Studi Keanekaragaman Mangrove Berdasarkan Tingkat Salinitas Air Laut di Desa Selotong Kecamatan Sicanggang Kabupaten Langkat.

STUDI KEANEKARAGAMAN MANGROVE BERDASARKAN
TINGKAT SALINITAS AIR LAUT
di DESA SELOTONG KECAMATAN SICANGGANG
KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

Oleh :
Sujadi Gultom / 051202039

BUDIDAYA HUTAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara

HALAMAN PENGESAHAN


Judul Penelitian

Nama
NIM
Departemen
Program Studi

: Studi Keanekaragaman Mangrove Berdasarkan Tingkat
Salinitas Air Laut di Desa Selotong Kecamatan Sicanggang
Kabupaten Langkat
: Sujadi Gultom
: 0510202039
: Kehutanan
: Budidaya Hutan

Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS
Ketua


Dr. Ir. Yunasfi, M. Si
Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS
Ketua Departemen Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmatNya penulis dapat membuat proposal penelitian ini
Penelitian ini berjudul “Studi Keanekaragaman Mangrove Berdasarkan
Tingkat Salinitas Air Laut”. Adapun tujuan pembuatan penelitian ini adalah untuk
mengetahui jenis mangrove berdasarkan saliniats air laut dan struktur vegetasi
mangrove.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Dr. Ir. Edy Batara

Mulya Siregar, MS dan bapak Dr. Ir. Yunasfi, M. Si atas kesediaannya untuk
membimbing saya dalam menyelesaikan penelitian ini. Penulis juga berterima kasih
kepada teman-teman di departemen kehutanan yang memberi motivasi dalam
penyelesaian penelitian ini.
Penulis juga menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik dalam hal penulisan maupun isi. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan
masukan yang membangun untuk hasil penelitian yang lebih baik. Ahir kata penulis
mengucapkan terima kasih. Semoga penelitian ini dapat memberi manfaat buat
pembangunan hutan.

Medan, Mei 2010

Penulis

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................... 1
Tujuan........................................................................................................ 3
Manfaat Penelitian .......................................................................................... 3
Hipotesis Penelitian ....................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Mangrove Indonesia ................................................................. 4
Kondisi Umum Ekosistem Mangrove ........................................................ 4
Zonasi Mangrove ....................................................................................... 6
Adaptasi Tumbuhan Mangrove ................................................................. 8
Peranan Ekosistem Hutan Mangrove ......................................................... 13

Universitas Sumatera Utara


METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 15
Alat dan Bahan .......................................................................................... 15
Metode Penelitian ..................................................................................... 15
Penentuan Titik Sampel ............................................................................. 15
Analisis Vegetasi Mangrove ....................................................................... 17
Analisis Data ............................................................................................. 17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ........................................................................................................ 20
Pembahasan ............................................................................................. 22

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .............................................................................................. 26
Saran ........................................................................................................ 26

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 27
LAMPIRAN .................................................................................................... 29

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

No.

Hal.

1. Keanekaragaman jenis dan INP masing-masing jenis mangrove .................. 20
2. Jenis mangrove hasil inventarisasi ............................................................... 22
3. Perbandingan keanekaragaman mangrove berdasarkan tingkat salinitas
air laut ......................................................................................................... 22

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

No.

Hal.

1. Peta lokasi penelitian ................................................................................... 16


Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Hal.

1. Analisis vegetasi hutan mangrove di kawasan Sicanggang .......................... 29
2. Keanekaragaman jenis mangrove di kawasan Sicanggang ........................... 33
3. Taly sheet analisis vegetasi mangrove di kawasan Sicanggang .................... 34

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman pantai, estuari atau
muara sungai, dan delta di tempat yang terlindung di daerah tropis dan sub tropis.

Dengan demikian maka mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara
daratan dan lautan dan pada kondisi yang sesuai mangrove akan membentuk hutan
yang ekstensif dan produktif. Karena hidupnya di dekat pantai, mangrove sering juga
dinamakan hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Istilah bakau itu
sendiri dalam bahasa Indonesia merupakan nama dari salah satu spesies penyusun
hutan mangrove yaitu Rhizophora sp (Odum, 1972).
Tumbuhan mangrove memiliki ciri-ciri (i) tumbuhan berpembuluh (vaskuler),
(ii) beradaptasi pada kondisi salin, dengan mencegah masuknya sebagian besar garam
dan mengeluarkan atau menyimpan kelebihan garam, (iii) beradaptasi secara
reproduktif dengan menghasilkan biji vivipar yang tumbuh dengan cepat dan dapat
mengapung, serta (iv) beradaptasi terhadap kondisi tanah anaerob dan lumpur dengan
membentuk struktur akar napas (pneumatofor) untuk menyokong dan mengait, serta
menyerap oksigen selama air surut (Nybaken, 1993).
Komunitas mangrove terdiri atas tumbuhan, hewan, dan mikroba, namun
tanpa kehadiran tumbuhan mangrove, kawasan tersebut tidak dapat disebut ekosistem
mangrove. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai
tumbuhan, hewan, dan mikroba yang berinteraksi dengan lingkungan di habitat
mangrove (Strategi Nasional Mangrove, 2003).

Universitas Sumatera Utara


Hutan mangrove alami membentuk zonasi tertentu. Bagian terluar didominasi
Avicennia selanjutnya di ikuti Sonneratia, dan Rhizophora, bagian tengah didominasi
Bruguiera gymnorrhiza, bagian ketiga didominasi Xylocarpus dan Heritieria, bagian
dalam

didominasi

Bruguiera

cylindrica,

Scyphiphora

hydrophyllacea,

dan

Lumnitzera, sedangkan bagian transisi didominasi Cerbera manghas (Nontji, 1993).
Pola zonasi tersebut pada masa kini jarang ditemukan karena tingginya laju

perubahan habitat akibat pembangunan tambak, penebangan hutan, sedimentasi/
reklamasi, dan pencemaran lingkungan, meskipun masih dapat dirujuk pada pola
zonasi tersebut (Nybaken, 1993).
Adanya jenis mangrove yang berbeda berdasarkan zonasi di sebabkan sifat
fisiologis mangrove yang berbeda – beda untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
Mangrove merupakan jenis tumbuhan yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap
kondisi lingkungan yang memiliki kadar garam yang berbeda – beda. Kemampuan
beradaptasi mangrove untuk membuang kelebihan garam dalam jaringan tanaman
menyebabkan mangrove dapat tumbuh subur. Keanekargaman mangrove bukan
hanya karena kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungannya tetapi tidak
terlepas juga adanya campur tangan manusia untuk memelihara. Pada saat ini
keanekaragaman mangrove sudah menurun

hal ini di sebabkan laju perubahan

habitat akibat pembangunan tambak, penebangan hutan, sedimentasi, reklamasi, dan
pencemaran lingkungan (Nybaken, 1993). Kawasan Sicanggang Kabupaten Langkat
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah salah satu daerah tempat tumbuh mangrove
yang perlu diperhatikan kelestarian keanekaragamannya. Oleh karena itu, penelitian


Universitas Sumatera Utara

tentang Studi Keanekaragaman Mangrove Berdasarkan Tingkat Salinitas Air Laut di
Desa Selotong Kecamatan Sicanggang Kabupaten Langkat perlu dilakukan.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis komposisi
hutan mangrove di Kawasan Sicanggang Kabupaten Langkat berdasarkan tingkat
salinitas air laut.

Manfaat Penelitian
Sebagai bahan informasi kepada masyarakat dalam pengelolan mangrove
dengan memperhatikan tingkat salinitas air laut. Selain itu dapat juga digunakan
sebagai acuan untuk penentuan zonasi dalam rangka rehabilitasi ekosistem mangrove
di Desa Selotong Kecamatan Sicanggang Kabupaten Langkat.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Mangrove Indonesia
Umumnya mangrove dapat ditemukan di seluruh kepulauan Indonesia.
Mangrove terluas terdapat di Irian Jaya sekitar 1.350.600 ha (38 %), Kalimantan
978.200 ha (28 %) dan Sumatera 673.300 ha (19 %) sedangkan luas mangrove di
Sumatera Utara 7300 ha. Di daerah-daerah ini dan juga daerah lainnya, mangrove
tumbuh dan berkembang dengan baik pada pantai yang memiliki sungai yang besar
dan terlindung. Walaupun mangrove dapat tumbuh di sistim lingkungan lain di
daerah pesisir, perkembangan yang paling pesat tercatat di daerah tersebut. (Noor et
al., 2006)
Sejauh ini di Indonesia tercatat setidaknya 202 jenis tumbuhan mangrove,
meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44
jenis epifit dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, 43 jenis diantaranya mangrove
sejati (true mangrove) yang terdiri dari jenis pohon dan beberapa jenis perdu,
sementara jenis lain ditemukan di sekitar mangrove dan dikenal sebagai jenis
mangrove ikutan (asociate mangrove). Di seluruh dunia, Saenger, dkk (1983)
mencatat sebanyak 60 jenis tumbuhan mangrove sejati . dengan demikian terlihat
bahwa Indonesia memiliki keragaman jenis yang tinggi. (Noor et al., 2006)
Kondisi Umum Ekosistem Mangrove
Mangrove adalah khas daerah tropis yang hidupnya hanya berkembang baik
pada temperatur dari 190C sampai 40 0C dengan Toleransi Fluktuasi tidak lebih dari
100C. Berbagai jenis mangrove yang tumbuh di bibir pantai dan merambah tumbuh

Universitas Sumatera Utara

menjorok ke Zona berair laut, merupakan suatu ekosistem yang khas. Khas karena
bertahan hidup di dua zona transisi antara daratan dan lautan, sementara tanaman lain
tidak mampu bertahan. Kumpulan berbagai jenis pohon yang seolah menjadi depan
garis pantai yang secara kolektif disebut hutan mangrove. Hutan mangrove
memberikan perlindungan kepada berbagai organisme, baik hewan darat maupun
hewan air untuk bermukim dan berkembangbiak (Irwanto, 2006)
Ekosistem mangrove merupakan kawasan ekoton antara komunitas laut dan
daratan, sehingga memiliki ciri-ciri tersendiri. Komunitas mangrove sangat berbeda
dengan komunitas laut, namun tidak berbeda nyata dengan komunitas daratan yang
terdapat

rawa-rawa

air

tawar

sebagai

zona

antara.

Chapman

(1976)

mengklasifikasikan vegetasi mangrove menjadi: mangrove mayor, mangrove minor
dan tumbuhan asosiasi.
Tumbuhan mangrove mayor (true mangrove) sepenuhnya berhabitat di
kawasan pasang surut, dapat membentuk tegakan murni, beradaptasi terhadap
salinitas melalui peneumatofora, embrio vivipar, mekanisme filtrasi dan ekskresi
garam, serta secara taksonomi berbeda dengan tumbuhan darat. Mangrove minor
dibedakan oleh ketidak mampuannya membentuk tegakan murni, sedangkan
tumbuhan asosiasi adalah tumbuhan yang toleran terhadap salinitas dan dapat
berinteraksi dengan mangrove mayor.
Hutan mangrove terbentuk karena adanya perlindungan dari ombak, masukan
air tawar, sedimentasi, aliran air pasang surut, dan suhu yang hangat. Proses internal
pada komunitas ini seperti fiksasi energi, produksi bahan organik dan daur hara
sangat dipengaruhi proses eksternal seperti suplai air tawar dan pasang surut, suplai

Universitas Sumatera Utara

hara dan stabilitas sedimen. Faktor utama yang mempengaruhi komunitas mangrove
adalah salinitas, tipe tanah, dan ketahanan terhadap arus air dan gelombang laut.
Faktor-faktor ini bervariasi sepanjang transek dari tepi laut ke daratan, sehingga
dalam kondisi alami, campur tangan manusia sangat terbatas dalam membentuk
zonasi vegetasi (Giesen, 1993).
Zonasi Mangrove
Ekosistem mangrove sangat rumit, karena banyak terdapat faktor yang saling
mempengaruhi, baik di dalam maupun diluar pertumbuhan dan perkembangannya.
Berdasarkan tempat tumbuhnya, kawasan mangrove dibedakan menjadi beberapa
zonasi, yang disebut dengan jenis-jenis vegetasi yang mendominasi (Arief, 2003).
Vegetasi mangrove secara khas memperlihatkan adanya pola zonasi. Zonasi pada
ekosistem mangrove dapat dilihat sebagai suatu proses suksesi dan merupakan hasil
reaksi ekosistem terhadap kekuatan yang datang dari luar. Kondisi ini terjadi karena
adanya peran dan kemampuan jenis tumbuhan mangrove dalam beradaptasi dengan
lingkungan yang berada di kawasan pesisir. Zonasi tumbuhan yang membentuk
komponen mangrove, menghasilkan pola bervariasi yang menunjukkan kondisi
lingkungan yang berbeda di setiap lokasi penelitian (Departemen Kehutanan, 1994).
Zonasi yang terjadi di hutan mangrove adalah dipengaruhui oleh beberapa
faktor, antara lain adalah frekuensi genangan, salinitas, dominasi jenis tumbuhan,
gerakan air pasang-surut dan keterbukaan lokasi hutan mangrove terhadap angin dan
hempasan ombak, serta jarak tumbuhan dari garis pantai (Arief, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Menurut (Odum, 1972) struktur ekosistem mangrove, secara garis besar dapat
dibedakan menjadi tiga tipe formasi, yaitu :
1. Mangrove Pantai : Pada tipe ini dipengaruhi air laut dominan dari air
sungai. Struktur horizontal formasi ini dari arah laut ke arah darat adalah mulai dari
tumbuhan pionir (Sonneratia alba), diikuti oleh komunitas campuran Soneratia alba,
Avicennia sp, Rhizophora apiculata, selanjutnya komunitas murni Rhizophora sp dan
akhirnya komunitas campuran Rhizophora–Bruguiera. Bila genangan berlanjut, akan
ditemui komunitas murni Nypa fructicans di belakang komunitas campuran yang
terakhir. (Munisa, 2003)
2. Mangrove Muara : Pada tipe ini pengaruh air laut sama kuat dengan
pengaruh air sungai. Mangrove muara dicirikan oleh mintakat tipis Rhizophora sp. Di
tepian alur, di ikuti komunitas campuran Rhizophora – Bruguiera dan diakhiri
komunitas murni Nypa sp.
3. Mangrove sungai : Pada tipe ini pengaruh air sungai lebih dominan
daripada air laut, dan berkembang pada tepian sungai yang relalif jauh dari muara.
Mangrove banyak berasosiasi dengan komunitas daratan.
Bengen (2002) mengemukakan bahwa jenis-jenis pohon penyusun hutan
mangrove, di Indonesia jika dirunut dari arah laut ke arah daratan dapat dibedakan
menjadi 4 zonasi, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

Zona Api-api – Prepat (Avicennia – Sonneratia)
Terletak paling luar/jauh atau terdekat dengan laut, keadaan tanah berlumpur
agak lembek (dangkal),dengan substrat agak berpasir, sedikit bahan organik dan
kadar garam agak tinggi. Zona ini biasanya didominasi oleh jenis api-api (Avicennia
sp.) dan prepat (Sonneratia sp), dan biasanya berasosiasi dengan jenis bakau
(Rhizophora sp).
Zona Bakau (Rhizophora)
Biasanya terletak di belakang api-api dan prepat, keadaan tanah berlumpur
lembek (dalam). Pada umumnya didominasi bakau (Rhizophora sp.) dan di beberapa
tempat dijumpai berasosiasi dengan jenis lain seperti tanjang (Bruguiera sp.).
Zona Tanjang (Bruguiera)
Terletak di belakang zona bakau, agak jauh dari laut dekat dengan daratan.
Keadaan berlumpur agak keras, agak jauh dari garis pantai. Pada umumnya
ditumbuhi jenis tanjang (Bruguiera sp.) dan di beberapa tempat berasosiasi dengan
jenis lain.
Zona Nipah (Nypa fructicant)
Zona ini terletak paling jauh dari laut atau paling dekat ke arah darat. Zona ini
mengandung air dengan salinitas sangat rendah dibandingkan zona lainnya, tanahnya
keras, kurang dipengaruhi pasang surut dan kebanyakan berada di tepi-tepi sungai
dekat laut. Pada umumnya ditumbuhi jenis nipah (Nypa fructicant) dan beberapa
spesies palem lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Adaptasi Tumbuhan Mangrove
Proses evolusi menyebabkan spesies mangrove memiliki beberapa sifat
biologi yang khas sebagai bentuk adaptasi, yang terutama ditujukan untuk mengatasi
salinitas yang fluktuatif, kondisi lumpur yang anaerob dan tidak stabil, serta untuk
reproduksi.
Salinitas
Kebanyakan tumbuhan memiliki toleransi sangat rendah terhadap salinitas,
sehingga tidak mampu tumbuh di dalam atau di dekat air laut. Hal ini terjadi karena
kebanyakan jaringan makhluk hidup lebih cair daripada air laut, akibatnya air dari
dalam jaringan tumbuhan dapat keluar akibat proses osmosis, sehingga tumbuhan
kekeringan, menjadi layu, dan mati. Lingkungan yang keras ini menyebabkan
diversitas hutan mangrove cenderung lebih rendah daripada umumnya hutan hujan
tropis (Efendi, 1999).
Tumbuhan mangrove tumbuh paling baik pada lingkungan air tawar dan air
laut dengan perbandingan seimbang (1:1). Salinitas yang tinggi pada dasarnya bukan
prasyarat untuk tumbuhnya mangrove, terbukti beberapa spesies mangrove dapat
tumbuh dengan baik pada lingkungan air tawar. Di Pulau Christmas, Bruguiera
cylindrica tumbuh selama ribuan tahun pada danau air tawar, sedangkan di Kebun
Raya Bogor B. sexangula tumbuh selama ratusan tahun pada lingkungan air tawar.
Terhentinya penyebaran mangrove ke lingkungan perairan tawar tampaknya
disebabkan ketidakmampuan untuk berkompetisi dengan spesies lain, sehingga
mengembangkan adaptasi untuk tumbuh di air asin, dimana tumbuhan lain tidak
mampu bertahan (Gosalam, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Adaptasi terhadap salinitas umumnya berupa kelenjar ekskresi untuk
membuang kelebih garam dari dalam jaringan dan ultrafiltrasi untuk mencegah
masuknya garam ke dalam jaringan. Tumbuhan mangrove dapat mencegah lebih dari
90% masuknya garam dengan proses filtrasi pada akar. Garam yang terserap dengan
cepat diekskresikan oleh kelenjar garam di daun atau disimpan dalam kulit kayu dan
daun tua yang hampir gugur (Nybakken, 1993).
Beberapa tumbuhan mangrove seperti Avicennia, Acanthus dan Aegiceras
memiliki alat sekresi garam. Konsentrasi garam dalam cairan biasanya tinggi, sekitar
10% dari air laut. Sebagian garam dikeluarkan melalui kelenjar garam dan
selanjutnya diuapkan angin atau hujan. Hal ini bisa dirasakan dengan mengecap daun
tumbuhan mangrove atau bagian lainnya (Nybakken, 1993).
Tumbuhan mangrove seperti Bruguiera, Lumnitzera, Rhizophora, dan
Sonneratia tidak memiliki alat ekskresi garam. Untuk itu membran sel di permukaan
akar mampu mencegah masuknya sebagian besar garam dan secara selektif menyerap
ion-ion tertentu melalui proses ultrafiltrasi. Namun hal ini tidak selalu berlangsung
sempurna, kelebihan garam yang terserap dibuang melalui transpirasi lewat stomata
atau disimpan dalam daun, batang dan akar, sehingga seringkali daun tumbuhan
mangrove memiliki kadar garam sangat tinggi (Nontji 1993).
Akar napas
Tumbuhan mangrove memiliki adaptasi khusus untuk tumbuh di tanah yang
lembut, asin dan kekurangan oksigen, dimana kebanyakan tumbuhan tidak mampu.
Suplai oksigen ke akar sangat penting bagi pertumbuhan dan penyerapan nutrien.
Karena tanah mangrove seringkali anaerob, maka beberapa tumbuhan mangrove

Universitas Sumatera Utara

membentuk struktur khusus pneumatofora (akar napas). Akar yang menjulang di atas
tanah ini dipenuhi dengan jaringan parenkim spons (aerenkim) dan memiliki banyak
pori-pori pecil di kulit kayu sehingga oksigen dapat masuk dan diangkut ke sistem
akar di bawah tanah. Akar ini juga berfungsi sebagai struktur penyokong pohon di
tanah lumpur yang lembut. Tumbuhan mangrove memiliki bentuk akar napas yang
berbeda-beda (Sikong, 1987). Akar horizontal yang menyebar luas, dimana
pneumatofora tumbuh vertikal ke atas merupakanjangkar untuk mengait pada lumpur.
Terdapat empat tipe pneumatofora, yaitu akar penyangga (stilt, prop), akar
pasak (snorkel, peg, pencil), akar lutut (knee, knop), dan akar papan (ribbon, plank).
Tipe akar pasak, akar lutut dan akar papan dapat berkombinasi dengan akar tunjang
pada pangkal pohon. Sedangkan akar penyangga akan mengangkat pangkal batang ke
atas tanah (Sikong, 1987)
Akar penyangga (sangga). Pada Rhizophora akar panjang dan bercabangcabang muncul dari pangkal batang. Akar ini dikenal sebagai prop root dan pada
akhirnya akan menjadi stilt root apabila batang yang disangganya terangkat hingga
tidak lagi menyentuh tanah. Akar penyangga membantu tegaknya pohon karena
memiliki pangkal yang luas untuk mendukung di lumpur yang lembut dan tidak
stabil. Juga membantu aerasi ketika terekspos pada saat laut surut (Kartawinata
1979).
Akar pasak. Pada Avicennia dan Sonneratia, pneumatofora merupakan cabang
tegak dari akar horizontal yang tumbuh di bawah tanah. Pada Avicennia bentuknya
seperti pensil atau pasak dan umumnya 20 dengan tinggi maksimal 30 cm, sedangkan
pada Sonneratia tumbuh lebih lambat namun dapat membentuk massa kayu dengan

Universitas Sumatera Utara

tinggi 3 m, kebanyakan setinggi 50 cm. Di teluk Botany, Sidney dapat dijumpai
Avicennia marina dengan pneumatofora dengan tinggi lebih dari 28 m, meskipun
kebanyakan tingginya hanya sekitar 4 m (Harianto1999).
Akar lutut. Pada Bruguiera dan Ceriops akar horizontal tumbuh sedikit di
bawah permukaan tanah, dan secara teratur dan berulang-ulang tumbuh vertikal ke
atas kemudian kembali ke bawah, sehingga berbentuk seperti lutut yang ditekuk.
Bagian di atas tanah (lutut) membantu aerasi dan menjadi tempat bertahan di lumpur
yang tidak stabil. Lumnitzera membentuk akar lutut kecil yang bentuknya merupakan
kombinasi akar lutut dan akar pasak (Kartawinata 1979).
Akar papan. Pada Xylocarpus granatum akar horizontal tumbuh melebar
secara vertikal ke atas, sehingga akar berbentuk pipih menyerupai papan. Struktur ini
terbentuk mulai dari pangkal batang. Akar ini juga melekuk-lekuk seperti ular yang
sedang bergerak dan bergelombang. Terpaparnya bagian vertikal memudahkan aerasi
dan tersebarnya akar secara luas membantu berpijak di lumpur yang tidak stabil
(Widodo 1987).
Sistem reproduksi
Mangrove merupakan tumbuhan penghasil biji (spermatophyta), dan
bunganya sering kali menyolok. Biji mangrove relatif lebih besar dibandingkan biji
kebanyakan tumbuhan lain dan seringkali mengalami perkecambahan ketika masih
melekat di pohon induk (vivipar). Pada saat jatuh, biji mangrove biasanya akan
mengapung dalam jangka waktu tertentu kemudian tenggelam. Lamanya periode
mengapung bervariasi tergantung jenisnya. Biji beberapa jenis mangrove dapat
mengapung lebih dari setahun dan tetap viabel. Pada saat mengapung biji terbawa

Universitas Sumatera Utara

arus ke berbagai tempat dan akan tumbuh apabila terdampar di areal yang sesuai.
Kecepatan pertumbuhan biji tergantung iklim dan nutrien tanah (Kompas, 2000).
Pada familia Rhizophoraceae biji berbentuk propagul yang memanjang;
apabila masak akan jatuh ke air dan tetap dormansi hingga tersangkut di tanah yang
aman, menebarkan akar dan mulai tumbuh, misalnya Rhizophora, Ceriops dan
Bruguiera. Beberapa mangrove menggunakan cara konvensional (biji normal) untuk
reproduksi seperti Heritiera littoralis, Lumnitzera, dan Xylocarpus (Arobaya 2006).
Keanekaragaman Mangrove
Komunitas mangrove terdiri atas tumbuhan, hewan, dan mikroba, namun
tanpa kehadiran tumbuhan mangrove, kawasan tersebut tidak dapat disebut ekosistem
mangrove. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai
tumbuhan, hewan, dan mikroba yang berinteraksi dengan lingkungan di habitat
mangrove (Strategi Nasional Mangrove, 2003).
Tumbuhan mangrove di Indonesia terdiri atas 47 spesies pohon, 5 spesies
semak, 9 spesies herba dan rumput, 29 spesies epifit, 2 spesies parasit, serta beberapa
spesies alga dan bryophyta. Formasi hutan mangrove terdiri atas empat genus utama,
yaitu Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, dan Bruguiera (Nybaken, 1993), terdapat
pula Aegiceras, Lumnitzera, Acanthus illicifolius, Acrosticum aureum, dan Pluchea
indica. Pada perbatasan hutan mangrove dengan rawa air tawar tumbuh Nypa
fruticans dan beberapa jenis Cyperaceae (Setyawan, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Peranan Ekosistem Hutan Mangrove
Mangrove biasanya berada di daerah muara sungai atau estuarin sehingga
merupakan daerah tujuan akhir dari partikel-partikel organik ataupun endapan lumpur
yang terbawa dari daerah hulu akibat adanya erosi. Dengan demikian, daerah
mangrove merupakan daerah yang subur, baik daratannya maupun perairannya,
karena sealalu terjadi transportasi nutrien akibat adanya pasang surut.
Mangrove mempunyai berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga
kondisi pantai agara tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai,
mencegah terjadinyaabrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar.
Fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang, dan kepiting
untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman biota akuatik dan
non akuatik seperti

burung, ular, kera, kelelawarn dan tanaman anggrek, serta

sumber plasma nutfah. Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai sumber bahan bakar
(kayu, arang), bahan bangunan (balok, papan), serta bahan tekstil, makanan dan obatobatan (Gunarto, 2004)

Universitas Sumatera Utara

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di kawasan pesisir Kecamatan Sicanggang Kabupaten
Langkat dan di Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara. Penelitian dimulai pada bulan Maret – April 2010.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah Hand Refractometer, gunting tanaman, pisau,
tali, pensil, buku lapangan, peta topografi, kompas, teropong, GPS dan buku
identifikasi. Sedangkan bahan penelitian adalah vegetasi mangrove dan air laut.
Metode Penelitian
Metode penelitian adalah dengan metode survei meliputi jumlah jenis dan
jumlah individu tiap spesies mangrove berdasarkan tingkat salinitas air laut. Tingkat
salinitas air yang di ukur mulai dari 0-10 ppm (stasiun I), 10-20 ppm (stsiun II), 2030 ppm (Stasiun II) dan > 30 ppm (stasiun IV) diukur dari daratan hingga lokasi yang
dekat dengan laut.
Penentuan Titik Sampel
Titik sampel ditentukan dengan menggunakan GPS. Ditentukan titik sampel
mengikuti daratan hingga lokasi yang dekat dengan laut. Titik sampel ditentukan
berdasarkan tingkat salinitas air laut yang dibagi menjadi empat titik pengamatan
(Gambar 1) yaitu : titik I 03052’28” N, 98036’29” E , titik II 03053’12” N, 98037’10”
E, titik III 03053’06” N, 98037’08” E dan titik IV 03054’13” N, 98037’24” E

Universitas Sumatera Utara

Gbr 1. Peta lokasi penelitian

Universitas Sumatera Utara

Analisis Vegetasi Hutan Mangrove
Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode jalur dan
metode kuadrat. Pembuatan plot dilakukan pada jalur. Jalur-jalur tersebut dibuat
sejajar garis pantai. Dalam plot di buat petak ukur berbentuk bujur sangkar berukuran
10 m x 10 m untuk tingkat pohon, 5 m x 5 m untuk tingkat pancang dan 2 m x 2 m
untuk tingkat semai.
Kriteria pohon, pancang dan semai berdasarkan tinggi dan diameter
mangrove. Kategori semai yaitu mangrove mulai dari kecambah sampai anakan
setinggi kurang dari 1,5 m, pancang yaitu permudaan dengan tinggi lebih dari 1,5 m
sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm, sedangkan pohon yaitu tinggi lebih
dari 1,5 m dengan diameter 10 cm atau lebih. Dalam analisis vegetasi, data yang
diambil pada setiap plot yaitu nama jenis, jumlah jenis, jumlah individu dan diameter
pohon.
Analisis Data
Dari data yang diperoleh, dihitung kerapatan, frekwensi, dominansi dan
indeks nilai penting masing-masing jenis vegetasi mangrove. Hasil perhitungan
tersebut digunkan untuk mengetahui struktur vegetasi dan komposisi jenis mangrove
di kawasan Sicanggang.
Untuk mengetahui gambaran komposisi jenis, maka data yang diperoleh
diolah dan dianalisa dengan cara menghitung nilai Kerapatan (K), Kerapatan Relatif
(KR), frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR), Luas Bidang Dasar (LBDS), Dominansi
(D), Dominansi Relatif (DR), dan Indeks Nilai Penting (INP) (Odum, 1993) dari
setiap jenis dengan menggunakan rumus sebagai berikut ;

Universitas Sumatera Utara

a. Kerapatan Jenis
Kerapatan (K) = ∑ individu suatu jenis
luas petak contoh
Kerapatan Relatif (KR) = K suatu jenis x 100 %
K Total seluruh jenis
b. Frekuensi
Frekuensi (F) = ∑ sub petak di temukan suatu jenis
∑ seluruh sub petak contoh
Frekuensi Relatif (FR) =

F suatu Jenis x 100 %
F total seluruh jenis

c. Luas Bidang Dasar

Luas Bidang Dasar ((LBDS) = ¼ π d2

Dimana :
LBDS = luas Bidang Dasar
π = konstanta (3,14)
d = Diameter pohon
d. Dominansi
Dominansi (D) = Luas bidang dasar suatu jenis
Luas petak contoh
Dominansi Relatif (DR) =

D suatu jenis x 100 %
D Total seluruh jenis

e. Indeks Nilai Penting (INP)
INP = KR + FR + DR (untuk tingkat pohon)
INP = KR + FR (untuk tingkat semai dan pancang)

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan menganalisis data pada keanekaragaman mangrove maka di pakai
rumus Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (Odum, 1993) yaitu:
H’ = - Σ [(ni /N) ln (n i /N)]
i=1

Keterangan :
H’ : Indeks Keanekaragaman dari Shannon-Wiener
S : jumlah individu
n i : jumlah individu jenis ke-i
N : total seluruh individu

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Kegiatan inventarisasi mangrove dilakukan pada koordinat 03052’28” N,
98036’29” E sebagai titik I , titik II 03053’12” N, 98037’10” E, titik III 03053’06” N,
98037’08” E dan titik IV 03054’13” N, 98037’24” E dengan menarik transek dan
membuat plot-plot dalam bentuk kuadran dengan kriteria 2 x 2 m untuk tingkat
semai, 5 x 5 m untuk tingkat pancang dan 10 x 10 m untuk tingkat pohon. Hasil
pengamatan keanekaragaman mangrove di Desa Selotong Kecamatan Sicanggang di
peroleh keragaman jenis dan INP masing – masing jenis (Tabel 1).
Tabel 1. Keanekaragaman jenis dan INP mangrove sejati
Salinitas
(ppm))
0 - 10

10 -20

20 – 30

> 30

Jenis
Soneratia alba
Rhizophora apiculata
Excoecaria agallocha
Avicenia marina
Soneratia alba
Rhizophora apiculata
Xylocarpus granatum
Rhizophora apiculata
Bruguera cylindrica
Avicenia marina
Cerriops tagal
Xylocarpus granatum
Rhizophora apiculata
Bruguera cylindrica
Soneratia alba
Xylocarpus granatum
Ceriops tagal
Pemphis acidula
Avicennia marina

INP (%)
Semai
72,73
96,1
31,17
76,8
22,51
54,6
46,09
32,52
56,5
26,81
51,65
32,52
41,37
38,99
11,01
29,46
29,17
8,63
41,37

Pancang
79,3
187,88
32,82
148,85
24,24
75,62
51,29
60,13
81,77
36,23
70,84
51,03
78,33
57,29
13,03
51,74
19,37
13,02
67,22

Pohon
135,64
134,24
30,1
138,23
29,19
80,09
52,49
67,97
98,58
39,95
59,42
34,08
69,25
51,24
11,8
56,56
27,89
11,8
71,46

Universitas Sumatera Utara

Jenis mangrove yang ditemukan untuk salinitas 0 – 10 ppm yaitu : S. alba, R.
apiculata dan E. agallocha dengan INP tertinggi S. alba 135,64 untuk tingkat pohon,
R. apiculata 187,88 untuk tingkat pancang dan R. apiculata 96,1 untuk tingkat semai.
INP tertinggi pada salinitas 0 -10 ppm yaitu R. apiculata yang juga merupakan jenis
mangrove dominan. Pada salinitas 10 -20 ppm ditemukan jenis mangrove A. marina,
S. alba, R. apiculata, dan X. granatum. INP tertinggi pada salinitas 10 – 20 ppm
adalah A. marina untuk tingkat semai, pancang dan pohon.
Jenis mangrove dengan salinitas 20 – 30 ppm adalah R. apiculata, B.
cylindrica, A. marina, C. tagal, dan X. granatum. INP tertinggi ditemukan pada jenis
B. cilindrica dengan nilai 98,58 untuk tingkat pohon, 81, 77 untuk tingkat pancang
dan 56,5 untuk tingkat semai. Data diperoleh bahwa jenis mangrove dominan adalah
B. cilindrica untuk salinitas 20 – 30 ppm. Jenis mangrove yang ditemukan untuk
salinitas lebih besar dari 30 ppm adalah R. apiculata, B. cilindrica, S. alba, X.
granatum, C. tagal, P. acidula dan A. marina. INP tertinggi yaitu A. marina 71,46
untuk tingkat pohon, dan untuk tingkat pancang dan semai yaitu R. apiculata dengan
INP 78,33 dan 41,37.
Dari hasil kegiatan inventarisasi tentang komposisi jenis hutan mangrove di
desa Selotong Kecamatan Sicanggang Kabupaten Langkat di peroleh 11 jenis
mangrove yang terdiri dari famili Rhizophoraceae (R. Apiculata, B. cilindrica, C.
tagal), Soneratiaceae (S. alba), Meliaceae (X. granatum), Lythraceae (P. acidula),
Avicenniaceae (A. marina), Euphorbiaceae (E. agallocha), Acanthaceae (A.
ilicifolius), Pteridaceae (A. aureum) dan Palmae (N. fruticans) (Tabel 2).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2. Jenis mangrove hasil inventarisasi
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Jenis
Rhizophora apiculata
Bruguera cilindrica
Soneratia alba
Xylocarpus granatum
Ceriops tagal
Pemphis acidula
Avicenia marina
Excoecaria agallocha
Acanthus ilicifolius
Acrostichum aureum
Nypa fruticans

Famili
Rhizophoraceae
Rhizophoraceae
Soneratiaceae
Meliaceae
Rhizophoraceae
Lythraceae
Avicenniaceae
Euphorbiaceae
Acanthaceae
Pteridaceae
Palmae

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indeks Keanekaragaman jenis tertinggi
yaitu 1,74 untuk tingkat pohon, 1,65 untuk tingkat pancang dan 1,74 untuk tingkat
semai dengan salinitas diatas 30 ppm dan terendah 0,9 untuk tingkat pohon, 0,81
untuk tingkat pancang dan 0,98 untuk tingkat semai dengan salinitas 0-10 ppm (Tabel
3).
Tabel 3. Perbandingan keanekaragaman mangrove berdasarkan tingkat salinitas air
laut
Salinitas (ppm)
0 – 10
10 – 20
20 -30
> 30

Semai
0,98
1,27
1,56
1,74

Pancang
0,81
1,13
1,53
1,65

Pohon
0,9
1,14
1,5
1,74

Pembahasan
Dari 11 jenis mangrove yang ditemukan dapat dikategorikan menjadi
mangrove sejati (true mangrove) yaitu R. apiculata, B. cilindrica, S. alba, X.
granatum, C. tagal, P. acidula, A. marina dan E. agallocha sedangkan mangrove
ikutan (associate mangrove) yaitu A. ilicifolius, A. aureum, N. fruticans.
Keanekaragaman jenis mangrove yang ditemukan masih tergolong rendah bila
dibandingkan dengan jumlah jenis mangrove di Indonesia yang tercatat 202 jenis

Universitas Sumatera Utara

meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis epifit dan 1 jenis
paku (Noor, 2006)
Berdasarkan hasil perhitungan analisis vegetasi dapat diketahui bahwa indeks
keanekaragaman masing-masing titik-titik untuk setiap fase baik tingkat semai,
pancang dan pohon tergolong rendah. Hal ini sesuai dengan literatur yang
dikemukakan oleh Barbour et al (1987) dalam Onrizal (2007) yang menyatakan
bahwa nilai H’ berkisar antara 0 - 7 dengan criteria : (a) 0 – 2 tergolong rendah, (b) 2
- 3 tergolong sedang dan (c) 3 atau lebih tergolong tinggi.
Jenis mangrove dominan berbeda-beda berdasarkan tingkat salinitas air laut di
daerah Sicanggang di sebabkan oleh kemampuan adaptasi mangrove yang berbedabeda untuk bertahan di lingkungan yang di pengaruhi pasang surut air laut dengan
salinitas yang berbeda-beda. Kemampuan adaptasi mangrove berupa kemampuan
mengekskresikan garam dan bentuk fisiologi yang dapt bertahan dari hempasn air
laut. Keanekaragaman mangrove juga di pengaruhi adanya campur tangan manusia.
Kawasan Sicanggang merupakan daerah yang dijadikan pemerintah sebagai daerah
penyangga, oleh karena itu pemerintah melalui Departemen Kehutanan melakukan
pengayaan mangrove tahun 2007.
Dari jenis-jenis yang ditemukan tersebut, jenis R. apiculata merupakan jenis
yang dominan pada berbagai tingkat salinitas, hal ini dapat dilihat INP yang yang
paling tinggi baik untuk tingkat semai tiang dan pohon. Rhizhopora menjadi dominan
boleh jadi disebabkan bentuk propagul R. apiculata jauh lebih besar dengan cadangan
makanan lebih banyak, sehingga memiliki kesempatan hidup lebih tinggi dan dapat
disebarkan arus laut secara lebih luas. Selain itu penyebaran yang luas dari jenis R.

Universitas Sumatera Utara

apiculata juga di tunjang oleh sifat dan cara perkembangbiakan dari biji yang bersifat
vivivar. Biji yang telah berkecambah selagi masih di dalam buah yang masih melekat
pada tumbuhan induknya memberikan kesempatan untuk dapat umbuh dengan baik
dalam hutan yang selalu digenangi oleh air pasang. Bengen (2002) menyatakan
bahwa daur hidup yang khusus dari jenis R. apiculata dengan benih yang dapat
berkecambah pada waktu masih berada pada tumbuhan induk sangat menunjang pada
proses distribusi yang luas dari jenis ini pada ekosistem mangrove.
Selain R. apiculata, A. marina dari famili Rhizophoraceae juga termasuk jenis
yang dominan. Hal ini disebabkan adaptasi Avicenia marina terhadap salinitas air laut
tinggi. Adaptasi terhadap salinitas umumnya berupa kelenjar ekskresi untuk
membuang kelebih garam dari dalam jaringan dan ultrafiltrasi untuk mencegah
masuknya garam ke dalam jaringan. Tumbuhan mangrove dapat mencegah lebih dari
90% masukan garam dengan filtrasi pada akar. Garam yang tetap terserap dengan
cepat diekskresikan oleh kelenjar garam di daun atau disimpan dalam kulit kayu dan
daun tua yang hampir gugur (Setyawan, 2008)
Terdapat beberapa jenis yang mempunyai INP rendah karena hanya di jumpai
di sedikit plot pengamatan. Salah satu jenisnya yaitu P. acidula yang di temukan di
petak ke V. hal ini diduga disebabkan oleh tingkat adaptasi yang rendah dan
penggunaan kayu bakar oleh masyarakat sementara pengayaan untuk jenis ini tidak
begitu di perhatikan pemerintah.
Bila di lihat berdasarkan tingkat salinitas air laut, keanekaragaman mangrove
akan semakin tinggi dari salinitas terendah hingga ke salinitas yang tinggi baik untuk
tingkat

semai,

pancang

ataupun

tingkat

pohon.

Hal

ini

Universitas Sumatera Utara

disebabkan

kemampuan beradapatasi mangrove yang berbeda-beda. Tumbuhan

mangrove umumnya memiliki bentuk morfologi dan mekanisme fisiologi tertentu
untuk beradaptasi terhadap lingkungan mangrove (Setyawan, 2008).
Bentuk adaptasi terkait dengan adaptasi terhadap garam, adaptasi sistem
reproduksi (propagul), dan adaptasi terhadap tanah yang gembur dan bersifat anoksik
(anaerob). Spesies mangrove mampu tumbuh pada lingkungan dengan salinitas
rendah hingga tinggi. Kemampuan ini disebabkan adanya mekanisme pada akar untuk
mencegah masuknya garam, adanya system penyimpanan garam dan adanya sistem
ekskresi pada daun untuk membuang garam yang terlanjur masuk ke jaringan tubuh.
Mekanisme terakhir ini menyebabkan kebanyakan daun tumbuhan mangrove berasa
asin.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Komposisi jenis mangrove di Kawasan Sicanggang disusun sebelas jenis
tumbuhan mangrove yang terdiri dari sembilan jenis mangrove sejati dan tiga
jenis mangrove asosiasi.
2. Struktur vegetasi mangrove di Kawasan Sicanggang di dominasi oleh R.
apiculata dan A. marina dengan INP paling tinggi pada setiap tingkat
pertumbuhan.
3. Keanekaragaman mangrove semakin tinggi dari salinitas terendah hingga
salinitas yang tinggi.
Saran
Diharapakan kepada masyarakat untuk memilih jenis R. apiculata dan A.
marina untuk konservasi mangrove karena memiliki adaptasi yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Arobaya, A dan A. Wanma. 2006. Menelusuri sisa areal hutan mangrove di
Manokwari. Warta Konservasi Lahan Basah,14 (4): 4-5.
Arief, A. 2003. Hutan Mangrove. Penerbit Kanisius. Jakarta.
Chapman, V.J. 1976. Mangrove Vegetation. Liechtenstein J.Cramer Verlag.
Bengen, G.B. 2000. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem
Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian
Bogar, Bogor.
Departemen Kehutanan. 1994. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi
(RTR) Daerah Pantai. Jakarta: Direktorat Jenderal Reboisasi dan
Rehabilitasi Lahan, Departemen Kehutanan.
Efendi I. 1999. Pengantar mikrobiologi Laut. Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau,Pekanbaru. 118 hal.
Giesen, W. 1993. Indonesian mangroves: an update on remaining area and main
management issues. International Seminar on Coastal Zone Mangement of
Small Island Ecosystem, Ambon, 7-10 April 1993.
Gosalam, S., N. Juli dan Taufikurahman. 2000. Isolasi bakteri dari ekosistem
mangrove yang mampu mendegradasi residu minyak bumi. D113-122.
Prosiding Konperensi Nasional II Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Lautan Indonesia. Makasar.
Gunarto. 2004. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan
Pantai. Jurnal Litbang pertanian 23 (1), 2004
Harianto, S. P. 1999. Konservasi mangrove dan potensi pencemaran Teluk Lampung.
Jurnal Manajemen & Kualitas Lingkungan, 1 (1): 9-15.
Irwanto.

2006.
Keanekaragaman
Fauna
Pada
Habitat
http//www.geocities.com/irwantoforester/fauna_mangrove.pdf
2010]

Mangrove.
[13 Maret

Kartawinata, K. 1979. Status pengetahuan hutan bakau di Indonesia. Prosiding
Seminar Ekosistem Hutan Mangrove. Jakarta: MAP LON LIPI.

Universitas Sumatera Utara

Kompas. 2000. Separuh hutan bakau Sumatera Barat Rusak. Kompas 28 Februari
2000.
Munisa, A. A. H. Oli, A. K. Palaloong, Erniwati, Golar, G. D. Dirawan, M. S.
Hamidua dan R. G. P. Panjaitan. 2003. Partisipasi masyarakat mangrove di
Sulawesi Selatan. http://tumoutou,net/702_07134/71034_13.htm.
Nontji.A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta, 368 hal.
Nybaken,J.W. 1993. Biologi laut suatu pendekatan ekologis. Diterjemahkan oleh
Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo dan S Sukarjo. Gramedia.
Jakarta. 459 hal
Odum.E.P. 1972. Fundamental ecology 3rd. Ed W.B Sounders.
Onrizal. 2007. Teknik Pengenalan dan Analisis Vegetasi Hutan mangrove. Di dalam:
Affandi O (editor). Buku Panduan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan
Hutan (P3H). Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU. Medan
Setyawan, A.D., A. Susilowati, dan Wiryanto. 2002. Habitat reliks vegetasi mangrove
di pantai selatan Jawa. Biodiversitas 3 (2): 242- 256.
Setyawan, A.D. dan K. Winarno. 2006. Permasalahan konservasi ekosistem
mangrove di pesisir Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Biodiversitas 7 (2):
160-164.
Setyawan, A.D. 2008. Biodiversitas Ekosistem Mangrove di Jawa. Jurusan Biologi
Universitas Surakarta. Surakarta.
Sikong M. 1978. Peranan Hutan Mangrove sebagai tempat Asuhan berbagai jenis
ikan dan Crustacea. Dalam prosiding seminar ekosistem mangrove. Jakarta 27
februari – 1 Maret 1978 hal 106 – 108.
Strategi Nasional Mangrove. 2003. Strategi Nasional Pengelolaan Mangrove di
Indonesia (Draft Revisi); Buku II: Mangrove di Indonesia. Jakarta.
Widodo, H. 1987. Mangrove hilang ekosistem terancam. Suara Alam 49: 11-15.

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis vegetasi hutan mangrove di kawasan Sicanggang
Tabel 1. Analisis vegetasi untuk tingkat pohon dengan salinitas 0-10 ppm
No
1
2
3

Jenis
Soneratia alba
Rhizophora apiculata
Excoecaria agallocha
Total

K (individu/ha)
160
260
40
460

KR
(%)
34,78
56,53
8,69
100

F
0,8
1
0,4
2,2

FR
(%)
36,36
45,45
18,19
100

LBDS
(m2)
0,11
0,07
0,009
0,189

D
0,0002
0,0001
0,00001
0,00031

DR
(%)
64,51
32,26
3,23
100

INP
(%)
135,64
134,24
30,1
299,98

DR
(%)
46,43
7,14
30,36
16,07
100

INP
(%)
138,23
29,19
80,09
52,49
300

DR
(%)
27,58
34,49
12,06
15,52
10,35
100

INP
(%)
67,97
98,58
39,95
59,42
34,08
300

Indeks Shannon-Wienner = 0,9
Tabel 2. Analisis vegetasi untuk tingkat pohon dengan salinitas 10-20 ppm
No
1
2
3
4

Jenis
Avicennia marina
Soneratia alba
Rhizophora apiculata
Xylocarpus granatum
Total

K (individu/ha)
320
40
160
80
600

KR
(%)
53,33
6,66
26,66
13,35
100

F
1
0,4
0,6
0,6
2,6

FR
(%)
38,47
15,39
23,07
23,07
100

LBDS
(m2)
0,129
0,021
0,087
0,049
0,289

D
0,00026
0,00004
0,00017
0,00009
0,00056

Indeks Shannon-Wienner = 1,14
Tabel 3. Analisis vegetasi untuk tingkat pohon dengan salinitas 20-30 ppm
No
1
2
3
4
5

Jenis
Rhizophora apiculata
Bruguera cylindrica
Avicenia marina
Ceriops tagal
Xylocarpus granatum
Total

K (individu/ha)
120
160
60
100
40
480

KR
(%)
25
33,33
12,5
20,83
8,34
100

F
0,4
0,8
0,4
0,6
0,4
2,6

FR
(%)
15,39
30,76
15,39
23,07
15,39
100

LBDS
(m2)
0,079
0,100
0,036
0,045
0,029
0,289

D
0,00016
0,00020
0,00007
0,00009
0,00006
0,00058

Indeks Shannon-Wienner = 1,5

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4. Analisis vegetasi untuk tingkat pohon dengan salinitas > 30 ppm
No
1
2
3
4
5
6
7

Jenis
Rhizophora apiculata
Bruguera cilindrica
Soneratia alba
Xylocarpus granatum
Ceriops tagal
Pemphis acidula
Avicennia marina
Total

K (individu/ha)
160
100
20
120
60
20
160
640

KR
(%)
25
15,63
3,13
18,74
9,37
3,13
25
100

F
0,6
0,6
0,2
0,6
0,4
0,2
0,6
3,2

FR
(%)
18,75
18,75
6,25
18,75
12,5
6,25
18,75
100

LBDS
(m2)
0,112
0,074
0,013
0,077
0,024
0,013
0,118
0,431

D
0,00022
0,00014
0,00002
0,00015
0,00005
0,00002
0,00023
0,00083

DR
(%)
26,5
16,86
2,42
19,07
6,02
2,42
27,71
100

INP
(%)
69,25
51,24
11,8
56,56
27,89
11,8
71,46
300

DR
(%)
21,06
73,68
5,26
100

INP
(%)
79,3
187,88
32,82
300

DR
(%)
59,09
4,54
22,73
13,64
100

INP
(%)
148,85
24,24
75,62
51,29
300

DR
(%)
23,53
17,65
11,76
23,53
23,53
100

INP
(%)
60,13
81,77
36,23
70,84
51,03
300

Indeks Shannon-Wienner = 1,74
Tabel 5. Analisis vegetasi untuk tingkat pancang dengan salinitas 0-10 ppm
No
1
2
3

Jenis
Soneratia alba
Rhizophora apiculata
Excoecaria agallocha
Total

K (individu/ha)
140
440
60
640

KR
(%)
21,87
68,75
9,38
100

F
0,8
1
0,4
2,2

FR
(%)
36,37
45,45
18,18
100

LBDS
(m2)
0,021
0,070
0,005
0,096

D
0,00004
0,00014
0,00001
0,00019

Indeks Shannon-Wienner = 0,81
Tabel 6. Analisis vegetasi untuk tingkat pancang dengan salinitas 10-20 ppm
No
1
2
3
4

Jenis
Avicennia marina
Soneratia alba
Rhizophora apiculata
Xylocarpus granatum
Total

K (individu/ha)
400
40
180
120
740

KR
(%)
54,05
5,41
24,32
16,22
100

F
1
0,4
0,8
0,6
2,8

FR
(%)
35,71
14,29
28,57
21,43
100

LBDS
(m2)
0,065
0,005
0,025
0,016
0,111

D
0,00013
0,00001
0,00005
0,00003
0,00022

Indeks Shannon-Wienner = 1,13
Tabel 7. Analisis vegetasi untuk tingkat pancang dengan salinitas 20-30 ppm
No
1
2
3
4
5

Jenis
Rhizophora apiculata
Bruguera cylindrica
Avicenia marina
Ceriops tagal
Xylocarpus granatum
Total

K (individu/ha)
140
220
60
160
80
660

KR
(%)
21,22
33,33
9,09
24,24
12,12
100

F
0,4
0,8
0,4
0,6
0,4
2,6

FR
(%)
15,38
30,79
15,38
23,07
15,38
100

LBDS
(m2)
0,022
0,018
0,011
0,021
0,020
0,092

D
0,00004
0,00003
0,00002
0,00004
0,00004
0,00017

Indeks Shannon-Wienner = 1,53

Universitas Sumatera Utara

Tabel 8. Analisis vegetasi untuk tingkat pancang dengan salinitas > 30 ppm
No
1
2
3
4
5
6
7

Jenis

K (individu/ha)

Rhizophora apiculata
Bruguera cilindrica
Soneratia alba
Xylocarpus granatum
Ceriops tagal
Pemphis acidula
Avicennia marina
Total

240
140
20
100
40
20
160
720

KR
(%)
33,33
19,44
2,78
13,89
5,56
2,78
22,22
100

F
0,6
0,6
0,2
0,6
0,2
0,2
0,6
3

FR
(%)
20
20
6,67
20
6,67
6,66
20
100

LBDS
(m2)
0,038
0,025
0,006
0,025
0,008
0,005
0,035
0,122

D
0,00007
0,00005
0,00001
0,00005
0,00002
0,00001
0,00007
0,00028

DR
(%)
25
17,85
3,58
17,85
7,14
3,58
25
100

Indeks Shannon-Wienner = 1,65
Tabel 9. Analisis vegetasi untuk tingkat semai dengan salinitas 0-10 ppm
No
1
2
3

Jenis
Soneratia alba
Rhizophora apiculata
Excoecaria agallocha
Total

K (individu/ha)
560
780
200
1540

KR (%)
36,36
50,65
12,99
100

F
0,8
1
0,4
2,2

FR (%)
36,37
45,45
18,18
100

INP (%)
72,73
96,1
31,17
200

Indeks Shannon-Wienner = 0,98
Table 10. Analisis vegetasi untuk tingkat semai dengan salinitas 10-20 ppm
No
1
2
3
4

Jenis

K (individu/ha)

KR (%)

F

FR (%)

600
120
380
360
1460

41,09
8,22
26,03
24,66
100

1
0,4
0,8
0,6
2,8

35,71
14,29
28,57
21,43
100

Avicennia marina
Soneratia alba
Rhizophora apiculata
Xylocarpus granatum
Total

INP
(%)
76,8
22,51
54,6
46,09
200

Indeks Shannon-Wienner = 1,27
Tabel 11. Analisis vegetasi untuk tingkat semai dengan salinitas 20-30 ppm
No
1
2
3
4
5

Jenis

K (individu/ha)

KR (%)

F

FR (%)

240
360
160
400
240
1400

17,14
25,72
11,43
28,57
17,14
100

0,4
0,8
0,4
0,6
0,4
2,6

15,38
30,78
15,38
23,08
15,38
100

Rhizophora apiculata
Bruguera cylindrica
Avicenia marina
Ceriops tagal
Xylocarpus granatum
Total

INP
(%)
32,52
56,5
26,81
51,65
32,52
200

Indeks Shannon-Wienner = 1,56

Universitas Sumatera Utara

INP
(%)
78,33
57,29
13,03
51,74
19,37
13,02
67,22
300

Tabel 12. Analisis vegetasi untuk tingkat semai dengan salinitas > 30 ppm
No
1
2
3
4
5
6
7

Jenis

K (individu/ha)

KR (%)

F

FR (%)

380
340
80
180
280
40
380
1680

22,62
20,24
4,76
10,71
16,67
2,38
22,62
100

0,6
0,6
0,2
0,6
0,4
0,2
0,6
3,2

18,75
18,75
6,25
18,75
12,5
6,25
18,75
100

Rhizophora apiculata
Bruguera cilindrica
Soneratia alba
Xylocarpus granatum
Ceriops tagal
Pemphis acidula
Avicennia marina
Total

INP
(%)
41,37
38,99
11,01
29,46
29,17
8,63
41,37
200

Indeks Shannon-Wienner = 1,74

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Keanekaragaman jenis mangrove di kawasan Sicanggang

Gbr 1. Xylocarpus granatum

Gbr 2. Rhizophora apiculata

Gbr 3. Avicenia marina

Gbr 4. Bruguera cilindrica

Gbr 5. Soneratia alba

Gbr 6. Pemphis acidula

Gbr 7. Ceriops tagal

Gbr 8. Excoecaria agallocha

Gbr 9. Acanthus ilicifolius

Gbr 10. Acrostichum aureum

Gbr 11. Nypa fruticans

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Tally Sheet Analisis Vegetasi Mangrove di Kawasan Sicanggang
Salinitas
(ppm)

Plot

I

0-10

II
III

IV
V
I

10-20

II

III
IV
V

I

20-30

II

III

Jenis

Jumlah individu

Soneratia alba
Rhizopora apiculaata
Excoecaria agallocha
Soneratia alba
Rhizopora apiculaata
Rhizopora apiculaata

3
2
1
3
4
3

Soneratia alba
Excoecaria agallocha

1
1

Soneratia alba
Rhizophora apiculata
Rhizopora apiculata
Avicennia marina
Soneratia alba
Rhizopora apiculata
Avicenia marina
Soneratia alba
Rhizopora apiculata
Xylocarpus granatum
Avicenia marina
Xylocarpus granatum
Rhizop