Status Populasi Penyu Hijau (Chelonia mydas, Linnaeus 1758) di Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

STATUS POPULASI PENYU HIJAU (Chelonia mydas, Linnaeus 1758)
DI TAMAN PESISIR PANTAI PENYU PANGUMBAHAN,
KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT

RINRIN HARYANTI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Status Populasi Penyu
Hijau (Chelonia mydas, Linnaeus 1758) di Taman Pesisir Pantai Penyu
Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat adalah benar merupakan hasil
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, November 2014
Rinrin Haryanti
NIM C24100012

ABSTRAK
RINRIN HARYANTI. Status Populasi Penyu Hijau (Chelonia mydas, Linnaeus
1758) di Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi, Jawa
Barat. Dibimbing oleh Fredinan Yulianda dan Mirza D. Kusrini.
Populasi penyu hijau di Indonesia cenderung mengalami penurunan secara
linier. Penurunan populasi ini berdampak terhadap keberlanjutan penyu hijau.
Salah satu wilayah pendaratan dan peneluran penyu hijau di Indonesia yang masih
baik adalah Pantai Penyu Pangumbahan. Penelitian mengenai status populasi
penyu hijau ini dilakukan dengan melihat kecenderungan populasi selama
beberapa tahun terakhir berdasarkan data dari pengelola pantai dan pengamatan
lapang di Pantai Penyu Pangumbahan pada bulan Maret sampai April 2014.
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji perubahan populasi, produksi telur dari
penyu hijau dari tahun 2007-2013, mengkaji ancaman terhadap penyu hijau
(biofisik habitat, jumlah wisatawan, jumlah bangunan dan vila) serta memberikan
rekomendasi strategi pengelolaan bagi penyu hijau. Metode pengambilan contoh

dilakukan dengan purposive sampling untuk sosial dan CCL (Curve Carapace
Line) yang digunakan untuk pengukuran panjang karapas penyu hijau. Frekuensi
pendaratan penyu hijau pada tahun 2009 sampai 2013 didominasi oleh penyu
tidak bertelur. Populasi penyu hijau yang bertelur tahun 2007-2013 menunjukkan
kecenderungan yang menurun. Hal ini berdampak terhadap produksi telur dan
tukik penyu hijau yang cenderung mengalami penurunan. Penurunan frekuensi
pendaratan diduga disebabkan oleh adanya variasi aktivitas peneluran penyu
hijau, jumlah telur, dan keberhasilan penetasan. Ancaman lain terhadap populasi
penyu hijau yang bertelur diduga disebabkan oleh perubahan habitat Pantai Penyu
Pangumbahan seperti, tingkat pencahayaan, jumlah bangunan vila yang
meningkat, dan keadaan sosial.
Kata kunci:

Frekuensi penyu hijau yang bertelur, perubahan habitat, status
populasi penyu hijau, Pangumbahan

ABSTRACT
RINRIN HARYANTI. Population Status of Green Turtles (Chelonia mydas) in
the Pangumbahan Beach Conservation Parks, Sukabumi District, West Java.
Supervised by Fredinan Yulianda and Mirza D. Kusrini.

The populations of green turtles in Indonesia tend to decline in linearly over
the time that affects the sustainability of green turtle. The turtles beach of
Pangumbahan consist of productive area for green turtles landing and nesting
habitat. Research to assess the status of sea turtle population from the past few
years was carried out using data from management and from field survey on the
coast of Pangumbahan beach in March until April 2014. The purpose of this
research is to study green turtles population change and the production of eggs
from 2007-2013, and to assess threat to green turtles (biophysical properties of
habitat, number of tourist, villas and the number of building), and to recommends

management strategy for green turtles conservation. Social data was taken using
purposive sampling methods and length of green turtles was taken using curve
carapace line method. The frequency of green turtle landing in 2009 to 2013 is
dominated un nested. There is a declining trend of number of green turtles that
nest in 2007-2013. This has an impact to production of eggs and hatchlings which
showed a decline. A decrease in the frequency of green turtles that landed in the
beach might be caused by variation of nesting activity, the number of eggs, and
hatching success. Another threat to the population of nesting green turtles
changes in turtles habitat at Pangumbahan beach, the level of lighting of the
beach, the increasing number of buildings villa, and social condition.

Key words: change habitats, frequency egg laying green turtles, Pangumbahan,
status population green turtles

STATUS POPULASI PENYU HIJAU (Chelonia mydas, Linnaeus 1758)
DI TAMAN PESISIR PANTAI PENYU PANGUMBAHAN, KABUPATEN
SUKABUMI, JAWA BARAT

RINRIN HARYANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Status Populasi Penyu Hijau (Chelonia mydas, Linnaeus 1758) di
Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi,
Jawa Barat.
Nama
: Rinrin Haryanti
NIM
: C24100012

Disetujui oleh

Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc
Pembimbing I

Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia-Nya,
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih pada
penelitian yang dilaksanakan bulan Maret-April 2014 ini adalah populasi penyu
hijau, dengan judul Status Populasi Penyu Hijau (Chelonia mydas, Linnaeus
1758) di Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi, Jawa
Barat.
Terima kasih Penulis sampaikan kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan studi
2. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas bantuan beasiswa PPA yang
telah diberikan
3. Ir Dedah Herlina, MS selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Sukabumi
4. Ahman Kurniawan SPi, dan Agung Rahman SPi selaku Kepala Unit dan
Pelaksana Teknis Daerah Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan
5. Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc selaku pembimbing akademik dan ketua

komisi pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan, dan
dukungan selama perkuliahan dan penulisan karya ilmiah
6. Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang
telah memberi arahan dan masukan dalam penulisan karya ilmiah
7. Dr Ir Nyoman M.N. Natih, MSi selaku penguji tamu dan Dr Ir Etty Riani
MS selaku komisi pendidikan Departemen Manajemen Sumber Daya
Perairan atas saran dan masukan dalam penulisan karya ilmiah
8. Keluarga penulis Bapak Nono Wahyono, Ibu Yayat Haryati, Adik Irfan
Saeful Azhar, Ibu Evi, Neneng Nurbaeti, Denisa, Destiazmi, dan Dekaila
beserta keluarga besar Penulis yang senantiasa memberikan motivasi, doa
dan dukungan moril maupun materil
9. Keluarga Pangumbahan: Ua Beben, Ua Baban, Ua Belgi, Agung
Solehudin, Herna, Endah, Firman, Bambang, Ua Edi, Ratno, Risval dan
pelaksana teknis Pantai Penyu Pangumbahan lain yang telah memberikan
dukungan dan bantuan di lapangan
10. Teman-teman Harmoni 2 (Sakinah, Hasna, Geni, Halisa Rohayu, April,
Tanti), OMDA WAPEMALA, Rina Kusmayanti, Lestari Putri, Ayu
Ramadhini, Rezkinda, Rismawati, Nopionna, Lulu, Nina, Ria Asnita,
Andini, Maida, Serli, Bani, Rifki dan MSP 47 atas doa dan dukungannya
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, November 2014

Rinrin Haryanti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitian
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengumpulan Data
Pengambilan dan Penanganan Contoh
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
1
2
2
2
3
3
4
4

4
8
12
13
13
14
16
22

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Panjang karapas penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan
Jumlah bangunan vila di Pantai Penyu Pangumbahan
Perubahan biofisik habitat Pantai Penyu Pangumbahan
Persepsi pemangku kepentingan terhadap pengelolaan Pantai Penyu

Pangumbahan
Rekomendasi strategi pengelolaan penyu hijau di Pantai Penyu
Pangumbahan

6
7
8
8
12

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

4
5
6

Diagram alir pendekatan masalah status populasi penyu hijau di
Pantai Penyu Pangumbahan
Lokasi pengamatan di Pantai Penyu Pangumbahan
(A) Frekuensi penyu hijau yang mendarat di Pantai Penyu
Pangumbahan (B) Tingkat persentase peneluran penyu hijau di Pantai
Penyu Pangumbahan
Sebaran populasi penyu hijau yang bertelur di Pantai Penyu
Pangumbahan
Perbandingan produksi telur dan jumlah tukik yang menetas di Pantai
Penyu Pangumbahan
Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pantai Penyu Pangumbahan

2
3

4
5
6
7

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Bagian depan kantor pengelola Pantai Penyu Pangumbahan
Wisatawan
Alat pengukuran biofisik habitat dan ukuran penyu hijau
Analisis, aspek-aspek,sumber data, dan teknik pengambilan data
Pengukuran fisik (panjang dan lebar karapas) penyu hijau
Hasil ANOVA penyu yang mendarat ke Pantai Penyu Pangumbahan
Hasil Korelasi Pearson penyu bertelur dengan penyu mendarat
Hasil ANOVA penyu yang bertelur ke Pantai Penyu Pangumbahan
Musim puncak peneluran penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan
Hasil Korelasi Pearson panjang karapas dengan jumlah telur
Pelepasan tukik dan pembuatan kronjong
Ruang penetasan semi alami telur penyu

16
16
17
17
18
18
18
19
19
19
20
20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pantai Penyu Pangumbahan merupakan salah satu wilayah pendaratan
produktif dan disukai sebagai tempat migrasi serta bertelur penyu laut (Susilowati
2002; Harahap 2007; Segara 2008). Penyu laut yang dominan melakukan
aktivitas peneluran di Pantai Penyu Pangumbahan adalah penyu hijau (Harahap
2007). Penyu hijau banyak dimanfaatkan sebagai sumber protein hewani melalui
pengambilan telur dan daging (Nuitja 1983; Gustian 1997).
Peningkatan pemanfaatan penyu hijau cenderung mempercepat penurunan
populasi penyu hijau di alam. Penurunan populasi penyu disebabkan oleh
tingginya ancaman, seperti faktor alam (predator, penyakit, perubahan iklim) dan
manusia (pemanfaatan penyu hijau maupun turunannya, dan pemanfaatan habitat
peneluran).
Tingginya ancaman terhadap penyu laut menyebabkan status penetapan
penyu laut sebagai fauna yang langka dan dilindungi secara internasional (CITES
dan IUCN) dan nasional (PP no.7 tahun 1999). Usaha perlindungan terhadap
penyu hijau banyak dilakukan melalui penetapan kawasan konservasi dan
berbagai studi terhadap karakteristik habitat peneluran, aspek biologi, populasi
penyu hijau, dan kajian pengembangan ekowisata di daerah peneluran penyu
(Salim 1991; Hermawan 1992; Nuitja 1992; Wahjuhardini 1992; Imran 1994;
Purnamawati 1994; Tomascik et al. 1997; Ridla 2007; Salamsyah 2007; Catry et
al. 2009; Fatima et al. 2011; Listiani 2012).
Peruntukan kawasan konservasi Pantai Penyu Pangumbahan dengan status
taman pesisir bertujuan untuk melindungi dan memanfaatkan penyu hijau secara
lestari. Kegiatan konservasi penyu hijau tidak selalu berbanding lurus dengan
peningkatan populasi penyu hijau di alam. Oleh karena itu, perlu adanya
pengkajian status populasi penyu bertelur sebagai indikator keberhasilan usaha
pelestarian yang dilakukan di kawasan taman pesisir Pantai Penyu Pangumbahan.

Perumusan Masalah
Produksi telur penyu hijau, frekuensi pendaratan penyu hijau, dan jumlah
tukik yang dilepas menjadi indikator untuk menentukan status populasi penyu
hijau di wilayah Pantai Penyu Pangumbahan. Status populasi penyu hijau yang
menurun dianalisis melalui beberapa aspek seperti, analisis biologi penyu hijau,
biofisik habitat Pantai Penyu Pangumbahan, jumlah wisatawan, dan sistem
manajemen konservasi yang diterapkan di Pantai Penyu Pangumbahan (Gambar
1).

2
Biologi penyu hijau
Biofisik habitat Pantai Penyu Pangumbahan
Sistem manajemen konservasi

Produksi telur penyu hijau
Frekuensi pendaratan penyu hijau
Jumlah tukik yang dilepas
Jumlah wisatawan

Status populasi penyu hijau

Gambar 1 Diagram alir pendekatan masalah status populasi penyu hijau di Pantai
Penyu Pangumbahan
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji perubahan ukuran populasi penyu
hijau, produksi telur penyu hijau, jumlah tukik yang dilepas, dan parameter yang
dapat menjadi ancaman terhadap pendaratan penyu hijau (kondisi biofisik habitat,
jumlah wisatawan, dan jumlah bangunan vila), serta memberikan rekomendasi
strategi pengelolaan terhadap pengelola kawasan konservasi.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2014 di Pantai Penyu
Pangumbahan, Ujung Genteng, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi
(Lampiran 1). Pengelola Pantai Penyu Pangumbahan saat penelitian ini berada di
bawah pengelolaan Dinas Kelautan dan Perairan Kabupaten Sukabumi. Secara
operasional pengelolaannya berada di bawah kendali bidang PSDKP
(Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan), sedangkan secara teknis
pengelolaannya oleh UPTD (Unit Pengelola Teknis Daerah) Sukabumi.
Pengambilan data dilakukan pada enam stasiun pengamatan yang masing-masing
terdiri atas tiga substasiun pengamatan (Gambar 2).

3

Gambar 2 Lokasi pengamatan di Pantai Penyu Pangumbahan
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui studi lapangan (in situ) dan analisis sampel tekstur pasir
(ex situ). Data primer meliputi panjang dan lebar karapas penyu hijau, biofisik
habitat Pantai Penyu Pangumbahan, dan sosial. Data sekunder diperoleh dari
UPTD Pantai Penyu Pangumbahan. Data sekunder meliputi produksi telur tahun
2001-2013, frekuensi pendaratan penyu hijau tahun 2009-2013, jumlah penyu
bertelur tahun 2007-2013, jumlah tukik yang dilepas tahun 2007-2013, jumlah
bangunan vila 2011 dan 2013, dan jumlah wisatawan 2009-2013.
Pengambilan dan Penanganan Contoh
Pengambilan data primer dilakukan di setiap stasiun sepanjang 2.3 km.
Pengambilan data primer dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga aspek, yaitu
biologi penyu hijau (panjang dan lebar karapas), sosial (masyarakat, wisatawan,
pengelola) (Lampiran 2), dan biofisik habitat penyu hijau (kemiringan pantai,
lebar supratidal pantai, persentase penutupan vegetasi, tekstur pasir, intensitas
cahaya) (Lampiran 3). Teknik pengambilan data disajikan pada Lampiran 4.
Pengukuran aspek biologi penyu (panjang dan lebar karapas) dari jam 19.00
sampai 04.00 WIB dengan metode CCL (Lampiran 5). Metode CCL (Curve
Carapac Line), yaitu pengukuran panjang karapas penyu dengan cara mengikuti
lengkung bagian tubuh karapas penyu hijau.
Data sosial diperoleh melalui wawancara beberapa pemangku kepentingan
(masyarakat, wisatawan, dan pengelola kawasan). Pengambilan contoh dan
pemilihan lokasi dilakukan dengan purposive sampling, yaitu memilih pemangku
kepentingan yang aktivitasnya berkaitan dengan kegiatan konservasi penyu.

4
Pengukuran biofisik habitat penyu hijau (in situ) dilakukan pada pukul
06.00-11.00 WIB. Analisis sampel (ex situ) seperti tekstur pasir dilakukan dengan
metode sieve di Laboratorium Lingkungan Budidaya Perairan, Institut Pertanian
Bogor.
Analisis Data
Uji statistika
Uji statistika digunakan untuk mengetahui perbedaan hasil yang didapatkan
secara spasial dan temporal. Uji statistika yang digunakan adalah ANOVA.
ANOVA merupakan uji parametrik yang digunakan untuk mengetahui ada beda
nyata pada tiga atau lebih data (Wibisono 2009; Uyanto 2009; Mattjik dan
Sumertajaya 2013). Parameter yang diuji terdiri atas produksi telur, frekuensi
pendaratan penyu hijau, jumlah penyu bertelur, jumlah wisatawan, panjang
karapas penyu hijau tahun (1997, 2002, penelitian ini), dan jumlah tukik yang
dilepas.
Koefisien korelasi Pearson
Korelasi Pearson digunakan untuk melihat hubungan panjang karapas
terhadap produksi telur, pendaratan penyu hijau dengan penyu hijau yang bertelur,
dan produksi telur dengan penyu bertelur. Koefisien korelasi dilambangkan
dengan ‘r’ atau ‘R’. Nilai korelasi berkisar 0 menunjukkan tidak ada korelasi, dan
1 berkorelasi sempurna (Wibisono 2009; Uyanto 2009; Mattjik dan Sumertajaya
2013).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

300
250
200
150
100
50
0
2009

2010

penyu bertelur

2011 2012 2013
Tahun
penyu tidak bertelur

(A)

Gambar 3

Persentase penyu bertelur

Jumlah penyu

Populasi penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan
Penyu hijau (Chelonia mydas) yang mendarat di Pantai Penyu
Pangumbahan terdiri atas penyu yang bertelur dan penyu tidak bertelur.
Frekuensi rata-rata populasi C.mydas yang mendarat disajikan pada Gambar 3.
70
60
50
40
30
20
10
0
2009 2010 2011 2012 2013
Tahun

(B)

(A) Frekuensi penyu hijau yang mendarat di Pantai Penyu
Pangumbahan (B) Tingkat persentase peneluran penyu hijau di
Pantai Penyu Pangumbahan (Sumber: UPTD Pangumbahan 2014)

5
Frekuensi pendaratan penyu hijau tahun 2009-2013 mengalami fluktuasi.
Frekuensi pendaratan tertinggi terjadi tahun 2013 sedangkan frekuensi pendaratan
terkecil ditemukan tahun 2012. Persentase penyu hijau bertelur tertinggi terjadi
tahun 2009, sedangkan persentase terkecil ditemukan tahun 2013.
Hasil ANOVA pendaratan penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan
memiliki perbedaan nyata setiap tahun (F(5,59) = 9.075, p < 0.05) (Lampiran 5).
Hasil Korelasi Pearson menunjukan adanya hubungan yang sangat erat antara
penyu hijau yang bertelur dengan pendaratan penyu hijau (r = 0.98, p < 0.01)
(Lampiran 6).
Perubahan populasi penyu hijau yang bertelur tahun 1997-2013 disajikan
pada Gambar 4. Populasi penyu hijau bertelur tertinggi terjadi tahun 2008 (247
ekor) sedangkan populasi terendah ditemukan pada tahun 2007 (54 ekor).
Terdapat perbedaan yang nyata populasi penyu hijau bertelur dari tahun 20072013 (F(6,77) = 2.637, p < 0.05) (Lampiran 7).
3500

Jumlah penyu (ekor)

3000
2500
2000
1500
1000
500
0

Tahun

Gambar 4

Sebaran populasi penyu hijau yang bertelur di Pantai Penyu
Pangumbahan (Sumber: CV Daya Bhakti 2005; UPTD
Pangumbahan 2014)

Perubahan populasi penyu hijau secara temporal menginformasikan musim
puncak bertelur penyu hijau. Musim peneluran penyu hijau di Pantai Penyu
Pangumbahan terjadi sepanjang tahun (Lampiran 8). Musim puncak peneluran
penyu hijau sekitar 2-3 kali siklus peneluran.
Produksi telur penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan
Pengukuran hasil pada parameter panjang karapas penyu hijau di Pantai
Penyu Pangumbahan disajikan pada tabel 1. Panjang karapas penyu hijau ukuran
terbesar dan terkecil ditemukan pada tahun 2014 dan 2002. Perbandingan panjang
karapas penyu hijau antar penelitian yang dilakukan pada tahun sebelumnya
memiliki perbedaan nyata (F(3,328) = 19.054, p < 0.05). Hasil uji Korelasi
Pearson menunjukkan adanya hubungan yang kurang erat antara panjang karapas
dengan jumlah telur yang dikeluarkan oleh penyu hijau (r = 0.18 , p < 0.01)
(Lampiran 9).

6
Tabel 1 Panjang karapas penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan
Panjang karapas (cm)
CCL
Tahun
Jumlah penyu
Sumber
Kisaran
Rataan
1997
107
89-119
103±7
Gustian 1997
2002
86
84-122
102±6
Susilowati 2002
2014
32
96-117
105±5
Penelitian ini
Aktivitas peneluran penyu hijau berpengaruh terhadap produksi telur.
Produksi telur penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan dari tahun 2007 sampai
2013 disajikan pada gambar 5. Produksi telur tertinggi dan terendah ditemukan
pada tahun 2008 dan 2007. Terdapat perbedaan nyata jumlah telur yang
dihasilkan setiap antar tahun (F (6,77) = 2.867, p < 0.05). Jumlah tukik tertinggi
dan terendah ditemukan pada tahun 2013 dan 2007. Terdapat perbedaan nyata
jumlah tukik yang dilepas ke laut antar tahun (F (6,77) = 2.324, p < 0.05).
350000
telur

tukik

300000

Jumlah

250000
200000
150000
100000
50000
0
2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

Tahun

Gambar 5 Perbandingan produksi telur dan jumlah tukik yang menetas di Pantai
Penyu Pangumbahan (Sumber: UPTD Pangumbahan 2014)
Indikator ancaman (ekologi dan sosial) terhadap penyu hijau
Perubahan habitat peneluran, bangunan vila, dan jumlah wisatawan akan
berpengaruh terhadap naluri penyu hijau untuk bertelur. Data jumlah wisatawan,
jumlah bangunan vila, dan perubahan biofisik habitat disajikan pada Gambar 6,
Tabel 2, dan Tabel 3.
Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pantai Penyu Pangumbahan
mengalami fluktuasi setiap tahun. Peningkatan wisatawan terjadi pada tahun 2013
(24765 orang), sedangkan tahun 2009 (13176 orang) jumlah wisatawan
mengalami penurunan. Jumlah wisatawan setiap tahun tidak mengalami
perbedaan yang nyata (F (4,55) = 1.671, p > 0.05).

7

Jumlah wisatawan

25000

20000

15000

10000

5000

0
2009

2010

2011

2012

2013

Tahun

Gambar 6 Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pantai Penyu Pangumbahan
(Sumber: UPTD Pangumbahan 2014)

Jumlah bangunan vila di Pantai Penyu Pangumbahan mengalami
peningkatan dari tahun 2011 sebesar 59 unit menjadi 63 unit di tahun 2014. Hal
ini diduga karena adanya jumlah kunjungan wisatawan yang meningkat.
Kunjungan wisatawan ke Pantai Penyu Pangumbahan berdampak terhadap
peningkatan pembangunan vila sebesar 4% pada periode 2011-2014.
Tabel 2
Tahun
2011
2014

Jumlah bangunan vila di Pantai Penyu Pangumbahan (Sumber:
Pangumbahan 2014)
Jumlah vila
59
63

Biofisik habitat peneluran penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan
memiliki nilai yang beragam.
Parameter pencahayaan di Pantai Penyu
Pangumbahan mengalami peningkatan. Hal ini diduga karena meningkatnya
keberadaan bangunan vila dan ukuran volt pada lampu yang digunakan di
bangunan sekitar Pangumbahan.
Parameter lebar supratidal, tingkat pencahayaan, dan persentase penutupan
vegetasi penelitian ini memiliki nilai lebih besar dari penelitian sebelumnya.
Parameter biofisik penelitian ini di Pantai Penyu Pangumbahan banyak
mengalami perubahan (lebar supratidal, kemiringan, tekstur pasir, persentase
penutupan vegetasi) namun perubahannya cenderung tidak mengganggu aktivitas
pendaratan dan peneluran penyu hijau.

8
Tabel 3 Perubahan biofisik habitat Pantai Penyu Pangumbahan
Parameter
Hasil
Sumber
Lebar supratidal(m)
37.98
Susilowati 2002
25.67
Atmaja BW 2010
32.74
Harteti 2013
41.33
Penelitian ini
Kemiringan (o)
5.19
Susilowati 2002
7.64
Atmaja BW 2010
6
Harteti 2013
5.17
Penelitian ini
Tekstur pasir (%)
97.32
Susilowati 2002
85.40
Penelitian ini
Pencahayaan (lux)
0
Listiani 2013
1.3
Penelitian ini
36.12
Harteti 2012
Persentase penutupan vegetasi (%)
63,17
Penelitian ini
Pemangku kepentingan yang berperan dalam kegiatan konservasi di Pantai
Penyu Pangumbahan, terdiri atas masyarakat sekitar kawasan, wisatawan, dan
pengelola. Persepsi pemangku kepentingan di Pantai Penyu Pangumbahan
disajikan pada Tabel 4. Hasil wawancara pemangku kepentingan sebanyak 75
orang menyetujui semua bentuk kegiatan pelestarian penyu dan penetapan
kawasan konservasi, namun kurangnya pengetahuan mengenai peraturan yang
berkaitan dengan kawasan konservasi dan penyu hijau.
Tabel 4

Persepsi pemangku kepentingan terhadap pengelolaan Pantai Penyu
Pangumbahan
Karakteristik
Nilai persepsi
Parameter pengelolaan
persepsi
(%)
Intensitas kunjungan
Pertama kali
63
Tujuan kedatangan
Rekreasi
53
Rencana menginap
Menginap
71
Pengetahuan tentang konservasi/
Tidak tahu
57
ekowisata
Pengetahuan tentang penyu hijau
Tidak tahu
96
Pengetahuan jumlah populasi penyu
Tidak tahu
69
Peraturan daerah no 14 tahun 2013
Tidak tahu
72
Perlindungan penyu hijau
Setuju
100
Penetapan kawasan konservasi
Setuju
100

Pembahasan
Frekuensi penyu hijau yang mendarat tahun 2009-2013 di Pantai Penyu
Pangumbahan didominasi oleh penyu hijau yang tidak bertelur. Penyu hijau yang
tidak jadi bertelur hanya melakukan false crawl, yaitu naik ke darat namun tidak

9
melakukan kegiatan bersarang (Nuitja 1992; Harteti 2013). Hal ini berdampak
terhadap aktivitas peneluran penyu hijau yang hanya mencapai kurang dari 60%.
Kurangnya naluri penyu hijau untuk melakukan aktivitas peneluran akan
berpengaruh terhadap ukuran populasi penyu hijau yang bertelur di Pantai Penyu
Pangumbahan. Penurunan ukuran populasi penyu hijau yang bertelur diduga
karena banyaknya ancaman seperti, pemanfaatan yang berlebih, penangkapan,
pencemaran, dan penurunan habitat (Polidoro et al. 2011; Denkinger et al.2013).
Aktivitas peneluran dan ukuran panjang karapas penyu hijau akan
berbanding lurus dengan produksi telur dan jumlah tukik. Hasil pengukuran
Nuitja (1983) di Pantai Sukamade menyatakan ada hubungan kuat dan nyata
antara ukuran panjang karapas dengan produksi telur. Berbeda dengan hasil
penelitian ini yang menunjukkan korelasi kurang erat antara ukuran panjang
karapas dengan produksi telur. Hal ini diduga selama penelitian, populasi penyu
bertelur sudah tua-tua (Nuitja 1983), sedangkan Nuitja (1992) berpendapat, bahwa
umur dan kandungan gizi dalam makanan yang dkonsumsi oleh induk penyu hijau
berpengaruh terhadap produksi telur.
Produksi telur penyu hijau dalam satu sarang berkisar 80-195 butir,
sedangkan hasil pengamatan di lapangan dalam satu sarang berkisar 1-120 butir.
Bustard (1972) berpendapat, rata-rata telur yang dikeluarkan penyu sebanyak 134
butir. Keberhasilan penetasan telur di alam bervariasi 2-90% dengan rata-rata
40% dari produksi telur yang dikeluarkan induk (Priyono 1994).
Perbedaan data jumlah tukik dengan produksi telur di tahun yang sama
dipengaruhi faktor eksternal dan internal dari kawasan. Faktor eksternal di luar
kawasan yang mempengaruhi kesuksesan penetasan telur penyu, di antaranya
faktor manusia di darat dan di laut, kehilangan habitat peneluran, perusakan
sarang oleh predator, dan perubahan iklim global (Hitipeuw et al. 2007). Faktor
internal dari dalam kawasan konservasi Pantai Penyu Pangumbahan, di antaranya
keterlambatan pemindahan telur, keahlian petugas dederan, dan penetapan
kebijakan konservasi.
Penyu hijau bertelur sepanjang tahun sebanyak 3-4 kali dengan interval 9-16
hari di Pantai Penyu Pangumbahan (Nuitja 1992). Hasil data penandaan tahun
2010 di Pantai Penyu Pangumbahan, menunjukkan frekuensi penyu hijau bertelur
sebanyak 3-4 kali dalam satu musim bertelur dengan interval peneluran sekitar 817 hari. Aktivitas peneluran penyu hijau yang menurun diduga sebagai tanda atau
bentuk ‘breeding cycle’ dari penyu hijau (Chelonia mydas) yang biasanya terjadi
antara 2-3 tahun (Bjorndal 1999).
Musim puncak peneluran penyu hijau bulan November sampai Januari
(Nuitja 1992). Puncak peneluran penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan
tahun 2007-2013 terlihat mengalami pergeseran pada bulan September sampai
Februari. Pergeseran musim puncak penyu bertelur diduga terjadi karena letak
Kepulauan Indonesia yang berada dalam pengaruh angin muson dan adanya
perubahan musim atau cuaca (Nuitja 1992). Hal ini berpengaruh terhadap
pergerakan penyu hijau untuk melakukan aktivitas bertelur.
Indikasi penurunan aktivitas bertelur penyu hijau tahun 2007 dan 2012
diduga belum stabilnya kondisi wilayah migrasi, peneluran, dan makan penyu.
Hal ini karena tahun 2004 dan 2006 terjadi gempa bumi Bengkulu dan Jawa yang
menyebabkan tsunami. Secara geologi pantai barat dan selatan Jawa Barat
merupakan daerah patahan paparan sunda dan daerah tektonik aktif Selat Sunda.

10
Pergeseran patahan geologi dapat menyebabkan gempa, dan letusan gunung api di
Selat Sunda (Wahyudin 2011).
Menurut Panjaitan (2012), Pantai Penyu Pangumbahan selama 21 tahun dari
tahun 1989 sampai tahun 2010 mengalami abrasi pantai. Hal ini mempengaruhi
naluri penyu hijau untuk melakukan pendaratan dan aktivitas peneluran.
Gangguan lain yang diduga berpengaruh terhadap kegagalan pendaratan, aktivitas
peneluran, dan produksi telur penyu hijau disebabkan oleh penurunan habitat.
Penurunan habitat dan ekosistem salah satunya dipengaruhi oleh adanya
perubahan iklim dan lingkungan yang berlangsung secara global. Wallace et
al.(2011) berpendapat , bahwa ancaman yang utama terhadap penyu laut yaitu
penangkapan ikan dan perubahan iklim. Perubahan iklim secara global akan
berpengaruh terhadap peningkatan suhu dan permukaan air laut. Hal ini akan
berdampak pada ekosistem karang, habitat rumput laut, dan habitat lain (Short dan
Neckles 1999).
Habitat rumput laut merupakan area makan untuk penyu hijau (Nuitja 1983;
Nuitja 1992; Priyono 1994). Kondisi habitat rumput laut yang baik akan
mendukung pertumbuhan tukik penyu hijau (Richardson et al. 2009). Penurunan
habitat akan berpengaruh terhadap kelimpahan dan keanekaragaman alga laut
sebagai sumber makanan yang dibutuhkan penyu hijau (Santos et al. 2010).
Penurunan kualitas makanan yang dibutuhkan penyu hijau berpengaruh
terhadap siklus hidup penyu hijau seperti, survival rate, fekunditas, dan
pertumbuhan (Nuitja 1992; Lutz et al 2003). Penurunan habitat peneluran yang
berpengaruh terhadap pendaratan penyu hijau terdiri atas beberapa parameter,
seperti persentase penutupan vegetasi, kemiringan, lebar supratidal pantai, tekstur
pasir, dan intensitas cahaya (Nuitja 1992).
Menurut Harteti (2013), habitat peneluran penyu hijau di Pantai Penyu
Pangumbahan menunjukkan masih adanya peubah habitat yang tidak termasuk
kriteria sangat sesuai, yaitu pencahayaan dan penutupan vegetasi. Hasil penelitian
Widodo (1998) dan Listiani (2013), tingkat pencahayaan di Pantai Penyu
Pangumbahan berkisar 0-0.7 lux dan 0 lux. Tingkat pencahayaan pada penelitian
ini mengalami peningkatan menjadi 1.3 lux.
Peningkatan pencahayaan di Pantai Penyu Pangumbahan diindikasikan
karena meningkatnya pembangunan villa di sekitar kawasan taman pesisir, operasi
kapal nelayan yang meningkat saat malam hari, dan penggunaan ukuran volt yang
tinggi pada lampu kendaraan ataupun vila. Pembangunan konstruksi di pantai
seperti pembangunan jalan, infrastruktur umum, hotel, kompleks perumahan,
bangunan pelindung pantai, semuanya dapat mengubah habitat yang
menyebabkan tempat tersebut tidak sesuai lagi sebagai tempat peneluran penyu
(Karnan 2008).
Pembangunan konstruksi di pantai dilakukan untuk memberikan
kenyamanan fasilitas terhadap kegiatan wisata.
Kegiatan wisata akan
memberikan dampak negatif ketika tidak adanya pengaturan terhadap
pembangunan dan kunjungan wisatawan. Lutz et al. (2003) berpendapat, nilai
sumber daya pesisir pada kegiatan industri wisata akan berbeda dari kegiatan
konservasi penyu. Hal ini dapat menyebabkan beberapa permasalahan terhadap
kegiatan konservasi penyu di daerah tersebut.
Menurut Adrianto (2012), penyu betina menyukai pantai berpasir yang sepi
dari manusia, suara bising, dan cahaya. Situasi malam seperti cahaya bulan,

11
musim, cahaya lampu atau penerangan di sekitar habitat peneluran, biofisik
habitat peneluran, dan manusia menjadi hal yang berpengaruh sedemikian rupa
terhadap naluri penyu hijau untuk melakukan pendaratan dan peneluran di Pantai
Penyu Pangumbahan.
Runtuboi (2012) berpendapat, ancaman terhadap penyu di laut beresiko
tinggi terhadap keberlangsungan penyu, seperti perburuan induk penyu, tingginya
tangkapan sampingan, dan pencemaran sampah laut. Ancaman predasi telur
penyu yang biasanya dilakukan oleh babi hutan, anjing, biawak, dan kepiting
menjadi penyebab tingkat kesuksesan penetasan telur, selain suhu pasir yang
ekstrim, dan pengambilan telur oleh masyarakat.
Tingginya pengambilan dan pemanfaatan telur penyu oleh masyarakat di
sekitar wilayah Pantai Penyu Pangumbahan berpengaruh terhadap tingkat
survivors tukik dan penyu. Pengambilan telur penyu ini dilakukan dengan
berbagai cara, seperti permintaan secara paksa kepada petugas atau dengan
memaksa penyu untuk bertelur. Pengangkatan penyu secara paksa dari batas
pasang air laut adalah salah satu cara yang dilakukan untuk mengelabui petugas
agar tidak terlihat jejak penyu ke daratan atau yang lebih dikenal dengan istilah
penyu terbang.
Kegiatan pengambilan telur penyu dilakukan pada dua tempat, yaitu Pantai
Penyu Pangumbahan dan Cikepuh. Menurut responden, pengambilan telur lebih
aman dilakukan Pantai Citirem, Cibulakan, Karanghandap, Legon Matahyang,
dan Hujungan. Hal ini dikarenakan jumlah petugas terbatas sehingga lebih aman
untuk pengambilan telur.
Pengambilan telur penyu hijau dimanfaatkan masyarakat untuk obat,
memenuhi kebutuhan dan menambah pendapatan. Masyarakat yang mengambil
telur penyu didominansi dari Dusun Jaringao. Harteti (2013) berpendapat, secara
ekonomi Dusun Jaringao lebih tertinggal dibanding dusun lain, luas persawahan
yang kecil daripada perkebunan kelapa milik perusahaan swasta, dan telur penyu
ini sudah dianggap sebagai harta turun temurun.

Strategi pengelolaan penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan
Permasalahan yang terjadi di Pantai Penyu Pangumbahan, seperti penurunan
pendaratan penyu yang bertelur, penurunan produksi telur dan pelepasan tukik,
serta peningkatan kunjungan wisatawan dan bangunan vila. Hal tersebut dapat
diperbaiki melalui aspek ekologi dan sosial ekonomi di dalam ataupun di luar
kawasan konservasi.
Aspek sosial dapat diperbaiki melalui adanya identifikasi kebutuhan
masyarakat yang memiliki tujuan tercapainya kesejahteraan hidup masyarakat
yang mandiri dan tidak bergantung terhadap pemanfaatan penyu hijau. Aspek
ekonomi pemerintah daerah melalui adanya kontrol dan pengaturan terhadap
penetapan pendapatan daerah Pantai Penyu Pangumbahan dengan pertimbangan
keseimbangan ekologi peneluran penyu hijau.
Keberhasilan untuk mencapai tujuan kegiatan konservasi penyu hijau di
Pantai Penyu Pangumbahan memiliki beberapa permasalahan. Permasalahan
yang dapat mengganggu populasi penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan
berasal dari ketidaksesuaian aspek ekologi dan sosial yang terdapat di dalam
ataupun luar kawasan konservasi. Permasalahan (aspek sosial dan aspek ekologi)

12
yang terjadi di Pantai Penyu Pangumbahan serta strategi pengelolaannya disajikan
pada Tabel 5.
Tabel 5

Rekomendasi strategi pengelolaan penyu hijau di Pantai Penyu
Pangumbahan

Permasalahan
Strategi pengelolaan
Ekologi
a. Penutupan vegetasi dan cahaya - Penggunaan cahaya lampu dengan warna merah atau
kurang
mendukung
terhadap
kuning pada senter petugas lapang, kapal, dan
aktivitas peneluran penyu hijau
bangunan terdekat dari kawasan taman pesisir.
b. Kegagalan penyu bertelur semakin - Pengaturan tata letak lampu untuk bangunan vila tidak
meningkat
diarahkan ke laut lepas.
- Pembangunan hutan pantai di sekitar kawasan taman
pesisir.
- Mengurangi tingkat kebisingan kendaraan ataupun
wisata malam di cafe dari pukul 21.00 sampai dini hari
Permasalahan
Strategi pengelolaan
c. Pembangunan vila meningkat
- Penataan vila dilakukan secara intensif.
- Adanya sanksi minimum dan maksimal terhadap
pemilik bangunan vila liar
d. Sampah
- Adanya kegiatan pembersihan pantai dari sampah yang
dilakukan oleh pihak masyarakat dan petugas kawasan
taman pesisir.
e. Kurangnya papan informasi
- Pembuatan papan informasi mengenai penjelasan apa
yang tidak boleh dilakukan wisatawan saat di pantai
atau menemukan penyu.
Sosial
a. Rendahnya keterampilan
- Identifikasi kebutuhan masyarakat
masyarakat
- Pelatihan keterampilan masyarakat
b. Pencurian telur meningkat
c. Kesejahteraan petugas lapang
- Adanya jaminan kesehatan untuk petugas
kurang
d. Peningkatan pendapatan daerah
- Mencari sektor lain yang bisa dikembangkan untuk
menambah pendapatan daerah. Misalnya, sektor
pertanian.
e. Penerapan peraturan kurang tegas - Penetapan aturan yang tegas
f. Keterlibatan masyarakat dalam
- Melibatkan masyarakat dalam kegiatan konservasi
kegiatan konservasi kurang
penyu
g. Pemahaman masyarakat dan
- Penyuluhan mengenai konsep konservasi dan ekowisata
petugas lapang mengenai
beserta aplikasi di lapangan
konservasi dan ekowisata kurang
h. Keterlibatan semua pihak kurang
- Menginformasikan segala kegiatan konservasi penyu
terintegrasi dan koordinasi
dan memberikan peranan kepada masyarakat dalam
kegiatan tersebut tanpa merugikan masyarakat

Penyu hijau membutuhkan habitat yang terdiri atas hutan pantai yang lebat
dan ketersediaan makanan di laut. Hal ini dapat menjamin kestabilan populasi
penyu yang bertelur di kawasan konservasi (Nuitja 1983).
Konsep pengelolaan konservasi di Pantai Penyu Pangumbahan harus
mencakup tiga pilar yaitu perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan. Penulis
memberikan beberapa rekomendasi pengelolaan yang perlu diperbaiki, yaitu (1)
Pendataan secara resmi dan pembatasan jumlah bangunan vila dengan
memberikan jarak yang cukup jauh ke habitat peneluran.
Peningkatan
pembangunan vila di sekitar pantai Pangumbahan menyebabkan banyaknya alih

13
fungsi lahan dan perubahan terhadap habitat peneluran penyu. (2) Pengkajian
ulang mengenai PERDA retribusi wisata, yaitu PERDA no.14 tahun 2013 dengan
melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti akademisi, pemerintah, dan
masyarakat. (3) Peningkatan kesejahteraan petugas THL di Pantai Penyu
Pangumbahan agar kinerja yang dilakukan bisa lebih maksimal. (4) Penyuluhan
secara optimal mengenai konsep konservasi dan ekowisata terhadap petugas THL,
keamanan, dan masyarakat sehingga kegiatan sosialisasi tidak terbatas hanya pada
tokoh-tokoh tertentu. (5) Koordinasi yang kuat antar petugas THL, keamanan,
dan masyarakat sebagai bentuk ketegasan terhadap para penggemar (pencuri telur
penyu). (6) Pemberdayaan masyarakat sekitar Pantai Penyu Pangumbahan agar
memiliki keterampilan untuk membuat cendera mata, untuk penghasilan tambahan
bagi masyarakat. (7) Pembuatan zonasi di kawasan Pantai Penyu Pangumbahan
serta adanya papan pengumuman mengenai aktivitas wisata penyu yang
diperbolehkan ataupun tidak di Pantai Penyu Pangumbahan.
Pantai Penyu Pangumbahan telah mengalami perubahan lingkungan akibat
aktivitas manusia dan perubahan iklim. Perubahan lingkungan di kawasan
konservasi dalam jumlah yang besar dan signifikan serta berlangsung dalam
waktu singkat membuat spesies tidak mampu beradaptasi terhadap proses
reproduksi sehingga dapat berakibat terhadap kepunahan spesies (Wilson 2001).
Kepunahan spesies dapat terjadi dengan cepat terhadap spesies yang memiliki
siklus hidup dan pertumbuhan yang lambat, seperti penyu hijau (Senko et al.
2014).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Populasi penyu hijau yang bertelur dan produksi telur cenderung mengalami
penurunan, sedangkan jumlah kunjungan wisatawan, jumlah bangunan vila, dan
degradasi habitat di Pantai Penyu Pangumbahan meningkat. Strategi pengelolaan
yang dapat dilakukan adalah meminimumkan tekanan dari sosial (masyarakat dan
ekonomi) dan mempertahankan ekologi dan habitat peneluran penyu hijau.

Saran
Perlu menindaklanjuti strategi pengelolaan di kawasan Pantai Penyu
Pangumbahan dengan melaksanakan program seperti, peningkatan kualitas data
produksi telur dan tukik, penandaan penyu hijau untuk pengukuran populasi dan
migrasi, rehabilitasi habitat, pengkajian lanjutan mengenai pengaruh bangunan
vila berdasarkan jarak terhadap pendaratan penyu, dan pertimbangan penentuan
waktu penelitian berdasarkan posisi bulan dan musim.

14

DAFTAR PUSTAKA
Adrianto N. 2012. Perlindungan hukum terhadap penyu di Pulau Derawan
Kabupaten Berau Kalimantan Timur. [Jurnal Ilmiah]. Samarinda:
Universitas Mulawarman.
Bjorndal KA. 1999. Priorities for research in foraging habitats. Research and
Management Techniques for the Conservation of Sea Turtle. IUCN/SSC
Marine Turtle Specialist Group Publication No.4.
Bustard R. 1972. Sea Turtle Natural History and Conservation. Great Britain.
Catry P, Barbosa C, Paris B, Indjai B, Almeida A, Limoges B, Silva C, Pereira H.
2009. Status ecology and conservation of sea turtles in Guinea-Bissau.
Chelonian Conservation and Biology 8(2); 150-160.
Denkinger J, Parra M, Munoz JP, Carrasco C, Murillo JC, Espinosa E, Rubianes
F,Koch V.2013. Are vessel strikes a threat to sea in the Galapagos marine
reserve. Ocean Coast Management 80: 29-35.
Fatima E, Andrews H, John S, Shanker K. 2011. Status of marine turtles in
Cuthbert Bay, Middle Andaman Islands. Marine Turtlen Newsletter 130:6-9.
Gustian P. 1997. Analisis struktur populasi penyu hijau (Chelonia mydas L)
betina dewasa di pantai peneluran Pangumbahan dan Citirem daerah tingkat
II Sukabumi [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Harahap HAR. 2007. Analisis populasi penyu hijau (Chelonia mydas) yang
bertelur di Pantai Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Harteti S. 2013. Peningkatan kinerja konservasi penyu melalui strategi manajemen
konservasi [Tesis]. Bogor (ID): IPB.
Hermawan D. 1992. Studi habitat peneluran penyu sisik (Eretmochelys imbricata
L.) di Pulau Peteloran Timur dan Barat Taman Nasional Kepulauan Seribu
Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Hitipeuw C, Dutton PH, Benson S, Thebu J, Bakarbessy J. 2007. Population status
and internesting movement of leatherback turtles, Dermochelys coriacea,
nesting on the Northwest Coast of Papua, Indonesia. Chelonian
Conservation and Biology. 6(1): 28-36.
Imran Z. 1994. Studi habitat peneluran dan populasi penyi lekang (lepidochelys
olivacea Eschscholtz) di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi, Jawa
Timur[Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Karnan. 2008. Penyu Hijau:Status dan Konservasinya.J. Pijar MIPA. 3: 86-91.
Listiani AI. 2012. Kajian pengembangan ekowisata daerah peneluran penyu hijau
(Chelonia mydas, Linnaeus 1758) di Pantai Pangumbahan Sukabumi
[Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Lutz PL, Musick JA, Wyneken J. 2003. The Biology of Sea Turtles Volume II.
CRC Press LLC.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2013. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab (ID). IPB Press.
Nuitja INS. 1983. Studi Ekologi Peneluran Penyu Daging,Chelonia mydas L di
Pantai Sukamade, Kabupaten Banyuwangi. Bogor (ID): IPB. 121 hal.
Nuitja INS. 1992. Biologi dan Ekologi Pelestarian Penyu Laut. Bogor (ID): IPB
Press. 143 hal.

15
Panjaitan RA, Iskandar, Alisyahbana HS. 2012. Hubungan Perubahan Garis
Pantai Terhadap Habitat Bertelur Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pantai
Pangumbahan Ujung Genteng Kabupaten Sukabumi. UNPAD. Vol. 3 No.3:
311-320.
Polidoro BA, Elfes CT, Sanciangco JC, Pippard H, Carpenter KE. 2011.
Conservation status of marine biodiversity in Ocean: an analysis of marine
species on the IUCN red list of threatened species. Marine Biology.
Priyono A. 1994. Bioekologi Penyu Laut. Bogor (ID): IPB.
Purnamawati M. 1994. Studi beberapa aspek biologi penyu lekang (Lepidochelys
olivacea ESCHSCHOLTZ) di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi,
Jawa Timur [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Richardson PB, Bruford MW, Calosso MC, Campbell LM,Clerveaux W, Formia
A,Godley BJ, Henderson AC,Mcclellan K, Newman S et al.2009. Marine
turtles in the Turks and Caicos Islands: remnant rookeries, regionally
significant Foraging stock, and a major turtle fishery. Chelonian
Conservation and Biology.8(2): 192-207.
Ridla DA. 2007. Analisis keberhasilan penetasan telur penyu hijau (Chelonia
mydas) dalam sarang semi-alami di Pantai Pangumbahan, Kabupaten
Sukabumi [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Runtuboi F. 2012. Analisis kerentanan populasi penyu belimbing (Dermochelis
coriacea Vrandelli 1761) di Pantai Jamursba Medi dan Wermon sebagai
indikator keberlanjutan kawasan konservasi laut daerah Abun kabupaten
Tambrauw Papua Barat. [Tesis].Bogor (ID): IPB.
Salamsyah JI. 2007. Analisis populasi penyu hijau (Chelonia mydas, Linnaeus
1758) di Pantai Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi [Skripsi]. Bogor (ID):
IPB.
Salim N. 1991. Studi laju pertumbuhan juvenil penyu sisik (Eretmochelys
imbricata L.) pada pemberian jenis makanan dan pergantian air yang
berbeda[Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Santos KC, Tague C, Alberts AC, Franklin J. 2006. Sea turtle nesting habitat on
the US Naval Station, Guantanamo Bay, Cuba:a comparison of habitat
suitability index models. Chelonian Conservation and Biology.5(2): 175187.
Segara RA. 2008. Studi karakteristik biofisik habitat peneluran penyu hijau
(Chelonia mydas) di Pangumbahan Sukabumi, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor
(ID): IPB.
Senko J, Mancini A, Seminof JA, Koch V. 2014. Bycatch and directed harvest
drive high green turtle mortality at Baja California Sur, Mexico. Biological
Conservation.169: 24-30.
Short FT, Neckles HA. 1999. The effect of global climate change on seagrasses.
Aquatic Botani 63: 69
Susilowati T. 2002. Studi parameter biofisik pantai peneluran penyu hijau
(Chelonia mydas,L) di Pantai Pangumbahan Sukabumi-Jawa Barat [Skripsi].
Bogor (ID): IPB.
Tomascik J, Mah AJ, Nontji A, and Moosa MK. 1997. The Ecology of Indonesian
Seas. Part Two, vol VIII, Chapter 21. Periplus Edition. pp 1101-1131.
Uyanto SS. 2009. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta(ID). Graha
Ilmu.

16
Wahjuhardini PL. 1992. Studi beberapa aspek biologi penyu sisik (Eretmochelys
imbricata L.) di Kepulauan Seribu Jakarta [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Wahyudin Y.2011. Karakteristik sumberdaya pesisir dan laut kawasan Teluk
Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa
Barat.
Bonorowo
Wetlands.1(10:19-32.
Wallace BP, Dimatteo AD, Bolten AB, Chaloupka MY, Hutchinson BJ, AbreuGrobois FA,Mortimer JA, Seminoff JA, Amorocho D, Bjorndal KA et
al.2011. Global conservation priority for marine turtles.global Conservation
PloS One. 6(9): e24510.
Wibisono Y. 2009. Metode Statistik.Yogyakarta (ID). UGM Press.
Widodo HHW. 1998. Karakteristik biofisik habitat peneluran penyu hijau
(Chelonia mydas) dan interaksinya dengan populasi penyu hijau yang
bertelur di Pantai Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat
[Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Wilson C, Tisdell C.2001. Sea turtle as a non-consumptive tourism resources
especially in Australia. Tourism Management.22:279-288.

LAMPIRAN
Lampiran 1 Bagian depan kantor pengelola Pantai Penyu Pangumbahan

Lampiran 2 Wisatawan

17
Lampiran 3 Alat pengukuran biofisik habitat dan ukuran penyu hijau

Lampiran 4 Analisis, aspek-aspek,sumber data, dan teknik pengambilan data
Analisis
Biologi

Parameter yang
diukur
Panjang karapas

Unit
satuan
Cm

CCL
Lebar karapas

Cm

CCL

Biofisik
habitat

Sosial

Telur

Butir

Kemiringan
pantai

o

Lebar supratidal

M

Penutupan
vegetasi

%

Tekstur pasir

%

Pencahayaan

Lux

Identitas
Pengelolaan
kawasan
Pengetahuan
tentang penyu
hijau
PERDA no 14
tahun 2013

Teknik pengambilan data
Panjang karapas menggunakan metode curve carapac
line (CCL), mulai dari precental scute sampai posterior
margin dari post centrals. Pengukuran dilakukan pada
penyu hijau yang mendarat dari semua stasiun.
Lebar karapas diukur dari pinggir marginal bagian
lateral karapas. Pengukuran dilakukan pada penyu hijau
yang mendarat dari semua stasiun.
Produksi telur dihitung pada setiap penyu hijau yang
bertelur ketika aktivitas peneluran penyu selesai.
Kemiringan diukur menggunakan clinometer pada 6
stasiun dari pasang harian tertinggi ke garis vegetasi.
Masing-masing stasiun dilakukan 3 kali pengukuran
kemudian dirata-ratakan setiap stasium.
Lebar sipratidal diukur menggunakan meteran pada 6
stasiun dari pasang harian tertinggi ke garis vegetasi.
Masing-masing stasiun dilakukan 3 kali pengukuran
kemudian dirata-ratakan setiap stasium.
Penutupan vegetasi dilakukan dengan metode transek
10 x 10 m dengan masing-masing 3 kali pengukuran
setiap stasiun.
Pengambilan pasir dilakukan pada kedalaman sarang di
6 stasiun. Pengukuran persentase pasir di analisis di
laboratorium lingkungan BDP IPB dengan metode
sieve.
Pencahayaan diukur menggunakan lux meter.
Pembacaan nilai dilakukan pada malam hari, yaitu jam
21.00 WIB pada seluruh stasiun
Kuisioner
Kuisioner
Kuisioner

Kuisioner

18
Lampiran 5 Pengukuran fisik (panjang dan lebar karapas) penyu hijau

Lampiran 6 Hasil ANOVA penyu yang mendarat ke Pantai Penyu Pangumbahan
N

Mean

Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum
Lower Bound

Upper Bound

2008

5

830,00

310,629

138,918

444,30

1215,70

416

1210

2009

12

237,58

147,965

42,714

143,57

331,60

95

565

2010

12

272,50

209,593

60,504

139,33

405,67

58

607

2011

12

247,33

167,796

48,438

140,72

353,95

102

642

2012

12

107,92

53,485

15,440

73,93

141,90

40

219

2013

12

482,58

378,171

109,169

242,31

722,86

85

1037

Total

65

312,69

289,133

35,863

241,05

384,34

40

1210

ANOVA
Mendarat
Sum of Squares

Df

Mean Square

Between Groups

2325931,429

Within Groups

3024334,417

59

Total

5350265,846

64

F

Sig.

5 465186,286

9,075

,000

51259,905

Lampiran 7 Hasil Korelasi Pearson penyu bertelur dengan penyu mendarat
Correlations
Penyu bertelur
Penyu bertelur

Mendarat

1

Pearson Correlation

,000

Sig. (2-tailed)
N
Mendarat

Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

,955**

84

65

**

1

,955

,000
65

65

19
Lampiran 8 Hasil ANOVA penyu yang bertelur ke Pantai Penyu Pangumbahan
N

Mean

Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum
Lower Bound

Upper Bound

2007

12

53,58

20,016

5,778

40,87

66,30

29

91

2008

12

246,67

320,185

92,430

43,23

450,10

23

910

2009

12

141,25

98,415

28,410

78,72

203,78

56

386

2010

12

144,42

102,417

29,565

79,34

209,49

37

312

2011

12

125,67

85,622

24,717

71,26

180,07

57

340

2012

12

60,58

25,689

7,416

44,26

76,91

28

110

2013

12

212,17

176,909

51,069

99,76

324,57

33

480

Total

84

140,62

161,066

17,574

105,67

175,57

23

910

ANOVA
Penyu bertelur
Sum of Squares

Df

Mean Square F

367013,810

6 61168,968

Within Groups

1786200,000

77 23197,403

Total

2153213,810

83

Between Groups

Sig.

2,637

,022

Lampiran 9 Musim puncak peneluran penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan

jumlah penyu

1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10
bulan

Lampiran 10 Hasil Korelasi Pearson panjang karapas dengan jumlah telur
Correlations
panjang karapas
panjang karapas

jumlah telur

1

Pearson Correlation

,001

Sig. (2-tailed)
N
jumlah telur

Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

-,180**

332

332

**

1

-,180

,001
332

332

20
Lampiran 11 Pelepasan tukik dan pembuatan kronjong

Lampiran 12 Ruang penetasan semi alami telur penyu

21

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Rinrin Haryanti, lahir di Sumedang
07 Oktober 1991, merupakan anak pertama dari dua bersaudara
dari ayah Nono Wahyono dan ibu Yayat Haryati. Penulis mulai
mengikuti pendidikan di TK Daya Wanita dan lulus tahun 1998