Upacara Selikuran Keraton Surakarta Hadiningrat

(1)

SURAKARUTA HADININRATO KYUDEN NO SURIKURAN NO GISHIKI

KERTAS KARYA

Dikerjakan O

l e h

INDAH DWI PRATIWI Nim : 072203031

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA DALAM BIDANG STUDI BAHASA JEPANG

MEDAN 2010


(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya, serta Shalawat dan Salam kita panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai persyaratan untuk memenuhi ujian akhir Diploma III Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Kertas karya ini berjudul “Upacara Selikuran Keraton Surakarta Hadiningrat”.

Penulis menyadari bahwa apa yang telah tertulis dalam kertas karya ini masih jauh dari sempurna baik dari segi materi maupun penulisan. Demi kesempurnaan penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kearah perbaikan.

Dalam kertas karya ini penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak yang cukup bernilai harganya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Syaifuddin, M.A., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum, selaku Ketua Jurusan Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Hj. Muhibah, S.S, selaku Dosen Pembimbing yang dengan ikhlas telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan juga arahan kepada penulis, sehingga kertas karya ini dapat di selesaikan.


(3)

6. Seluruh staf pengajar pada Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, atas didikannya selama masa perkuliahan. 7. Teristimewa kepada Keluarga Besar penulis, Ayahanda Sahadi dan

Ibunda Ermayani Lubis. Juga kepada Abang tercinta Wira, Adik tersayang Uci, Ican dan Kevin. Terima kasih atas semua dukungannya dan Doa yang telah dipanjatkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini.

8. Tidak lupa penulis juga ingin mengungkap rasa banyak terima kasih kepada Bibeh Pichay “Obe”, yang selalu setia memberikan dukungan. Dan juga terimakasih kepada Ika (Kachan), Kiky (Ms.Ribet) & Si Mas, Nisa (Nincek), Aguz iki, Dijah, Ani, Bu Guru Tya, Ara, Ruth dan teman-teman Hinode ’07 yang tidak bisa disebutkan semua. Dan juga terima kasih kepada para alumni bang Marwan, bang Yahya yang telah banyak membantu kertas karya ini. Dan bagi segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, penulis menghaturkan rasa terimakasih sebesar-besarnya karena dengan tulus telah membantu dan memotivasi penulis dalam penyelesaian kertas karya ini.

Akhir kata penulis memohon maaf kepada para pembaca atas segala kesalahan ataupun kekurangan dalam pengerjaan kertas karya ini, karena kesempurnaan hanya milik ALLAH SWT.

Medan, Mei 2010 Penulis

Nim. 072203031


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Alasan Pemilihan Judul ... 1

1.2 Tujuan Penulisan ... 2

1.3 Pembatasan Masalah... 2

1.4 Metode Penelitian ... 2

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH SURAKARTA ... 3

2.1 Lokasi ... 3

2.2 Penduduk... 3

2.3 Sistem Religi ... 4

2.4 Mata Pencaharian ... 4

BAB III UPACARA SELIKURAN KERATON SURAKARTA HADININGRAT ... 5

3.1 Pengertian Upacara Selikuran ... 5

3.2 Tujuan Upacara Selikuran... 7

3.3 Tahap Pelaksanaan Upacara Selikuran ... 8

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ... 10

4.2 Saran ... 10


(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul

Perkembangan Upacara Tradisional yang ditandai dengan berbagai lambang atau simbol menunjukkan suatu norma atau nilai budaya bangsa. Hal tersebut merupakan unsur penting yang dapat menunjukkan suatu identitas serta warna kehidupan kebudayaan bangsa. Dalam kehidupan masyarakat upacara tradisional merupakan hal yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat bahkan antar suku. Upacara tradisional yang dilaksanakan dapat membuat rasa aman tentram dan damai bagi suku bangsa yang melakukan upacara itu. Upacara tradisional dapat menjadi sarana sosialisasi bagi masyarakat tradisional khususnya.

Indonesia adalah negara yang terdiri dari beribu pulau dan didiami oleh beribu macam adat istiadat. Mereka mempunyai kebudayaan dan upacara tradisional yang berbeda-beda. Salah satu dari upacara tradisional tersebut adalah Upacara Selikuran Keraton Surakarta Hadiningrat. Upacara ini khusus dilaksanakan oleh masyarakat muslim yaitu pada bulan puasa. Upacara ini dilaksanakan pada saat menjelang berbuka puasa dan semua orang yang mempersiapkan upacara ini pun sedang melaksanakan ibadah puasa.

Upacara Selikuran ini berbeda dengan upacara-upacara tradisional lainnya, maka penulis merasa tertarik untuk membahas tentang upacara ini dan memilih


(6)

judul Upacara Selikuran Keraton Surakarta Hadiningrat, kemudian menuangkannya ke dalam kertas karya ini.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulis memilih Upacara Selikuran Keraton Surakarta Hadiningrat sebagai judul kertas karya adalah sebagai berikut :

1. Untuk memberikan informasi tentang upacara tradisional khususnya Upacara Selikuran yang masih dilestarikan oleh masyarakat tradisional di dalam wilayah Keraton Surakarta Hadiningrat.

2. Untuk menambah pengetahuan baik terhadap pembaca dan juga penulis. 3. Melengkapi persyaratan untuk dapat lulus dari D3 Bahasa Jepang

Universitas Sumatera Utara.

1.3Pembatasan Masalah

Dalam kertas karya ini penulis membatasi hanya membahas mengenai pengertian, tujuan serta tahap pelaksanaan Upacara Selikuran Keraton Surakarta Hadiningrat.

1.4Metode Penelitian

Dalam kertas karya ini penulis menggunakan metode kepustakaan yaitu metode pengumpulan data atau informasi dengan membaca buku yang berhubungan dengan topik dalam kertas karya ini.


(7)

BAB II

GAMBARAN UMUM DAERAH SURAKARTA

2.1 Lokasi

Keraton Surakarta termasuk Provinsi Jawa Tengah, letaknya diantara 108030 bujur barat dan 111030 bujur timur. Daerah Kecamatan Keraton Surakarta mempunyai luas daerah 481,52 Ha. Secara geografis dan fisiografis Keraton Surakarta terletak dibagian tengah. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Jebres. Sebelah Selatan berbatasan dengan kabupaten Sukaharja. Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Serengan dan sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Banjarsari.

2.2 Penduduk

Kecamatan Keraton Surakarta merupakan kecamatan yang mempunyai peninggalan sejarah dan sampai sekarang masih tetap kelihatan kemegahannya yaitu Keraton Surakarta Hadiningrat. Keraton Surakarta Hadiningrat terletak pada kelurahan Baluwarti. Menurut laporan kependudukan Kecamatan Keraton Surakarta jumlah penduduk Kecamatan Keraton Surakarta adalah 80,208 jiwa. Jumlah penduduk wanita disini lebih banyak daripada pria.


(8)

2.3 Sistem Religi

Kehidupan religi di kecamatan Keraton Surakarta mayoritas adalah pemeluk agama Islam, kemudian disusul pemeluk agama Katolik, Protestan, Buddha, lalu Hindu. Kedatangan orang Islam ke Jawa sangat berpengaruh terhadap kebudayaan orang Jawa, terutama dalam segi agama. Sebelum orang Jawa berkenalan dengan Islam, mereka banyak menganut agama Hindu dan Buddha, tetapi setelah Islam masuk maka banyaklah orang-orang yang memeluk agama Islam. Namun demikian adat agama Hindu atau Buddha tidak dapat ditinggalkan secara total.

2.4 Mata Pencaharian

Masyarakat Jawa Tengah umumnya mempunyai mata pencaharian hidup sebagai petani. Di samping mereka yang menjadi petani, bagi penduduk yang tidak dapat menjalankan sawah mencari nafkah di bidang lain yaitu menjadi buruh industri bangunan, buruh penjual jasa pengangkutan, pedagang, ABRI, dan sebagainya. Ada juga pekerjaan sampingan yang dapat membuahkan hasil jerih payah antara lain : membuat anyaman bambu atau kepang.


(9)

BAB III

UPACARA SELIKURAN KERATON SURAKARTA HADININGRAT

3.1 Pengertian Upacara Selikuran

Upacara tradisional ialah tingkah laku resmi yang dilakukan untuk peristiwa-peristiwa yang tidak ditujukan pada kegiatan sehari-hari akan tetapi mempunyai kaitan dengan kekuatan di luar kemauan manusia.

Upacara Selikuran yaitu upacara yang diselenggarakan pada bulan Puasa menjelang hari ke duapuluh satu Romadhon yaitu bulan ke 9 pada kalender Arab. Upacara tradisional ini diselenggarakan setiap tahun sekali.

Asal mula nama Selikuran yaitu menurut riwayat yang disampaikan oleh beberapa ulama bahwa Nabi Muhammad SAW menerima wahyu dari Tuhan yang pertama pada malam hari tanggal 21 Romadhon disebuah gua yang bernama gua Hira. Pada malam itu juga para kerabat sahabat berduyun-duyun menjemput pulangnya Nabi dengan membawa obor.

Poerwadarminta menyebutkan bahwa arti selikuran jumlah hitungan yang bernilai duapuluh satu (Poerwadarminta, 1939, 549). Arti tersebut dapat dihubungkan dengan upacara di atas karena upacara tersebut diselenggarakan pada hari yang keduapuluh satu.

Upacara Selikuran yang diselenggarakan di masjid Agung Keraton Surakarta Hadiningrat harus tepat pada waktunya karena tanggal duapuluh satu pada bulan


(10)

puasa terjadi hanya sekali saja. Jika upacara tersebut di undur maka namanya telah berbeda walaupun masih diselenggarakan upacara seperti itu, dan upacara telah berbeda maknanya. Upacara memerlukan persiapan yang sangat banyak terutama menyiapkan tempat upacara, alat-alat upacara dan penyelenggaraan upacara.

Kelompok sosial berdasarkan agama diselenggarakan oleh orang yang memeluk agama Islam. Kelompok sosial berdasarkan stratifikasi diselenggarakan oleh kelompok bangsawan dan rakyat biasa. Kelompok bangsawan menyelenggarakan upacara tersebut di keraton. Upacara tersebut dihadiri oleh para bangsawan, khususnya kerabat keraton. Tidak ada seorang pun yang berasal dari luar lingkungan itu.

Adapun persiapan untuk mengadakan Upacara Selikuran yaitu para abdi dalem wanita yang diberi tugas untuk mempersiapkan alat upacara yang berupa sesaji. Sesaji terdiri dari peralatan sesaji dan sajen serta makanan utama dan makanan kecil. Sajen terdiri dari : pisang raja manten, bunga mawar dan melati, dan lain-lain. Makanan utama terdiri dari : nasi putih dan lauk pauk. Makanan kecil adalah pisang raja dan kue-kue tradisional. Ada seorang abdi dalem yang mempersiapkan dupa yang dibakar pada permulaan Upacara Selikuran. Sebelum sesaji disiapkan pada tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upacara maka tempat itu dihampari tikar. Akhir-akhir ini tikar diganti karpet. Setelah semua tersedia, maka semua lampu dinyalakan sebagai tanda dimulainya upacara dengan membunyikan lonceng.


(11)

3.2 Tujuan Upacara Selikuran

Maksud penyelenggaraan kegiatan Upacara Selikuran di Keraton Surakarta Hadiningrat ialah untuk mendapatkan keselamatan baik lahir maupun batin. Disamping itu juga untuk melestarikan kebudayaan dan untuk mengingat peristiwa yang dialami Nabi Muhammad SAW pada waktu mendapatkan wahyu di gua Hira. Wahyu tersebut kemudian dikumpulkan sampai sekarang terkenal dengan nama Kitab Al Qur’an di turunkan didunia sebagai petunjuk dan sebagai pedoman bagi umat manusia di dunia untuk mendapatkan keselamatan di dunia dan di akhirat.

Masyarakat setempat mempunyai pemikiran bahwa upacara Selikuran merupakan upacara keagamaan, terutama bagi pengikut agama Islam. Namun hal tersebut telah terpengaruh oleh kepercayaan beserta kebudayaan, yaitu agama Hindu dan Buddha. Sebetulnya Upacara Selikuran itu bertujuan untuk mencari wahyu Tuhan, tetapi pandangan mereka telah berubah yaitu ingin melestarikan kebudayaan dan ingin mengembangkan adat yang telah dijalankan oleh para sesepuh yang telah mendahuluinya dan bertujuan untuk keselamatan negara, bukan hanya untuk keselamatan diri sendiri.

Lain dari pada itu tujuan diselenggarakan Upacara Selikuran ialah untuk melestarikan kebudayaan Jawa yang diciptakan oleh nenek moyang. Sumber kebudayaan Jawa yang ada pada Keraton Surakarta yaitu berdasarkan lahir dan batin. Upacara Selikuran adalah upacara yang tidak menggunakan alat musik, tari-tarian dan drama.

Jika kebudayaan itu tidak dilestarikan akan cepat punah. Para pemuda jaman sekarang telah sulit untuk mengikuti jalannya upacara tersebut. Dengan adanya


(12)

penyelenggaraan tradisi upacara Selikuran itu, berarti kota Surakarta melestarikan kebudayaan tersebut.

3.3 Tahap Pelaksanaan Upacara Selikuran

Upacara Selikuran diselenggarakan di Keraton Surakarta mulai jam 17.00 WIB sampai dengan pukul 17.30 WIB. Upacara selikuran dimulai dengan tanda bunyi lonceng yang menunjukkan waktu pukul lima sore. Pada saat itu datanglah dua orang puteri kehadapan para hadirin yang diundang dengan membawa amanat sang raja. Amanat sang raja ditujukan kepada seseorang yang bertugas membawakan doa agar mengikrarkan upacara Selikuran.

Sementara itu pembaca doa meminta perhatian kepada hadirin untuk mengamini doa yang diucapkannya. Adapun doa yang digunakan mengikrarkan Upacara Selikuran berupa doa untuk keselamatan.

Setelah pembaca doa selesai mengikrarkan doa, amanat sang raja yang telah dibacakan tersebut dikembalikan kepada petugas dari istana. Kemudian semua makanan yang telah dipersiapkan dibagikan kepada hadirin yang hadir dalam upacara itu. Semua makanan dibagi rata. Makanan tersebut kemudian dipakai untuk berbuka puasa bersama.

Ada pantangan yang harus dipatuhi dalam upacara Selikuran Keraton Surakarta Hadiningrat. Hal ini dapat kita lihat dalam peraturan untuk mengikuti upacara. Misalnya : tidak setiap orang dapat mengikuti jalannya upacara karena Upacara Selikuran dikepung oleh kerabat keraton dan orang-orang yang dapat ijin


(13)

umum tidak boleh masuk. Pakaian yang dipakai tidak sembarangan karena jika hal itu dilanggar maka akan mengurangi hikmahnya upacara. Pada waktu berlangsungnya upacara, tidak seorangpun yang berbicara sendiri, dan berkata dengan tidak sopan itu menjadi larangan keras.


(14)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Upacara Selikuran merupakan upacara keagamaan yang bercampur dengan adat Keraton Surakarta Hadiningrat.

2. Upacara Selikuran Keraton Surakarta Hadiningrat diselenggarakan untuk melestarikan kebudayaan bangsa.

3. Pihak keraton Surakarta Hadiningrat bekerjasama dengan pihak Pemerintah Daerah terutama bidang Pariwisata untuk menjadikan upacara tersebut sebagai obyek pariwisata.

4.2 Saran

Dari pembahasan tentang Upacara Selikuran Keraton Surakarta Hadiningrat ini maka penulis menyarankan :

1. Dengan membaca kertas karya ini, penulis mengharapkan agar pembaca dapat lebih mengenal Upacara Selikuran Keraton Surakarta Hadiningrat sebagai salah satu warisan budaya bangsa.

2. Dengan adanya penyelenggaraan tradisi upacara selikuran, penulis mengharapkan agar kita bisa lebih manghargai, melestarikan dan mencintai kebudayaan Indonesia.


(15)

DAFTAR PUSTAKA

Suwandi, Surip, 1985/1986. Upacara Selikuran Keraton Surakarta Hadiningrat, Yogyakarta : Departemen P & K.

Taniguchi, Goro, 2008. Kamus Standar Bahasa Jepang Indonesia, Jakarta : Dian Rakyat.

Taniguchi, Goro, 2008. Kamus Standar Bahasa Indonesia Jepang, Jakarta : Dian Rakyat.


(1)

puasa terjadi hanya sekali saja. Jika upacara tersebut di undur maka namanya telah berbeda walaupun masih diselenggarakan upacara seperti itu, dan upacara telah berbeda maknanya. Upacara memerlukan persiapan yang sangat banyak terutama menyiapkan tempat upacara, alat-alat upacara dan penyelenggaraan upacara.

Kelompok sosial berdasarkan agama diselenggarakan oleh orang yang memeluk agama Islam. Kelompok sosial berdasarkan stratifikasi diselenggarakan oleh kelompok bangsawan dan rakyat biasa. Kelompok bangsawan menyelenggarakan upacara tersebut di keraton. Upacara tersebut dihadiri oleh para bangsawan, khususnya kerabat keraton. Tidak ada seorang pun yang berasal dari luar lingkungan itu.

Adapun persiapan untuk mengadakan Upacara Selikuran yaitu para abdi dalem wanita yang diberi tugas untuk mempersiapkan alat upacara yang berupa sesaji. Sesaji terdiri dari peralatan sesaji dan sajen serta makanan utama dan makanan kecil. Sajen terdiri dari : pisang raja manten, bunga mawar dan melati, dan lain-lain. Makanan utama terdiri dari : nasi putih dan lauk pauk. Makanan kecil adalah pisang raja dan kue-kue tradisional. Ada seorang abdi dalem yang mempersiapkan dupa yang dibakar pada permulaan Upacara Selikuran. Sebelum sesaji disiapkan pada tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upacara maka tempat itu dihampari tikar. Akhir-akhir ini tikar diganti karpet. Setelah semua tersedia, maka semua lampu dinyalakan sebagai tanda dimulainya upacara dengan membunyikan lonceng.


(2)

3.2 Tujuan Upacara Selikuran

Maksud penyelenggaraan kegiatan Upacara Selikuran di Keraton Surakarta Hadiningrat ialah untuk mendapatkan keselamatan baik lahir maupun batin. Disamping itu juga untuk melestarikan kebudayaan dan untuk mengingat peristiwa yang dialami Nabi Muhammad SAW pada waktu mendapatkan wahyu di gua Hira. Wahyu tersebut kemudian dikumpulkan sampai sekarang terkenal dengan nama Kitab Al Qur’an di turunkan didunia sebagai petunjuk dan sebagai pedoman bagi umat manusia di dunia untuk mendapatkan keselamatan di dunia dan di akhirat.

Masyarakat setempat mempunyai pemikiran bahwa upacara Selikuran merupakan upacara keagamaan, terutama bagi pengikut agama Islam. Namun hal tersebut telah terpengaruh oleh kepercayaan beserta kebudayaan, yaitu agama Hindu dan Buddha. Sebetulnya Upacara Selikuran itu bertujuan untuk mencari wahyu Tuhan, tetapi pandangan mereka telah berubah yaitu ingin melestarikan kebudayaan dan ingin mengembangkan adat yang telah dijalankan oleh para sesepuh yang telah mendahuluinya dan bertujuan untuk keselamatan negara, bukan hanya untuk keselamatan diri sendiri.

Lain dari pada itu tujuan diselenggarakan Upacara Selikuran ialah untuk melestarikan kebudayaan Jawa yang diciptakan oleh nenek moyang. Sumber kebudayaan Jawa yang ada pada Keraton Surakarta yaitu berdasarkan lahir dan batin. Upacara Selikuran adalah upacara yang tidak menggunakan alat musik, tari-tarian dan drama.

Jika kebudayaan itu tidak dilestarikan akan cepat punah. Para pemuda jaman sekarang telah sulit untuk mengikuti jalannya upacara tersebut. Dengan adanya


(3)

penyelenggaraan tradisi upacara Selikuran itu, berarti kota Surakarta melestarikan kebudayaan tersebut.

3.3 Tahap Pelaksanaan Upacara Selikuran

Upacara Selikuran diselenggarakan di Keraton Surakarta mulai jam 17.00 WIB sampai dengan pukul 17.30 WIB. Upacara selikuran dimulai dengan tanda bunyi lonceng yang menunjukkan waktu pukul lima sore. Pada saat itu datanglah dua orang puteri kehadapan para hadirin yang diundang dengan membawa amanat sang raja. Amanat sang raja ditujukan kepada seseorang yang bertugas membawakan doa agar mengikrarkan upacara Selikuran.

Sementara itu pembaca doa meminta perhatian kepada hadirin untuk mengamini doa yang diucapkannya. Adapun doa yang digunakan mengikrarkan Upacara Selikuran berupa doa untuk keselamatan.

Setelah pembaca doa selesai mengikrarkan doa, amanat sang raja yang telah dibacakan tersebut dikembalikan kepada petugas dari istana. Kemudian semua makanan yang telah dipersiapkan dibagikan kepada hadirin yang hadir dalam upacara itu. Semua makanan dibagi rata. Makanan tersebut kemudian dipakai untuk berbuka puasa bersama.

Ada pantangan yang harus dipatuhi dalam upacara Selikuran Keraton Surakarta Hadiningrat. Hal ini dapat kita lihat dalam peraturan untuk mengikuti upacara. Misalnya : tidak setiap orang dapat mengikuti jalannya upacara karena Upacara Selikuran dikepung oleh kerabat keraton dan orang-orang yang dapat ijin mengikutinya. Jika orang lain ingin mengikuti jalannya upacara harus mendapat ijin dari petugas keraton. Jika petugas keraton tidak memperbolehkan maka orang


(4)

umum tidak boleh masuk. Pakaian yang dipakai tidak sembarangan karena jika hal itu dilanggar maka akan mengurangi hikmahnya upacara. Pada waktu berlangsungnya upacara, tidak seorangpun yang berbicara sendiri, dan berkata dengan tidak sopan itu menjadi larangan keras.


(5)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Upacara Selikuran merupakan upacara keagamaan yang bercampur dengan adat Keraton Surakarta Hadiningrat.

2. Upacara Selikuran Keraton Surakarta Hadiningrat diselenggarakan untuk melestarikan kebudayaan bangsa.

3. Pihak keraton Surakarta Hadiningrat bekerjasama dengan pihak Pemerintah Daerah terutama bidang Pariwisata untuk menjadikan upacara tersebut sebagai obyek pariwisata.

4.2 Saran

Dari pembahasan tentang Upacara Selikuran Keraton Surakarta Hadiningrat ini maka penulis menyarankan :

1. Dengan membaca kertas karya ini, penulis mengharapkan agar pembaca dapat lebih mengenal Upacara Selikuran Keraton Surakarta Hadiningrat sebagai salah satu warisan budaya bangsa.

2. Dengan adanya penyelenggaraan tradisi upacara selikuran, penulis mengharapkan agar kita bisa lebih manghargai, melestarikan dan mencintai kebudayaan Indonesia.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Suwandi, Surip, 1985/1986. Upacara Selikuran Keraton Surakarta Hadiningrat, Yogyakarta : Departemen P & K.

Taniguchi, Goro, 2008. Kamus Standar Bahasa Jepang Indonesia, Jakarta : Dian Rakyat.

Taniguchi, Goro, 2008. Kamus Standar Bahasa Indonesia Jepang, Jakarta : Dian Rakyat.