Metode Penelitian T1 692011065 Full text

10

3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam perancangan ini adalah metode kualitatif. Pendekatan kualitatif bersifat fleksibel dan berubah-ubah sesuai kondisi lapangan dengan pengambilan data, metode kualitatif merupakan metode studi menggunakan teknik pengumpulan data langsung dari orang dalam lingkungan alamiahnya dalam bentuk wawancara [11].Untuk strategipenelitian digunakan linear strategy yaitu menetapkan urutan logis pada tahapan perancangan yang sederhana dan relatif mudah dipahami komponennya [12]. Tahapan tersebut dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1 Strategi Linier Dalam perancangan linear strategy terdapat empat tahap dalam pelaksanaannya.Pada tahap pertama yang dilakukan dalam mengidentifikasi masalah yaitu melakukan wawancara dengan pihak Dinas Pemerintah Kabupaten Jayapura. Dari hasil wawancara dengan bapak Elvis Kabey selaku Kepala Bidang Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jayapura didapatkan bahwa pihak dinas selama ini hanya memberikan informasi yang mengangkat cerita tentang kearifan lokal di Kabupaten Jayapurahanya secara online yaitu melaui situs resmi milik Dinas Pemerintah Kabupaten Jayapura, dan isi kontenuntuk sementara ini masih berupa foto dan teks. Informasi yang disajikan juga hanya menjelaskan gambaran umum tentang kearifan lokal, tetapi tidak secara detail dalam menjelaskan tentang kearifan lokal masyarakat Sentani. Wawancara juga dilakukan kepada Bapak Philip Kopeuw selaku tokoh adat dan tokoh budaya dan didapatkan hasilbahwaseiring perkembangan zaman generasi muda yang ada di Sentani tidak banyakyang memahami kearifan lokaldan mulai meninggalkan budaya – budayayang ada pada masyarakat Sentani. Selain itu kurang adanya upaya dari pemerintah setempat dalam memperkenalkan kearifan lokal kepada masyarakat. Kemudian dilakukan observasi yaitu dengan pengamatan langsung pada tempat dan situasi yang akan dipakai dalam video, berupa data visual seperti foto dan video. Hasil yang didapatkan yaitu para pengrajin seni yang melakukan kerajinan tangan rata - rata berusia 50 - 90 tahun dan hanya sedikit anak yang ikut dalam kegiatan kerjinan tangan. Kemudian pada tempat - tempat situs bersejarah yang merupakan peninggalan nenek moyang mulai tidak terawat. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Tahap I Identifikasi masalah Tahap II Pengumpulan data Tahap III Perancangan Media Tahap IV Kesimpulan Pengujian 11 Gambar 2 Situs Bersejarah Batu Megalitik Tutari yang tidak terawat Pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan pengumpulan data primer dan sekunder,dimana hasil pengumpulan data digunakan untuk perancangan dan produksi film.Data primer didapatkanmelalui wawancara langsung kepada Bapak Elvis Kabey selaku Kepala Bidang Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jayapura untuk mengetahui letak geografis daerah Sentani yang menjadi Ibukota Kabupaten Jayapura. Kota Sentani memiliki danau secara geografis memiliki luas kurang lebih 9630 Ha atau 25,5 km, dengan kedalaman 50 - 71 meter, dan memiliki 19 jenis ikan endemik. Danau Sentani terdapat di Kota Sentani yang meliputi Distrik Sentani, Ebungfau, Waibu, dan Sentani Timur. Masyarakat Sentani terbagi atas 25 kampung, dengan 31 ondofolo kepala suku . Danau Sentani dikelilingi oleh perkampungan dimana sebagian besar mata pencaharian masyarakatnya dari budidaya perikanan dan pertanian. Berdasarkan data yang didapatkan bahwa sumber kehidupan atau kebutuhan utama dari masyarakat Sentani diperoleh dari alam. Berdasarkan hasil wawancara juga didapati bahwa masyarakat pada saat ini kurang memperhatikan alam Sentani, salah satu contohnya yaitu masyarakat membuangan sampah olah sagu yang langsung dibuang ke danau,walaupun sumber kehidupan masyarakat Sentani bergantung pada alam yaitu danau Sentani. Selain itu dilakukan wawancara kepada tokoh masyarakat yaitu Bapak Yafet Fellemengenaihubungan danau Sentani dengankearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Sentani.Dari hasil wawancaradidapat bahwa generasi pada saat ini merupakan generasi yang kurang peduli dengan kelestarian alam dan generasi yangmulai meninggalkan budaya leluhur. Danau dan alam Sentani telah menjadi sumber kehidupan yang telah menghidupi masyarakat Sentani dari generasi ke generasi, oleh karena itu keberadaan danau Sentani menjadi sangat penting bagi kehidupan di sekitar danau Sentani. Jika kearifan lokal tidak dijaga dan dilestarikan, maka keseimbangan antara alam dan kearifan lokal yang sangat dipengaruhi oleh keberadaan danau Sentani akan hilang dan akan sangat berpengaruh pada kelestarian danau Sentani. Oleh karena itu kearifan lokal yang muncul karena keberadaan danau Sentani dan alam di sekitarnya harus terus dijaga dan dilestarikan. Wawancara selanjutnya kepada para seniman yaitu Bapak Albert Ohhe, Ibu Delila Kaegere dan Bapak Naftali Felle mengenai kearifan lokal khususnya kearifan lokal dalam bidang seni yaitu seni ukir diatas batu bersejarah, seni ukir kayu dan kulit kayu, seni gerabah, dan seni tari. Dari hasil wawancara oleh narasumber menjelaskan bahwa dalam sebuah karya seni yang menggambarkan tentang kearifan lokal masyarakat Sentani 12 memiliki makna, filosofi, dan pesan moral yang akan menjadi pedoman hidup masyarakat Sentani, sehingga sangat penting untuk generasi muda tahu dan memahami kearifan lokal yang telah turun temurun diajarkan oleh nenek moyang. Pada saat ini yang terjadi adalah kurang adanya kepedulian dari generasi muda untuk memahai kearifan lokal, sehingga makna dan filosifi kehidupan yang diajarkan oleh nenek moyang melaui kearifan lokal tidak dapat dimiliki generasi muda pada saat ini. Untuk memperkuat data selain melakukan pengumpulan data primer maka dilakukan juga pengumpulan data sekunder. Fungsi dari data sekunder adalah untuk memperkuat hasil yang didapatkan dari pengumpulan data primer. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mencari data melalui website maupun buku. Berdasarkan dari pengumpulan data didapat hasil bahwa di dalam buku berjudul Keping - Keping Kisah Sentani Yang Tercecer diperoleh data tentang banyaknya kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Sentani khususnya dalam bidang seni. Selain itu selama ini upaya pemerintah dalam melestarikan kearifan lokal belum secara detail menjelaskan tentang kearifan lokal pada daerah - daerah yang ada di Sentani.Selanjutnya tahap dua yaitu perancangan film meliputi pra produksi, produksi dan pasca produksi. Tahap kedua dapat dijabarkan seperti pada Gambar 3. Ya Tidak Gambar 3 Gambar Perancangan Film Pra Produksi Pasca Produksi Produksi Film Statement Storyline Treatment Shooting Video Editing Sound Editing Evaluasi Hasil Revisi Storyboard Voice Over 13 Film statementmerupakan langkah pertama sebelum masuk ke dalam proses produksi. Setelah menemukan ide pembuatan film kemudian ditulis dalam satu paragraf kalimat.Film statementdalam filmdokumenter ini menceritakan keberadaan Danau Sentani yang mempengaruhi kearifan lokal dan pengetahuan lokal masyarakat Sentani, dimana masyarakat memanfaatkan potensi alam di Danau Sentani untuk memperkaya kebudayaan lokal, yang pada akhirnya bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat Sentani dan melestarikan lingkungan di Danau Sentani, selain itu sebagai penguatan karakter budaya setempat. Setelah menulis film statement dibutuhkan storyline untuk merangkai kejadian menjadi sebuah cerita sehingga menjadi kerangka utama pembuatan film.Storyline adalah keseluruhan cerita dari awal sampai akhir dalam berbagai bentuk tulisan, script, screenplay, copyplay, stageplay dan berbagai coretan teks sementara lainnya nanti bisa digabung-gabungkan menjadi satu cerita utuh [13].Berikut adalah storyline dari film dokumenter ini. Masyarakat Sentani memiliki danau Sentani yang merupakan danau terbesar di pulau Papua, tepat berada di bawah cagar alam pegunungan Cycloop membuat danau Sentani memiliki kekayaan alam yang berlimpah dan menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat disekitar. Danau Sentani memberikan pengaruh bagi kehidpuan di sekitarnya, khususnya pada kearifan lokal masyarakat Sentani yang memiliki tradisi karena keberadaan danau Sentani. Masyarakat Sentani mudah dikenal karena budayanya, mempunyai bahasa sendiri, seni ukir, seni pahat, seni patung, dan seni tari, itulah yang menjadi jati diri masyarakat Sentani. Masyarakat Sentani memiliki kearifan lokal sejak zaman nenek moyang, memiliki sejarah batu Megalitik Tutari yaitu lukisan di atas batu yang dibuat oleh nenek moyang sebagai bentuk ingatan akan kehidupan mereka pada saat itu. Masyarakat Sentani mengalami perkembangan budaya dari zaman batu beralih ke kayu dan kulit kayu. Masyarakat Sentani mengukir dan melukis di atas kayu dan kulit kayu sebagai bentuk ingatan terhadap kehidupan, alamsekitar, dan tatanan dewan adat. Masyarakat Sentani juga memilki kerajinan gerabah yang dibuat dalam kerajinan sempe. Kerajinan dari masyarakat Sentani bukan hanya sebuah kerajinan tangan biasa, tetapi memiliki makan, tujuan, filosofi, dan cerita dibaliknya. Mengenai kearifan lokal masyarakat suku Sentani, berarti berkaitan dengan kekayaan alam dan budayanya.Masyarakat Sentani memiliki tari - tarian dalam kebudayanya, mulai dari tarian penyambutan, tarian perang, sampai tarian untuk berburu. Masyarakat Sentani juga melakukan penerapan untuk pengembangan kearifan lokal yang lebih luas guna untuk menjaga dan melestarikan kearifan lokal. Treatmentmerupakan kerangka film yang diuraikan secara deskriptif seperti jenis shot dan tujuan pengambilan gambar. Berikut ini adalah treatment dari film dokumenter Danauku Hidupku Budayaku Hidupku. 14 Scene1 :Pengenalan danau Sentani meliputi daerah danau, gunung Cycloop,humant interets sekitar danau Sentani dan beberapa tempat di pinggiran Danau Sentani serta didukung dengan monolog dari nara sumber utama yang menceritakan tentang hubungan dan keseimbangan antara masyarakat, danau Sentani dan kearifan lokal. long Shot - medium shot - panning Scene 2 :Pengenalan kerajinan lokal masyarakat Sentani oleh tokoh budaya yang menceritakan gambaran umum tentang kearifan lokal. Menampilkan hasil karya seni berupa ukiran di atas batu Megalitik Tutari, lukisan di kayu dan di kulit kayu, sertatari-tarianyang merupakan kearifan lokal ciri khas masyarakat Sentani. medium shot - close up Scene 3 : Bercerita tentang sejarah ukiran di atas batu Megalitik tutari oleh salah satu penjaga di situs sejarah tersebut, dan menampilkan sisa - sisa batu peninggalan nenek moyang yang telah diukir. medium shot - close up Scene 4 : Bercerita tentang ukiran di atas kayu oleh salah satu pengrajin seni ukir medium shot - mlose up Scene 5 : Bercerita tentang seni lukis di atas kulit kayu dan makna - makna atau cerita di balik sebuah karya seni. medium shot - close up Scene 6 : Bercerita tentang kerajinan gerabah beserta filosofinya dari oleh salah satu pengrajin seni gerabah. medium shot - close up Scene 7 : Bercerita tentang tentang jenis - jenis dan makna dari sebuah tarian oleh salah satu tokoh adat. medium shot - close up Scene 8: Berisi mengenai penerapan pengembangan kearifan lokal oleh tokoh budayayang bertujuan untuk menjaga dan melestarikan kearifan lokal. medium shot - close up Scene 9 : Penutupending yang berisi pesan untuk kelestarian kearifan lokal disampaikan oleh tokoh budaya, dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jayapura, dan pengarjin seni. Storyboardadalah serangkaian sketsa dibuat berbentuk persegi panjang yang menggambarkan suatu urutan alur cerita elemen-elemen yang diusulkan untuk aplikasi multimedia. Storyboard menggabungkan alat bantu narasi dan visual pada selembar kertas sehingga naskah dan visual menjadi terkoordinasi [14]. Perancangan storyboard dari film dokumenter ini dapat dilihat pada Tabel 1. 15 Tabel 1. Perancangan Storyboard Film Dokumenter Scene Gambar Jenis Shot Durasi Keterangan 1 Long shot 00:03 Opening timelapse danau Sentani 2 Medium shot 00:55 Gambaran umum mengenai kearifan lokal masyarakat Sentani. 3 Medium shot 02.19 Menceritakan tentang sejarah Batu Megalitik Tutari 4 Close up 03:07 Menceritakan tentang kerajinan seni ukir di kayu. 5 Close up 04:04 Menceritakan tentang kerajinan kulit kayu, dan makna dan cerita dibaliknya 16 6 Medium shot 04:49 Menceritakan tentang kerajinan gerabah masyarakat Sentani yaitu Sempe. 7 Close up 06:00 Menceritakan tentang tarian dan cerita dibaliknya. 8 Medium close up 08:56 Berisi mengenai penerapan pengembangan kearifan lokal masyarakat Sentani 9 Close up 10:55 Berisi tentang pesan kelestarian kearifan lokal masyarakat Sentani. Produksi adalah sebuah tahapan eksekusi dari perencanaan - perencanaan yang telahdibuat pada tahapan pra produksi. Pada proses produksi dilakukan shooting dan voice overuntuk narasi. Shooting adalah proses pengambilan gambar dalam bentuk video. Pengambilan gambar dilakukan sesuai dengan storyboard yang telah dirancang pada proses pra produksi.Sedangkan voice overadalah suara yang merupakan vokal manusia yang direkam untuk mendukung isi konten dancerita. Pasca produksi adalah proses terakhir dari ketiga tahapan dalam pembuatan sebuah film. Pasca produksi meliputi dua proses, yaitu proses video editing dan sound editing. Dalam proses editing menggunakan software editing video dalam menggabungkan tiap video footage. Dalam pengerjaannya dilakukan cut to cut untuk 17 bagian yang tidak diperlukan sehingga durasi antara footage satu dengan yang lainnya berbeda sesuai dengan kebutuhan. Pada proses videoediting dilakukan dengan 2 tahap yaitu tahap pertama adalah editing offline. Pada tahap ini video yang sudah ada akan digabungkan menjadi sebuah satu kesatuan sesuai dengan perancangan pada saat pra produksi melalui proses cut to cut. Pada tahap kedua dilakukanediting online dengan menambahkan transisi sesuai dengan keperluan video, kemudian dilakukan proses grading yangbertujuan menyamakan setiap warna dan menambah mood pada videoyang bertujuan agar memberikan karakter,seperti karakter warna yang digunakan dalam film dokumenter ini adalah karakter warna . Warna pada film dokumenter dapat dilihat pada Gambar4. Gambar 4 Proses Grading Proses sound editing pada narasi meliputi noise reduction dan boost. Noise reduction berfungsi untuk mengurangi noise atau gangguan - gangguan yang ada pada saat wawancara, sehingga suara narator dapat terdengar lebih jelas. Sedangkan boost berfungsi untuk penambahan atau pengurangan frekuensi dari suara narator, sehingga suara yang dihasilkan tidak terlalu keras maupun pelan. Proses sound editing dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Proses Editing Sound Roise Reduction danBoost Sebelum Sesudah 18 4.Hasil dan Pembahasan Hasil perancangan dalam film dokumenter digunakan sebagai media yang dapat memberikan informasi mengenaiciri khas dan keunikan dari kearifan lokal masyarakat Sentani, berikut adalah hasil perancangan film dokumenter. Gambar 6 Scene 1 Opening Scene1 yaitu opening yang menampilkan danau Sentani dan wilayah disekitarnya. Pada scene 1 memperlihatkan alam Sentani dan humant interest. Jenis shot yang digunakan adalah long shot untuk memperlihatkan daerah di sekitar danau Sentani secara luas. Hasil dari scene 1 dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 7 Scene 2 Gambaran Kearifan Lokal Secara Umum Scene 2 yaitu pengenalan kerajinan lokal masyarakat sentanioleh tokoh budaya, dan menceritakan gambaran umum tentang kearifan lokal masyarakat Sentani. Jenis shot yang digunakan dalam scene 2 adalah medium shot. Dalam scene 2 juga menampilkan hasil karya seni berupa ukiran di atas batu Megalitik Tutari, lukisan di kayu dan di kulit kayu, sertatari-tarianyang merupakan kearifan lokal ciri khas masyarakat Sentani. Hasil dari scene 2 dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 8 Scene 3Sejarah Ukiran Di Atas Batu 19 Scene 3 menceritakan mengenai keunikan dari batu Megalitik Tutari yang merupakan situs peninggalan nenek moyang masyarakat Sentani.Ukirandi atas batu Tutari sudah diukir pada zaman nenek moyang sebagai bentuk ingatankepada hasil buruan yang didapatkan ketika para leluhur berburu. Di scene3 ini batu Megalitik Tutari diceritakan oleh masyarakat penjaga situs bersejarah tersebut.Jenis shot yang digunakan dalam scene 3 adalah medium shotdan close up.Hasil dari scene 3 dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 9 Scene 4Seni Ukir Di Kayu Scene 4 menceritakan tentang ukiran di atas batu, dimana para pengrajin seni ukir masyarakat Sentani biasanya membuat kerajinan untuk perabotan rumah tangga mereka, dan disetiap perabotan rumah tangga memiliki ukiran tersendiri, dimaksudkan supaya perabotan yang akan di pakai untuk kepala suku atau dewan adat berbeda dengan masyarakat biasa.Jenis shot yang digunakan dalam scene 4 adalah medium shot dan close up.Hasil dari scene 4 dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 10 Scene 5Seni Lukis Di Kulit Kayu Scene 5 menceritakan pengrajin seni yang membuat seni lukis di kulit kayu, serta makna dan cerita di balik lukisan. Scene5 menceritakan perjalanan 12 kepala suku menuju pinggiran dan pulau - pulau yang berada di tengah danau Sentani, kemudian menetap dan melangsungkan kehidupan sampai saat ini.Jenis shot yang digunakan dalam scene 5 adalah medium shot dan close up.Hasil dari scene 5 dapat dilihat pada Gambar 10. 20 Gambar 11 Scene 6Seni Gerabah Scene 6 menceritakan tentang kerajinan gerabah yang di lakukan oleh masyarakat di kampung Abar. Pada scene ini diceritakan oleh salah satu pengrajin gerabah mengenai cerita kehidupan dibalik kerajinan Sempe yang merupakan hasil dari kerajinan gerabah. Dalam scene6 diceritakan juga falsafah hidup orang Sentani pada zaman dahulu melalui kerajinan Sempe.Jenis shot yang digunakan dalam scene6 adalah medium shotdan close up.Hasil dari scene 6 dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 12 Scene 7 Makna Di Balik Tarian Scene 7menceritakan mengenai jenis - jenis dan makna dari sebuah tarian.Pada scene 7diceritakan oleh salah satu tokoh adat masyarakat Sentanimengenai tradisi tarian penyambutan yang terjadi pada zaman nenek moyang, dimana pada zaman nenek moyang kepada seseorang yang berhasil mendapatkan hasil buruan akan mendapat tarian penyambutan khusus.Jenis shot yang digunakan dalam scene 7 adalah medium shot dan close up.Hasil dari scene 7 dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 13 Scene 8 Penerapan Pengembangan Kearifan Lokal Scene 8 menjelaskan mengenai penerapan pengembangan kearifan lokal yang lebih luas di jelaskan olehsalah satu tokoh budaya Papua, menceritakan juga kreativitas generasi muda zaman sekarang dapat membantu menjaga dan melestarikan kearifan lokal melalui keterlibatan langsung sebagai pelaku kerajinan seni.Jenis shot 21 yang digunakan dalam scene 8 adalah medium shotdan close up.Hasil dari scene 8 dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 14 Scene 9 Pesan Untuk Kelestarian Kearifan Lokal Pada scene 9 berisipesan untuk kelestarian kearifan lokal, juga merupakanscene penutup dalam film dokumenter ini.Pesan yang disampaikan dalam scene 8disampaikan oleh tokoh budaya, dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jayapura, dan pengrajin seni tentang pentingnya kearifan lokal sebagai identitas masyarakat Sentani.Jenis shot yang digunakan dalam scene 9 adalah medium shot dan close up.Hasil dari scene 9 dapat dilihat pada Gambar 14. Pada hasil akhir film dokumenter tentang kearifan lokal masyarakat Sentaniakandiaplikasikanke dalam website resmi Pemerintah Dinas Kabupaten Jayapura dan di-sharedmelalui media sosial facebook, twitter, dan media sosial lainnya agar penyebaran film dokumenter lebih luas kepada masyarakat. Selain itu film dokumenter dapat diaplikasikan pada stasiun TV lokal yang ada di Jayapura seperti Papua TV dan TVRI Papua, agar masyarakat yang tidak memiliki akses internet mendapatkan informasi mengenai kearifan lokal melalui TV lokal. Hasil rencana implementasi film dokumenter dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15 Implementasi Film Dokumenter Di Media Sosial Youtube 22 Evaluasi film dokumenter ini dilakukan secara kualitatif melalui wawancara kepada Bapak Elvis Kabey yang menjabat sebagai Kepala Bidang Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jayapura. Wawancara tersebut membahas mengenai apakah film dokumenter yang telah dirancang sudah sesuai berdasarkan penelitian awal mengenai potret kehidupan masyarakat Sentani berdasarkan kearifan lokal.Dari hasil pengujian yang dilakukan didapati bahwa isi konten dalam film ini sudah terfokus dalam mengakomodir kearifan lokal masyarakat Sentani.Keberadaan danau Sentani sangat berpengaruh pada kearifan lokal masyarakat Sentani, alur yang ada pada film dokumenter ini sudah terangkum dengan baik karena alur dalam film ini telah memberikan informasi yang bukan hanya mengangkat cerita tentang kearifan lokal masyarakat Sentani tetapi juga mengenai keberadaan danau Sentani yang mempengaruhi kehidupan masyarakat Sentani, diharapkan juga melalui film dokumenter ini dapat memperkenalkan mengenai kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Sentani. Evaluasi yang didapat dari Bapak Philip Kopeuw sebagai salah satu tokoh adat dan tokoh budaya masyarakat Sentani, dari hasil pengujian film dokumenter ini sudah menceritakan keberadaan kearfian lokal sebagai identitas masyarkat Sentani, banyak keunikan yang dimiliki masyarakat Sentani yang hampir dilupakan generasi pada saat ini, tetapi melalui dokumenter ini mampu menyajikan kembali informasi mengenai kearifan lokal masyarkat Sentani. Alur cerita dalam film yang mengangkat kearifan lokal masyarakat Sentani telah tersampaikan dengan baik dan telah dikemas sesuai dengan kearifan lokal yang ada pada masyarakat Sentani. Masyarakat Sentani yang menyebut Danauku Hidupku Budayaku Hidupku benar - benar disajikan melalui dokumenter ini.Namun ada beberapa koreksi sehingga akandilakukan revisi pada film dokumenter ini yaitu pada terjemahan bahasa daerah pada beberapa kerajinan yang tidak diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Pengujian juga dilakukan dengan responden Immanuel Eresn Ongge, dari hasil wawancara yang didapat film dokumenter ini menarik, karena dapat memahami kearifan lokal masyarakat Sentani, dan ceritayang dikemas telah memberikan informasi mengenai makna dan filosofi dibalik cerita tentang kearifan lokal masyarakat Sentaniyang selama ini tidak didiketahui. Kearifan lokal masyarakat Sentani juga dapat menjadi pedoman bagi kehidupan masyarakat Sentani. Kemudian evaluasi film juga dilakukan dengan praktisi yaitu George Nicholas Huwae selaku staf pengajar di UKSW. Dalam wawancara tersebut membahas mengenai kualitas sinematografi yang diaplikasikan dalam film dokumenter tersebut serta keseluruhan teknis dalam film. Hasil pengujian yang didapat adalah film dokumenter ini sudah memiliki sinematografi dan alur yang baik. Selain itu dalam teknik komposisidan angle sudah dapat disajikan dengan baik melalui scene-scene pada masing-masing lokasi pengambilan gambar dalam film dokumenter ini telah mendukung, dan pencahayaan yang menggunakan available lightdan beberapa scene 23 menggunakan artificial light sudah cukup baik.Namun untuk masalah audio, ada beberapa koreksi sehingga akandilakukan revisi pada film yaitu suara narator dengan backsound yang kurangbalancepadabeberapa scene, sehingga suara narator kurang begitu jelas terdengar, serta ada beberapa warna video yang masih belum sama dengan video lainnya.

5. Simpulan