosage of F2 fertilizer was significantly increased and gave the highest to NK plant content of sweet potatoes and P-availability of soil in sweet potatoes planting. The average NPK plant uptake of corn was 31,41-39,39 kg N/ha, 6,03-12,54 kg P/ha, 37,5-41,70 kg K/ha, and NPK plant uptake of sweet patatoes were 20,38-28,68 kg N/ha, 7,45-12,90 kg P/ha dan 27,84-36,08 kg K/ha. The average production of corn was 5,16-7,83 t/ha and sweet potatoes was 8,90-15,35 t/ha. Keywords : Organic matter, NPK fertilizers, nutrient, corn, sweet potato, yield,


(5)

RINGKASAN

IDRIS ABD. RACHMAN. Pengaruh Dosis Bahan Organik dan Pupuk N, P, K Terhadap Serapan Hara dan Produksi Tanaman Jagung dan Ubi Jalar di Inceptisol Ternate. Dibimbing oleh SRI DJUNIWATI, KOMARUDIN IDRIS, dan DJUNAEDI A. RACHIM.

Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk dapat menyediakan unsur hara dalam jumlah berimbang untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Dengan demikian, tanah dalam suatu lahan ada yang mempunyai kesuburan tanah rendah dan tinggi. Kondisi kesuburan tanah yang rendah, umumnya mengandung hara tersedia yang rendah dan tidak berimbang sehingga menghambat bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Penggunaan pupuk merupakan suatu kebutuhan bagi tanaman dalam hal mencukupi kebutuhan nutrisi dan menjaga keseimbangan hara yang tersedia selama siklus pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk organik merupakan tindakan pengelolaan yang diharapkan dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, sehingga kesuburan tanah dapat ditingkatkan. Dengan pemberian bahan organik diharapkan terjadi efisiensi pemberian pupuk anorganik yang dapat menunjang produksi yang maksimal. Kemampuan tanah menyediakan hara senantiasa berbeda-beda tergantung jenis tanah. Bahkan pada jenis tanah yang sama sering dijumpai kadar hara yang berbeda pula. Tanah yang memiliki

buffering capacity yang tinggi, cenderung memerlukan pemupukan yang tinggi, sehingga usaha budidaya tanaman pada tanah tersebut harus dipenuhi melalui pemupukan yang cukup dan seimbang untuk menunjang pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimal. Berdasarkan hasil analisis tanah awal (pH 6.02, C-organik rendah, N-total rendah, P-tersedia sedang, K-dd tinggi, Ca-dd tinggi, Mg-dd tinggi, KTK tanah sedang dan kejenuhan basa tinggi), kondisi tanah tersebut diduga belum dapat menunjang pertumbuhan dan produksi jagung dan ubi jalar secara maksimal dari rata-rata produksi nasional. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi jagung dan ubi jalar maka pemberian bahan organik dan pupuk N, P dan K yang sesuai jenis tanah dan jenis tanaman perlu diusahakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis bahan organik dan pupuk N, P, K terhadap serapan hara dan produksi tanaman jagung dan ubi jalar di Inceptisol Ternate.

Penelitian pada masing-masing tanaman, menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial yang terdiri dari dua faktor : Faktor pertama adalah bahan organik (0, 20, 40 ton/ha) dan faktor kedua adalah dosis pupuk N, P, K (½ dosis anjuran; 1 X dosis anjuran ; 1 ½ dosis anjuran). Pada masing-masing tanaman terdapat 9 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 27 satuan percobaan baik pada tanaman jagung maupun tanaman ubi jalar. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis varian (anova), bila terdapat perlakuan yang memberikan pengaruh nyata dan sangat nyata maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur atau BNJ α 0,05

Hasil penelitian menunjukan perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N P K tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman jagung, panjang sulur ubi jalar pada umur 14, 28 dan 42 HST dan jumlah daun pada umur 14 dan 28 HST. Kondisi ini disebabkan awal pertumbuhan pada umur 14 HST dipengaruhi oleh cadangan makanan dalam biji dan bahan setek ubi jalar, sedangkan pada umur 28 dan 42 HST tinggi tanaman tercukupi oleh hara dalam tanah, sehingga kombinasi bahan organik dan pupuk anorganik tidak


(6)

berpengaruh. Bahan organik dan pupuk anorganik tidak berpengaruh nyata terhadap Kadar N-tanah, Kondisi ini disebabkan N-tanah mudah hilang akibat pencucian dan immobilisasi N oleh mikroorganisme. Namun demikian, terjadi peningkatan N-tanah dibandingkan N-tanah awal yaitu N-tanah awal 0,13 % (rendah) menjadi 0,17 % sampai 0,25 % termasuk kriteria sedang.

Perlakuan B1F2 berpengaruh nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya terhadap jumlah daun pada umur 42 HST, bobot basah tongkol dengan klobot dan bobot kering biji dan kadar K-tanah. Kondisi ini, menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi B1F2 mampu menciptakan kondisi media tumbuh yang lebih baik. Dalam hal ini peran pupuk N P dan K adalah menambah ketersediaan hara yang cukup dan menjaga keseimbangan hara dalam tanah. Bahan organik merupakan salah satu sumber koloid tanah yang peranannya akan meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, dengan meningkatnya KTK tanah maka unsur N, P, K dapat dijerap dan menjadi sumber hara tersedia dalam tanah. Dalam hal ini, didukung oleh serapan hara N, P K tanaman yang cenderung lebih tinggi sehingga dapat menopang pertumbuhan dan produksi.

Perlakuan dosis bahan organik 20 ton/ha (B1) nyata meningkatkan dan memberikan hasil tertinggi terhadap bobot basah tongkol tanpa klobot Jagung, N-tanaman, P-N-tanaman, Serapan P/tanaman dan K-tanaman pada pertanaman jagung. Bobot basah umbi ubi jalar, P-tanah, P-tanaman, serapan P/tanaman pada pertanaman ubi jalar. Kondisi ini menunjukkan bahwa bahan organik 20 ton/ha (B1) mampu menciptakan kondisi media tumbuh yang lebih baik, diantaranya mensuplai ketersediaan N, P, K dan S. Selain itu juga, bahan organik menghasilkan asam-asam organik yang berperan dalam pertukaran ligan maupun mengkelat logam sehingga P menjadi tersedia dalam tanah. Hasil dekomposisi bahan organik seperti asam sitrat, asam malat dan asam asetat merupakan anion pesaing yang dapat menutup permukaan mineral amorf (alofan) dan oksida hidrat Al dan Fe sehingga mendesak ion fosfat dari tapak-tapak erapan sehingga P menjadi tersedia. Sepanjang anion-anion organik dapat berkompetisi dengan ortofosfat pada tapak-tapak erapannya, keberadaan anion-anion ini dalam larutan tanah dapat menurunkan erapan P sehingga meningkatkan P-tersedia

Dosis pupuk N, P, K (F2) nyata meningkatkan dan memberikan hasil tertinggi terhadap kadar N-tanaman, P-tanah dan K-tanaman pada pertanaman ubi jalar. Kondisi ini menunjukkan bahwa dosis N P K (F2) atau dosis anjuran adalah dosis yang cukup dan sesuai untuk menunjang serapan N P K tanaman ubi jalar untuk memperoleh produksi umbi yang lebih tinggi daripada produksi rata-rata di kota Ternate.

Rataan serapan hara pada jagung adalah 31,41-39,39 kg N/ha, 6,03-12,54 kg P/ha dan 37,5-41,70 kg K/ha dan serapan hara pada ubi jalar adalah 20,38-28,68 kg N/ha, 7,45-12,90 kg P/ha dan 27,84-36,08 kg K/ha. Rataan produksi jagung 5,16-7,83 ton/ha dan ubi jalar 8,90-15,35 ton/ha.

Kata kunci : Bahan organik, pupuk NPK, hara, jagung, ubi jalar, produksi, Inceptisol.


(7)

PENGARUH DOSIS BAHAN ORGANIK DAN PUPUK N, P, K TERHADAP SERAPAN HARA DAN PRODUKSI

TANAMAN JAGUNG DAN UBI JALAR DI INCEPTISOL TERNATE

IDRIS ABD. RACHMAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(8)

Judul Tesis : Pengaruh Dosis Bahan Organik dan Pupuk N, P, K Terhadap Serapan Hara dan Produksi Tanaman Jagung dan Ubi Jalar di Inceptisol Ternate

Nama : Idris Abd. Rachman

NIM : A251040011

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc Ketua

Dr.Ir. Komaruddin Idris, M.S. Prof.Dr.Ir. Djunaedi A. Rachim, M.S. Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Tanah

Dr. Ir. Atang Sutandi, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro,M.S.


(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga penulisan tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains di bidang Ilmu Tanah pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dapat diselesaikan.

Penelitian dengan judul pengaruh dosis bahan organik dan pupuk N, P, K terhadap serapan hara dan produksi tanaman jagung dan ubi jalar pada tanah Inceptisol Ternate. Penyelesaian studi, penelitian sampai penyusunan tesis tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu kesempatan ini penulis haturkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Sri Djuniwati, MSc sebagai ketua komisi pembimbing yang banyak memberi motivasi sejak perkuliahan sampai penyusunan tesis ini.

2. Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang memberi motivasi sejak kuliah sampai penyusunan tesis ini.

3. Prof. Dr. Ir. Djunaedi A. Rachim, MS sebagai anggota komisi yang banyak memberi motivasi dari awal penelitian hingga penyusunan tesis ini.

4. Ayahanda Ibrahim Abd. Rachman (Alm) dan Ibu Hj Siti Hawa Fabanyo, BA yang senantiasa mendoakan sejak kuliah hingga penyelesaian studi di Pascasarjana IPB

5. Staf Dosen dan Pegawai di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian yang banyak membantu selama kuliah di Program Studi Ilmu Tanah.

6. Teman-teman Pascasarjana yang telah banyak memberi masukan dari awal penelitian hingga penyusunan tesis ini.

7. Istri Halimah Hasan, SP dan Ananda Ibrha Isllami Idris yang senantiasa mendoakan dan dengan sabar menunggu penyelesaian studi di Pascasarjana IPB.

Akhirnya penulis harapkan tesis ini bermanfaat bagi kita semua terutama bagi diri penulis, Amin.

Bogor, Agustus 2008


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ternate pada Tanggal 14 Maret 1970 dari Ayah (Alm) Ibrahim Abd. Rachman dan Ibu Siti Hawa Fabanyo, BA. Penulis

merupakan Putra pertama dari empat bersaudara.

Tahun 1989 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ternate dan pada tahun yang sama penulis masuk Universitas Muslim Indonesia Makassar. Penulis memilih Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun 1995. Pada tahun 2004, penulis diterima di Program Studi Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan pada Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional (BPPS).

Selama mengikuti kuliah, penulis menjadi Ketua Himpunan mahasiswa Pasacasarja Ilmu Tanah IPB dan Sekretaris Forum Mahasiswa Pascasarjana Maluku Utara IPB.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Wilayah Kota Ternate ... 4

Jenis Tanah di Pulau Ternate Propinsi Maluku Utara ... 4

Bahan Organik dan Peranannya ... 8

Peranan Unsur Hara N, P, K ... 9

Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung ... 11

Syarat Tumbuh Tanaman Jagung ... 12

Morfologi Tanaman Ubi Jalar ... 12

METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian ... 14

Alat dan Bahan ... 14

Metode Penelitian ... 14

Pelaksanaan Penelitian ... 16

Persiapan Lahan dan Pengolahan Tanah ... 16

Penanaman ... 16

Pemupukan ... 16

Pemeliharaan ... 17

Panen ... 17

Pengamatan ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 19

Pembahasan ... 35

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40

Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Metode Analisis Tanah dan Tanaman ... 18 2. Hasil Analisis Kimia dan Fisika dan Tanah ... 19 3. Hasil Analisis Kimia Bahan Organik ... 19 4. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk N, P, K Terhadap Jumlah

Daun Jagung pada Umur 42 HST ... 21 5. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk N, P, K Terhadap

Bobot Basah Tongkol dengan Klobot Tanaman Jagung ... 22 6. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Bobot Basah Tongkol

Tanpa Klobot Tanaman Jagung ... 22 7. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk N, P, K Terhadap Bobot

Kering Biji Tanaman Jagung ... 23 8. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Kadar N-Tanaman pada

Tanaman Jagung ... 24 9. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Kadar P-Tanaman pada

Tanaman Jagung ... 25 10. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Kadar P-Tanah pada

Tanaman Jagung ... 25 11. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Kadar K-Tanaman pada

Tanaman Jagung ... 26 12. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk N, P, K Terhadap Kadar

K-Tanah pada Tanaman Jagung ... 26 13. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Serapan P-Tanaman

pada Tanaman Jagung ... 27 14. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk N, P, K Terhadap

Jumlah Sulur Ubi Jalar pada Umur 42 HST ... 29 15. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Bobot Basah Umbi Ubi

Jalar pada Saat Panen dan Bobot Kering Umbi ... 30 16. Pengaruh Pupuk N, P, K Terhadap Kadar N-Tanaman pada

Tanaman Ubi Jalar ... 31 17. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Kadar P-Tanaman pada

Tanaman Ubi Jalar ... 32 18. Pengaruh Pupuk N, P, K Terhadap Kadar P-Tanah pada

Tanaman Ubi Jalar ... 32 19. Pengaruh Pupuk N, P, K Terhadap Kadar K-Tanaman pada

Tanaman Ubi Jalar ... 33 20. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Kadar K-Tanah pada

Tanaman Ubi Jalar ... 33 21. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Serapan P-Tanaman pada


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Rataan Tinggi Tanaman pengaruh bahan organik (B) dan

pupuk anorganik (F) pada Jagung dan Umur Pengamatan

14, 28, dan 42 HST ... 20

2. Rataan Jumlah Daun Tanaman Jagung Pada Umur 14 dan 28 HST ... 21

3. Rataan Bobot Kering Tongkol Tanaman Jagung ... 23

4. Rataan Kadar N-Tanah Pada Areal Tanaman Jagung ... 24

5. Rataan pH Tanah Pada Tanaman Jagung ... 27

6. Rataan Serapan N dan K-Tanaman Pada Areal Tanaman Jagung ... 28

7. Rataan Jumlah Sulur Pada Umur 14 dan 28 HST ... 28

8. Rataan Panjang Sulur Tanaman Ubi Jalar Pada Berbagai Umur Pengamatan ... 29

9. Rataan Kadar N-Tanah Pada Areal Tanaman Ubi Jalar ... 31

10. Rataan pH Tanah Tanaman Ubi Jalar ... 33

11. Rataan Serapan N dan K Tanaman Pada Areal Tanaman Ubi Jalar ... 34


(14)

Halaman 1. Data Pengamatan Tinggi Tanaman Jagung pada Berbagai

Umur Pengamatan ... 44

2. Anova Tinggi Tanaman Jagung pada Berbagai Umur Pengamatan ... 44

3. Data Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Jagung pada Berbagai Umur Pengamatan ... 44

4. Anova Jumlah Daun Tanaman Jagung pada Berbagai Umur Pengamatan ... 44

5. Data Pengamatan Produksi Tanaman Jagung pada Berbagai Pengamatan (kg) ... 45

6. Anova Produksi Tanaman Jagung pada Berbagai Pengamatan ... 45

7. Data Pengamatan Kadar Hara Tanaman Jagung ... 45

8. Anova Kadar Hara Tanaman Jagung ... 46

9. Data Pengamatan Kadar Hara Tanah Tanaman Jagung ... 46

10. Anova Kadar Hara Tanah Tanaman Jagung ... 46

11. Data Pengamatan Serapan Hara N, P, K Tanaman Jagung ... 46

12. Anova Serapan Hara N, P, K Tanaman Jagung ... 47

13. Data Pengamatan Jumlah Sulur Tanaman Ubi Jalar pada Berbagai Umur Pengamatan ... 47

14. Anova Jumlah Sulur Tanaman Ubi Jalar pada Berbagai Umur Pengamatan ... 47

15. Data Pengamatan Panjang Sulur Tanaman Ubi Jalarn pada Berbagai Umur Pengamatan ... 47

16. Anova Panjang Sulur Tanaman Ubi Jalar pada Berbagai Umur Pengamatan ... 48

17. Data Pengamatan Produksi Tanaman Ubi Jalar pada Berbagai Pengamatan ... 48

18. Anova Produksi Tanaman Ubi Jalar pada Berbagai Pengamatan .. 48

19. Data Pengamatan Kadar Hara Tanaman Ubi Jalar ... 48

20. Anova Kadar Hara Tanaman Ubi Jalar ... 49

21. Data Pengamatan Kadar Hara Tanah Tanaman Ubi Jalar ... 49

22. Anova Kadar Hara Tanah Tanaman Ubi Jalar ... 49

23. Data Pengamatan Serapan Hara N, P, K Tanaman Ubi Jalar ... 49

24. Anova Serapan Hara N, P, K Tanaman Ubi Jalar ... 50

25. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (PPT, 1983) ... 50

26. Data Morfologi Profil Tanah yang diteliti ... 51

27. Lay Out Penelitian Lapangan Untuk Tanaman Jagung dan Ubi Jalar ... 52

28. Penyiapan Lahan dan Kondisi Tanaman Jagung pada Saat Penanaman, Pemeliharaan dan Panen ... 53

29. Kondisi Tanaman Ubi Jalar pada Saat Menjelang Panen dan Penimbangan Bobot Basah ... 54

30. Profil dan Deskripsi Tanah di Lokasi Penelitian ... 55

31. Peta Tanah Propinsi Maluku Utara ... 56


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk dapat menyediakan unsur hara dalam jumlah berimbang untuk pertumbuhan dan produksi tanaman (Tisdale et al, 1975). Dengan demikian, tanah dalam suatu lahan ada yang mempunyai kesuburan tanah rendah dan tinggi. Kondisi kesuburan tanah yang rendah, umumnya mengandung hara tersedia yang rendah dan tidak berimbang sehingga menghambat bagi pertumbuhan dan produksi tanaman.

Umumnya tanah di daerah iklim tropis seperti Indonesia mempunyai kesuburan tanah yang cenderung rendah. Hal ini disebabkan intensitas curah hujan yang relatif tinggi sehingga berdampak terhadap pencucian hara. Tanah kurang subur juga dapat terbentuk dari bahan induk masam dan tanah-tanah tersebut biasanya mengandung bahan organik yang rendah.

Penggunaan pupuk merupakan suatu kebutuhan bagi tanaman dalam hal mencukupi kebutuhan nutrisi dan menjaga keseimbangan hara yang tersedia selama siklus pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk organik merupakan tindakan pengelolaan yang diharapkan dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, sehingga kesuburan tanah dapat ditingkatkan. Dengan pemberian bahan organik diharapkan terjadi efisiensi pemberian pupuk anorganik yang dapat menunjang produksi yang maksimal.

Kemampuan tanah menyediakan hara senantiasa berbeda-beda tergantung jenis tanah. Bahkan pada jenis tanah yang sama sering dijumpai kadar hara yang berbeda pula. Tanah yang memiliki buffering capacity yang tinggi, cenderung memerlukan pemupukan yang tinggi, sehingga usaha budidaya tanaman pada tanah tersebut harus dipenuhi melalui pemupukan yang cukup

dan seimbang untuk menunjang pertumbuhan dan produksi tanaman yang optimal.

Tanaman jagung dan ubi jalar adalah tanaman pangan yang memiliki kadar karbohidrat yang cukup tinggi dan di beberapa daerah tanaman tersebut digunakan sebagai sumber pangan pokok. Untuk memperoleh produksi yang tinggi sesuai potensi dari kedua jenis tanaman ini sangat ditentukan oleh pola pertumbuhan awal yang cukup baik, karena pada fase pertumbuhan adalah fase penggunaan sejumlah senyawa kimia yang diperuntukan dalam menyusun tubuh


(16)

tanaman. Bilamana proses pertumbuhan awal mengalami hambatan, akan berdampak pada produksi akhir yang cenderung menurun, sebagai akibat dari transformasi sejumlah senyawa kimia yang disintesis di dalam sel tanaman mengalami gangguan.

Untuk memperoleh pertumbuhan awal yang baik pada fase vegetatif tanaman memerlukan sejumlah hara yang tersedia dalam jumlah cukup dan seimbang. Pemberian bahan organik dan pupuk anorganik (N, P dan K) adalah salah satu usaha dalam memenuhi kebutuhan hara bagi tanaman jagung dan ubi

jalar. Fungsi bahan organik menurut Leiwakabessy et al (2003) adalah (1) memperbaiki struktur tanah, (2) menambah ketersediaan unsur N, P dan S,

(3) meningkatkan kemampuan tanah mengikat air (4) memperbesar kapasitas tukar kation (KTK) dan (5) mengaktifkan mikroorganisme. Sedangkan fungsi pupuk anorganik adalah untuk menambah hara dalam tanah sesuai kebutuhan tanaman.

Pemberian sisa tanaman dan kotoran hewan ke dalam tanah mampu menambah bahan organik tanah, memberikan kontribusi terhadap ketersediaan hara dan mengefiensienkan penggunaan pupuk anorganik. Bahan organik dari jenis kotoran hewan (pupuk kandang) umumnya mudah terurai karena C/N rasio yang rendah. Selain itu, penggunaan bahan organik (pupuk kandang) secara ekonomis murah, mudah diperoleh dan tanpa pendekatan teknologi yang tinggi sehingga relatif mudah dijangkau oleh petani.

Produksi tanaman jagung di pulau Ternate masih relatif rendah berkisar antara 1,5 sampai 2,0 ton/ha (Dinas Pertanian Kota Ternate, 2006), sedangkan produksi rataan nasional, antara 3 sampai 7 ton/ha (Warisno, 2003). Demikian

pula, untuk tanaman ubi jalar produksi rataan di Ternate berkisar antara 5,2 sampai 6,0 ton/ha (Dinas Pertanian Kota Ternate, 2006) sedangkan produksi

rataan nasional adalah 12 sampai 20 ton/ha (Rukmana, 1997).

Fenomena yang menyebabkan rendahnya produksi tanaman jagung dan ubi jalar di Ternate adalah petani belum menggunakan pupuk organik dan anorganik yang cukup dan seimbang selama budidaya tanaman tersebut. Petani hanya bergantung pada kondisi kesuburan alami. Berdasarkan hasil analisis tanah awal (pH 6.02, C-organik rendah, N-total rendah, P-tersedia sedang, K-dd tinggi, Ca-dd tinggi, Mg-dd tinggi, KTK tanah sedang dan kejenuhan basa tinggi), kondisi tanah tersebut diduga belum dapat menunjang pertumbuhan dan produksi jagung dan ubi jalar secara maksimal dari rata-rata produksi nasional.


(17)

Oleh karena itu, untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi jagung dan ubi jalar maka pemberian bahan organik dan pupuk N, P dan K yang sesuai jenis tanah dan jenis tanaman perlu diusahakan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis bahan organik dan pupuk N P K terhadap serapan hara dan produksi tanaman jagung dan ubi jalar pada tanah Inceptisol Ternate.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi instansi terkait dan petani di pulau Ternate dalam pengelolaan lahan dan mempertahankan kesuburan tanah secara berkesinambungan dan lestari.

Hipotesis

Adapun hipotesis yang dapat dikemukakan dari percobaan ini adalah : 1. Bahan organik memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap peningkatan

serapan hara dan produksi tanaman jagung dan ubi jalar pada tanah Inceptisol Ternate.

2. Terdapat dosis pupuk N P K memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap serapan hara dan produksi tanaman jagung dan ubi jalar pada tanah Inceptisol Ternate.

3. Terdapat pengaruh interaksi antara kombinasi dosis bahan organik dan pupuk N P K terhadap peningkatan serapan hara dan produksi tanaman jagung dan ubi jalar pada tanah Inceptisol Ternate.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Keadaan Umum Wilayah Kota Ternate

Kota Ternate secara geografis terletak antara 0o-2o LU dan 126o-128o BT, dibatasi oleh Laut Maluku di sebelah utara, selatan dan barat sedangkan di sebelah timur dibatasi oleh selat Halmahera.

Wilayah Kota Ternate memiliki luas 249,75 km2 yang terdiri dari Kecamatan Pulau Ternate dengan luas daratan 174,13 km2, Kecamatan Ternate Selatan dengan luas daratan 53,56 km2 dan Kecamatan Ternate Utara dengan luas daratan 22,06 km2. Jumlah penduduk pada tahun 2006 adalah 148.946 jiwa (Ternate dalam Angka, 2006)

Keadaan suhu minimum di Kota Ternate 24 oC dan suhu maksimum 31 oC dengan suhu rataan adalah 27,5 oC. Kelembaban udara 82% dan intensitas penyinaran matahari 58%. Kecepatan angin minimum 19,16 km/jam, dengan arah angin 265o (Stasiun Meteorologi Babullah Ternate, 2003). Sementara menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (2003), pulau Ternate mempunyai tipe iklim IVB, yaitu memiliki curah hujan 3000-4000 mm/tahun dengan pola berfluktuasi, iklim basah dengan curah hujan < 100 mm/bulan selama kurang lebih 2 bulan, curah hujan 100-150 mm/bulan selama kurang lebih 3 bulan dan curah hujan lebih besar 200 mm/bulan selama 8 sampai 11 bulan.

Jenis Tanah di Pulau Ternate Propinsi Maluku Utara

Di propinsi Maluku Utara terdiri dari tanah Entisol (Regosol), Inceptisol, Andisol, Oxisol (Latosol) dan Ultisol (Maluku Utara dalam Angka, 2002). Sementara jenis tanah pulau Ternate berdasarkan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Bogor (2002) terdiri dari : Dystrudept, Eutrudept, Hapludalf, Hapludult, Hapludox dan Eutrudox. Elevasinya < 750 m dari permukaan laut, regim suhu isohiperthemic dan regim kelembaban termasuk udik. Fisiografi dataran sampai perbukitan dan pegunungan, dengan kelerengan antara 8-40 %. Tanah dilokasi penelitian ini didominasi oleh Inceptisol, yang mempunyai sifat dan ciri tanah sebagai berikut :


(19)

a. Inceptisol

Inceptisol adalah tanah-tanah yang masih relatif muda, yang perkembangannya setingkat diatas Entisol. Jika entisol belum menunjukkan adanya horison bawah penciri yang jelas sebagai hasil proses pedogenesis, pada Inceptisol telah terbentuk hasil proses tersebut, walaupun belum memenuhi syarat penciri order lainnya. Pada kebanyakan Inceptisol penciri tersebut adalah horison kambik (Rachim, 2007).

Horison dibagian permukaan mengalami proses eluviasi bahan atau senyawa (seperti liat, bahan organik, senyawa besi, alumunium dan basa-basa). Menurut Soil Survey Staff (2006), konsep sentral Inceptisol adalah tanah-tanah dari daerah dingin atau sangat panas, lembab, sub lembab dan memiliki horison kambik dan epipedon okrik. Order Inceptisol mencakup tanah-tanah yang variasi cukup lebar. Di beberapa daerah tanah ini mempunyai perkembangan minimum, dan di daerah lain telah mempunyai horison penciri yang hanya tidak memenuhi syarat kriteria order lain.

Inceptisol di pulau Ternate, terdiri dari sub ordo Udept. Tanah ini memiliki regim suhu isohipertermik dan berkembang dibawah regim kelembaban udik. Udept terdiri dari Eutrudepts dan Dystrudepts. Eutrudepts adalah udept yang memiliki kejenuhan basa 50% atau lebih pada kedalaman 25 cm sampai 100 cm, dan Dystrudepts adalah Udept yang memiliki kejenuhan basa kurang dari 50% (Rachim, 2002).

Inceptisol adalah tanah-tanah yang baru berkembang kecuali dapat memiliki epipedon ockhrik dan horison albik seperti yang dimiliki oleh tanah Andisol juga mempunyai beberapa sifat penciri lain (misal ; horison kambik) tetapi belum memenuhi syarat bagi ordo tanah yang lain. Inceptisol adalah tanah yang belum matang dengan perkembangan profil yang lebih lemah dibandingkan dengan tanah matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya (Birkeland, 1974).

Inceptisol dapat mempunyai satu atau lebih macam horison penciri dan epipedon. Penciri-penciri tersebut adalah epipedon okrik, antropik, histik,

molik plagen, atau umbrik. Namun hanya sedikit Inceptisol yang mempunyai

epipedon molik. Epipedon molik tertahan pada tanah dengan kejenuhan basa rendah dibawahnya (Rachim, 2007).

Menurut Boul, et al (1980) tanah dengan epipedon molik sebagai Inceptisol, jika epipedon terbentuk dari bahan piroklastik. Epipedon yang sangat


(20)

umum adalah okrik dan umbrik. Semua tanah yang mempunyai epipedon plagen adalah Inceptisol, dan beberapa tanah dibawah epipedon plagen dianggap terkubur (Rachim, 2007).

Horison penciri bawah yang mungkin dimiliki Inceptisol adalah kambik, fragipan, duripan, plasik, kalsik, petroklasik, gipsik, petrogipsik, salik dan sulfurik. Secara tipikal Inceptisol mempunyai horison kambik, namun hal ini tidak diperlukan jika tanah memiliki epipedon molik, umbrik, histik atau plagen, atau jika terdapat fragipan, duripan, atau horison-horison bawah penciri yang telah disebut diatas. Sebaliknya, Inceptisol tidak dapat memiliki horison argilik, kandik atau natrik jika tidak horison-horison tersebut terkubur. Horison oksik dibolehkan ada hanya jika batas atas lebih dalam dari 150 cm. Sedangkan horison spodik boleh ada hanya jika tebalnya < 10 cm, atau jika batas atas > 50 cm dari permukaan tanah mineral dan lapisan-lapisan diatasnya tidak berukuran butir berpasir atau skeletal berpasir (Rachim, 2007).

Inceptisol terbentuk diwilayah dengan lingkungan berselang sangat lebar, mulai dari daerah tropik hingga artik, atau menurut Soil Survey Staff (2006) dari

daerah ekuator hingga tundra. Namun konsep sentral Inceptisol adalah tanah-tanah dari wilayah ustik dan udik, yang telah mengalami perubahan

horison akibat dari translokasi Fe, Al atau basa-basa (Soil Survey Staff, 1975). Beberapa contoh tanah Inceptisol antara lain : tanah-tanah yang telah mengalami perubahan nyata akumulasi bahan organik yang agak tebal, dengan KB dipermukaan rendah, tanah-tanah yang telah mengalami pencucian CaCO3

dan terakumulasi dibawah horison kambik. Namun jika didaerah arid tanah tersebut dikelompokan sebagai Aridisol. Demikian pula, tanah-tanah berdrainase buruk yang mempunyai permafrost di dalam 100 cm dari permukaan diklaskan sebagai Gelisol. Inceptisol tidak mempunyai regim kelembaban aridik atau torik. Tanah ini biasa terjadi pada landskap yang relatif aktif, seperti lereng gunung dimana proses erosi secara aktif mengenai bahan induk tidak terlapuk, dan lembah sungai dimana sedimen yang relatif tidak terlapuk dideposisikan. Inceptisol dapat terjadi berasosiasi dengan tanah-tanah yang termasuk hampir tiap order (Rachim, 2007).

Di Indonesia, Inceptisol termasuk tanah terluas. Pada umumnya tanah ini menempati lahan-lahan yang berasosiasi dengan jalur aliran sungai, dataran pantai, dan formasi yang masih relatif muda. Inceptisol menyebar hampir diseluruh pulau atau propinsi di Indonesia. Potensi terbesar berada di Papua,


(21)

Sulawesi, Sumatera, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara, Bali, Maluku dan Jawa (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2003).

b. Proses Pedogenik

Proses pedogenik yang bekerja pada Inceptisol tidak bersifat tunggal, kecuali proses pencucian. Mungkin lebih tepat dikatakan bahwa semua proses pedogenik aktif hingga beberapa tingkat, tetapi tidak ada yang dominan. Inceptisol basah (Aquept) dicirikan oleh gleisasi aktif yang menghasilkan warna berkroma rendah. Tanah ini biasanya terbentuk di depresi lanskap, dimana pencucian lebih ekstensif daripada bagian landskap lainnya. Sebaliknya, proses

lessivage dan pembentukan horison argilik agak terhambat, mungkin karena tanah tidak mengalami desikasi (Rachim, 2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembentukan tanah ini secara umum, menurut Hardjowigeno (2003) adalah :

1. Bahan induk yang sangat resisten

2. Posisi dalam landscap yang ekstrim yaitu daerah curam atau lembah.

3. Permukaan geomorfologi yang muda sehingga pembentukan tanah belum lanjut.

Faktor-faktor utama yang memungkinkan terbentuk Inceptisol, menurut Rachim (2007) adalah (1) tanah yang berkembang dari bahan sedimen atau landskap yang secara geologi masih muda, contoh tipikal yaitu : Aluvium, Koluvium, Abu volkan dan Loess. (2) tanah yang berkembang pada wilayah dimana kondisi lingkungan menghambat proses-proses pembentukan tanah, contoh tipikal yaitu Iklim (suhu rendah dan curah hujan rendah), bahan induk (sangat berkapur dan resisten terhadap pelapukan), hidrologi (muka air yang tinggi dan drainase yang menghalangi ; permafrost).

Di wilayah tropik seperti Indonesia, secara fundamental proses pembentukan Inceptisol adalah sama dengan di wilayah subtropik. Namun ada perbedaan dalam intensitas proses. Pada suhu lebih tinggi kecepatan alterasi jauh lebih besar daripada di wilayah dengan suhu lebih rendah (Rachim, 2007). c. Penggunaan Lahan

Interpretasi Inceptisol untuk penggunaan lahan sangat beragam. Di daerah miring sangat cocok untuk pepohonan, tempat rekreasi, atau cagar


(22)

alam. Inceptisol berdrainase buruk dapat digunakan secara ekstensif untuk tanaman setahun dengan memperbaiki drainase. Di daerah depresi atau dataran rendah pantai utara jawa, tanah ini sangat cocok untuk padi sawah. Sedangkan tanah yang berkembang dari tuf volkan relatif muda merupakan media yang cocok bagi berbagai tanaman, tergantung pada iklim dan ketersediaan air (Rachim, 2007).

Inceptisol yang mempunyai horison sulfurik seperti Sulfaquept memerlukan pengelolaan khusus, akibat pH yang sangat rendah (≤ 3,5). Di sekitar gunung berapi berbagai macam tanaman dapat dikembangkan. Baik sayuran, palawija, sawah atau tanaman tahunan dapat dikembangkan dengan baik asal sesuai dengan syarat tumbuh utama yaitu iklim (Rachim, 2007). Pada daerah yang kurang air (hanya mengandalkan air hujan) tanah ini banyak ditanami ketela pohon. Jenis-jenis tanaman pohon sangat baik tumbuh pada tanah ini seperti pisang, petai, durian, kelapa, alfukat, kemang, sirsak, rambutan dan lain-lain (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2003). Penggunaan tanah Inceptisol untuk pertanian atau non pertanian adalah beraneka ragam. Daerah yang berlereng curam diperuntukan untuk hutan, rekreasi atau cagar alam. Tanah Inceptisol yang berdrainase buruk, dapat dijadikan lahan pertanian setelah drainasenya diperbaiki dan dapat pula dikembangkan tanaman lahan kering (Hardjowigeno, 2003)

Bahan Organik dan Peranannya

Bahan organik yang berasal dari campuran antara sisa tanaman dan kotoran hewan maupun sampah dan bila telah mengalami dekomposisi oleh mikrooragisme dapat menjadi pupuk organik (Soepardi (1983). Bahan organik mempunyai peranan penting terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Peranan bahan organik terhadap sifat fisik tanah antara lain ; kemampuan menahan air meningkat, warna tanah menjadi coklat hingga kehitaman, merangsang granulasi agregat dan memantapkannya, menurunkan plastisitas, kohesi dan sifat buruk lain dari liat. Peranan bahan organik terhadap sifat kimia tanah antara lain ; meningkatkan daya jerap dan kapasitas tukar kation, kation yang mudah dipertukarkan meningkat, unsur N, P dan S diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme sehingga terhindar dari pencucian kemudian tersedia kembali, pelarutan sejumlah unsur hara dari mineral oleh asam humus. Menurut Hakim et al (1986), peranan bahan organik terhadap sifat


(23)

biologi tanah ; jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah meningkat, kegiatan jasad mikro dalam membantu dekomposisi bahan organik juga meningkat. Mineralisasi bahan organik menyediakan unsur N, P dan S dalam larutan tanah dan berkorelasi dengan peningkatan hara dalam jaringan tanaman (Miller et al, 1990).

Pemberian bahan organik akan mempengaruhi perpindahan ion-ion dari larutan tanah ke dalam akar tanaman, mampu memperbaiki aerasi tanah sehingga perkembangan sistem perakaran berlangsung dengan baik dan daya jangkau akar unsur hara jauh lebih tinggi (Sanchez, 1976).

Menurut Anas (1999), bahan organik dapat mempengaruhi sifat tanah antara lain ; memperbaiki struktur tanah, memperbaiki aerasi tanah,

meningkatkan jumlah air tersedia bagi tanaman, meningkatkan kesuburan tanah, menurunkan bobot isi tanah dan memudahkan pengolahan tanah. Selain itu bahan organik dapat membentuk senyawa beracun bagi tanaman pada kondisi suhu tertentu. Bahan organik yang berasal dari pupuk kandang, komposisi haranya tergantung pada jenis hewan, umur hewan, jenis makanan, jenis alas kandang dan cara penyimpanannya (Setyamidjaja, 1990). Kotoran ayam yang dijadikan pupuk organik cukup baik karena rasio C/N relatif rendah

yaitu 1-3 (Sutanto, 2002).

Komposisi unsur hara pada pupuk kandang ayam terdiri dari 1,7% N, 1,9% P2O5 dan 1,5% K2O. Jumlah bahan organik yang diberikan pada tanah

tergantung kadar bahan organik tanah. Pada tanah dengan kadar bahan organik

tanah rendah, umumnya penambahan bahan organik berkisar 20 sampai 40 ton/ha. Sementara dengan tanah dengan kadar bahan organik tanah cukup

tinggi atau berkisar 3 sampai 4% maka penambahan bahan organik 5 sampai 10 ton/ha relatif cukup (Sudarsono, 2004).

Peranan Unsur Hara N P K

Unsur hara N P K adalah hara esensial yang diperlukan oleh tanaman dalam jumlah besar untuk memenuhi proses fisiologi dan metabolisme tanaman. Bila unsur hara N P K tersedia dalam jumlah terbatas dalam tanah maka akan menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Penyerapan hara oleh tanaman sifatnya selektif dan spesifik, yaitu tanaman hanya menyerap hara yang dibutuhkan dan sesuai dengan fungsi berdasarkan umur pertumbuhan tanaman (Marschner, 1986).


(24)

Tanaman yang tumbuh harus mengandung N dalam membentuk sel-sel baru. Fotosintesis menghasilkan karbohidrat dari CO2 dan H2O namun

proses tersebut tidak dapat berlangsung untuk menghasilkan protein, asam nukleat dan sebagainya bilamana N tidak tersedia. Dengan demikian, bila terjadi kekurangan N akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman (Leiwakabessy et al, 2003).

Banyaknya N yang diserap tiap hari persatuan berat tanaman adalah maksimum pada saat masih muda dan berangsur-angsur menurun dengan bertambah usia tanaman. Faktor penting yang perlu diperhatikan dalam hubungan antara respon tanaman dengan dosis pupuk adalah pada tingkat mana terjadi akumulasi pada tanaman. Tanaman jagung, akumulasi N terjadi pada pertumbuhan satu bulan setelah masa emergensi (Tisdale et al, 1975). Menurut Jones et al (1991) menyatakan bahwa kadar kecukupan N untuk Jagung berkisar 3.5-4,5.0%, kecukupan P 0,5-0,8%, kecukupan K adalah 2,8-3,8% dan untuk ubi jalar kecukupan N 3,3-4,5 %, kecukupan P untuk ubi jalar 0,23-0,5% dan kecukupan K adalah 3,5-4,5%.

Respon unsur hara N juga tergantung pada seberapa besar tanaman disuplai oleh unsur hara lain. Hubungan ini telah dibuktikan sejumlah penelitian yaitu pengaruh perlakuan unsur hara lain atas respon tanaman terhadap tingkat pemberian N pada tanaman serelea (biji-bijian). Hasilnya adalah tanpa pemberian P dan K maka respon tanaman terhadap tingkat penambahan N adalah rendah, bila dibandingkan dengan pemberian sejumlah hara P dan K yang memadai (Putinella, 1997).

Fosfor sangat berpengaruh terhadap perkembangan tanaman. Hal ini disebabkan P banyak terdapat dalam sel tanaman berupa unit nukleotida. Sedangkan nukleotida merupakan suatu ikatan yang mengandung P, sebagai penyusun RNA dan DNA yang berperan dalam perkembangan sel tanaman. Peran unsur P pada tanaman jagung terutama pada proses pembentukan biji. Unsur P dapat menstimulir pertumbuhan dan perkembangan perakaran tanaman, keadaan ini berhubungan dengan fungsi P dalam metabolisme sel. Dari percobaan-percobaan pada tanah yang kekurangan P, bila dipupuk P ternyata bahwa pertambahan bagian akar lebih besar jika dibandingkan dengan bagian atas tanaman (Havlin et al, 1999).

Peran P pada tanaman umbi-umbian sangat besar dalam pembentukan akar, yang mana akar tersebut akan menimbun sejumlah karbohidrat sehingga


(25)

ukuran umbi menjadi lebih besar. Dari banyak penelitian bahwa penambahan P kedalam tanah dapat meningkatkan hasil tanaman maupun bahan keringnya (Putinella, 1997).

Pengaruh unsur K terhadap pertumbuhan tanaman adalah menguatnya jerami dari tanaman biji-bijian, sehingga tidak mudah rebah. Sedangkan pengaruh kalium terhdap produksi tanaman umbi-umbian sangat nyata. Semakin tinggi kadar kalium tanah semakin tinggi kadar tepungnya, kuantitas dan kualitas umbi semakin baik (Putinella, 1997).

Beberapa peneliti melaporkan bahwa ada dampak dari K pada asimilasi CO2. Hasil kajian mereka menyatakan bahwa K tidak berpengaruh langsung

pada sistem fotosintesis tetapi agaknya mengembangkan sintesa enzim ribulosa bifosfat karbosilase yang menunjukkan meningkatkannya asimilasi CO2. Paralel

dengan meningkatnya fotorespirasi dan menurunnya respirasi gelap. Sejumlah penulis mengatakan bahwa K mempertinggi translokasi fotosintat (hasil fotosintesis). Kalium tidak hanya mengembangkan translokasi hasil sintesa fotosintesis yang baru terbentuk tetapi juga berperan pada mobilisasi bahan fotosintesis yang tersimpan (Putinella, 1997).

Klasifikasi dan Marfologi Tanaman Jagung

Tanaman jagung (Zea mays L) dalam sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan menurut Warisno (2003) diklasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub Diviso : Angiospermae (Berbiji tertutup) Classis : Monocotyledone (berkeping satu) Ordo : Gramineae (rumput-rumputan) Famili : Graminaeceae

Genus : Zea Spesies : Zea mays

Jagung termasuk pada keluarga graminae dan mulanya berkembang dari jagung tipe dent dan flint. Jagung tipe dent disebut jagung gigi kuda. Jagung ini mempunyai lekukan dipuncak bijinya karena ada pati keras dibagian pinggir dan pati lembek pada bagian puncak biji. Jagung tipe flint disebut juga jagung mutiara, biji jagung ini berbentuk bulat, bagian luarnya keras dan licin. Jagung manis statusnya sebagai jagung hibrid (hasil hibridasi antara jagung tipe dent


(26)

dan tipe flint kemudian terjadi mutasi (Budiarto, 1996). Sistem perakaran pada tanaman jagung bervariasi terdiri atas akar primer (pertama muncul pada kecambah), akar lateral (memanjang kesamping) dan akar udara atau akar yang tumbuh dari bulu-bulu (Danarti dan Najiyati, 1996). Batang jagung berwarna hijau sampai keunguan berbentuk bulat dengan penampang melintang 2,25 cm, tinggi tanaman berfariasi antara 125-250 cm, batang berbuku-buku dibatasi oleh ruas-ruas. Daun jagung terdiri atas pelepah daun dan helaian daun. Helaian daun memanjang dengan ujung daun meruncing. Antara pelepah daun dan helaian daun dibatasi oleh spicula yang berfungsi untuk menghalangi masuknya air hujan atau embun didalam pelepah daun (Suprapto, 1993). Jagung termasuk tanaman berumah satu dengan bunga jantan berwarna putih krem. Bunga tanaman ini bersifat monocius dan bungan jantannya mengandung banyak bunga kecil pada ujung batangnya yang disebut tassel. Bunga betina juga mengandung banyak bunga kecil yang ujungnya pendek dan datar, pada saat masak disebut tongkol (Warisno, 2003).

Syarat Tumbuh Tanaman Jagung

Faktor iklim yang paling mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah curah hujan dan suhu. Jumlah dan sebaran curah hujan merupakan dua faktor lingkungan yang memberikan pengaruh terbesar terhadap kualitas jagung (Rukmana, 1997). Menurut Budiarto (1996), secara umum jagung memerlukan air sebanyak 200-300 mm/bulan. Suhu yang baik untuk pertumbuhan jagung manis adalah 210-300 C dan keasaman tanah yang baik adalah 5,5-7,0, dengan ketinggian dari dataran rendah sampai diatas 1.300 meter dari permukaan laut. Tanah yang gembur dan subur sangat dikehendaki untuk pertumbuhan tanaman jagung juga memerlukan aerasi dan draenase yang baik. Secara umum tanaman jagung dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan syarat tanah tersebut diolah dengan baik. Namun yang terbaik untuk pertumbuhan yaitu yang bertekstur lempung berdebu (Arifudin, 1996).

Dosis anjuran pemupukan rataan adalah urea 200-300 kg/ha, SP-36 100-200 kg/ha dan KCl 50-100 kg/ha. Pemupukan dapat dilakukan secara bertahap yaitu pada saat tanam 1/3 dosis urea dengan cara tugal atau diberikan pada larikan tanaman, sedangkan pemupukan SP-36 dan KCl diberikan pada saat tanam dan pemupukan kedua diberikan pada saat tanaman jagung berumur 45 hari yaitu 2/3 dosis urea (Rukmana, 1997).


(27)

Morfologi Tanaman Ubi Jalar

Ubi jalar adalah tanaman semusim yang termasuk dalam klas Dicotyledonae, famili Convolvulaceae, genus Ipomea. Tanaman ubi jalar memiliki susunan tubuh utama yang terdiri dari batang, umbi, daun, bunga dan biji. Batang berbentuk bulat, tidak berkayu, berbuku, tipe pertumbuhan merambat, panjang batang tipe tegak antara 1-2 meter, sedangkan tipe merambat panjang batang 2-3 meter. Warna batang biasanya hijau tua sampai keungu-unguan (Rukmana, 1997).

Menurut Wargiono (1980), bentuk daun ubi jalar bulat, lonjong dan runcing yang umumnya berwarna hijau tua dan kuning. Tanaman berbatang besar biasanya berdaun besar, demikian sebaliknya. Bentuk bunga menyerupai torempet dengan satu tangkai putik dan kepala putik pada bagian ujungnya. Bentuk umbi yang ideal adalah lonjong agak panjang, kulitnya tebal dan tipis terdiri dari warna putih, kuning, jingga dan sedikit ungu. Pada suhu 25o C tanaman ini tumbuh maksimal, tetapi terhambat jika suhu dibawah 12o C atau diatas 35o C. Sifat lain tanaman ini adalah menyukai cahaya matahari dan curah hujan yang rendah yaitu 600-1600 mm/tahun pada masa pertumbuhannya, umur panen ubi jalar berkisar antara 3-4 bulan (IBPGR, 1980).

Tanaman ubi senang tumbuh pada klas tekstur pasir berlempung, gembur, banyak mengandung bahan organik, aerasi dan drainase baik, dengan pH tanah 5,5-7,5. Suhu udara 210-270 C, kelembaban udara 50-60%, curah hujan 750 mm-1500 mm/tahun (Rukmana, 1997). Tanah dengan bobot isi yang tinggi atau kurang aerasi akan menghambat pembentukan umbi sehingga hasilnya menurun. Pada tanah yang terlalu banyak mengandung air, sistem perakaran menjadi terhambat dan pembentukan umbi akan terhambat dan kondisi yang lebih parah lagi maka umbi akan menjadi busuk (Rukmana, 1997).

Budidaya ubi jalar di tanah yang kandungan liat tinggi diusahakan dengan pemberian bahan organik agar membantu perkembangan umbi. Hara yang hilang terangkut oleh ubi jalar yang dipanen ternyata cukup tinggi yaitu N 105 kg/ha, P2O5 41 kg/ha dan K2O 210 kg/ha (Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian, 1995). Dosis anjuran pupuk untuk tanaman ubi jalar adalah urea 200 kg/ha, SP-36 50 kg/ha dan KCl 100 kg/ha (Rukmana, 1997).


(28)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Percobaan lapang dilaksanakan di Kelurahan Maliaro kecamatan Ternate Selatan, kota Ternate dan di laboratorium kimia dan kesuburan tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, yang berlangsung dari bulan Januari 2007 sampai Desember 2007.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian lapangan antara lain ; cangkul, sekop, meteran, timbangan, gelas ukur, label perlakuan dan alat tulis menulis. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain ; bahan organik (pupuk kandang ayam) urea, SP-36, KCl dan benih jagung varietas bisi-2 serta stek pucuk ubi jalar varietas lokal.

Bahan yang digunakan untuk analisis tanah dan tanaman di laboratorium adalah contoh tanah, aquades dan bahan kimia yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan analisis. Alat yang digunakan di laboratorium antara lain ; pipet, tabung reaksi, labu takar, gelas plastik, mortar, timbangan, flamephotometer, atomic spectrophotometer dan alat lain yang digunakan sesuai kebutuhan analisis tanah dan tanaman.

Metode Penelitian

Penelitian pada masing-masing tanaman, menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial yang terdiri dari dua faktor : Faktor pertama adalah bahan organik (0, 20, 40 ton/ha) dan faktor kedua adalah dosis pupuk N P K (½ dosis anjuran; 1 X dosis anjuran ; 1 ½ dosis anjuran). Notasi dan level perlakuan untuk tanaman jagung adalah :

Faktor Pertama : Bahan organik (B) B0 = Tanpa bahan organik

B1 = 20 ton/ha

B2 = 40 ton /Ha

Faktor kedua : dosis pupuk N, P dan K (F), masing-masing menggunakan urea, SP-36, KCl dengan dosis sebagai berikut :


(29)

F1 = Urea 100 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 50 kg/ha

F2 = Urea 200 kg/ha, SP-36 200 kg/ha, KCl 100 kg/ha

F3 = Urea 300 kg/ha, SP-36 300 kg/ha, KCl 150 kg/ha

Sedangkan level perlakuan untuk tanaman ubi jalar, adalah : Faktor Pertama : Pupuk bahan organik (B)

B0 = Tanpa bahan organik

B1 = 20 ton/ha

B2 = 40 ton /Ha

Faktor kedua : dosis pupuk N, P dan K (F), masing-masing menggunakan urea, SP-36, KCl dengan dosis sebagai berikut :

F1 = Urea 100 kg/ha, SP-36 25 kg/ha, KCl 50 kg/ha

F2 = Urea 200 kg/ha, SP-36 50 kg/ha, KCl 100 kg/ha

F3 = Urea 300 kg/ha, SP-36 75 kg/ha, KCl 150 kg/ha

Kombinasi perlakuan dapat disusun sebagai berikut : B0F1 B0F2 B0F3

B1F1 B1F2 B1F3

B2F1 B2F2 B2F3

Dengan demikian, pada masing-masing tanaman terdapat 9 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 27 satuan percobaan baik pada tanaman jagung maupun tanaman ubi jalar. Percobaan ini disusun dengan model linier menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002), adalah :

Yijk = μ + αi + βj + Kk + (αβij) + εijk dimana :

YijK = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ke-j pada kelompok ke-k

μ = Nilai Tengah Umum

αi = Pengaruh aditif perlakuan ke-i

βj = Pengaruh aditif perlakuan ke-j Kk = Pengaruh aditif kelompok ke-k

(αβij) = Interaksi antara perlakuan ke-i dan perlakuan ke-j

εijk = Galat percobaan dari perlakuan ke-i dan perlakuan ke-j pada kelompok ke-k

i = 1, 2, 3 ... j = 1, 2, 3 ... k = 1, 2, 3 ....


(30)

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis varian (anova), bila terdapat perlakuan yang memberikan pengaruh nyata dan sangat nyata (signifikan) maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur atau BNJ α 0,05 (Hanafiah, 1997).

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Lahan dan Pengolahan Tanah

Lahan yang digunakan sebelumnya dibersihkan dari gulma, kemudian dicangkul dan digaru sampai rata, dibuat petakan dengan ukuran 4 x 3 m2 untuk tanaman jagung, jarak antara petakan 40 cm yang berfungsi juga sebagai saluran drainase. Sedangkan tanman ubi jalar mengunakan guludan dengan ukuran 4 x 2 m2 dengan jarak antara guludan 50 cm dan tinggi guludan 30 cm.

Penanaman

Penanaman tanaman jagung dengan sistem tugal dimana setiap lubang diisi 2 benih jagung. Jarak tanam yang digunakan untuk tanaman jagung adalah 80 cm x 40 cm, sedangkan jarak tanam untuk tanaman ubi jalar adalah 50 cm x 40 cm, bahan tanam ubi jalar menggunakan stek pucuk dengan panjang setek 20 cm.

Pemupukan

Pemberian bahan organik (pupuk kandang ayam) dilakukan 1 minggu sebelum tanam (MST). Cara aplikasi bahan organik pada tanaman jagung dilakukan pada larikan tanaman, sementara cara aplikasi bahan organik pada tanaman ubi jalar diletakan pada lubang tanam, dengan dosis sesuai perlakuan masing-masing.

Pemupukan N (urea) diberikan dua kali yaitu ½ dosis pada saat tanam dan ½ dosis pada umur 14 HST. Pupuk P dan K diberikan sekaligus pada saat tanam untuk tanaman jagung, sedangkan untuk tanaman ubi jalar pemupukan dilakukan 14 HST. Cara aplikasi pupuk dilakukan secara tugal pada sisi kiri atau kanan tanaman (berjarak 5 cm dari lubang tanam). Dosis pupuk N P K diberikan sesuai dengan perlakuan masing-masing.


(31)

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman meliputi ; penyiangan, penyulaman, pembumbunan, penyiraman dan pengendalian hama penyakit. Penyiangan gulma dilakukan dengan cara mencabut gulma yang tumbuh di sekitar tanaman, penyiangan dilakukan setiap interval waktu 2 minggu setelah tanam (MST), penyulaman dimaksudkan untuk menggantikan tanaman yang tumbuh tidak normal, penyulaman dilakukan 2 minggu setelah tanam. Pembumbunan dilakukan pada saat penyiangan gulma terutama untuk tanaman ubi jalar sehingga aerasi tanah menjadi baik untuk pembentukan umbi. Pembumbunan dilakukan pada fase pertumbuhan tanaman ubi jalar, sedangkan pada fase generatif ubi jalar (pembentukan umbi) pembumbunan tidak dilakukan lagi.

Penyiraman atau pengairan tanaman dilakukan setiap hari sampai mendekati waktu panen dari tanaman jagung maupun ubi jalar. Pengendalian hama dan penyakit tidak dilakukan karena tidak ada gejala serangan hama penyakit.

Panen

Panen dilakukan pada saat tanaman jagung berumur 90 hari setelah tanam, sedangkan tanaman ubi jalar dipanen setelah berumur 120 hari setelah tanam.

Pengamatan

Penentuan tanaman sampel dilakukan secara acak, tanaman sampel pada pertanaman jagung dipilih sebanyak 7 tanaman sampel/petak dan pada pertanaman ubi jalar dipilih 5 tanaman sampel/petak.

Parameter yang diamati pada tanaman jagung dan ubi jalar adalah : 1. Tinggi tanaman jagung, diukur dari pangkal batang hingga ujung daun

tertinggi. Jumlah daun (helai), panjang sulur ubi jalar yang diukur dari pangkal batang hingga ujung sulur terpanjang dan jumlah sulur ubi jalar. Pengamatan dilakukan pada umur 14, 28 dan 42 HST.

2. Bobot basah umbi, bobot basah ditimbang pada saat panen, bobot kering umbi dikeringudarakan 3 hari


(32)

3. Bobot basah tongkol dengan klobot dan tanpa klobot, bobot basah tongkol ditimbang pada saat panen, bobot tongkol dan kering biji jagung ditimbang setelah dikeringudarakan 3 hari.

4. Analisis kadar dan serapan tanaman, terutama unsur N P K. Untuk analisis serapan hara yaitu menggunakan seluruh bagian tanaman sampel setelah panen, baik pada tanaman jagung maupun ubi jalar. Masing-masing tanaman kemudian ditimbang bobot segarnya, setelah itu diovenkan pada suhu 60 oC selama 2 x 24 jam untuk mendapatkan bobot kering. Setelah dioven kemudian digiling dan dipersiapkan untuk analisis total tanaman.

5. Analisis tanah awal meliputi : pH H2O , N-total, P-tersedia, P-total, Ca-dd,

Mg-dd, K-dd, Na-dd, Al-dd, H-dd, KTK efektif , kejenuhan basa (KB) dan tekstur tanah.

6. Analisis Kimia tanah setelah penelitian adalah : pH H2O , N-total, P-tersedia,

dan K-tersedia.

Analisis tanah awal dan analisis akhir penelitian menggunakan metode, sebagaimana tertera pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1 . Metode Analisis Tanah dan Tanaman

Jenis unsur/ analisis Metode ekstraksi Analisis kimia tanah

pH H2O (1:1)

N-total P-tersedia K-tersedia Ca-dd Mg-dd K-dd Na-dd Al-dd H-dd KTK efektif %KB

Analisis fisik tanah Tekstur tanah

Analisis kadar hara tanaman N-tanaman

P-tanaman K-tanaman

pH meter Kjeldahl Bray-1 Bray-1

N NH4OAc pH 7,0

N NH4OAc pH 7,0

N N H4OAc pH 7,0

N NH4OAc pH 7,0

N KCl

N KCl

Ca + Mg + K + Na + Al + H

∑ (Ca + Mg + K + Na)/KTK x 100% Pipet

Kjeldahl

Pengabuan Basah Pengabuan Basah


(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Karakteristik Tanah dan Bahan Organik

Pada Tabel 2, hasil analisis fisik tanah menunjukkan bahwa tekstur tanah termasuk klas tekstur lempung liat berpasir, sedangkan sifat kimia tanah menurut Kriteria Pusat Penelitian Tanah (1983), kemasaman tanah termasuk agak masam, N-total rendah, C-organik rendah, P-tersedia sedang, Ca-dd dan Mg-dd termasuk tinggi, K-dd sangat tinggi, Na-dd sedang, Al-dd tidak terukur, KTK efektif sedang, persen kejenuhan basa sangat tinggi.

Tabel 2. Hasil Analisis Kimia dan Fisik Tanah

Jenis analisis Hasil analisis Kriteria pH H2O (1 : 1)

N-total (%) C-organik (%) P-tersedia (ppm)

Kation dapat ditukar (me/100 g) Ca Mg K Na Al H KTK efektif KB (%) Fe (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm) Mn (ppm) Tekstur Tanah Pasir (%) Debu (%) Liat (%) 6,02 0,13 1,85 9,0 11,77 2,93 1,07 0,43 tr 0,08 16,28 99,5 12,68 2,76 24,76 2,72 39,94 37,90 22,16 agak masam rendah rendah sedang tinggi tinggi sangat tinggi sedang - rendah sedang sangat tinggi tinggi rendah tinggi rendah Lempung liat berpasir

Bahan organik yang digunakan adalah kotoran ayam bersama serbuk gergaji pada alas kandang ayam, hasil analisisnya tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Kimia Bahan Organik (kotoran ayam)

Jenis Analisis Metode Analisis Kadar (%)

N Kjeldahl 2,16

C Walkley dan Black 4,15

C/N Perhitungan 1,92

P Pengabuan Basah 1,87


(34)

Pertumbuhan Jagung

Perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N P K tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman jagung pada umur pengamatan 14, 28 dan 42 HST (Tabel Lampiran 2) . Rataan tinggi tanaman pengaruh bahan organik dan pupuk anorganik disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Rataan Tinggi Tanaman Pengaruh Bahan Organik (B) dan Pupuk Anorganik (F) Tanaman Jagung Pada Umur Pengamatan 14, 28, dan 42 HST.

Gambar 1 menunjukkan bahwa rataan tinggi tanaman pada umur 14, 28 dan 42 HST perlakuan bahan organik dan pupuk N P K (B2F1) cenderung memiliki rataan tertinggi dibandingkan dengan perlakuan kombinasi lainnya.

Sementara, jumlah daun menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N P K juga tidak berpengaruh nyata pada umur pengamatan 14 dan 28 HST (Tabel Lampiran 4). Rataan tinggi tanaman pengaruh bahan organik dan pupuk anorganik pada jumlah daun disajikan pada Gambar 2.

B0 B0 B0 B1 B1 B1 B2 B2 B2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

F1 F2 F3

Perlakuan Ti nggi Ta na m a n 1 4 H S T (cm )

B0 B1 B2

B0 B0 B0 B1 B1 B1 B2 B2 B2 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00

F1 F2 F3

Perlakuan Ti ng gi Ta na m a n 2 8 H S T (c m )

B0 B1 B2

B0 B0 B0 B1 B1 B1 B2 B2 B2 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00

F1 F2 F3

Perlakuan Ti ng gi T a n a m a n 4 2 H S T (c m )


(35)

Gambar 2. Rataan Jumlah Daun Tanaman Jagung Pada Umur 14 dan 28 HST

Gambar 2 menunjukkan bahwa rataan jumlah daun pada umur 14 dan 28 dan HST perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N P K (B2F1) cenderung memiliki rataan tertinggi dibandingkan dengan perlakuan kombinasi lainnya. Namun, pada umur pengamatan 42 HST perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N P K berpengaruh nyata (Tabel Lampiran 4), dan uji lanjutnya tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk N P K Terhadap Jumlah Daun Jagung Pada Umur 42 HST (helai).

Bahan organik (ton/ha)

Pupuk N P K (kg/ha)

F1 F2 F3 B0 9.95 b 9.33 bc 8.95 c

B1 9.23 bc 12.33 a 9.04 bc B2 9.95 b 9.95 b 9.62 bc BNJ α 0.05 0.99

Keterangan : Angka Rataan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ α 0.05.

Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi B1F2 memiliki jumlah daun terbanyak dan nyata lebih tinggi daripada perlakuan kombinasi B0F1, B0F2, B0F3, B1F1, B1F3, B2F1, B2F2 dan B2F3. Sedangkan antara perlakuan kombinasi B0F1, B0F2 dan B0F3 tidak berbeda nyata. Perlakuan kombinasi B1F1 dan B1F3 tidak berbeda nyata. Perlakuan kombinasi B2F1, B2F2 dan B2F3 tidak berbeda nyata.

B0 B0 B0 B1 B1 B1 B2 B2 B2 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50

F1 F2 F3

Perlakuan Ju m lah D a u n 14 H S T (h el a i)

B0 B1 B2

B0 B0 B0 B1 B1 B1 B2 B2 B2 6.80 7.00 7.20 7.40 7.60 7.80 8.00 8.20 8.40 8.60

F1 F2 F3

Perlakuan Ju m lah D au n 28 H S T (h el ai )


(36)

Produksi Jagung

Perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N P K berpengaruh nyata terhadap bobot basah tongkol dengan klobot jagung pada saat panen (Tabel Lampiran 6), dan uji lanjutnya disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk N P K Terhadap Bobot Basah Tongkol dengan Klobot Jagung Pada Saat Panen (kg/petak)

Bahan organik (ton/ha)

Pupuk N P K (kg/ha)

F1 F2 F3 B0 14.37 b 13.33 b 13.50 b

B1 11.55 b 20.07 a 14.88 b B2 15.95 b 15.22 b 13.32 b BNJ α 0.05 2.97

Keterangan : Angka Rataan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ α 0.05.

Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan B1F2 memberikan bobot basah tongkol dengan klobot nyata tertinggi daripada perlakuan kombinasi lainnya, sedangkan antara perlakuan B0F1, B0F2, B0F3, B1F1, B1F3, B2F1, B2F2 dan B2F3 tidak terdapat perbedaan yang nyata.

Sementara bobot basah tongkol tanpa klobot, perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N P K tidak berpengaruh nyata (Tabel Lampiran 6). Namun terdapat perbedaan yang nyata pada perlakuan faktor tunggal yaitu faktor bahan organik, dan uji lanjutnya disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Bobot Basah Tongkol Tanpa Klobot Jagung.

Bahan organik Bobot basah tongkol tanpa klobot (kg/petak) B0 (tanpa bahan organik) 9.69 b

B1 (20 ton/ha) 10.16 a

B2 (40 ton/ha) 10.37 a

BNJ α 0.05 0.21

Keterangan : Angka Rataan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ α 0.05.

Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan dosis bahan organik 40 ton/ha (B2) memiliki rataan tertinggi, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis bahan organik 20 ton/ha (B1), namun perlakuan bahan organik 20 ton/ha (B1) dan 40 ton/ha (B2) memiliki rataan nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa bahan organik (B0).


(37)

Perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N P K berpengaruh nyata terhadap bobot kering biji (Tabel Lampiran 6), uji lanjutnya disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk N P K Terhadap Bobot Kering Biji Jagung (kg/petak)

Bahan organik (ton/ha)

Pupuk N P K (kg/ha)

F1 F2 F3 B0 7.12 b 7.25 bc 6.70 bc

B1 6.19 c 9.40 a 8.57 a B2 8.38 a 8.13 a 7.82 b BNJ α 0.05 1.53

Keterangan : Angka Rataan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ α 0.05.

Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi B1F2, B1F3, B2F1 dan B2F2 memiliki rataan yang nyata lebih tinggi daripada perlakuan kombinasi B0F1, B0F2, B0F3, B1F1dan B2F3. Sedangkan perlakuan kombinasi B1F2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan B1F3, B2F1, dan B2F2.

Sementara, perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N P K tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering tongkol (Tabel Lampiran 6). Rataan bobot kering tongkol pengaruh bahan organik dan pupuk anorganik tertera pada Gambar 3.

Gambar 3. Rataan Bobot Kering Tongkol Tanaman Jagung

Gambar 3 menunjukkan bahwa perlakuan B1F2 cenderung memiliki rataan bobot kering yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kombinasi lainnya.

B0 B0 B0 B1 B1 B1 B2 B2 B2 8.00 8.50 9.00 9.50 10.00 10.50 11.00

F1 F2 F3

Perlakuan B o bo t K e ri ng To ngk o l (k g/ pe ta k )


(38)

Kadar Hara Pada Tanah dan Tanaman Jagung

Perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N P K tidak berpengaruh nyata terhadap kadar N-tanaman jagung. Namun perlakuan secara tunggal dari bahan organik berpengaruh nyata terhadap kadar N-tanaman (Tabel Lampiran 8), uji lanjutnya disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Kadar N-Tanaman Jagung. Bahan organik Kadar N-tanaman (%)

B0 (tanpa bahan organik) 1.086 c

B1 (20 ton/ha) 1.264 a

B2 (40 ton/ha) 1.147 b

BNJ α 0.05 0.034

Keterangan : Angka Rataan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ α 0.05.

Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan bahan organik 20 ton/ha (B1) memiliki rataan kadar N-tanaman nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan bahan organik 40 ton/ha (B2) dan perlakuan tanpa bahan organik (B0). Sedangkan perlakuan bahan organik 40 ton/ha (B2) memiliki rataan N-tanaman nyata lebih tinggi daripada perlakuan tanpa bahan organik (B0).

Sementara perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N P K tidak berpengaruh nyata terhadap kadar N-tanah (Tabel Lampiran 10), dan rataan kadar N-tanah pengaruh bahan organik dan pupuk anorganik tertera pada Gambar 4.

Gambar 4. Rataan Kadar N-Tanah Tanaman Jagung (%)

Gambar 4 menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi B1F1 cenderung memiliki rataan N-tanah yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kombinasi lainnya.

B0

B0 B0

B1

B1 B1

B2

B2

B2

-0.050 0.100 0.150 0.200 0.250

F1 F2 F3

Perlakuan

N

-T

a

na

h (

%

)


(39)

Perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N P K tidak berpengaruh nyata terhadap kadar P-tanaman jagung. Namun perlakuan secara tunggal, bahan organik pengaruh nyata terhadap kadar P-tanaman (Tabel Lampiran 8). uji lanjutnya disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Kadar P-Tanaman Jagung. Bahan organik Kadar P-tanaman (%) B0 (tanpa bahan organik) 0.269 c

B1 (20 ton/ha) 0.356 a

B2 (40 ton/ha) 0.298 b

BNJ α 0.05 0.012

Keterangan : Angka Rataan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ α 0.05.

Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan bahan organik 20 ton/ha (B1) memiliki rataan kadar P-tanaman nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan bahan organik 40 ton/ha (B2) dan perlakuan tanpa bahan organik (B0). Sedangkan perlakuan bahan organik 40 ton/ha (B2) memiliki rataan nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa bahan organik (B0).

Perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N P K tidak berpengaruh nyata terhadap kadar P-tanah. Namun perlakuan secara tunggal, bahan organik memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar P-tanah (Tabel Lampiran 10). uji lanjutnya disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Kadar P-Tanah Tanaman Jagung. Bahan organik Kadar P-tanah (ppm) B0 (tanpa bahan organik) 20.54 c

B1 (20 ton/ha) 27.03 b

B2 (40 ton/ha) 30.64 a

BNJ α 0.05 1.69

Keterangan : Angka Rataan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ α 0.05.

Tabel 10 menunjukkan bahwa perlakuan bahan organik 40 ton/ha (B2) memiliki rataan nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan bahan organik 20 ton/ha (B1) dan perlakuan tanpa bahan organik (B0) dan perlakuan bahan organik 20 ton/ha (B1) nyata lebih tinggi daripada perlakuan tanpa bahan organik (B0).


(40)

Perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N P K tidak berpengaruh nyata terhadap kadar K-tanaman jagung. Namun perlakuan secara tunggal dari bahan organik berpengaruh nyata terhadap kadar K-tanaman (Tabel Lampiran 8), uji lanjutnya disajukan pada Tabel 11.

Tabel 11. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Kadar K-Tanaman Jagung. Bahan organik Kadar K-tanaman (%) B0 (tanpa bahan organik) 2.82 b

B1 (20 ton/ha) 3.44 a

B2 (40 ton/ha) 3.37 a

BNJ α 0.05 0.10

Keterangan : Angka Rataan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ α 0.05.

Tabel 11 menunjukkan bahwa perlakuan bahan organik 20 ton/ha (B1) memiliki rataan kadar K-tanaman tertinggi, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan bahan organik 40 ton/ha (B2), perlakuan bahan organik 20 ton/ha (B1) dan 40 ton/ha (B2) memiliki rataan yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa bahan organik (B0).

Perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N P K berpengaruh nyata terhadap kadar K-tanah yang ditanami jagung (Tabel Lampiran 10). Uji lanjutnya disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk N P K Terhadap Kadar K-Tanah Pada Tanaman Jagung (me/100 g tanah).

Bahan organik (ton/ha)

Pupuk N P K (kg/ha)

F1 F2 F3

B0 0.45 d 0.47 d 0.60 c B1 0.49 d 0.71 a 0.56 cd B2 0.62 bc 0.65 abc 0.69 ab BNJ α 0.05 0.08

Keterangan : Angka Rataan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ α 0.05.

Tabel 12 menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi B1F2 memiliki rataan kadar K-tanah tertinggi namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi B2F2 dan B2F3. Sedangkan perlakuan kombinasi B1F2 memiliki rataan kadar K-tanah yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kombinasi B0F1, B0F2, B0F3, B1F1, B1F3 dan B2F1.

Perlakuan bahan organik dan pupuk N P K berpengaruh tidak nyata terhadap pH tanah (Tabel Lampiran 10). Rataannya disajikan pada Gambar 5.


(41)

Gambar 5. Rataan pH Tanah Pada Tanaman Jagung

Gambar 5 menunjukkan bahwa perlakuan bahan organik (B2) pada setiap perlakuan pupuk anorganik (F1, F2 dan F3) menunjukkan pH tanah cenderung lebih rendah daripada perlakuan B0 dan B1 pada setiap perlakuan pupuk anorganik (F1, F2 dan F3).

Serapan Hara N, P K Tanaman Jagung

Perlakuan bahan organik berpengaruh nyata terhadap serapan P/tanaman (Tabel Lampiran 12). Uji lanjutnya disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Serapan P/Tanaman Jagung. Bahan organik Serapan P/tanaman (gr) B0 (tanpa bahan organik) 0.26 c

B1 (20 ton/ha) 0.33 a

B2 (40 ton/ha) 0.28 b

BNJ α 0.05 0.01

Keterangan : Angka Rataan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ α 0.05.

Tabel 13 menunjukkan bahwa serapan P/tanaman pada perlakuan bahan organik 20 ton/ha (B1) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan bahan organik 40 ton/ha (B2) dan perlakuan tanpa bahan organik (B0) dan bahan organik 40 ton/ha (B2) memiliki rataan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa bahan organik (B0).

Perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N, P K tidak berpengaruh nyata terhadap serapan N/tanaman dan K/tanaman jagung (Tabel Lampiran 12) Rataanya disajikan pada Gambar 6.

B0

B0 B0

B1 B1

B1

B2 B2

B2

5.10 5.20 5.30 5.40 5.50 5.60 5.70

F1 F2 F3

Perlakuan

pH

Ta

na

h


(42)

Gambar 6. Rataan Serapan N dan K/Tanaman Jagung

Gambar 6 menunjukkan bahwa serapan N/tanaman dan K/tanaman pada perlakuan B1 dengan penambahan pupuk anorganik (F1, F2 dan F3) lebih tinggi daripada perlakuan B2, dan perlakuan B2 dengan penambahan pupuk anorganik (F1, F2 dan F3) lebih tinggi daripada perlakuan B0 dengan berbagai pupuk anorganik (F1, F2 dan F3).

Pertumbuhan Ubi Jalar

Perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N P K tidak berpengaruh nyata pada terhadap jumlah sulur tanaman ubi jalar pada umur pengamatan 14 dan 28 HST (Tabel Lampiran 14). Rataanya disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Rataan Jumlah Sulur Pada Umur 14 dan 28 HST

Gambar 7 menunjukkan bahwa pada umur 14 dan 28 HST perlakuan B1 yang ditambahkan pupuk anorganik (F1, F2 dan F3) cenderung lebih tinggi daripada perlakuan B0dan B2 yang ditambahkan pupuk anorganik (F1, F2 dan F3). Sementara pada umur pengamatan 42 HST, perlakuan kombinasi

B0 B0 B0

B1 B1 B1 B2 B2 B2 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00

F1 F2 F3

Perlakuan Ju m lah S u lu r 14 H S T

B0 B1 B2

B0 B0 B0

B1 B1

B1

B2 B2 B2

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

F1 F2 F3

Perlakuan J u m la h S u lu

r 2

8

H

S

T

B0 B1 B2

B0 B0 B0 B1 B1 B1 B2 B2 B2 0.95 1.00 1.05 1.10 1.15 1.20

F1 F2 F3

Perlakuan S e ra p a n N / Ta na m a n (gr )

B0 B1 B2

B0 B0 B0

B1

B1

B1

B2 B2 B2

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00

F1 F2 F3

Perlakuan S e ra pa n K/ Ta na m a n ( gr )


(43)

bahan organik dan pupuk N P K berpengaruh nyata (Tabel Lampiran 14). Uji lanjutnya disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk N P K Terhadap Jumlah Sulur Ubi Jalar pada Umur 42 HST.

Bahan organik (ton/ha)

Pupuk N P K (kg/ha)

F1 F2 F3

B0 9.28 b 9.42 b 9.83 b B1 11.42 a 11.83 a 9.00 b B2 10.15 ab 10.67 ab 10.08 ab BNJ α 0.05 0.99

Keterangan : Angka Rataan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ α 0.05.

Tabel 14 menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi B1F2 memiliki jumlah sulur tertinggi tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan B1F1, B2F1, B2F2 dan B2F3, tetapi antara perlakuan B0F1, B0F2 dan B0F3 tidak berbeda nyata, demikian juga antara B2F1, B2F2, dan B2 F3 tidak berbeda nyata.

Perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N P K tidak berpengaruh nyata terhadap panjang sulur tanaman ubi jalar pada umur 14, 28 dan 42 HST (Tabel Lampiran 16). Rataan pengaruh bahan organik dan pupuk anorganik disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Rataan Panjang Sulur Ubi Jalar Pada Berbagai Umur Pengamatan B0 B0 B0 B1 B1 B1 B2 B2 B2 23.00 24.00 25.00 26.00 27.00 28.00 29.00

F1 F2 F3

Perlakuan P a nj a ng S ul ur 2 8 H S T (c m )

B0 B1 B2

B0 B0 B0 B1 B1 B1 B2 B2 B2 7.50 8.00 8.50 9.00 9.50 10.00

F1 F2 F3

Perlakuan P a nj a n g S u lu r 1 4 HS T (cm )

B0 B1 B2

B0 B0 B0 B1 B1 B1 B2 B2 B2 60.00 61.00 62.00 63.00 64.00 65.00 66.00 67.00 68.00 69.00

F1 F2 F3

Perlakuan P an jan g S u lu r 42 H S T (c m )


(44)

Gambar 8 menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi bahan organik dan dosis N P K (B1F2) cenderung memiliki panjang sulur lebih panjang bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya pada umur 14 dan 28 HST, sedangkan pada umur 42 HST perlakuan B2F3 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Produksi Ubi Jalar

Kombinasi bahan organik dan pupuk N P K tidak berpengaruh nyata namun terdapat pengaruh nyata pada faktor bahan organik (Tabel Lampiran 18), Uji lanjutnya disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Bobot Basah Umbi Ubi Jalar Pada Saat Panen dan Bobot Kering Umbi.

Bahan organik Bobot basah (kg/petak) Bobot Kering (kg/petak) B0 (tanpa bahan organik) 7.72 c 7.16 c

B1 (20 ton/ha) 11.09 a 9.46 a

B2 (40 ton/ha) 10.24 b 8.79 b

BNJ α 0.05 0.66 0.37

Keterangan : Angka Rataan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ α 0.05.

Tabel 15 menunjukkan bahwa perlakuan dosis bahan organik 20 ton/ha (B1) memiliki rataan bobot basah umbi dan bobot kering umbi nyata lebih tinggi daripada perlakuan dosis bahan organik 40 ton/ha (B2) dan perlakuan tanpa bahan organik (B0). Perlakuan bahan organik 40 ton/ha (B2) memiliki rataan bobot basah umbi dan bobot kering umbi yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa bahan organik (B0).

Kadar Hara Pada Tanah dan Tanaman Ubi Jalar

Perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N P K tidak berpengaruh nyata terhadap kadar N-tanaman ubi jalar. Namun perlakuan secara tunggal dari dosis pupuk N P K berpengaruh nyata terhadap kadar N-tanaman (Tabel Lampiran 20), Uji lanjutnya disajikan pada Tabel 16.


(45)

Tabel 16. Pengaruh Pupuk N P K Terhadap Kadar N-Tanaman Ubi Jalar. Pupuk N P K (kg/ha) Kadar N-tanaman (%)

F1 (100 , 25 , 50) 1.247 c

F2 (200 , 50 , 100) 1.415 a

F3 (300 , 75 , 150) 1.367 b

BNJ α 0.05 0.036

Keterangan : Angka Rataan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ α 0.05.

Tabel 16 menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk N P K (F2) memiliki rataan N-tanaman nyata lebih tinggi dengan perlakuan pupuk N P K (F1) dan perlakuan pupuk N P K (F3), sedangkan perlakuan pupuk N P K (F3) memiliki rataan yang nyata lebih tinggi dengan perlakuan pupuk N P K (F1).

Perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N P K tidak berpengaruh nyata terhadap kadar N-tanah (Tabel Lampiran 22). Rataannya disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Rataan Kadar N-Tanah Tanaman Ubi Jalar

Gambar 9 menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi B1F3 cenderung memiliki rataan N-tanah yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kombinasi lainnya.

Perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N P K tidak berpengaruh nyata terhadap kadar P-tanaman ubi jalar. Namun perlakuan secara tunggal dari bahan organik (Tabel Lampiran 20). Uji lanjutnya disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Kadar P-Tanaman Ubi Jalar. Bahan organik Kadar P-tanaman (%) B0 (tanpa bahan organik) 0.482 c

B1 (20 ton/ha) 0.512 b

B2 (40 ton/ha) 0.596 a

BNJ α 0.05 0.100

Keterangan : Angka Rataan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ α 0.05.

B0 B0 B0

B1

B1

B1 B2

B2

B2

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35

F1 F2 F3

Perlakuan

N-Ta

na

h (

%

)


(46)

Tabel 17 menunjukkan bahwa perlakuan bahan organik 40 ton/ha (B2) memiliki rataan kadar P-tanaman nyata lebih tinggi daripada perlakuan bahan organik 20 ton/ha (B1) dan perlakuan tanpa bahan organik (B0), perlakuan bahan organik 20 ton/ha (B1) memiliki rataan P-tanaman yang nyata lebih tinggi daripada perlakuan tanpa bahan organik (B0).

Perlakuan dosis pupuk N P K berpengaruh nyata terhadap kadar P-Tanah (Tabel Lampiran 22). Uji lanjutnya disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18. Pengaruh Pupuk N P K Terhadap Kadar P-Tanah Tanaman Ubi Jalar.

Pupuk N P K (kg/ha) Kadar P-tanah (ppm)

F1 (100 , 25 , 50) 25.91 c

F2 (200 , 50 , 100) 30.24 a

F3 (300 , 75 , 150) 28.24 b

BNJ α 0.05 0.96

Keterangan : Angka Rataan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ α 0.05.

Tabel 18 menunjukkan bahwa perlakuan pupuk N P K (F2) memiliki kadar P-tanah nyata lebih tinggi daripada perlakuan pupuk N P K (F1) dan

perlakuan pupuk N P K (F3), perlakuan pupuk N P K (F3) memiliki kadar P-tanah yang nyata lebih tinggi daripada perlakuan pupuk N P K (F1).

Perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N P K tidak berpengaruh nyata terhadap kadar K-tanaman ubi jalar. Namun perlakuan secara tunggal dosis pupuk N P K berpengaruh nyata. (Tabel Lampiran 20). Uji lanjutnya disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19. Pengaruh Pupuk N P K Terhadap Kadar K-Tanaman Ubi Jalar. Pupuk N P K (kg/ha) Kadar K-tanaman (%)

F1 (100 , 25 , 50) 6.31 b

F2 (200 , 50 , 100) 7.48 a

F3 (300 , 75 , 150) 5.92 c

BNJ α 0.05 0.36

Keterangan : Angka Rataan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ α 0.05.

Tabel 19, menunjukkan bahwa perlakuan pupuk N P K (F2) memiliki kadar K-tanaman nyata lebih tinggi daripda perlakuan pupuk N P K (F1) dan perlakuan pupuk N P K (F3), perlakuan pupuk N P K (F3) memiliki rataan kadar K-tanaman yang nyata lebih tinggi daripada perlakuan pupuk N P K (F1).


(47)

Perlakuan dosis bahan organik berpengaruh nyata terhadap K-Tanah (Tabel Lampiran 22). Uji lanjutnya disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Kadar K-Tanah pada Tanaman Ubi Jalar.

Bahan organik Kadar K-tanah (me/100 g) B0 (tanpa bahan organik) 0.50 c

B1 (20 ton/ha) 0.65 a

B2 (40 ton/ha) 0.61 b

BNJ α 0.05 0.03

Keterangan : Angka Rataan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ α 0.05.

Tabel 20 menunjukkan bahwa perlakuan bahan organik 20 ton/ha (B1) memiliki kadar K-tanah nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan bahan organik 40 ton/ha (B2) dan perlakuan tanpa bahan organik (B0). Perlakuan bahan organik 40 ton/ha (B2) memiliki Kadar K-tanah yang nyata lebih tinggi daripada perlakuan tanpa bahan organik (B0).

Perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N P K tidak berpengaruh nyata terhadap pH tanah (Tabel Lampiran 22). Rataannya disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Rataan pH Tanah Tanaman Ubi Jalar

Gambar 10 menunjukkan bahwa perlakuan B1 yang ditambahkan pupuk anorganik F1 dan F2 cenderung memiliki rataan pH yang lebih rendah daripada perlakuan B0 dan B2 pada setiap penambahan pupuk anorganik (F1, F2 dan F3). Namun perlakuan B1F3 memiliki pH tanah yang cenderung lebih tinggi daripada perlakuan B0 dan B2 yang ditambahkan pupuk anorganik (F1, F2, dan F3).

B0 B0

B0 B1

B1

B1 B2

B2

B2

5.00 5.20 5.40 5.60 5.80 6.00 6.20

F1 F2 F3

Perlakuan

pH

Ta

na

h


(48)

Serapan Hara N P K Tanaman Ubi Jalar

Perlakuan kombinasi bahan organik dan pupuk N P K tidak berpengaruh nyata terhadap Serapan N/tanaman dan K/tanaman ubi jalar (Tabel Lampiran 24). Rataannya disajikan pada Gambar 11. Tetapi bahan organik berpengaruh nyata terhadap P/tanaman (Tabel Lampiran 24). Uji lanjutnya disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Serapan P/Tanaman Ubi Jalar. Bahan organik Serapan P/tanaman (gr) B0 (tanpa bahan organik) 0.19 c

B1 (20 ton/ha) 0.20 b

B2 (40 ton/ha) 0.23 a

BNJ α 0.05 0.01

Keterangan : Angka Rataan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ α 0.05.

Tabel 21 menunjukkan bahwa perlakuan bahan organik 40 ton/ha (B2) serapan P/tanaman nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan bahan organik 20 ton/ha (B1) dan perlakuan tanpa bahan organik (B0), bahan organik 20 ton/ha (B1) memiliki rataan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa bahan organik (B0).

Gambar 11. Rataan Serapan N dan K Tanaman Ubi Jalar

Gambar 11 menunjukkan bahwa perlakuan B1 yang ditambahkan pupuk anorganik (F1, F2 dan F3) cenderung memiliki serapan N/tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan B2 dan B0 yang ditambahkan pupuk anorganik (F1, F2 dan F3), sedangkan perlakuan B0F2 dan B1F2 cenderung memiliki serapan K/tanaman yang lebih tinggi daripada perlakuan B2F3, B2F2, B2F1, sedangkan perlakuan B2F1, B2F2 dan B2F3 lebih tinggi daripada B0F1, B0F3, B1F1 dan B1F3.

B0 B0 B0 B1 B1 B1 B2 B2 B2 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

F1 F2 F3

Perlakuan S e ra p a n N /Ta n a m a n ( g r)

B0 B1 B2

B0 B0 B0 B1 B1 B1 B2 B2 B2 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50

F1 F2 F3

Perlakuan S e ra p a n K /Ta na m a n ( g r)


(1)

Lampiran 27. Lay Out Penelitian Lapangan untuk Tanaman Jagung dan Ubi Jalar

I

II

III

U

Keterangan :

I, II dan III adalah kelompok

B

0

F

1,

B

1

F

3,

B

2

F

2

dan B

2

F

3

adalah perlakuan bahan organik dan pupuk N, P dan K

B

0

F

1

B

1

F

3

B

2

F

2

B

1

F

1

B

0

F

3

B

0

F

2

B

0

F

3

B

2

F

3

B

2

F

3

B

1

F

2

B

2

F

1

B

1

F

1

B

0

F

1

B

1

F

2

B

0

F

2

B

2

F

2

B

2

F

3

B

2

F

1

B

1

F

3

B

0

F

3

B

1

F

2

B

2

F

1

B

0

F

2

B

2

F

2

B

1

F

1

B

0

F

1


(2)

Lampiran 28. Penyiapan Lahan dan Kondisi Tanaman Jagung pada Saat

Penanaman, Pemeliharaan dan Panen.


(3)

Lampiran 29. Kondisi Tanaman Ubi Jalar pada Saat Menjelang Panen dan

Penimbangan Bobot Basah.


(4)

Lampiran 30. Profil dan Diskripsi Tanah di Lokasi Penelitian

0-15 cm, (A), lempung liat

berpasir, struktur granuler dan

gumpal, sedang, halus, pH 6,0 ;

batas jelas, berombak.

15-45 cm, (Bw1), lempung liat

berpasir, struktur granuler dan

gumpal, sedang, halus, pH 6,02 ;

batas jelas, berombak.

45-85 cm, (Bw2), lempung berliat,

struktur gumpal, sedang, halus,

pH 6,00 ; batas jelas, berombak.

85-120 cm, (C), lempung berliat,

struktur gumpal, sedang, halus,

pH 6,00 ; batas jelas, berombak.


(5)

Lampiran 31. Peta Tanah Maluku Utara


(6)

Lampiran 32. Peta Administrasi Kota Ternate

Kec. Ternate Selatan Kec. Ternate Barat

Kec. Ternate Tengah

Kec. Ternate Utara

Kec. Ternate Selatan Kec. Ternate Barat

Kec. Ternate Tengah

Kec. Ternate Utara


Dokumen yang terkait

Respons Pertumbuhan dan Produksi Ubi Jalar Terhadap Pemberian Berbagai Kombinasi Dosis Pupuk Organik dan Anorganik.

7 45 72

Ketersediaan Dan Serapan Hara N Pada Tanaman Kedelai Dan Jagung Akibat Pemberian Pupuk Biologi Ndan Bahan Organik Pada Tanah Ultisol

0 18 97

PENGARUH DOSIS PUPUK ORGANONITROFOS PLUS, PUPUK ANORGANIK, DAN BIOCHAR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN HARA N, P, K TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata L.) PADA TANAH ULTISOLS TAMAN BOGO

0 2 56

Pengaruh Pengembalian Biomassa Bangkuang (Pachyrhizus erosus L.) terhadap Pertumbuhan dan Serapan Hara N, P dan K Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Tanah Latosol (Inceptisol) Ciomas.

0 8 72

Pengaruh Kalium dan Varietas Jagung terhadap Eksudat Asam Organik dari Akar, Serapan N, P, dan K Tanaman dan Produksi Brangkasan Jagung (Zea mays L.)

0 9 9

Pengaruh Pupuk Magnesium (Mg) Terhadap Produksi dan Serapan Hara N, P, K, Ca, Mg Tanaman Kacang Hijau di Latosol Darmaga

0 3 32

Pengaruh Pupuk Organik dan NPK terhadap Serapan Hara dan Hasil Jagung Manis di Latosol Dramaga.

0 4 37

SERAPAN HARA N, P, K OLEH TANAMAN PADI DENGAN PENGELOLAAN KADAR LENGAS DAN PUPUK ORGANIK PADA TANAH VERTISOL

1 3 74

PEMBERIAN PUPUK ORGANIK (ALAM) DAN TAKARAN RENDAH PUPUK ORGANIK-INORGANIK (BUATAN) TERHADAP KETERSEDIAAN HARA N,P,K DAN SERAPANNYA BAGI TANAMAN JAGUNG PADA ULTISOL.

0 1 8

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KCl TERHADAP N, P, K TANAH DAN SERAPAN TANAMAN PADA INCEPTISOL UNTUK TANAMAN JAGUNG DI SITU HILIR, CIBUNGBULANG, BOGOR

0 0 10