PENGARUH VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP DANA PIHAK KETIGA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE 2011:1-2014:12 PENDEKATAN VECTOR ERROR CORRECTION MODEL (VECM)
i
PENGARUH VARIABEL-VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP DANA PIHAK KETIGA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
PERIODE 2011:1-2014:12
PENDEKATAN VECTOR ERROR CORRECTION MODEL (VECM) INFLUENCE OF MACROECONOMIC VARIABEL’S TOWARD ISLAMIC
BANKING’S DEPOSITOR FUNDS IN INDONESIA PERIOD 2011:1-2014:12
VECTOR ERROR CORRECTION MODEL (VECM) APPROACH
Disusun Oleh : BETHARI FEBIANDA
20120430167
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
(2)
(3)
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...i
HALAMAN JUDUL...ii
HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING...iii
HALAMAN PENGESAHAN DEWAN PENGUJI ...iv
PERNYATAAN...v
MOTTO...vi
PERSEMBAHAN...vii
INTISARI...ix
ABSTRACT ...x
KATA PENGANTAR...xi
DAFTAR ISI...xiii
DAFTAR TABEL...xvi
DAFTAR GAMBAR...xvii
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang Penelitian...1
B. Batasan Masalah...12
C. Rumusan Masalah...13
D. Tujuan Masalah...14
E. Manfaat Penelitian...15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...16
A. Landasan Teori 1. Perbankan Syariah...16
a. Pengertian Perbankan Syariah...16
b. Prinsip-prinsip Operasional Perbankan Syariah...18
c. Produk Penghimpun Dana...22
(4)
xiv
2. Dana Pihak Ketiga (DPK)...30
a. Pengertian DPK...30
b. Giro...30
c. Tabungan...31
d. Deposito...33
3. Inflasi berdasarkan Indeks Harga Konsumen...35
a. Pengertian Indeks Harga Konsumen...35
b. Teori Kuantitas...38
c. Teori Keynes...39
d. Teori Struktural...40
e. Pengaruh Inflasi terhadap Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah di Indonesia...42
4. Produk Domestik Bruto (PDB)...44
a. Pengertian Produk Domestik Bruto...44
b. Metode Produksi...45
c. Metode Pendapatan...45
d. Metode Pengeluaran...45
e. Pengaruh PDB terhadap Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah di Indonesia...48
5. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS...49
a. Pengertian Kurs...49
b. Kurs Nominal...50
c. Kurs Riil...50
d. Pengaruh Kurs terhadap Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah di Indonesia...53
B. PENELITIAN TERDAHULU...54
C. KERANGKA PEMIKIRAN...59
D. HIPOTESIS...59
BAB III METODE PENELITIAN...60
A. Metode Penelitian...60
1. Objek Penelitian...60
2. Subjek Penelitian ...60
B. Jenis dan Sumber Data...60
C. Teknik Pengumpulan Data...61
D. Definisi Operasional Variabel...61
1.DPK...61
2.IHK...62
3.PDB...62
(5)
xv
E. Metode Analisis data...63
1. Uji Stasioner Data...63
2. Penentuan Panjang Lag...65
3. Uji Stabilitas VECM...65
4. Uji Kointegrasi...66
5. Uji Kausalitas Granger...67
6. Vector Error Correction Model (VECM)...68
BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN...74
A. Gambaran Umum Obyek...74
1. Sejarah Bank Islam di Indonesia ...74
2. Sejarah Perkembangan Perbankan Islam di Tanah Air Dalam Dimensi Legalitas Institusi...77
B. Statistik Deskriptif Variabel...79
1. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah di Indonesia...79
2. Perkembangan Indeks Harga Konsumen di Indonesia...81
3. Perkembangan Kurs di Indonesia...82
4. Perkembangan PDB di Indonesia...83
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...84
A.Uji Kualitas dan Instrument Data...84
1. Uji Stasioneritas...84
2. Penentu Panjang Lag...88
3. Pengujian Stabilitas VECM...89
4. Uji Kointegrasi...90
5. Uji Kausalitas Granger...91
B. HASIL DAN PEMBAHASAN...93
1. Hasil Analisis IRF (Impulse Response Function)...101
2. Hasil Analisis VDC (Variance Decomposition) DPK...105
BAB VI SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN...109
A. Simpulan...109
B. Saran...112
C.Keterbatasan Penelitian...113 DAFTAR PUSTAKA
(6)
(7)
(8)
ix INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel makro ekonomi terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah di Indonesia. Variabel dependen yang di gunakan adalah Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah di Indonesia sedangkan variabel independen berupa KURS, Inflasi berdasarkan Indeks harga Konsumen (IHK), Produk Domestik Bruto (PDB). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan selama periode 2011:1-2014:12 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia. Alat estimasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vector Error Correction Model (VECM).
Hasil estimasi menunjukkan bahwa dalam jangka pendek variabel KURS, IHK dan PDB berpengaruh signifikan terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah di indonesia. Dalam jangka panjang hasil estimasi menunjukkan bahwa ariabel KURS, IHK, dan PDB berpengaruh signifikan terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah di Indonesia. Hasil estimasi VECM dalam penelitian ini juga menghasilkan analisis penting, yaitu IRF (Impulse Response Function) dan VDC (Variance Decomposition).
Kata Kunci : Dana Pihak Ketiga; KURS; Indeks Harga Konsumen; Produk Domestik Bruto; Vector Error Correction Model
(9)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Saat ini, perbankan Islam telah berkembang pesat dan tumbuh tersebar di seluruh dunia, baik di negara Muslim maupun non-Muslim. Pemerintah bahkan sudah mewajibkan semua bank konvensional melakukan konversi menjadi bank Islam, dan kemudian secara bertahap melakukan Islamisasi perbankan. Sedangkan di beberapa negara lain seperti Malaysia, Inggris, Brunei Darussalam, Iran, Singapura, Indonesia, dan lain-lain, bank nir-bunga beroperasi berdampingan dengan bank konvensional (dual banking system). Perkembangan ini disertai juga dengan munculnya instrumen-instrumen keuangan berbasis syariah lain. Di Indonesia, bank syariah pertama didirikan pada tahun 1992. Pada awal pendiriannya, keberadaan bank syariah ini belum mendapat perhatian dalam tatanan industri perbankan nasional. Landasan hukumnya hanya dikategorikan sebagai “bank dengan sistem bagi hasil”, dan belum ada rincian landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan. Hal ini tercermin dalam UU No.7 Tahun 1992, dimana pembahasan perbankan dengan sistem bagi hasil belum diuraikan secara jelas. Baru kemudian pada 18 Juni 2008, DPR mengesahkan Undang- Undang No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah (Muttaqiena, 2013).
(10)
2
Bank sebagai lembaga keuangan adalah bagian dari faktor penggerak kegiatan perekonomian. Kegiatan–kegiatan lembaga sebagai penyedia dan penyalur dana akan menentukan baik tidaknya perekonomian suatu negara. Dalam perkembangannya jasa perbankan telah mengalami kemajuan yang cukup pesat. Pesaing-pesaing baru telah memasuki pasar dengan berbagai tawaran produk yang beraneka ragam dan memiliki daya tarik tersendiri (Siamat, 2004).
Upaya pemerintah menggiatkan gerak perkembangan sistem perbankan syariah sendiri di Indonesia dibuktikan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.10 Tahun 1998 dan Undang-Undang-Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagai amandemen dari Undang-Undang No.1992 tentang perbankan. Kedua UU tersebut yang kemudian memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi keberadaan sistem perbankan syariah. UU No.10 Tahun 1998 dengan tegas menyebutkan bahwa bank dapat melakukan kegiatan usaha secara konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah (Dual Banking System). Ketentuan tersebut didukung dengan UU No.23 Tahun 1999 yang mengatur tugas dan fungsi Bank Indonesia dalam mengakomodasi prinsip-prinsip syariah. Pemberlakuan UU tersebut memberikan angin segar bagi perkembangan sistem perbankan syariah di Indonesia (Ghoufur, 2009).
Pertumbuhan dan perkembangan bank, baik bank konvensional maupun bank syariah bisa dilihat dari semakin banyaknya jaringan kantor, aset, banyaknya produk-produk yang ditawarkan, dan banyaknya Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun dari masyarakat (Winda, 2009). Bank Umum Syariah
(11)
3
(BUS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Umum Syariah merupakan badan usaha yang setara dengan bank umum konvensional dengan bentuk hukum perseroan terbatas, perusahaan daerah atau koperasi. Seperti halnya bank umum konvensional, BUS dapat berusaha sebagai bank devisa atau bank non devisa (Taswan, 2010). Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja di kantor pusat bank umum konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah atau unit syariah. Secara struktur organisasi, UUS berada satu tingkat dibawah direksi bank umum konvensional yang bersangkutan. UUS dapat berusaha sebagai bank devisa maupun bank non devisa. Sebagai unit kerja khusus UUS mempunyai tugas : (1) mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan kantor cabang syariah; (2) melakukan fungsi treasury dalam rangka pengelolaan dan penempatan dana yang bersumber dari kantor cabang syariah; (3) menyusun laporan keuangan konsolidasi dari seluruh kantor cabang syariah; (4) melakukan tugas penatausahaan laporan keuangan kantor cabang syariah (Ghofur, 2009).
Tabel 1.1. Bank dan Kantor Bank di Indonesia Tahun 2010-2014
Rincian 2010 2011 2012 2013 2014
Bank Umum Syariah
Jumlah Bank 11 11 11 11 12
Jumlah Kantor Bank 1215 1390 1734 1987 2151
Unit Usaha Syariah
Jumlah Bank 23 24 24 23 22
Jumlah Kantor Bank 262 336 517 590 320
(12)
4
Melihat Tabel 1.1 menujukkan bahwa Bank Umum Syariah (BUS) mengalami peningkatan perkembangan yang positif dan meningkat pada akhir tahun 2014. Perkembangan Jumlah Bank Umum Syariah dan Jumlah Kantor Bank Umum Syariah mengalami peningkatan pada tahun 2010 hingga tahun 2014. Pada tahun 2010 perkembangan jumlah Bank Umum Syariah sebanyak 11 unit dan jumlah kantor Bank umum Syariah sebanyak 1215 unit. Kemudian pada tahun 2011 perkembangan jumlah Bank Umum Syariah (BUS) masih konsisten seperti tahun 2010 yaitu sebanyak 11 unit akan tetapi berbeda dengan jumlah kantor Bank Umum Syariah (BUS) meningkat sebanyak 1390 unit. Sedangkan pada tahun 2012 perkembangan jumlah Bank Umum Syariah (BUS) masih terbilang konstan seperti tahun 2010 dan 2011 yaitu sebanyak 11 unit, namun jumlah Kantor Bank Umum Syariah (BUS) terus menerus sebanyak 1734 unit. Perkembangan jumlah Bank Umum Syariah (BUS) pada tahun 2013 masih di katakan seperti tahun 2010 hingga tahun 2012 sebanyak 11 unit dan beda halnya dengan jumlah kantor Bank umum Syariah (BUS) terus meningkat sebanyak 1987 unit. Pada tahun 2014 jumlah Bank Umum Syariah (BUS) mengalami peningkatan sebanyak 12 unit dan diikuti dengan jumlah kantor Bank Umum Syariah (BUS) terus meningkat pesat sebanyak 2151 unit. Unit Usaha Syariah (UUS) mengalami perkembangan yang positif dari tahun 2010 hingga tahun 2014. Perkembangan jumlah Unit Usaha Syariah meningkat pada tahun 2010 hingga tahun 2012 dan jumlah kantor Unit Usaha Syariah meningkat pada tahuun 2010 hingga tahun 2013. Pada tahun 2010 perkembangan jumlah Unit Usaha Syariah (UUS) sebanyak 23 unit dan jumlah kantor Unit usaha syariah sebanyak 262 unit. Kemudian pada tahun 2011
(13)
5
perkembangan jumlah Unit usaha Syariah (UUS) meningkat yaitu sebanyak 24 unit dan jumlah kantor Unit Usaha Syariah (UUS) meningkat sebanyak 336 unit. Sedangkan pada tahun 2012 perkembangan jumlah Unit Usaha Syariah (UUS) masih terbilang konstan seperti tahun 2011 yaitu sebanyak 24 unit, namun jumlah kantor Unit Usaha Syariah (UUS) terus meningkat sebanyak 517 unit. Perkembangan jumlah Unit Usaha Syariah (UUS) pada tahun 2013 cenderung menurun sebanyak 23 unit dan beda halnya dengan jumlah kantor Unit Usaha Syariah (UUS) terus meningkat sebanyak 590 unit. Pada tahun 2014 jumlah Unit Usaha Syariah (UUS) kembali menurun sebanyak 22 unit dan diikuti dengan jumlah kantor Unit Usaha Syariah (UUS) menurun sebanyak 320 unit.
Bank syariah sebagai salah satu lembaga perantara (intermediary institution) memilki fungsi yang stategis yaitu menghimpun dana dari unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana (surplus unit) dengan unit-unit yang lain yang mengalami kekurangan dana (deficit unit) Kegiatan bank mengumpulkan dana disebut dengan kegiatan funding. Sementara kegiatan menyalurkan dana kepada masyarakat oleh bank disebut dengan kegiatan financing atau lending (Sudarsono, 2003).
Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuannya menghimpun dana masyarakat. Sebagai lembaga keuangan, maka dana merupakan masalah bank yang paling utama. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat apa-apa atau dengan kata lain, bank menjadi tidak berfungsi sama sekali (Danupranata, 2013). Dana atau uang tunai yang dimiliki oleh bank tidak hanya berasal dari modal pemilik bank itu sendiri maupun pinjaman dari
(14)
6
pihak lain sepeti pinjaman antar bank, akan tetapi juga berasal dari simpanan masyarakat atau dikenal dengan DPK yang bisa berupa tabungan, giro, dan deposito. Dana masyarakat adalah dana-dana yang berasal dari masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha, yang diperoleh bank dengan menggunakan berbagai instrumen produk simpanan yang dimiliki oleh bank. Dana masyarakat merupakan dana terbesar yang dimiliki oleh bank dan ini sesuai dengan fungsi bank sebagai penghimpun dana dari pihak-pihak yang kelebihan dana dalam masyarakat. Dana masyarakat tersebut dihimpun oleh bank dengan produk-produk simpanan yaitu giro, deposito, dan tabungan (Kuncoro, 2002).
Tabel 1.2. Dana Pihak Ketiga di Indonesia Tahun 2010-2014 (Miliar rupiah)
Tahun Total DPK
2010 76036
2011 115415
2012 147512
2013 183534
2014 217858
Sumber : Bank Indonesia (2010-2014)
Berdasarkan Tabel 1.2 kita mengetahui bahwa pertumbuhan total Dana Pihak Ketiga (DPK) menurut jenis dana di Indonesia mengalami peningkatan yang pesat dari tahun 2010 hingga 2014. Pada tahun 2010 pertumbuhan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 76036 Miliar Rupiah. Sedangkan pada tahun 2012 terus mengalami peningkatan pertumbuhan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebsar 147512 Miliar Rupiah. Pertumbuhan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada tahun 2013 hingga 2014 terus mengalami peningkatan yang pesat yakni sebesar 183534 Miliar Rupiah pada tahun 2013 dan 217858 Miliar Rupiah pada tahun 2014.
(15)
7
Insukindro (1995) memberikan definisi mengenai inflasi yaitu kecenderungan kenaikan harga-harga secara umum dan terus menerus. Sedangkan indikator harga yang sering digunakan sebagai acuan oleh pelaku ekonomi dalam melakukan keputusan ekonominya adalah Indeks Harga Konsumen (Pohan, 2008). Inflasi bunkan hanya menunjukkan pada harga-harga konsumen, melainkan pada harga-harga lain (harga pedagang pasar, upah, harga, aset dan sebagainya. Biasanya diekspresikan sebagai persentase perubahan harga indeks. Tingkat harga yang melambung tinggi sampai 100 persen atau lebih dalam setahun (hiperinflasi), menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap mata uang, sehingga masyarakat cenderung menyimpan aktiva mereka dalam bentuk lain seperti emas yang biasanya nilainya di masa-masa inflasi (Huda., 2008).
Tabel 1.3. Indeks Harga Konsumen di Indonesia Tahun 2011-2014 (Persen)
Tahun IHK
2011 127,45
2012 132,90
2013 142,18
2014 113,22
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) (2011-2014)
Berdasarkan Tabel 1.3 menunjukkan bahwa perkembangan laju Inflasi berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami peningkatan yang pesat dari tahun 2011 hingga 2013, namun pada tahun 2014 kembali mengalami deflasi. Pada tahun 2011 perkembangan laju Inflasi berdasarkan Indek Harga Konsumen (IHK) sebesar 127,45 persen. Kemudia pada tahun 2012 perkembangan laju inflasi berdasarkan Indeks Harga konsumen (IHK) terus mengalami peningkatan sebesar 142,18 persen. Hingga pada tahun 2014
(16)
8
perkembangan lajun inflasi berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) menurun sebesar 113,22 persen.
Di bidang moneter, laju inflasi yang tinggi dan tidak terkendali dapat mengganggu upaya perbankan dalam pengerahan dana masyarakat. Fenomena yang seperti itu akan mengurangi hasrat masyarakat untuk menabung sehingga pertumbuhan dana perbankan yang bersumber dari masyarakat akan menurun (Pohan, 2008). Adapun dampak buruk bagi debitur atau yang meminjam uang kepada bank, inflasi ini justru menguntungkan karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur nilai uang lebih rendah dibandinkan pada saat meminjam, tetapi sebaliknya bagi kreditur atau pihak yang meminjam uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengemblian lebih rendah dibandingkan pada saat peminjaman ( Huda dkk., 2008).
Menurut ilmu ekonomi modern, terdapat dua jenis inflasi yang berbeda satu sama lain yaitu inflasi karena dorongan biaya dan inflasi karena meningkatnya permintaan. Dalam hal ini inflasi karena meningkatnya permintaan yang tinggi merangsang pertumbuhan produk domestik bruto (Huda dkk., 2008).
Tabel 1.4. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2011-2014 (persen)
Tahun PDB
2011 6,17
2012 6,03
2013 5,58
2014 5,02
(17)
9
Tabel 1.4 menunjukkan laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia pada tahun 2011 hingga 2014 mengalami penurunan. Pada tahun 2011 perkembangan laju pertumbuhan Produk Domestik bruto (PDB) sebesar 6,17 persen. Kemudian pada tahun 2012 perkembangan laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) terjadi penurunan sebesar 6,03 persen. Lalu pada tahun 2013 perkembangan laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) kembali menurun sebesar 5,58 persen. Hingga pada tahun 2014 perkembangan laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) terus menurun sebesar 5,02 persen.
Dinamika pendapatan nasional dalam suatu negara merupakan bagian dalam pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu prekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan dinyatakan dalam persentase perubahan pendapatan nasional. Pendapatan nasional nilai barang dan jasa yang di produksikan dalam suatu negara pada suatu tahun tertentu dan secara konseptual nilai tersebut dinamakan Produk Domestik Bruto (PDB) secara statistik menunjukkan pendapatan nasional dari sembilan sektor. Perubahan pendapatan sektor-sektor tersebut mempengaruhi masyarakat,baik perseorangan maupun koperasi, sehingga selanjutnya akan mempengaruhi besaran investasi dan tabungan masyarakat. Pengaruh ini secara teoritis seharusnya merupakan pengaruh positif, tetapi penilaian yang di lakukan oleh Rachmawati (2004) menunjukkan bahwa PDB berpengaruh negatif dalam jangka pendek terhadap DPK Perbankan Syariah.
(18)
10
Kemorosotan ekonomi nasional saat ini diawali oleh merosotnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang lainnya seperti dolar AS. Dengan sistem nilai tukar saat ini, gejolak nilai tukar tersebut tetap merupakan variabel yang menentukan perkembangan ekonomi kita (Hamid, 1999).
Tabel 1.5. Kurs Terhadap Dolar Amerika Tahun 2011-2014 (Rupiah)
Tahun Kurs
2010 8991
2011 9068
2012 9670
2013 12189
2014 12440
Sumber : Bank Indonesia, 2010-2014
Pada Tabel 1.5 menunjukkan bahwa perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dari tahun 2010 hingga 2014 melemah drastis. Pada tahun 2010 perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika serikat sebanyak Rp8991. Kemudian pada pada tahun 2011 perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sebanyak Rp9068. Lalu pada tahun 2012 perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus naik sebanyak Rp9670. Sedangkan pada tahun 2013 perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus naik sebanyak Rp12189. Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat hingga pada tahun 2014 terus naik sebanyak Rp12440.
Permintaan dolar Amerika semakin menekan mata uang domestik sehingga terdepresiasi semakin dalam. Penduduk dalam negeri juga mulai kehilangan kepercayaan sehingga mengakibatkan pelarian modal dalam negeri
(19)
11
dan mengganti nama uang yang dipegang dari mata uang domestik menjadi mata asing (Kuncoro, 2002).
Penelitian yang membahas tentang PDB, Inflasi, Suku Bunga Deposito 1 Bulan, Nilai tukar Rupiah telah dilakukan oleh Muttaqiena (2013) yang dilakukan dalam kurun waktu selama 5 tahun yaitu pada tahun 2008-2012. Adapun hasil dari penelitian tersebut adalah PDB, Inflasi IHK, Suku Bunga Deposito 1 Bulan Bank Umum dan Nilai Tukar Rupiah berpengaruh signifikan terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Triadi (2010) telah menemukan bahwa Inflasi, Kurs, Suku bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap Dana Pihak ketiga Bank Umum dan Dana pihak ketiga Bank Syariah. Perbedaan variabel dalam penelitian ini dengan variabel sebelumnya yaitu Tingkat bunga dan Suku bunga SBI. Sedangkan pada penelitian ini menggunakan variabel PDB, Kurs, IHK terhadap Dana pihak ketiga Perbankan Syariah di Indonesia.
Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu di teliti bagaimana pengaruh Variabel-variabel makroekonomi, khususnya Inflasi berdasarkan Indeks Harga Konsumen, PDB dan Nilai tukar Rupiah terhadap penghimpunan Dana pihak ketiga (DPK) Perbankan syariah, agar diketahui kemampuan pertumbuhan Perbankan syariah di tengah-tengah perubahan-perubahan makroekonomi di Indonesia. Oleh karena itu penulis mengambil judul : “ Pengaruh Variabel -Variabel Makro Ekonomi terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) Pada Perbankan Syariah di Indonesia.”
(20)
12
B. BATASAN MASALAH
Adapun sebagai sampel dalam penelitian ini yaitu Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia. Perkembangan Bank Umum Syariah (BUS) mengalami perkembangan jumlah Bank Umum Syariah (BUS) dari tahun 2010 hingga 2013 berkembang positif dan meningkat pada tahun 2014. Sedangkan pada jumlah kantor Bank Umum Syariah (BUS) dari tahun 2010 hingga 2014 mengalami peningkatan yang pesat. Perkembangan Unit Usaha Syariah (UUS) mengalami perkembangan jumlah Unit Usaha Syariah (UUS) dari tahun 2010 hingga 2011 meningkat dan berkembang positif pada tahun 2011 hingga 2014. Sedangkan pada jumlah kantor Unit Usaha Syariah (UUS) dari tahun 2010 hingga 2013 meningkat pesat namun cenderung menurun pada tahun 2014. Mengingat terlalu luasnya uraian yang telah di paparkan sebelumnya, maka peneliti membatasi ruang lingkup penelitian dengan memfokuskan pada :
1) Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui pengaruh PDB, IHK, Nilai Tukar Rupiah terhadap Dana Pihak Ketiga dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang Perbankan Syariah di Indonesia.
(21)
13
C. RUMUSAN MASALAH
Agara penelitian ini sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, maka perlu adanya suatu perumusan yang jelas dan terarah. Adapun rumusan masalah yang ingin peneliti kemukakan dalam penelitian ini adalah :
1) Bagaimana pengaruh Indeks Harga konsumen terhadap jumlah Dana Pihak ketiga (DPK) dalam jangka panjang dan jangka pendek Perbankan Syariah di Indonesia.
2) Bagaimana pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam jangka panjang dan jangka pendek Perbankan Syariah di Indonesia.
3) Bagaimana pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap jumlah Dana Pihak ketiga (DPK) dalam jangka panjang dan jangka pendek Perbankan Syariah di Indonesia.
4) Bagaimana pengaruh IHK, Produk Domestik Bruto (PDB) dan Nilai Tukar Rupiah terhadap jumlah Dana pihak Ketiga (DPK) dalam jangka panjang dan jangka pendek Perbankan Syariah di Indonesia.
(22)
14
D. TUJUAN MASALAH
Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan penelitian adalah :
1) Untuk menganalisis pengaruh Indeks Harga konsumen (IHK) terhadap jumlah Dana Pihak ketiga (DPK) dalam jangka panjang dan jangka pendek Perbankan Syariah di Indonesia.
2) Untuk menganalisis pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam jangka panjang dan jangka pendek Perbankan Syariah di Indonesia
3) Untuk menganalisis pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam jangka panjang dan jangka pendek Perbankan Syariah di Indonesia.
4) Untuk menganalisis pengaruh Indeks Harga konsumen (IHK), Produk Domestik Bruto (PDB), Nilai Tukar Rupiah terhadap jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam jangka panjang dan jangka pendek Perbankan Syariah di Indonesia.
(23)
15
E. MANFAAT PENELITIAN
Sesuai dengan latar belakang permasalahan yang di kemukakan di atas, maka manfaat yang hendak dicapai sehubungan dengan penelitian adalah :
Manfaat dari penelitian ini adalah : 1) Manfaat Akademis
Penelitian ini merupakan proses pembelajaran yang memberi wawasan serta pengalaman sehingga peneliti dapat mengembangkan ilmu yang di dapat pada masa kuliah dan bisa mengetahui antara teori dengan praktek dilapangan.
2) Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dengan mengenai pengaruh variabel-variabel makro ekonomi terhadap penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam jangka pendek Perbankan Syariah, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan di sektor perbankan.
(24)
(25)
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI 1. Perbankan Syariah
a. Pengertian Bank syariah
Di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan atau unit syariah.
(26)
17
Secara umum, istilah yang digunakan dalam penyebutan bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah di kalangan ahli ekonomi Islam di Indonesia berbeda-beda, ada yang menyebutnya sebagai Bank Islam (Karim, 2005) dan ada pula yang menyebutnya sebagai Bank Syariah (Muhamad, 2005). Istilah Islam dan Syariah memiliki pengertian yang berbeda. Namun, secara teknis penyebutan Bank Islam dan Bank Syariah memiliki pengertian yang sama, yakni bank yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah.
Pengembangan perbankan syariah di Indonesia merupakan penerapan dual banking system, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang juga didukung oleh Undang No.3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Undang-Undang No.3 Tahun 2004 menyebutkan bahwa cara-cara pengendalian moneter dapat dilakukan berdasarkanPrinsip Syariah, dan Bank Indonesia dapat memberikan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek.
Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembangaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (Danupranata, 2013).
Keberadaan lembaga keuangan dalam sistem ekonomi sangatlah penting, karena tanpa lembaga keuangan yang baik dan profesional akan
(27)
18
menganggu aktifitas bisnis dan roda ekonomi. Secara umum bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas dalam pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasian disesuaikan dengan prinsip syariat Islam (Yuliadi, 2001).
b. Prinsip-Prinsip Operasional Perbankan Syariah
Prinsip operasional bank Islam dalam menjalankan usahanya mencakup lima aspek yaitu (Yuliadi, 2001) :
1. Sistem Simpanan
Prinsip ini merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank islam untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang mempunyai dana lebih dalam menyimpan dananya dalam bentuk al-wadi’ah. Fasilitas ini diberikan dengan tujuan untuk keamanan dan untuk kepentingan pemindahbukuan, bukan untuk tujuan investasi guna memperoleh keuntungan seperti halnya pada tabungan dan deposito. Dalam perbankan konvensional fasilitas al-wadi’ah hampir sama dengan giro.
(28)
19
2. Bagi Hasil (profit sharing)
Sistem ini melakukan tata cara / mekanisme pembagian hasil usaha antara penyedia dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib). Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh, prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk produksi pendanaan yaitu tabungan dan deposito maupun pembiayaan. Karakteristik dari prinsip operasional bank syariah adalah menggunakan sistem bagi hasil berbeda esensial dengan sistem bunga (Yuliadi, 2001).
3. Prinsip Jual-beli dan margin keuntungan
Prinsip ini merupakan penerapan tata cara jual beli (al-buyu’) dalam hal ini bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank atau sebagai kuasa bank untuk memberi barang tersebut. Dan nasabah dalam kapasitasnya sebagai agen atau kuasa melakukan pembelian barang atas nama bank kemudian bank menjual barang tersebut kepadanya dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan .
4. Prinsip Sewa
Prinsip ini secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu ijarah (sewa murni) seperti misalnya penyewaan alat-alat produksi sering disebut
(29)
20
operating lease dan bai’at-Takjiri (sewa beli) dalam hal ini penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa atau sering disebut financial lease.
5. Fee
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang didasarkan atas prinsip fee antara lain bak garansi, kliring, inkaso, jasa tranfer dan sebagainya. Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar,yaitu produk penghimpunan dana, produk penyaluran dana, dan produk jasa (Karim, 2010).
Di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, kegiatan usaha Bank Umum Syariah (BUS) meliputi :
1) menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
2) menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
(30)
21
3) menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
4) menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
5) menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
6) menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
7) melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
8) melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;
9) membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah;
10) membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia;
(31)
22
11) menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;
12) melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu Akad yang berdasarkan Prinsip Syariah;
13) menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah;
14) memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
15) melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah; 16) memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan
Prinsip Syariah; dan
17) melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Semua kegiatan BUS boleh dilakukan oleh UUS, kecuali kegiatan Penitipan untuk kepentingan pihak lain dan fungsi sebagai Wali Amanat.
c. Produk Penghimpun Dana
Penghimpunan DPK pada perbankan syariah dapat berbentuk rekening giro (demand deposits), tabungan (savings), dan deposito (time deposits). Prinsip operasional yang diterapkan dalam kegiatan penghimpunan dana adalah wadi’ah dan mudharabah.
(32)
23
Produk bank syariah secara garis besar adalah sebagia berikut (Yuliadi, 2001):
1. Produk Pengerahan Dana
a. Giro Wadi’ah
Dana nasabah yang disetorkan di bank syariah setiap saat nasabah berhak mengambilnya dan berhak memperoleh bonus dari peruntungan pemanfaatan dana giro oleh bank. Besarnya bonus tidak ditetapkan di muka tetapi merupakan kebijakan dari pihak bank.
b. Tabungan Mudharabah
Dana yang disimpan nasabah akan dikelola oleh bank untuk investasi agar memperolah keuntungan. Besarya bagian keuntungan bagi nasabah berdasarkan kesepakatan. Jenis tabungan ini dapat dikembangkan menurut kebutuhan yang diperlukan.
c. Deposito Investasi Mudharabah
Produk mensyaratkan bahwa dana yang disimpan hanya bisa ditarik bedasarkan jangka waktu yang telah ditentukan dengan bagi keuntungan bedasarkan keuntungan.
d. Tabungan Haji Mudharabah
Dana yang disimpan pihak ketiga yang penarikan pada saat nasabah akan menunaikan ibadah haji, atau kondisi tertentu sesuai
(33)
24
dengan perjanjian. Besarnya imbalan ditentukan berdasarkan bagi hasil (mudharabah).
e. Tabungan Qurban
Simpanan pihak ketiga yang dihimpunkan untuk ibadah qurban yang penarikan dilakukan pada saat nasabah akan melaksanakan ibadah qurban atau atas kesepakatan antara pihak bank dan nasabah. Pembagian keuntungan bedasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).
2. Produk Penyaluran Dana
a. Mudharabah
Produk memberikan fasilitas penyediaan pembiayaan modal investasi atau modal kerja hingga 100 persen sedangkan nasabah berperan sebagai pihak yang mengelola dana. Besarnya bagi keuntungan melalui perjanjian yang sesuai dengan proporsinya.
b. Murobahah
Dalam produk ini untuk menyediakan dana bagi pembiayan pembelian barang lokal maupun internasional. Pembiayan ini hampir sama dengan kredit modal kerja bank konvensional oleh sebab itu jangka waktu pembiayaan tidak lebih dari satu tahun. Bank memperoleh keuntungan dari barang yang dinaikan.
(34)
25
c. Ba’i Bithaman ‘Ajil
Pembiayaan pembelian barang dengan cicilan. Pembiayaan ini cicilan mirip dengan kredit investasi dari bank konvensional, karena itu jangka waktu pembiayaan tidak lebih dari satu tahun. Bank mendapat keuntungan dari harga barang yang dinaikan.
d. Al-Qordhul Hasan
Produk ini merupakan pinjaman lunak bagi pengusaha yang benar-benar yang membutuhkan modal kerja. Nasabah tidak perlu membagi keuntungan kepada bank tetapi hanya membayar biaya administrasinya saja.
e. Musyarakah
Pembiayaan yang sebagian modal usaha merupakan penyertaan dari pihak bank dan akan dilibatkan dalam proses menejemen usaha. Pembagian keuntungan bedasarkan perjanjian sesuai dengan besarnya proporsi penyertaan modal.
f. Produk-produk lainnya
Selain dari produk penyaluran dana seperti diunkap di atas bank Islam juga memberikan jasa-jasa lainya seperti :
1. Jasa penerbitan L/C 2. Jasa tranfer
(35)
26
3. Jasa inkaso 4. Bank garansi
5. Menerima zakat, infaq, dan shodaqoh Dll.
Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ahyad dhamanah yang diaplikasikan pada produk giro. Wadi’ahyad dhamanah adalah akad titipan dimana pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas kebutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut (Karim, 2010). Ketentuan umum dari produk giro wadi’ah adalah (Sudarsono, 2008) :
a. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedangkan pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian.
b. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat namun tidak boleh dijanjikan di muka.
c. Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin
d. penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Khususnya bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro dan debit card.
(36)
27
e. Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan penggantian biaya administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang telah terjadi.
Selain prinsip wadi’ah, prinsip mudharabah juga diterapkan dalam produk penghimpunan dana perbankan syariah. Mudharabah adalah suatu bentuk kerjasama antara pemilik modal dan pihak yang mempunyai keahlian untuk mengelola modal tersebut dalam usaha tertentu sehingga menghasilkan keuntungan. Jika usaha tersebut mendapat keuntungan, keuntungan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan. Namun, apabila terjadi kerugian dalam usaha, kerugian ditanggung oleh pemilik modal, dan pengelola modal tidak berhak atas upah dari usahanya (Afandi, 2009). Aplikasi prinsip mudharabah dalam produk penghimpunan dana perbankan syariah adalah bahwa deposan atau penyimpan bertindak sebagai pemilik dana dan bank sebagai pengelola dana. Dana ini digunakan bank untuk melakukan pembiayaan akad jual beli maupun syirkah. Jika terjadi kerugian maka bank bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi dua yaitu (Karim, 2010):
a.Mudharabah mutlaqahatau URIA (Unrestricted Investment Account).
b. Mudharabah Muqayyadahatau RIA (Restricted Investment Account).
Penerapan mudharah mutlaqah dapat berupa produk tabungan dan deposito dimana berdasarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang terhimpun. Sedangkan untuk penerapan mudharabah muqayyadah digunakan untuk produk investasi khusus dimana digolongkan
(37)
28
kedalam dua jenis yaitu mudharabah muqayyadah on balance sheet dan mudharabah muqayyadah off balance sheet Mudharabah on balance sheet merupakan simpanan khusus dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank.
Mudharabah muqayyadah off balance sheet merupakan produk penyaluran dana langsung kepada pelaksana usahanya dimana bank hanyabertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dan pelaksana usaha dan atas jasa tersebut bank mendapatkan fee dalam menyalurkan dananya pada pihak yang membutuhkan dana (defisit unit), secara garis besar produk pembiayaan perbankan syariah dibagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaaanya, yaitu (Karim, 2010):
a. Pembiayaan dengan prinsip jual beli
b. Pembaiyaan dengan prinsip sewa
c. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
d. Pembiayaan dengan akad pelengkap.
Pembiayaan dengan prinsip jual beli ditujukan untuk memiliki barang baik barang produktif maupun konsumtif. Pembiayaan dengan prinsip jual beli ini menggunakan beberapa akad jual beli seperti Murabahah, Salam, dan Istishna. Sedangkan pembiayaan dengan prinsip sewa ditujukan untuk mendapatkan jasa. Pembiayaan dengan prinsip sewa tersebut menggunakan berberapa akad, yaitu Ijarah dan Ijarah Muntahiyun Bit Tamlik (IMBT). Pada dua kategori pembiayaan
(38)
29
ini, tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang dan jasa yang dijual. Kategori pembiayaan dengan prinsip bagi hasil dilaksanakan dengan akad Mudharabah dan Musyarakah dimana tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil dimana tingkat keuntungan dibagi berdasarkan nisbah bagi hasilyang telah disepakati di muka. Pembiayaan dengan akad pelengkap ditujukan untuk memperlancar dan mempermudah pelaksanaan pembiayaan, diantara akad pelangkap yang sering dipakai, yaitu Hiwalah (alih hutang-piutang), Rahn (gadai), Qard (pinjaman), Wakalah (Perwakilan), dan Kafalah (garansi bank). Mengenai akad tidak terlepas atas firman Allah dalam Al-qur’an (Depag RI, 1989) : Surat Al-Maidah: 1 yang artinya “ Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu
d. Faktor-Faktor yang mempengaruhi DPK Perbankan Syariah
Perbankan sebagai lembaga intermediasi memberikan pembiayaan dengan sumber dana utama berasal dari DPK, yaitu penghimpunan dana masyarakat melalui Giro, Tabungan, dan Deposito. Oleh karenanya, kemampuan bank dalam menghimpun dana masyarakat akan mempengaruhi kemampuan perbankan untuk memberikan pembiayaan dan memperoleh laba. Topik ini telah mendapatkan cukup banyak perhatian, baik di Indonesia maupun di luar negeri, sehingga sudah terdapat cukup banyak peneliti yang menelitinya. Namun demikian, terdapat sejumlah perbedaan variabel dan jangka waktu dilakukannya penelitian, serta hasil dari penelitian-penelitian tersebut.
(39)
30
2. Dana Pihak Ketiga (DPK)
a. Pengertian Dana Pihak Ketiga
Dana masyarakat adalah dana-dana yang berasal dari masyarakat, baik perorangan maupun badan usaha, yang diperoleh bank dengan menggunakan berbagai instrumen produk simpanan yang dimiliki oleh bank (Kuncoro, 2002). Dana-dana pihak ketiga yang dihimpun dari masyarakat (Dana Pihak Ketiga) merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank( mencapai 80 persen-90 persen dari seluruh dana yang seluruh dana yang dikelola oleh bank (Dendawijaya, 2003). Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dapat berupa giro, tabungan, dan deposito.
b. Giro
Berdasarkan Undang-Undang No.21 Tahun 2008, giro merupakan simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemindah bukuan. Lebih lanjut, menurut fatwa DSN MUI No.01/DSN-MUI/IV/2000, ada dua jenis giro yang dibenarkan secara syariah, yaitu Giro Wadi’ah dan Giro Mudharabah. Produk Giro yang ada dalam perbankan syariah di Indonesia merupakan Giro Wadi’ah. Giro wadi’ah merupakan rekening
(40)
31
giro yang didasarkan atas kontrak wadi’ah, yaitu kontrak penitipan uang yang dapat ditarik kapanpun oleh pemiliknya. Dalam konsep wadi’ah yad dhamanah, pihak yang dipercaya untuk menyimpan uang atau barang diperbolehkan untuk menggunakan objek (uang atau barang) yang dititipkan tersebut. Namun, baik pemilik dana maupun pihak bank tidak boleh menjanjikan imbalan atas penggunaan objek yang dititipkan tersebut. Walaupun demikian, pihak bank diperbolehkan memberikan bonus kepada pemilik dana, dengan syarat bonus tersebut tidak dijanjikan lebih dulu dalam akad pembukaan rekening (Karim, 2005).
c. Tabungan
Berdasarkan Undang-Undang No.21 Tahun 2008, tabungan merupakan simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Lebih lanjut, menurut fatwa DSN MUI No.02/DSN-MUI/IV/2000, ada dua jenis tabungan yang dibenarkan secara syariah, yaitu tabungan wadi’ah dan tabungan mudharabah. Pada prakteknya, produk tabungan dalam perbankan syariah di Indonesia merupakan investasi dana berupa tabungan wadi’ah dan mudharabah.
(41)
32
a) Tabungan wadi’ah
Tabungan wadi’ah merupakan tabungan yang didasarkan atas kontrak wadi’ah yaitu kontrak penitipan uang yang dapat ditarik kapanpun oleh pemiliknya. Konsep wadi’ah yang digunakan dalam tabungan wadi’ah adalah wadi’ah yad dhamanah yaitu pihak yang dipercaya untuk menyimpan uang atau barang diperbolehkan untuk menggunakan objek (uang atau barang) yang dititipkan tersebut. Namun, baik pemilik dana maupun pihak bank tidak boleh menjanjikan suatu imbalan atas penggunaan objek yang dititipkan tersebut. Walaupun demikian, pihak bank diperbolehkan memberikan bonus kepada pemilik dana, dengan syarat bonus tersebut tidak dijanjikan lebih dulu dalam akad pembukaan rekening (Karim, 2005).
b) Tabungan mudharabah
Tabungan mudharabah merupakan tabungan yang didasarkan atas kontrak mudharabah. Dalam kontrak ini, bank bertindak sebagai mudharib, sedangkan nasabah menjadi shahib-al maal. Tabungan mudharabah terdiri atas dua bentuk yaitu mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah. Dalam mudharabah mutlaqah, shahib-al maal tidak menentukan persyaratan tertentu bagi pengelola dana. Sedangkan dalam mudharabah muqayyadah, shahib-al maal menentukan persyaratan tertentu mengenai tempat, waktu, atau objek investasi yang harus dipenuhi oleh pengelola dana dalam menyalurkan
(42)
33
dana. Hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana mudharabah, baik mudharabah mutlaqah maupun mudharabah muqayyadah, akan dibagi antara pihak bank dengan pemilik danadalam bentuk nisbah yang dituangkan dalam akad pembukaan rekening (Karim, 2005).
d). Deposito
Berdasarkan Undang-Undang No.21 Tahun 2008, deposito adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan bank syariah dan/atau UUS. Lebih lanjut, menurut fatwa DSN MUI No.03/DSN-MUI/IV/2000, deposito yang dibenarkan hanya deposito dengan akad (kontrak) mudharabah yang terdiri atas mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah.
a) Mudharabah Mutlaqah
Dengan kontrak mudharabah mutlaqah, pemilik dana tidak membatasi pengelolaan dana yang dilakukan oleh Bank Syariah, baik dalam apa, di mana, dan bagaimana dana akan diinvestasikan. Dengan kata lain, bank syariah memiliki kebebasan untuk menginvestasikan dana ke sektor bisnis manapun yang diperkirakan akan menguntungkan. Perhitungan bagi hasil untuk deposito mudharabah mutlaqah didasarkan pada perhitungan hari aktual deposito, termasuk
(43)
34
hari saldo tersimpan, dengan mengecualikan hari pembukaan dan penutupan rekening serta tanggal jatuh tempo (Karim, 2005).
b) Mudharabah Muqayyadah
Berbeda dengan kontrak mudharabah mutlaqah, dalam mudharabah muqayyadah, pemilik dana membatasi pengelolaandana yang dilakukan oleh bank syariah, dalam hal apa, di mana, dan bagaimana menginvestasikan dana. Karim (2005) menyebutkan ada dua metode penggunaan dana mudharabah muqayyadah, yang juga akan berimplikasi pada metode pembayaran bagi hasil, yaitu Cluster Pool of Fund dan Specific Product. Pada Cluster Pool of Fund, penggunaan dana dikhususkan untuk sejumlah proyek dalam tipe industri yang sama. Pembayaran bagi hasilnya dapat dilakukan bulanan, tiga bulanan, enam bulanan, atau berdasarkan jangka waktu yang telah disetujui dalam akad (kontrak) pembukaan rekening. Sedangkan pada Specific Product, dana digunakan untuk membiayai suatu proyek secara khusus. Menurut Kasmir (2010), dana pihak ketiga memiliki kontribusi terbesar dari beberapa sumber dana sehingga jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh suatu bank akan mempengaruhi kemampuannya dalam menyalurkan kredit.
(44)
35
3. Inflasi berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) a. Pengertian Indeks Harga Konsumen
Salah satu indikator makro ekonomi adalah tingkat inflasi. Inflasi dalam penelitian ini berdasarkan pada IHK (Indeks Harga Konsumen) yaitu indeks yang mengukur rata-rata perubahan harga antar waktu dari suatu paket jenis barang dan jasa yang dikonsumsi oleh penduduk / rumah tangga di daerah perkotaan dengan dasar suatu periode tertentu (BPS). Kemudian, secara sederhana inflasi dapat didefinisikan sebagai kecenderungan kenaikan harga-harga secara umum dan terus menerus (Insukindro, 1994). Dua hal penting dalam pengertian inflasi, yakni menyangkut kenaikan harga yang terjadi secara terus menerus (a persistent upward movement) dan kenaikan harga terjadi pada seluruh kelompok barang dan jasa (the general price movement) (Pohan, 2008). Inflasi diukur dengan tingkat inflasi (rate of inflation) yaitu tingkat perubahan dari tingkat harga secara umum.Persamaannya adalah sebagai berikut (Karim, 2008).
Penelitian yang digunakan dalam mengukur inflasi adalah Indeks harga konsumen Gabungan (IHKG). Berdasarkan besarnya laju inflasi maka inflasi dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Inflasi Merayap
Fenomena inflasi merayap ditandai dengan laju inflasi yang rendah, yaitu kurang dari 10 persen per tahun.
(45)
36
b. Inflasi Menengah
Inflasi menengah ditandai dengan meningkatnya harga cukup besar dan kondisi tersebut berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi artinya harga pada bulan atau minggu berikutnya selalu lebih tinggi dari waktu sebelumnya dan seterusnya.
c. Inflasi Tinggi
Inflasi tinggi adalah inflasi yang sangat mengkhawatirkan, karena harga-harga barang meningkat sampai dengan lima atau enam kali, sehingga nilai uang turun secara tajam (Nopirin, 1990). Menurut Boediono (1998), berdasarkan tingkatnya inflasi dapat digolongkan menjadi empat tinggkatan inflasi yaitu:
a. Inflasi ringan (dibawah 10 persen per tahun)
b. Inflasi sedang (antara 10 persen-30 persen per tahun)
c. Inflasi berat (antara 30 persen-100 persen per tahun)
d. Hiper inflasi (diatas 100 persen per tahun) (Boediono, 1998).
Menurut Boediono (1982), atas dasar dari sebab awal dari inflasi. Atas dasar ini dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat. Inflasi semacam ini disebut demand inflasion.
(46)
37
b. Inflasi yang timbul karena kenikan ongkos produksi. Ini disebut cost inflasion.
Gambar 2.1. berikut ini menggaris bawahi perbedaan antara kedua macam inflasi tersebut:
Sumber : Boediono,1989 Gambar : Perbedaan Inflasi
Gambar 2.1. menerangkan bahwa perbedaan macam kedua inflasi tersebut dimana gambar A merupakan suatu demand inflasion. Karena permintaan masyarakat akan barang-barang (aggregate demand) bertambah (misalnya, karena bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan percetakan uang, atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah), maka kurva aggregate demand bergeser dari Z1 ke Z2. Akibatnya tingkat harga umum naik dari P1 ke P2. Gambar B, bahwa bila ongkos produksi naik (misalnya, karena
(47)
38
kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau kenaikan harga bahan bakar minyak) maka kurva penawaran masyarakat (aggregate supply) bergeser dari S1 ke S2 ( Boediono, 1989). Menurut ekonom muslim, inflasi berakibat buruk terhadap perekonomian karena empat hal berikut ini ( Karim, 2000) :
a) Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi tabungan, fungsi pembayaran di muka, dan fungsi unit penghitungan.
b) Melemahkan semangat masyarakat untuk menabung (turunnya marginal propensity to save).
c) Meningkatkan kecenderungan berbelanja, terutama untuk barang-barang nonprimer dan mewah (naiknya marginal propensity to consume).
d) Mengarahkan investasi pada hal-hal yang tidak produktif seperti penumpukan kekayaan berupa tanah, bangunan, logam mulia, dan uang asing; serta mengorbankan investasi produktif seperti pertanian, industri, perdagangan, dan transportasi. Secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai inflasi, masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi:
b. Teori Kuantitas
Teori kuantitas menyatakan bahwa terjadinya inflasi dikarenakan dua faktor, yaitu: (a) jumlah uang yang beredar, dan (b) psikologi (harapan)
(48)
39
masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (exspektations). Inti teori ini adalah sebagai berikut:
a) Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar. Tanpa ada kenaikan jumlah uang yang beredar, kejadianseperti misalnya, kegagalan panen, hanya akan menaikan harga-harga untuk sementara waktu saja. Penambahan jumlah uang ibarat bahan bakar bagi inflasi. Bila jumlah uang tidak ditambah, inflasi akan berhenti dengan sendirinya, apapun sebab awal dari kenaikan harga tersebut.
b) Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar dan oleh harapan (psikologi) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga barang di masa mendatang.
c. Teori Keynes
Menurut teori Keynes inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi menurut pandangan ini, tidak lain adalah proses perebutan bagian rezeki diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar dari pada yang bisa oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan manjadi keadaan di mana permintaan masyarakat terhadap barang-barang selalu melebihi jumlah barang yang tersedia, sehingga menimbulkan adanya inflationary gap. Inflationary gapini timbul karena golongan-golongan masyarakat tersebut berhasil menterjemahkan aspirasi mereka menjadi permintaan yang efektif akan barang-barang. Dengan lain perkataan, mereka
(49)
40
berhasil memperolehdana untuk mengubah aspirasunya menjadi rencana pembelian barang-barang yang didukung dengan dana.
c. Teori Strukturalis
Dalam teori ini, inflasi dikaitkan dengan faktor-faktor struktural dari perekonomian. Teori ini memberi tekanan pada ketegaran (rigidities) dari struktur perekonomian negara-negara yang sedang berkembang. Dengan demikian teori ini mencoba melihat inflasi dalam jangka panjang. Menurut teori ini ada dua ketegaran utama dalam perekonomian yang bisa menumbulkan inflasi, yaitu:
a) Ketegaran yang berupa ketidakelastisan dari penerimaan ekspor yaitu nilai ekspor yang tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor lain. Kelambanan ini disebabkan karena (1) harga di pasar dunia dari barang-barang ekspor negara tersebut makin tidak menguntungkan. (2) suplai atau produksi barang-barang ekspor yang tidak responsif terhadap kenaikan harga (suplai barang-barang ekspor yang tidak elastis).
b) Ketegaran yang berkaitan dengan ketidakelastisan suplaiatau produksi bahan makanan di dalam negeri. Dikatakan bahwa produksi bahan makanan dalam negeri tidak tumbuh secepat pertambahan penduduk dan penghasilan per kapita, sehingga harga bahan makanan di dalam negeri cenderung untuk menarik melebihi kenaikan harga barang-barang lain (Boediono, 1989). Indikator harga
(50)
41
yang paling sering digunakan sebagai acuan oleh pelaku ekonomi dalam melakukan keputusan ekonominya adalah Indeks Harga Konsumen. IHK adalah besarnya biaya paket barang-barang dan jasa yang menunjukkan konsumsi masyarakat perkotaan. Menurut Pohan (2008), terdapat sejumlah alasan mengapa IHK lebih banyak digunakan dibandingkan indikator harga lainnya yaitu :
1) IHK dipublikasi secara periodik dengan jangka waktu yang paling pendek (bulanan);
2) IHK mengukur kenaikan biaya hidup (cost of living) karena mencakup barang dan jasa yang paling banyak dibeli dan dikonsumsi masyarakat;
3) IHK telah dikenal dan lama digunakan sebagai dasar pengukuran inflasi.Pada masa inflasi, terdapat kecenderungan pemilik modal menggunakan uangnya dalam investasi yang bersifat spekulatif. Membeli rumah dan tanah dan menyimpan barang berharga akan lebih menguntungkan daripada melakukan investasi yang produktif. Apalagi nilai riil tabungan masyarakat akan merosot sebagai akibat dari inflasi.
Laju inflasi merupakan gambaran harga-harga. Harga yang melambung tinggi tergambar dalam inflasi yang tinggi. Sementara harga yang relatif stabil tergambar dalam angka inflasi yang rendah. Di bidang moneter, laju inflasi yang tinggi dan tidak terkendali dapat mengganggu upaya perbankan dalam pengerahan dana masyarakat. Karena tingkat inflasi yang tinggi menyebabkan tingkat suku
(51)
42
bunga riil bank konvensional menjadi menurun. Fenomena yang seperti itu akan mengurangi hasrat masyarakat untuk menabung sehingga pertumbuhan dana perbankan yang bersumber dari masyarakat akan menurun (Pohan, 2008).
d. Pengaruh Inflasi IHK terhadap DPK Perbankan Syariah
Pada masa inflasi, terdapat kecenderungan pemilik modal menggunakan uangnya dalam investasi yang bersifat spekulatif. Membeli rumah dan tanah dan menyimpan barang berharga akan lebih menguntungkan daripada melakukan investasi yang produktif. Apalagi nilai riil tabungan masyarakat akan merosot sebagai akibat dari inflasi.
Laju inflasi merupakan gambaran harga-harga. Harga yang membubung tinggi tergambar dalam inflasi yang tinggi. Sementara harga yang relatif stabil tergambar dalam angka inflasi yang rendah. Di bidang moneter, laju inflasi yang tinggi dan tidak terkendali dapat mengganggu upaya perbankan dalam pengerahan dana masyarakat. Karena tingkat inflasi yang tinggi menyebabkan tingkat suku bunga riil bank konvensional menjadi menurun. Fenomena yang seperti itu akan mengurangi hasrat masyarakat untuk menabung sehingga pertumbuhan dana perbankan yang bersumber dari masyarakat akan menurun (Pohan,2008).
Akan tetapi, teori tersebut didasarkan pada asumsi bahwa penetapan imbalan adalah berupa bunga, bukan bonus Wadiah maupun bagi hasil Mudharabah, sehingga pengaruh inflasi terhadap DPK Perbankan Syariah belum tentu sama dengan pengaruh inflasi terhadap DPK Perbankan
(52)
43
Konvensional. Karena berdasarkan prinsip Syariah, tak akan ada perbedaan nilai uang walau seseorang telah meminjamkannya atau menyimpannya untuk diri sendiri, sebab peran uang sebagai medium pertukaran dan unit nilai tidak berubah (Ayub, 2009).
Salah satu indikator makro ekonomi adalah tingkat inflasi. Inflasi dalam penelitian ini berdasarkan pada IHK (Indeks Harga Konsumen), yaitu indeks yang mengukur rata-rata perubahan harga antar waktu dari suatu paket jenis barang dan jasa yang dikonsumsi oleh penduduk / rumah tangga di daerah perkotaan dengan dasar suatu periode tertentu (BPS). Kemudian, secara sederhana inflasi dapat didefinisikan sebagai kecenderungan kenaikan harga-harga secara umum dan terus menerus (Insukindro, 1994).
Definisi inflasi oleh para ekonomi adalah kenaikan yang menyeluruh dari jumlah uang yang harus di bayarkan terhadap barang -barang atau komoditas dan jasa. Inflasi dapat menimbulkan beberapa dampak buruk kepada individu dan masyarakat, para penabung, kreditor/debitor dan produsen, ataupun kegiatan perekonomian secara keseluruhan. Dampak inflasi terhadap individu dan masyarakat (Karim, 2007).
Tingkat inflasi merupakan salah satu faktor yang dilihat oleh nasabah ketika akan menabung. Tingkat inflasi yang tinggi menyebabkan kenaikan harga-harga yang tinggi pula, hal itu menimbulkan efek buruk pada kegiatan ekonomi maupun pada kemakmuran individu dan masyarakat. Hal itu karena nilai uang yang ada sekarang tidak mampu mengejar kenaikan
(53)
harga-44
harga barang kebutuhan dan dimungkinkan kenaikan tersebut berlangsung cukup lama.
Ketika tingkat inflasi tinggi tentunya nasabah lebih memilih menggunakan uangnya untuk memenuhi kebutuhannya, bahkan akan mengorbankan tabungannya. Hal tersebut membuat jumlah tabungan yang ada di perbankan syariah menjadi berkurang. Dan ketika tingkat inflasi yang rendah masyarakat akan lebih memilih untuk menyimpan uangnya untuk berjaga-jaga ketika terjadi tingkat inflasi yang tinggi. Sehingga jumlah tabungan yang ada di perbankan syariah menjadi bertambah banyak.
5. Produk Domestik Bruto (PDB)
a. Pengertian Produk Domestik Bruto
Dinamika pendapatan nasional dalam suatu negara merupakan bagian dalam pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Sukirno (2006) menyebutkan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mana perkembangan tersebut selalu dinyatakan dalam bentuk persentase perubahan pendapatan nasional pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sedangkan pendapatan nasional adalah nilai barang dan jasa yang diproduksikan dalam suatu negara pada suatu tahun tertentu dan secara konseptual nilai tersebut dinamakan Produk Domestik
(54)
45
Bruto (PDB). Ada tiga metode yang digunakan untuk menghitung pendapatan nasional, yaitu (Jamli, 1996) :
b) Metode Produksi
Perhitungan pendapatan nasional menurut metode ini, didasarkan atas nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi diwilayah suatu negara dalam jangka waktu tertentu. Perhitungan dengan metode ini sangat memungkinkan terjadi perhitungan ganda.
c) Metode Pendapatan
Dengan metode ini seluruh produksi dalam perekonomian diperoleh dengan menjumlahkan pendapatan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi, yaitu pendapatan dari tenaga kerja, modal, tanah, dan kewirausahaan.
d) Metode Pengeluaran
Metode ini, menghitung pendapatan nasional dengan cara menjumlahkan seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh sektor-sektor ekonomi, yaitu pengeluaran sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah, dan sektor luar negeri. Dengan pendekatan ini, jumlah seluruh pengeluaran sektor-sektor ekonomi disebut sebagai Pendapatan Domestik Bruto (PDB) atau lebih dikenal dengan Gross Domestic Bruto (GDP).
Dalam ekonomi, makro pendapatan masyarakat suatu negara secara keseluruhan (pendapatan nasional) dialokasikan ke dua kategori penggunaan
(55)
46
yakni dikonsumsi dan tabungan. Jika pendapatan dilambangkan dengan Y, sedangkan konsumsi dilambangkan dengan C dan tabungan dilambangkan dengan S, maka dapat merumuskan kesamaan: Baik konsumsi nasional maupun tabungan nasional pada umunya dilambangkan sebagai fungsi linier dari pendapatan nasional. Keduanya berbanding lurus dengan pendapatan nasional. Semakin besar pendapatan semakin besar pula konsumsi dan tabungannya. Sebaliknya, apabila pendapatan berkurang, konsumsi dan tabungan pun akan berkurang pula.
Y= C+S
Baik konsumsi nasional maupun tabungan nasional pada umunya dilambangkan sebagai fungsi linier dari pendapatan nasional. Keduanya berbanding lurus dengan pendapatan nasional. Semakin besar pendapatan semakin besar pula konsumsi dan tabungannya. Sebaliknya, apabila pendapatan berkurang, konsumsi dan tabungan pun akan berkurang pula.
(56)
47
Sumber : Boediono (2001)
Gambar 2.2 Teori Keynes tentang Penentu Tabungan
Gambar 2.2. menerangkan pandangan Keynes mengenai penentu tabungan masyarakat. Kurva S adalah fungsi tabungan yaitu suatu garis yang menggambarkan hubungan di antara jumlah tabungan dan pendapatan nasional. Kurva S bermula dari nilai tabungan negatif, dan S bentuknya menaik dari kiri bawah ke kanan atas. Apabila tingkat pendapatan nasional rendah, tabungan masyarakat negatif. Keadaan ini berarti masyarakat menggunakan tabungan di masa lalu untukmembiayai hidupnya. Baru setelah pendapatan nasional melebihi Y0 masyarakat menabung sebagian dari pendapatannya. Semakin tinggi pendapatan nasional, semakin banyak tabungan masyarakat. Apabila pendapatan
(57)
48
nasional adalah Y1 tabungan adalah S1 dan apabila pendapatan nasional Yf jumlah jumlah tabungan Sf (Boediono, 2001).
e. Pengaruh PDB terhadap DPK Perbankan Syariah di Indonesia PDB menunjukkan total pendapatan nasional dari 9 sektor, yaitu:
1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan
2) Pertambangan dan Penggalian
3) Industri Pengolahan
4) Listrik, Gas, dan Air Bersih
5) Konstruksi
6) Perdagangan, Hotel, dan Restoran
7) Pengangkutan dan Komunikasi
8) Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan
9) Jasa-Jasa.
Perubahan pendapatan sektor-sektor tersebut mempengaruhi perubahan pendapatan dan konsumsi masyarakat, baik perseorangan maupun korporasi, sehingga selanjutnya akan mempengaruhi besaran investasi masyarakat, termasuk deposito dan tabungan yang merupakan bagian utama dalam Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah.
(58)
49
Tingkat pendapatan nasional merupakan salah satu faktor penting yang dilihat oleh nasabah ketika ingin menabung. Karena hal itu menggambarkan tingkat kemakmuran masyarakat, sehingga bisa mencukupi kebutuhan hidupnya (konsumsi) maupun untuk disimpan untuk kebutuhannya suatu saat nanti. Semakin besar jumlah pendapatan yang diterima, makin besar pula jumlah tabungan yang akan dilakukan olehnya. Sehingga jumlah simpanan dana pihak ketiga yang ada di bank syariah menjadi bertambah banyak.
Sebaliknya apabila tingkat pendapatan rendah, tabungan masyarakat akan rendah pula. Karena masyarakat menggunakan tabungannya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya (konsumsi). Sehingga jumlah simpanan dana pihak ketigayang ada di bank syariah menjadi berkurang.
6. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS a. Pengertian Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar mata uang merupakan perbandingan nilai dua mata uang yang berbeda atau dikenal dengan sebutan kurs. Nilai tukar didasari dua konsep, pertama, konsep nominal, merupakan konsep untuk mengukur perbedaan harga mata uang yang menyatakan berapa jumlah mata uang suatu negara yang diperlukan guna memperoleh sejumlah mata uang dari negara lain. Kedua, konsep riil yang dipergunakan untuk mengukur daya saing komoditi ekspor suatu negara di pasaran internasional (Halwani,
(59)
50
2005). Kurs adalah perbandingan nilai/harga antara kedua mata uang. Kurs adalah catatan (quotation) harga pasar dari mata uang asing (foreign currency) dalam harga mata uang domestik (domestic currency) atau resiprokalnya, yaitu harga mata uang domestik terhadap mata uang asing. (Greenwald dalam Karim). Kurs dalam Islam adalah menganut sistem managed floating, dimana nilai tukar adalah hasil dari kebijakan-kebijakan pemerintah (bukan merupakan cara atau kebijakan itu sendiri) karena pemerintah tidak mencampuri keseimbangan yang terjadi dipasar kecuali jika terjadi hal-hal yang mengganggu keseimbangan itu sendiri. (Karim) Para ekonom membedakan Kurs Nominal dan Kurs Riil yaitu (Mankiw, 2000) :
b. Kurs nominal (nominal exchange rate)
Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara.
d. Kurs riil (real exchange rate)
Kurs riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang kedua Negara. Yaitu, kurs riil menyatakan tingkat dimana kita biasa memperdagangkan barang-barang dari Negara lain. Kurs riil kadang di sebut terms of trade. Secara umum perhitungan kurs ini sebagai berikut: Tingkat di mana kita memperdagangkan barang domestik dan barang luar negri bergantung pada harga barang dalam mata uang lokal dan pada tingkat di mana mata uang di pertukarkan. Kurs riil di antara kedua Negara di hitung dari kurs nominal dan tingkat harga di kedua Negara. Jika kurs
(60)
51
riil adalah tinggi, barang luar negeri relatif murah, dan barang-barang domestik relatif mahal. Jika kurs riil adalah rendah, barang-barang-barang-barang luar negeri relatif mahal dan barang-barang domestik relatif murah.
Sumber : Mankiw (2000)
Gambar 2.3. Keseimbangan di Pasar Nilai Tukar
RETF = dalam mata uang domestik
RETD = dalam mata uang asing
Pada Gambar 2.3. menerangkan bahwa pada titik keseimbangan Einterst parity condition terpenuhi, karena pada saat itu ekspektasi pengambilan dari simpanan domestik dan simpanan luar negeri adalah sama. Nilai tukar keseimbangan E adalah stabil. Hal ini dibuktikan dengan penjelasan sebangai berikut: Pada tingkat nilai tukar tertentu, jika
(61)
52
simpanan ekspansi pengambilan dari simpanan domestik lebih besar dari simpanan luar negeri ( titik A dan C ), maka orang lebih suka memegang mata uang domestik, dan mereka yang memegang mata uang asing akan menukarnya dengan mata uang domestik sehingga terjadi permintaan berlebih dari mata uang domestik, akibatnya nilai tukar meningkat ( mata uang domestik terapresiasi). Proses ini terus berlangsung sampai tercapai titik keseimbangan dan ekspektasi pengambilan dari simpanan domestik lebih kecil dari simpanan luar negeri ( titik B dan D ), maka akan terjadi penawaran berlebih dari mata uang domestik sehingga nilai tukarnya turun ( mata uang domestik terdepresiasi) (Silvanita, 2009). Permintaan dolar Amerika semakin menekan mata uang domestik sehingga terdepresiasi semakin dalam. Penduduk dalam negeri juga mulai kehilangan kepercayaan sehingga mengakibatkan pelarian modal dalam negeri dan mengganti nama uang yang dipegang dari mata uang domestik menjadi mata asing (Kuncoro,2002). Jika bank sentral menaikan suku bunga dolar, hal ini mempengaruhi investor untuk beralih ke sekuritas dollar dan meningkat permintaan dolar (Samuel dan Nordhaus,2004). Permintaan dolar Amerika semakin menekan mata uang domestik sehingga terdepresiasi semakin dalam. Penduduk dalam negeri juga mulai kehilangan kepercayaan sehingga mengakibatkan pelarian modal dalam negeri dan mengganti nama uang yang dipegang dari mata uang domestik menjadi mata asing (Kuncoro, 2002).
(62)
53
e. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap DPK Perbankan Syariah Dari sudut pandang golongan nasabah individu, kenaikan nilai tukar Dollar Amerika Serikat terhadap Rupiah dapat menyebabkan capital Outflow atau pelarian modal masyarakat keluar negeri karena jika dibandingkan dengan mata uang negara lain maka nilai tukar Rupiah terlalu rendah. Semakin meningkat nilai tukar Dollar akan menaikan permintaan Dollar. Sebaliknya permintaan uang domestik akan turun sehingga permintaan deposito dalam negeri dapat turun pula, karena masyarakat akan lebih memilih menyimpan dananya dalam bentuk Dolar.
Sedangkan dari sudut pandang golongan nasabah korporasi, depresiasi Rupiah terhadap mata uang hard currencies akan meningkatkan biaya produksi akibat kenaikan harga bahan mentah dan barang modal yang berasal dari impor. Akibatnya, perusahaan akan cenderung menarik dana likuid dengan return rendah untuk mengatasi masalah permodalannya. Karenanya, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS dapat berpengaruh negatif terhadap penghimpunan DPK Perbankan Syariah.
Jika bank sentral menaikan suku bunga dollar, hal ini mempengaruhi investor untuk beralih ke sekuritas dollar dan meningkat permintaan dollar (Samuel dan Nordhaus ,2004). Permintaan dollar Amerika semakin menekan mata uang domestik sehingga terdepresiasi semakin dalam. Penduduk dalam negeri juga mulai kehilangan kepercayaan sehingga mengakibatkan pelarian modal dalam negeri dan
(63)
54
mengganti nama uang yang dipegang dari mata uang domestik menjadi mata asing (Kuncoro, 2002:36).
B. PENELITIAN TERDAHULU
Penelitian-penelitian terdahulu yang dijadikan rujukan untuk penelitian ini yaitu sebagai berikut:
Abida Mutaqiena (2013) telah meneliti tentang “Analisis Pengaruh PDB, Inflasi, Tingkat Bunga, Dan Nilai Tukar Terhadap Dana Pihak Ketiga Perbanka Syariah Di Indonesia 2008-2012”. Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda dengan bantuan Eviews 6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PDB, Inflasi IHK, Suku Bunga Deposito1 Bulan Bank Umum, dan nilai tukar Rupiah secara simultan (Uji F) maupun parsial (Uji t) berpengaruh signifikan terhadap DPK Perbankan Syariah di Indonesia Tahun 2008-2012. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa PDB Harga Konstan berpengaruh signifikan negatif terhadap DPK Perbankan Syariah; Inflasi IHK berpengaruh signifikan negatif terhadap DPK Perbankan Syariah; Suku Bunga Deposito 1 Bulan Bank Umum berpengaruh signifikan positif terhadap DPK Perbankan Syariah, sedangkan Nilai Tukar Rupiah berpengaruh signifikan negatif terhadap DPK Perbankan Syariah.
Arissanti (2006) telah meneliti tentang “ Pengaruh PDB rill perkapita, jumlah kantor, tingkat bunga, dan fatwa MUI tentang haramnya bunga terhadap penghimpunan DPK Perbankan Syariah di Indonesia periode Desember 2000- Desember 2004”. Analisis dilakukan dengan menggunakan
(1)
Lampiran 9. Hasil Analisis IRF dalam bentuk Diagram
-.4 -.2 .0 .2 .4 .6 .81 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(LOG(DPK)) to D(LOG(DPK))
-.4 -.2 .0 .2 .4 .6 .8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(LOG(DPK)) to D(IHK)
-.4 -.2 .0 .2 .4 .6 .8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(LOG(DPK)) to D(LOG(KURS))
-.4 -.2 .0 .2 .4 .6 .8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(LOG(DPK)) to D(LOG(PDB))
-1,000 0 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IHK) to D(LOG(DPK))
-1,000 0 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IHK) to D(IHK)
-1,000 0 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IHK) to D(LOG(KURS))
-1,000 0 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IHK) to D(LOG(PDB))
-.01 .00 .01 .02 .03
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(LOG(KURS)) to D(LOG(DPK))
-.01 .00 .01 .02 .03
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(LOG(KURS)) to D(IHK)
-.01 .00 .01 .02 .03
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(LOG(KURS)) to D(LOG(KURS))
-.01 .00 .01 .02 .03
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(LOG(KURS)) to D(LOG(PDB))
-.4 -.2 .0 .2 .4 .6 .8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(LOG(PDB)) to D(LOG(DPK))
-.4 -.2 .0 .2 .4 .6 .8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(LOG(PDB)) to D(IHK)
-.4 -.2 .0 .2 .4 .6 .8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(LOG(PDB)) to D(LOG(KURS))
-.4 -.2 .0 .2 .4 .6 .8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(LOG(PDB)) to D(LOG(PDB))
(2)
Lampiran 10. Hasil Analisis IRF dalam bentuk Tabel
Response of D(LOG(DPK
)):
Period D(LOG(DPK)) D(LOG(KURS)) D(LOG(PDB)) D(IHK)
1 0.593197 0.000000 0.000000 0.000000
2 -0.203617 -0.109590 -0.164675 0.133095
3 0.196313 -0.283892 -0.083220 0.083596
4 0.074274 0.135596 -0.060812 0.045047
5 0.148728 -0.063753 -0.148982 -0.015543
6 0.181953 -0.171762 0.004958 0.256049
7 0.027176 -0.072864 -0.125381 -0.104200
8 0.153767 -0.023277 -0.126221 0.116033
9 0.124068 -0.073927 -0.026909 0.115701
10 0.119702 -0.121417 -0.113407 0.020071
Response of D(LOG(KUR
S)):
Period D(LOG(DPK)) D(LOG(KURS)) D(LOG(PDB)) D(IHK)
1 -0.009000 0.020023 0.000000 0.000000
2 0.005032 0.012373 0.000389 0.003402
3 0.003622 0.007817 0.007457 0.003405
4 -0.002320 0.009448 -0.000884 -0.004584
5 -0.000784 0.011919 0.000738 0.005127
6 0.000534 0.010835 0.003598 0.001164
7 0.001358 0.010314 0.001423 -0.000101
8 -0.000102 0.010851 0.002261 0.001475
9 -0.000378 0.010151 0.001502 0.001769
10 0.000397 0.010648 0.002143 0.000989
Response of D(LOG(PDB
)):
Period D(LOG(DPK)) D(LOG(KURS)) D(LOG(PDB)) D(IHK)
1 -0.207639 0.043490 0.717678 0.000000
2 -0.132961 0.043787 0.025845 0.270834
(3)
4 0.062334 0.101436 0.368323 0.057418
5 -0.251271 0.061190 0.247057 0.125281
6 -0.078529 -0.067196 0.354425 0.060199
7 -0.118367 0.137481 0.331390 0.059392
8 -0.141588 0.060646 0.272256 0.033571
9 -0.072851 -0.007212 0.370961 0.163564
10 -0.159826 0.059717 0.306679 -0.011022
Response of D(IHK):
Period D(LOG(DPK)) D(LOG(KURS)) D(LOG(PDB)) D(IHK)
1 1276.893 231.6875 990.5467 4779.392
2 689.3125 -276.7210 890.4817 -1042.047
3 2035.079 314.0230 619.6579 1762.722
4 127.5010 22.50778 789.4211 1865.379
5 1097.589 -743.7764 465.7989 1247.708
6 1172.869 607.5983 1033.133 1181.825
7 862.4838 127.7062 386.0586 1278.247
8 1148.149 -519.5850 938.3785 1953.506
9 824.5075 83.92059 721.8891 845.3280
10 1018.108 229.5504 467.6394 1420.235
Cholesky Ordering: D(LOG(DPK
)) D(LOG(KUR
S)) D(LOG(PDB
(4)
Lampiran 11. Analisi VDC dalam bentuk Diagram
0 20 40 60 80 1001 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent D(LOG(DPK)) variance due to D(LOG(DPK))
0 20 40 60 80 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent D(LOG(DPK)) variance due to D(IHK)
0 20 40 60 80 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent D(LOG(DPK)) variance due to D(LOG(KURS))
0 20 40 60 80 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent D(LOG(DPK)) variance due to D(LOG(PDB))
0 20 40 60 80 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent D(IHK) variance due to D(LOG(DPK))
0 20 40 60 80 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent D(IHK) variance due to D(IHK)
0 20 40 60 80 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent D(IHK) variance due to D(LOG(KURS))
0 20 40 60 80 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent D(IHK) variance due to D(LOG(PDB))
0 20 40 60 80 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent D(LOG(KURS)) variance due to D(LOG(DPK))
0 20 40 60 80 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent D(LOG(KURS)) variance due to D(IHK)
0 20 40 60 80 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent D(LOG(KURS)) variance due to D(LOG(KURS))
0 20 40 60 80 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent D(LOG(KURS)) variance due to D(LOG(PDB))
0 20 40 60 80 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent D(LOG(PDB)) variance due to D(LOG(DPK))
0 20 40 60 80 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent D(LOG(PDB)) variance due to D(IHK)
0 20 40 60 80 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent D(LOG(PDB)) variance due to D(LOG(KURS))
0 20 40 60 80 100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Percent D(LOG(PDB)) variance due to D(LOG(PDB))
(5)
Lampiran 12. Analisis VDC dalam bentuk Tabel
Variance Decompo
sition of D(LOG(D PK)):
Period S.E. D(LOG(DPK)) D(LOG(KURS)) D(LOG(PDB)) D(IHK)
1 0.593197 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000
2 0.670958 87.37362 2.667768 6.023710 3.934900
3 0.763696 74.04973 15.87779 5.837018 4.235460
4 0.782855 71.36977 18.11021 6.158235 4.361790
5 0.813317 69.46781 17.39349 9.061000 4.077703
6 0.888639 62.38299 18.30584 7.593169 11.71800
7 0.906810 59.99770 18.22518 9.203644 12.57347
8 0.935888 59.02685 17.17213 10.45956 13.34146
9 0.954387 58.45067 17.11288 10.13751 14.29894
10 0.976314 57.35789 17.89944 11.03653 13.70614
Variance Decompo
sition of D(LOG(K URS)):
Period S.E. D(LOG(DPK)) D(LOG(KURS)) D(LOG(PDB)) D(IHK)
1 0.021952 16.80987 83.19013 0.000000 0.000000
2 0.025924 15.82138 82.43376 0.022489 1.722363
3 0.028522 14.68379 75.61396 6.854081 2.848178
4 0.030494 13.42389 75.74523 6.079851 4.751025
5 0.033158 11.40998 76.98868 5.191936 6.409410
6 0.035092 10.21011 78.27067 5.686739 5.832480
7 0.036629 9.508612 79.76705 5.370377 5.353959
8 0.038298 8.698672 80.99425 5.261147 5.045927
9 0.039690 8.108197 81.95340 5.041671 4.896732
10 0.041163 7.547572 82.88385 4.958277 4.610302
Variance Decompo
sition of D(LOG(P DB)):
Period S.E. D(LOG(DPK)) D(LOG(KURS)) D(LOG(PDB)) D(IHK)
1 0.748376 7.698021 0.337708 91.96427 0.000000
2 0.808506 9.300034 0.582651 78.89609 11.22123
(6)
4 1.011991 10.10937 1.456036 80.64873 7.785867
5 1.080620 14.27287 1.597605 75.95712 8.172402
6 1.143530 13.21723 1.771950 77.43576 7.575062
7 1.205786 12.85129 2.893708 77.19935 7.055656
8 1.246152 13.32316 2.946115 77.05220 6.678531
9 1.312486 12.31856 2.658863 77.44901 7.573564
10 1.358640 12.87967 2.674473 77.37153 7.074323
Variance Decompo
sition of D(IHK):
Period S.E. D(LOG(DPK)) D(LOG(KURS)) D(LOG(PDB)) D(IHK)
1 5050.535 6.391959 0.210441 3.846584 89.55102
2 5285.683 7.536590 0.466216 6.350175 85.64702
3 5972.418 17.51385 0.641619 6.050267 75.79426
4 6307.881 15.74142 0.576462 6.990065 76.69206
5 6581.870 17.23900 1.806454 6.921055 74.03349
6 6894.192 18.60668 2.423212 8.553852 70.41626
7 7076.229 19.14726 2.332710 8.417061 70.10297
8 7507.195 19.35104 2.551595 9.040834 69.05653
9 7634.169 19.87914 2.479507 9.636759 68.00460
10 7848.919 20.48876 2.431216 9.471620 67.60840
Cholesky Ordering: D(LOG(D
PK)) D(LOG(K
URS)) D(LOG(P
DB)) D(IHK)