Pelapisan Komposit Hidroksiapatit-Kitosan Pada Paduan Logam Tial Dengan Metode Elektroforesis Deposisi

PELAPISAN KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT-KITOSAN
PADA PADUAN LOGAM TiAl DENGAN METODE
ELEKTROFORESIS DEPOSISI

CHONNY DAMAYANTI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pelapisan Komposit
Hidroksiapatit-Kitosan pada Paduan logam TiAl dengan Metode Elektroforesis
Deposisi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Chonny Damayanti
NIM G44110049

ABSTRAK
CHONNY DAMAYANTI. Pelapisan Komposit Hidroksiapatit-Kitosan pada
Paduan logam TiAl dengan Metode Elektroforesis Deposisi. Dibimbing oleh
CHARLENA dan IRMA HERAWATI SUPARTO.
Aplikasi
implan
tulang
dapat
menggunakan
TiAl
karena
biokompatibilitasnya. Namun, penggunaan dalam jangka panjang dapat
membahayakan tubuh karena akan terjadi pelepasan ion logam. Untuk itu
dilakukan penelitian dengan tujuan mengompositkan hidroksiapatit dengan

kitosan dan melapiskannya pada paduan logam TiAl dengan metode elektroforesis
deposisi (EPD). Untuk membandingkan pengaruh lamanya waktu perlakuan pada
hasil pelapisan logam, metode elektroforesis dilakukan dengan interval waktu
berbeda, yaitu 40 dan 60 menit dengan tegangan 200 V. Paduan logam yang telah
terlapisi diamati dengan menggunakan mikroskop electron payaran (SEM). Hasil
SEM menunjukkan bahwa waktu proses pelapisan selama 60 menit menghasilkan
lapisan yang lebih homogen dan merata. Pencirian yang dilakukan dengan difraksi
sinar-X dan inframerah menunjukkan bahwa paduan logam telah terlapisi oleh
komposit hidroksiapatit-kitosan. Paduan logam TiAl yang telah terlapisi komposit
hidroksiapatit-kitosan memiliki laju korosi yang lebih rendah dibandingkan
dengan sebelum dilapisi oleh komposit hidroksiapatit-kitosan.
Kata kunci: elektroforesis deposisi, hidroksiapatit, kitosan, TiAl

ABSTRACT
CHONNY DAMAYANTI. Hydroxyapatite-Chitosan Composite Coating on TiAl
Alloy by Electrophoretic Deposition Method. Supervised by CHARLENA and
IRMA HERAWATI SUPARTO.
Application of bone implant can be done by using TiAl alloy due to its
biocompatibility. However, in long term usage of TiAl alloy as metal implant
could be harmful because of its metal ion release. Therefore, the objective of this

research was to composite hydroxyapatite with chitosan and to coat the surface of
the alloy under electrophoretic deposition (EPD) method. To compare the impact
of different interval time in producing the best product, EPD method was carried
out for 40 and 60 minutes under 200 V. The coated alloy was observed by
scanning electron microscope and showed that 60 minute-treatment produced
better result than 40 minute-treatment. The X-ray difraction and fourier transform
infrared analysis showed that the composite of hydroxyapatite-chitosan has
successfully coated the TiAl alloy. The coated TiAl alloy also exhibited lower
corrosion rate compared to the uncoated alloy.
Keywords: chitosan, electrophoretic deposition, hydroxyapatite, TiAl

PELAPISAN KOMPOSIT HIDROKSIAPATIT-KITOSAN
PADA PADUAN LOGAM TiAl DENGAN METODE
ELEKTROFORESIS DEPOSISI

CHONNY DAMAYANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kimia

pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 hingga
Januari 2016 ialah komposit hidroksiapatit-kitosan, dengan judul Pelapisan
Komposit Hidroksiapatit-Kitosan pada Paduan logam TiAl dengan Metode
Elektroforesis Deposisi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Charlena selaku pembimbing
pertama dan Ibu Irma Herawati Suparto selaku pembimbing kedua. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Sulistioso Giat Sukaryo yang
yang juga berperan besar dalam membimbing dan mengarahkan penulis pada

penelitian ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Erizal dari Pusdiklat
BATAN, Bapak Supardi dari PSTBM BATAN, Ibu Afifah dari Puslabfor
MABES POLRI, Bapak Wawan selaku laboran Laboratorium Bersama Departemen
Kimia, Bapak Akhirudin dari Departemen Fisika, Bapak Mulyadi, Bapak Sawal,
Bapak Sunarsa, dan Kak Rohmat yang sudah membantu penggunaan fasilitas untuk
menyelesaikan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu
Suprihati Agusina, Bapak Choeri Daniarsa, Cheppy Darmawan, Fatimah, Tia
Darmayanti, Maya Septi Andini, Kadek W Ayuningtyas, Laili Qadariah, Cepi
Abisoid, Nabilah Yosa, Anugrah Susilowati, Robby, Hanif, Kasasi, serta seluruh
keluarga kimia 48, atas segala doa, semangat, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016
Chonny Damayanti

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE


vii
vii
1
2

Alat dan Bahan

2

Prosedur Penelitian

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Identifikasi Cangkang Keong Sawah


5

Sintesis Hidroksiapatit

7

Sintesis Paduan Logam TiAl

8

Pelapisan Komposit Hidroksiapatit-Kitosan pada TiAl

9

Pencirian SEM

11

Pencirian XRD


12

Pencirian FTIR

12

Pengujian Korosi

13

SIMPULAN DAN SARAN

14

Simpulan

14

Saran


14

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

18
24

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Difraktogram sinar-X serbuk cangkang keong sawah

Difraktogram sinar-X hasil kalsinasi serbuk cangkang keong sawah
Difraktogram sinar-X Ca(OH)2
Difraktogram sinar-X hasil sintesis hidroksiapatit
Logam TiAl hasil peleburan a) sebelum penghalusan b) sesudah
penghalusan
6 Interaksi pada komposit Hidroksiapatit-Kitosan
7 Ilustrasi pelapisan komposit Hidroksiapatit-Kitosan pada TiAl dengan
EPD
8 Hasil pelapisan komposit hidroksiapatit-kitosan pada TiAl selama a)
40 menit b) 60 menit
9 Morfologi permukaan logam a) perbesaran 200 kali, b) perbesaran
1000 kali, dan c) bagian pinggir logam perbesaran 1000 kali
10 Difraktogram sinar-X lapisan komposit hidroksiapatit-kitosan pada
TiAl
11 Spektrum FTIR hasil pelapisan

5
6
7
8

8
9
10
10
11
12
13

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Diagram alir penelitian
Komposisi bahan untuk sintesis hidroksiapatit
Data perhitungan konsentrasi kalsium cangkang keong sawah
Data JCPDS CaCO3
Data JCPDS CaO
Data JCPDS Ca(OH)2
Data komposisi pembuatan paduan logam TiAl
Data JCPDS hidroksiapatit
Data JCPDS TiAl

18
19
19
21
21
22
22
23
23

PENDAHULUAN
Penggunaan biomaterial pada bidang kesehatan semakin berkembang
seiring dengan meningkatnya kebutuhan alternatif untuk substitusi jaringan tubuh
yang rusak terutama kerusakan pada tulang. Bahan biomaterial ada empat jenis,
yaitu logam, keramik, polimer, dan komposit. Contoh logam yang bisa digunakan
sebagai implan tulang adalah stainless steel, paduan logam kobalt, dan paduan
logam titanium (Elias et al. 2008). Dari ketiga material ini, paduan logam titanium
memiliki kompatibilitas dan ketahanan korosi yang paling baik dibandingkan
dengan stainless steel dan paduan logam kobalt. Stainless steel dapat
menimbulkan iritasi akibat kandungan unsur Ni, sementara untuk paduan logam
kobalt, contohnya CoCrMo, ketahanan korosinya kurang baik dan koefisien
geseknya rendah serta tingkat keausannya perlu ditingkatkan (Hansen 2008).
Paduan logam titanium yang biasa digunakan contohnya adalah TiAl, TiAlV, dan
TiAlNb. Pada penelitian paduan logam Ti yang digunakan adalah paduan logam
TiAl. Untuk aplikasi implan permanen, paduan logam Ti memiliki efek
neurotoksik yang mungkin dihasilkan dari pelepasan aluminium. Sehingga
diperlukan lapisan film pada permukaan logam yang dapat menghambat pelepasan
ion logam (Tian et al. 2005).
Bahan yang dapat digunakan untuk dijadikan lapisan pada logam salah
satunya adalah hidroksiapatit. Hidroksiapatit merupakan bahan bioaktif yang
biokompatibel dan mampu menginduksi pertumbuhan tulang karena memiliki
komposisi kimia dan mineral yang mirip dengan tulang alami. Hidroksiapatit
dapat membentuk ikatan kimia yang kuat dengan tulang alami setelah
diimplankan ke dalam tubuh (Xin et al. 2009). Hidroksiapatit dapat disintesis
dengan berbagai metode, diantaranya adalah metode basah (melalui presipitasi),
metode kering, dan hidrotermal. Metode presipitasi merupakan metode yang
sering digunakan dalam sintesis hidroksiapatit karena mudah mengontrol
komposisi bahan, murah, mudah penggunaanya, dan menghasilkan produk dengan
kemurnian tinggi (Vijayalakshmi dan Rajeswari 2006). Untuk sintesis
hidroksiapatit, cangkang keong sawah (tutut) dapat digunakan sebagai sumber
kalsium karena mengandung CaCO3 (Singh 2012).
Meskipun hidroksiapatit memiliki bioaktivitas dan biokompatibilitas yang
baik, hidroksiapatit memiliki kekurangan, seperti sifatnya yang rapuh. Oleh sebab
itu perlu dibuat komposit dari beberapa material, sehingga kombinasinya memiliki
biokompatibilitas, kekuatan mekanik, dan ketangguhan yang baik. Keramik dapat
dikompositkan dengan polimer untuk menghasilkan bahan yang memiliki sifat
mekanik yang lebih baik. Pada penelitian kali ini, hidroksiapatit dikompositkan
dengan kitosan. Kitosan adalah polisakarida alami sebagian besar berasal dari
cangkang kepiting, tetapi juga dapat diperoleh dari udang, karang dan ubur-ubur.
Kitosan adalah polimer yang ideal untuk aplikasi biomedis karena bersifat
biokompatibel dan biodegradabel. Kitosan telah diterapkan dalam jaringan tulang
rawan penyembuhan luka dan rekayasa tulang atau aplikasi ortopedi (Zo et al.
2012).
Komposit hidroksiapatit-kitosan merupakan paduan yang baik untuk
meningkatkan ketahanan korosi dan biokompatibiltas. Komposit ini akan
dilapiskan pada permukaan logam dengan menggunakan metode elektroforesis
deposisi (EPD). Keuntungan dari EPD adalah peralatan yang digunakan cukup

2
sederhana, fleksibel dalam penggunaan material substrat dan pelapis, serta laju
deposisinya cepat (Seuss et al. 2014). Penelitian ini bertujuan melapisi paduan
logam TiAl dengan komposit hidroksiapatit-kitosan dengan menggunakan metode
EPD. Selanjutnya material tersebut dicirikan menggunakan difraksi sinar-X
(XRD), spektrofotometer inframerah transformasi fourier (FTIR), mikroskop
elekron payaran (SEM), dan uji korosi.

METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan gelas, pengaduk magnet, tanur,
oven, desikator, sonikator, sentrifuse, mesin penggilingan, seperangkat alat
elektroforesis deposisi, spektroskopi serapan atom (AAS) merk Shimadzu
AA7000, difraksi sinar-X (XRD) merk Philips, spektrofotometer inframerah
transformasi fourier (FTIR), dan mikroskop elekron payaran (SEM).
Bahan-bahan yang digunakan adalah logam TiAl, cangkang keong sawah,
(NH4)2HPO4, HNO3 pekat, CaCO3, larutan infus natrium klorida 0.9%, asam
asetat glasial, indikator pH universal, etanol, dan akuades.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap (Lampiran 1). Tahap pertama, yaitu
preparasi cangkang keong sawah. Tahap kedua, yaitu sintesis hidroksiapatit
menggunakan metode basah. Tahap ketiga, yaitu sintesis paduan logam TiAl.
Tahap keempat, yaitu pelapisan komposit hidroksiapatit-kitosan pada logam TiAl
menggunakan metode EPD. Tahap kelima adalah pencirian logam TiAl setelah
pelapisan dan uji korosi.
Preparasi Cangkang Keong Sawah
Cangkang keong sawah dicuci kemudian dikeringkan di bawah sinar
matahari lalu cangkang keong sawah digiling dengan mesin penggiling sampai
terbentuk serbuk halus kemudian sampel diayak ukuran 100 mesh. Setelah itu
serbuk tersebut dibuat pola difraksi sinar-X nya.
Kalsinasi Kandungan CaCO3 Cangkang Keong Sawah
Langkah kalsinasi diperlukan sebelum sintesis hidroksiapatit untuk
mengubah kandungan CaCO3 cangkang keong sawah menjadi CaO. Sejumlah
serbuk cangkang keong sawah dimasukkan ke dalam cawan porselen yang
sebelumnya telah dibilas dengan HNO3 pekat. Serbuk cangkang keong sawah
kemudian dipanaskan di dalam tanur pada suhu 1000 °C selama 3 jam. Setelah itu,
serbuk yang didapat dikumpulkan untuk proses selanjutnya, serta dibuat pola
difraksi sinar-X nya.
Konversi CaO Menjadi Ca(OH)2
CaO dapat dengan mudah dikonversi menjadi Ca(OH)2 melalui suatu reaksi
eksotermik dengan air. Serbuk yang didapat dari proses kalsinasi cangkang keong
sawah dihidrasi dengan cara dibiarkan kontak dengan udara (mengandung uap air)
selama 1 minggu pada suhu kamar. Untuk memastikan terbentuknya Ca(OH)2,
serbuk yang telah dibiarkan kontak dengan udara dibuat pola difraksi sinar-X-nya.

3
Pengukuran Kadar Kalsium Serbuk Hasil Kalsinasi
Preparasi Sampel
Labu takar yang akan digunakan direndam terlebih dahulu menggunakan
kromat sulfat selama 2 hari. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan pengotor
yang masih terdapat pada dinding labu takar. Sampel hasil kalsinasi ditimbang
sebanyak 0.1 g ke dalam labu takar 100 mL. Kemudian, ditambahkan 5 mL HNO3
pekat. Sampel didiamkan kurang lebih 5 menit sampai menjadi larut dan jernih.
Sampel kemudian ditera dengan akuades dan dihomogenkan. Selanjutnya dipipet
1 mL larutan yang tadi dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Sampel
ditera dengan akuades dan dihomogenkan. Selanjutnya ditambahkan sedikit
strontium agar stabil dalam pengukuran. Kemudian, diukur dengan AAS pada
panjang gelombang (λ) 4ββ.7 nm.
Preparasi Deret Standar
Larutan dibuat 1000 ppm dengan cara ditimbang sebanyak 0.25 g CaCO3 ke
dalam labu takar 100 mL. Kemudian, ditambahkan 5 mL HNO3 pekat. Sampel
didiamkan ± 5 menit sampai menjadi larut dan jernih. Selanjutnya ditera dengan
akuades dan dihomogenkan lalu dibuat 100 ppm dengan cara dipipet 10 mL dari
larutan 1000 ppm dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Kemudian, ditera
dengan akuades dan dihomogenkan. Selanjutnya dibuat larutan 2, 4, 8, 12, dan 16
ppm yaitu dengan cara dipipet sebanyak 2, 4, 8, 12, dan 16 mL kemudian masingmasing dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Lalu ditera dengan akuades dan
dihomogenkan. Selanjutnya ditambahkan sedikit strontium agar stabil dalam
pengukuran. Larutan standar diukur dengan AAS pada panjang gelombang (λ)
422.7 nm.
Preparasi Blanko
Sebanyak 5 mL HNO3 pekat diencerkan dengan akuades menjadi 100 mL.
Kemudian dari larutan tersebut dipipet sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam
labu takar 100 mL. Sampel ditera dengan akuades dan dihomogenkan.
Selanjutnya ditambahkan sedikit strontium agar stabil dalam pengukuran.
Kemudian blanko diukur dengan AAS pada panjang gelombang (λ) 4ββ.7 nm.
Sintesis Hidroksiapatit Metode Basah (Santos et al. 2004)
Ca(OH)2 disiapkan dari cangkang keong sawah, yakni serbuk hasil kalsinasi
yang telah dihidrasi. Hidroksiapatit disintesis melalui reaksi antara suspensi
Ca(OH)2 dan larutan (NH4)2.HPO4 sebagai berikut:
10Ca(OH)2 + 6(NH4)2.HPO4 → Ca10(PO4)6(OH)2 + 6H2O + 12NH4OH
Larutan (NH4)2.HPO4 0,3 M diteteskan pada suspensi Ca(OH)2 0,5 M
(Lampiran 2) dengan kondisi suhu dijaga agar tetap 40±2 °C, sambil diaduk
menggunakan pengaduk magnetik. Pada sintesis ini, pH dimonitor dan dikoreksi
dengan penambahan NH4OH hingga diperoleh pH 10. Campuran reaksi dibiarkan
selama 24 jam pada suhu kamar. Selanjutnya larutan disonikasi dan disentrifugasi
pada 4500 rpm selama 15 menit kemudian dibilas dengan akuades. Lalu, endapan
dikeringkan pada suhu 105 °C selama 3 jam. Setelah kering, endapan ditumbuk
halus dalam mortar lalu disintering pada suhu 900 °C selama 2 jam. Serbuk
Hidroksiapatit dibiarkan mendingin dalam desikator. Selanjutnya, hidroksiapatit
tersebut dicirikan menggunakan XRD.

4
Sintesis Paduan Logam TiAl (Modifikasi Sukaryo et al. 2005)
Persiapan sampel dimulai dengan menghitung komposisi yang tepat hingga
diperoleh sampel berupa pelet yang siap dilebur. Pertama dilakukan perhitungan
komposisi atom antara serbuk Al kemurnian 95% dengan serbuk Ti kemurnian
95%. Disini digunakan perbandingan berat Ti dan Al sebagai 52% dan 48%
dengan total berat 13 g. Selanjutnya kedua jenis serbuk logam tersebut dicampur
secara seksama. Alat yang digunakan untuk mencampur adalah Ball Mill. Alat ini
mencampur dan menggiling material serbuk dengan tumbukan antar bola-bola
baja dan keramik didalamnya. Milling dilakukan selama 30 menit dengan putaran
500 rpm dengan jumlah bola 5 buah yang ukuran diameternya sama.
Setelah itu, serbuk dibentuk menjadi pelet dengan kompaksi menggunakan
mesin press Enerpac 10T, dengan besar tekanan sebesar 800 kgf/cm2 selama 60
detik. Pelet hasil kompaksi tersebut di lebur dengan arc melting furnace. Setelah
pelet dilebur kemudian direduksi ketebalannya sehingga berbentuk koin dengan
diameter 14 mm dan ketebalan 2.5 mm.
Pelapisan Logam TiAl dengan komposit Hidroksiapatit-kitosan (Modifikasi
Marist 2011)
Sebelum pelapisan dengan EPD dilakukan pra perlakuan pada logam.
Logam TiAl dibentuk dengan diameter 14 mm dan ketebalan 2.5 mm. Logam
diamplas, kemudian dicuci dengan air dan etanol, lalu dikeringudarakan (Kwok et
al. 2009). Setelah itu diberi alkali treatment pada logam dengan merendam logam
dalam larutan NaOH 10% selama 24 jam.
Larutan kitosan 2% dibuat dengan cara melarutkan sebanyak 2 g kitosan
dalam larutan asam asetat 2% hingga volume 100 mL. Larutan kitosan yang telah
dibuat diambil sebanyak 1.5 mL kemudian dilarutkan ke dalam 25 mL etanol, lalu
ditambahkan sebanyak 0.2 g hidroksiapatit sedikit demi sedikit sambil diaduk
menggunakan pengaduk magnetik. Larutan koloid hidroksiapatit-kitosan yang
telah terbentuk dihubungkan dengan dua elektroda, sebagai elektroda bermuatan
negatif digunakan logam TiAl yang merupakan target pelapisan dan sebagai
elektroda bermuatan positif digunakan platina. Selama proses elektroforesis
deposisi, hidroksiapatit dan kitosan yang terdispersi akan bergerak karena
pengaruh arus listrik sehingga akan menempel pada permukaan logam TiAl.
Sumber tegangan yang digunakan ialah 200 V selama 40 dan 60 menit (Meng et
al. 2005).
Pencirian Logam TiAl Setelah Pelapisan
Pencirian Morfologi dengan SEM
Sampel diletakkan pada plat alumunium, setelah itu dilapisi menggunakan
pelapis emas setebal 48 nm. Kemudian diamati menggunakan SEM dengan
tegangan 20 kV pada perbesaran 200 dan 1000. Tujuan pencirian ini untuk
mengetahui morfologi dari lapisan komposit hidroksiapatit-kitosan..
Pencirian Fasa dengan XRD
Disiapkan sampel yang sudah dikeringkan dan digerus dengan
menggunakan lumpang sampai halus. Setelah itu, sampel dimasukkan ke dalam
holder. Holder berisi sampel dikait pada diffraktometer. Selanjutnya, pada
komputer di set nama sampel, sudut awal, sudut akhir, dan kecepatan analisis.

5
Sudut awal pada 10 º dan sudut akhir pada 80 º kecepatan baca diatur 0.60 detik,
panjang gelombang 1.54060 Å dan sebagai target adalah tembaga (Cu). Setelah
itu alat dioperasikan. Sampel hasil sintesis ditempatkan pada suatu spesimen
holder kemudian diletakkan pada difraktometer. Pencirian ini dilakukan untuk
mengetahui fasa yang terkandung di dalam sampel. Hasil dibandingkan dengan
data Joint Committe on Powder Diffraction Standards (JCPDS).
Pencirian Gugus Fungsi dengan FTIR
Sekitar 2 mg sampel dicampur dengan 100 mg KBr dan kemudian dibuat
pelet. Pelet dianalisis dengan IR dengan jangkauan bilangan gelombang 4000-400
cm-1. Pencirian ini dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dalam molekul.
Uji Korosi (Marist 2011)
Uji ketahanan korosi dilakukan dengan menggunakan perangkat
potensiostat/galvanostat model 273 pada potensial dengan potensial yang
digunakan yaitu -20mV sampai 20mV dalam media pengkorosi larutan infus NaCl
0,9%. Sampel dengan diameter 1,4 cm diletakkan pada elektroda kerja. Proses
korosi disebabkan adanya pergerakan elektron pada reaksi elektrokimia, sehingga
laju korosinya dapat ditentukan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Cangkang Keong Sawah
Hidroksiapatit disintesis dengan beberapa prekursor, yaitu kalsium dan
fosfat. Kalsium dapat diperoleh dari cangkang keong sawah (tutut) karena terdapat
kandungan CaCO3 (Singh 2012). Serbuk cangkang keong sawah yang diperoleh
kemudian dicirikan dengan difraksi sinar-X. Pada difraktogram yang diperoleh
muncul puncak CaCO3 pada sudut βθ 25.96 º, 29.50 º, 31.28 º, 33.24 º, dan 38.32 º
(Gambar 1).
CaCO3

Gambar 1 Difraktogram sinar-X serbuk cangkang keong sawah
Selain puncak khas CaCO3, diketahui bahwa senyawa CaCO3 pada
cangkang keong sawah ini didominasi dengan fasa kristalin aragonit (fasa mayor)

6
(Kumar et al. 2015). Selain itu juga terdapat fasa kalsit (fase minor) ditunjukkan
pada sudut βθ sebesar β9.50º. Menurut Lemos et al. (2006) kandungan CaCO3
dalam bentuk aragonit cukup tinggi dalam cangkang keong sawah.
Serbuk cangkang keong sawah yang diperoleh kemudian diubah kedalam
bentuk CaO melalui proses kalsinasi. Proses ini bertujuan menghilangkan ion
karbonat yang dapat mengganggu proses sintesis hidroksiapatit (Dahlan et al.
2009). Perubahan CaCO3 menjadi CaO berjalan melalui reaksi sebagai berikut
CaCO3(S) → CaO(S) + CO2(g)
Jika masih terdapat ion karbonat, maka kemurnian hasil sintesis
hidroksiapatit akan berkurang. Ion karbonat dapat menggantikan gugus hidroksil
pada hidroksiapatit sehingga membentuk senyawa apatit karbonat tipe A (AKA)
dengan rumus Ca10(PO4)6CO3. Kemungkinan lain adalah gugus karbonat akan
menggantikan gugus fosfat dari hidroksiapatit sehingga terbentuk senyawa apatit
karbonat tipe B (AKB) Ca10(PO4)3(CO3)3(OH)2 (Ramli et al. 2011). Agar proses
kalsinasi sempurna, digunakan suhu 1000 oC. Pada proses ini terjadi penurunan
berat mulai suhu sekitar 650 oC yang disebabkan oleh terbakarnya bahan organik.
Serbuk cangkang keong sawah yang terutama terdiri dari CaCO3 terdekomposisi
dimulai pada suhu sekitar 700 oC (Saryati et al. 2012). Hasil analisis hasil
kalsinasi dengan XRD (Gambar 2) menunjukkan bahwa puncak CaO muncul pada
sudut 2θ 54.44o dan 64.29o. Hasil difraktogram yang diperoleh juga menunjukkan
bahwa serbuk telah didominasi oleh Ca(OH)2. Hal ini dapat disebabkan oleh
terhidrasinya CaO yang terbentuk.
900
800

Intensitas

700
600

CaO
Ca(OH)2

500
400
300
200
100
0
0

10

20

30

40

50

60

70

80


Gambar 2 Difraktogram sinar-X hasil kalsinasi serbuk cangkang keong
sawah
Setelah CaO diperoleh kemudian dikonversi menjadi Ca(OH)2 dengan
membiarkannya kontak dengan udara selama satu minggu pada suhu ruang.
Senyawa CaO merupakan senyawa yang mudah terhidrasi dengan uap air yang
berada diudara sehingga dapat membentuk Ca(OH)2. Hal ini juga yang
menyebabkan hasil kalsinasi menunjukkan adanya fasa Ca(OH)2 pada saat
dianalisis dengan XRD. Proses pembentukkan Ca(OH)2 dari CaO berjalan melalui
reaksi
2CaO(S) + 2H2O(g) →βCa(OH)2(S)

7
Setelah dibiarkan kontak dengan udara pada suhu ruang, serbuk dianalisis
dengan XRD. Hasil XRD (Gambar 3) menunjukkan bahwa CaO telah terkonversi
menjadi Ca(OH)2.
1200
1000
Ca(OH)2

Intensitas

800
600
400
200
0
0

20

40
60

Gambar 3 Difraktogram sinar-X Ca(OH)2

80

Keberadaan Ca(OH)2 ditunjukkan oleh puncak dengan intensitas tertinggi
yaitu pada sudut βθ 34.2o. Selain itu, keberadaan Ca(OH)2 ditunjukkan dengan
munculnya puncak pada βθ 18.05º, 29.40º, 34.15º , 47.50º , dan 50.79º. Apabila
dibandingkan dengan data JCPDS (Lampiran 6) yang menunjukkan puncak
Ca(OH)2 pada βθ 17.79º, 28.55º, 33.84º , 46.6º , dan 50.56º hasil ini cukup sesuai.
Berdasarkan pengukuran kadar Ca dengan AAS (Lampiran 3), diperoleh
kadar kalsium pada cangkang keong sawah sebesar 60.36%. Hasil ini lebih kecil
jika dibandingkan dengan penelitian Nugroho (2015), yaitu sebesar 67.81%.
Sebelumnya, Prihantoko (2011) menggunakan sumber kalsium dengan kadar
kalsium sebesar 40.4% dan Trianita (2012) sebesar 44.39%. Hal ini dapat terjadi
karena sumber cangkang keong sawah yang digunakan berasal dari tempat yang
berbeda.
Sintesis Hidroksiapatit
Serbuk cangkang yang telah melewati tahapan konversi hingga menjadi
Ca(OH)2 digunakan sebagai sumber kalsium pada sintesis hidroksiapatit. Metode
yang digunakan pada sintesis hidroksiapatit ini adalah metode basah melalui
presipitasi. Reaksi yang terlibat merupakan reaksi sederhana, yaitu reaksi antara
Ca(OH)2 dengan garam fosfat (NH4)2HPO4, selain itu biaya sintesis hidroksiapatit
dengan cara ini relatif murah, dan memiliki kemurnian yang relatif tinggi
(Muntanah 2011). Sintesis hidroksiapatit ini berjalan melalui reaksi (Santos et al.
2004)
10Ca(OH)2 + 6(NH4)2.HPO4 Ca10(PO4)6(OH)2 + 6H2O + 12NH4OH.
Sintesis Hidroksiapatit ini dikontrol agar tetap berada suhu 40oC±2oC dan
berada pada pH 10 dengan menambahkan NH4OH tetes demi tetes. Hal ini perlu
dilakukan agar diperoleh kemurnian produk hidroksiapatit yang tinggi. Apabila
reaksi berjalan pada pH < 7 akan terjadi pembentukan kalsium monofosfat
dehidrat yang mudah larut dalam air, sedangkang pada pH 8 akan terbentuk
Ca2P2O7 ( -TCP), pada pH 9 akan terbentuk campuran ( -TCP) dan hidroksiapatit,
dan pada pH 10 akan terbentuk hidroksiapatit (Suryadi 2011).

8
40000
35000

Hidroksiapatit

Intensitas

30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
0

20

40

60

80

100



Gambar 4 Difraktogram sinar-X hasil sintesis hidroksiapatit
Berdasarkan hasil difraktogram serbuk hidroksiapatit (Gambar 4)
menunjukkan bahwa hidroksiapatit berhasil diperoleh dengan munculnya puncak
khas hidroksiapatit pada sudut βθ sekitar γ0o-35o, tepatnya terlihat pada βθ γ1.77o,
32.18o, 32.91o dengan intensitas tertinggi. Singh (2012) melaporkan bahwa dari
hasil sintesis hidroksiapatit dengan cangkang keong sawah, terdapat tiga puncak
khas hidroksiapatit dengan intensitas tertinggi pada sudut βθ γ1.7o, 32.2o, dan
32.9o. Hal ini juga sesuai apabila dibandingkan dengan data JCPDS (Lampiran 8)
yang menunjukkan tiga puncak khas hidroksiapatit muncul pada 2θ 31.77o, 32.19o,
32.90o.
Sintesis Paduan Logam TiAl
Paduan logam berbasis Ti biasa digunakan untuk implan tulang karena
memiliki kekuatan yang baik dan densitas yang rendah (Matecka et al. 2010).
Pada penelitian digunakan komposisi 52% Ti dan 48 Al% dengan total berat 13
gram (Lampiran 7). Komposisi ini menghasilkan paduan TiAl yang memiliki
ketahanan korosi dan permukaan yang biokompatibel untuk aplikasi implan
(Bello et al. 2010). Agar campuran homogen, proses pengadukan dilakukan
dengan ball mill selama 30 menit. Jika pengadukan dilakukan lebih dari 30 menit,
maka logam Ti dan Al yang berbentuk serbuk dapat melekat pada bola-bola
pengaduk ball mill dan menyebabkan komposisi tidak sesuai dengan
perbandingan yang diharapkan (Sukaryo et al. 2005). Setelah dicampur, kemudian
dilakukan proses kompaksi dan kemudian dilebur pada suhu 1800 oC.
a)

Gambar 5

b)

Logam TiAl hasil peleburan a) sebelum penghalusan b) sesudah
penghalusan

9
Hasil peleburan (Gambar 5a) kemudian dibentuk secara manual dengan
mesin gerinda sehingga berbentuk koin dengan diameter 14 mm dan ketebalan
2.5 mm. Gambar 5b menunjukkan bahwa hasil penghalusan logam kurang
sempurna terutama pada bagian pinggir logam. Hal ini disebabkan oleh tingginya
kekerasan paduan logam TiAl hasil peleburan.
Pelapisan Komposit Hidroksiapatit-Kitosan pada TiAl
Penggunaan implan tulang berupa logam pada jangka waktu tertentu dapat
menyebabkan efek samping yang dapat membahayakan tubuh karena terjadi
pelepasan ion logam. Untuk itu dilakukan pelapisan bahan biomaterial lain di
permukaan logam tersebut. Hidroksiapatit biasa digunakan sebagai pelapis karena
komposisi kimia dan mineralnya mirip dengan tulang. Namun lapisan yang hanya
terdiri dari hidroksiapatit akan memiliki ketahanan mekanik yang rendah. Lapisan
ini akan lebih mudah rapuh dibandingkan lapisan dengan adanya penambahan
kitosan (Maachaou et al. 2008). Pengompositan hidroksiapatit dengan kitosan
akan meningkatkan sifat mekanik dari hidroksiapatit. Hal ini dapat terjadi karena
pada saat hidroksiapatit dan kitosan dipadukan menjadi komposit akan terdapat
interaksi antara ion kalsium pada Hidroksiapatit dengan gugus NH2 pada kitosan
sehingga membentuk kompleks koordinasi (Gambar 6).

Gambar 6 Interaksi pada komposit Hidroksiapatit-Kitosan
Campuran hidroksiapatit-kitosan dapat dibuat dengan metode in-situ dan exsitu. Untuk metode in-situ, pencampuran kitosan dengan hidroksiapatit dilakukan
dengan menambahkan kitosan selama sintesis hidroksiapatit berlangsung dan
kemudian disinterring. Hal ini dapat menyebabkan kitosan akan hilang dan yang
akan terbentuk adalah struktur hidroksiapatit berpori (Sukaryo et al. 2012).
Sementara, untuk penelitian ini yang diharapkan adalah kitosan tetap ada dalam
komposit, sehingga yang dipilih adalah metode ex-situ. Pada penelitian ini
komposit dibuat dengan mencampurkan larutan kitosan dengan serbuk
Hidroksiapatit pada pelarut etanol sehingga terbentuk campuran koloid. Campuran
koloid ini akan digunakan untuk melapiskan logam dengan metode EPD. Sebelum
dilakukan pelapisan, logam TiAl diberikan perlakuan dengan mengamplas
permukaan logam dengan kertas amplas 160 grid agar memudahkan penempelan
komposit. Setelah itu logam dicuci dengan air dan direndam dengan etanol agar
menghilangkan pengotor, seperti lemak pada logam (Kwok et al. 2009).
Selanjutnya diberikan perlakuan alkali dengan merendam logam pada larutan

10
NaOH 10% selama 24 jam agar permukaan logam lebih bersifat hidrofilik
sehingga komposit lebih mudah menempel pada permukaan logam. Permukaan
logam yang hidrofilik akan lebih cepat merangsang pertumbuhan tulang (Marist
2011)
Setelah logam diberikan pra perlakuan dan larutan komposit sudah
disiapkan, kemudian dilakukan pelapisan dengan metode EPD. Pada metode ini,
terjadi dua tahap proses, yaitu tahap migrasi partikel bermuatan yang berada di
dalam cairan pelarut oleh adanya aksi dari penggunaan medan listrik (tahap
elektroforesis) dan tahap koagulasi partikel membentuk lapisan pada elektroda
(tahap deposisi) (Sukaryo et al. 2009).

Gambar 7 Ilustrasi pelapisan komposit Hidroksiapatit-Kitosan pada TiAl dengan
EPD (Chew et al. 2012)
Proses ini menggunakan tegangan listrik sebesar 200 V selama 40 dan 60
menit. Logam TiAl dihubungkan dengan arus negatif atau sebagai katoda,
sementara elektroda kerja digunakan platina yang dihubungkan dengan arus
positif atau sebagai anoda. Pada saat dialiri arus listrik partikel hidroksiapatit dan
kitosan akan bermigrasi ke arah logam TiAl dan akan terdeposisi membentuk
sebuah lapisan pada permukaan logam TiAl. Setelah logam terlapisi oleh
komposit hidroksiapatit-kitosan kemudian dikeringudarakan dan akan terlihat
seperti gambar berikut
a

b

Gambar 8 Hasil pelapisan komposit hidroksiapatit-kitosan pada TiAl selama a)
40 menit b) 60 menit
Hasil pelapisan dari kedua waktu tersebut (Gambar 8) menunjukkan bahwa
pelapisan selama 60 menit menghasilkan lapisan yang lebih merata dibandingkan
dengan waktu pelapisan 40 menit. Waktu yang dibutuhkan untuk pelapisan cukup
lama. Hal ini dapat terjadi karena terhambatnya proses pelapisan oleh gumpalan

11
kitosan pada larutan komposit. Kitosan memiliki konduktivitas yang rendah
sehingga gumpalan kitosan ini akan menurunkan mobilitas elektroforetik dan
menghambat proses pelapisan (Pang dan Zhitomirsky 2007). Semakin lama proses
elektroforesis deposisi ini, kemungkinan partikel bermigrasi menuju permukaan
logam dan terdeposisi pada permukaan logam akan meningkat, sehingga lapisan
yang terbentuk dengan proses pelapisan lebih lama akan lebih banyak dan merata.
Namun pada bahwa bagian pinggir dari logam (Gambar 8b) lapisan komposit
terlihat lebih tebal dibanding pada bagian tengahnya. Hal ini dapat terjadi karena
pada sisi pinggir logam terdapat bagian yang lebih kasar akibat kurang optimalnya
proses penghalusan logam. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kasar permukaan
logam akan semakin banyak partikel yang akan menempel dan melapisi
permukaan tersebut.
Pencirian SEM
Hasil pelapisan terbaik kemudian dicirikan dengan mikroskop electron
payaran untuk mengetahui morfologi dari hasil tersebut. Hasil pencirian morfologi
lapisan ditunjukkan pada Gambar 9. Gambar 9a dan 9b tidak menunjukkan
adanya struktur yang berpori dari lapisan komposit namun terlihat bahwa lapisan
komposit terdistribusi cukup merata pada logam begitupun saat dilihat dengan
perbesaran 1000 kali (Gambar 9b).
b

a

c

Cluster
Hidroksiapatit

Gambar 9 Morfologi permukaan logam a) perbesaran 200 kali, b) perbesaran
1000 kali, dan c) bagian pinggir logam perbesaran 1000 kali
Pada Gambar 9a dan 9b juga dapat telihat bahwa kerapatan hidroksiapatit
cukup baik. Pada penelitian Dewi (2009) menjelaskan bahwa penambahan kitosan
20% pada komposisi komposit akan meningkatkan kerapatan hidroksiapatit. Pada
bagian pinggir dari logam dengan perbesaran 1000 kali (Gambar 9c), dapat
terlihat bahwa lapisan komposit tidak terdistribusi secara merata, ditunjukkan
dengan banyaknya cluster hidroksiapatit yang terbentuk. Hal ini dapat terjadi
karena pada permukaan bagian pinggir logam kurang halus sehingga lebih banyak

12
hidroksiapatit yang menempel dan membentuk cluster dibandingkan pada bagian
tengah logam.
Pencirian XRD
Logam yang telah dilapisi oleh komposit hidroksiapatit-kitosan dicirikan
dengan XRD. Pola difraksi yang diperoleh (Gambar 10) menunjukkan bahwa
pelapisan Hidroksiapatit-kitosan berhasil dilakukan dengan munculnya puncak
khas Hidroksiapatit pada sudut 2θ 32.01o, 32.09o, dan 32.22 o.
3000
Hidroksiapatit
TiAl

Intensitas puncak

2500
2000
1500
1000
500
0
0

20

40

60

80



Gambar 10 Difraktogram sinar-X lapisan komposit hidroksiapatit-kitosan pada
TiAl
Hal yang diperoleh sesuai apabila dibandingkan dengan data JCPDS
(Lampiran 8) yang menunjukkan tiga puncak khas hidroksiapatit muncul pada 2θ
31.77o, 32.19o, 32.90o. Adanya kitosan membuat kristalinitas komposit berkurang
(Jiang et al. 2010). Puncak kitosan tidak muncul pada hasil difraktogram karena
puncak kitosan baru akan muncul pada difraktogram sinar-X komposit
hidroksiapatit-kitosan apabila kitosan yang terkandung dalam komposit tersebut
lebih dari 30% (Marist 2011). Merujuk Lampiran 9, terlihat bahwa pada
difraktogram yang diperoleh terbaca juga puncak logam TiAl pada sudut 2θ
36.11o, 38.97o, 41.20o, 53.88o. Hal ini dapat disebabkan karena lapisan komposit
pada logam masih tipis sehingga pola difraksi logam juga terbaca. Tipisnya
lapisan komposit pada permukaan logam ini dapat disebabkan oleh
ketidakhomogenan larutan komposit yang digunakan untuk pelapisan. Adanya
gumpalan kitosan pada larutan dapat menurunkan hasil deposit komposit
hidroksiapatit-kitosan pada permukaan logam (Pang dan Zhitomirsky 2007).
Pencirian FTIR
Logam TiAl yang telah dilapisi oleh komposit hidroksiapatit-kitosan
kemudian dicirikan dengan FTIR. Pencirian ini bertujuan untuk membuktikan
bahwa komposit hidroksiapatit-kitosan telah terlapisi di permukaan logam. Hal ini
ditunjukkan oleh gugus fungsi yang terbaca pada spektrum FTIR yang diperoleh.
Berdasarkan spektrum yang dihasilkan (Gambar 11) menunjukkan bahwa
adanya pita serapan v2 PO43- pada bilangan gelombang 572.86 cm-1 dan 601.79
cm-1, pada bilangan gelombang 960.55 cm-1 terdapat pita serapan dari v1 PO43-,
dan pada bilangan gelombang 1053.13 cm-1 dan 1093.64 cm-1 terdapat pita
serapan v3 PO43- dari hidroksiapatit. Hal ini juga ditunjukan pada spektra FTIR
hasil sintesis hidroksiapatit oleh Peón et al (2004) bahwa terdapat pita serapan

13
pada panjang gelombang 566 dan 601 cm-1 untuk v2 PO43-, v1 PO43- pada 954 cm-1,
dan v3 PO43- pada 1087 dan 1022 cm-1.

Gambar 11 Spektrum FTIR hasil pelapisan
Pita serapan untuk hidroksil yang ada pada hidroksiapatit dan kitosan yaitu
pada bilangan gelombang 3390.86 cm-1(Kumirska et al. 2010). Selain itu, adanya
kitosan juga tunjukkan dengan munculnya pita serpan vibrasi C-H pada bilangan
gelombang 2856.58 cm-1 dan 292.87 cm-1 serta pita serapan untuk N-H pada
bilangan gelombang 1567.83 cm-1. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh
Kumirska et al (2010) bahwa pita serapan untuk vibrasi ulur C-H muncul pada
bilangan gelombang 2921 dan 2867 cm-1 serta pita serapan untuk N-H muncul
pada bilangan gelombang 1650-1580 cm-1.
Pengujian Korosi
Pelapisan komposit hidroksiapatit-kitosan pada paduan logam TiAl
dilakukan salah satunya agar dapat menghambat laju korosi logam TiAl. Peristiwa
korosi merupakan proses degradasi penyusun suatu material menjadi ion-ion yang
berlangsung secara bertahap akibat adanya serangan elektrokimia yang terjadi
ketika suatu logam ditempatkan didalam lingkungan elektrolitik berlawanan
(Marist 2011). Adanya lapisan komposit pada permukaan, selain untuk
meningkatkan sifat mekanik logam, diharapkan laju korosi dari logam TiAl dapat
berkurang. Oleh karena itu, laju korosi sebelum dan sesudah pelapisan diukur
untuk membuktikannya.
Hasil pengujian korosi yang diperoleh (Tabel 1) menunjukkan bahwa laju
korosi logam TiAl sebesar 0.0338 mpy dapat dikurangi dengan adanya lapisan
komposit hidroksiapatit-kitosan. Lapisan komposit akan menghambat terlepasnya
ion-ion logam, sehingga yang terdegradasi lebih dulu adalah lapisan komposit itu
sendiri. Seperti yang dijelaskan oleh Marist (2011), semakin tebal lapisan pada
permukaan logam, akan meningkatkan ketahan korosi dari bahan tersebut.
Secara teori, sebelum dilakukan pelapisan, logam TiAl berpotensi
digunakan sebagai bahan implan karena memiliki laju korosi yang kurang dari 1

14
mpy dan berada di bawah 0,457 mpy jika mengacu kepada standard Eropa untuk
aplikasi medis (Ali 2007). Adanya lapisan komposit hidroksiapatit-kitosan ini
menghasilkan bahan yang memiliki laju korosi lebih rendah dibandingkan logam
tanpa pelapisan, yaitu sebesar 0.0226 mpy.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Logam TiAl berhasil dilapisi oleh komposit hidroksiapatit-kitosan dengan
metode elektroforesis deposisi. Pelapisan dengan tegangan sebesar 200 V selama
60 menit menghasilkan lapisan yang lebih baik. Namun, karena kurang ratanya
permukaan logam pada bagian pinggir, lapisan pada bagian ini lebih tebal
dibanding pada bagian lainnya. Hal ini dibuktikan pada hasil SEM, bahwa pada
bagian sisi pinggir logam banyak terbentuk cluster. Pencirian dengan XRD dan
identifikasi gugus fungsi dengan FTIR menunjukkan logam sudah terlapisi oleh
komposit hidroksiapatit-kitosan. Paduan logam TiAl yang telah terlapisi ini juga
memiliki laju korosi yang lebih rendah dibandingkan dengan paduan logam
sebelum pelapisan.
Saran
Metode pembuatan campuran komposit hidroksiapatit-kitosan perlu
dioptimalisasi agar diperoleh campuran yang lebih homogen, misalnya dengan
menambahkan proses ultrasonik larutan komposit sebelum dilapiskan agar
diperoleh larutan yang lebih homogen. Selain itu, perlu dilakukan aktivasi
permukaan logam agar hasil pelapisan pada permukaan logam lebih baik. Untuk
uji korosi, perlu dibandingkan dengan logam TiAl yang hanya terlapisi
hidroksiapatit. Selain itu, perlu dilakukan uji in vitro dalam larutan SBF untuk
mengevaluasi pelepasan atau pengikatan ion kalsium.

DAFTAR PUSTAKA
Ali MY. 2007. Studi korosi titanium (ASTM B 337 Gr-2) dalam larutan artificial
blood plasma (ABP) pada kondisi dinamis dengan teknik polarisasi
potensiodinamik dan teknik exposure [skripsi]. Surabaya (ID) : Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Bello SA, Rosim-Facini E, Sundaram PA, Diffoot-Carlo N. 2010. In vitro
evaluation of human osteoblast adhesion to a thermally oxidized -TiAl
intermetallic composition Ti-48Al-2Cr-2Nb (at.%). Journal of Materials
Science: Materials in Medicine. 21(5):1739-1750. doi: 10.1007/s10856010-4016-6
Chew K, Zen SHS, Ahmad AL. 2012. The corrosion scenario in human body:
stainless steel 316L orthopaedic implants. Natural Science. 4(3):184-188.
doi: 10.4236/ns.2012.43027
Dahlan K, Prasetyanti F, Sari YW. 2009. Sintesis hidroksiapatit dari cangkang
telur menggunakan dry method. Biofisika 5(2): 71-78.

15
Danilchenko SN, Kalinkevich OV, Pogorelov MV, Kalinkevich AN, Sklyar AM,
Kalinichenko TG, lyashenko VY, Starikov VV, Bumeyster VI, Sikor VZ,
et al. 2009. Kitosan-hydroxyapatite composite biomaterials made by a
one step co-precipitation method: preparation, characterization and in
vivo tests. Journal of Biology Physics and Chemistry. 9(3):119-126. doi:
10.4024/22DA09A.jbpc.09.03
Dewi SU. 2009. Pembuatan komposit kalsium fosfat kitosan dengan metode
sonikasi [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Elias CN, Lima JHC, Valiev R, Meyers MA. 2008. Biomedical applications of
titanium and its alloys. Biological Materials Science. 60(3):46-49. doi:
10.1007/s11837-008-0031-1
Hansen DC. 2008. Metal corrosion in the human body: the ultimate bio-corrosion
scenario. Journal of The Royal Society Interface. 17(2):31-34.
Jiang T, Zhang Z, Zhou Y, Liu Y, Wang Z, Tong H, Shen X, Wang Y. 2010.
Surface functionalization of titanium with chitosan/gelatin via
electrophoretic deposition: characterization and cell behavior.
Biomacromolecules. 11:1254-1260. doi: 10.1021/bm100050d
Kumar GS, Satish L, Govindan R, Girija EK. 2015. Utilization of snail shells to
synthesise hydroxyapatite nanorods for orthopedic applications. RSC
Advances. 5:39554-39548. doi: 10.1039/C5RA04402B
Kumirska J, Czerwicka M. 2011. Application of spectroscopic methods for
structural analysis of chitin and chitosan. Marine Drugs. 8(5): 1567-1636.
doi: 10.3390/md8051567
Kwok CT, Wong PK, Cheng FT, Man HC. 2009. Characterization and corrosion
behavior of hydroxyapatite coatings on Ti6Al4V fabricated by
electrophoretic deposition. Applied Surface Science. 255:6736–6744. doi:
10.1016/j.apsusc.2009.02.086
Lemos AF, Rocha JHG, Quaresma SSF, Kannan S, Oktar FN, Agathopoulos S,
Ferreira JMF. 2006. Hydroxyapatite nano-powders produced
hydrothermally from nacreous material. Journal of the European
Ceramic Society. 26:3639-3646. doi: 10.1016/j.jeurceramsoc.2005.12.
011
Lesmana A. 2013. Karakterisasi paduan logam CoCrMo dengan pelapisan TiN
dan hidroksiapatit cangkang keong sawah (Bellanya javanica)
menggunakan metode elektroforesis deposisi [skripsi]. Bogor (ID) :
Institut Pertanian Bogor.
Maachou H et al. 2008. Characterization and in vitro bioactivity of
chitosan/hydroxyapatite composite membrane prepared by freezegelation method. Trends Biomater Artif Organs. 22(1): 16-27.
Marist AI. 2011. Pelapisan komposit hidroksiapatit-kitosan pada logam stainless
steel 316 untuk meningkatkan ketahanan korosi [skripsi]. Bogor (ID) :
Institut Pertanian Bogor.
Matecka J, Grzesik W. 2010. High temperature corrosion of Ti-46Al-7Nb-0.7Cr0.1Si-0.2Ni intermetalics-based alloys in N2-O2-SO2 environments.

16
Journal of Achievements in Materials and Manufacturing Engineering.
43(1):252-259.
Meng X, Kwon T, Yang Y, Ong JL, Kim K. 2005. Effects of applied voltages on
hydroxyapatite coating of titanium by electrophoretic deposition. Journal
of Biomedical Materials Research Part B: Applied Biomaterials.
102(1):373-377. doi: 10.1002/jbm.b.30497
Muntanah. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatiti dari Limbah
Cangkang Kerang Darah (Anadara granosa, Sp) [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Nugroho ID. 2015. Karakterisasi paduan CoCrMo dengan pelapisan hidroksiapatit
berbahan cangkang keong sawah (Bellanya javanica) menggunakan
metode deposisi elektroforesis [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian
Bogor.
Pang X, Zhitomirsky I. 2007. Electrophoretic deposition of composite
hydroxyapatite chitosan coatings. Materials Characterization. 58: 339348. doi: 10.1016/j.matchar.2006.05.011
Pankaew P, Hoonnivathana E, Limsuwan P, Naemchanthara K. 2010.
Temperature effect on calcium phosphate synthesized from chicken
eggshells and ammonium phosphate. Journal of Applied Sciences.
10(24): 3337-3342. doi: 10.3923/jas.2010.3337.3342
Peón E, Fuentes G, Delgado JA, Morejon L, Almirall A, Garcia R. 2004.
Preparation and characterization of porous blocks of shyntetic
hydroxyapatite. Latin American Applied Research. 34: 225-228.
Prihantoko DA. 2011. Karakterisasi paduan CoCrMo dengan pelapian titanium
nitrida dan hidroksiapatit-kitosan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Ramli RA, Adnan R, Bakar MA, Masudi SM. 2011. Synthesis and
characterisastion of pure nanoporous hydroxyapatite. Journal of Physical
Science. 22(1):25-37.
Santos MH, de Oliveira M, SouzaL PF, Mansur HS *, Vasconcelos WL. 2004.
Synthesis control and characterization of hydroxyapatite prepared by wet
precipitation process. Materials Research Bulletin. 7(4): 625-630. doi:
10.1590/S1516-14392004000400017
Saryati, Sukaryo GS, Handayani A, Supardi, Untoro P, Sugeng B. 2012.
Hidroksiapatit berpori dari kulit kerang. Jurnal Sains Materi Indonesia.
31-35.
Seuss S, Lehmann M, Boccaccini AR. 2014. Alternating current electrophoretic
deposition of antibacterial bioactive glass-kitosan composite coatings.
International Journal of Molecular Sciences. 15:12231-12242. doi:
10.3390/ijms150712231
Singh A. 2012. Hydroxyapatite, a biomaterial: Its chemical synthesis,
characterization and study of biocompatibility prepared from shell of
garden snail, Helix aspersa. Bulletin of Materials Science. 35(6): 10311038. doi: 10.1007/s12034-012-0384-5

17
Sukaryo GS, Latief A, Raharsetyadi D. 2005. Sintesis paduan intermetalik y-TiAl
dengan teknik casting. Jurnal Sains Materi Indonesia. 6(2):55-59.
Sukaryo SG, Nurbainah E, Wahyudi ST, Sitompul A. 2009. Pelapisan SS316L
dengan hidroksiapatit menggunakan teknik electrophoretic deposition
(EPD) [seminar]. Serpong (ID) : PTBIN – BATAN
Sukaryo SG, Deswita, Wulanawati A, Romawati A. 2012. Sintesis hidroksiapatit
berpori dengan porogen kitosan dan karakterisasinya. Jurnal Sains
Materi Indonesia. 34(1):31-35.
Suryadi. 2011. Sintesis dan karakterisasi biomaterial hidroksiapatit dengan proses
pengendapan kimia basah [skripsi]. Depok (ID) : Universitas Indonesia.
Tian YS, Chen CZ, Li ST, Huo LQ. 2005. Research progress on laser surface
modification of titanium alloys. Applied Surface Science. 242:177-184.
doi: 10.1016/j.apsusc.2004.08.011
Trianita VN. 2012. Sinteis hidroksiapatit berpori dengan porogen polivinil alkohol
dan pati [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Vijaylakshmi U, Rajeswari S. 2006. Preparation and characterization of
microcrystalline hydroxyapatite using sol gel method. Trends
Biomaterial Artificial Organs. 19(2):57-62
Xin F, Jian C, Jian-peng Z, Zhong-cheng Z, Jian-ming R. 2009. Bone-like apatite
formation on HA/316L stainless steel composite surface in simulated
body fluid. Transactions of Nonferrous Metals Society of China. 19:347352. doi: 10.1016/s1003-6326(08)60276-9
Zo SM, Singh D, Kumar A, Cho YW, Oh TH, Han SS. 2012. ChitosanHydroxyapatite macroporous matrix for bone tissue engineering. Current
Science. 103(12):1438-1446.

18
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Serbuk
CaCO3
cangkang keong sawah

XRD

Kalsinasi suhu 1000 oC selama 3 jam

Serbuk CaO
Hidrasi pada suhu ruang
Serbuk Ca(OH)2

XRD
AAS

+ (NH4)2HPO4
Serbuk Hidroksiapatit
+ kitosan
Komposit
Hidroksiapatit-Kitosan
Dilapiskan pada logam TiAl
Logam TiAl terlapisi
komposit hidroksiapatitkitosan

XRD
FTIR
SEM
Uji Korosi

19
Lampiran 2 Komposisi bahan untuk sintesis hidroksiapatit
Pereaksi
Ca(OH)2
(NH4)2HPO4
Bobot Molekul (g/mol)
74.0780
131.9880
Bobot teoritis (g)
3.7039
3.9596
Konsentrasi (M)
0.5
0.3
Volume (mL)
100
100.0000
Reaksi : 10Ca(OH)2 + 6(NH4)2.HPO4 Ca10(PO4)6(OH)2 + 6H2O + 12NH4OH
a. Larutan (NH4)2HPO4 0.3 M
massa
M =
x
bobot molekul volume
. M =

massa =

massa
x
.
g/mol
.
g

b. Larutan Ca(OH)2 0.5 M
massa
x
M =
bobot molekul volume
massa
x
.
g/mol
massa = 3.7039 g
. M =

mL

mL

Lampiran 3 Data perhitungan konsentrasi kalsium cangkang keong sawah
Absorbans standar kalsium
Konsentrasi standar
Absorbans
(ppm)
2
0.1367
4
0.2477
8
0.4766
12
0.7129
16
0.9132
1
y = 0.056x + 0.026
R² = 0.999

Absorbans

0.8
0.6
0.4
0.2
0
0

5

10

15

Konsentrasi standar (ppm)

20

20
Absorbans dan konsentrasi kalsium pada cangkang keong sawah
Konsentrasi
Konsentrasi
Sampel
Absorbans
WF
VF DF
(ppm)
sebenarnya (ppm)
Sampel 1
0.3758
6.2464
0.1001 100 100
624015
Sampel 2
0.3503
5.800
0.1002 100 100
578842
Sampel 3
0.3685
6.1160
0.1006 100 100
607952
603603
Rerata
Contoh perhitungan sampel 1
Konsentrasi Sampel 1 = 0.3758 – 0.026
(dari persamaan garis)
0.056
= 6.2464 ppm
Konsentrasi Ca sebenarnya = Konsentrasi sampel x DF x VF
WF
= 6.2464 ppm x 100 x 100
0.1001
= 624015 ppm
Konsentrasi rerata Ca = (konsentrasi 1 + konsentrasi 2 + konsentrasi 3)
3
= (624015 + 578842 + 607952) ppm
3
`
= 594400 ppm

g
mg
x
x
%
mg
mL
= 62.4015 %
kadar sampel + kadar sampel
Kadar Ca rata rata =

Kadar Ca =

Kadar Ca rata rata =
Kadar Ca rata rata =

Keterangan:
WF: Bobot sampel
VF: Volume sampel
DF: faktor pengenceran

.

.

%+
%

.

% +

.

+ kadar sampel
%

Kadar Ca
(%b/v)
62.4015
57.8842
60.7952
60.3603

21
Lampiran 2 Data JCPDS CaCO3

Lampiran 3 Data JCPDS CaO

22
Lampiran 4 Data JCPDS Ca(OH)2

Lampiran 5 Data komposisi pembuatan paduan logam TiAl
Total berat = 13 gram
a. Serbuk Ti yang dibutuhkan
m =
m =

m =

m total x % komposisi Ti
% kemurnian
.

g x
%
%
g

b. Serbuk Al yang dibutuhkan
m =
m =

m =

m total x % komposisi Ti
% kemurnian
.

g x %
%
g

23
Lampiran 6 Data JCPDS hidroksiapatit

Lampiran 7 Data JCPDS TiAl

24

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Agustus 1993 dari pasangan
Choeri Daniarsa dan Suprihati Agustina. Penulis merupakan anak kedua dari 2
bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri
(SMAN) 53 Jakarta dan melanjutkan studi di Departemen Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Kimia
B (2014−2015), Kimia Anorganik (2015), dan Kimia Biologis (2015). Selain
aktif dalam kepanitiaan, penulis pernah aktif sebagai staf divisi Komunikasi dan
Informasi dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika) (2012) dan sebagai
Ketua Divisi Komunikasi dan Informasi dalam Imasika (2013). Penulis juga
berkesempatan melakukan praktik lapangan di Laboratorium Pangan, Pusat
Pengujian Obat dan Makanan BPOM RI pada bulan Juli−Agustus 2014.