STRATEGI KAMPANYE “TAHUN PEMBINAAN WAJIB PAJAK” DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIY DALAM MENDORONG WAJIB PAJAK MELAPORKAN SPT DAN TAAT MEMBAYAR PAJAK TAHUN 2015

(1)

STRATEGI KAMPANYE “TAHUN PEMBINAAN WAJIB PAJAK DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIY DALAM MENDORONG WAJIB

PAJAK MELAPORKAN SPT DAN TAAT MEMBAYAR PAJAK TAHUN 2015

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelarSarjana Strata 1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh:

Muh. Nirwan Anwar

20120530281

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Muh Nirwan Anwar NIM : 20120530281

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan : Ilmu Komunikasi

Konsentrasi : Public Relations

Universitas : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan seluruh sumber yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Apabila dikemudian hari karya saya ini terbukti merupakan hasil plagiat/menjiplak karya orang lain maka saya bersedia dicabut gelar kesarjanaanya.

Yogyakarta, Desember 2016


(3)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati dan dengan penuh rasa syukur skripsi ini saya persembahkan teruntuk :

Kedua orangtu saya Kakak serta adik saya

Dan semua keluarga yang telah mensupport saya

Tarima kasi’ jai dudu, ki pammopporanga ri sikamma panggaungkangku. Salama lino ahera’


(4)

UCAPAN TERIMAKASIH

1. Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada saya, sehingga dalam proses pembuatan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar dan Muhammad SAW yang senangtiasa telah memberikan wahyunya kepada saya

2. Keluarga besar Wisma Latimojong Yogyakarta, pak iman, dg.nabanya, dg tutunya, mas adi (husein), kak bastian (ipi), bidol, karca, bocil, abi (bolang), saldinho, kadir, bilal, buser, hayati, kodok, sape, ambas, fajar, trisna, deh banyakna di tulis capek tongki mengetik. Hahha pokoknya terima kasih masih memberi ruang untuk beristirahat dan belajar bersama. 3. Sendowo crew dan palagan family, senang rasanya bisa bersama kalian. 4. Keluarga besar Komunitas Kopiliar, senang rasanya bisa mengenal kalian

dan menjadi keluarga di jogja.

5. Bung Mus dan Bung dude (laki-laki pesisir) semangat sodaraku, perjuangan masih panjang jangan berhenti untuk kehidupan yang lebih adil dan sejahtera.

6. Zein, Teguh, Haris Aziza Renwarin, Roficoh.. heh kalian jangan lama-lama kuliahnya seperti saya. Terima kasih telah menjadi penyemangat di kampus..

7. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya, terima kasih banyak atas dukungan serta motivasinya

8. Teman-Teman Public Relations dan teman-teman ilmu komunikasi 2012 yang telah menjadi teman sharing, sehingga skripsi ini telah selesai saya kerjakan.


(5)

MOTTO

TERBENTUR, TERBENTUR, TERBENTUR, TERBENTUK (tan malaka)

Sedangkan sebetulnya cara mendapatkan hasil itulah yang lebih penting daripada hasil itu sendiri

Teruslah berjuang, perjuangan yang kita lakukan bukan untuk menjadi yang terbaik tetapi lebih menjadi berarti,

bersabarlah dan tetap semangat (Nirwan Peetoroka)


(6)

KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum Wr. Wb

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang senantiasa memberi kita nikmat kesehatan, kebaikan serta masih memberi kita petunjuk disisa hidup kita. Shalawat serta salam kita panjatkan kepada Nabi Muhammad S.A.W yang telah mengajarkan ummatnya untuk berlaku adil serta berguna bagi kehidupannya. Alhamdulillah, atas semua dorongan dan dukungan penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Kampanye Tahun Pembinaan Wajib pajak Direktorat Jenderal Pajak DIY dalam mendorong wajib pajak melaporkan SPT dan taat membayar Pajak Tahun 2015”. Adapun tujuan dari penyusunan skrispsi ini adalah untuk memperoleh gelar Sarjana (S-1) Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulisan menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Dengan rasa hormat, penulis meminta maaf yang sedalam-dalamnya. Oleh karenanya, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah mendukung dan memberi semangat dalam penulisan skripsi ini, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, dengan segenap kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Haryadi Arief Nuur Rasyid, S.IP., M.Sc selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(7)

2. Bapak Zuhdan Aziz, S.IP, S.Sn, M.Sn selaku Sekertaris Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Ibu Sovia Sitta Sari, S.IP, M.Si selaku dosen pembimbing. Terimakasih untuk masukan serta dorongannya. Maaf bu kalau penulis sering menghilang.

4. Bapak Krisna Mulawarman, S.Sos, M.Sn selaku dosen penguji I. Terimakasih untuk segala masukan yang membangun, menjadikan karya tulis ini menjadi lebih sempurna.

5. Mba Ayu Amalia S.Sos, M.Si selaku dosen penguji II. Terimakasih untuk segala masukannya yang membangun, menjadikan karya tulis ini menjadi lebih bermakna.

6. Ibu Suciati, terima kasih untuk waktunya serta masukannya.

7. Seluruh dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atas ilmu bermanfaatnya yang telah diberikan. Semoga ibu dan bapak dosen menjadi lebih berkah karena telah berbagi ilmu.

8. Mba Siti Wijayanti, Mas Yuni, Pak Jono, Pak Muryadi yang telah senantiasa memberikan informasi dan membantu dalam semua kelengkapan demi kelancaran jalannya skripsi.

9. Ibu Ratna Nur Hidayat dari Kasi kerjasama dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak DIY, terimakasih atas waktunya dan telah berkenan direpotkan oleh penulis.


(8)

10. Ibu Bekti Handayani dari pelaksana bagian Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak DIY yang telah memberikan informasi dan membantu melengkapi data yang dibutuhkan guna kelancaran jalannya skripsi.

Yogyakarta, Desember 2016 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

ABSTRAK ... x

ABSTRACK ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

1. Manfaat Teoritis ... 9

2. Manfaat Praktis ... 9

E. Kajian Pustaka ... 9

1. Strategi Kampanye ... 9


(10)

4. Faktor Penghambat dan Penunjang ... 25

5. Model-Model Kampanye ... 29

6. Evaluasi Kampanye ... 37

F. Penelitian Terdahulu ... 42

G. Metode Penelitian... 43

1. Jenis Penelitian ... 44

2. Lokasi Penelitian ... 44

3. Tekhnik Pengambilan Informan ... 45

4. Tekhnik pengumpulan data ... 46

5. Tekhnik analisis data ... 47

6. Uji Validitas Data ... 47

BAB II GAMBARAN UMUM ... 49

A. Sejarah Direktorat Jenderal Pajak DIY ... 49

B. Visi dan Misi Direktorat Jenderal Pajak DIY ... 50

C. Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Pajak DIY ... 51

D. Organisasi dan Wilayah Kerja ... 53

1. Gambaran Umum ... 53

2. Pembagian Kantor Pelayanan Pajak... 54

3. Karakteristik Wilayah Kerja ... 57

E. Struktur Organisasi Kanwil Direktorat jenderal Pajak DIY.. ... 60

BAB III PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN ... 62


(11)

1. Perencanaan Kampanye

Direktorat Jenderal Pajak DIY ... 62

a. Analisis situasi ... 62

b. Tujuan Kampanye ... 64

c. Identifikasi dan Segmentasi Sasaran ... 64

d. Pesan Kampanye ... 66

e. Strategi dan Taktik ... 67

f. Alokasi Waktu dan sumber daya... 67

2. Elemen-Elemen kampanye Direktorat Jenderal Pajak DIY ... 68

a. Komunikator ... 68

b. Saluran ... 70

3. Faktor Penghambat dan Penunjang ... 83

4. Evaluasi ... 84

5. Tanggapan Masyarakat ... 85

B. Pembahasan ... 87

1. Tahapan Perencanaan Kampanye a. Analisis Perencanaan Kampanye ... 87

b. Penyusunan Tujuan ... 90

c. Identifikasi dan Segmentasi Sasaran ... 93

d. Menetukan Pesan ... 95


(12)

2. Elemen-Elemen Kampanye

a. Komunikator ... 97

b. Saluran ... 98

3. Faktor penghambat dan Penunjang ... 102

4. Model kampanye a. Difusi Inovasi ... 104

5. Evaluasi ... 105

BAB IV PENUTUP ... 107

A. Kesimpulan ... 107

B. Saran ... 110 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penerimaan Pajak Provinsi DIY ... 7

Tabel 2.1 KPP Pratama Yogyakarta ... 55

Tabel 2.2 KPP Pratama Sleman ... 55

Tabel 2.3 KPP Pratama Bantul ... 56

Tabel 2.4 KPP Pratama Wates ... 57


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kampanye Direktorat Jenderal Pajak ... 6

Gambar 1.2 Tahap-Tahap Proses Perencanaan Kampanye ... 15

Gambar 1.3 Model Kampanya Komponensial ... 29

Gambar 1.4 Model Kampanya Difusi Inovasi ... 36

Gambar 2.1 Wilayah kerja Direktorat Jenderal Pajak DIY ... 54

Gambar 3.1 Manfaatkan Penghapusan Sanksi Pajak ... 66

Gambar 3.2 Kunjungan dan Sosialisasi bersama Pemprov DIY ... 69

Gambar 3.3 sosialisasi bersama Jogja Invesment Forum ... 69

Gambar 3.4 kegiatan Car free day ... 70

Gambar 3.5 Apresiasi Wajib Pajak ... 72

Gambar 3.6 Baliho Tahun Pembinaan Wajib Pajak di Gunung kidul ... 74

Gambar 3.7 Baliho Tahun Pembinaan di Melikan Bantul Wajib Pajak ... 74

Gambar 3.8 Baliho Tahun Pembinaan Wajib Pajak Jl. Magelang ... 75

Gambar 3.9 Baliho Tahun Pembinaan Wajib Pajak Katamso Yogya ... 75

Gambar 3.10 Spanduk Tahun Pembinaan Wajib Pajak ... 76

Gambar 3.11 Leafleat Tahun pembinaan Wajib Pajak ... 77

Gambar 3.12 Leafleat Tahun pembinaan Wajib Pajak ... 77

Gambar 3.13 Majalah Tahun pembinaan Wajib Pajak ... 78

Gambar 3.14 Dialog Interaktif di TVRI ... 80

Gambar 3.15 website Direktorat Jenderal Pajak ... 81

Gambar 3.16 website Direktorat Jenderal Pajak ... 81


(15)

(16)

ABSTRAK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi

Konsentrasi Public Relations

Muh Nirwan Anwar (20120530281)

Strategi Kampanye “Tahun Pembinaan Wajib Pajak ” Direktorat Jenderal Pajak D.I.Y Dalam Mendorong Wajib Pajak Melaporkan SPT dan Taat Membayar Pajak Tahun 2015

Tahun : 2016 + 110 Halaman + 6 tabel + 21 Gambar + 3 Lampiran Daftar Pustaka : 14 buku + 6 Sumber Online + 3 skripsi

Kampanye merupakan serangkaian langkah/tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu. Tahun 2015, Pemerintah melalui Kementrian Keuangan mengeluarkan Peraturan menteri Nomor 91/PMK.03/2015 tentang pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan penyampaian surat pemberitahuan, pembetulan surat Pemberitahuan dan keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, diawali dengan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan analisis data, kemudian diakhiri dengan penarikan kesimpulan. Objek dalam penelitian ini yaitu Direktorat Jenderal Pajak D.I.Y yang merupakan pelaksana kampanye tahun 2015. Pengambilan informan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sementara pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan studi dokumentasi yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta

Hasil dari peneltian ini menyimpulakn bahwa strategi kampanye yang dilakukan sudah tepat. hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi kampanye yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak D.I.Y dengan mengandalkan media massa cetak, elektronik dan media luar ruang. Kemudian untuk lebih memudahkan masyarakat dalam mendapatkan informasi Direktorat Jenderal Pajak D.I.Y perlu menambahkan serta memaksimalkan penggunaan media sosial seperti facebook, twitter dan instagram.


(17)

ABSTRACT University of Muhammadiyah Yogyakarta Faculty of Social and Politic Science

Department of Communication Science Concentration of Public Relations Muh Nirwan Anwar (20120530281)

The Campaign Strategy “Tahun Pembinaan Wajib Pajak” of Direktorat Jendral Pajak D.I.Y on encourage Taxpayer to report SPT and obedient Tax Payment in 2015

Year : 2016 + 108 Page + 6 Table + 21 Image + 3 Appendices References : 12 Books + 6 online Sources (Internet) + 3 Thesis

Campaign is kind of planned communication tactics for producing certain effect. In 2015, Ministry of Finance of Indonesia generated Ministerial Decree Number 91/PMK.03/2015 Reduction of Administration Sanctions on the Letter Notifications Retardment, the Revision on Letter Notification and Tax Payment Retardment.

This research use qualitative descriptive method, start from collecting data, reducing data, presenting data, and analyzing data that is ended with concluding data. The Object in this research field is Direktoral Jendaral Pajak D.I.Y that held campaign in 2015. Furthermore, data is collected by interview and documented studies in Direktoral Jendral Pajak D.I.Y. Thus, Interviewees is determined by using purposive random sampling.

The Result of this research concluded that campaign strategy of Direktoral Jendral Pajak D.I.Y is appropriate campaign. They have using mass media; printed, electronic and external media. Subsequently, they have to enhance and maximize campaign by using social media for instance Facebook, Twitter and Instagram.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Republik Indonesia sebagai suatu Negara kesatuan dengan wilayah yang sangat luas dan terdiri dari gugusan pulau-pulau, perlu dibagi atas daerah-daerah besar dan kecil, baik yang bersifat otonom maupun administratif, agar pelaksanaan pembangunan dapat berjalan lancar di seluruh pelosok tanah air. Pembangunan nasional bertujuan untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang makmur dan sejahtera.

Otonomi daerah adalah usaha memberikan kesempatan kepada daerah untuk memberdayakan potensi ekonomi, sosial budaya, dan politik di wilayahnya. Tujuannya adalah demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang tertib, maju dan sejahtera, damai, nyaman, wajar karena memperoleh kemudahan dalam segala hal di bidang pelayanan masyarakat, yang hasil akhirnya dapat berguna untuk percepatan pembangunan yang ada didaerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya (Muhammad, 2005:81)

Dengan berlakunya otonomi daerah, pendapatan asli daerah (PAD) berarti semakin besar perannya bagi pemerintah daerah untuk mendukung pelaksanaan program-program pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya sendiri. Tentunya keadaan ini akan lebih mendorong pemerintah daerah untuk terus meningkatkan kinerjanya mengingat terbatasnya dana yang diberikan oleh pemerintah pusat, maka dalam mengurus rumah tangganya sendiri daerah otonom harus mampu menggali dan memobilisasikan potensi kekayaan yang dimiliki oleh


(19)

daerah-daerah diseluruh provinsi, yang bertujuan untuk meningkatkan pendapat asli daerah (PAD).

Untuk dapat mewujudkan pembangunan tentunya harus memperhatikan pembiayaan pembanguan. Salah satu cara untuk mewujudkan pemerataan pembangunan adalah dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri salah satunya berupa pajak. Sejalan dengan diberlakukannya UU nomor 22 tahun 1999 yang berimplikasi langsung terhadap peningkatan kebutuhan pembiayaan daerah, maka sumber pembiayaan daerah dari pendapatan asli daerah khususnya dari pajak dan retribusi perlu ditingkatkan. Semakin meningkat pendapatan asli daerah akan meningkatkan keuangan daerah. Artinya dengan meningkatnya kemampuan tersebut, maka turut meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan program-program untuk mewujudkan daerah yang maju dalam segala bidang di era otonom ini. Dalam Undang Undang No 9 Tahun 1994 telah diatur tentang ketentuan wajib pajak :

1. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. ( UU No 9 Tahun 1994 )

2. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam


(20)

perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya. ( UU No 16 Tahun 2000 )

3. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. ( UU No 16 Tahun 2000 )

4. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud pada angka 3 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. ( UU No 16 Tahun 2000) (http://www.pajakpribadi.com/peraturan/uu_kup.htm di akses pada tanggal 7 januari 2016)

Menurut Rochmad Soemitro dalam Marsuni (2006:7), pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pajak daerah dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:


(21)

1. Pajak Provinsi, terdiri dari: a. Pajak Kendaraan Bermotor

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Air Permukaan; dan

e. Pajak Rokok

2. Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari: a. Pajak Hotel

b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame

e. Pajak Penerangan jalan

f. Mineral Bukna Logam dan Batuan g. Pajak Parkir

h. Pajak Air Tanah

i. Pajak Sarang Burung Walet

j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

k. Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Mardiasmo,2011:13) Salah satu fungsi pajak penerimaan negara ialah digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka kesempatan kerja dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Berdasarkan fungsi pajak dapat disimpulkan bahwa untuk memajukan dan


(22)

dan membantu pemerintah untuk merealisasikan program-program terkait pemerataan pembangunan dan kesejahteraan sosial.

Di tahun 2015, pemerintah telah mengeluarkan peraturan menteri keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 tentang pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan penyampaian surat pemberitahuan, pembetulan surat pemberitahuan dan keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak. PMK 91 tahun 2015 ini bertujuan mendorong wajib pajak agar bersedia melaporkan SPT, membayar dan menyetor pajak sesuai dengan yang seharusnya, dan melakukan pembetulan SPT, dalam rangka tahun pembinaan pajak. Kemudian Untuk mengajak masyarakat agar turut berpastisipasi dalam melakukan kewajibannya yaitu membayar pajak, kemudian memang sangat dibutuhkan pendekatan-pendekatan yang lebih baik agar masyarakat bisa menerima ajakan untuk membayar kewajiban mereka. Dengan adanya pembayaran pajak tentunya dapat berkontribusi dalam pembangunan nasional. Pembangunan tersebut diantaranya : membangun sarana transportasi, komunikasi, pendidikan, keamanan, hukum dan kegiatan lainnya.

Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan berbagai upaya untuk memudahkan masyarakat agar lebih banyak mendapatkan informasi dan mengakses berbagai hal yang berkaitan dengan pajak seperti kring pajak dan situs pajak demi meningkatkan kesadaran taat bagi wajib pajak. Upaya ini bertujuan dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melakukan kewajiban yang telah diatur oleh Negara.


(23)

Gambar 1.1 Model kampanye Dirjen Pajak

Terbukti dengan berbagai upaya yang dilakukan oleh direktorat jenderal pajak DIY meraih prestasi yang luar biasa dengan menduduki peringkat keempat nasional mengingat di tahun 2014 DIY hanya menduduki peringkat 22. Kepala Kanwil DJP DIY Rudi Gunawan Bastari, menyebutkan dari target sebesar Rp4,514 triliun, realisasi penerimaan hingga akhir Desember mencapai Rp3,937 triliun dengan persentase 87,21 persen. Meski meleset, penerimaan tahun 2015 tumbuh 27,62 persen dibanding tahun 2014, peningkatan yang luar biasa jika di tahun 2015 bisa naik ke peringkat empat. Harapan 2016 ini tentu lebih baik lagi. (http://gunungsitoli.rri.co.id/post/berita/234676/nasional/diy_rangking_empat_pen erimaan_pajak_nasional.html di akses pada tanggal 1 agustus 2016 pukul 19.00 WIB).

Realisasi penerimaan hingga desember tahun 2015 tingkat penerimaan pajak DIY 87,21% atau sekitar Rp3,937 triliun dari yang ditargetkan sebesar Rp.4,51 triliun yang ditargetkan. Penerimaan tersebut didapatkan dari berbagai kabupaten/kota.


(24)

Tabel 1.1 Penerimaan Pajak Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta No KPP Pratama

kabupaten/kota

Target Nilai realisasi

Persentase Pertumbuhan 1. KPP Pratama kota

Yogyakarta

Rp.1,826 triliun

Rp.1,595 triliun

87,39% 27,88 % 2. KPP pratama

Sleman

Rp.1,588 triliun

Rp.1,405 triliuan

88,46% 29,31% 3. KPP Pratama

Bantul

Rp.742,276 miliar

Rp.633,955 miliar

85,41% 25,26% 4. KPP Pratama

Wates

Rp.175,993 miliar

Rp.148,094 miliar

84,15% 23,16% 5. KPP Pratama

Wonosari

Rp.181,732 miliar

Rp.154,175 miliar

84,84% 24,09% Sumber:http: http://suarapemudajogja.com/2016/01/08/kanwil-djp-diy-laporkan-kinerja-penerimaan-pajak-tahun-2015/di akses pada tanggal 1 agustus 2016 pukul 19:00 WIB)

Data diatas menunjukkan bahwa posisi pencapaian penerimaan pajak tertinggi dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama di tingkat kabupaten/kota ditempati oleh KPP Pratama Sleman sebesar 88,46% dengan nilai realisasi Rp1,405 triliun dari target Rp1,588 triliun. Posisi selanjutnya ditempati KPP Pratama Kota Yogyakarta dengan pencapaian 87,39% sebesar Rp1,595 triliun (target Rp1,826 triliun), KPP Pratama Bantul 85,41%, senilai Rp742,276 miliar (target Rp742,276 miliar), KPP Pratama Wates 84,15% senilai Rp148,094 miliar (target Rp175,993 miliar), dan KPP Pratama Wonosari 84,84% senilai Rp154,175 miliar (target Rp181,732 miliar).

Dari data diatas menunjukkan bahwa tingkat penerimaan pajak di daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015 mengalami pertumbuhan yang cukup drastis walaupun masih belum sesuai target yang dicanankan oleh Direktorat Jenderal Pajak DIY. Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti merasa tertarik dan menilai


(25)

perlu diadakan penelitian di Direktorat Jendral Pajak mengenai strategi kampanye

“Tahun Pembinaan Pajak” dalam mendorong wajib pajak agar bersedia melaporkan SPT, membayar dan menyetor pajak.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah diatas, peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimana strategi kampanye “Tahun pembinanaan wajib pajak” dalam mendorong wajib pajak agar bersedia melaporkan SPT, dan taat membayar pajak di DIY tahun 2015?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan dan agar penelitian ini menjadi lebih terarah secara jelas maka perlu ditetapkan tujuannya sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan secara lengkap pelaksanaan kampanye yang dilakukan Direktorat jenderal pajak DIY

2. Untuk memahami dan mengetahui hambatan strategi kampanye Direktorat Jenderal Pajak DIY dalam mendorong wajib pajak agar taat membayar pajak di daerah istimewa yogyakarta tahun 2015

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dalam bidang komunikasi, khususnya strategi kampanye sosial.


(26)

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi wawasan pada kajian strategi kampanye untuk mengimplementasikan pengetahuan teoritis yang telah diperoleh peneliti khususnya dalam bidang komunikasi.

2. Secara Praktis

a. Bagi Direktorat jenderal pajak DIY, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan untuk provinsi-provinsi diindonesia

b. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai dasar kebijakan yang telah diterapkan serta memberi masukan, saran dan kritik.

c. Bagi peneliti, dapat secara langsung mengetahui hambatan dan mendeskripsikan kegiatan kampanye yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak.

E. Kajian Pustaka 1. Strategi kampanye

Sebelum melangkah lebih jauh ada baiknya peneliti menjelaskan makna kata dari strategi. Strategi adalah rencana cermat mengenai kegiataan untuk mencapai sasaran khusus (kamus besar bahasa Indonesia, 2008:37). Strategi

berasal dari bahasa yunani klasik yaitu “stratos” yang artinya tentara dan kata

agein” yang berarti memimpin. Dengan demikian, strategi dimaksudkan

adalah memipin tentara. Lalu muncul kata strategos yang artinya memimpin tentara kelas atas. Jadi strategi adalah konsep militer yang bisa diartikan sebagai seni perang para jenderal (The Art Of General) atau suatu rancangan yang terbaik untuk memenangkan peperangan.


(27)

Pemilihan strategi merupakan langkah-langkah krusial yang memerlukan penanganan secara hati-hati dalam perencanaan komunikasi, sebab jika pemilihan strategi salah atau keliru maka hasil yang diperolah bisa fatal, terutama kerugian dari segi waktu, materi dan tenaga (Cangara, 2014 : 65).

strategi merupakan langkah awal yang menjadi dasar atau acuan untuk mencapai tujuan tertentu. Kemudian untuk menjalankan aktivitas-aktivitas organisasi dalam rangka memberikan informasi maka dilakukan kegiatan-kegiatan yang lebih praktis kepada masyarakat salah satunya dengan kampanye.

Kampanye merupakan suatu kegiatan promosi, komunikasi atau rangkaian pesan terencana untuk memecahkan masalah kritis, bisa masalah komersil, bisa juga masalah non komersil seperti masalah sosial, budaya, politik, lingkungan hidup/ekologi. Rangkaian kegiatan ini direncanakan dan dilakukan berkesinambungan dalam waktu tertentu dan singkat, tidak lebih dari satu tahun melalui tema sentral dalam suatu program media yang terkoordinir dan konvergen. Pesan disampaikan secara individual dan kumulatif dengan maksud utama menyokong obyek kampanye seperti brand, masalah sosial, politik dan lain sebagainya. (Safanayong, 2006:71).

kampanye menurut Teori Pfau dan Parrot ( 2009: 8 ) yaitu :

‘A campaign is conscious, sustained and incremental process designed to be

implemented over a spesicified periode of time for the purpose of influencing a spesicified audience’. (Kampanye adalah suatu proses yang dirancang secara


(28)

sadar, bertahap berkelanjutan yang dilaksanakan pada rentang waktu tertentu dengan tujuan mempengaruhi khalayak sasaran yang telah di tetapkan).

Menurut Rogers dan storey dalam Venus (2009:7) mendefenisikan kampanye sebagai serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khlayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu. Merujuk pada definisi ini maka setiap aktivitas kampanye komunikasi setidaknya harus mengandung empat hal yakni : (1) tindakan kampanye yang ditujukan untuk menciptakan efek atau dampak tertentu (2) jumlah khlayak yang besar (3) biasanya dipusatkan dalam kurun waktu tertentu dan (4) melalui serangkaian tindakan komunikasi yang terorganisasi.

Leslie B.Snyder dalam Rosandy (2005 : 23) a communication campaign is an organized communication activity, directed at a particular audience, for a particular periode of time to achieve a particular goal. Secara garis besar bahwa kampanye komunikasi merupakan aktivitas komunikasi yang terorganisasi, secara langsung ditujukan khlayak tertentu, pada peiode waktu yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu.

Kampanye adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan secara terlembaga. Penyelenggaraan kampanye umumnya bukanlah individu melainkan lembaga atau organisasi. Lembaga tersebut dapat berasal dari lingkungan pemerintah, kalangan swasta atau lembaga swadaya masyarakat (LSM). Terlepas dari siapapun penyelenggaranya, kampanye selalu memiliki tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan tersebut sangat beragam dan berbeda antara


(29)

satu dengan organisasi lainnya. Apapun ragam dan tujuannya, upaya perubahan yang dilakukan kampanye selalu terkait dengan aspek pengetahuan, ( knowledge ), sikap ( attitude ) dan perilaku ( behavioral ). (Pfau dan Parrot dalam Venus, 2009:10).

Strategi kampanye adalah sebuah penyusunan suatu rencana jangka panjang yang dilakukan oleh sekelompok organisasi swasta maupun pemerintah agar pesan yang ingin disampaikan dapat tercapai dan diterima dengan baik oleh masyarakat (Septiawan, 2015:8).

2. Perencanaan kampanye

Menurut Sweeney “A campaign without a plan is a like a journey

without a map”. kampanye seperti sebuah perjalanan, yang dimulai dari satu titik dan berakhir pada titik yang lain. Untuk sampai pada tujuan maka orang harus bergerak ke arah yang tepat. Disini orang memerlukan peta yang dapat memandu dan menunjukkan arah yang harus ditempuh agar sampai ke tujuan (Venus:2009: 134)

Keufman dalam Cangara (2014:24) mengatakan bahwa perencanaan adalah suatu proses untuk menetapkan ke mana kita harus pergi dengan mengidentifikasi syarat apa yang harus dipenuhi untuk sampai ke tempat tersebut dengan cara yang paling efisien dan efektif, dengan kata lain perencanaan sebagai penetapan spesifikasi tujuan yang ingin dicapai termasuk cara-cara yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.


(30)

Walaupun pengertian yang dikemukakan para ahli berbeda-beda, namun pada dasarnya perencanaan adalah usaha-usaha yang dilakukan secara sistematis untuk sampai pada tujuan atau goal oriented. Perencanaan merupakan tahap yang harus dilakukan agar kampanye dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Ada beberapa alasan mengapa sebuah perencanaan harus dilakukan dalam sebuah kampanye (Gregory, Simmons dalam Venus, 2009:144) yaitu

a. Memfokuskan usaha

Perencanaan membuat tim kampanye dapat mengidentifikasi dan menyusun tujuan yang akan dicapai dengan benar hingga akhirnya pekerjaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien, karena berkonsentrasi pada prioritas dan alur kerja yang jelas. b. Mengembangkan sudut pandang berjangka waktu panjang.

Perencanaan membuat tim kampanye melihat semua komponen secara menyeluruh. Ini akan membuat tim kampanye tidak berfikir mengenai efek kampanye dalam jangka waktu yang pendek tapi juga ke masa depan, hingga mendorong dihasilkannya program yang terstruktur dalam menghadapi kebutuhan masa depan.

c. Meminimalisasi kegagalan.

Perencanaan yang cermat dan teliti akan menghasilkan alur serta tahapan kerja yang jelas, terukur dan spesifik serta


(31)

lengkap dengan langkah-langkah alternatif, sehingga bila ada kegagalan bisa langsung diambil alternatif penyelesaian.

d. Mengurangi konflik

Konflik kepentingan dan prioritas merupakan hal yang sering terjadi dalam sebuah kerja tim. Perencanaan yang matang akan mengurangi potensi munculnya konflik, karena sudah ada bentuk tertulis mengenai alur serta prioritas pekerjaan untuk tiap-tiap anggota tim

e. Memperlancar pekerjaan dengan pihak lain.

Sebuah rencana yang matang akan memunculkan rasa percaya para pendukung potensial serta media yang akan digunakan sebagai saluran kampanye, hingga pada akhirnya akan terjadi kerjasama yang baik dan lancar.

Semua keuntungan tersebut tidak akan didapatkan jika perencanaan kampanye dilakukan sebatas angan-angan atau hanya ada dalam benak tim kampanye. karenanya, perencanaan harus dibuat dengan matang dan dituangkan secara tertulis atau terdokumentasikan dengan jelas.

Tim perencana kampanye dapat merumuskan perencanaan berdasarkan lima pertanyaan sederhana yaitu; apa yang ingin dicapai? siapa yang akan menjadi sasaran? pesan apa yang akan disampaikan? bagaimana menyampaikannya? bagaimana mengevaluasinya? kelima pertanyaan tersebut dapat dituangkan kedalam tahap-tahap perencanaan


(32)

Gambar 1.2 Tahap-tahap proses perencanaan kampanye (Gregory, 2005:53) 1. Analisis

Analisis SWOT meliputi empat elemen yaitu Strength (kekuatan),

Weaknesess (kelemahan), Opportunity (kesempatan), dan Threats

(tantangan). Strength dan oppotunitis dapat di kelompokkan sebagai pertimbangan-pertimbangan positif yang mendukung terlaksanannya kampanye, sedangkan weaknesess dan Threats dikelompokkan pada kondisi-kondisi negatif yang harus dihadapi kampanye. analisis ini juga dapat membantu melihat kondisi eksternal dan internal organisasi.

Analisis Tujuan

Analisis

Pesan

Startegi

Taktik

Waktu

Sumber daya

Evaluasi


(33)

Dalam menganalisis lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan metode analisis mendasar yang berguna untuk melihat suatu topik atau permasalahan dari empat sisi yang berbeda. Elemen analisis SWOT terdiri dari empat elemen yaitu Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (kesempatan), dan Threats (tantangan). (Greogory, 2003:63).

2. Penyusunan Tujuan

Penyusunan tujuan merupakan hal yang wajib dilakukan dalam sebuah proses kampanye agar kampanye yang akan dilaksanakan mempunyai arah yang berfokus pada pencapaian tujuan. Ada beragam tujuan yang bisa dicapai dalam kampanye seperti: menyampaikan sebuah pemahaman baru, memperbaiki kesalahpahaman, menciptakan kesadaran, mengembangkan pengetahuan tertentu, menghilangkan prasangka, menganjurkan sebuah kepercayaan, serta mengajak khalayak untuk melakukan tindakan tertentu. Menurut Gregory dalam Venus (2009) untuk mempermudah penyusunan sebuah tujuan, harus memperhatikan beberapa aturan;

a. Susunlah tujuan kampanye. Tujuan yang dibuat adalah tujuan kampanye yang akan dilakukan, bukan tujuan organisasi secara keseluruhan, atau dampak lanjutan dari kampanye tersebut. b. Susun tujuan secara seksama dan spesifik. Tujuan jangan

dibuat menggantung dan sangat terbuka, tetapi didalamnya harus terjawab secara jelas dan spesifik tentang apa yang


(34)

c. Susun tujuan yang memungkinkan untuk dicapai. Bahwa tujuan yang disusun memungkinkan untuk dievaluasi tingkat pencapaiannya.

d. Kuantifikasi semaksimal mungkin. Semakin dapat dikuantifikasi sebuah tujuan, maka semakin mudah dievaluasi tingkat pencapaiannya.

e. Pertimbangkan anggaran

f. Susun tujuan secara skala prioritas. Hal ini bertujuan untuk memfokuskan pekerjaan kepada satu tujuan yang terarah. 3. Identifikasi dan Segmentasi sasaran

Identifikasi dan segmentasi sasaran dilakukan dengan melihat karakteristik publik secara keseluruhan, kemudian dipilih yang mana yang akan menjadi sasaran program kampanye. Menurut Grunig dalam Venus (2009: 150) membagi publik kedalam tiga jenis:

a. Latent publik, yaitu kelompok yang menghadapi permasalahan

yang berkaitan dengan isu kampanye, namun tidak menyadarinya.

b. Aware public, yaitu kelompok yang menyadarinya

permasalahan tersebut.

c. Active public, yaitu kelompok yang mau bertindak sehubungan dengan permasalahan tersebut.

Arens dalam Venus (2009: 150) mengatakan bahwa identifikasi dan segmentasi sasaran kampanye dilaksanakan dengan melakukan


(35)

pemilahan atau terhadap kondisi geografis (geographic segmentation), kondisi demografis (demographic segmentation), kondisi perilaku (behaviouristic segmentation), dan kondisi psikografis (psycographic segmentation). Geographic segmentation berkaitan dengan ukuran atau luas daerah, lokasi spesifik, jenis media serta budaya komunikasi di daerah tempat tinggal sasaran. Demographic segmentation dilakukan dengan melihat karakteristik jenis kelamin, usia, suku, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan sasaran. Behaviouristic segmentation dilakukan dengan melihat status gaya hidup, dan jenis perilaku lainnya. Psycographic segmentation dilakukan dengan melihat emosi serta nilai budaya yang dianut oleh publik.

4. Menentukan pesan

Pesan adalah hal penting yang harus dilakukan dalam perencanaan kampanye. pesan kampanye merupakan sarana yang akan membawa sasaran mengikuti apa yang diinginkan dari program kampanye, yang pada akhirnya akan sampai pada pencapain tujuan kampanye. pada tahap perencanaan pesan, yang pertama dilakukan adalah pembuatan tema kampanye. Tema merupakan ide utama yang bersifat umum, sebagai induk berbagai pesan yang akan disampaikan kepada sasaran. Kedua, ialah pengelolaan pesan yang akan disampaikan kepada masyarakat. Pesan merupakan pernyataan spesifik dengan ruang lingkup tertentu, dan didalamnya terkandung tema atau ide utama.


(36)

Menurut Venus (2009) ada empat tahap yang perlu dilakukan dalam merencanakan pesan dan menurunkannya dari tema kampanye, yaitu:

1. Mengambil persepsi yang berkembang di masyarakat berkenaan dengan isu atau produk yang akan dikampanyekan. 2. Mencari celah dimana kita bisa masuk dan mengubah persepsi. 3. Melakukan identifikasi elemen-elemen persusasi.

4. Meyakinkan bahwa pesan sudah layak untuk disampaikan dalam program kampanye.

5. Strategi dan Taktik

Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan kampanye dalam kurun waktu tertentu, atau disebut guiding principle or the big idea. Strategi akan dituangkan secara konkret dalam bentuk taktik. Taktik sangat bergantung pada tujuan dan sasaran yang akan dibidik program kampanye. Semakin kompleks tujuan dan sasaran maka taktik yang digunakan harus semakin kreatif dan variatif. Pemilihan taktik didasarkan pada dua fungsi, yaitu fungsi menghubungkan adalah taktik mengidentifikasi dan menghubungkan program kampanye dengan sasaran melalui melalui media komunikasi tertentu dan fungsi meyakinkan adalah taktik meyakinkan sasaran melalui kekuatan pesan komunikasi sehingga membuat sasaran berfikir, percaya dan bertindak sesuai dengan tujuan program kampanye.


(37)

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penetapan strategi dan taktik agar kampanye dapat berjalan efektif :

a. Gunakan strategi sebagai pembimbing lahirnya ide-ide cerdas untuk taktik. Taktik yang di tuntun oleh strategi akan membuat kegiatan menjadi lebih sistematis dan ringan, serta tidak melenceng dari tujuan kampanye. Strategi dibuat berdasarkan tujuan kampanye.

b. Jauhi semua taktik yang ber sifat non strategis. Taktik yang banyak namun tidak berfokus kepada strategi akan memecahkan konsentrasi tim kampanye. Karenanya usahakan untuk berfokus secara maksimal pada taktik yang sejalan dengan strategi.

c. Selalu hubungkan taktik pada strategi, dan strategi pada tujuan. Ketiga hal ini merupakan rangkaian yang harus dijalin dengan erat. Tujuan memberikan arah secara keseluruhan tentang hasil akhir yang ingin dicapai melalui kampanye. Strategi merupakan kekuatan yang mendorong bagaimana menuju hasil akhir tersebut, sementara itu taktik memetakan kegiatan dengan langkah-langkah tertentu dalam rentang waktu yang tersedia.

d. Ujilah taktik bila memungkinkan. Pengujian taktik ini merupakan hal yang sangat disarankan untuk mengetahui


(38)

menunjukkan bahwa taktik yang digunakan ternyata kurang efektif maka tidak ada salahnya mengubah taktik tersebut dengan taktik yang lebih efektif.

6. Alokasi waktu dan sumber daya

Kampanye selalu dilaksanakan dalam rentang waktu tertentu. Rentang waktu dapat berasal dari pihak luar maupun rentang waktu yang ditetapkan sendiri. Berkaitan dengan perencanaan waktu tim kampanye harus juga mengidentifikasi hal yang mampu menyokong agar kampanye dapat terlaksana dan sesuai dengan target yang ditentukan yaitu sumber daya. Sumber daya pendukung terbagi menjadi tiga, yaitu sumber daya manusia, dana operasional, dan peralatan. Besarnya kemampuan dan usaha yang dikeluarkan SDM akan mempengaruhi kelancaran pelaksanaan kampanye. Pengalokasian dana operasional hendaknya didasarkan pada efektivitas dan efisiensi. 7. Evaluasi dan Tinjauan

Evaluasi dan tinjauan yang akan dilakukan terhadap program kampanye merupakan salah satu bagian dari perencanaan kampanye yang tidak boleh terlupakan. Evaluasi berperan penting untuk mengetahui sejauhmana pencapaian yang dihasilkan kampenye. Untuk kampanye yang berkelanjutan, evaluasi merupakan bagian yang terus berjalan seiring dengan kegiatan kampanye, karena hasil evaluasi terhadap program kampanye yang akan dilaksanakan selanjutnya,


(39)

maka evaluasi harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan terstruktur.

3. Elemen-Elemen Kampanye

Untuk membuat sebuah kegiatan kampanye jadi berhasil dipengaruhi oleh perencanaan dan pelaksanaan kampanye tersebut, agar kampanye tersebut berjalan dengan baik maka, dapat diperhatikan elemen kampanye sosial dalam pelaksanaan kampanye. Adapun elemen-elemen kampanye model Nowak dan Warneyd (dalam Syarifah, 2016:19). a. Komunikator/Pengirim Pesan

Komunikator merupakan individu atau sekelompok orang/ organisasi kelembagaan sebagai pelaku pemasaran sosial yang mempunyai ide gagasan berinisiatif atau berkebutuhan untuk berkomunikasi. (mulyana,2000:63) Dalam kampanye ini terjadi pentransferan pesan dari pengirim pesan yaitu pihak Direktorat Jenderal Pajak DIY yang berupa informasi tentang Tahun Pembinaan Wajib Pajak. Sebagai komunikator, public relations officer harus mampu menjelaskan atau menyampaikan sesuatu kegiatan atau aktivitas dan program kerja kepada publiknya, ia juga sekaligus bertindak sebagai mediator untuk mewakili lembaga atau organisasi terhadap publik dan sebaliknya (Ruslan, 2013:28). Untuk mencapai komunikasi yang mengena, maka seorang komunikator selain mengenal dirnya, ia juga harus memiliki kepercayaan (credibility), daya tarik (attractive), dan kekuatan (power). (syarifah, 2016:20) yaitu:


(40)

Kredibilitas adalah seperangkat persepsi tentang kelebihan-kelebihan yang dimiliki sumber, sehingga diterima dan diikuti khalayak sasaran.

2) Daya Tarik (attractive)

Daya tarik merupakan salah satu faktor yang harus dimiliki oleh seorang komunikator selain kredibilitas. Pendengar atau khalayak sasaran bisa mengikuti seorang komunikator menurut dengan pandangannya karena komunikator tersebut memiliki daya tarik dalam hal kesamaan, hal yang disuka serta fisik.

3) Kekuatan (Power)

Kekuatan adalah kepercayaan diri yang dimiliki seseorang komunikator jika ia ingin mempengaruhi orang lain.

b. Saluran

Klingemann dan Rommele dalam bukunya Venus (2009:84) menyebutkan bahwa saluran kampanye sebagai segala bentuk media yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada khalayak. Bentuknya dapat berupa kertas yang digunakan untuk menulis pesan, telephone, internet, radio atau bahkan televisi. Saluran atau wahana dapat merujuk kepada cara penyampaian pesan, hal ini dapat dilihat penting karena berkaitan dengan pemilihan media. Beberapa ahli menerangkan istilah channel untuk menyebutkan media, banyak ragam media penggunaannya menggantungkan pada kebutuhan, situasi, dan kondisinya. (Efendy dalam Syarifah, 2016:21) menjelaskan Pemilihan media dipengaruhi oleh:


(41)

1) sasaran yang dituju 2) efek yang diharapkan 3) isi yang dikomunikasikan.

Peran media massa sangat penting dalam sebuah kampanye karena melalui media massa pesan kampanye itu akan ditujukan langsung kepada masyarakat atau publik guna tercapainya penerimaan pesan tersebut. 1) Media Umum

Media umum seperti surat-menyurat, telepon, facsimile, dan telegraf.

2) Media Massa

Media massa seperti media cetak, surat kabar, majalah, tabloid, bulletin dan media elektronik yaitu televisi, radio dan film. Sifat media massa ini mempunyai efek serempak dan cepat (simultaneity effect) dan mampu mencapai pembaca dalam jumlah besar dan tersebar luas diberbagai tempat secara bersamaan.

3) Media Khusus

Media khusus seperti iklan (advertising), logo dan nama perusahaan, atau produk yang merupakan sarana atau media untuk tujuan promosi dan komersial yang efektif

4) Media internal

Media internal yaitu media yang dipergunakan untuk kepentingan kalangan terbatas dan nonkomersial serta lazim digunakan dalam aktivitas


(42)

printed materials, spoken and visual, dan media pertemuan (Ruslan, 2013:29-31).

c. Efek yang Dicapai

Efek merupakan unsur penting dalam keseluruhan proses kampanye sosial. Bentuk konkrit efek dalam kampanye sosial adalah terjadinya perubahan perilaku kepada khalayak sasaran. Terdapat tiga efek kampanye pemasaran sosial yaitu efek kognitif, afektif dan Konatif.

1) Efek Kognitif

Efek Kognitif lebih kepada pengetahuan sasaran mengenai suatu objek, pengalam tentang objek, bagaimana pendapat dan melihat atau pandangan tentang objek tersebut.

2) Afektif

Suatu pesaraan yang kita rasakan terhadap objek, respek atau perhatian kita terhadap objek terntentu, seperti ketakutan, kesukaan, atau kesamaan

3) Konatif

Berisi kecendrungan untuk bertindak (memutuskan) atau bertindak terhadap objek atau mengimplementasikan prilaku sebagai tujuan terhadap objek. (Syarifah, 2016:23).

4. Faktor-Faktor penghambat dan penunjang keberhasilan kampanye a. Faktor Penghambat

Dari analisis yang dilakukan Hyman dan Sheatsley dalam Venus (2009:130) terhadap kegagalan kampanye tersebut disimpulkan bahwa:


(43)

1) Pada kenyataanya memang selalu ada kelompok khalayak yang „tidak

akan tahu‟ tentang pesan-pesan kampanye yang ditujukan pada mereka.

Ketidaktahuan tersebut bisa disebabkan berbagai faktor, mulai dari ketidakseriusan memperhatikan pesan hingga ketidakmampuan memahami isi pesan.

2) Kemungkinan individu memberikan tanggapan pada pesan-pesan kampanye akan meningkat bila ketertarikan dan keterlibatan mereka terhadap isu yang diangkat juga meningkat. Ini artinya jika sedikit orang yang tertarik maka akan sedikit pula yang memberikan respons. Implikasinya, bila kontruksi pesan kampanye yang dibuat tidak cukup mampu menarik perhatian maka dapat diramalkan program tersebut akan gagal dalam mencapai tujuan pertama setiap kampanye yakni “mencuri” perhatian khlayak.

3) Orang akan membaca dan mempersepsi informasi yang mereka terima berdasarkan nilai-nilai kepercayaan yang dimiliki. Ini artinya orang akan memberikan respons yang berbeda terhadap pesan-pesan yang sama. Bahkan orang-orang akan membaca dan memberikan tekanan yang berbeda pada pesan-pesan yang disampaikan pada mereka. Implikasinya, agar program kampanye terhindar dari kegagalan maka karakteristik khalayak harus diperhatikan sehingga pesan-pesan kampanye dapat dirancang sesuai dengan segmen khalayak sasaran yang dituju.


(44)

Dengan kata lain orang akan cendrung menghindari informasi yang tidak sesuai dengan apa yang telah diyakini.

Disamping kedua tokoh diatas, Kotler dan Roberto dalam Venus (2009:131) juga memberikan pendapat mereka tentang faktor-faktor yang menyebabkan sebuah program kampanye mengalami kegagalan. Menurut mereka, ketidakberhasilan pada sebagian besar kampanye umumnya dikarenakan:

1) Program-program kampanye tersebut tidak menetapkan khlayak sasarannya secara tepat.

2) Pesan-pesan pada kampanye yang gagal umumnya juga tidak cukup mampu memotivasi khalayak untuk menerima dan menerapkan gagasan yang diterima.

3) Lebih dari itu pesan-pesan tersebut juga tidak memberikan semacam

„petunjuk‟ bagaimana khalayak harus mengambil tindakan yang

diperlukan.

4) Kegagalan pada sebuah kampanye yang berorientasi perubahan sosial juga dapat terjadi karena pelaku kampanye terlalu mengandalkan media massa tanpa menindaklanjutinya dengan komunikasi antar pribadi.

5) Akhirnya dengan ringan Kotler dan Roberto menyatakan bahwa sebuah kampanye dapat gagal mungkin hanya karena anggaran untuk membiayai program tersebut tidak memadai sehingga pelaku kampanye tak bisa berbuat secara total.


(45)

b. Faktor Penunjang

Beberapa ahli mengemukakan pendapat tentang penunjang keberhasilan kampanye. seperti yang dikemukakan oleh Rogers dan Storey setelah melakukan analis terhadap lebih dari dua puluh kampanye yang dilakukan di AS, Rogers dan Storey Dalam Venus (2009:135) menyimpulkan bahwa untuk suksesnya sebuah kampanye biasanya di tandai oleh empat hal :

1) Penerapan pendekatan yang bersifat strategis dalam menganalisa khalayak sasaran kampanye, dalam hal ini termasuk analisis sejauhmana pengetahuan khalayak tentang topik, dan bagaimana persepsi mereka terhadapnya.

2) Pesan-pesan kampanye dirancang secara segmentatif sesuai dengan jenis-jenis khalayak yang dihadapi. Segmentatif tersebut dapat berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, budaya, manfaat produk, dan gagasan

3) Penetapan tujuan yang realistis

4) Akhirnya kampanye lewat media akan lebih mudah meraih keberhasilan bila disertai dengan penyebaran personel kampanye untuk menindaklanjuti secara interpersonal.

Kemudian pendapat Mandelshon tentang kampanye yang sukses pada mulanya dimaksudkan sebagai reaksi terhadap pendapat Hyman dan Sheatsley, yang menyatakan bahwa kegagalan kampanye umumnya terjadi


(46)

pesan yang ditujukan pada mereka. Kampanye komunikasi dapat sukses, ujar Mandelshon, jika pelaku kampanye juga memperhitungkan tiga hal berikut:

1) Kampanye seharusnya menetapkan tujuan yang realistis sesuai situasi masalah dan sumber daya yang tersedia. Suksesnya, sebagian besar kampanye periklanan, lanjut Mandelshon, umumnya dikarenakan tujuan-tujuan yang realistis.

2) Semata-mata menyampaikan pesan kampanye melalu media massa tidaklah cukup. Karena itu pemanfaatan berbagai saluran komunikasi secara terpadu perlu dilakukan terutama saluran komunikasi antarpribadi.

3) Perencana kampanye harus mengetahui publik mereka secara memadai. Dalam hal ini khalayak sasaran tidak boleh diperlakukan sebagai monolithic mass (massa yang seragam) melainkan sebagai sasaran yang beragam, baik dalam hal kebiasaan media, gaya hidup, nilai, aspek demografis dan ciri-ciri psikologis lainnya (Venus,2009: hal 139)

5. Model – Model kampanye

Menurut Mulyana dalam Venus (2009:12) model adalah representasi suatu fenomena, baik nyata ataupun abstrak, dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting fenomena tersebut. Jadi model bukanlah fenomena itu sendiri, model hanyalah gambaran tentang fenomena atau realitas yang telah disederhankan. Model-model kampanye yang dibahas dalam literatur


(47)

komunikasi umumnya memusatkan perhatian pada penggambaran tahapan proses kegiatan kampanye. tujuannya adalah agar kita dapat memahami fenomena kampanye bukan hanya dari tahapan kegiatannya, tetapi juga dari interaksi antar komponen yang terdapat didalamnya. Berikut ini penulis akan menguraikan beberapa model-model kampanye :

a. Model Kompenensional Kampanye

Model ini mengambil komponen-komponen pokok yang terdapat dalam suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan kampanye. unsur-unsur yang terdapat di dalamnya meliputi : sumber kampanye, saluran pesan, peneriman kampanye, efek dan umpan balik. Unsur-unsur ini harus dipandang sebagai sutu kesatuan yang mendeskripsikan dinamika proses kampanye. model tersebut digambarkan sbb :

Umpan Balik

Gambar 1.3 Model kampanye komponensial (sumber: Venus, 2009:13 ) Sumber

kampanye

Pesan Efek

Saluran


(48)

Dalam model kampanye diatas digambarkan bahwa sumber (campaign makers) memiliki peran yang dominan. Ia secara aktif mengonstruksi pesan yang ditujukan untuk menciptakan perubahan pada diri khalayak (campaign receivers). Pesan-pesan tersebut disampaikan melalui berbagi berbagai saluran komunikasi seperti media massa, media tradisional atau saluran personal. Terjadi atau tidaknya efek perubahan tersebut dapat diidentifikasi dari umpan balik yang diterima sumber. Umpan balik untuk mengukur efektivitas kampanye dapat muncul dari pesan itu sendiri, saluran yang digunakan atau respon penerima. Akhirnya dapat dikatakan bahwa keseluruhan proses kampanye tidak terlepas dari gangguan (noise). Sumber dapat mengidentifikasi potensi gangguan tersebut pada semua komponen kampanye yang ada.

b. Model Kampanye Ostergaard

Model ini dikembangkan oleh Leon Ostergaard, seorang teoritisi dan praktisi kampanye dari jerman. Model kampanye ini dianggap paling dekat sentuhan ilmiahnya, hal ini dapat dilihat dari kata kunci yang digunakan di dalamnya, seperti kuantifikasi, cause and effect analysis, data dan theoretical evidence. Menurut Ostergaard sebuah rancangan program kampanye untuk perubahan sosial yang tidak didukung oleh temuan ilmiah tidaklah layak untuk dilaksanakan, karena program semacam itu tidak akan menimbulkan efek apapun dalam menanggulangi masalah sosial yang dihadapi. Sebuah program kampanye hendaknya selalu dimulai dari identifikasi masalah secara


(49)

jernih yang disebut dengan tahapan prakampanye. Selanjutnya, dari identifikasi masalah kemudian dicari hubungan sebab akibat (cause and effect relationship) dengan fakta-fakta yang ada.

Tahap kedua, yaitu pengelolaan kampanye yang dimulai dari perancangan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Tahap pengelolaan ini, seluruh isi program kampanye (campaign content) diarahkan untuk membekali dan mempengaruhi aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan khalayak sasaran. Ketiga aspek ini prasayarat untuk terjadinya perubahan perilaku. Perubahan dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan khalayak akan memberi pengaruh pada penanggulangan masalah (reduced problem). Tahap ini disebut juga tahap pascakampanye. Evaluasi diarahkan keefektifan kampanye dalam mengurangi masalah sebagaimana yang telah diidentifikasi pada tahap kampanye.

c. Model Kampanye Nowak dan Warneryd

Model ini merupakan salah satu model tradisional kampanye. Pada model ini kampanye dimulai dari tujuan yang hendak dicapai dan diakhiri dengan efek yang diinginkan. Model ini merupakan deskripsi dari bermacam-macam proses kerja dalam kampanye, didalamnya juga terdapat sifat normatif yang menyarankan bagaimana bertindak secara sistematis dalam meningkatkan efektivitas kampanye. Perubahan yang terjadi pada satu elemen akan mengakibatkan perubahan pada elemen


(50)

dapat berubah meskipun kampanye sedang berlangsung. Model Nowak dan Warneryd, terdapat tujuh elemen kampanye yang harus diperhatikan yakni, intended effect (efek yang diharapkan), competiting communication (persaingan komunikasi), target population and receiving group (populasi target dan kelompok penerima), the channel (saluran), the message (pesan), the communicator or sender (komunikator), the obtained effect (efek yang dicapai).

Kampanye pada hakikatnya adalah tindakan komunikasi yang bersifat goal oriented. Pada kegiatan kampanye selalu ada tujuan yang hendak dicapai. Pencapaian tujuan tersebut tentu saja tidak dapat dilakukan melalui tindakan yang sekenanya, melainkan harus didasari pengorganisasian tindakan secara sistemastis dan strategis.

d. The Five Functional Development Model

Fokus model ini adalah pada tahapan kegiatan kampanye, pada model ini digambarkan bagaimana tahapan kegiatan kampanye harus dilalui sebelum akhirnya kegiatan tersebut berhasil atau gagal mencapai tujuan. Tahapan tersebut meliputi identifikasi, legitimasi, partisipasi, penetrasi dan distribusi. Tahapan identifikasi merupakan tahap penciptaan identitas kampanye dengan mudah dapat dikenali oleh khalayak, seperti penggunaaan simbol, warna, lagu, seragam dan slogan. Tahap berikutnya adalah legitimasi dimana dalam kampanye politik, legitimasi diperoleh ketika seseorang telah masuk dalam daftar kandidat anggota legislatif atau seorang kandidat presiden memperoleh dukungan yang kuat dalam polling


(51)

yang dilakukan lembaga independen. Legitimasi seringkali ditunjukkan melalui testimoni atau pengakuan seseorang. Tahap ketiga adalah partisipasi, dimana dalam praktinya relatif sulit dibedakan dengan tahap legitimasi karena ketika seseorang kandidat, produk atau gagasan yang mendapat legitimasi, pada saat yang sama dukungan yang bersifat partisipatif mengalir dari khalayak. Partisipasi dapat bersifat nyata, yaitu ditunjukkan oleh keterlibatan orang dalam menyebarkan pamflet, brosur atau poster, menghadiri demonstrasi atau memberikan sumbangan untuk perjuangan partai, sementara partisipasi simbolik bersifat tidak langsung. Tahap keempat adalah penetrasi dimana seorang kandidat, produk atau sebuah gagasan telah hadir dan dapat tempat dihati masyarakat. Terakhir, tahap distribusi atau dapat disebut dengan tahap pembuktian. Tahap ini berarti tujuan kampanye pada umumnya telah tercapai. Kandidat politik telah mendapatkan kekuasaan yang diinginkan dan sebuah produk sudah dibeli masyarakat.

e. The Communicative Functions Model

Model ini memusatkan analisisnya pada tahapan kegiatan kampanye, dengan langkah-langkah, yaitu surfacing, primary, nomination dan election. Surfacing lebih banyak berkaitan dengan membangun landasan tahap berikutnya seperti; memetakan daerah yang akan dijadikan tempat kampanye, membangun kontak, dan lain sebagainya. Tahap primary berarti berupaya memfokuskan perhatian


(52)

di arena persaingan. Nomination berarti apabila kandidat mendapat pengakuan masyarakat, memperoleh liputan media secara luas, dan gagasannya menjadi topik pembicaraan masyarakat. tahap terakhir yaitu pemilihan, yang biasanya masa kampanye telah berakhir. Beberapa kandidat bahkan dengan sengaja membuat berita tertentu yang biasanya berdimensi kemanusian agar mendapat simpati khalayak. f. The Diffusion of Innovation Model

Model difusi inovasi ini umumnya diterapkan dalam kampanye periklanan (commercial campaign) dan kampanye yang berorientasi pada perubahan sosial (social change campign). Penggagasnya adalah ilmuwan komunikasi kesohor, Evererr M. Rogers. Dalam model ini Rogers menggambarkan adanya empat tahap yang akan terjadi ketika proses kampanye berlangsung (Larson, 1993).

Tahap pertama disebut sebagai tahap informasi (information). Pada tahap ini khalayak diterpa informasi tentang produk atau gagasan yang dianggap baru. Terpaan bertubi-tubi dan dikemas dalam bentuk pesan yang menarik akan menimbulkan rasa ingin tahu khalayak tentang produk atau gagasan tersebut. Ketika khalayak tergerak mencari tahu dan mendapati bahwa produk tersebut menarik minat mereka maka dimulalilah tahap kedua yakni persuasi (persuasion).

Tahap selanjutnya adalah membuat keputusan untuk mencoba (decision,adoption and trial) yang didahului oleh proses menimbang-nimbang tentang berbagai aspek produk tersebut. Tahap ini akan terjadi


(53)

ketika orang telah mengambil tindakan dengan cara mencoba produk tersebut.

Terakhir adalah tahap konfirmasi atau reevalusi. Tahap ini hanya dapat terjadi bila orang telah mencoba produk atau gagasan yang ditawarkan. Berdasarkan pengalaman mencoba, khalayak mulai mengevaluasi dan mempertimbangkan kembali tentang produk tersebut. Dalam model Difusi Inovasi ini tahap keempat menempati posisi yang sangat strategis karena akan menentukan apakah seseorang akan menjadi pengguna yang loyal atau sebaliknya. Rogers juga menyadari bahwa tidak semua tahapan yang ada akan dilalui khalayak. Bahkan pada beberapa kasus khalayak berhenti pada tahap pertama. (Venus Antar, 2009: 24-25)

INFORMASI

PERSUASI

KEPUTUSAN PENERIMAAN

PERCOBAAN

KONFIRMASI REEVALUASI


(54)

6. Evaluasi kampanye

Kampanye adalah kegiatan yang melibatkan investasi besar, bukan hanya uang tapi juga sumber daya lainnya seperti tenaga, pikiran dan tekhnologi. Penyelenggaraan kampanye tidak ingin investasi yang ditanamkan sia-sia tanpa kejelasan tentang hasil yang dicapai. Untuk itu, tanpa keraguan apapun, evaluasi terhadap kapanye mutlak dilakukan.

Evaluasi adalah komponen terakhir dari proses pengelolaan kampanye, meski menempati urutan terakhir, manfaat dan arti pentingnya tidak berbeda dengan tahap perencanaan. Evaluasi kampanye diartikan sebagai upaya sistematis untuk menilai berbagai aspek yang berkaitan dengan proses pelaksanaan kampanye dan pencapaian tujuan kampanye. dari defenisi tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa evaluasi kampanye tidak hanya dilakukan pada saat kampanye telah berakhir, namun juga ketika kampanye masih berlangsung. Definisi tersebut juga menunjukkan adanya dua aspek pokok yang perlu diperhatikan dalam melakukan evaluasi yakni bagaimana kampanye dilaksanakan dan apa hasil yang dicapai sebagai konsekuensi pelakasanaan program tersebut.

Terkait dengan proses pelaksanaan, terdapat dua hal yang menjadi fokus perhatian yakni bagaimana cetak biru kampanye di realisasikan dari waktu ke waktu serta bagaiamana kinerja pelaksanaan kampanye selama proses kegiatan tersebut. Secara singkat penilaian terhadap proses implementasi rancangan kampanye dapat dilakukan dengan menganalisis catatatan harian kampanye yang berisi berbagai data dan fakta sebagai


(55)

hasil proses pemantauan (monitoring), pengamatan dilapangan dan wawancara yang dilakukan untuk mendapatkan umpan balik. Hasil dari evaluasi proses ini didapatkan saat itu juga karena akan digunakan untuk proses kampanye selanjutnya. Jika permasalahan muncul dalam kampanye yang sedang berlangsung maka harus dapat diselesaikan dan dicari solusinya saat itu juga agar kampanye tidak berujung pada kegagalan. Berkaitan dengan aspek pencapaian tujuan kampanye, beberapa hal yang menjadi pusat perhatian adalah perubahan kesadaran, sikap dan perilaku publik sesuai tujuan yang telah ditetapkan, pemenuhan fungsi media dan evalusi efisiensi biaya (Venus,2009:210)

a. Tingkatan evaluasi kampanye

Secara umum, Ostergaard mengatakan evaluasi kampanye dapat dikategorisasikan dalam empat level atau tingkatan sebagai berikut ; tingkatan kampanye (campaign level), tingkatan sikap (attitude level), tingkatan perilaku (behavior level), dan tingkatan masalah (problem level). 1) Tingkatan kampanye

Pada Campaign level kita ingin mengetahui apakah khalayak sasaran terterpa kegiatan kampanye yang dilakukan atau tidak. Dengan demikian pertanyaan pokok pada untuk evaluasi level ini adalah, apakah kampanye yang dilakukan dapat menjangkau khalayak sasaran yang ditetapkan? dan apakah khlayak memberi perhatian pada kampanye tersebut? Untuk menjawab pertanyaan ini banyak metode


(56)

adalah metode survei. Metode ini penting untuk diterapkan, karena bukan hanya dapat memberikan gambaran berapa persen kira-kira khalayak yang terterpa pesan kampanye tetapi juga dapat menjelaskan apakah khalayak memberi perhatian atau tidak pada pesan tersebut. 2) Tingkatan sikap

Pada tingkatan sikap evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode survei atau uji sederhana (simple test). Metode survei digunakan untuk sampel dalam jumlah besar, sementara tes sederhana umumnya digunakan untuk kelompok sasaran yang terbatas, yang juga sangat populer untuk mengukur pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh seseorang sebagai akibat diselenggarakannya kampanye. Dalam perspektif Ostergaard, terdapat empat aspek yang terkait dengan evaluasi pada tingkatan sikap yakni aspek kognitif (pengetahuan, kesadaran, kepercayaan dsb), afektif (kesukaan, simpati, penghargaan, dukungan dsb), konatif (komitmen untuk bertindak) dan aspek keterampilan atau skill. Elemen terakhir ditambahkan semata-mata dengan mempertimbangkan bahwa keterampilan adalah sesuatu yang harus dikuasai bila kita menghendaki adanya perubahan perilaku. 3) Tingkatan perilaku

Para ahli kampanye memandang tingkatan perilaku sebagai level yang paling penting dalam kebanyakan evaluasi kampanye. sayangnya jenis evaluasi ini sering diabaikan atau dilakukan sekadarnya dengan mengamati realitas permukaan (superficial reality). Para ahli


(57)

kampanye menyarankan kita melihat langsung perilaku tersebut secara apa adanya dalam situasi yang normal. Bila hal ini tidak mungkin, maka kita akan dapat mengetahuinya secara tidak langsung.

4) Tingkatan masalah

Pada tingkatan ini evaluasi dapat dilakukan dengan mudah atau sebaliknya sangat sulit dan memakan waktu lama. Problem atau masalah disini diartikan sebagai kesenjangan antara kenyataan dengan harapan atau dengan yang seharusnya terjadi. kriteria keberhasilan dalam problem level diukur dengan membandingkan antara data sebelum dan sesudah kampanye. bila data menunjukkan berkurangnya kesenjangan maka kampanye menunjukkan indikasi keberhasilan (Venus, 2009: 212-217)

b. Menyimpulkan Evaluasi Kampanye

Ketika proses evaluasi telah dilakukan pada salah satu atau seluruh level kampanye. Maka langkah terakhir adalah membuat kesimpulan. Membuat kesimpulan kampanye harus dilakukan dengan hati-hati dan cermat. Para peneliti kampanye telah mengidentifikasi beberapa situasi umum yang seringkali terjadi pada tahapan evaluasi.

1) Pertama adalah keadaan dimana evaluasi terhadap efek yang

diharapkan terbukti tercapai kecuali pada tingkatan “masalah”.

Khalayak memberi perhatian pada pesan kampanye, sebagian dari mereka berubah sikap atau keterampilannya, dan sebagian


(58)

tampaknya tidak berkurang. Dalam situasi ini, yang dapat disimpulkan adalah bahwa teori yang digunakan salah. Ternyata perubahan perilaku tidak mengurangi masalah yang dihadapi.

2) Situasi kedua terjadi ketika kampanye tampak efektif untuk semua level namun ternyata perilaku khalayak tidak berubah. Pesan kampanye diperhatikan khalayak, sikap khalayak dan keterampilan mereka berubah, masalah berkurang, tapi perilaku tidak berubah. Dalam keadaan demikian yang dapat disimpulkan mungkin pengurangan kesenjangan masalah bisa disebabkan faktor luar atau karena terjadi perubahan perilaku yang diharapkan. Disini kita mendapat pelajaran munculnya beberapa perubahan yang tidak terantisipasi sebelumnya. 3) Situasi yang ketiga terjadi ketika kampanye yang dilakukan

memerlihatkan keefektifan tapi faktor eksternal membuat masalah semakin senjang dan meningkat.

Melakukan evaluasi kampanye memang tidak mudah apalagi murah. Setidaknya 10-15% anggaran kampanye harus disisihkan untuk melakukan evaluasi program secara profesioanal. Tetapi jumlah tersebut sebenarmya tidak berarti apa-apa bila dibandingkan dengan kemungkinan kegagalan kampanye, yang berarti pula menyian-nyiakan seluruh anggaran yang telah dikeluarkan. Jadi evaluasi kampanye secara profesioanal tetap perlu dilakukan apapun hasil yang akan didapatkan (Venus,2009:218-219)


(59)

F. Penelitian terdahulu

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang strategi kampanye antara lain adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Andika Pratama (2008) yang membahas tentang strategi kampanye pencegahan dan penyalahgunaan bahaya narkoba terhadap remaja di DIY . Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian tersebut dilaksanakan di Badan Narkotika Provinsi DIY. Jumlah informan lima orang. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa dalam melakukan kampanye harus perlu ditingkatkan intensitasnya dengan sosialisasi dan media.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Hernawan Agus Priyanto (2001) yang membahas tentang strategi kampanye LBH APIK (Asosiasi perempuan Indonesia untuk keadilan) yogyakata dalam mewujudkan masyarakat yang bebas dari kekerasan rumah tangga tahun 2012. Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian tersebut dilaksanakan di LBH APIK DIY. Jumlah informan tiga orang. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa malakukan riset dan perencanaan program denga lebih mendalam dan detail agar pelaksanaan kampanye akan jauh lebih baik dan harus memaksimalkan penggunaan media elektronik maupun cetak.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Hanifah Dharmastuti (2011) yang membahas tentang kampanye Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah


(60)

penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Jumlah informan lima orang. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa dalam melakukan kampanye harus menentukan media, sasaran, pesan dan tujuan secara spesifik dan jelas agar kampanye dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan

4. Penelitian yang dilakukan oleh Mida Mardhiyyah (2008) yang

membahas tentang kampanye sosial organisasi “aisyiyah dalam program

pemberdayaan konsumen untuk produk unggas sehat di provinsi jawa barat tahun 2012. Metode penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif. Jumlah informan tujuh orang. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa strategi aisyiyah dengan menrapkan nilai-nilai keagamaan dilingkungan jawa barat sudah tepat mengingat kuatnya nilai agama yang dianut oleh masyarakat jabar dan pelibatan tokoh-tokoh berpengaruh dalam kampanye sosial juga telah membangun sinergitas dalam kampanye sehingga proses perubahan perilaku tidak hanya dialami oleh konsumen tapi juga elemen-elemen pendukung perubahan lainnya. G. Metode Penelitian

Metode Penelitian ini merupakan salah satu hal penting yang sangat mendukung penelitian. Moleong (2005:16) mengemukakan bahwa metodologi merupakan salah satu unsur penting dalam suatu penelitian ilmiah karena ketepatan metodologi dipergunakan sebagai dasar pemecahan masalah, sehingga akan diperoleh hasil yang dapat dipertanggungjawabkan.


(61)

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini dapat diuraikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang sedang diselidiki dengan menggambarkan atau menuliskan keadaan subyek atau obyek penelitian, suatu lembaga, masyarakat, dan lain-lain. Tujuan dari deskriptif kualitatif adalah untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas tersebut ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2008:68). Alasan dipilihnya deskriptif kualitatif karena lebih tepat jika digunakan untuk meneliti masalah yang membutuhkan studi mendalam. Adapun metode yang digunakan didalam penelitian ini yaitu studi kualitatif deskriptif.

2. Lokasi penelitian

Penelitian direncanakan akan dilaksanakan di Kantor wilayah Direktorat jenderal pajak. Di Jl Ring Road utara No.10, Maguwoharjo, Depok, Sleman DIY. Pertimbangan yang dipakai peneliti dalam memilih lokasi penelitian ini adalah

1) kantor wilayah Direktorat jenderal pajak telah melaksanakan program kampanye, sehingga memungkinkan peneliti memperoleh data-data yang sesuai dengan masalah yang diteliti.


(62)

2) Wajib pajak dianggap dapat memberikan penilaian terhadap penelitian yang dilakukan.

3. Tekhnik Pengambilan Informan

Dalam penelitian ini, pengambilan informan menggunakan tekhnik purposive sampling yaitu informan dipilih dengan cermat sehingga relevan dengan penelitian. Sampling purposive dilakukan dengan mengambil orang-orang yang terpilih oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu. Orang-orang yang memenuhi kriteria sebagai informan untuk dijadikan sumber informasi. kriteria tersebut adalah kepala seksi kerjasama hubungan masyarakat Ratna Nurhidayat sebagai dan pelaksana Bidang penyuluhan Bekti Handayani. Hal ini dikarenakan informan tersebut memenuhi kriteria peneliti sebagai pelaksana yang mengetahui segala informasi dan pelaksanaan strategi kampanye tahun pembinaan wajib pajak.

Selain dari kepala seksi kerjasama hubungan masyarakat dan pelaksana bidang penyuluhan, penelitian ini juga mengambil beberapa masyarakat wajib pajak Yogyakarta.

Informan Penelitian

Dalam penelitian ini, Informan dalam penelitian ini terdiri dari kepala seksi kerjasama hubungan masyarakat dan pelaksana bidang penyuluhan hubungan masyarakat di kantor wilayah Direktorat jenderal pajak. Kriteria dari informan penelitian adalah orang yang memahami benar tentang kegiatan-kegiatan baik yang berkaitan dengan media


(63)

ataupun kegiatan yang dilakukan bersama masyarakat dalam rangka tahun pembinaan wajib pajak. alasan memilih informan diatas karena individu berhubungan dengan objek penelitian dan diharapkan subyek mampu memberikan data dan informasi sesuai dengan permasalahan peneliti. Informan penelitian ini adalah kepala seksi kerjasama hubungan masyarakat Ratna Nurhidayat dan pelaksana bidang penyuluhan Bekti Handayani, serta wajib pajak di daerah istimewa yogyakarta.

3. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara

Metode wawancara digunakan untuk menggali data pengetahuan mengenai strategi kampanye yang dibangun oleh Direktorat jenderal pajak dalam upaya mendorong wajib pajak dalam melaporkan SPT dan taat membayar pajak. Wawancara dilakukan dalam bentuk pertanyaan pertanyaan baik yang telah digariskan maupun yang nantinya muncul secara spontan. Wawancara yang dilakukan diharapkan untuk melengkapi apa yang tidak diperoleh dalam pengamatan penelitian (Rakhmat, 2003:98). Metode wawancara mendalam dipilih dalam penelitian ini.

Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan dan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara peneliti dengan informan, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara (Bungin, 2008:108-109). Wawancara dilakukan dengan subjek penelitian terdiri dari Kepala Seksi


(64)

kerjasama hubungan masyarakat dan Kepala Bidang P2Humas serta beberapa wajib pajak daerah istimewa Yogyakarta

b. Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk mencari teori-teori dan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data melalui dokumentasi yang menyajikan data sesuai dengan permasalahan yang diteliti. 4. Tekhnik Analisis Data

Setelah data dikumpulkan dengan menggunakan wawancara dan dokumentasi, maka selanjutnya adalah melakukan seleksi dan reduksi data. Reduksi data adalah data-data yang sudah terkumpul dipilah-pilah untuk dikelompokkan sehingga membentuk suatu urutan dalam memahami masalah (Sutopo, 2003:41).

Setelah direduksi data, maka dilakukan analisis data. Teknik yang dilakukan dalam menganalisis data dengan menggunakan metode non statistic yaitu analisis kualitatif. Data yang diperoleh dari penelitian dilaporkan apa adanya, selanjutnya dianalisis dan dipaparkan secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran fakta yang ada dan untuk menjawab pertanyaan pada rumusan masalah.

5. Uji Validitas Data

Dalam penelitian ini, uji validitas datanya menggunakan triangulasi sumber data. Triangulasi merupakan sumber data untuk mengecek data yang telah dikemukakan. Selain itu, triangulasi data adalah upaya untuk


(65)

mengecek kebenaran data tertentu dengan data yang diperoleh dari sumber lainnya (Moleong, 2005:178).

Pendapat tersebut mengandung makna bahwa dengan menggunakan metode triangulasi akan mempertinggi validitas, memberi hasil kedalaman hasil penelitian sebagai pelengkap apabila data yang diperoleh dari sumber pertama masih ada kekurangan. Agar data yang diperoleh semakin dapat dipercaya, maka data yang dibutuhkan tidak hanya dari satu sumber saja, tetapi berasal dari sumber-sumber lain yang terkait dengan subyek penelitian. Di sisi lain triangulasi data adalah cara memperoleh data dengan jalan membandingkan data hasil wawancara dan hasil pengamatan yang diperoleh dari penelitian.


(66)

Bab II

GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Sejarah Direktorat Jenderal Pajak DIY

Perjalanan reformasi birokrasi nampaknya tak terasa sudah dimulai sejak tahun 2002 yang dimasinisi oleh departemen keungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai lokomotifnya. Tentunya hal ini tidak mengagetkan dengan di mulainya Direktorat Jenderal Pajak sebagai instansi percontohan reformasi birokrasi dalam memberikan pelayanan prima dan pelaksaan good governance mengingat kedudukan Direktorat Jenderal Pajak sebagai instansi yang sangat strategis.

Kantor wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta diresmikan pada tanggal 6 November 2007 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai tindak lanjut dari keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-141/Pj/2007 tanggal 3 Oktober 2007 Tentang Penerapan Organisasi, Tata Kerja dan Saat Mulai Beroperasinya Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Jawa Tengah II dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta serta Kantor Pelayanan Pajak Pratama dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan di Lingkungan Kantor Wilayah Jawa Tengah II dan Kantor Wilayah Direktorat Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kantor Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta didirikan sebagai rangkaian dari pelaksanaan modernisasi sistem administrasi perpajakan sebagai upaya pelaksanaan good governance dan meningkatkan penerimaan pajak serta efektivitas organisasi instansi vertikal di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.


(67)

Unit kerja yang berada dalam dalam wilayah Kanwil DJP DI Yogyakarta meliputi :

1. KPP Pratama Yogyakarta 2. KPP Pratama Sleman 3. KPP Pratama Bantul 4. KPP Pratama Wonosari 5. KPP Pratama wates

B. VISI DAN MISI

1. Visi Direktorat Jenderal Pajak

Menjadi Institusi Penghimpun Penerimaan Negara yang terbaik demi Menjamin kedaulatan

2. Misi Direktorat Jenderal Pajak

Menjamin penyelenggaraan Negara yang Berdaulat dan mendiri dengan: a. Mengumpulkan penerimaan berdasarkan kepatuhan pajak sukarela

yang tinggi dan penegakan hukum yang adil;

b. Pelayanan berbasis teknologi modern untuk kemudahan pemenuhan kewajiban perpajakan;

c. Aparatur pajak yang berintegritas, kompoten dan professional; dan d. Kompensasi yang kompetitif berbasis sistem manajemen kinerja.


(68)

C. TUGAS DAN FUNGSI a. Tugas

Tugas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sesuai amanat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan Tata kerja kementerian keungan adalah menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam mengemban tugas tersebut, DJP menyelenggarakan fungsi:

1. Perumasan kebijakan di bidang perpajakan 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan

3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perpajakan 4. Pemberian bimbingan tekhnis dan evaluasi di bidang perpajakan 5. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang perpajakan 6. Pelaksanaan adminstrasi Direktorat Jenderal Pajak, dan

7. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Keuangan

Organisasi DJP terbagi atas unit kantor pusat dan unit kantor operasional. Kantor pusat terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal, direktorat, dan jabatan tenaga pengkaji. Unit kantor operasional terdiri atas Kantor Wilayah DJP (Kanwil DJP), Kantor pelayan pajak (KPP), Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan konsultasi perpajakan (KP2KP), Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan (PPDDP), dan Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan (KPDDP).

Organisasi DJP, dengan jumlah kantor operasional lebih dari 500 unit dan jumlah pegawai lebih dari 37.800 orang yang tersebar di seluruh penjuru


(1)

Daftar pustaka

Bungin, B. (2008). Penelitian Kualtatif. Jakarta: Prenada Media Group. Gregory, Anne. 2003. Planning And Managing A Public Relations

Campaign. New Delhi: Crest Publishing House.

Hafied C. (2004). Perencanaan & strategi komunikasi. Jakarta : PT Raja Grafindo

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Kotler, P., & Keller, K. L. (2012). Marketing Management 13. New Jersey: Pearson Prentice Hall, Inc

Mardiasmo, (2011) Perpajakan edisi Revisi. Yogyakarta : ANDI OFFSET Marsuni,Lauddin, (2006) hukum dan kebijakan perpajakan di Indonesia.

Yogyakarta: UII Press,

Moleong. J. Lexy. (2005). Metode Penelitian kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya

Muhammad Fadel, (2005). Menggagas Masa Depan Gorontalo: Yogyakarta : HPMIG Press

Rakhmat Jalaludin, (2003). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Ruslan R, (2013). Kiat dan Strategi kampanye Public Relations. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Safanayong Yongki, (2006). Desain Komunikasi Visual Terpadu. Jakarta Arte Intermedia


(2)

Sutopo. (2003). Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret Venus A. (2009). Manajemen kampanye. Bandung : simbiosa Rekatama

Media

Skripsi

Septiawan Budi M. 2015. Strategi Kampanye Mitigasi Konflik antara manusia dan Orangutan NGO YOYARIN di Masyarakat Desa Tanjung Outri Kabupaten Kotawaringi Barat Tahun 2014. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Syarifah Khamsiawi. 2016. Strategi Kampanye DIY melalui Duta Museum Dalam Upaya Meningkatkan Minat Masyarakat untuk berkunjung ke museum DIY tahun 2015-2016 : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Hernawan Agus Priyanto (2001) yang membahas tentang strategi kampanye LBH APIK (Asosiasi perempuan Indonesia untuk keadilan) yogyakata dalam mewujudkan masyarakat yang bebas dari kekerasan rumah tangga tahun 2012


(3)

Sumber online :

(http://www.pajakpribadi.com/peraturan/uu_kup.htm di akses pada tanggal 7

januari 2016 pukul 15:00 WIB).

(

http://jogja.tribunnews.com/2015/08/26/realisasi-penerimaan-pajak-diy-44-dari-target di akses pada tanggal 18 maret 2016 pukul 08:00 WIB)

(http://gunungsitoli.rri.co.id/post/berita/234676/nasional/diy_rangking_empat

_penerimaan_pajak_nasional.html di akses pada tanggal 1 agustus 2016

pukul 19.00 WIB).

http://suarapemudajogja.com/2016/01/08/kanwil-djp-diy-laporkan-kinerja-penerimaan-pajak-tahun-2015/di akses pada tanggal 1 agustus 2016 pukul

19:00 WIB)

(www.kanwiljogja.pajak.go.id. Di akses 10 November 2016 pukul 10:00

WIB)

(http://tekno.kompas.com/read/2014/11/24/07430087/pengguna.internet.indo


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Data Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Dalam Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia

3 68 66

Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak dan Jumlah Wajib Pajak Efektif Terhadap Penerimaan Pajak (Survey Pada 15 KPP di Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jabar 1)

0 6 28

Pengaruh Jumlah Wajib Pajak dan Ekstensifikasi Wajib Pajak Terhadap Penerimaan Pajak (Survei pada Kantor Pelayanan Pajak yang Terdaftar di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I 2010-2015)

0 6 41

Pengaruh besarnya tarif pajak dan pelayanan petugas pajak serta pengetahuan wajib pajak terhadap kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak hiburan Kota Semarang

1 5 100

STRATEGI KAMPANYE DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DAERAH INSTIMEWA YOGYAKARTA DALAM MENYADARKAN MASYARAKAT WAJIB PAJAK MELALUI PROGRAM SENSUS PAJAK NASIONAL 2011

0 4 134

KEMAUAN MEMBAYAR PAJAK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DILIHAT DARI SISI WETON WAJIB PAJAK Kemauan Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Dilihat Dari Sisi Weton Wajib Pajak.

0 3 10

KEMAUAN MEMBAYAR PAJAK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DILIHAT DARI SISI WETON WAJIB PAJAK Kemauan Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Dilihat Dari Sisi Weton Wajib Pajak.

0 3 15

Pengaruh Kualitas Pelayanan Pajak, Kesadaran Wajib Pajak, dan Pengetahuan Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Orang Pribadi.

0 25 24

Evaluasi Pemanfaatan e-filling dan tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2013-2015 di KPP Pratama Sukoharjo.

0 0 17

PENGARUH MOTIVASI MEMBAYAR PAJAK DAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2015.

5 10 141