Analisis Pengaruh Pengadopsian International financial Reporting Standarts Tentang Properti Investasi Dan Penyusutan Aset Tetap Terhadap Laba Rugi Perusahaan

(1)

ANALYSIS THE EFFECT OF ADOPTION OF INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARTS ABOUT PROPERTY INVESTMENT AND DEPRECIATION OF FIXED ASSETS

TO PROFIT AND LOSS COMPANY

(Study At 5 Companies Listed On The Indonesia Stock Exchange)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

FACHROZI JUSUF OLII 21107037

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(2)

Adoption of International Financial Reporting standarts by Indonesia has been started since the adoption of a revised PSAK standards in 2007, one of which is a revision of PSAK 13 investment properties. In the PSAK 13 companies are obliged to choose between using the cost method that has been used so far by the company or by the method of revaluation which the fair value or market value becomes the basis of an assessment of an investment property. In addition to PSAK 13, there are also PSAK 16 regarding fixed asset which is also the adoption of International Financial Reporting standarts, in this standard set of depreciation of fixed assets should be allocated to each year. Both standards are directly or indirectly affects the profits or losses of the company.

The research method used in this research is to use a descriptive method with quantitative approach. The method of analysis used is multiple regression analysis methods, and to know how big variable contribution used the coefficient of determination, and partial testing with the t test and simultaneous with the f test with α = 0.05. Obtaining the results of the analysis was processed using SPSS 17 for Windows.

Based on statistical analysis showed a strong relationship between the adoption of IFRS on investment properties, depreciation of fixed assets and profits or losses of the company. Increase in fair value of investment property has a positive effect on company profits, and for the depreciation of fixed assets positively affect on company profits. The conclusion of this study is, the simultaneous adoption of IFRS on the property investment and depreciation of fixed assets significantly influence the company's profit or loss, and partial adoption of IFRS on investment properties is not significant effect on corporate profits, and partially also the depreciation of fixed assets have a significant effect corporate profits.

Keyword :International Financial Reporting Standarts, investment property, fair value, depreciation of fixed assets and profit or loss.


(3)

Pengadopsian International Financial Reporting Standarts oleh indonesia sudah dimulai semenjak diadopsinya beberapa standar di PSAK revisi 2007, salah satunya adalah PSAK 13 revisi tentang properti investasi. Di dalam PSAK 13 perusahaan diwajibkan memilih antara penggunaan metode biaya yang sudah biasa digunakan selama ini oleh perusahaan atau dengan metode revaluasi dimana nilai wajar atau nilai pasar menjadi dasar penilaian atas suatu properti investasi. Selain PSAK 13 ada pula PSAK 16 tentang aset tetap yang juga merupakan adopsi dari International Financial Reporting Standarts, di dalam standar ini diatur tentang penyusutan aset tetap yang harus dialokasikan pada setiap tahunnya. Kedua standar tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perolehan laba atau rugi perusahaan.

Metode penelitian yang digunakan didalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Adapun metode analisis yang digunakan adalah metode analisis regresi berganda, dan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi variabel digunakan koefisien determinasi, dan pengujian secara parsial dengan uji t dan simultan dengan uji f dengan α=0.05. Perolehan hasil analisis tersebut diolah dengan menggunakan program SPSS 17 for Windows.

Berdasarkan analisis statistik menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara pengadopsian IFRS tentang properti investasi, penyusutan aset tetap dan laba atau rugi perusahaan. Peningkatan nilai wajar atas properti investasi berpengaruh positif terhadap perolehan laba perusahaan, dan untuk penyusutan aset tetap berpengaruh secara positif terhadap perolehan laba perusahaan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah, secara simultan pengadopsian IFRS mengenai properti investasi dan penyusutan aset tetap berpengaruh signifikan terhadap laba atau rugi perusahaan, dan secara parsial pengadopsian IFRS mengenai properti investasi berpengaruh tidak signifikan terhadap laba perusahaan, dan secara parsial pula penyusutan aset tetap berpengaruh signifikan terhadap laba perusahaan.

Kata Kunci :International Financial Reporting Standarts, properti investasi, nilai wajar, penyusutan aset tetap dan laba atau rugi


(4)

vii

Pencipta dan Maha Mengetahui, Allah SWT serta shalawat dan salam bagi junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya serta kita sebagai pengikutnya.

. Bahwa atas rahmat dan karunianya saya dapat menyelesaikan Skripsi Saya ini yang berjudul “Analisis Atas Pengaruh Pengadopsian Internasional Financial Rerporting Standarts Tentang Properti Investasi dan Penyusutan Aset Tetap Terhadap Laba Rugi Perusahaan” (Study Pada Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

Skripsi ini ini merupakan syarat dalam mendapatkan gelar Sarjana S1 jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi di Universitas Komputer Indonesia.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, mensupport dan memotivasi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, terutama untuk pembimbing penulis Dr. H. Deddy Supardi M.Si., Ak., yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk berbagi ilmu dan memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsinya.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, selaku rektor dari Universitas Komputer Indonesia,


(5)

viii

Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia .

4. Ely Suhayati S.E. M.Si. Ak., dan Ony Widialestariningtyas S.E., M.Si selaku penguji penulis baik dalam sidang usulan penelitian maupun sidang akhir yang telah memberikan arahan bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsinya.

5. Ely Suhayati S.E. M.Si. Ak., selaku dosen wali penulis di kelas Ak-1 angkatan 2007,

6. Papa dan Mama, yang telah mensupport penulis baik dalam bentuk Materiil, Doa, dan Nasehatnya dengan penuh kasih sayang yang tiada henti sehingga penulis dapat menyelesaikan dan mendapatkan gelar sarjana S1 ini.

7. Ramadhani Jusuf Olii, selaku adik penulis yang tercinta, yang telah mendoakan dan mendukung penulis sehingga penulis semakin termotivasi untuk mendapatkan gelar Sarjana S1.

8. Om Rudi, Tante Tiko, Om Tam, Tante Wati dan Almarhumah Mami yang telah mensupport penulis dan membantunya lewat doa,

9. Kak Raf, Kak Nyoe – nyoe, Ka Iin, Ka Revi, Kak Nadra, Kak Eza, dan Kak Yudi, dan juga Almarhumah Kak Yanti a.k.a Titi yang telah memberikan penulis banyak inspirasi dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan dan mendapatkan gelar sarjana S1.


(6)

ix

baik dalam doa dan motivasinya selama penulis menyelesaikan Skripsi ini. 12.Seluruh crew film dokumenter Ak-1 2007, Yudi Kristianto a.k.a Babeh,

Vita Noviani, Dadan Hermawan yang telah menemani, membantu dan selalu mensupport penulis.

13.Wiwi, Yeni, Iis, selaku sahabat – sahabat penulis yang telah membantu penulis baik dalam support, dan hiburanya,

14.Seluruh teman – teman Kelas Ak-1 angkatan 2007 dan seluruh teman – teman Akuntansi Angkatan 2007 khususnya konsentrasi keuangan yang selalu mensupport penulis dan kebersamaanya,

15.Teman – teman penulis di Bekasi, Rizki, Agil, Pipit, Jeni, Anang, Fahma, Rena, dan lainnya,

16.Dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhir kata, semoga budi baik semua pihak yang telah diberikan kapada penulis mendapatkan imbalan yang setimpal dari Allah SWT dan penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca serta pihak - pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.

Bandung, Juli 2011

Penulis

Fachrozi Jusuf Olii N.I.M : 21107037


(7)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Tingkat perkembangan perekonomian dunia yang semakin berkembang dalam kurun waktu 2 dekade ini telah menghilangkan gap atau batasan yang terjadi dari setiap negara. Hal ini dinyatakan dengan semakin berkembangnya perusahaan – perusahaan multinasional dan multiregional yang mulai mendominasi tidak hanya di negaranya tetapi juga di setiap negara yang ada di dunia. Kondisi ini juga mempengaruhi sistem pencatatan akuntansi dan pelaporan keuangan yang ada di dalam perusahaan tersebut.

Hal ini dikarenakan Akuntansi memainkan peranan yang sangat penting dalam masyarakat. Sebagai cabang ilmu ekonomi, akuntansi memberikan informasi mengenai suatu perusahaan dan transaksinya untuk memfasilitasi keputusan alokasi sumber daya oleh para pengguna informasi tersebut. Jika informasi yang dilaporkan dapat diandalkan dan bermanfaat, sumber daya yang terbatas tersebut dialokasikan secara optimal, dan sebaliknya alokasi sumberdaya akan menjadi kurang optimal jika informasi kurang andal dan tidak bermanfaat. Akuntansi internasional tidaklah berbeda dan peranan yang dimaksudkan. Yang membuat studinya berbeda adalah bahwa perusahaan yang dilaporkan adalah perusahaan multinasional (multinational company, MNC) dengan operasi dan transaksi yang melintasi batas-batas negara, atau suatu perusahaan dengan kewajiban pelaporan kepada para pengguna yang berlokasi di negara selama.


(8)

Accounting Standarts Commitee (IASC) yang menjadi cikal bakal perkembangan sistem akuntansi dunia yang universal. Australia, Kanada, Perancis, Jerman, Jepang, Meksiko, Belanda, dan Inggris adalah negara – negara yang mempelopori berdirinya IASC. Setelah melalui perjalanan yang cukup panjang, pada tahun 1982 International Financial Accounting Standard (IFAC) mendorong IASC sebagai standar akuntansi global, hal yang sama dilakukan Federasi Akuntan Eropa pada 1989. Sebelumnya Pada kongres profesi akuntan dunia di Sidney pada tahun 1972, Perwakilan IASG bertemu kembali untuk membahas proposal pembentukan International Accounting Standard Committee (IASC). Hingga kemudian sepuluh organisasi profesional yang berasal dari Belanda, Kanada, Australia, Meksiko, Jepang, Perancis, Selandia Baru, Jerman, Inggris dan Amerika Serikat melakukan negosiasi atas ide pembentukan Internasional Accounting Standard Committee (IASC) pada tahun 1973. Sejak itu, lahirlah IASC dengan International Accounting Standard (IAS) sebagai produknya.

Tetapi usaha – usaha yang dilakukan oleh IASB guna menjadikan Internasional Financial Reporting Standart (IFRS) sebagai global accounting standart menghadapi berbagai kendala. Salah satunya adalah tidak semua negara siap menjadikan IFRS sebagai ”The One Only Financial Reporting Standarts” di negara tersebut. Guna mensukseskan tujuan awal dari IFRS, IASB merangkul berbagai organisasi tingkat tinggi dunia seperti Persekutuan Bangsa – Bangsa, World Bank, World Trade Organization,dan berbagai lembaga tinggi lainnya.

Harmonisasi atas suatu standar akuntansi dan pelaporan keuangan dianggap sebagai sesuatu hal yang mendesak, jika sebuah negara sukses dalam melakukan


(9)

utama yang akan mereka dapat adalah adanya pemahaman yang lebih baik dan menyeluruh atas laporan keuangan yang berasal dari berbagai negara. Hal ini tentunya akan memudahkan perusahaan dalam melakukan kegiatanya baik dalam hal barang dan jasa. Harmonisasi dan standarisasi pelaporan keuangan juga diyakini oleh banyak pihak memberikan efisiensi dalam penyusunan laporan keuangan yang menghabiskan tidak sedikit dana dan sumber daya setiap tahunnya sebagaimana yang dialami oleh perusahaan – perusahaan multinasional dan multiregional yang sahamnya diperdagangkan secara umum. Bahkan Amerika Serikat sendiri hingga saat ini masih berpedoman kepada US-GAAP seperti yang selama ini mereka gunakan. (Panji Ilham, 2010)

Menurut Patrick Finnegan, anggota dari Dewan Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standars Board/IASB), dengan mengimplementasi IFRS pada perusahan yang ada di Indonesia, “Perusahaan akan menikmati biaya modal yang lebih rendah, konsolidasi yang lebih mudah dan sistem teknologi informasi yang terpadu.” (sumber : www.kompasiana.com, tanggal 25 juni 2010).

Menurut Ahmadi Hadibroto Ketua Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Penerapan International Financial Reporting Standard (IFRS) di Indonesia saat ini masih belum banyak dilakukan oleh kalangan ekomoni di Indonesia. Padahal penerapan IFRS dalam sistem akuntasi perusahaan akan menjadi salah satu tolak ukur yang menunjukkan kesiapan bangsa Indonesia bersaing di era perdagangan bebas. (sumber: www.unpad.ac.id, tanggal 15 Februari 2010).


(10)

Keuangan, tujuan konvergensi IFRS adalah agar laporan keuangan berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS dan kalaupun ada diupayakan hanya relatif sedikit sehingga pada akhirnya laporan auditor menyebut kesesuaian dengan IFRS, dengan demikian diharapkan meningkatkan kegiatan investasi secara global, memperkecil biaya modal (cost of capital) serta lebih meningkatkan transparansi perusahaan dalam penyusunan laporan keuangan. (www.okezone.com tanggal 28 Mei 2009).

Penerapan IFRS sebagai standar akuntansi global tentu membutuhkan keseriusan tidak hanya dari pihak manajemen perusahaan, tetapi juga dari pihak pemerintah sebagai regulator (IAI) dan institusi pendidikan sebagai pihak yang menghasilkan tenaga – tenaga akuntansi. Penerapan IFRS yang tidak serius akan menghasilkan permasalahan yang fundamental, hal ini diakibatkan karena tidak siapnya administrasi dan sumber daya manusianya. Sebagai gambaran, pada saat perusahaan – perusahaan menerapkan pernyataan standar akuntansi keuangan yang baru yang berasal dari IFRS, sering kali ditemukan banyak perusahaan yang tidak siap dan tidak mengantisipasi akibat yang timbul dari penerapan IFRS tersebut.

Ketua Standar Akuntansi Indonesia, Jusuf Wibisana mengatakan dalam mengadopsi IFRS yang terpenting adalah penerapan fair value akuntansi (fair value accounting). Indonesia bisa menerapkan IFRS, namun membutuhkan kehati-hatian, terutama keamanan dan dampaknya terhadap perekonomian nasional.


(11)

(IASB) sebagai dasar untuk mengukur aset. Dengan diperkenalkannya International Financial Reporting Standard (IFRS) di berbagai belahan dunia, penggunaan metode fair value secara benar menjadi sangat penting. Akan tetapi, jika kekuatan ekonomi terbesar di dunia tidak termasuk di dalamnya (Amerika Serikat), maka tidak dapat benar-benar disebut seluruh dunia. Amerika Serikat tidak mengadopsi IFRS, akan tetapi mereka mempunyai standar akuntansi sendiri yang disusun oleh Financial Accounting Standard Board (FASB). FASB tidak mengakui fair value sebagai dasar untuk mengukur aset, mereka mencatat aset dengan dasar biaya historis (historical cost). Meskipun demikian, FASB dan IASB bekerja sama untuk berusaha mengharmonisasikan standar akuntansi masing-masing. Pertanyaan mengenai bagaimana aset seharusnya diakui di neraca merupakan salah satu isu penting yang harus dicari solusinya. Untuk itu baik IASB maupun FASB melakukan pengujian secara seksama terhadap fair value, tentang arti dari fair value dan bagaimana seharusnya diaplikasikan. Sementara itu FASB secara serentak melakukan investigasi sendiri terhadap fair value dan telah menerbitkan sebuah exposure draft. (Marisi P. Purba, 2010)

Seiring perkembangan zaman, ternyata penggunaan historical cost tidak lagi relevan karena kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan telah terhambat oleh tantangan yang serius, dan banyak orang yang berpendapat dan yakin bahwa standard akuntansi yang menggunakan historical cost memainkan peranan penting sebagai penyebab kerusakan perekonomian, terutama lembaga simpan pinjam tahun 1980an dan masalah perbankan 1990-an. Karena pada waktu itu banyak laporan keuangan yang tidak mengungkapkan kerugian segera pada saat terjadi.


(12)

diperbaiki untuk memastikan bahwa laporan keuangan bermanfaat, relevan, dan terpercaya. Dan dibuatlah laporan keuangan berbasis fair value. (sumber : www.seminarakuntansi.warsidi.com, 29 Mei 2010).

IFRS yang menggunakan basis peniliaian fair value, ternyata dapat menimbulkan masalah tersendiri. Penggunaan fair value dianggap memberikan informasi yang relevan dan reliable dalam pengungkapannya. Masalah yang timbul dikarenakan tidak adanya petunjuk yang seragam dalam menentukan fair value dan hal ini juga menjelaskan bahwa IFRS tidak memiliki konsep yang jelas atas fair value. Namun pada dasarnya, IFRS dalam menggunakan fair value sebagai dasar penilaian suatu aset mengutamakan penggunaan harga pasar atau level 1 dalam hirarki fair value. (Marisi P. Purba, 2010)

Oleh karena itu, didalam standar akuntansi tentang properti investasi dan aset yang dijelaskan didalam PSAK adopsian dari IAS, ada dua model dalam menentukan nilai dari aset dan properti investasi sebuah perusahaan, yang pertama adalah model biaya dan yang kedua adalah model revaluasi. Akan tetapi, apabila perusahaan menerapkan fair value, maka model revaluasi dirasa tepat untuk menentukan nilai sebuah aset setelah harga perolehaan. Setiap model yang digunakan menghasilkan nilai yang berbeda, terutama apabila model tersebut telah menggunakan fair value sebagai basis pengukuranya.

Di dalam model biaya nilai perolehan dari sebuah aset tetap harus dikurangkan dulu dengan akumulasi penyusutan yang terjadi pada setiap tahunnya, hal ini dikarenakan adanya umur efektif dari sebuah aktiva yang terus dipakai oleh perusahaan dalam kegiatan operasinya.


(13)

kepada model atau metode penyusutan mana yang akan mereka gunakan, penggunaan metode penyusutan ini tersebut akan berdampak terhadap besar kecilnya biaya penyusutan yang akan mereka bebankan ke dalam laporan laba rugi. Tetapi pada kenyataanya terdapat beberapa perbedaan antara metode penyusutan yang diijinkan oleh komersial ataupun untuk kepentingan perpajakan.

Belum setiap perusahaan di Indonesia menggunakan International Financial Reporting Standarts dalam menilai properti investasi mereka, terlebih lagi bagi perusahaan yang ingin menggunakan fair value sebagai basis pengukuranya. Oleh karena itu, banyak perusahaan di Indonesia yang merasa bahwa model biaya dirasa masih merupakan model yang relevan untuk mereka gunakan dalam menilai properti investasi mereka.

Dari sekian banyak perusahaan indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, hanya ada beberapa perusahaan yang sudah menerapkan fair value sebagaimana yang dijelaskan dalam International Financial Reporting Standarts dalam menilai properti investasinya, berikut adalah perusahaan tersebut :

Tabel 1.1

Data Properti Investasi, Penyusutan Aset Tetap dan Laba Perusahaan (Dalam Jutaan Rupiah)

Nama Perusahaan

Tahun 2009 Tahun 2010

Properti Investasi

Akumulasi Penyusutan

Aset Tetap

Laba Properti Investasi Akumulasi Penyusutan Aset Tetap Laba PT Astra

International Tbk 217.000 13.689.000 10.040.000 225.000 16.245.000 14.366.000 PT Astra Otoparts

Tbk 49.450 817.328 768.265 47.983 938.021 1.141.179

PT Astra Graphia

Tbk 1.619 719.824 66.947 1.373 658.966 118.414

PT Garuda

Indonesia Tbk 170.997 7.866.805 1.018.615 172.626 7.521.354 515.521 United Traktor Tbk 22.291 7.356.977 3.817.541 30.336 9.991.722 3.872.931


(14)

sudah menggunakan fair value dalam menilai properti investasinya berikut dengan data penyusutan aset tetap dan perolehan laba perusahaan mereka. Jika kita melihat data pada PT Garuda Indonesia Tbk terdapat fenomena yang tidak wajar, ketika nilai properti investasi mereka mengalami kenaikan dan diiringi dengan adanya penurunan biaya penyusutan aset tetap hal ini justru dibarengi dengan turunya perolehan laba mereka yang sangat signifikan, hal ini merupakan hal yang tidak harapkan oleh perusahaan, penurunan perolehan laba mungkin saja diakibatkan adanya penerapan International Financial Reporting Standarts oleh perusahaan.

Hal yang tidak wajar juga terjadi pada PT Astra Otoparts Tbk yang mencatat kenaikan perolehan laba, padahal pada saat bersamaan terjadi penurunan nilai dari properti investasi dan kenaikan biaya penyusutan aset tetap oleh perusahaan.

Berbeda lagi dengan apa yang terjadi pada PT Astra International Tbk yang mencatat kenaikan laba dan pada saat bersamaan juga mencatat kenaikan nilai properti investasi dan penurunan biaya penyusutan aset tetap.

Sedangkan untuk PT Astra Graphia Tbk yang juga mulai menerapkan fair value dalam penilaian properti investasinya walaupun terjadi penurunan fair value dari properti investasi, tetap hal tersebut tidak diikuti dengan adanya penurunan perolehan laba dan pada saat bersamaan terjadi juga penurunan biaya penyusutan untuk aset tetap mereka.

Lalu yang terakhir untuk United Traktor Tbk, walaupun terjadi peningkatan biaya penyusutan aset tetap mereka tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi


(15)

dikarenakan adanya kenaikan nilai dari properti investasi.

Fenomena diatas banyak yang bertentang dengan teori yang ada, dikarenakan apabila adanya kenaikan nilai properti invetasi maka akan memberi dampak adanya peningkatan perolehan laba yang diakibatkan adanya keutungan dari investasi yang dilakukan perusahaan, begitupun sebaliknya. Hal tersebut juga berlaku apabila naiknya biaya penyusutan perusahaan maka akan membuat laba perusahaan turun begitupun sebaliknya.

Penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Andrianto Oktavianus menyatakan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara penerapan metode penyusutan aset tetap terhadap laba perusahaan.

Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Panji Ilham menyatakan bahwa penerapan International Financial Reporting Standarts tentang Investment Property berdampak signifikan terhadap laba.

Dalam penelitian yang lain pula yang dikemukakan oleh Y.C. Lindan K.V. Peasnell mengemukakan bahwa On the whole, the univariate results provide some support for our hypotheses that asset revaluations and SSAP 16 compliance are driven by size, gearing, fixed assets intensity, profitability and prior behaviour concerning revaluation and Current Cost Accounting.

Dari uraian dan fenomena yang telah dibahas diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “ANALISIS ATAS PENGARUH PENGADOPSIAN INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARTS TENTANG PROPERTI DAN PENYUSUTAN ASET TETAP INVESTASI TERHADAP


(16)

di Bursa Efek Indonesia)”

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini penulis membuat identifikasi dan rumusan masalah agar memudahkan proses penelitian.

1.2.1 Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang penelitian yang telah peneliti kemukakan dia atas, maka peneliti mencoba untuk membuat identifikasi masalah yang akan dibahas di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

a. Masih belum banyaknya perusahaan di Indonesia yang menerapkan International Financial Reporting Standarts (IFRS) dikarenakan banyaknya kendala dan pertimbangan dalam menerapkan standar tersebut ke dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan,

b. Belum banyaknya perusahaan di Indonesia yang menggunakan basis penilaian fair value dalam melakukan revaluasi atas properti investasi mereka,

c. Terkadang perusahaan terlalu tinggi menetapkan biaya penyusutan untuk aset tetap yang mungkin akan mempengaruhi laba atau rugi perusahaan, d. Adanya koreksi laba yang cukup signifikan yang mungkin diakibatkan oleh

adanya penerapan International Financial Reporting Standarts tentang properti investasi ataupun oleh biaya penyusutan aset tetap


(17)

Berdasarkan pengidentifikasian masalah yang telah diuraikan diatas, maka peneliti mencoba untuk menyusun rumusan masalah adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana Penerapan International Financial Reporting Standarts (IFRS) tentang properti investasi pada 5 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia,

b. Bagaimana 5 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia mengalokasikan biayanya guna penyusutan aset tetap pada tiap tahunnya dan metode yang digunakanya,

c. Bagaimana perolehan laba atau rugi perusahaan setelah penerapan International Financial Reporting Standarts (IFRS) tentang properti investasi dan penyusutan aset tetap pada 5 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia,

d. Seberapa besar pengaruh pengadopsian International Financial Reporting Standart (IFRS) tentang properti investasi dan penyusutan aset tetap terhadap laba rugi 5 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia secara parsial dan simultan.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Dalam penilitian yang dilakukan ini terdapat maksud dan tujuan yang ingin disampaikan oleh penulis, yaitu:

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah untuk melakukan analisis atas pengadopsian International Financial Reporting


(18)

perusahaan.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui penerapan International Financial Reporting Standarts tentang properti investasi pada 5 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia,

b. Untuk mengetahui bagaimana 5 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia mengalokasikan biayanya guna penyusutan aset tetap pada tiap tahunnya dan metode yang digunakanya,

c. Untuk mengetahui Bagaimana perolehan laba atau rugi perusahaan setelah penerapan International Financial Reporting Standarts (IFRS) tentang properti investasi dan penyusutan aset tetap pada 5 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia,

d. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengadopsian International Financial Reporting Standarts tentang properti investasi dan juga adanya penyusutan aset tetap terhadap laba rugi perusahaan secara parsial maupun simultan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Dalam setiap penelitian pasti memiliki keguanaan bagi pihak – pihak yang terkait dalam hubungannya dengan objek dari penelitian tersebut. Ada dua


(19)

akademis dan kegunaan praktis. 1.4.1 Kegunaan Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap permasalahan ini. Beberapa pihak yang dapat mengambil manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Bagi perkembangan ilmu akuntansi, dapat menjadi referensi ilmiah tentang analisis atas penerapan International Financial Reporting Standarts tentang properti investasi dan penyusutan aset tetap terhadap laba rugi perusahaan. b. Bagi peneliti, dapat mengetahui pengetahuan tentang konsep – konsep dan

teori - teori mengenai analisis atas International Financial Reporting Standarts tentang properti investasi dan penyusutan aset tetap terhadap laba rugi perusahaan.

c. Bagi peneliti lain, dapet sebagai bahan acuan dan referensi, khususunya bagi pihak – pihak yang berkaitan dengan analisis atas penerapan International Financial Reporting Standarts tentang properti investasi dan penyusutan aset tetap terhadap laba rugi perusahaan.

1.4.2 Kegunaan Praktis

a. Bagi Pelaku Bisnis Penelitian ini dapat berguna sebagai bukti yang mendukung dalam menganalisis atas penerapan International Financial Reporting Standarts tentang properti investasi dan penyusutan aset tetap terhadap laba rugi perusahaan.


(20)

menerapakan International Financial Reporting Standarts tentang properti investasi dan penyusutan aset tetap terhadap laba rugi perusahaan

c. Bagi Akuntan Publik Penelitian ini dapat digunakan oleh para auditor sebagai alat bantu dalam mengaudit perusahaan yang sudah menerapkan International Financial Reporting Standarts tentang properti investasi dan penyusutan aset tetap terhadap laba rugi perusahaan.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Untuk melakukan penelitian sebaiknya dilakukan di lokasi yang memang berkompeten untuk menjawab rumusan masalah dengan waktu yang harus ditentukan.

1.5.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan 5 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, dengan alamat Bursa Efek Indonesia di Jl. Jend. Sudirman Kav 52-53 Jakarta Selatan 12190, Indonesia dengan nomor telepon : 021 5150515 dan nomor fax: 021 5150330, dan dengan alamat kelima perusahaan sebagai berikut :

Tabel 1.2

Daftar 5 Perusahaan Diteliti

No Nama Perusahaan Alamat Perusahaan

1 PT. Astra International Tbk.

Jl. Gaya Motor Raya No. 8, Sunter, Jakarta Utara

2 PT. Astra Otoparts Tbk. Jl. Raya Jakarta Bogor km 51,3 Sukaraja Bogor

3 PT. Astra Grpahia Tbk. Jl. Kramat Raya No. 43,Jakarta Pusat 4 PT. Garuda Indonesia

(Persero) Tbk.

Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat


(21)

Dalam melakukan penelitian ini, penulis membuat rencana jadwal penelitian yang dimulai dengan tahap persiapan sampai ke tahap akhir yaitu pelaporan hasil penelitian, yang dimulai dari awal bulan Maret hingga Juli 2011.


(22)

17

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 International Financial Reporting Standarts (IFRS) Tentang Properti Investasi

2.1.1.1 Sejarah International Financial Reporting Standarts

Pada tahun 1973 para akuntan dunia mempelopori pendirian Internasional Accounting Standarts Commitee (IASC) yang menjadi cikal bakal perkembangan sistem akuntansi dunia yang universal. Australia, Kanada, Perancis, Jerman, Jepang, Meksiko, Belanda, dan Inggris adalah negara – negara yang mempelopori berdirinya IASC. Setelah melalui perjalanan yang cukup panjang, pada tahun 1982 International Financial Accounting Standard (IFAC) mendorong IASC sebagai standar akuntansi global, hal yang sama dilakukan Federasi Akuntan Eropa pada 1989. Sebelumnya Pada kongres profesi akuntan dunia di Sidney pada tahun 1972, Perwakilan AISG bertemu kembali untuk membahas proposal pembentukan International Accounting Standard Committee (IASC). Hingga kemudian sepuluh organisasi profesional yang berasal dari Belanda, Kanada, Australia, Meksiko, Jepang, Perancis, Selandia Baru, Jerman, Inggris dan Amerika Serikat melakukan negosiasi atas ide pembentukan Internasional Accounting Standard Committee (IASC) pada tahun 1973. Sejak itu,


(23)

lahirlah IASC dengan International Accounting Standart (IAS) sebagai produknya.

IAS dan International Financial Reporting Standarts adalah produk dari dari IASC dan IASB yang merupakan standar akuntansi dan pelaporan keuangan. International Financial Reporting Standarts adalah produk standar akuntansi versi terbaru yang dikeluarkan oleh IASB, sedangkan IAS adalah versi lamanya. Penerbitan International Financial Reporting Standarts sebagai standar akuntansi internasional didahului oleh resktrukturisasi yang dilakukan oleh IASC pada tahun 2000 dengan dibentuknya IASC Foundation (IASCF) yang membawahi International Accounting Standard Board (IASB) dan International Financial Reporting Interpretation Committee (IFRIC).

2.1.1.2 Definisi International Financial Reporting Standarts (IFRS)

International Financial Reporting Standarts (IFRS) adalah standar pelaporan keuangan global yang pertama kali muncul ketika kongres para akuntan dunia pada tahun 1972. Para anggota IASB yang terdiri dari 5 benua setuju untuk menyusun suatu standar pelaporan keuangan yang berlaku internasional yang diberi nama International Financial Reporting Standarts.

Menurut American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) International Financial Reporting Standarts adalah :

“International Financial Reporting Standards (IFRS) are a set of accounting standards, developed by the International Accounting Standards Board (IASB), that are becoming the global standard for the preparation of public company financial statements.”


(24)

Sedangkan Marisi P. Purba (2010:4) mengemukakan bahwa :

“IAS dan International Financial Reporting Standarts adalah standar akuntansi dan pelaporan keuangan yang merupakan produk IASC dan IASB. International Financial Reporting Standarts adalah produk IASB versi baru, sedangkan IAS adalah produk IASC versi lama.”

Dari 2 pengertian diatas, penulis menyimpulkan Internasional Financial Reporting Standarts (International Financial Reporting Standarts) adalah standar akuntansi internasional yang dikeluarkan oleh IASB dengan maksud untuk menyeragamkan standar pelaporan keuangan yang ada di setiap negara agar tidak terjadi salah ungkap.

Guna mensukseskan penggunaan International Financial Reporting Standarts, IASB sebagai lembaga yang mengeluarkan standar tersebut juga bekerjasama dengan beberapa lembaga dunia seperti Perserikatan Bangsa – Bangsa, Bank Dunia dan lembaga dunia lainnya. International Financial Reporting Standarts sebagai standar pelaporan keuangan universal yang dikeluarkan guna mendukung standart keuangan dunia yang sudah terlebih dahulu ada yaitu IAS. Negara yang menggunakan International Financial Reporting Standarts dan IAS sebagai standar pelaporan keuangan memilik banyak manfaat, yaitu adanya harmonisasi dan standarisasi pelaporan keuangan, maksudnya adalah adanya pemahaman yang seragam dari laporan keuangan di setiap negara, yang berarti pula pengguna International Financial Reporting Standarts juga mengadopsi bahasa akuntansi global agar memudahkan dalam melakukan transaksi antar negara.


(25)

2.1.1.3 Pengadopsian International Financial Reporting Standarts Ke PSAK Indonesia telah memiliki sendiri standar akuntansi yang berlaku di Indonesia. Prinsip atau standar akuntansi yang secara umum dipakai di Indonesia tersebut lebih dikenal dengan nama Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). PSAK disusun dan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Ikatan Akuntan Indonesia adalah organisasi profesi akuntan yang ada di Indonesia. Indonesia sejak tahun 1994 sebenarnya telah mengadopsi sebagian besar IAS. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menargetkan pengadopsian IAS dan International Financial Reporting Standarts oleh Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang akan selesai pada tahun 2010 dan mulai menerapkannya pada tahun 2012. Proses adopsi dibagi dalam 3 tahap yaitu tahap adopsi, tahap persiapan dan tahap implementasi.

Pada tahap pertama yaitu adopsi seluruh International Financial Reporting Standarts ke dalam PSAK yang ditargetkan selesai pada tahun 2010. Tahap persiapan yaitu penyiapan seluruh infrastruktur pendukung untuk implementasi PSAK yang sudah mengadopsi seluruh International Financial Reporting Standarts yang akan dilaksanakan pada tahun 2011. Pada tahun 2012 merupakan tahap implementasi yaitu penerapan PSAK yang sudah mengadopsi seluruh International Financial Reporting Standarts bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik. (Marisi P. Purba: 2010)

Berikut adalah roadmap dari penerepan International Financial Reporting Standarts ke dalam PSAK:


(26)

Tabel 2.1

Roadmap Penerapan IFRS ke dalam PSAK

No Tahap Keterangan Tahun

1) Tahap adopsi Adopsi seluruh IFRS terakhir ke dalam PSAK

2008-2010 2) Tahap persiapan Penyiapan seluruh infrastruktur

pendukung untuk implementasi PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS

2011

3) Tahap

Implementasi

Penerapan PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS bagi perusahaan – perusahaan yang memiliki akuntanbilitas publik

2012

(Sumber : Marisi P. Purba : 2010)

2.1.1.4 Laporan Keuangan Dan Karakteristik Laporan Keuangan Marisi P. Purba (2010:27) menjelaskan bahwa:

“Laporan keuangan disusun dengan tujuan untuk memberikan informasi terkait dengan posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan suatu entitas yang berguna untuk pengambilan keputusan para pemakainya. Laporan keuangan juga merupakan saran mengkomunikasikan laporan keuangan kepada pihak – pihak yang berada di luar korporasi. Keputusan yang diambil oleh para pemakai laporan sangat bervariasi, tergantung kepentingan mereka. Informasi yang ada di dalam laporan keuangan harus memiliki karakteristik tertentu agar dapat memenuhi kebutuhan pemakainya. Karakteristik yang harus dipenuhi suatu informasi yang ada pada laporan keuangan ditetapkan dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan atau International Financial Reporting Standarts Framework.”

Sebagaimana telah dijelaskan diatas, IAS 1 tentang “Presentation of Financial Statements”, laporan keuangan terdiri dari lima elemen, yaitu :

“(1)Laporan posisi keuangan atau neraca ( Statements Of Financial Position), (2)Laporan laba komprehensif (Statements Of Comprehensive Income), (3)Laporan perubahan ekuitas yang menunjukan perubahan semua nilai dari posisi ekuitas perusahaan (Statements Of Change In Equity), (4)Laporan arus kas (Statements Of Cash Flow), dan (5)Catatan atas laporan keuangan (Notes).”

Laporan keuangan yang berisi Neraca dan sebagainya memiliki karakteristik kualitatif yang harus dipenuhi dalam penyajianya, sehingga berguna bagi para penggunanya untuk mengambil keputusan. Selain dari itu laporan


(27)

keuangan juga harus disusun dengan menggunakan asumsi keberlangsungan hidup atau going concern. Asumsi tersebut mendasari penggunaan basis akrial dalam menyusun laporan keuangan.

Terdapat empat karakteristik utama laporan keuangan yang harus dipenuhi sehingga laporan keuangan dapat bermanfaat bagi pengambil keputusan sebagaimana dijelaskan pada kerangka dasar International Financial Reporting Standarts, yaitu :

1) Suatu informasi bermanfaat apabila dapat dipahami atau understandable oleh para penggunanya. Pengguna laporan keuangan adalah pihak-pihak yang berasal dari berbagai kalangan dengan latar belakang pendidikan, profesi dan budaya yang berbeda-beda. Laporan keuangan harus disajikan dengan bahasa yang sederhana, singkat, formal dan mudah dipahami. 2) Informasi yang ada pada laporan keuangan harus relevan dengan

pengambilan keputusan.

3) Informasi yang ada pada laporan keuangan akan sangat bermanfaat apabila disajikan dengan andal atau dapat dipercaya.

4) Informasi yang ada pada laporan keuangan harus memiliki sifat daya banding. Untuk mencapai kualitas tersebut, laporan keuangan harus disajikan secara komparatif dengan tahun-tahun sebelumnya.

5) Karakteristik terakhir ini merupakan karakteristik yang paling penting dari sebuah laporan keuagan, yaitu sebuah laporan keuangan harus disajikan secara benar dan wajar atau True and Fair


(28)

2.1.1.5 Pengertian Investasi

Dalam perencanaan jangka panjang, manajemen menghadapi masalah penambahan mesin dan equipment baru untuk memenuhi bertambahnya permintaan terhadap produk perusahaan, dan masalah penggantian aset tetap yang sudah tidak ekonomis pemakaiannya, serta masalah-masalah lain yang berhubungan dengan investasi atau penanaman modal. Karena pada umumnya investasi membutuhkan dana yang relatif besar, dan keterikatan dana tersebut dalam jangka waktu yang relatif panjang, serta mengandung resiko, maka diperlukan pertimbangan yang masak sebelum investasi tersebut dilaksanakan.

Menurut Irham Fahmi (2006:2) mengemukakan bahwa investasi adalah : “Investasi dapat didefinisikan sebagai bentuk pengelolaan dana guna memberikan keuntungan dengan cara menempatkan dana pada alokasi yang diperkirakan akan memberikan tambahan keuntungan.”

Sedangkan dalam definisi lain yang dikemukakan oleh Hendi Somantri (1999 : 30) adalah :

“Investasi adalah yakni penanaman modal diluar usaha pokok perusahaan, tujuannya antara lain adalah untuk memperoleh penghasilan.”

Dari kedua definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa investasi adalah bentuk pengelolaan dana diluar usaha pokok perusahaan dengan cara menempatkan aset baik lancar atau tetap guna menambah keuntungan perusahaan.


(29)

2.1.1.6 Jenis - Jenis Investasi

Secara umum, aset yang dapat menjadi sarana investasi terbagi menjadi dua, yaitu aset riil dan aset finansial. Aset riil adalah aset yang dimiliki dan memiliki wujud yang kita simpan atau miliki. Contohnya aset riil adalah rumah, tanah dan emas. Sedangkan, aset finansial tidak berwujud, biasanya hanya berupa kertas yang merupakan bukti kepemilikan kita. Contoh investasi antara lain tabungan, deposito, reksadana, obligasi, saham, emas, properti, dan lainnya.

Menurut Idrus Fahmi (2006 : 2) menjelaskan bahwa :

“(a)Investasi Lancar investasi lancar adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki selama setahun atau kurang, (b)Investasi Jangka Panjang investasi jangka panjang merupakan investasi yang dilakukan dalam jangka waktu lebih dari satu tahun dan tidak dimaksudkan untuk memutarkan kelebihan uang kas. Investasi jangka panjang dilakukan dengan maksud untuk mengontrol kegiatan perusahaan lain, dalam hal ini mengatur kebijakan finansial dan operasional. (c)Properti Investasi berdasarkan PSAK 13 properti investasi adalah properti (tanah atau bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau kedua – duanya) yang dikuasai (oleh pemilik atau lesee/penyewa melalui sewa pembiayaan) untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai atau kedua – duanya, dan tidak untuk :Digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk tujuan administratif, atau Dijual dalam kegiatan usaha sehari – hari, dan (d)Investasi Dagang investasi dagang adalah investasi yang ditujukan untuk mempermudah atau mempertahankan bisnis atau hubungan perdagangan.”

2.1.1.7 Properti Investasi

Perusahaan, selain melakukan investasi dalam bentuk aset lancar, perusahaan juga biasanya melakukan investasi dalam bentuk lainnya. Antara lain dalam bentuk properti (aset tetap).

Menurut International Accounting Standards (IAS 40:5) properti investasi adalah


(30)

“Investment property is property (land or a building or part of a building or both) held (by the owner or by the lessee under a finance lease) to earn rentals or for capital appreciation or both.”

Sedangkan menurut Handoko yang dikutip dari PSAK 13 revisi 2007, properti investasi adalah :

“Properti investasi didefinisikan dalam PSAK 13 sebagai: tanah, bangunan atau bagian dari bangunan, atau keduanya, yang dikuasai oleh entitas (atau lessee melalui finance lease) untuk mendapat rental atau capital gain, atau kedua-duanya, dan tidak untuk: (1) Digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan administratif; atau (2) Dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.”

Dari dua definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa properti investasi merupakan aset yang dimiliki perusahaan, tetapi aset tersebut tidak dimiliki untuk digunakan sendiri sebagai kegiatan operasional, tetapi aset tersebut digunakan untuk disewakan sehingga memberi penghasilan bagi perusahaan.

Properti investasi diakui sebagai aset jika terdapat kemungkinan besar bahwa perusahaan akan memperoleh manfaat ekonomi masa depan teratribusi dari aset tersebut dan biaya aset dapat diukur secara andal. Pada saat pengukuran awal, properti investasi diakui sebesar biaya perolehannya, yaitu terdiri dari harga pembelian dan biaya transaksi yang langsung dapat diatribusikan.

Dalam PSAK 13 tentang properti investasi, setelah pengukuran awal properti investasi dapat dinilai melalui :

1) Model biaya, yaitu mengukur properti investasi sebesar biaya perolehan dikurangi dengan akumulasi depresiasi dan kerugian penurunan nilai.


(31)

2) Model nilai wajar, yaitu mengukur properti investasi sebesar nilai wajar. Keuntungan dan kerugian dari perubahan dalam nilai wajar diakui di laporan laba rugi ketika timbul.

Dalam melakukan investasi dalam properti perusahaan tidak boleh selalu mengharapkan keuntungan, karena pada kenyataanya semua investasi memiliki gain or loss, adapun keuntungan dan kerugian dari investasi dalam properti antara lain :

1) Keuntungan Properti Investasi

Risiko kecil serta dapat disewakan sehingga dapat memberi penghasilan tambahan.

2) Kerugian Properti Investasi

Perlu dana yang besar untuk membeli rumah atau tanah. Properti bukan aset yang liquid karena tidak mudah untuk menjualnya bila suatu saat membutuhkan uang.

2.1.1.8 International Financial Reporting Standarts Tentang Properti Investasi.

Didalam International Financial Reporting Standarts properti investasi diatur dan diungkapkan dalam IAS 40 tentang “Investment Property”. Lalu IAS 40 tersebut di adopsi ke dalam PSAK 13 revisi 2007 tentang properti investasi. Tujuan standar ini adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi atas properti investasi dan ketentuan pengungkapan yang terkait, adapun aspek – aspek yang diatur di dalamnya adalah :


(32)

1)Klasifikasi sebagai properti investasi 2)Pengakuan sebagai aset

3)Penentuan nilai tercatat pada saat  Pengakuan awal, dan

 Pengukuran selanjutnya 4)Ketentuan pengungkapan

Didalam IAS 40 ini berlaku metode penilaian yang berhak dipilih perusahaan setelah pengakuan awal, antara lain :

1)Model Nilai Wajar (Fair Value Model) Model ini didasari pengukutan properti investasi setelah pengakuan awal, sebesar nilai wajar, dengan perubahan dalam nilai wajar yang diakui sebagai laba atau rugi

2)Model Biaya (Cost Model), yang didasari atas pengkuran properti investasi setelah pengkuruan awal sebesar biaya yang didepresiasi. Perusahaan yang memilih model biaya harus mengungkapkan nilai wajar dari properti investasi.

2.1.1.9 Nilai Wajar

Nilai wajar (fair value) dari suatu aset dapat ditentukan sesuai dengan nilai pasar. Karena di dalam IFRS banyak menggunakan basis mark-to-market sebagai dasar penilaian. Apabila tidak terdapat nilai pasar yang dapat dijadikan nilai wajar maka dasar penilaian dapat menggunakan basis mark-to-model atau dengan menggunakan teknik dengan bantuan jasa penilai independen.


(33)

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009:13.1), mengemukakan bahwa nilai wajar adalah:

“Nilai wajar adalah suatu jumlah yang digunakan untuk mengukur aset yang dapat dipertukarkan melalui suatu transaksi yang wajar (arm’s length transaction) yang melibatkan pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai.”

Sedangkan menurut Hennie Van Greuning yang diterjemahkan oleh Edward Tanujaya (2005:295) mengemukakan bahwa nilai wajar adalah:

“Nilai wajar adalah suatu jumlah yang dapat digunakan sebagai dasar pertukaran aset atau penyelesaian kewajiban antara pihak-pihak yang paham (knowledgeable) dan berkeinginan untuk melakukan transaksi yang wajar (arm’s length transaction).”

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa nilai wajar yaitu suatu jumlah yang dapat digunakan untuk mengukur aset yang bisa dipertukarkan melalui transaksi yang wajar antara pihak-pihak yang berkeinginan dan yang memahami.

Keunggulan nilai wajar (Fair Value) antara lain :

1)Laporan keuangan menjadi lebih relevan untuk dasar pengambilan keputusan

2)Meningkatkan keterbandingan laporan keuangan.

3)Informasi lebih dekat dengan apa yang diinginkan oleh pemakai laporan keuangan.

Selain keunggulan ternayata dalam penggunaan fair value juga ada masalah yang dihadapi, yaitu :


(34)

1)Fair value berusaha menyediakan informasi yang transparan dengan menilai aset pada tingkat harga yang dihasilkan jika segera dilikuidasi-sehingga sangat sensitif terhadap pasar.

2)Akuntansi fair value bekerja melalui akuntansi mark-to-market (MTM), yaitu aset dicantumkan pada harga pasar mereka jika diperdagangkan secara terbuka. Menggunakan akuntansi mark-to-market akan berakibat perubahan yang terus-menerus pada laporan keuangan perusahaan ketika nilai aset mengalami kenaikan dan penurunan serta laba dan rugi yang dicatat. Hal ini membuat semakin sulit untuk memastikan apakah laba dan rugi diakibatkan oleh keputusan bisnis yang dibuat manajemen atau oleh perubahan yang terjadi di pasar.

3)Volatility. Lembaga keuangan mengatakan bahwa mereka takut akuntansi berdasarkan pasar akan menyebabkan volatility kinerja lembaga (karena semakin mudahnya nilai item-item aktiva dan pasiva berfluktuasi). Walaupun sebenarnya lembaga keuangan yang senantiasa mengelola bahaya yang mengancam asset dan liability hanya sedikit takut dengan market value accounting. Laporan keuangan lembaga keuangan yang kurang efektif dalam mengelola risiko akan tercermin pada volatility yang selalu ada dalam setiap usahanya. Para investor dan kreditur akan memiliki informasi yang lebih berguna dan relevan dalam membedakan risiko antar perusahaan, ketika mengambil keputusan investasi dan keputusan pemberian kredit (jika menggunakan MVA).


(35)

Di Indonesia pada prakteknya data pasar resmi belum tersedia secara memadai. sehingga penggunaan basis nilai wajar sebagai basis penilaian akan banyak menggunakan basis mark-to-model atau dengan menggunakan teknik bantuan jasa penilai independen. Penilai bersertifikat di Indonesia memiliki wadah sendiri yang disebut dengan MaPPI (Masyarakat Penilai Profesional Indonesia).

Ruang lingkup MaPPI sebagai wadah penilai profesional di Indonesia terutama adalah penilaian baik terhadap aset maupun usaha, secara lebih mendetail, ruang lingkup MaPPI dapat dijabarkan sebagai berikut:

1)Penilaian untuk menentukan nilai ekonomis terhadap harta benda berwujud maupun yang tidak berwujud yaitu Penilaian Aset tetap (Fixed Assets Valuation) dan Penilaian Usaha (Business Valuation) termasuk goodwill, trademark dan hak paten; dan atau

2)Penilaian Proyek (Project Appraisal); dan atau

3)Penilaian Kelayakan Teknis (Technical Appraisal); dan atau

4)Penilaian dan Konsultasi Pengembangan (Development Consultacy) termasuk Studi Kelayakan Proyek (Project Feasibility Study); dan atau 5)Penilaian dan Pengawasan Proyek (Project Monitoring); dan atau

6)Penilaian dan Konsultasi Investasi (Investment Arranger and Advisory Services); dan atau

7)Penilaian dan Teknologi Informasi di bidang Properti (Property Information System); dan atau


(36)

8)Penilaian Konsultasi Property (Property Consultacy) termasuk kegiatan Konsultasi keuangan Properti (Financial Property Advisory Services) ; dan atau

9)Pengelolaan Harta Benda (Property Management)

Dalam hal penentuan nilai wajar sebagai dasar penilaian ternyata banyak menimbulkan masalah tersendiri. Penggunaan nilai wajar dianggap memberikan informasi yang lebih relevan dalam pengambilan keputusan, tetapi masalahnya di dalam standar yang dikeluarkan IFRS, tidak ada pernyataan yang menjelaskan petunjuk jelas dalam menentukan nilai wajar tersebut. IFRS memberikan petunjuk penggunaan nilai wajar yang berbeda – beda di setiap standarnya.

Menurut Hamid Yusuf (2009:15) yang merupakan seorang penilai senior dari MAPPI, mengatakan bahwa ada 3 hirarki tau level yang perlu diperhatikan dalam penentuan nilai wajar, yaitu :

“(1) Untuk hirarki pertama Nilai Wajar dapat diperoleh atas dasar inputan data pasar secara langsung. Teknik ini dalam penilaian properti sebagai aset tetap sering dikenal dengan pendekatan data pasar (market data aproach), karena menggunakan data pembanding yang sejenis dari objek penilaian. Contoh data pasar langsung seperti rumah dengan rumah untuk jenis dan tipe yang sama, ruko dan ruko dengan paramater sejenis dan sebanding. (2) Untuk hirarki kedua, Nilai Wajar dapat diperoleh dari suatu teknik penilaian tidak menggunakan data pasar langsung, namun hasil penilaian yang diharapkan tetap menggambarkan Nilai Pasar yang ditentukan seorang Penilai secara profesional. Memahami hal tersebut, Penilai dapat saja menggunakan pendekatan penilaian lainnya, seperti pendekatan pendapatan (income approach) atau pendekatan biaya (cost approach). Meskipun kedua pendekatan ini tidak menggunakan data pasar langsung, tetapi Penilai dapat menggunakan data pasar tidak langsung (hasil analisis dan riset) sebagai inputan sehingga nilai yang dikeluarkan tetap Nilai Pasar. Contoh data pasar tidak langsung seperti, penilaian hotel dengan pendekatan pendapatan dapat menggunakan tarif kamar sewa, tingkat hunian dan biaya operasional yang bisa dibandingkan terhadap hotel sejenis lainnya di pasar termasuk penentuan tingkat diskonto. Demikian pula dalam pendekatan biaya, penentuan harga tanah didasarkan harga pasar sesuai penggunaan tertinggi dan terbaik dan nilai bangunan menggunakan biaya penggantian baru dan penyusutan yang lazim di


(37)

pasar. (3) Untuk hirarki ketiga, Nilai Wajar diperoleh dari suatu kondisi properti yang jarang atau tidak dapat diperjualbelikan secara langsung, kecuali sebagai entitas usaha. Untuk itu, inputan data yang terbatas lebih dilihat dari kepentingan entitas dan tetap menggunakan pendekatan pendapatan atau pendekatan biaya dengan metode biaya pengganti terdepresiasi (depreciated replacement cost/drc).”

2.1.2 Penyusutan Aset Tetap 2.1.2.1 Definisi Aset

Salah satu dari komponen yang ada di dalam laporan keuangan terutama di dalam laporan posisi keuangan adalah aset. Aset merupakan kompnen laporan keuangan yang menunjukan kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan dan berada di dalam laporan posisis keuangan perusahaan.

Menurut Financial Accounting Standard Board (FASB) (SFAC No.6, par. 25) aset adalah:

“Assets are probable future economic benefits obtained or controlled by aparticular entity as a result of past transactions or events.”

Sedangkan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009:9) mengemukakan bahwa aset adalah :

“Aset merupakan sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan”

Dari dua pengertian diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa aset adalah sumber daya yang dimiliki perusahaan atas kejadian masa lalu dimana manfaatnya akan terasa di masa sekarang dan di masa depan. Dalam prakteknya aset digolongkan ke dalam aset lancar dan aset tidak lancar.


(38)

2.1.2.2 Aset Lancar

Aset lancar merupakan aset kas setara kas dan aset lancar lainnya dimana tingkat likuiditas dari aset tersebut dan masa manfaatnya hanya bisa digunakan dalam satu periode akuntansi saja.

PSAK 1 Revisi 2009 menjelaskan bahwa aset lancar adalah aset yang : 1) Aset yang diklasifikasikan dimana aset tersebut dimiliki untuk dijual atau

digunakan siklus operasi normal,

2) Aset ini hanya dimiliki untuk diperdagangkan,

3) Aset di dapat direalisasikan dalam jangka waktu 12 bulan dari tanggal periode pelaporan,

4) kas atau setara kas (seperti yang dinyatakan dalam PSAK 2: Laporan Arus Kas) kecuali aset tersebut dibatasi pertukarannya atau penggunaannya untuk menyelesaikan laibilitas sekurang-kurangnya 12 bulan setelah periode pelaporan.

Didalam laporan posisi keuangan perusahaan atau neraca, aset lancar ini meliputi Kas dan setara kas, piutang, persediaan, investasi, beban dibayar dimuka dan sebagainya.

2.1.2.3 Aset Tetap (Fixed Assets)

Aset tidak lancar atau aset tetap adalah aset yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun dan biasanya digunakan dalam kegiatan operasional perusahaan dan mengalami penyusutan dan wajib dinilai kembali pada setiap tahunya.


(39)

Menurut IAS 16 tentang Property, Plant and equipment, adalah :

“Aset tetap adalah Aset berwujud yang dimiliki oleh perusahaan untuk digunakan di dalam produksi atau persediaan barang atau jasa dan diperkirakan akan digunakan lebih dari satu periode”

Yang dimaksud aset tidak lancar atau aset tetap disini adalah sepertu tanah, bangunan, kendaraan, mesin dan peralatan lainnya yang menunjang kegiatan operasional dan memiliki masa manfaat lebih dari 1 periode.

Aset tetap memiliki biaya perolehan yang diakui apabila adanya kemungkinan bahwa manfaat keekonomian dimasa yang akan datang yang berkaitan dengan aset tersebut akan mengalir ke dalam perusahaan dan biaya perolehan dari aset tersebut dapat dinilai secara andal.

Setelah dilakukan pengukuran pada awal pembelian atau dengan biaya perolehan, maka untuk selanjutnya aset tetap wajib diukur pada setiap tahunnya untuk mengetahui nilai yang berlaku pada saat itu pada saat pengukuran kembali aset tersebut. Berdasarkan IAS 16 tentang Fixed Assets yang juga telah diadopsi oleh PSAK 16 revisi tahun 2007 ada dua metode dalam mengukur nilai dari aset tetap tersebut, yaitu :

1) Metode Biaya (Cost Method)

2) Metode Nilai Wajar (Fair Value Method)

Perusahaan dalam mengukur kembali nilai aset tetap diberikan kebebasan atas penggunaan metode yang dirasa tepat oleh perusahaan, baik metode biaya maupun metode nilai wajar. Akan tetapi, di dalam International Financial Reporting Standarts pengukuran kembali aset tetap harus diukur secara andal,


(40)

oleh karena itu International Financial Reporting Standarts menganjurkan agar para pengguna International Financial Reporting Standarts menggunakan model nilai wajar sebagai metode pengukuran yang andal karena metode ini menggunakan fair value atau harga pasar sebagai dasar pengukurannya. Akan tetapi apabila ada perusahaan yang tetap menggunakan metode biaya sebagai metode pencatatan dan pengakuan aset tetap, PSAK 16 tidak melarangnya.

2.1.2.4 Penyusutan Aset Tetap

Berdasarkan PSAK 17 rev 1994 tentang akuntansi penyusutan, bahwa: “Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aset yang dapat disusutkan pepanjang masa manfaat yang diestimasi.”

Dalam pengertian lain, yang didefinisikan oleh Donald E. Kieso yang diterjemahkan oleh Ichsan Setya Budi (2010 : 57) menyatakan bahwa :

“Proses akuntansi dalam mengalokasikan biaya aset berwujud ke beban dengan cara yang sistematis dan rasional selama periode yang diharapkan mendapat manfaat dari penggunaan aset tersebut.”

Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyusutan adalah alokasi jumlah aset dengan sasaran untuk mengetahui penurunan dari potensi pelayanan asep yang bersangkutan.

Menurut PSAK 17 aset yang dapat disusutkan adalah aset yang:

1)Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi, dan 2)Memiliki suatu masa manfaat yang terbatas, dan


(41)

3) Ditahan oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok barang dan jasa, untuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi.

Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi penentuan beban penyusutan menurut Smith dan Kousen (1997 : 492) yaitu :

“(1) Biaya / harga perolehan aset tetap meliputi seluruh pengeluaran yang berkaitan dengan perolehan dan penyiapannya untuk dapat digunakan, (2) Nilai Residual jumlah yang diperkirakan dapat direlisasikan pada saat aset sudah tidak digunakan lagi, (3) Masa Manfaat aset tetap selain tanah memiliki masa manfaat terbatas karena faktor-faktor fisik dan fungsional tertentu, (4) Pola Penggunaan untuk menandingkan harga perolehan aset tetap terhadap pendapatan, beban penyusutan periode harus mencerminkan setepat mungkin pola penggunaan.”

Didalam IAS 16 tentang “Property, Plant and Equipment” penyusutan atau depresiasi dinyatakan bahwa Jumlah yang dapat disusutkan (harga perolehan dikurangi nilai sisa) harus dialokasikan secara sistematis selama masa manfaat aset, itu artinya bahwa dalam melakukan penyusutan perusahaan harus melakukanya secara sistematis sesuai dengan masa manfaat aset tersebut. Di dalam IAS 16 pula dinyatakan bahwa

Untuk metode yang digunakan dalam melakukan penyusutan aset tetap, IAS 16 menyatakan bahwa :

“The depreciation method should be reviewed at least annually and, if the pattern of consumption of benefits has changed, the depreciation method should be changed prospectively as a change in estimate under IAS 8.”

Dari pernyatan diatas dapat diartikan bahwa, perusahaan dalam menentukan model penyusutan diberi kebebasan dalam menentukan metode tersebut, akan tetapi harus bisa di review setiap tahun dan mencerminkan pola


(42)

konsumsi dari perusahaan, dan apabila akan dilakukan penggantian metode, harus dilakukan secara prospektif seperti yang diatur oleh IAS 8.

2.1.2.5 Metode Penyusutan Aset Tetap

Dalam melakukan penyusutan aset tetap perusahaan perusahaan diberikan pilihan dalam memilih metode penyusutan tersebut. Ada perbedaan antara metode penyusutan fiskal dan komersial, perbedaan itu adalah :

1)Beda Tetap, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang tidak boleh dikurangkan pada penghasilan kena pajak,

2)Beda waktu, yaitu perbedaan pembebanan suatu biaya dimana jangka waktu pembebananya berbeda.

Di dalam akuntansi paling tidak ada 4 metode penyusutan yang dapat digunakan perusahaan dalam menyusutkan masa penggunaan dari aset tetap mereka, Donald E. Kieso yang diterjemahkan oleh Ichsan Setya Budi (2002:60) menyatakan bahwa :

“Faktor yang terlibat dalam proses penyusutan adalah metode pengalokasian biaya, profesi akuntan mewajibkan metode penyusutan yang digunakan harus “Sistematis dan Rasional”.”

Adapun metode tersebut adalah : 1)Metode Aktivitas

Juga disebut dengan pendeketan beban variabel, mengasumsikan bahwa penyusutan adalah fungsi dari penggunaan atau produktivitas dan bukan


(43)

dari berlalunya waktu. Umur aset ini dinyatakan dengan istilah keluaran yang disediakan atau masukan seperti jumlah jam kerja.

2)Metode Garis Lurus

Metode ini mempertimbangkan penyusutan sebagai fungsi dari waktu, bukan fungsi dari penggunaan. Metode ini telah digunakan secara luas dalam praktek karena kemudahannya. Prosedur garis lurus secara konseptual seringkali merupakan prosedur penyusutan yang paling sesuai. Dikarenakan apabila keusangan bertahap merupakan alasan utama atas terbatasnya umur pelayanan, maka penurunan keguanaanya akan konstan dari periode ke periode.

3)Metode Beban Menurun

Metode beban menurun yang seringkali juga disebut metode penyusutan dipercepat menyediakan biaya penyusutan yang lebih tinggi pada tahun – tahun awal dan beban yang lebih rendah pada periode mendatang. Secara umum ada 2 metode yang digunakan dalam metode beban menurun, yaitu:

a. Jumlah angka tahun

Metode ini menghasilkan beban penyusutan yang menurun berdasarkan pecahan yang menurun dari biaya yang dapat disusutkan, dan pada akhir masa manfaat, saldo yang tersisa harus sama dengan nlai sisa.


(44)

b. Metode Saldo Menurun

Metode ini adalah metode yang menggunakan tarif penyusutan berupa beberapa kelipatan dari metode garis lurus

4)Metode Penyusutan Khusus

Terkadang perusahaan tidak memilih salah satu dari metode penyusutan yang lebih populer karena aset yang terlibat memiliki karakteristik yang berbeda, oleh karena itu akuntansi memberikan 2 opsi metode khusus, yaitu :

a. Metode Kelompok dan Gabungan/Komposit

Terdapat 2 metode penyusutan untuk beberapa akun aset yang digunakan, yaitu : metode kelompok dan metode gabungan. Istilah “ kelompok” mengacu pada suatu kumpulan aset yang bersifat serupa, sementara “gabungan” mengacu pada suatu kumpulan aset yang bersifat tidak serupa. Metode kelompok sering digunakan apabila aset bersangkutan cukup homogen dan memiliki masa manfaat yang hampir sama. Sedangkan metode gabungan ditentukan dengan membagi penyusutan per tahun dengan total biaya aset. Jika tidak terdapat perubahan dalam akun aset, maka kelompok aset akan disusutkan hingga nilai sisa habis.

b. Metode Campuran atau Kombinasi

Suatu metode yang hibrid dan biasa digunakan secara luas pada industri baja yang merupakan kombinasi dari pendekatan garis lurus / aktivitas yang sering disebut metode produksi variabel.


(45)

2.1.3 Laba dan Rugi

2.1.3.1 Pengertian Laba dan Rugi

Setiap perusahaan akan berusaha memperoleh laba sebanyak-banyaknya, karena laba merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur kinerja perusahaan. Semakin besar laba yang diperoleh maka semakin baik pula kinerja perusahaan tersebut.

Taswan (2008:11) mengemukakan bahwa laba adalah :

“Laba merupakan selisih lebih antara pendapatan diatas biaya dalam suatu periode, dan disebut rugi apabila terjadi sebaliknya.”

Sedangkan pengertian laba menurut Sofyan Syafri Harahap (2007:241) adalah sebagai berikut

Gain (laba) adalah naiknya nilai ekuitas dari transaksi yang sifatnya insidentil dan bukan kegiatan utama entitas dan dari transaksi kejadian lainnya yang mempengaruhi entitas selama satu tahun periode tertentu kecuali yang berasal dari hasil atau investasi dan pemilik.”

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa laba merupakan selisih antara pendapatan dengan biaya sehubungan dengan kegiatan usaha selama periode tertentu.

Perhitungan ini dituangkan dalam suatu laporan laba rugi. Perhitungan laba rugi mempunyai dua tujuan yaitu:

1) Tujuan Intern

Tujuan ini berhubungan dengan usaha pimpinan untuk mengarahkan aktivitas perusahaan pada kegiatan yang menguntungkan. Informasi tentang laba dapat dipergunakan untuk pimpinan perusahaan guna mengevaluasi aktivitas


(46)

operasi perusahaan dalam periode yang lalu, melakukan analisis dan memperbaiki untuk meningkatkan kemampuan unit usaha dalam menghasilkan laba.

2) Tujuan Ekstern

Perhitungan laba ditujukan untuk memberika pertanggungjawaban pada pemegang saham, untuk keperluan pajak, untuk emisi saham di bursa saham dan permohonan kredit kepada bank.

Selain mengharapkan laba, ada kalanya suatu usaha akan mengalami dimana posisi biaya lebih besar daripada posisi pendapatan, hal ini tentu akan mempengaruhi kondisi kinerja dari perusahaan terkait. Kondisi demikian disebut dengan kerugian atau biasa disebut dengan rugi,

Menurut Theodorus M. Tuanakotta (1999:178), mendefinisikan : “Loss atau rugi adalah kelebihan expense diatas Revenue

Dari definisi diatas dapat penulis simpulkan bahwa Loss atau rugi adalah kondisi dmana beban / biaya lebih besar dari pada pendapatan yang didapat oleh perusahaan.

2.1.3.2 Jenis-jenis Laba

Laba merupakan informasi yang penting dalam suatu laporan keuangan. Pernyataan ini berdasarkan Sofyan Syahri Harahap (2007:297) menyatakanbahwa:

“Laba merupakan informasi penting dalam angka ini paling penting untuk: 1) Perhitungan pajak, berfungsi sebagai dasar pengenaan pajak yang akan

diterima negara.

2) menghitung deviden yang dibagikan kepada pemilik dan yang akan ditahan dalam perusahaan.


(47)

pengambilan keputusan.

4) Menjadi dasar dalam peramalan laba maupun kejadian ekonomi perusahaan lainnya dimasa yang akan datang.

5) Menjadi dasar dalam perhitungan dan penelitian efisiensi. 6) Menilai presentasi atau kinerja perusahaan atau segmen

perusahaan/divisi.

7) Perhitungan zakat sebagai kewajiban manusia sebagai hamba Tuhannya melalui pembayaran zakat kepada masyarakat.”

Ada empat jenis klasifikasi laba dalam menyajikan laporan keuangan, yaitu:

1) Laba kotor atas penjualan, merupakan selisih dari penjualan dan harga pokok penjualan, laba ini dinamakan laba kotor hasil penjualan bersih, belum dikurangi dengan beban operasi untuk periode tertentu.

2) Laba bersih operasi perusahaan, yaitu laba kotor dikurangi sejumlah biaya penjualan, biaya administrasi dan biaya umum.

3) Laba bersih sebelum potongan pajak yaitu merupakan pendapatan perusahaan secara keseluruhan sebelum potongan pajak, yaitu perolehan apabila laba operasi dikurangi atau ditambah dengan selisih pendapatan dan biaya.

4) Laba bersih sesudah potongan pajak, yaitu laba bersih setelah ditambah atau dikurangi dengan pendapatan dan biaya non operasi dan dikurangi dengan pajak.


(48)

2.1.4 Keterkaitan Antar Variabel Penelitian

2.1.4.1 Pengaruh Pengadopsian International Financial Reporting Standarts Tentang Properti Investasi Terhadap Laba Rugi Perusahaan

Berdasarkan PSAK 13 tentang properti investasi yang diadopsi dari IAS 40 tentang “Investment Property”, perusahaan berhak menilai suatu aset properti investasi mereka melalui 2 model, yaitu model biaya dan model nilai wajar. Model nilai wajar merupakan hal baru bagi standar ini, berdasarkan PSAK 13 rev 2007 hal ini dijelaskan :

“Setelah pengakuan awal,entitas yang memilih menggunakan model nilai wajar mengukur seluruh properti investasi berdasarkan nilai wajar.”

Penggunaan model nilai wajar akan memiliki dampak terhadap laba perusahaan, seperti yang juga dinyatakan oleh PSAK 13, yaitu :

“Laba atau rugi yang timbul dari perubahan nilai wajar atas properti investasi harus diakui dalam laporan laba rugi pada periode terjadinya.”

Berdasarkan pengalaman seorang praktisi keuangan yaitu seorang CFO asal Australia, W. Peter Day yang diterjemahkan oleh Marisi P. Purba (2010:54) menyebutkan bahwa konvergensi International Financial Reporting Standarts mempengaruhi aspek –aspek dalam laporan keuangan seperti dijelaskan dibawah ini:

“Keuangan yang ada di perusahaan, yaitu: 1) Struktur organisasi

2) Hubungan investor 3) Kebijakan dan prosedur 4) Efisiensi keuangan dan sistem 5) Lingkungan pengendalian 6) Laba


(49)

8) Model penilaian

9) Perencanaan perpajakan

10)Indikator kunci pengukuran kinerja 11)Dan lain-lain.”

Sedangkan menurut seminar yang diadakan IAI tentang “Dampak Konvergensi International Financial Reporting Standarts terhadap bisnis, adalah : 1) “Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka karena laporan keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global

2) Relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar.

3) Disisi lain, kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila harga-harga fluktuatif.

4) Smoothing income menjadi semakin sulit dengan penggunakan balance sheet approach dan fair value

5) Principle-based standards mungkin menyebabkan keterbandingan laporan keuangan sedikit menurun yakni bila penggunaan professional judgment ditumpangi dengan kepentingan untuk mengatur laba (earning management)

6) Penggunaan off balance sheet semakin terbatas.”

Dari uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengadopsian International Financial Reporting Standarts tentang properti investasi berpengaruh terhadap laba rugi perusahaan.

2.1.4.2 Pengaruh Penyusutan Aset Tetap Terhadap Laba Rugi Perusahaan Berdasarkan PSAK 16 par. 51 yang menyatakan bahwa :

“Beban penyusutan aset tetap untuk setiap periode harus diakui dalam laporan laba rugi kecuali jika beban tersebut dimasukkan ke dalam jumlah tercatat aset lainnya.”

Hal diatas terjadi sesuai dengan pernyataan dalam PSAK 16 yang menyatakan bahwa :


(50)

“Setiap bagian dari aset tetap yang memiliki biaya perolehan cukup signifikan terhadap total biaya perolehan seluruh aset harus disusutkan secara terpisah.”

Berdasarkan PSAK 17 pula dinyatakan bahwa :

“Alokasi biaya yang tepat harus dilakukan di antara berbagai pos aktiva dan beban (misalnya dalam penetapan unsur harga perolehan properti, pabrik dan peralatan atau biaya pemeliharaan) karena akan mempengaruhi perhitungan laba untuk serangkaian periode akuntansi. Demikian pula, biaya umum (common cost) yang berkenaan dengan lebih dari satu aktivitas harus didistribusikan dengan tepat menurut dasar pembebanan yang layak, seperti faktor waktu atau faktor penggunaan.”

Sedangkan Marianus Sinaga (2000:124) mengatakan bahwa metode penyusutan yang berbeda akan mempengaruhi laba sebagai berikut :

1) “Metode garis lurus, akan menyebabkan pembebanan biaya penyusutan yang tetap jumlahnya setiap periode sehingga dengan metode ini laba tiap periode tetap,

2) Metode pembebanan menurun menyebabkan pembebanan biaya penyusutan pada awal periode lebih besar dan semakin menurun jumlahnya pada akhir periode, sehingga menyebabkan laba yang semakin meningkat pada akhir periode,

3) Metode pembebanan meningkat menyebabkan pembebanan biaya penyusutan semakin besar pada akhir periode, sehingga menyebabkan laba yang semakin menurun pada akhir periode, 4) Metode pembebanan variabel (berdasarkan penggunaan)

menyebabkan biaya penyusutan tiap periode jumlahnya berubah – ubah sehingga laba yang dihasilkan pada tiap periode berubah – ubah”

Dan menurut Andriato Oktavianus (2006:42) menjelaskan bahwa :

1) “Penggunaan metode penyusutan menyebabkan perubahan biaya penyusutan tiap periode yang akan dibebankan kedalam beban usaha perusahaan.

2) Besarnya pembebanan biaya penyusutan menyebabkan perubahan tingkat laba”


(51)

Berdasarkan penyataan diatas, dapat tampak jelas bahwa penyusutan aset tetap berpengaruh terhadap laba rugi perusahaan.

2.2 Kerangka Pemikiran

Suatu perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik harus membuat laporan keuangannya sesuai empat karakteristik utama laporan keuangan yaitu dapat dipahami, relevansi, dapat dipercaya dan dapat dibandingkan. Keempat karakteristik ini harus dipenuhi supaya laporan keuangan dapat bermanfaat bagi pengambilan keputusan. Laporan keuangan adalah laporan yang menyajikan informasi mengenai kondisi keuangan perusahaan yang dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan oleh para stakeholder perusahaan. Dalam penyajian laporan keuangan harus disajikan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia yaitu PSAK. Dahulu PSAK mengacu kepada prinsip akuntansi yang berlaku di Amerika yaitu United States Generally Accepted Accounting Principles (US-GAAP). Sebagian besar dari US-GAAP merupakan produk-produk Financial Accounting Standard Board (FASB).

Sesuai dengan PSAK 1 (Rev 2009) yang menjelaskan tentang penyajian laporan keuangan menyatakan bahwa laporan keuangan yang wajib disajikan oleh perusahaan antara lain :

“(1)Laporan posisi keuangan,(2)Laporan laba rugi komprehensive, (3)Laporan perubahan ekuitas,(4)Laporan arus kas, dan (5) Catatan atas laporan keuangan.”


(1)

139

dan hampir semua perusahaan juga tidak mengalokasikan penyusutan untuk item aset tetap tanah. Kenaikan biaya penyusutan ini disebabkan karena adanya penambahan dari aset tetap perusahaan yang juga turut mendongkrat biaya penyusutan yang harus dialokasikan oleh perusahaan pada setiap tahunnya.

3. Laba atau rugi yang dihasilkan ke-5 perusahaan yang diteliti pada umumnya memiliki trend yang positif atau atau hampir semua perusahaan mencatat kenaikan laba pada tahun 2009 dan 2010, kecuali untuk PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. yang pada tahun 2010 mencatat penurunan laba bersih yang disebabkan adanya kenaikan beban umum perusahaan.

4. Secara simultan pengadopsian International Financial Reporting Standarts tentang properti investasi dan penyusutan aset tetap memiliki pengaruh yang signifikan terhadap laba atau rugi perusahaan, penulis menduga hal ini disebabkan karena selisih yang diakibatkan oleh nilai wajar properti investasi langsung diakui ke dalam pendapatan lain – lain yang nantinya akan diakui ke dalam laporan laba – rugi komprehensif perusahaan seperti apa yang disebutkan di dalam PSAK 13 revisi tahun 2007. Sedangkan untuk penyusutan aset tetap, penulis menduga dikarenakan selalu naiknya nilai dari biaya penyusutan aset tetap pada setiap tahunnya, sehingga posisi laba perusahaan secara tidak langsung akan ikut terpengaruhi oleh posisi biaya penyusutan aset tetap yang dialokasikan oleh perusahaan.


(2)

Sedangkan secara parsial pengadopsian International Financial Reporting Standarts tentang properti investasi terhadap laba atau rugi perusahaan menghasilan pengaruh yang tidak signifikan, penulis menduga hal ini disebabkan oleh nilai dari selisih penilaian kembali nilai wajar atas properti investasi yang baru saja diterapkan pada tahun 2008 belum terlihat pengaruhnya terhadap perolehan laba atau rugi perusahaan, selain itu selisih dari nilai wajar tersebut terkadang memiliki nilai yang tidak begitu nominal atau tidak begitu besar.

Secara parsial pula penyusutan aset tetap terhadap laba atau rugi perusahaan menghasilkan pengaruh yang signifikan, hal ini diduga terjadi akibat adanya kenaikan pada tiap tahunnya guna pengalokasian biaya oleh perusahaan yang diperuntukan untuk penyusutan aset tetap, dan jumlahnya cenderung besar.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan diatas penulis dapat mengajukan saran – saran sebagai berikut :

1. Bagi pelaku bisnis sebaiknya harus memperhatikan dampak dari pengadopsian International Financial Reporting Standarts secara menyeluruh dan tentang properti investasi pada khususnya, hal ini disebabkan pelaku bisnis harus bisa membedakan mana aset tetap yang digunakan sendiri dan mana aset tetap yang digunakan untuk disewakan (properti investasi). Sedangkan untuk penyusutan aset tetap pelaku bisnis perlu memperhatikan tentang bagaimana mereka mengalokasikan biaya


(3)

141

penyusutan aset tetap pada setiap tahunnya, kedua hal tersebut harus dipertimbangkan pelaku bisnis guna mengendalikan perolehan laba perusahaan agar tidak turun atau bahkan rugi.

2. Bagi manajemen perusahaan, sebaiknya perusahaan lebih mempertimbangkan tentang pengadopsian International Financial Reporting Standarts terutama tentang properti investasi, diperlukan pemahaman yang jelas tentang IFRS terutama IAS 40 tentang Investment Property, hal ini disebabkan adanya perbedaan perlakuan antara metode biaya dan metode revaluasi yang akan menghasilkan dampak yang berbeda terhadap perolehan laba atau rugi perusahaan, hal yang sama juga perlu diperhatikan manajemen terutama ketika manajemen akan melakukan pembelian aset tetap perusahaan. Manajemen perlu mengkaji ulang tentang pengalokasian biaya penyusutan aset tetap dan metode penyusutan aset tetap pada setiap tahunnya untuk per-item aset tetap, dikarenakan pengalokasian biaya penyusutan aset tetap akan mempengaruhi jumlah laba atau rugi perusahaan.

3. Bagi peneliti selajutnya penulis menganjurkan agar dalam melakukan penelitian ulang tentang International Financial Reporting Standarts, penyusutan aset tetap dan laba rugi perusahaan agar ditambahkan sample yang digunakan didalam penelitian, hal ini dimaksudkan agar mendapatkan hasil yang lebih akurat dalam pengolahan data secara statistik.


(4)

142

Bansal, Atul (2011). Impact Of IFRS On Indian Infrastructure and Real Estate Industry. globianz.appspot.com/vol2/Paper_17.pdf

Greuning, Hennie Van (2005). International Financial Reporting Standards: A Practical Guide. Jakarta : Salemba Empat. Penerjemah: Edward Tanujaya Gujarati, Damodar. (2008). Dasar-dasar Ekonometrika Jilid 1. Jakarta. Erlangga Fahmi ,Irham. 2006. Analisis Investasi dalam Perspetif Ekonomi dan Politik.

Bandung : Refika Aditama

Halim, Abdul ( 2003). Analisis Investasi. Jakarta, Salemba Empat.

Iatridis, George (2010). IFRS Adoption and Financial Statement Effects: The UK Case. www.eurojournals.com/irjfe_38_12.pdf

Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan per 1 Juli 2009. Jakarta : Salemba Empat

Moh. Nazir. (2003), Metode Penelitian cetakan kelima. Jakarta, Ghalia Indonesia Oktavianus, Andrianto (2006). Evaluasi Kebijakan Metode Penyusutan Aset Tetap

Dan Pengaruhnya Terhadap Laba Perusahaan. Skripsi. Dikutip dari http://dspace.widyatama.ac.id/handle/10364/434

Paik, Gyung (2009). The Value Relevance of Fixed Asset Revaluation Reserves in International Accounting. www.usimr.org/IMR-2-2009/v5n209-art8.pdf Panji, Ilham (2010) : Penerapan International Financial Reporting Standarts

(IFRS) Mengenai Investment Property Pengaruhnya Terhadap Laba Perusahaan. Dikutip dari Library Online Unikom.ac.id

Purba, Marisi P. (2010). International Financial Reporting Standards Konvergensidan Kendala Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Rahmanto. Yardi (2007). Analisis Pengaruh Penyusutan Aset Tetap berwujud Dengan Menggunakan Metode Penyusutan Komersial dan Metode Penyusutan Fiskal Terhadap Laba Rugi. www.google.com


(5)

143

Riduwan, dan Sunarto. (2007). Pengantar Statistika. Untuk penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi dan Bisnis. Bandung : Alfabeta

Sarwono, Jonathan (2006). Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS 14. Yogyakarta. Andi.

Setiawan, Juniady Slamed (2001). Kajian Terhadap Beberapa Metode Penyusutan dan Pengaruhnya Terhadap Perhitungan Beban Pokok Penjualan. www.google.com

Silva, Francisco José Ferreira., Manuel Medeiros do Couto, Gualter., Mota Cordeiro , Ruben (2009). Measuring The Impact Of International Financial Reporting Standard To Financial Information Of Portuguese Companies. redalyc.uaemex.mx/redalyc/pdf/1170/117015043010.pdf

Sudjana. (2004). Statistika Untuk Ekonomi dan Niaga II Edisi Baru. Bandung Tarsito.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D edisi 8. Bandung, Alfabeta.

Supangat, Andi (2006). Statistika Untuk Ekonomi dan Bisnis. Bandung, Pustaka. Sugiyono. (2011). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Syafri Haraha, Sofyan (2007), Teori Akuntansi. Jakarta. Raja Grafindo

Wirtanen, Jonna (2009). The Influence of IFRS Implementation on Business Management in Finnish Born Globals. Departement of Accounting and

Finance Helsinki School of Economics.

http://hsepubl.lib.hse.fi/FI/ethesis/pdf/12066/hse_ethesis_12066.pdf

Website

http://www.aicpa.org/pubs/taxadv/dec2009/mcgowan.pdf

http://en.wikipedia.org/wiki/International_Financial_Reporting_Standards httpp://www.idx.co.id/

http://www.ifrs.com/overview_landing.html

http://www.isaca-edmonton.ca/eventDocuments/ISACA/IFRS for IT.pdf http://www.jstor.org/

http://www.kaskus.us http://mappi.co.id

http://www.network-indonesia.com/Investasi_Property.pdf. http://www.okezone.com

http://www.sciencedirect.com/ http://www.unpad.ac.id.


(6)

Nama : Fachrozi Jusuf Olii

NIM : 21107037

Tempat/Tanggal Lahir : Bekasi, 10 Mei 1989 Jenis Kelamin : Pria

Agama : Islam

Alamat : Jalan Cempaka No. 239 Komplek Barata Kel. Harapan Jaya Bekasi Utara

Contact : Rumah/Handphone : 021-8849006/085691346447 Email: Fyo_olii@yahoo.com, Fachrozi.olii@gmail.com Facebook : Fachrozi Jusuf Olii

Twitter : fyo_olii

ID Kaskus : iwasbadboy

DATA PENDIDIKAN

1. Tk. Madinah 1994 - 1995

2. SDN Sei Petani Medan 1995 – 1996

3. SDN Harapan Jaya IV Bekasi Utara 1996 - 2001

4. SMPN 5 Bekasi 2001 - 2004

5. SMAN 4 Bekasi 2004 - 2007


Dokumen yang terkait

ANALISIS PERBEDAAN KUALITAS ACCRUAL ANTARA SEBELUM DAN SESUDAH PENGADOPSIAN Analisis Perbedaan Kualitas Akrual Antara Sebelum Dan Sesudah Pengadopsian International Financial Reporting Standard (Ifrs) Pada Perusahaan Manufaktur Di Indonesia (Studi Empiri

0 3 19

ANALISIS PERBEDAAN KUALITAS AKRUAL ANTARA SEBELUM DAN SESUDAH PENGADOPSIAN Analisis Perbedaan Kualitas Akrual Antara Sebelum Dan Sesudah Pengadopsian International Financial Reporting Standard (Ifrs) Pada Perusahaan Manufaktur Di Indonesia (Studi Empiris

0 2 15

ANALISIS PERBEDAAN MANAJEMEN LABA SEBELUM DAN SESUDAH PENGADOPSIAN INTERNATIONAL FINANCIAL Analisis Perbedaan Manajemen Laba Sebelum Dan Sesudah Pengadopsian International Financial Reporting Standard (Ifrs) Pada Perusahaan Manufaktur Di Indonesia (Studi

0 2 19

ANALISIS PERBEDAAN MANAJEMEN LABA SEBELUM DAN SESUDAH PENGADOPSIAN INTERNATIONAL FINANCIAL Analisis Perbedaan Manajemen Laba Sebelum Dan Sesudah Pengadopsian International Financial Reporting Standard (Ifrs) Pada Perusahaan Manufaktur Di Indonesia (Studi

0 2 15

Determinan Kualitas Laba pada Isu Pengadopsian International Financial Reporting Standard: Data dari Asia | Utami | Jurnal Akuntansi dan Investasi 798 7026 1 PB

0 3 12

PENGARUH PENGADOPSIAN INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARDS (IFRS) TERHADAP MANAJEMEN LABA AKRUAL DAN RIIL - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 1 25

Properti Investasi Sewa dan Penurunan Ni (1)

0 0 40

KUALITAS LABA YANG DIHASILKAN OLEH PENGADOPSIAN INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARDS | Natalia | Jurnal Akuntansi Kontemporer 1 SM

0 0 17

ANALISIS PENGAKUAN PENYUSUTAN DAN LABA RUGI PENARIKAN AKTIVA TETAP UNTUK PENETAPAN LABA MENURUT AKUNTANSI DAN PERPAJAKAN

0 1 168

PENGARUH PENGADOPSIAN INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARDS ( IFRS ) TERHADAP MANAJEMEN LABA ( Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI ) - Unissula Repository

0 0 11