Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk

komponen-komponen dari sistem dialog. Ia membagi sub sitem dialog menjadi tiga bagian yaitu: 1. Bahasa aksi, meliputi apa yang dapat digunakan oleh pemakai dalam berkomunikasi dengan sistem. Hal ini meliputi pemilihan-pemilihan seperti papan ketik key board, panel-panel sentuh, joystick, perintah suara dan sebagainya. 2. Bahasa tampilan dan presentasi, meliputi apa yang harus diketahui oleh pemakai. Bahasa tampilan meliputi pilihan-pilihan seperti printer, layar tampilan, grafik, warna, plotter, keluaran suara, dan sebagainya. 3. Basis pengetahuan, meliputi apa yang harus diketahui oleh pemakai agar pemakaian sistem bisa efektif. Basis pengetahuan bisa berada dalam pikiran pemakai, pada kartu referensi atau petunjuk, dalam buku manual, dan sebagainya. Kombinasi dari kemampuan-kemampuan tersebut terdiri dari apa yang disebut gaya dialog, misalnya, pendekatan tanya jawab, bahasa perintah, menu- menu, dan mengisi tempat kosong. Kemampuan yang harus dimiliki oleh SPK untuk mendukung dialog pemakaisistem meliputi: 1. Kemampuan untuk menangani berbagai variasi dialog, bahkan jika mungkin untuk mengkombinasikan berbagai gaya dialog sesuai dengan pilihan pemakai. 2. Kemampuan untuk mengakomodasikan tindakan pemakai dengan berbagai peralatan masukan. 3. Kemampuan untuk menampilkan data dengan berbagai variasi format dan peralatan keluaran. 4. Kemampuan untuk memberikan dukungan yang fleksibel untuk mengetahui basis pengetahuan pemakai.

2.2 Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk

Universitas Sumatera Utara Proses analisis kebijakan membutuhkan adanya kriteria sebelum memutuskan pilihan dan berbagai alternatif yang ada. Kriteria menunjukkan definisi masalah dalam bentuk yang konkret dan kadang-kadang dianggap sebagai sasaran yang akan dicapai Sawicki, 1992. Analisis atas kriteria penilaian dilakukan untuk memperoleh seperangkat standar pengukuran, untuk kemudian dijadikan sebagai alat dalam membandingkan berbagai alternatif. Pada saat pembuatan kriteria, pengambil keputusan harus mencoba untuk menggambarkan dalam bentuk kuantitatif, jika hal ini memungkinkan. Hal itu karena akan selalu ada beberapa faktor yang tidak dapat dikuantifikasikan yang juga tidak dapat diabaikan sehingga mengakibatkan semakin sulitnya membuat perbandingan. Kenyataan bahwa kriteria yang tidak bisa dikuantifikasikan itu sukar untuk diperkirakan dan diperbandingkan hendaknya tidak menyebabkan pengambil keputusan untuk tidak menggunakan kriteria tersebut, karena kriteria ini dapat saja relevan dengan masalah utama di dalam setiap analisis. Sifat-sifat yang harus diperhatikan dalam memilih kriteria pada setiap persoalan pengambilan keputusan Suryadi dan Ramdhani, 1998 adalah sebagai berikut: 1. Lengkap, sehingga dapat mencakup seluruh aspek penting dalam persoalan tersebut. Suatu set kriteria disebut lengkap apabila set ini dapat menunjukkan seberapa jauh seluruh tujuan dapat dicapai. 2. Operasional, sehingga dapat digunakan dalam analisis. Sifat operasional ini mencakup beberapa pengertian, antara lain adalah bahwa kumpulan kriteria ini harus mempunyai arti bagi pengambil keputusan, sehingga ia dapat benar-benar menghayati implikasinya terhadap alternatif yang ada. Selain itu, jika tujuan pengambilan keputusan ini harus dapat digunakan sebagai sarana untuk meyakinkan pihak lain, maka kumpulan kriteria ini harus dapat digunakan sebagai sarana untuk memberikan penjelasan atau untuk berkomunikasi. Operasional ini juga mencakup sifat dapat diukur. Pada dasarnya sifat dapat diukur ini adalah untuk: Universitas Sumatera Utara a. Memperoleh distribusi kemungkinan dari tingkat pencapaian kriteria yang mungkin diperoleh untuk keputusan dalam ketikdakpastian. b. Mengungkapkan preferensi pengambil keputusan atas pencapaian kriteria. 3. Tidak berlebihan, sehingga menghindarkan perhitungan berulang. Dalam menentukan set kriteria, jangan sampai terdapat kriteria yang pada dasarnya mengandung pengertian yang sama. 4. Minimum, agar lebih mengkomprehensifkan persoalan. Dalam menentukan sejumlah kriteria perlu sedapat mungkin mengusahakan agar jumlah kriterianya sesedikit mungkin. Karena semakin banyak kriteria maka semakin sukar pula untuk dapat menghayati persoalan dengan baik, dan jumlah perhitungan yang diperlukan dalam analisis akan meningkat dengan cepat. Beberapa model pengambilan keputusan pada dasarnya mengambil konsep pengukuran kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif pada dasarnya merupakan upaya penggambaran dunia nyata.

2.2.1. Analytical Hierarchy Process AHP

AHP adalah sebuah hierarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan hierarki, suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hierarki. Model AHP memakai persepsi manusia yang dianggap “pakar” sebagai input utamanya. Kriteria “pakar” disini bukan berarti bahwa orang tersebut haruslah jenius, pintar, bergelar doktor dan sebagainya tetapi lebih mengacu pada orang yang mengerti benar permasalahan yang diajukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah tersebut. Suryadi, 1988

2.2.1.1 Prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process

Universitas Sumatera Utara Dalam menyelesaikan permasalahan dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus dipahami, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Decomposition membuat hierarki Sistem yang kompleks bisa dipahami dengan memecahkannya menjadi elemen-elemen yang lebih kecil dan mudah dipahami. Gambar 2.1 Hierarki 3 level AHP 2. Comparative judgment penilaian kriteria dan alternatif Kriteria dan alternatif dilakukan dengan perbandingan berpasangan. Menurut Saaty 1988, untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik untuk mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat diukur menggunakan tabel analisis seperti tabel dibawah ini. Tabel 2.1 Skala Penilaian Perbandingan Pasangan Intensitas Kepentingan Keterangan 1 Kedua elemen sama pentingnya 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya 5 Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya 7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya Universitas Sumatera Utara 9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya 2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan- pertimbangan yang berdekatan 3. Synthesis of priority Menentukan Prioritas Menentukan prioritas dari elemen-elemen kriteria dapat dipandang sebagai bobotkontribusi elemen tersebut terhadap tujuan pengambilan keputusan. AHP melakukan analisis prioritas elemen dengan metode perbandingan berpasangan antar dua elemen sehingga semua elemen yang ada tercakup. Prioritas ini ditentukan berdasarkan pandangan para pakar dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pengambilan keputusan, baik secara langsung diskusi maupun secara tidak langsung kuisioner. 4. Logical Consistency konsistensi logis Konsistensi memiliki dua makna. Pertama, objek-objek yang serupa bisa dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Kedua, menyangkut tingkat hubungan antar objek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Kosasi, Sandy. 2002

2.2.1.2 Prosedur Analytical Hierarchy Process

Secara umum langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menggunakan AHP untuk pemecahan suatu masalah adalah sebagai berikut: 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan, lalu menyusun hierarki dari permasalahan yang dihadapi. 2. Menentukan prioritas elemen a. Langkah pertama dalam menentukan prioritas elemen adalah membuat perbandingan pasangan, yaitu membandingkan elemen secara berpasangan sesuai kriteria yang diberikan. Universitas Sumatera Utara b. Matriks perbandingan berpasangan diisi menggunakan bilangan untuk merepresentasikan kepentingan relatif dari suatu elemen terhadap elemen yang lainnya. 3. Sintesis Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan disintesis untuk memperoleh keseluruhan prioritas. Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah: a. Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap kolom pada matriks b. Membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks. c. Menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan nilai rata-rata. 4. Mengukur Konsistensi Dalam pembuatan keputusan, penting untuk mengetahui seberapa baik konsistensi yang ada karena kita tidak menginginkan keputusan berdasarkan pertimbangan dengan konsistensi yang rendah. Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah sebagai berikut: a. Kalikan setiap nilai pada kolom pertama dengan prioritas relatif elemen pertama, nilai pada kolom kedua dengan prioritas relatif elemen kedua dan seterusnya. b. Jumlahkan setiap baris c. Hasil dari penjumlahan baris dibagi dengan elemen prioritas relatif yang bersangkutan d. Jumlahkan hasil bagi di atas dengan banyaknya elemen yang ada, hasilnya disebut λ maks 5. Hitung Consistency Index CI dengan rumus: CI = λ max – n n Dimana n = banyaknya elemen. 6. Hitung Rasio KonsistensiConsistency Ratio CR dengan rumus: CR= CIRC Dimana CR = Consistency Ratio CI = Consistency Index Universitas Sumatera Utara IR = Indeks Random Consistency 7. Memeriksa konsistensi hierarki. Jika nilainya lebih dari 10 , maka penilaian data judgment harus diperbaiki. Namun jika Rasio Konsistensi CICR kurang atau sama dengan 0,1, maka hasil perhitungan bisa dinyatakan benar. Kusrini. 2007 Dimana RI : random index yang nilainya dapat dilihat pada table di bawah ini. Tabel 2.2 Ratio index 2.2.2.Technique For Order Preference by Similarity to Ideal Solution TOPSIS TOPSIS adalah salah satu metode pengambilan keputusan multikriteria yang pertama kali diperkenalkan oleh Yonn dan Hwang 1981. Dengan ide dasarnya adalah bahwa alternatif yang dipilih memiliki jarak terdekat dengan solusi ideal positif dan memiliki jarak terjauh dari solusi ideal negatif. Berikut ini adalah contoh sebuah matriks dengan alternatif dan kriteria Dimana: D = matriks m = alternatif n = kriteria

2.2.2.1 Procedure TOPSIS

1. Normalisasi matriks keputusan N

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 RI 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 Universitas Sumatera Utara Setiap elemen pada matriks D dinormalisasikan untuk mendapatkan matriks normalisasi R. Setiap normalisasi dari nilai r ij dapat dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut: Untuk i=1,2,3,…,m; j=1,2,3,…,n 2. Pembobotan pada matriks yang telah dinormalisasikan Diberikan bobot W = w1,w2,…,wn, sehingga weighted normalized matrix V dapat dihasilkan sebagai berikut: Dengan i=1,2,3,…,m dan j=1,2,3…,n 3. Menentukan solusi ideal positif dan solusi ideal negative Solusi ideal positif dinotasikan dengan A + dan solusi ideal negatife dinotasikan dengan A - , sebagi berikut : Menentukan Solusi Ideal + - { } { } { } { } − − − − + + + + = = ∈ ∈ = = = ∈ ∈ = m ij ij m ij ij v v v m i J j v J j v A v v v m i J j v J j v A ,... , ,... 3 , 2 , 1 , | min | max ,... , ,... 3 , 2 , 1 , | min | max 2 1 2 1 Dimana : v ij = elemen matriks V baris ke-i dan kolom ke- j J ={j=1,2,3,…,n dan j berhubung dengan benefit criteria} J’ ={j=1,2,3,…,n dan j berhubung dengan cost criteria} 4. Menghitung Separation Measure Universitas Sumatera Utara Separation measure ini merupakan pengukuran jarak dari suatu alternatif ke solusi ideal positif dan solusi ideal negatif. Perhitungan matematisnya adalah sebagai berikut: Separation measure untuk solusi ideal positif ∑ = + + − = n j j ij i v v S 1 2 , dengan i=1,2,3,…,n Separation measure untuk solusi ideal positif ∑ = − − = n j j ij i v v S 1 2 _ , dengan i=1,2,3,…,n 5. Menghitung kedekatan relative dengan ideal positif Kedekatan relative dari alternatif A+ dengan solusi ideal A- direpresentasikan dengan: + − − + = i i i i S S S C , dengan 0 1 i C dan i=1,2,3,…,m 6. Mengurutkan Pilihan Alternatif dapat dirangking berdasarkan urutan i C . Maka dari itu, alternatif terbaik adalah salah satu yang berjarak terpendek terhadap solusi ideal dan berjarak terjauh dengan solusi ideal negatif.

2.3 Beasiswa FMIPA