Keistimewaan Tari Bedhaya ketawang

35

D. Keistimewaan Tari Bedhaya ketawang

Tari Bedhaya Ketawang memiliki banyak keistimewaan-keistimewaan yang membuat tari ini berbeda dengan tari yang lain. Keistimewaan- keistimewaan itu antara lain Hadiwidjojo, 1978: 20-21. 1. Pilihan hari untuk pelaksanaan hanya pada hari Anggara Kasih, yaitu hari Selasa Kliwon. Bukan hanya pada pergelaran resminya saja tetapi juga pada setiap latihannya. Hal ini berarti bahwa latihan Bedhaya Ketawang hanya dilakukan setiap 35 hari sekali. 2. Jalannya penari diwaktu keluar hingga masuk ke Dalem Ageng selalu mengitari Sinuhun dengan arah menganan 3. Pakaian penari atau kostum yang dikenakan yaitu memakai dodot banguntulak yaitu kain panjang berwarna dasar biru tua dengan warna putih di bagian tengah lihat foto 7. Lapisan bawahnya menggunakan cindhe kembang, berwarna ungu lengkap dengan perhiasannya dengan pending bermata dan buntal. Rias mukanya seperti pengantin putri. Sanggulnya bokor mungkurep, lengkap dengan perhiasannya yang terdiri dari centhung, garudha mungkur, sisir jeram seajar, cundhuk mentul, dan menggunakan bunga tiba dhadha di bagian kanan. 4. Gendingnya berupa Ketawang Gedhe, dengan instrumen yang sederhana. Sebenarnya yang membuat gendhing ini hidup adalah suara gerongannya. Cara membaca cakepannya pun tidak seperti biasanya membaca tembang gerongan lain, karena diulang-ulang dan maju mundur. Pemanjangan suku 36 kata pada jatuhnya lagu pun sangat panjang. Satu bait bisa dibaca berulang kali serta terjadi pergantian dua kali laras, dari pelog menjadi slendro. 5. Gamelannya berlaras pelog tanpa keprak. Ini pertanda tari klasik. 6. Rakitan tari dan nama peranannya berbeda-beda. Dalam lajur permulaan sekali, dapat dilihat para penari duduk dan penari dalam urutan gambar di bawah ini : Dalam melakukan peranan ini para penari disebut : 1. Batak 6. Apit meneng 2. Endhel ajeg 7. Gulu 3. Endhel weton 8. Dhadha 4. Apit ngarep 9. Boncit 5. Apit mburi 4 3 6 7 5 1 9 2 8 37 Selama menari tentu saja susunannya tidak tetap, melainkan berubah-ubah, sesuai dengan adegan yang dilambangkan. Hanya pada penutup tarian, mereka duduk berjajar tiga-tiga. Dalam susunan semacam inilah pergelaran Bedhaya Ketawang diakhiri, disusul dengan iringan untuk kembali masuk ke Dalem Ageng, juga dengan cara mengitari dan menempatkan Sinuhun disebelah kanan mereka semua. Jika dilihat posisi sebagai berikut : 7. Bedhaya Ketawang dapat dihubungkan dengan perbintangan. Hal ini dapat dilihat dari cakepan sindhennya yang berbunyi : Anglawat akeh rabine Susuhunan, nde, Anglawat kathah garwane Susuhunan,nde, Sosotya gelaring mega,Susuhunan kadi lintang kuwasane. Dalam perlawatan Susuhunan banyak menikah , Dalam perlawatan Susuhunan banyak permaisurinya, 8 3 9 1 6 7 2 4 5 38 Permata yang bertebaran di langit yang membentang, Susuhunan yang berkuasa,bak bintang Dilihat dari syair tersebut, jelaslah bahwa kekuasaan Sinuhun diibaratkan seperti bintang. Gambar posisi penari dapat dilihat pada foto 6.

E. Tingalandalem Jumenengan