Pemberontakan rakyat Sasak terhadap kerajaan Bali di Lombok tahun 1891-1894

PEMBERONTAKAN RAKYAT SASAK TERHADAP
KERAJAAN BALI DI LOMBOK TAHUN 1891-1894

Oleh:

Mohammad Tanwir
NIM : 100022018535

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1428 HI 2001 M

PEMBERONTAKAN RAKYAT SASAK TERHADAP KERAJAAN
BALI DI LOMBOK TAHUN 1891-1894

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar
Sarjana Sh·ata Satu (Sl)


Oleh:
Mohammad Tanwir
NIM: 100022018535

Jurusan Sejarah dan Peradaban IsXan1
Fakultas Adah dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta

1426 H/2006 M

PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASYAH
Skripsi yang berjudul Pcmbcrontakan Rakyat Sasak Terhadap Kcra,jaan
Bali di Lombok Tahun 1891-1894, telah diujikan dalam sidang munaqasyah
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Senin 12
Maret 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar smjana program strata (SI) pada Jurusai1 Sejarah dm1 Peradaban Islam.
Jakarta, 13 Maret 2007


Sidang Munaqasyah

Ketua

Dr. H. Abdul Chair
NIP.150 216 746
Penguji

Dr. H. Abdul Chair
NIP. 150 216 746

Sekretaris

Uscp Abdul Matin, S.Ag., MA., MA
NIP.150 288 304

KATA PENGANTAR

Segenap potensi rasa, fikir dan gerakku bersimpuh di haribaan Allah
SWT, seraya berucap syukur kepada-Nya. Dia telah mewahyukan teks


knrmiyah dan tanziliynh untuk seluruh alam, sehingga pena sejarah telah
mengabadikan hibriditas interpretasi untuk menggali al-hikmah, makna yang
tersimpan di dalamnya.
Rangkaian shalawat dan salam terhatur ke panutan Nabi Muhammad
saw. Serpihan teks semiolisnya terus mengalir, menembus kontekstualitas
zaman. Sehingga, seluruh lokus geo-intelektual mengakuinya sebagai the

grent individual di pagelaran sejarah.
Penulis persembahkan, seutuhnya jiwa raga ini, kepada kedua orang
tua penulis (ayahanda Amaq Harni dan bundaku, Mar'ah), di Lombok yang
tak pernah lelah, tanpa

「。エセウL@

senantiasa mengemanasikan cinta dan kasih

sayangnya di tengah keresahan ekspresi hidup yang digandrungi putera
mereka ini. Kebanggaan pun penulis haturkan kepada saudara/i tercinta:
Kak Harni, Kak Mahidin, Kak Tiwi, Kak Manshur, Kak Danian, dan Ahmad

Yani (jadilah insan lebih bijaksana dari kakak). Juga semua ini penulis
persembahkan kepada Khairuddin dan Ahmad Zakky Riyan (bentuk masa

depan kalian sendiri). Kehadiran semua jiwa ini, senantiasa menjadi energi
pembakar semangat bagi penulis, dan makna keberadaannya adalah jawaban
atas masa depan yang semakin multi-konteks.
Ucapan terima kasih pun penulis sampaikan kepada:
1. Dr. H. Abdul Chair, MA selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora
2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam (Drs. H.M.
Ma'ruf Misbah, MA dan Usep Abdul Matin, S.Ag, MA) yang selalu
memberikan ruang bagi penulis meskipun selalu merasa "terganggu"
karena keteledoran penulis dalam menyelesaikan akhir kuliah ini.
3. Dr. Uka Tjandrasasmita, yang tidak hanya menjadi dosen pembimbing
dalam skripsi ini, tetapi perkenalan dan perbincangan singkat dengan
beliau telah membuai penulis ke horizon intelektual unlimited.
4. Drs. H. M. Ma'ruf Misbah, MA, sebagai dosen Pembimbing Akademik
(PA) yang telah memotivasi penulis untuk secepatnya meninggalkan
kampus.
5. Ketua Perpustakaan Daerah dan Museum Daerah NTB, yang telah
mernberikan ruang seluas-luasnya kepada penulis untuk rnelakukan

penelitian kepustakaan skripsi ini.

6. Salam ta'dzim kepada dosen-dosenku, di kampus multi pemikiran-UIN
Syahid Jakarta, beliau semua telah memberikan pembelajaran cara
berfikir yang bijaksana pada penulis.
7. Salam ta'dzim untuk guru-guruku, di Ponpes Uswatun Hasanah Cempaka
Putih, Batukliang, Lombok Tengah. Beliau semua adalah yang menjadi
panutan dalam setiap cielik langkah penulis, meskipun kadang harus
berbeda arah.
8. Kawan-kawan Ikatan Mahasiswa Sasak (IMSAK) Jakarta, SPI 'millenium'
2000, serta kawan-kawan seperjuangan (basis Ciputat) yang tidak
mungkin ditulis namanya satu persatu. Bergumul dengan kalian menjadi
catatan sejarah tersendiri untuk penulis, ideologi dan keyakinan kita yang
berbeda tidak menjadikan tembok besar untuk menyuarakan rintihan
orang-orang yang tertindas di burni Indonesia ini. Masih tertanarn kuat
dalam ingatanku, apa yang dikhutbahkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib:
"Diam terhadap penindasan adalah lebih tidak berrnoral dari penindasan
ilu sendiri. Janganlah engkau menjadi budak untuk siapapun, karena
Tuhan telah rnenciptakan engkau sebagai manusia rnerdeka!".
Ciputat, November 2006


Penulis

DAFTARISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFI'AR ISI ........................................................................................................... iv
BAB I

PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Pembatasan Masalah ................................................................ 9

C. Metode Penelitian ............................... :..................................... 10
D. Tujuan Penelitian ...................................................................... 12
E. Sistematika Penulisan .............................................................. 13

BAB II

KEKUASAAN KERAJAAN BALI DI LOl\1BOK (1838-1894)

............................................................................................................ 16
A. Masuk dan Berkembangnya Kekuasaan Kerajaan Bali ...... 16
B. Rakyat Sasak Dibawah Kekuasaan Raja-raja Bali: ............... 28
1. Kondisi Ekonomi ................................................................ 28

2. Kond isi Poli tik .................................................................... 32
3. Kondisi Sosial ..................................................................... 40

BAB III

PEMBERONTAKAN RAKYAT SASAK TERHADAP
KEKUASAAN KERAJAAN BALI TAHUN 1891-1894 ........... 44
A. Latar Belakang Meletusnya Pemberontakan ........................ 44
B. Tokoh Utama Penggerak Pemberontakan ............................ 79

BAB IV

KONDISI RAKYAT SASAK PASCA-PEl\1BERONTAKAN
............................................................................................................ 84
A. Dalam Bidang Ekonomi ................ :......................................... 84

B. Dalam Bidang Politik ............................................................... 87

C. Dalam Bidang Sosial ................................................................ 92

BABV

PENUTUP ........................................................................................ 96
A. Penutup ...................................................................................... 96
B. Saran-saran ................................................................................ 98

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 100
LAMPI RAN

BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lombok, secara geografis merupakan salah satu pulau yang berada
dalam wilayah Pemerintahan Daerah Propinsi Niwa Tenggara Barat (NTB).
Propinsi ini terletak di sebelah timur pulau Bali, dan bagian timur berbatasan
dengan Plores (NTT), di selatan Samudra Hindia dan di utara laut Plores. Di

wilayah propinsi ini, pulau Lombok merupakan pulau terbesar setelah pulau
Sumbawa, dengan jumlah penduduk sekitar 2.609.826 jiwa. Sekitar Iebih dari
dua pertiga dari jumlah jiwa pulau Sumbawa (3.821.794 jiwa), berdasarkan
sensus tahun 20001.
Sasak adalah penduduk asli yang merupakan kelompok etnik
mayoritas, suku ini meliputi Iebih dari 90% dari keseluruhan penduduk
Lombok. Kelompok-kelompok etnik Iain seperti Bali, Sumbawa, Jawa, Arab,
dan Cina adalah para pendatang. Masing-masing suku bertempat tinggal,
berbahasa, dan beragama berdasarkan kelompok masing-masing.
Suku Sasak, sebagai etnik mayoritas berada di seluruh belahan
wilayah Lombok dan beragama Islam. Orang Bali Iebih banyak menempati

Pemerintah Daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat," Profil Daemil Propi11si Nusa
Te11ggara Bara/", Depdikbud, Mata;·am, 2000.
1

2

wilayah Lombok Barat dan sebagiannya Lombok Tengah, mayoritas dari
mereka memeluk agama Hindu. Bali merupakan kelompok etnik terbesar

setelah penduduk asli (orang Sasak), yang meliputi 3 % dari keseluruhan
penduduk Lombok. Mereka pada umumnya telah memiliki tanah sendiri,
kepemilikan ini bermula ketika orang Bali menganeksasi Lombok pada abad
17.2 Orang-orang Bali yang datang ke Lombok ini adalah keturunan dari
Kerajaan Karangasem, yang kemudian sebagai penguasa di Lombok
Orang-orang Jawa, banyak memilih tempat tinggal di Lombok
Tengah, bahkan sampai ada yang dikenal dengan Kampong ]awa (pemukiman
orang Jawa3) di Praya (Praye) Lombok Tengah. Sedangkan orang-orang Arab4
lebih banyak menempati wilayah Ampenan Lombok Barat dan dikenal
dengan Kampong Arab Ampenan. Mayoritas dari mereka menganut Islam
sebagai agamanya. Begitupun dengan orang-orang Sumbawa, adalah
penganut Islam dan banyak berdomisili di Lombok Timur. Orang Cina,
mayoritas

adalah

pedagang

yang


tinggal

di

pusat-pusat

pasar

2 Capt. R. P. Suyono,"Peperangan Kcrnjaan Di Nusantara: Penelusuran Kepustakaan
Sejarah", PT. Grasindo, Jakarta, 2003.
3 Belum bisa dipastikan secara final, kapan orang Jawa mulai menetap di Lombok.
Dilihat dari sumber yang ada sekitar 1334 M, kerajaan-kerjaan kecil (Pematan, Lombok,
Perigi, Selampang, dan Pejanggik) ditaklukkan oleh kerajaan Majapahit. Dan sekitar
permulaan abad XVI putra Sunan Prapen yang membawa sejumlah pengiring dan ulama-

ulan1a dari Jawa, datang ke Lon1bok untuk n1isi penyebaran Islam. Dari dua peristiwa

penting ini, bisa dijadikan indikasi penting kedatangan orang-orang Jawa ke Lombok. Lihat.
Syamsu As,"Ulmna Pe111bawa Isla111 di Indonesia dan Sekitamya", Penerbit Lentera, Jakarta, 1999.
ha!. 114. Cet. II.
' Syamsu As, U/ama Pcmbawa Isla111, h. 115.

3

(perekonomian) seperti Ampenan dan Cakra (Cakre), mereka pada umumnya
beragama Kristen.
Datangnya pengaruh dari luar, mempunyai andil besar dalam
membentuk sikap orang Sasak dalam menyerap dan mengimbangi
pengaruh-pengaruh dari luar tersebut. Sebelum datangnya pengaruh asing,
Sasak memiliki kepercayaannya sendiri, yaitu Boda (baca: Bode). Ketika itu,
orang-orang Sasak yang menganut kepercayaan ini biasa disebut Sasak-Bode.
Kendati dernikian tidaklah sama dengan Budhisme, sebab rnereka tidak
rneyakini Sidharta Gautama atau sang Budha sebagai figur utama pernujaan
maupun terhadap ajaran pencerahannya.s Islam masuk di Lombok
diperkirakan sekitar abad ke XVI 6, yang oleh H. J. de Graaf diperkirakan
antara tahun 1506-1545 M, melalui Jawa. Pada tahap kedua penyebaran Islam
ke Lombok dilakukan oleh orang-orang Makasar, juga pada abad yang sama.
Masyarakat yang semula merniliki kepercayaan asli, dalam menyikapi agarna
Islam terpecah kepada dua kelompok yang dikenal sebagai Islam Wetu Telu
dan Islam Waktu Linza.

5

Erni Budiwanti,"/sln1J1 Sasnk Wet11 Teh1 Versus Wnkt11 Lima", LKiS, Yogyakarta, 2000,

6

Syamsu As, Uln/Jln Pe111bnwn Is/n111, h. 114

h. 8.

4

Kedatangan kerajaan Hindu-Majapahit dari Jawa Timur sekitar tahun
1334 M7, dan memperkenalkan Hindhu-Budhisme ke kalangan orang Sasak
juga meninggalkan pengaruh pada fase selanjutnya dalam pemahaman dan
perilaku keagamaan orang Sasak. Setelah jatuhnya kekuasaan Majapahit,
agama Islam dibawa untuk pertama kalinya, juga oleh raja Jawa Muslim,
Islam segera menyatu dengan ajaran sufisme Jawa yang penuh mistikisme.
Dalam

babad

Lombok

disebutkan,

bahwa Sunan Ratu

Giri

memerintahkan raja-raja Jawa Timur dan Palembang untuk menyebarkan
Islam ke Indonesia bagian utara. Lemboe Mangkurat dengan pasukannya
dikirim ke Banjar, Datu Bandan dikirim ke Makasar, Tidore, Seram, Selayar,
sedangkan anak laki-laki raja Pangeran Prapen dikirim ke Bali, Lombok, dan
Sumbawa. Pangeran Prapen melakukan pelayarannya dan mendarat di
Labuan Lombok yang pada waktu itu telah menjadi pelabuhan dagang.
Setelah melakukan pendaratan maka Datu (raja) Lombok Deneq Mas Putra
Pengendeng Segara Katon Rembitans, dengan sukarela memeluk Islam.

'Syamsu As, U/mua Pembawa Jsla111, h. 114
8 Islam yang masuk ke Lombok ini adalah Islam dari "jenis" thariqat (sufisme), yang
cenderung n1eninggalkan ke1newahan keduniawian, n1enyebabkan beliau n1engasingkan
diri (keluar dari dunia politik dan kerajaan) dan selanjutnya digantikan oleh putra mahkota
Deneq Mas Kamala Jagat. Oleh masyarakatnya, hingga sekarang, Deneq Mas Putra
Pengendeng Segara Katon Rembitan dikenal dengan sebutan Wali Nyatoq. (lihat: Djelenga,
Keris di Lo11!l1ok, Yayasan Pusaka Selaparang Mataran1, h. 20.
1

5

Tetapi sebagian rakyatnya menolak sehingga menyebabkan terjadinya
peperangan dengan kemenangan dipihak orang-orang Islam. 9
Dalam versi lain dari babad Lombok disebutkan Datu Lombok
menolak dengan menyiapkan per!awanan terhadap Pangeran Prapen,
namun setelah mendapatkan penjelasan dari Pangeran Prapen untuk
menyampaikan misi suci dengan damai beliaupun diterima dengan baik.
Atas hasutan dari rakyatnya Datu Lombok ingkar janji dan menyebabkan
meletusnya peperangan, dalam peperangan tersebut Datu Lombok terdesak
dan melarikan diri dan dikejar oleh Jayalengkara dan dibawa untuk
menghadap kepada Pangeran Prapen. Beliau diampuni dan mengucapkan
dua kalimat syahadatlO Penduduk yang melarikan diri ke gunung dan ke
hutan ini yang kemudian dikenal dengan sebutan Sasak-Boda, yang takluk
dan memeluk Islam dikenal sebagai penganut Islam Waktu Lima, sedangkan
yang takluk saja dikenal sebagai Islam Wetu TeJun
Pada tahun 1740, hegemoni raja-raja Islam mulai terusik dengan
datangnya

kekuasaan

kerajaan

Bali

dibawah

koordinasi

kerajaan

Karangasem dengan mulai menduduki daerah Lombok Barat sekitar abadFaille, 1918: 135-140; dalam: Tawalinuddin Haris, MS.," Masuk dnn Berke111b1mgnya
Isln111 di Lo111bok: Kajinn Dain Arkeologi dan Sejnrah", Jurnal KANJIAN, No: 01/Th. 1/FebruariMaret/2002, h. 16.
IDLalu Wacana, 1979: 17-18; dalam: Tawalinuddin, Masnk dan Berke111bang /sln111, h. 16.
11 Van der Kraan, 1975: 93; dalam: Tawalinuddin, Mnsuk dnn Berke111bn11gnya /sln111, h.
17.
9

6

17. Kekalahan kerajaan Gowa di Makasar oleh Belanda, telah menyebabkan

kekuatan pertahanan kedatuan Selaparang (yang dianggap sebagai induk
kedatuan-kedatuan kecil Lombok) semakin melemah, karena dari kerajaan
Gowa-lah Selaparang dan Sumbawa mendapat perlindungan12.
Disamping itu, strategi politik yang hebat dari pihak kerajaan Bali,
juga menjadi kemungkinan kuat mengapa Selaparang takluk. Sedangkan
kedatuan (kerajaan) Sasak yang masih tersisa adalah kedatuan-kedatuan
kecil, yaitu kedatuan Sakra (baca: Sakre) dibawah pimpinan Mamiq Nursasih
dan kedatuan Banjar Getas dengan wilayah Batu Kliang, Puyung, dan
Praya13.
Pada masa awal kekuasaannya, kerajaan Bali mendirikan dua kerajaan
besar yaitu Singasari (1740-1838), yang bertindak sebagai ketua dalam sebuah
pemerintahan federasi, dan kekuasaan ini lebih terlihat bersikap toleran
terhadap heterogenitas masyarakat Lombok. Misalnya saja, terhadap agama
yang telah dianut oleh masyarakat, mereka membiarkannya untuk mengikuti
Islam. Yang kedua, adalah Mataram (1740-1894). Berbeda dengan Singasari,
Mataram menerapkan pendekatan yang senh·alistik dalam kekuasaannya.
Kerajaan Mataram yang pagan, telah menyebabkan kalangan bangsawan

12

Lalu Djelenga," Me11tertazvai Diri Sendiri: Orang Sasak Dalanz Perjalanan Sejarah
Lo111bok", Jurnal KANJIAN, No: 01/Th. 1/Februari-Maret/2002, h. 6.
13

Capt. R. P. Suyono, Peperangmz Kerajamz di Nusantara, h. 6-7.

7

(perwangse-menak) Sasak yang telah memeluk Islam dan para pemimpin

agama lainnya seperti Tuan Guru, merasa tertekan dan bergabung bersama
untuk

memimpin

perlawanan-perlawanan

kecil,

dan

tidak

pernah

membuahkan hasil. Karena pada dasarnya, orang-orang Sasak pada waktu
itu tidak pernah bersatu secara penuh, justru ironisnya banyak dari mereka
dijadikan sebagai tameng atau barisan terdepan di medan perang oleh raja
turunan Bali ini. Perlawanan-perlawanan tersebut langsung dipimpin oleh
para bangsawan (perwangse) dan tokoh-tokoh yang dianggap sebagai Tuan
Guru.
Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tahun 189114, orang-orang
Sasak kembali melakukan pemberontakan terhadap kekuasaan kerajaan Bali.
Pemberontakan ini memang bukan yang pertama, tetapi yang paling
dahsyat. Pemberontakan kali ini tidak dapat dipadamkan, dan menyebabkan
berakhirnya satu setengah abad kekuasaan Bali di Pulau Lombok, tepatnya
pada tahun 1894. Pada periode pemberontakan ini pula, Belanda dengan
nyata

memperlihatkan

ketertarikannya

menguasai

Lombok

dengan

melakukan campur tangan dalam konflik antara orang Sasak dan Bali.
Artinya, pemberontakan yang berlansung kurang lebih empat tahun ini
mampu menghentikan hegemoni kerajaan Bali yang sudah mengakar,
J.J Martin van Bruinessen, "Tarekat Naqsyaba11diyah di Indonesia: Suroei Historis,
Gcogmfis, daa Sasiologis", (edisi revisi), Mizan, Bandung, 1996, h. 215. Cet. IV.

8

terhitung mulai dari 1740 M, raja Bali mampu mengkonsolidasikan
kekuasaannya terhadap hampir seluruh Lombok,15 dan berakhir pada tahun
1894.
Kekuasaan kerajaan Bali di Lombok secara kronologis, adalah
kekuasaan yang tidak dalam jangka waktu sebentar. Kemampuan berkuasa
dalam waktu yang sangat lama, tentu saja membutuhkan biaya yang tidak
sedikit, begitupun dengan pengorbanan pihak yang dikuasai. Dalam sejarah
perkembangan masyarakat, tidak ada yang sudi kebebasan bangsanya di
ambil oleh bangsa lain. Tetapi juga tidak cukup dengan bermodal semangat
itu, ketika ingin membebaskan bangsanya dari bangsa lain. Lalu, modal atau
faktor apa yang dipunyai oleh rakyat Sasak, yang mendorong gerakan
perlawannya sehingga mampu mendobrak kekuatan yang sudah mengakar
baik secara ekonomi, politik maupun sosial tersebut.
Disamping karena sedikit alasan yang telah penulis deskripsikan di
atas, peristiwa sejarah ini adalah peristiwa sejarah yang mungkin tergolong
masih langka ditemukan dalam literatur-literatur kesejarahan di Indonesia.
Memang, bahwa peristiwa ini adalah peristiwa yang terjadi pada lokasi yang
kecil, tapi kenapa ini menjadi menarik untuk dibahas sebab dalam peristiwa

is Ida Anak Agung Gde Agung,"Bali Pnda Abad XIX", Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 1989, h. 103; dalam: Jamaludin,"lslam Sasak: Sejaralt Sosial Keaga111aa11 di Lombok",
(Tesis Master Humaniora), U!N Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2004, h. 7, t.d.

9

ini menyimpan soal-soal kemanusiaan secara khusus, terdapat pola-pola
kelakuan tertentu misalnya kalau dipandang dari sudut sosiologisnya.
Oleh karenanya, penulis memutuskan untuk memilih peristiwa
sejarah ini sebagai objek kajian dengan judul, "Pemberontakan Rakyat Sasak
Terhadap Kerajaan Bali di Lombok Tahun 1891-1894".

B. Pembatasan Masalah
Pada dasarnya, dengan menentukan judul "Pemberontakan Rakyat Sasak
Terhadap Kerajaan Bali di Lombok Ta/um 1891-1894", pembatasan kajian sejarah

sudah ditentukan. Dalam kajian sejarah, pembatasan masalah minimal terdiri
dari pembatasan waktu, rua11g, pelaku, dan objek penelitian. "Pemberontakan"
adalah objek penelitian, "Rakyat Sasak" ad al ah pelaku, "Lombok" sebagai
pembatasan ruang, dan "Ta/nm 1891-1894" merupakan pembatasan waktu.
Latar belakang historis dan atau faktor-faktor apa yang paling
berpengaruh sebagai penyebab terjadinya pemberontakan Rakyat Sasak atas
kekuasaan kerajaan Bali, sebagai masalah utama yang ingin dianalisis penulis
dalam penelitian ini.

10

C. Metode Penelitian

Oleh karena tulisan ini mencoba untuk menganalisis peristiwa masa
lampau, maka metode yang digunakan dalam penelitiannya adalah metode
penelitian sejarah. Metode sejarah ini malalui empat tahapan, sebagai
berikut:
1. Heuristik: proses pencarian dan pengumpulan sumber, yaitu sumber
tulisan dan sumber lisan. Sumber-sumber sejarah terdiri atas sumber
primer dan sumber sekunder. Sumber primer dalam penelitian sejarahini
adalah sumber yang disampaikan o!eh saksi mata. Hal ini dalam bentuk
babad. Babad yang didapat penulis merupakan ko!eksi pribadi, yakni
babad Praya.

Babad

ini secara klmsus menggambarkan tentang

pemberontakan rakyat Sasak yang terjadi antara tahun 1891 sampai 1894
tersebut, sebagai peristiwa sejarah yang diteliti oleh penulis, dan telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Sasak. Selain babad Praya ini, penulis
juga mendapat arsip atau dokumen surat perjanjian (yang dijadikan
sebagai sumber primer) antara raja turunan Karangasem-Bali di Lombok
dengan pihak Belanda yang ditulis pada tahun 1843. Selain itu juga,
penulis memperoleh surat Iaporan pemimpin-pemimpin rakyat Sasak
kepada pemerintah Hindia Belanda yang ditulis pada tahun 1892. Surat
ini berisi tentang laporan sekitar kondisi rakyat Sasak saat itu di bawah

11

kekuasaan Anak Agung Gde Ngurah Karangasem (menjadi raja dari
tahun 1872-1894), yang dihasilkan dari konsensus pemimpin-pemimpin
Sasak pada masa itu. Juga telah disesuaikan dengan ejaan yang baru,
seperti juga surat perjanjian tanggal 7 Juni tahun 1843 tersebut.
Adapun sebagai sumber sekunder adalah tulisan-tulisan
interpretator (sejarahwan) yang melakukan rekonstruksi atau analisis
terhadap peristiwa pemberontakan tersebut baik dalam bentuk buku,
jurnal, laporan-laporan hasil penelitian, dan sebagainya. Sedangkan
dalam sumber lisan tidak ada yang dapat disebut sebagai sumber primer,
karena mereka yang diwawancarai tidak pernah menyaksikan kejadian
yang terjadi pada abad XIX, apalagi sebelumnya, sudah tidak ada lagi
yang masih hidup. Teknik pengumpulan sumber-sumber, baik primer
maupun

sekunder,

dikumpulkan

dengan

cara

menyalin

atau

menggandakannya dari perpustakaan, arsip nasional, koleksi-koleksi
pribadi, atau organisasi, dan lain-lain.
2. Kritik sumber: dilakukan setelah sumber sejarah terkumpul. Hal ini
dilakukan untuk memperoleh keabsahan sumber. Dalam ha! ini yang
diuji adalah keabsahan tentang keaslian sumber (otentisitas) yang
dilakukan melalui kritii< ekstern. Melalui kritik intern akan diuji
keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas), apakah isinya sebuah

12

pernyataan; fakta-fakta; dan apakah ceritanya dapat dipercaya. Untuk itu,
perlu diidentifikasi penulisnya, beserta sifat dan wataknya, daya
ingatannya, jaraknya dari peristiwa dalam waktu, dan sebagainya. Pada
tahap

ini

dilakukan

penilaian

terhadap

sumber-sumber

yang

dikumpulkan, baik lisan maupun tulisan.
3. Interpretasi atau penafsiran sejarah atau disebut juga analisis sejarah.
Analisis sejarah ini bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang
diperoleh dari sumber-sumber sejarah. Adapun pendekatan yang
digunakan dalam menganalisis sejarah ini, adalah pendekatan ilmu sosial.
Hal ini dilakukan karena studi sejarah tidak terbatas pada pengkajian
informatif tentang apa, siapa, kapan, di mana, dan bagaimana tetapi juga
ingin

mencan

pelbagai

struktur

masyarakat,

pola

kelakuan,

kecenderungan proses dalam pelbagai bidang, dan sebagainya16 • Hal ini
membutuhkan alat atau teori-teori ilmu sosial, yaitu menganalisis
berbagai data sejarah dari berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu politik
untuk menyoroti struktur kekuasaan; jenis kepemimpinan, hierarki sosial;
pertentangan

kekuasaan,

dan

sebagainya.

Sosiologi,

membantu

mengungkap golongan sosial mana yang berperan, serta nilai-nilainya,
hubungan dengan golongan lain, konflik berdasarkan kepentingan,
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 1993, h. 120. cet. II.
16

13

ideologi, dan lain-lain. Sedang antropologi, diharapkan membantu dalam
menganalisa nilai-nilai yang mendasari perilaku tokoh sejarah, status dan
gaya hidup, sistem kepercayaan yang mendasari pola hidup, dan lain
sebagainya.17 Dan berbagai disiplin ilmu sosial ]ainnya sesuai dengan
masalah yang diana!isis.
4. Historiografi: merupakan fase terakhir dalam metode sejarah, yang
meliputi cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitin sejarah
yang telah dilakukan.

D. Tujuan Penelitian
Ada beberapa ha! yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, yaitu:
I. Sebagai tujuan utama, adalah menganalisis latar belakang apa yang
paling berpengaruh sebagi penyebab terjadinya pemberontakan rakyat
Sasak terhadap kerajaan Bali pada tahun 1891-1894, itu.
2. Menambah khazanah intelektual penulis tentang sejarah perjuangan
rakyat Sasak, sehingga sarnpai saat ini rnarnpu bertahan dengan h·adisi
lokalnya rneskipun telah banyak dirnasuki oleh tradisi-tradisi dari budaya
luar.

17

Sartono, Pendekatan Ihuu Sosial, h. 4.

14

3. Hasil penelitian ini, selain memberikan sumbangan bagi khazanah
intelektual secara umum, juga diharapkan dapat memberikan sumbangan
bagi pengembangan sejarah lokal. Sebab harus diakui bahwa rekonstruksi
(penelusuran kembali) tentang sejarah Lombok sendiri masih sangat
kurang.

E. Sistematika Penulisan

Untuk menjaga terfokusnya penelitian ini, diperlukan satu sistematika
agar tidak terjadi kerancuan atau over /aping dalam penguraian. Karenanya
peneliti membaginya menjadi lima bab. Bab pertama, didahului dengan akar
persoalan

yang

melatar

belakangi

peneliti

mengangkat

tema

ini,

permasalahan yang ingin dijawab dan dijelaskan tertuang dalam pembatasan
masalah, kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan kegunaan penelitian yang
mencakup orientasi dan arah penelitian ini. Berikutnya sebagai pedoman dan
arahan yang akan menjadi parameter dan sekaligus acuan dalam penelitian
ini diperlukan satu tinjauan metodologis dan pendekatan yang digunakan.
Pada bab kedua, diuraikan sekitar proses dan latar belakang masuknya
kekuasaan raja-raja Bali di Lombok serta kondisi masyarakat pada masa itu
atau ketika sebelum terjadi pemberontakan (kebijakan raja Bali), sejak
kekuasaan Singasari hingga kekuasaan kerajaan Mataram. Analisa ini

15

diharapkan akan membantu memberikan gambaran secara tepat keadaan
perekonomian, perkembangan politik, dan kondisi sosial yang ada. Dengan
demikian akan sangat membantu pula dalam mangana!isis serta mengukur
faktor yang paling bisa dikatakan sebagai pengaruh pemberontakan, yang
akan dibahas pada bab III.
Untuk bab ketiga, diuraikan secara khusus (inti pembahasan) periode
ketika terjadinya pemberontakan, setelah pada bab sebelumnya dilakukan
analisis berbagai aspek kehidupan rakyat Sasak. Apa saja yang melatar
belakangi

pemberontakan

serta

tokoh

utama

sebagai

penggerak

pemberontakan, adalah sebagai bahasan inti yang akan dianalisis pada bab
ini.
Dalam bab empat, mencoba menguraikan kondisi rakyat Sasak setelah
periode pemberontakan baik kondisi ekonomi, sosial, dan politik. Untuk
membantu penulis dalam menganalisis sejauh mana dampak pemberontakan
tersebut terhadap kondisi kehidupan masyarakat pasca-pemberontakan.
Sebagai penutup dalam penulisan ini, yang merupakan jawaban
eksplisit atas apa yang dipersoalkan dalam pembatasan (perumusan)
masalah, dan sekaligus menyampaikan beberapa harapan pene!iti dengan
tulisan (Iaporan dalam wujud skripsi ini), tertuang dalam bab V; yaitu
kesimpulan dan saran-saran.

BAB II
KEKUASAAN KERAJAAN BALI DI LOMBOK (1838-1894)
A. Masuk dau Berkembauguya Kekuasaan Kerajaau Bali
Runtuhnya kerajaan Majapahit pada 1478 dengan berdirinya kerajaan
Dernak, rnenyebabkan kerajaan Geigel di· Keluugkung, Bali, mengklaim
wilayah yang terletak di sebelah tirnurnya sebagai daerah kekuasaan
kerajaan ini.17 Pengakuan sepihak ini dilakukan sebagai upaya untuk
rnelegitimasi
dilakukannya

politik ekspansif (perluasan wilayah kekuasaau)
terhadap

kerajaan-kerajaan

Lornbok,

sehingga

yang

dengan

dernikian tidak ada pihak lain yang dapat rnengganggu upaya tersebut.
Bali, merupakan basis terkuat dari sisa-sisa Majapahit setelah
datangnya kekuasaan Islam di Jawa. Pada level ini, Islam kernudian tidak
tersentralisasi pada satu wilayah (Jawa) tetapi juga perkernbangannya
merambah sampai ke wilayah-wilayah tirnur Jawa, terrnasuk dalam ha! ini
Pulau Lombok. Indikasi ini pula yang menyebabkan keinginan pihak Bali
untuk menguasai Lombok, selain juga karena faktor kepentingan politik dan
ekonorni.
Untuk

dapat

rneraih

keinginannya,

Geigel

terus

rnelakukan

Gelp;el tidak hanya mengklaim Lombok sebagai wilayah kekuasaan mereka, tetapi
juga wilayah-\.vilayah lain yaitu dari Puger Lu1najang-Pasuruan, Bali, Lon1bok, Sumbawa,
bahkan sampai Manggarai (Plores). Djelenga, Keris di Lombok, h. 17.
17

17

penyerangan lewat laut sejak tahun 15201 8 • Tindak tanduk Geigel ini
membuat kerajaan Kayangan Lornbok merasa terganggu dan tidak nyaman,
karena itu Deneq Mas Kerta Jagat (adik Deneq Mas Kamala Jagat)
memindahkan pusat pemerintahannya ke wilayah yang lebih dalam,
mengambil

tempat dilereng Rinjani (pertengahan awal abad

XVI).

Selanjutnya, kerajaannya lebih dikenal sebagai Selaparang, yang diteruskan
oleh putranya Deneq Mas Kerta Bumi (diperkirakan menjelang abad XVII).19
Akan

tetapi

beberapa

penyerangan

awal

ini

tidak

pernah

mendapatkan hasil yang diinginkan, karena selalu bisa dipatahkan oleh
Selaparang yang merupakan kerajaan induk dari kerajaan-kerajaan di
Lombok. Se!ain karena Selaparang, faktor pertahanan rakyat Sasak adalah
karena adanya bantuan dari pihak kerajaan Gowa di Makasar. 20 Hal ini
mernbuat Geigel melakukan strategi penyerangan lain, yailu dengan
rnengirirnkan rakyatnya rnenuju Lombok sebelah barat dan yang ini

18 Djelenga, Mentertawai Diri Sendiri: Orang Sasak Dalam Perjalanan Sejarah Lombok,
Lombok, Jurnal Kanjian No: 01/Th. 1/Februari-Maret/2002, h. 6.
19 Djr'lenga, Keris di Lombok, h. 22.
20 Kelerkaitan antara kerajaan Gowa di Makasar dan Selaparang di Lombok
mungkin saja dikarenakan oleh faktor kesamaan keyakinan, sebab kalau dilihat penyebaran
Islam di Lombok juga tidak terlepas dari perm1 penyebar Islam dari Makasar yang datang
melalui jalur timur, meski dibalik missi ini juga ada maksud-maksud politis yakni menjalin
hubungan bilateral unluk memperkuat posisi politiknya di wilayah timur serta memperluas
jaringan ekonomi. Terlepas maksud politis ilu, Makasar memang dianggap lebil1 berhasil
dalam mendakwahkan Islam Sunni. Mereka berhasil mengkonversikan hampir seluruh
orang Sasnk ke dalau1 lsla111, n1eskipun kebanyakan dari orang-orang Sasak iili n1asil1
mencampurkan Islam dengan kepercayaan lokal. (Li11at. Erni Budiwanti, Islam Sasak Wetu
Telu Versus Waktu Lima, LkiS, Yogyakarta, 2000, h. 9).

18

kemudian menjadi cikal bakal dari kerajaan Kediri, Kuripan, dan Sekongo.
Kemenangan Belanda dan sekutu-sekutu Bugisnya atas Gowa 21
berpengaruh besar terhadap pertahanan Selaparang, sejak itu Geigel yang
sudah sejak lama berambisi untuk menguasai Lombok semakin mendapat
kesempatan mudah untuk melakukan ekspansinya. Dengan sesegera
mungkin memanfaatkan momentum ini, Geigel mengirim pasukannya yang
jauh lebih kuat dari sebelumnya. Pada era ini pula kerajaan Karangasem di
Bali dinyatakan berdiri secara resmi, tepah1ya pada tahun 1660. Mereka
membuat pangkalan di Pagutan dan Pagesangan, pada tahun 169022, yaitu di
bawah koordinasi kerajaan Karangasem. Ekspedisi itu kemudian dilanjutkan
dengan utusan berupa pasukan pendahulu yang beragama Islam, yaitu patih
Arya Sudarsana yang menyusup langsung ke pusat kerajaan Selaparang di
21 Abad ini, Gowa yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin itu, merupakan kerajaan
yang dijadikan musuh utama VOe (Belanda). Atas kekalahan Gowa oleh Belanda dan
sekutu-sekutu Bugisnya, maka Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Per;anjian
Bungaya (18 November 1667), sebagai pengakuan terhadap kekuasaan Hindia Belanda. Dan
pada tahun 1669, Gowa dinyatakan tunduk (kalah) terhadap voe atas bantuan seorang
keturunan Bugis berpengaruh, yakni Arung Palakka (1634-96) dengan nama asli: La
Tenritatta te Unru', dialah kemudian (pada: 1672) yang dinyatakan sebagai penguasa terkuat
Sulawesi Selatan. (Lihat; Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, PT. Serambi, Jakarta,
2005, h. 144-146).
12 Djelcnga, Mentertawai Diri Sendiri: Orang Sasak Dalam Pe11alanan Sejarah Lombok,
Lombok, Jurnal Kanjian No: 01/Th. 1/Fcbruari-Maret/2002. Tetapi, versi lain mengatakan
bahwa periode ini adalah masa dimana bubarnya Bali di bawah kesatuan kerajaan Geigel.
Bahkan, menurut sebuah sumber bahwa terbelalu1ya Bali di bawah kesatuan kerajaan Geigel
terhitung sejak tahun 1590. Artinya, pada tahun 1690 ini Geigel sudah tidak lagi memegang
kendali kekuasaan. Pada periode ini, ketrunan dari raja Karangasemlah sebagai pemegang
kendali kekuasaan atas Bali. (Lihat; I Gde Parimartha, Perdagangan dan Politik di Nusa
Tenggara 1815-1819, Djambatan, Jakarta, 2002, h, 140; dan M. C. Rickleffs, Sejarah Indonesia
Modern 1200-2004, PT. Serambi llnrn Semesta, Jakarta, 2005) ·

19

timur.
Selaparang ternyata tidak mudah percaya untuk mengambil langkah
kooperatif terhadap pasukan yang diutus oleh Karangasem. Alih-alih dengan
mengutus orang yang secara agama sekeyakinan (sama-sama Islam), akan
dengan mud ah rnendapat sirnpati, tetapi justeru konflik antara pasukan Arya
Sudarsana dengan pihak Selaparang tak dapat dihindarkan. Konflik itu
rnengarah rnenjadi peperangan, yang akhirnya atas bantuan dari Surnbawa
di bawah pirnpinan Arnasa Sarnawa (1723-1725), pasukan Arya Sudarsana
terdesak keluar dari wilayah Selaparang. Tidak cukup dengan itu, pasukan
Sumbawa rnengejar sarnpai Suradadi (wilayah bagian tirnur Lombok barat
sekarang) yaitu di Reban Talat, akan tetapi Arya Suclarsana ticlak berhasil
ditangkap.23
Bekas prajurit dari Surnbawa ini sebagiannya rnernilih rnenetap di
Lombok dan rnerupakan nenek rnoyang clari penduduk clesa Rempung,
Jantuk, Seren Rumbuk, Kernbang Kerang Daye, Kuang Berore, Moyot, clan
yang lainnya rnerupakan pencluduk yang berbahasa Taliwang dan hingga
sekarang rnasuk ke dalarn wilayah pemerintahan daerah Lombok Timur.
Dikejar clari Selaparang, Arya Suclarsana menyingkir clan bergabung

3
2

Djelenp,a, Mentertawai Diri Sendiri, h. 6

20

dengan Pejanggik. Hal ini menyebabkan hubungan yang sebelumnya
harmonis antara Pejanggik dan Selaparang (kerajaan induk), menjadi
terputus. Hubungan yang tidak harmonis antara Pejanggik dan Selaparang,
tentu memberikan keuntungan pihak Karangasem (Bali) secara politik.
Pejanggik, dalam ha! ini sebagai kerajaan utama di Lombok Tengah,
dianggap sebagai pihak yang membela/melindungi pasukan Karangasem
yang jelas-jelas merupakan co111111011 enemy (musuh bersama) yang ingin
menguasai dan menjajah rakyat Sasak.
Untuk mengantisipasi keadaan politik yang tidak harmonis antar dua
kerajaan besar Lombok itu, pada tahun 1692 Karangasem kembali mengirim
pasukannya ke Lombok di bawah pimpinan I Gusti Anglurah Ktut
Karangasem24. Sebab, pasukan sebelumnya yang dikirim bersama patih Arya
Sudarsana tidak lagi memiliki kekuatan penuh akibat pecahnya konflik
antara mereka dengan pihak Selaparang.
Sejak awal abad-19, merupakan saat-saat dimana kekuasaan politik
dan ekonomi Eropa mulai merambah wilayah-wilayah potensial Nusantara.
Imperialisme, tidak lagi berkembang secara tersembunyi melainkan telah
menjadi manifest dalam bentuk penjelajahan serta penjajahan fisik oleh
A.A. Ktut Agun1;, Kupu-kupu Kuning di Selat Lombok, h. 81-82. Fakta ini, bisa
sebagai bukti tambahan bahwa pada periode (1.600-an) adaiah masa-masa sulit bagi
kekuasaan kerajaan Geigel, seiaku simboi kesatuan raja-raja Bali, hingga tercatat pada 1650
Geigel bubar.
24

21

pemegang modal seperli Belanda, Inggris, Porlugis, dan sebagainya.
Perlombaan penguasaan wilayah demi kepentingan ekonomi antara Belanda
dan Inggris, juga sebelum dan sesudahnya terjadi antara Portugis dan
Belanda.2s
Lombok, merupakan surplus atau pengekspor beras terbesar, pada
masa ini, sampai ke daratan China. Bahkan sejak abad 18, beras dari Lombok
sudah mulai diekspor ke Mauritius, Australia, Bourbon, Manila dan Cina. 26
Artinya, wilayah ini juga merupakan bagian dari target ekspansi ekonomi
kaum pemodal Eropa dan secara politik akan sangat mempengaruhi
konstelasi politik lokal. Berangkat dari asumsi ini, bahwa raja Pejanggik
sampai mengambil pilihan untuk melindungi patih Arya Sudarsana (utusan
Karangasem), mungkin tidak lain demi untuk mendapat perlindungan dari
kekuatan kerajaan yang lebih besar.
Dalam versi lain, dianggap sebagai versi terkuat tentang Arya
Sudarsana dan keterkaitannya dengan proses penguasaan Bali terhadap
Lombok, menyebutkan bahwa karena dia dan para pengikutnya pindah ke
agama Islam, melalui kontaknya dengan pelaut Madura dan lain-lain yang

25

I Gde Parimartha, Perdagangan dan Politik di Nusa Tenggara 1815-1819, Djambatan,
Jakarta, 2002, h, 159.
26 Monografi Daerah Nusa Tenggara Barat, Penerbit: Proyek Pengembangan Media
Kebudayaan Direktoral Jendernl Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.l,
1977, h. 28. Jilid. 1.

22

muslim di Bali Utara. Atas dasar perpindahan keyakinan tersebut, maka
Arya Sudarsana dan para pengikutnya diusir dari Bali dan lari ke Lombok
melalui utara. Ternyata raja Selaparang lidak mampu menundukkan Arya
Sudarsana meskipun telah dibantu oleh keluarga Selaparang dari Bayan,
Sokong, Buluran, Kedinding hingga datangnya bantuan dari Sumbawa.
Setelah itu, barulah Arya Sudarsana terdesak dan meminta perlindungan
pad a raja Pejanggik. 27
Arya Sudarsana kemudian diangkat menjadi kepala pemerintahan
dengan gelar Arya Banjar Getas, sekaligus sebagai penanggung jawab
masalah pertahanan dan keamanan dengan diberi gelar Dipali Palinglaga.
Akan tetapi hubungan baik antara raja Pejanggik, Pemban Mas Meraja
Kusuma28 dengan palihnya Arya Banjar Getas hanya berlangsung sekitar 15
" Djelenga, Keris di Lombok, h. 24.
28 Ketika Deneq Mas Putra Pengendeng Segara Katon, raja Kayangan, mengasingkan
diri ke Rembitan dia diiring oleh putranya, Deneq Mas Kamala Dewa Sempopo. Kamala
Dewa Sempopo di Rembitan memiliki dua orang pulra, yang sulung Dewa Mas Kamala
Jagat dan adiknya Deneq Mas Kamala Sari. Komala Sari, kemudian yang dinyatakan sebagai
cikal bakal Pejanggik yang lebih besar, sebagai vazal Selaparang. Ia mempunyai liga orang
putra yaitu Deneq Mas Suna (kembali menyambung keluarga ke Bayan), Deneq Mas
Gunadam Putih (melengkapi cikal bakal keluarga yang tetap bermukim di Lombak
Selatan/pesisir) dan yang sulung Deneq Mas Unda Putih sebagai penerus dinasti Pejanggik
melalui putranya Deneq Mas Bekem Bula Inten Kamala Sari. Dari keturunannya pula lahir
raja Pejanggik yang dianggap paling dihormali karena berhasil membawa Pejanggik ke
pucak keemasan, yailu Pemban Mas Meraja Sakti didampingi adilrnya Pemban Aji Kamala
Jagat. Pemban Mas Meraja Sakti menurunkan tiga orang putra yakni Pemban Mas Meraja
Pait, Pemban Mas Laki Gunung, dan putera sulungnya Pemban Mas Kamala Kusuma
bertindak sebagai penerus tahta Pejanggik. Tetapi belum sampai meninggal, Pemban Mas
Kamala Kusuma, menyerahkan tampok kepemimpinan kerajaan Pejanggik kepada putera
tunggalnya Pemban Mas Meraja Kusuma, sebelumnya sebagai raja muda di Purwadadi.
Pada masa perang dengan Banjar Getas-Karangasem, beliau diperintahkan oleh ayahnya

23

tahun dan diakhiri dengan turut campurnya bala tentara Karangasem
dibawah pimpinan I Gusti Ktut Karangasem.29
Arya Banjar Getas, di bawah bantuan kerajaan Karangasem di Bali,
berbalik melakukan pengambilan kekuasaan dari Pejanggik dan Selaparang.
Selama 15 tahun Banjar Getas menjadi pelaku politik dalam wilayah
kekuasaan Pejanggik, paling tidak dia faham betul kondisi internal maupun
eksternal kerajaan. Maka menjadi wajar kalau proses pengalihan paksa
kekuasaan tidak terlalu mendapat kesulitan yang berarti, ditambah dengan
pasukan bantuan dari Karangasem. Dengan demikian, berpindahlah tampuk
kepemimpinan dua kerajaan besar Lombok tersebut ke tangan raja-raja Bali.
Selain karena faktor di atas, jatuhnya Pejanggik karena rapuhnya
legitimasi serta kharisma kerajaan dimata rakyat. Pengangkatan Arya
Sudarsana sebagai patih menimbulkan kekecewaan pada beberapa orang
patih, terutama saat itu patih Ranggatapon30 yang mernegang wilayah
Medayin. Banjar Getas adalah orang yang tidak punya keringat dalarn
membangun Pejanggik, berbeda dengan para patih notabene merupakan

untuk menyingkir ke Sumbawa. lnilah yang menjadi cikal baka! adanya imigrasi ke
Sumbawa, dan membentuk pemukiman Desa Jelenga, wilayah selatan Jereweh. Sebagian
dari sisa-sisa prajurit Pejanggik, n1enga1nankan diri clan 1ne111buka pen1ukin1an baru di
Pengkaliq Tanaq, wilayah ini kemudian