Batas Kemiskinan Landasan Teori .1 Teori Pembangunan Manusia

baru dan menata kembali kebijaksanaan pembangunan ekonomi dan pengembangan kelembagaan pertanian dalam arti luas. Masalah yang dihadapi dalam pembangunan pertanian dan pedesaan adalah produktivitas tenaga kerja dan penguasaan aset produktif yang rendah disertai adanya dualisme antara pertanian rakyat yang tradisional dan perusahaan besar yang maju dan modern serta dualisme antara kota dan desa. Kondisi ini menyebabkan rendahnya pendapatan masyarakat dan tingginya tingkat kemiskinan di pedesaan. Oleh karena itu, pembangunan pertanian harus berorientasi pada peningkatan produktivitas tenaga kerja, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat petani di pedesaan.

2.1.4 Batas Kemiskinan

Biro Pusat Statistik 2009 menggunakan batas garis kemiskinan berdasarkan data konsumsi dan pengeluaran komoditas pangan dan non pangan. Komoditas pangan terpilih terdiri dari 52 macam, sedangkan komoditas non pangan terdiri dari 27 jenis untuk kota dan 26 jenis untuk desa. Indikator BPS garis kemiskinan yang diterapkan yaitu keluarga yang memiliki penghasilan di bawah Rp. 150.000 – Rp. 180.000 per bulan. Dalam penanggulangan masalah kemiskinan pemerintah Indonesia melalui program bantuan langsung tunai BLT melalui BPS telah menetapkan 14 kriteria keluarga miskin sebagai berikut: a. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m 2 per orang. b. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanahbambukayu murahan. c. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bamburumbiakayu berkualitas rendahtembok tanpa diplester. d. Tidak memiliki fasilitas buang air besar atau menggunakan WC umum bersama-sama dengan rumah tangga lain. e. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. f. Sumber air minum berasal dari sumurmata air tidak terlindungisungaiair hujan. g. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakararangminyak tanah. h. Hanya mengkonsumsi dagingsusuayam satu kali dalam seminggu. i. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. j. Hanya sanggup makan sebanyak satudua kali dalam sahari. k. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmaspoliklinik. l. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000 per bulan. m. Pendidikan tertinggi kepala keluarga adalah tidak sekolahtidak tamat SDhanya SD. n. Tidak memiliki tabunganbarang yang mudah dijual dengan nilai Rp. 500.000 seperti sepeda motor kreditnon kredit, emas, perak, kapal motor atau barang modal lainnya. Penelitian ini lebih berfokus pada tingkat kemiskinan berdasarkan pada indikator kemiskinan dari BPS. Hal ini dikarenakan indikator kemiskinan dari BPS adalah indikator yang digunakan pemerintah Indonesia dalam menentukan standar masyarakat miskin yang berhak memperoleh dana BLT. BKKBN 2011 menerapkan ukuran kemiskinan dengan pendekatan kesejahteraan. Keluarga dapat dibagi dalam beberapa kategori yaitu prasejahtera, sejahtera I, sejahtera II, sejahtera III dan sejahtera III plus. Keluarga miskin dimasukkan dalam kategori prasejahtera dan sejahtera I. Keluarga yang dimasukkan dalam kategori prasejahtera apabila tidak dapat memenuhi satu dari lima syarat berikut: a. Melaksanakan ibadah menurut agamanya. b. Makan 2 kali sehari atau lebih. c. Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan. d. Lantai rumah bukan dari tanah. e. Bila anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan. Batasan kemiskinan lain menurut World Bank 2008, menetapkan standar kemiskinan sebesar 1 per hari untuk kategori sangat miskin dan 2 per hari untuk kategori miskin, selengkapnya adalah sebagai berikut: a. Kepemilikan tanah dan modal yang terbatas. b. Terbatasnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan. c. Pembangunan kota yang bias. d. Perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat. e. Perbedaan sumber daya manusia dan sektor ekonomi. f. Rendahnya produktivitas. g. Budaya hidup yang jelek. h. Tata pemerintahan yang buruk. i. Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan disingkat TNP2K 2012 menyatakan bahwa batas kemiskinan adalah Rp. 248.707 per kapita. Garis Kemiskinan GK terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan GKM dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan GKBM. TNP2K memandang kemiskinan sebagai bentuk ketidakmampuan seseorang dari aspek ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar makanan dan bukan makanan. Di Indonesia terdapat beberapa model penghitungan kemiskinan, yaitu: a. Model tingkat komsumsi. Sajogyo 2002 menggunakan tingkat konsumsi ekuivalen beras per kapita sebagai indikator kemiskinan. Beliau membedakan tingkat ekuivalen konsumsi beras didaerah pedesaan dan perkotaan. Untuk daerah pedesaan apabila seseorang hanya mengkonsumsi ekuivalen beras kurang dari 240 kg per tahun, maka yang bersangkutan digolongkan sangat miskin. Sedangkan untuk daerah perkotaan ditentukan sebesar ekuivalen 360 kg beras per orang per tahun. Hampir sejalan dengan model konsumsi beras dari Sajogyo, BPS menghitung angka kemiskinan lewat tingkat konsumsi penduduk atas kebutuhan dasar. Perbedaannya adalah BPS tidak menyertakan kebutuhan-kebutuhan dasar dengan jumlah beras. Ddari sisi makanan, BPS menggunakan indikator yang direkomendasikan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi pada tahun 1998 yaitu 2.100 kalori per orang per hari, sedangkan dari sisi kebutuhan non-makanan tidak hanya terbatas pada sandang dan papan melainkan termasuk pendidikan dan kesehatan. b. Model kesejahteraan keluarga Berbeda dengan BPS, BKKBN lebih melihat dari segi kesejahteraan dibanding sisi kemiskinan. Uji survey pada BPS mengukur kelayakan rumah tinggal, sedangkan BKKBN menggunakan keluarga. Hal ini sejalan dengan visi Keluarga Berencana KB, yaitu keluarga yang berkualitas. Pembangunan dan pengentasan kemiskinan terdapat pada empat kelompok data yang diukur dari pendapatan keluarga yaitu data demografi misalnya jumlah jiwa dalam keluarga menurut jenis kelamin, dan lain-lain. Data keluarga berencana, misalnya Pasangan Usia Subur PUS, peserta KB, data tahap keluarga sejahtera yang dibagi menjadi: 1. Keluarga Pra Sejahtera sangat miskin, adalah keluarga yang belum memenuhi salah satu atau lebih dari 5 kebutuhan dasar basic needs seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, papan, sandang dan kesehatan. 2. Keluarga Sejahtera I, adalah keluarga yang telah dapat memenuhikebutuhan dasarnya secara minimal yaitu: a Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota keluarga. b Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih. c Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah, beker, sekolah atau bepergian. d Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah. e Bila anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber-KB dibawa ke petugas kesehatan. 3. Keluarga Sejahtera II, yaitu keluarga yang disamping telah memenuhi kriteria Keluarga Sejahtera I harus memenuhi syarat sosial psikologis 6 sampai 14 yaitu: a Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur. b Paling kurang seminggu sekali keluarga menyediakan daging, ikan atau telur sebagai lauk pauk. c Selutuh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru per tahun. d Luas lantai rumah paling kurang delapan meter persegi tiap penghuni rumah. e Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat. f Paling kurang 1 orang anggota keluarga yang berumur 15 tahun ke atas mempunyai penghasilan tetap. g Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa membaca tulisan latin. h Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah pada saat ini. i Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga yang masih pasangan usia subur memakai kontrasepsi kecuali sedang hamil. 4. Keluarga Sejahtera III, yaitu keluarga yang memenuhi syarat 1 sampai 14 dan dapat pula memnuhi syarat 15 sampai 21, syarat pengembangan keluarga yaitu: a Mmempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama. b Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga. c Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan itu dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga. d Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. e Mengadakan rekreasi bersama di luar rumah paling kurang sekali per enam bulan. f Dapat memperoleh berita dari surat kabar, TV atau majalah. g Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi daerah setempat. 5. Keluarga Sejahtera III plus, keluarga yang dapat memenuhi kriteria 1 sampai 21 dan dapat pula memenuhi kriteria 22 dan 23 kriteria pengembangan keluarganya yaitu: a Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materi. b Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus perkumpulan, yayasan atau institusi masyarakat. Dari 5 kategori tersebut, yang dikatakan keluarga miskin sekali dan keluarga miskin adalah tahap Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I. c. Model pembangunan manusia Pendekatan Pembangunan Manusia dipromosikan oleh PBB untuk program pembangunan yaitu UNDP. Laporan tentang Pembangunan Manusia atau yang sering disebut HDR Human Development Report. Pemerintah Indonesia melalui BPS dan Bappenas mengembangkan model ini. GBHN telah menjadikan model ini sebagai model pembangunan nasional yang disebut sebagai Pembangunan Manusia Seutuhnya. HRD berisikan penjelasan tentang empat indeks yaitu indeks pembangunan manusia atau HDI, indeks pembangunan gender atau GDI,langkah pemberdayaan gender atau GEM dan indeks kemiskinan manusia atau HPI. Pengukuran angka kemiskinan dilakukan dengan melihat beberapa aspek sebagai berikut: a. Indeks Pembangunan Manusia IPM Mengukur pencapaian suatu wilayah dalam tiga dimensi pembangunan manusia yang paling esensial seperti lama hidup, tingkat pengetahuan, dan stansar hidup yang layak. Indeks tersebut dihitung dengan angka harapan hidup, angka melek huruf, dan rata-rata lama sekolah dan penduduk yang kekurangan makan. b. Indeks Kemiskinan Manusia IKM Mengukur dimensi yang berlawanan arah dari IPM yaitu seberapa besar penduduk yang kurang beruntung, tertinggal karena tidak mempunyai akses untuk mencapai standar kehidupan yang layak. Indeks tersebut dihitung menggunakan persentase penduduk buta huruf, penduduk yang tidak mencapai usia 40 tahun, balita dengan statur gizi kurang, penduduk yang tidak mempunyai akses pada pelayanan kesehatan dasar dan sanitasi air bersih. Semakin besar penduduk suatu wilayah pada situasi ini dipresentasikan oleh IKM yang semakin tinggi. c. Indeks Kehidupan Fakir Miskin Mengukur kesenjangan pencapaian, yaitu berapa upaya dalam persentase yang masih harus dilakukandicapai untuk membawa kondisi kehidupan fakir miskin di suatu wilayah menuju standar kehidupan minimum yang layak. Dimensi yang diukur mencakup siyuasi kelaparan atau sangat kurang kalori, kualitas hidup fakir miskin, serta akses fakir miskin pada pelayanan sosial dasar dan pembangunan.

2.1.5 Kebijakan Pertanian