Pelapisan hidroksiapatit pada paduan logam CoCrMo-TiN dengan metode Sol-Gel

PELAPISAN HIDROKSIAPATIT PADA PADUAN LOGAM
CoCrMo-TiN DENGAN METODE SOL - GEL

MOCH. IRGHAM ZUHFRI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Pelapisan Hidroksiapatit pada Paduan
Logam CoCrMo-TiN dengan Metode Sol-Gel adalah karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, November 2014
Moch. Irgham zuhfri
NIM G44100061

ABSTRAK
MOCH. IRGHAM ZUHFRI. Pelapisan Hidroksiapatit pada Paduan Logam
CoCrMo-TiN dengan Metode Sol-Gel. Dibimbing oleh CHARLENA dan
SULISTIOSO GIAT SUKARYO.
Hidroksiapatit (HAp) disintesis dengan metode presipitasi-sonikasi
menggunakan sumber kalsium dari serbuk cangkang keong sawah dan sumber
fosforus dari (NH4)2HPO4. Kadar kalsium diukur menggunakan spektofotometer
serapan atom sebesar 82.82%. Suhu diragamkan pada 600, 800, dan 1000 oC
untuk menentukan suhu terbaik pelapisan. Suhu terbaik tersebut digunakan untuk
melapiskan HAp pada paduan logam CoCrMo-TiN menggunakan metode sol-gel
termodifikasi. Lapisan yang menempel pada paduan logam diidentifikasi dengan
diffraksi sinar X (XRD) dan uji korosi. Hasil XRD menunjukkan sebagian besar
permukaan paduan logam CoCrMo-TiN terlapisi oleh HAp. Selain HAp, terdapat
fase lain seperti kalsium fosfat, apatit karbonat tipe A dan tipe B. Hasil uji korosi
paling baik ditunjukkan pada paduan logam CoCrMo-TiN yang terlapisi HAp

dengan laju korosi paling kecil, yaitu 0.0082 mpy.
Kata kunci: hidroksiapatit, paduan logam CoCrMo-TiN, presipitasi-sonikasi, solgel termodifikasi

ABSTRACT
MOCH. IRGHAM ZUHFRI. Hydroxyapatite Coating on metal alloys CoCrMoTiN with Sol-Gel Method. Supervised by CHARLENA and SULISTIOSO GIAT
SUKARYO.
Hydroxyapatite is synthesized by precipitation-sonification using calcium
from field snail shell powder phosphorus from (NH4)2HPO4. The calcium level
measured by atomic absorption spectrophotometer was 82.82%. The temperatures
were varied on 600, 800, and 1000 oC to determine the best temperature of the
coating. The best temperature was used to superimpose the HAp on the CoCrMoTiN metal alloy using the modified sol-gel method. The layer on the metal alloy
was identified with x-ray diffraction (XRD) and corrosion test. The XRD result
showed that most of the CoCrMo-TiN metal alloy surface was coated by HAp.
Beside HAp, there were several other phases such as calcium phosphate,
carbonate apatite type A and type B. The best result of the corrosion test was
showed in CoCrMo-TiN metal alloy coated with HAp with the smallest corrosion
rate 0.0082 mpy.
Key words: hydroxyapatite, metal alloys CoCrMo-TiN, precipitation-sonification,
sol-gel modified


© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB

PELAPISAN HIDROKSIAPATIT PADA PADUAN LOGAM
CoCrMo-TiN DENGAN METODE SOL - GEL

MOCH. IRGHAM ZUHFRI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pelapisan Hidroksiapatit pada Paduan Logam CoCrMo-TiN
dengan Metode Sol-Gel
Nama
: Moch. Irgham Zuhfri
NIM
: G44100061

Disetujui oleh

Dr Charlena, MSi
Pembimbing I

Drs Sulistioso Giat Sukaryo, MT
Pembimbing II


Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen Kimia

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan
laporan hasil penelitian yang berjudul “Pelapisan
Hidroksiapatit pada Paduan Logam CoCrMo-TiN dengan Metode Sol-Gel”.
Laporan ini disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis di
Laboraorium Kimia Anorganik IPB dan Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir
(PTBIN)-Badan Atom Teknologi Nuklir (BATAN) Puspiptek Serpong dalam
jangka waktu 1 Februari–11 Juni 2014.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan hasil penelitian ini
tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terima

kasih penulis sampaikan kepada Dr Charlena, MSi selaku pembimbing pertama,
Drs Sulistioso Giat Sukaryo, MT selaku pembimbing kedua dan segenap staff
laboratorium kimia anorganik yang telah membantu dan memberikan bimbingan
selama kegiatan penelitian berlangsung. Terima kasih kepada rekan kerja
Muhammad Fajar, Iswanto Dwi Nugroho, Andry Lesmana dan Lestari Puji Astuti
sehingga dapat terselesaikannya laporan hasil penelitian ini. Ucapan terima kasih
penulis sampaikan pula kepada ayah, ibu, segenap keluarga, Wulan Mega Ristanti
serta teman- teman kimia 47 yang telah memberikan nasihat, semangat, bantuan
moril ataupun materil, doa, dan dukungannya.
Semoga laporan hasil penelitian ini bermanfaat untuk semua pihak yang
membacanya.
Bogor, November 2014

Moch.Irgham Zuhfri

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis
Waktu dan Tempat
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Prosedur
Konversi Serbuk Cangkang Keong Sawah
Sintesis Hidroksiapatit Berbasis Cangkang Keong Sawah
Pelapisan Paduan Logam CoCrMo-TiN dengan Hidroksiapatit
Analisis X-Ray Diffraction
Uji Korosi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis Cangkang Keong Sawah
Hasil Sintesis Hidroksiapatit
Hasil Pelapisan Paduan Logam CoCrMo – TiN dengan Hidroksiapatit
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ii
ii
1
1
2
2
2
2
2
3
3
4
4
4
4
5
5
9

10
15
15
16
16
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Difraktogram sinar-X serbuk cangkang keong sawah
Difraktogram sinar-X setelah CaCO3 mengalami proses kalsinasi

Difraktogram sinar-X serbuk CaO yang didiakan selama 1 minggu
Serbuk cangkang keong sawah
Gel hasil sentrifus
Pelapisan paduan CoCrMo-TiN pada variasi suhu selama 2 jam
Gel yang memadat dan melapisi pada paduan logam CoCrMo-TiN
Difraktogram HAp yang melapisi paduan logam CoCrMo-TiN
Hasil uji korosi

6
7
8
9
10
11
12
13
14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Konversi serbuk cangkang keong sawah

2 Sintesis HAp dengan metode basah
3 Pelapisan HAp pada paduan CoCrMo-TiN
4 Data komposisi bahan untuk sintesis HAp
5 Data perhitungan konsentrasi Ca cangkang keong sawah
6 Data analisis hasil XRD serbuk cangkang keong sawah
7 Data JCPDS
8 Perhitungan ukuran kristal HAp pada CoCrMo-TiN
9 Hasil uji korosi paduan logam
10 Radas sintesis HAp
11 Parameter kisi HAp

18
19
20
21
22
23
27
31
31
31
32

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pelanggaran lalu lintas oleh para pengemudi kendaraan bermotor sering
menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Hal ini dapat menyebabkan patah tulang
sehingga akan mempengaruhi fungsi kerja tubuh. Fungsi kerja tubuh dapat
diperbaiki seperti semula dengan melakukan implan tulang. Hidroksiapatit (HAp)
dapat digunakan sebagai implan tulang karena sifatnya yang biokompatibel,
bioaktif, mempunyai kemiripan dari segi biologisnya dengan jaringan tulang dan
tidak beracun sehingga dapat menyesuaikan dengan keadaan tulang di dalam
tubuh kita (Pane 2004 dan Lestari 2009).
Sintesis hidroksiapatit dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara
lain metode basah dan kering. Metode basah dapat dilakukan melalui presipitasi,
sedangkan metode kering dilakukan melalui perlakuan temperatur tinggi dan
hidrotermal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode basah
melalui presipitasi karena melibatkan reaksi yang sederhana antara Ca(OH)2
(kalsium hidroksida) dengan garam fosfat (NH4)2HPO4, biaya sintesis HAp yang
relatif murah, dan memiliki kemurnian yang relatif tinggi (Muntamah 2011).
Sumber kalsium dalam penelitian ini berasal dari serbuk cangkang keong sawah
(Bellamya javanica), sehingga dapat menambah nilai jual dari cangkang tersebut,
dan mengurangi limbah di lingkungan. Selain itu, kandungan Ca pada serbuk
cangkang keong sawah yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai sumber
kalsium (Baby et al. 2010). Sumber fosforus yang banyak digunakan dapat
berasal dari amonium hidrogen fosfat (NH4)2HPO4, asam fosfat (H3PO4) dan
fosfor pentaoksida (P2O5). Namun pada penelitian ini menggunakan (NH4)2HPO4
karena pH saat pencampuran dengan sumber kalsium akan lebih mudah dimonitor
(Santos et al. 2004).
Material logam yang umumnya digunakan sebagai alat implan antara lain,
logam titanium (Ti), paduan logam berbasis kobalt (Co) dan logam stainless steel.
Beberapa material tersebut, memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing.
Logam Ti memiliki biokompatibilitas dan ketahanan korosi yang sangat baik,
namun memiliki harga yang sangat mahal sehingga jarang digunakan sebagai
implan. Logam stainless steel memiliki biokompatibilitas yang rendah sehingga
memungkinkan untuk terjadinya korosi didalam tubuh saat implan. Oleh karena
itu, perlu adanya material alternatif sebagai alat implan, yaitu paduan logam
berbasis Co. Paduan logam berbasis Co ini memiliki tingkat biokompatibilitas
yang relatif lebih baik dibandingkan dengan stainless steel, walaupun tidak sebaik
dengan kompatibilitas logam Ti. Untuk meningkatkan ketahanan korosi maka
paduan logam berbasisi Co perlu dilapisi menggunakan titanium nitrida (TiN).
Selain meningkatkan ketahanan korosi, lapisan TiN juga berfungsi mencegah
terlepasnya ion-ion penyusun pada paduan logam CoCrMo. Sukaryo et al. (2012)
telah melapiskan paduan logam CoCrMo dengan TiN dengan melihat pengaruh
penambahan nitrogen setelah pelapisan, menyatakan bahwa penambahan nitrogen
0.35% dapat meningkatkan ketahanan korosi pada paduan logam. Penelitian ini
menggunakan paduan logam CoCrMo yang sudah terlapisi dengan TiN, kemudian

2
paduan logam tersebut akan dilapisi dengan HAp menggunakan metode sol-gel
termodifikasi.
Pelapisan HAp pada paduan logam CoCrMo yang sudah terlapisi TiN
dilakukan dengan metode sol-gel termodifikasi. Pengertian dari metode sol-gel
termodifikasi dalam penelitian ini yaitu penggunaan gel hasil sonikasi untuk
melapisi paduan logam CoCrMo-TiN, karena pada umumnya yang digunakan
untuk melapisi paduan logam tersebut, yaitu supernatan dengan teknik DipCoating (Hamidah 2012). Setelah pelapisan, HAp yang melapisi pada paduan
logam CoCrMo-TiN akan dilakukan uji lebih lanjut lagi, yaitu uji XRD dan uji
korosi (Prihantoko 2011).

Tujuan
Penelitian ini bertujuan melapisi paduan logam CoCrMo–TiN menggunakan
hidroksiapatit dengan metode sol-gel termodifikasi.

Hipotesis
Pelapisan hidroksiapatit pada paduan logam CoCrMo-TiN dapat dilakukan
dengan metode sol-gel termodifikasi.

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari Februari sampai Juni 2014 di Laboratorium
Kimia Anorganik, Laboratorium Bersama Departemen Kimia, FMIPA IPB dan
Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN)-Badan Atom
Teknologi Nuklir (BATAN), Puspitek Serpong, Tangerang.

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu alat-alat gelas, indikator
pH universal, tanur listrik, neraca analitik, sarung tangan, gegep besi, sudip,
termometer, sonikator Cole-Parmer 8893, sentrifus Hermle Z206A,
spektrofotometer serapan atom (SSA) Shimadzu AA 7000, mikroskop optik
nicon, potensiostat model 273, dan x-ray diffractometer (XRD) shimadzu XD610. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu serbuk cangkang
keong sawah (Bellamya javanica), paduan logam CoCrMo-TiN dalam penelitian
ini didapatkan dari Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir
(PTBIN)-Badan Atom Teknologi Nuklir (BATAN), Puspitek Serpong,
Tangerang, HCl pekat, (NH4)2HPO4, dan air bebas ion.

3
Prosedur
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama konversi serbuk
cangkang keong sawah. Tahap kedua penentuan kadar Ca dalam serbuk cangkang
keong sawah menggunakan SSA. Tahap ketiga sintesis HAp dengan metode
basah melalui presipitasi . Tahap keempat pelapisan HAp dengan metode sol-gel
termodifikasi. Tahap kelima adalah analisis x-ray diffraction (XRD) dan uji
korosi.

Konversi Serbuk Cangkang Keong Sawah
Serbuk cangkang keong sawah dianalisis menggunakan XRD (nonkalsinasi). Serbuk cangkang keong sawah dikalsinasi pada suhu 1100 oC selama 2
jam dengan tujuan mengubah CaCO3 menjadi CaO. Serbuk cangkang keong
sawah yang sudah dikalsinasi didiamkan selama 1 minggu untuk mengubah CaO
menjadi Ca(OH)2. Sampel sebelum dan sesudah dilakukan kalsinasi kemudian
dianalisis menggunakan XRD.

Pengukuran Ca Cangkang Keong Sawah
Preparasi Sampel
Sampel (serbuk cangkang keong sawah halus) yang sudah dikalsinasi
ditimbang sebanyak 0.1 g kemudian ditambahkan 2 mL HCl pekat dalam labu
ukur 100 mL. Setelah itu, didiamkan ± 5 menit sampai larut dan jernih. Sampel
ditera dengan air bebas ion, lalu dikocok. Selanjutnya 1 mL larutan yang telah
dibuat ditambahkan ke dalam labu ukur 100 mL. Sampel ditera dengan air bebas
ion dan ditambahkan stronsium, kemudian dikocok. Selanjutnya larutan diukur
dengan SSA pada λ = 4ββ.7 nm.
Preparasi Deret Standar
Dibuat larutan 1000 ppm dengan cara ditimbang sebanyak 0.25 g CaO ke
dalam labu ukur 100 mL. kemudian ditambahkan 2 mL HCl pekat dan didiamkan
± 5 menit sampai larut dan jernih. Sampel ditera dengan air bebas ion, lalu
dikocok. Setelah itu dibuat 100 ppm dengan memipet 10 mL dari larutan 1000
ppm dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian, ditera dengan air
bebas ion dan di kocok. Selanjutnya dari larutan 100 ppm dibuat deret standar
dengan konsentrasi 2, 4, 8, 12, dan 16 ppm, yaitu dengan menambahkan masingmasing 2, 4, 8, 12, dan 16 mL ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian ditera
dengan air bebas ion dan ditambahkan sedikit stronsium lalu dikocok. Deret
standar diukur dengan SSA pada λ = 4ββ.7 nm.
Preparasi Blanko
Sebanyak 2 mL HCl pekat ditambahkan ke dalam labu ukur 100 mL.
Kemudian ditera dengan air bebas ion dan dikocok. Setelah itu, 1 mL larutan yang

4
telah dibuat dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian ditera dengan air
bebas ion dan ditambahkan sedikit stronsium lalu di kocok. Kemudian diukur
dengan SSA pada λ = 4ββ.7 nm.
Sintesis Hidroksiapatit Berbasis Cangkang Keong Sawah
Saat pembuatan HAp dengan metode basah melalui presipitasi, larutan
(NH4)2.HPO4 0.3 M diteteskan pada suspensi Ca(OH)2 0.5 M pada suhu 40±2°C
dengan kecepatan penetesan selama 6 mL/menit. Dalam sintesis HAp ini, pH
dimonitor. Campuran yang terbentuk diaduk dengan pengaduk magnetik stirer
agar homogen, selanjutnya didekantasi selama 24 jam. Kemudian dilakukan
sonikasi menggunakan sonikator selama 6 jam. Selanjutnya disentrifuse pada
4500 rpm selama 15 menit untuk mendapatkan gel. Gel hasil dari sentrifuse
kemudian digunakan untuk melapisi paduan logam CoCrMo-TiN (modifikasi
Riyanto 2013).

Pelapisan Paduan Logam CoCrMo-TiN dengan Hidroksiapatit
Paduan logam CoCrMo-TiN kemudian dilapisi dengan HAp. Pelapisan ini
menggunakan metode sol-gel termodifikasi. Pelapisan menggunakan metode solgel termodifikasi ini meliputi beberapa tahapan yaitu proses penumbuhan lapis
tipis dan proses pemanasan. Dalam metode sol-gel termodifikasi, gel dari hasil
sentrifuse dipisahkan dengan solnya. Gel yang telah terbentuk kemudian
dilapiskan secara manual dengan spatula ke paduan logam CoCrMo-TiN,
selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur pada variasi suhu 600, 800, dan 1000 oC
selama 2 jam. Variasi suhu yang telah dilakukan dipilih suhu terbaik untuk
pelapisan. Suhu terbaik ditentukan dengan menggunakan mikroskop optik.
Kemudian gel yang sudah terlapisi pada paduan logam CoCrMo-TiN dianalisis
menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) dan uji korosi.

Analisis X-Ray Diffraction
(Dahlan et al. 2009)
Sampel HAp yang sudah melapisi paduan CoCrMo-TiN dimasukkan ke
dalam holder dan dikaitkan dengan diffraktometer. Sudut awal dan akhir yang
digunakan adalah 10º dan 80º dengan kecepatan baca 0.60 detik. Panjang
gelombang yang digunakan adalah 1.54060 Aº dan targetnya adalah tembaga
(Cu). Setelah itu, analisis dapat dilakukan. Hasil analisis kemudian dibandingkan
dengan data joint committe on Powder Diffraction Standards (JCPDS).

Uji Korosi
Uji korosi menggunakan perangkat potensiostat atau galvanostat model 273
dengan potensial yang digunakan, yaitu -20 mV sampai 20 mV dalam larutan

5
infus NaCl 0.9%. Sampel dengan diameter 1.5 cm diletakkan pada working
electrode, kemudian dimasukkan pada perangkat potensiostat. Proses korosi
disebabkan adanya pergerakan elektron pada reaksi elektrokimia, sehingga laju
korosinya dapat ditentukan (Ali 2007) :
Laju Korosi = (I corr . K . BE) / D
I corr
= ( Beta A . Beta B ) / (2,3 (Beta A+Beta B) .Rp)
Rp
=E/I
Keterangan
K
= Konstanta (1.288 x 105 mils/A.cm.Y)
BE
= Berat equivalen logam (g/equiv)
D
= Densitas logam (g/cm3)
Rp
= Tahanan polarisasi (Ohm cm2 )

I corr

= Arus korosi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Analisis Cangkang Keong Sawah (Bellamya javanica)
Analisis kandungan kalsium pada serbuk cangkang keong sawah dilakukan
menggunakan metode spektroskopi serapan atom (SSA). Analisis kandungan
kalsium ini bertujuan mengetahui kadar kalsium yang terkandung dalam serbuk
cangkang keong sawah. Kadar kalsium yang tinggi dapat digunakan sebagai
sumber kalsium dalam mensintesis hidroksiapit. Berdasarkan penelitian
sebelumnya, kandungan kalsium yang tersimpan dalam serbuk cangkang keong
sawah yaitu dalam bentuk kalsium karbonat (CaCO3) (Soido et al. 2009). Hal ini
sesuai dengan analisis x-ray diffraction (XRD) yang telah dilakukan Riyanto
(2013) yang melaporkan bahwa serbuk cangkang keong sawah mengandung
kalsium karbonat. Berdasarkan pengukuran kadar kalsium didapatkan kurva
kalibrasi (Lampiran 5) dengan persamaan garis y = 0.0454x + 0.0146 dan
koefisien determinasi (R2) sebesar 0.9991. Persamaan garis dikatakan linier
apabila koefisien determinasinya (R2) mendekati 1 atau setiap titik yang terbentuk
mendekati garis lurus. Berdasarkan kurva kalibrasi tersebut dilakukan pengukuran
triplo pada serbuk cangkang keong sawah. kadar kalsium pada serbuk cangkang
keong sawah yang didapatkan sebesar 82.82%. Kadar kalsium yang didapatkan
dalam penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar kalsium yang
didapatkan oleh Riyanto (2013), yaitu sebesar 88.54%. Hal ini dimungkinkan
karena faktor penyimpanan serbuk cangkang keong sawah yang terlalu lama dan
tidak terkemas dengan baik, sehingga mengurangi kadar kalsium yang didapatkan.
Walaupun kadar kalsium yang didapatkan lebih rendah dari penelitian sebelumnya,
kadar tersebut masih tergolong tinggi sehingga masih dapat digunakan sebagai
sumber kalsium dalam sintesis hidroksiapatit. Prihantoko (2011) dan Trianita
(2012) melaporkan bahwa kadar kalsium sebesar 40.4% dan 44.39% dapat
digunakan sebagai sumber kalsium dalam sintesis HAp.

6
Hasil analisis XRD pada serbuk cangkang keong sawah (Lampiran 6),
didapatkan bahwa kandungan di dalamnya, yaitu mineral kalsium karbonat
(CaCO3). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Riyanto (2013). Hasil analisis XRD pada serbuk cangkang keong sawah dapat
dilihat pada Gambar 1.
500

= CaCO3

450
400

Intensitas

350
300
250
200
150
100
50
0
20

25

30

35

40

45

50

55

60

65

70

75

80


Gambar 1 Difraktogram sinar-X serbuk cangkang keong sawah
Berdasarkan difraktogram sinar-X pada Gambar 1, yang mengacu pada data
JCPDS dapat dilihat bahwa pada serbuk cangkang keong sawah tersusun atas
mineral kalsium karbonat (Lampiran 6). Hasil penyesuaian puncak-puncak
tertinggi pada sudut βθ β6,γγo, 33.23o, 45.94o menunjukkan pola difraksi sinar-X
milik fase CaCO3. Berdasarkan puncak-puncak tertinggi pada difraktogram sinarX, menunjukan bahwa pada serbuk cangkang keong sawah terdapat kandungan
mineral kalsium yang dominan yang berpotensi sebagai sumber kalsium untuk
sintesis hidroksiapatit. Serbuk cangkang keong sawah yang dominan mengandung
CaCO3 kemudian dikonversi menjadi CaO melalui proses kalsinasi pada suhu
yang
1100 oC. Proses kalsinasi bertujuan menghilangkan karbonat
terdapat pada serbuk cangkang keong sawah. Karbonat harus dihilangkan karena
dapat menggantikan posisi OH- pada HAp sehingga dapat membentuk apatit
sehingga
karbonat tipe A (AKA) dan dapat menggantikan posisi
membentuk apatit karbonat tipe B (AKB). Kemungkinan terbentuk untuk AKB
lebih mudah bila dibandingkan dengan AKA. Hal ini terjadi karena gugus OHpada HAp membutuhkan energi yang lebih besar untuk lepas dibandingkan
. Apatit karbonat tipe A terbentuk pada temperatur yang tinggi, sedangkan
apatit karbonat tipe B terbentuk pada suhu rendah. Selain itu, karbonat
dihilangkan agar tidak memperlambat pembentukan kristal HAp (Dewi 2009).
Walaupun sebagian kecil karbonat masih terdapat pada serbuk cangkang keong
sawah setelah proses kalsinasi, keberadaan karbonat ini tidak membahayakan bagi
tubuh saat implan. Hal ini disebabkan keberadaan karbonat yang membentuk
apatit karbonat yang merupakan turunan dari kalsium fosfat seperti HAp (Riyanto

7
2013). Berikut ini merupakan reaksi yang terjadi saat proses kalsinasi pada
CaCO3 :
CaCO3(s) → CaO(s) + CO2(g)
Berdasarkan difraktogram sinar-X serbuk cangkang keong sawah setelah
mengalami proses kalsinasi pada suhu 1100 oC (Lampiran 6), menunjukkan
bahwa terjadi perubahan jenis mineral dari CaCO3 menjadi CaO. Pola difraksi
sinar-X dengan intensitas tertinggi serbuk CaCO3 setelah mengalami proses
kalsinasi yang telah dicocokkan dengan data JCPDS untuk fase CaO ditunjukkan
pada sudut βθ sebesar 32.12o, 37.29o dan 53.80o. Saat kondisi seperti ini, semua
komponen organik terbakar habis menjadi CaO dan H2O. Hasil difraktogram
sinar-X setelah CaCO3 mengalami proses kalsinasi dapat dilihat pada Gambar 2.
1200

Intensitas

1000

= CaO

800
600
400
200
0
20

25

30

35

40

45

50

55

60

65

70

75

80


Gambar 2 Difraktogram sinar-X setelah CaCO3 mengalami proses kalsinasi
Berdasarkan data (Lampiran 6), menunjukkan bahwa masih terdapat fase
CaCO3 pada sudut 2θ 26.14o dan 29.23o, hal ini disebabkan oleh proses kalsinasi
yang tidak sempurna sihingga CaCO3 tidak seluruhnya terkonversi menjadi CaO.
Selain itu masih terdapat pula Ca(OH)2 pada sudut 2θ 28.25o, hal ini disebabkan
oleh kontaknya uap air dari udara. Berdasarkan pengukuran serbuk CaO terlihat
pada difraktogram di atas, namun masih terdapat pengotor berupa CaCO3 dan
Ca(OH)2. Pengotor tersebut memiliki intensitas 19.4, 26.1 dan 21.6, intensitas
tersebut dibawah 100 yang menunjukkan bahwa intensitas tersebut terlalu kecil
sehingga tidak menunjukkan puncak yang tinggi pada difraktogram. Tahap
selanjutnya, CaO yang sudah dihasilkan kemudian dikonversi kembali menjadi
Ca(OH)2. Tahap konversi ini dilakukan dengan cara mendiamkan serbuk CaO di
udara terbuka selama 1 minggu. Tahap konversi CaO menjadi Ca(OH)2 ini
dilakukan bertujuan sebagai sumber kalsium yang akan direaksikan dengan
sumber fosfat dalam mensintesis HAp.
Hasil analisis XRD pada konversi CaO menjadi Ca(OH)2 (Lampiran 6),
menunjukkan terjadi perubahan dari CaO menjadi Ca(OH)2. Berdasarkan pola
difraksi sinar-X dengan intensitas tertinggi serbuk CaO didiamkan selama 1

8
minggu yang telah dicocokkan dengan data JCPDS untuk fase Ca(OH)2
ditunjukkan pada sudut βθ 18.21o, 28.84o, 29.60o, 34.31o, 47.33o, 51.01o dan
54.56o. Fase CaCO3 ditunjukkan pada sudut 2θ 23.22o, 39.56o, dan 43.31o.
Keberadaan fase CaCO3 disebabkan karena kontaknya serbuk cangkang keong
sawah dengan ion karbonat di udara. Proses perubahan CaO menjadi Ca(OH)2
terjadi karena adanya reaksi hidrasi CaO dengan uap air secara spontan. Berikut
merupakan reaksi pembentukan Ca(OH)2 :
2CaO(s) + 2H2O(g) → 2Ca(OH)2(s)
Difraktogram sinar-X konversi CaO menjadi Ca(OH)2 dapat dilihat pada Gambar
3.
= CaCO3

600

= Ca(OH)2

500

Intensitas

400
300
200
100
0
10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

60

65

70


Gambar 3 Difraktogram sinar-X serbuk CaO yang didiakan selama 1 minggu
Berdasarkan beberapa proses konversi dari CaCO3 menjadi CaO terjadi
perubahan warna. Dapat dilihat bahwa intensitas warna dari CaO (Gambar 4b)
lebih hitam kecoklatan dibandingkan dengan CaCO3 (Gambar 4a) yang berwarna
coklat setelah proses kalsinasi pada suhu 1100 oC. Kalsinasi ini digunakan karena
metode yang mudah untuk menghasilkan CaO. Selain itu kalsinasi digunakan
untuk menghilangkan komponen organik yang terdapat pada CaCO3. Perubahan
CaCO3 menjadi CaO selain dapat dilihat dari perubahan warnanya dapat dilihat
juga dari pengurangan massa setelah proses kalsinasi. Konversi CaCO3 menjadi
CaO, melepaskan CO2. Karbon dioksida pada konversi CaCO3 menjadi CaO
lepas pada suhu lebih dari 750 oC. Konversi CaO menjadi Ca(OH)2 juga terlihat
perubahan warna dari yang semula hitam kecoklatan, setelah didiamkan selama 1
minggu berubah warna menjadi putih (gambar 4c). Diduga perubahan CaO
menjadi Ca(OH)2, karena adanya reaksi antara CaO dengan uap air yang berada
diudara secara spontan (Dewi 2009). Gambar serbuk cangkang keong sawah
setelah mengalami beberapa proses konversi dapat dilihat pada Gambar 4.

9

(a) CaCO3

(b) CaO

(c) Ca(OH)2

Gambar 4 Serbuk cangkang keong sawah
Hasil Sintesis Hidroksiapatit
Penelitian ini menggunakan metode basah melalui prinsip presipitasi dalam
mensintesis HAp. Keuntungan metode ini, yaitu reaksi sederhana, hasil samping
adalah air, kemungkinan kontaminasi selama pengolahan rendah dan biaya
pengolahan rendah (Muntamah 2011). Sintesis HAp dilakukan dengan
mereaksikan sumber kalsium dan sumber fosfat. Sumber kalsium yang digunakan
dalam penelitian ini, yaitu Ca(OH)2 yang berasal dari cangkang keong sawah,
sedangkan sumber fosfat yang digunakan yaitu (NH4)2HPO4. Sebelum serbuk
Ca(OH)2 direaksikan dengan (NH4)2HPO4, serbuk Ca(OH)2 terlebih dahulu
dijadikan suspensi dengan menambahkan air bebas ion. Setelah serbuk Ca(OH)2
menjadi suspensi dengan konsentrasi 0.5 M, kemudian larutan (NH4)2HPO4 0.3 M
ditambahkan ke suspensi Ca(OH)2 dengan kecepatan 6 mL/menit. Hal ini
dilakukan supaya larutan (NH4)2HPO4 bereaksi seluruhnya dengan suspensi
Ca(OH)2. Sintesis HAp ini dilakukan pada suhu 38-40 oC dengan tujuan
meningkatkan kinetika reaksi pembentukan HAp dan meningkatkan disolusi
Ca(OH)2 (Santos et al. 2004). Larutan (NH4)2HPO4 ditambahkan secara berlahan
ke dalam suspensi Ca(OH)2 sampai pH larutan setelah tercampur menjadi 9,
karena HAp stabil pada pH lebih dari 4,2 (Pane 2004). Reaksi antara suspensi
Ca(OH)2 0.5 M dengan larutan (NH4)2HPO4 0.3 M menghasilkan hasil samping
yang tidak berbahaya bagi lingkungan, yaitu H2O dan (NH4)OH. Berikut
merupakan reaksi sintesis HAp :
10Ca(OH)2(Susp)+6(NH4)2.HPO4(aq)Ca10(PO4)6(OH)2(s)+6H2O(aq)+12NH4OH(aq)
Setelah pH larutan setelah tercampur menjadi 9, kemudian didekantasi 24 jam.
Dekantasi ini dilakukan supaya campuran suspensi Ca(OH)2 0.5 M dengan larutan
(NH4)2HPO4 0.3 M terjadi pengendapan pada suhu ruang. Tahap selanjutnya
yaitu sonikasi selama 6 jam. Riyanto (2013) telah melakukan tahapan sonikasi ini
dengan variasi waktu 2,4 dan 6 jam. Sonikasi dengan waktu 6 jam menunjukkan
adanya dominan HAp dengan puncak tertinggi pada sudut 2θ 31.8316o dan
kehomogenan sampel HAp lebih tinggi dibandingkan sampel HAp dengan waktu
sonikasi 2 dan 4 jam. Ukuran kristal yang didapatkan sebesar 41.9583 nm.
Menurut Delmifiana dan Astuti (2013), semakin lama waktu sonikasi maka
akan meningkatkan kehomogenan sampel HAp. Sonikasi ini dilakukan untuk
menghaluskan suatu butiran-butiran besar menjadi butiran-butiran yang lebih

10
kecil lagi hingga berukuran nano. Hal ini membuktikan bahwa sonikasi
berpengaruh terhadap ukuran kristal, karena sampel yang disintesis menggunakan
metode sonikasi memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan tanpa
menggunakan metode sonikasi. Setelah proses sonikasi ini dilakukan, selanjutnya
sampel di sentrifus pada 4500 rpm selama 15 menit. Tahapan sentrifus dilakukan
pada 4500 rpm selama 15 menit, karena merupakan kondisi optimum. Apabila
kondisi ini dilakukan di bawah ataupun di atas kondisi optimum maka pemisahan
endapan dengan supernatan tidak sempurna dikarenakan masih terdapatnya
endapan yang berada di supernatan. Tujuan dilakukan sentrifus yaitu untuk
mendapatkan gel. Gel yang dihasilkan pada tahap ini berwarna putih (Gambar 5).
Kemudian gel tersebut dimasukkan ke dalam vial kaca dan dimasukkan ke dalam
kulkas untuk menghambat pertumbuhan bakteri.

Gambar 5 Gel hasil sentrifus
Hasil Pelapisan Paduan Logam CoCrMo – TiN dengan Hidroksiapatit
Ada beberapa teknik pelapisan yang umum digunakan dalam metode solgel, yaitu dip coating, spin coating dan electrophoretic deposition. Prinsip sol-gel
pada umumnya digunakan untuk mensintesis senyawa anorganik melalui reaksi
kimia dalam larutan pada suhu rendah, hal ini dilakukan untuk sintesis HAp.
Prinsip dari sol-gel yaitu menggunakan larutan menjadi padatan. Teknik yang
sering digunakan untuk pelapisan menggunakan prinsip sol-gel ini, yaitu dip
coating, spin coating dan electrophoretic deposition. Dip coating merupakan
teknik pelapisan yang terdiri atas substrat dimana substrat normalnya ditarik
secara vertikal dari larutan dengan kecepatan tertentu. Larutan yang menempel
mengalir ke bawah karena adanya gaya gravitasi dan pelarut menguap, serta
diiringi dengan reaksi kondensasi, sehingga diperoleh hasil berupa lapisan film
padat. Spin coating merupakan teknik pelapisan untuk mendeposisikan lapisan
tipis dengan cara menyebarkan larutan ke atas substrat terlebih dahulu. Kemudian
substrat diputar dengan kecepatan konstan tertentu agar dapat diperoleh endapan
lapisan tipis di atas substrat, atau metode percepatan larutan pada substrat yang
diputar. Teknik pelapisan dengan spin coating ini dilakukan dengan melakukan
alat coater dengan kecepatan tinggi (rpm) dalam jangka waktu. Electrophoretic
deposition (EPD) merupakan teknik pelapisan yang menggunakan prinsip
pemisahan komponen atau molekul bermuatan berdasarkan perbedaan tingkat
migrasinya dalam sebuah medan listrik (Saputra 2012). Ketiga teknik pelapisan
tersebut dalam pelapisan HAp pada paduan logam CoCrMo-TiN harus disintesis

11
terlebih dahulu. Hal ini dirasa tidak efisien sehingga perlu teknik pelapisan yang
lebih efisien yaitu digunakan metode sol-gel termodifikasi.
Umumnya pada metode sol-gel yang digunakan untuk melapisi paduan
logam, yaitu dalam fase supernatan atau sol, namun dalam penelitian ini yang
digunakan untuk melapisi yaitu dalam fase gel. Gel hasil sentrifuse kemudian
dilapiskan secara manual pada paduan logam CoCrMo-TiN (Hamidah et al.
2012). Modifikasi metode sol-gel dilakukan, karena untuk melapisi paduan logam
CoCrMo-TiN dengan HAp menggunakan teknik dip coating, spin coating, dan
Electrophoretic deposition (EPD) ini relatif memerlukan tahapan yang lebih
panjang dikarenakan harus mensintesis HAp terlebih dahulu hingga menjadi suatu
padatan (Siddiqa 2012). Setelah menjadi padatan, kemudian HAp dikarakterisasi
menggunakan XRD untuk membuktikan hasil yang disintesis adalah HAp.
Hidroksiapatit hasil sintesis dilarutkan menggunakan alkohol, setelah itu
dilakukan pelapisan pada paduan logam. Tahap selanjutnya, lapisan pada paduan
logam di karakterisasi kembali menggunakan XRD untuk membuktikan gel yang
melapisi pada paduan logam adalah HAp atau senyawa yang lain. Hal ini
memerlukan langkah yang terlalu banyak, biaya yang relatif mahal, akan tetapi
masih didapatkan lapisan yang tipis, sehingga diperlukan tahapan untuk pelapisan
paduan logam yang lebih efisien, biaya yang relatif lebih murah dan mendapatkan
lapisan yang dihasilkan lebih tebal (Winardi et al. 2011).
Pelapisan TiN sebelumnya pada paduan logam CoCrMo bertujuan
mencegah terjadinya korosi pada paduan logam CoCrMo dengan terlepasnya ionion penyusun paduan logam CoCrMo karena titanium nitrida ini mempunyai sifat
yang sangat keras atau mempunyai ketahanan aus yang baik (Susita et al. 2012).
Sedangkan pelapisan HAp pada paduan logam CoCrMo-TiN bertujuan
meningkatkan pertumbuhan jaringan tulang (Prihantoko 2011). Pelapisan ini
dilakukan pada variasi suhu 600, 800, dan 1000 oC selama 2 jam. Tujuan
dilakukannya variasi suhu ini untuk melihat hasil pelapisan yang terbaik.
Pelapisan paduan logam CoCrMO-TiN pada variasi suhu 600, 800, dan 1000 oC
selama 2 jam menggunakan mikroskop optik dapat dilihat pada Gambar 6.
Tidak merata

(a) 600 oC

Tidak merata

(b) 800 oC

Merata
namun rapuh

(c) 1000 oC

Gambar 6 Pelapisan paduan CoCrMo-TiN pada variasi suhu selama 2 jam
Berdasarkan hasil pengamatan menggunakan mikroskop optik pada Gambar
6a dan 6b, terlihat endapan putih yang melapisi pada paduan logam CoCrMo-TiN
tidak merata. Endapan putih yang melapisi paduan logam CoCrMo-TiN (Gambar
6c) relatif rata dibandingkan dengan Gambar 6a dan 6b namun masih rapuh yang
ditunjukkan dengan adanya retakan pada lapisan. Pemanasan yang tidak berlahan

12
menyebabkan endapan yang menempel pada paduan logam CoCrMo-TiN menjadi
rapuh. Supaya endapan tersebut terlapis dengan kuat pada permukaan paduan
logam perlu ditambahkan bahan komposit seperti kitosan (Marist 2011). Selain itu
perlu adanya zat penstabil koloid seperti DEA (diethanolamine) agar koloid yang
terbentuk lebih stabil (Anggresani 2011). Berdasarkan variasi suhu yang
digunakan, ternyata pelapisan dengan suhu 1000 oC menghasilkan lapisan pada
paduan logam yang lebih bagus dibandingkan suhu 600 oC dan 800 oC.
Berdasarkan hasil tersebut, kemungkinan pemanasan pada suhu 600 oC dan 800
o
C tidak cukup untuk membuat endapan melapisi paduan logam seperti pada suhu
1000oC. Setelah mengetahui suhu yang optimum untuk pelapisan, maka gel hasil
sentrifuse dilapiskan secara manual pada paduan logam CoCrMo-TiN. Mengacu
pada Prasetyanti (2008) dan Pudjiastuti (2012), ternyata suhu 1000 oC
menunjukkan terbentuknya HAp, sehingga dengan metode sol-gel termodifikasi
ini diharapkan lebih efisien dalam pelapisan HAp pada paduan logam. Semakin
tinggi suhu saat pelapisan memungkinkan HAp yang melapisi pada paduan logam
semakin bagus. Pemadatan HAp terjadi pada suhu antara 1000-1500oC (Pane
2004). Gel yang telah memadat dan melapisi paduan CoCrMo-TiN dapat dilihat
pada Gambar 7.

Gambar 7 Gel yang memadat dan melapisi pada paduan logam CoCrMo-TiN
Sifat dari pelapisan sangat berkaitan dengan beberapa aspek, salah satunya
yaitu adhesi antara lapisan dan paduan logam CoCrMo-TiN. Adhesi yang baik
antara lapisan dengan logam dasar pada jenis lapisan logam yaitu dalam bentuk
paduan. Paduan logam dalam penelitian ini, yaitu CoCrMo-TiN. Pemilihan
paduan logam dikarenakan atom-atom pada paduan logam mengikuti kisi susunan
atom logam dasar sehingga berada pada kontak yang baik. Sifat adhesi lapisan ini
menjadi sangat penting karena dapat menyebabkan lapisan yang melekat pada
paduan logam menjadi rapuh. Oleh karena itu, permukaan paduan logam harus
bersih dari kotoran (kerak, lemak, oksida dan sebagainya). Selain permukaan
paduan logam yang harus bersih, luas permukaan dan kedalaman profil juga
menjadi faktor yang tidak kalah penting agar lapisan dapat melekat lebih kuat
pada paduan logam CoCrMo-TiN. Sebenarnya kedalaman profil dapat dilakukan
dengan mengamplas permukaan logam supaya menjadi kasar. Marist (2011),
mengamplas logam stainless steel 316 untuk meningkatkan kekasaran permukaan
logam dan menghilangkan lapisan oksida alami yang dimiliki logam seperti
lapisan krom oksida. Paduan logam CoCrMo-TiN dalam penelitian ini tidak
dilakukan pengamplasan, karena dikhawatirkan TiN yang berfungsi untuk
mencegah terjadinya korosi pada paduan akan terlepas sehingga mengakibatkan
lepasnya penyusun paduan CoCrMo saat dilakukan implan. Sifat lapisan pada
paduan logam juga dipengaruhi oleh kondisi yang tidak setimbang. Kondisi yang

13
tidak setimbang tersebut disebabkan oleh suhu yang tidak cukup untuk berdifusi
dengan baik menempati kisi. Oleh karena itu dilakukan variasi suhu untuk
mengetahui suhu yang optimum untuk pelapisan (Wahyudin 2012).
Gel yang memadat dan melapisi paduan logam CoCrMo-TiN, kemudian
dianalisis menggunakan XRD (Lampiran 6). Berdasarkan pola difraksi sinar-X
pada gambar 8, yang telah dicocokkan dengan data JCPDS didapatkan sudut 2θ
sebesar 27.63o, 33.26o, 54,51o adalah puncak milik HAp. Sedangkan sudut 2θ
sebesar 36.26o, dan 47.67o adalah puncak milik AKA, dan AKB. Keberadaan
AKA dan AKB pada difraktogram sinar-X tidak akan membahayakan bagi tubuh
manusia, karena AKA dan AKB merupakan tipe dari HAp yang termasuk
kedalam kategori komposit Ca3(PO4)2 (kalsium fosfat) yang muncul pada sudut
2θ 41.41o. Berdasarkan profil dari difraktogram sinar-X tersebut, semakin teratur
susunan atom dalam sampel, semakin tinggi tingkat kristalitasnya. Hal ini
ditunjukakan dengan semakin tinggi intensitas dan semakin sempit lebar setengah
puncak. Intensitas HAp lebih tinggi dibandingkan AKB dan AKA. Hidroksiapatit
juga muncul pada puncak-puncak minor lainnya, antara lain di daerah 2θ 24.93o,
56.82o, 59.31o, 62.94o, dan 64.23o (Lampiran 6). Parameter kisi HAp a = b =
9.418, c = 6.884. Parameter kisi yang didapatkan pada gel yang memadat dan
melapisi paduan logam CoCrMo-TiN sebesar a = 12.5788 Angstrom, c = 9.2068
Angstrom. Parameter kisi-kisi yang didapatkan jauh dari parameter kisi HAp
namun masih dalam rentang kelipatan dari parameter HAp tersebut. Hal tersebut
dipengaruhi oleh temperatur, sonikasi dan durasi pemanasan (Prasetyanti 2008,
Delmifiana dan Astuti 2013). Ukuran kristal yang didapatkan pada HAp yang
melapisi paduan logam CoCrMo-TiN sekitar 43.9595 nm. Ukuran kristal akan
mempengaruhi ukuran pori (Riyanto 2013). Semakin besar ukuran kristal maka
pori yang terbentuk akan semakin kecil, sehingga akan mempercepat
pertumbuhan jaringan tulang yang baru (Indrani 2012). Difraktogram HAp yang
melapisi paduan logam CoCrMo-TiN dapat dilihat pada Gambar 8.
700

= HAp

Intensitas

600

= Ca3(PO4)2

500

= AKB

400

= AKA

300
200
100
0
10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

60

65

70

75

80


Gambar 8 Difraktogram HAp yang melapisi paduan logam CoCrMo-TiN

14
Laju Korosi
Peristiwa korosi merupakan proses degradasi atau terlepasnya suatu
penyususun material menjadi suatu ion-ion yang berlangsung secara bertahap
akibat adanya serangan elektrokimia yang terjadi ketika suatu logam ditempatkan
didalam lingkungan elektrolitik berlawanan. Laju korosi dapat dilakukan dengan
beberapa metode, yaitu metode pengukuran polarisasi dan metode berat yang
hilang. Metode pengukuran polarisasi dapat dilakukan dengan teknik ekstrapolasi
tafel dan teknik tahanan polarisasi. Uji korosi dalam penelitian ini menggunakan
metode pengukuran polarisasi dengan teknik tahanan polarisasi. Teknik tahanan
polarisasi mengamati pola linier kurva polarisasi katoda atau anoda antara -10 mV
samapai 10 mV pada daerah pertemuan kurva anodik dan katodik (Ali 2007). Uji
korosi dalam penelitian ini dilakukan menggunakan seperangkat potensiostat 273.
Hasil dari pengujian ini akan didapatkan nilai laju korosi (mpy) yang dimiliki oleh
suatu logam. Dari uji korosi ini, diharapkan mendapatkan nilai laju korosi yang
kecil. Semakin kecil nilai laju korosi suatu logam maka logam tersebut akan
memiliki ketahanan korosi yang baik (Marist 2011). Menurut Prihantoko (2011),
hasil uji korosi pada paduan logam CoCrMo didapatkan laju korosi sebesar
0.0149 mpy. Berdasarkan hasil uji korosi pada penelitian ini, paduan logam
CoCrMo-TiN didapatkan laju korosi sebesar 0.0424 mpy. Hasil uji korosi pada
paduan logam CoCrMo-TiN yang telah di lapisi dengan HAp didapatkan laju
korosi sebesar 0.0082 mpy. Hasil uji korosi dari paduan logam CoCrMo dapat
dilihat pada Gambar 9.

0,045

Laju korosi (mpy)

0,04
0,035
0,03
0,025
0,02
0,015
0,01
0,005
0
CoCrMo

CoCrMo-TiN

CoCrMo-TiN-HAp

Gambar 9 Hasil uji korosi
Berdasarkan hasil uji korosi pada Gambar 9, laju korosi yang paling tinggi
terdapat pada sampel paduan logam CoCrMo-TiN sebesar 0.0424 mpy. Hal ini
dimungkinkan karena adanya unsur nitrogen yang melapisi logam Ti kurang
murni, hal ini menyebabkan konduktivitasnya meningkat dan mengakibatkan
meningkatnya laju korosi. Menurut Ali (2007), laju korosi yang dimiliki logam Ti,
yaitu 0.0679 mpy. Hal ini menunjukakan bahwa dengan adanya pelapisan TiN
laju korosi yang didapatkan semakin kecil bila dibandingkan dengan laju korosi

15
logam Ti, oleh karena itu dengan adanya pelapisan TiN diharapkan ketahan korosi
pada paduan logam akan Co semakin baik. Dengan adanya penurunan laju korosi
yang cukup besar, berarti dengan adanya unsur nitrogen mampu meningkatkan
ketahanan korosi (Susita et all. 2012). Laju korosi pada sampel paduan logam
CoCrMo lebih baik bila dibandingkan dengan sampel paduan logam CoCrMoTiN. Hal ini dapat dilihat dari laju korosi pada masing-masing sampel. Laju korosi
yang di miliki oleh sampel paduan logam CoCrMo sebesar 0.0149 mpy lebih kecil
bila dibandingkan dengan laju korosi yang di miliki oleh sampel paduan logam
CoCrMo-TiN. Kondisi tersebut menunjukakan bahwa terjadi penurunan laju
korosi yang mengidentifikasikan dengan penurunan laju korosi tersebut suatu
paduan logam memiliki ketahanan korosi yang semakin baik. Penurunan laju
korosi tersebut dimungkinkan terdapatnya unsur Cr (kromium) dan Mo
(Molibdenum) yang berperan sebagai lapisan oksida pasif untuk meningkatkan
ketahanan korosi pada paduan Co (Prihantoko 2011). Penurunan laju korosi atau
ketahanan korosi dipengaruhi oleh komposisi paduan logam dan lingkungan
pengkorosi. Komposisi unsur Cr yang tinggi diharapkan dapat berperan sebagai
lapisan pelindung untuk mencegah korosi yang terjadi (Rusianto 2009).
Ketahanan korosi yang paling baik ditunjukkan oleh sampel paduan logam
CoCrMo-TiN yang terlapisi HAp dengan laju korosi paling kecil bila
dibandingkan dengan sampel paduan logam yang lain, yaitu sebesar 0.0082 mpy.
Hal tersebut disebabkan oleh HAp yang terlapisi pada paduan logam. Ketebalan
merupakan faktor penting dalam ketahanan korosi. Lapisan yang semakin tebal
akan semakin memberikan perlindungan pada paduan logam terhadap korosi,
namun dengan HAp saja tanpa adanya komposit lain yang ditambahkan maka
lapisan akan lebih mudah rapuh (Marist 2011). Berdasarkan standard aplikasi
medis Eropa posisi level laju korosi harus kurang dari 1 mpy, sedangkan standard
laju korosi untuk aplikasi medis harus kurang dari 0.457 mpy (Ali 2007). Hasil uji
korosi ketiga sampel pada penelitian ini menunjukkan ketiga sampel tersebut
memiliki ketahan korosi yang baik dan dapat digunakan untuk aplikasi medis.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Hidroksiapatit dapat dilapiskan pada paduan logam CoCrMo-TiN dengan
metode sol-gel termodifikasi namun masih rapuh. Hasil XRD menunjukkan
bahwa terdapat AKA, AKB, dan kalsium fospat selain HAp. Hasil uji korosi
menunjukkan paduan CoCrMo-TiN dengan pelapisan HAp memiliki ketahanan
korosi yang baik karena memiliki laju korosi yang rendah.

16
Saran
Untuk mendapatkan lapisan HAp pada permukaan paduan logam CoCrMo
yang terlapisi TiN yang lebih kuat perlu dilakukan pemanasan bertahap dan
tambahan komposit lain seperti kitosan supaya HAp yang terlapisi tidak mudah
rapuh.

DAFTAR PUSTAKA
Anggresani L. 2011. Dip-coating senyawa kalsium fosfat dari batu kapur bukit tui
dengan variasi ratio mol ca/p melalui metode sol-gel. [Tesis]. Padang (ID) :
Universitas Andalas
Ali MY. 2007. Studi korosi titanium (ASTM B 337 Gr-2) dalam larutan artificial
blood plasma (ABP) pada kondisi dinamis dengan teknik polarisasi
potensiodinamik dan teknik exposure [skripsi]. Surabaya (ID): Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Baby RL, Hasan I, Kabir KA, Naser MN. 2010. Nutrient analysis of some
commercially important molluscs of bangladesh. J Sci Res. 2(2): 390–396.
Dahlan K, Prasetyanti F, Sari YW. 2009. Sintesis hidroksiapatit dari cangkang
telur menggunakan dry method. Biofisika. 5(2): 71-78.
Dewi SU. 2009. Pembuatan komposit kalsium fosfat-kitosan dengan metode
sonikasi. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Delmifiana B, Astuti. 2013. Pengaruh sonikasi terhadap struktur dan morfologi
nanopartikel magnetik yang disintesis dengan metode kopresipitasi. Jurnal
Fisika Unad. 2(3) : 186-188.
Hamidah N, Meta FR, Heru setyawan, dan Samsudin Affandi. 2012. Pelapisan
hidrofobik pada kaca melalui metode sol-gel dengan prekursor waterglass.
Jurnal Teknik POMITS. 1(1): 1-4.
Indrani DJ. 2012. Komposit hidroksiapatit kalsinasi suhu rendah dengan alginat
sargassum duplicatum atau sargassum crassifolium sebagai material scaffold
untuk pertumbuhan sel punca mesenkimal. [disertasi]. Depok (ID):
Universitas Indonesia.
Lestari A. 2009. Sintesis dan karakterisasi komposit apatit-kitosan dengan metode
in-situ dan ex-situ. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Marist AI. 2011. Pelapisan komposit hidroksiapatit-kitosan pada logam stainless
steel 316 untuk meningkatkan ketahanan korosi. [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Muntamah. 2011. Sintesis dan karakterisasi hidroksiapatiti dari limbah cangkang
kerang darah (Anadara granosa, Sp). [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Pane MS. 2004. Penggunaan hidroksiapatit sebagai bahan dental implan [skripsi].
Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Prasetyanti F. 2008. Pemanfaatan cangkang telur ayam untuk sintesis
hidroksiapatit dengan reaksi kering. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.

17
Prihantoko DA. 2011. Karakterisasi paduan CoCrMo dengan pelapian titanium
nitrida dan hidroksiapatit-kitosan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Pudjiastuti AR. 2012. Preparasi hidroksiapatit dari tulang sapi dengan metode
kombinasi uktrasonik dan spray drying. [tesis]. Depok (ID) : Universitas
Indonesia.
Riyanto AA. 2013. Pemanfaatan limbah cangkang keong sawah (Bellamya
javanica) untuk sintesis hidroksiapatit dengan modifikasi pori
mennggunakan pati beras ketan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Rusianto T. 2009. Perubahan laju korosi akibat tegangan dalam dengan metode Cring. Jurnal Teknologi Technoscientia. 2 (1): 134-142.
Santos MH, de Oliveira M, SouzaL PF,Mansur HS, VasconcelosWL. 2004.
Synthesis control and characterization of hydroxyapatite prepared by wet
precipitation process. Mater Res. 7(4): 625-630.
Saputra RI, Ririn K, Samsudin A dan Heru S. 2012. Pelapisan baja dengan
nanosilika secara elektroforesis untuk perlindungan terhadap korosi. Jurnal
Teknik POMITS. 1(1): 1-3.
Sidiqa AN, Nina G, Bambang S, Renny F. 2012. Surface modification of
multilayer coating Ti-Al-Cr and hidroxyapatite on calcium phospate cement
with sol-gel method. Journal of Dentistry indonesia. 19(2): 43-46.
Soído C, Vasconcellos MC, Diniz AG, Pinheiro J. 2009. An Improvement of
Calcium Determination Technique inthe Shell of Molluscs. Brazilian
Archives Of Biology And Technology52(1):93-98.
Sukaryo GS, Nurchamid j, Bambang, Sitompul, Yuswono. 2012. Pembuatan
prototip prostetik sendi lutut. . Di dalam: Sukaryo GS, editor. Seminar
Nasional. 2012 November 29-30; Tangerang Selatan, Indonesia. Tangerang
Selatan (ID): PTBIN-BATAN. hlm 175-179.
Susita LRM, Sudjatmiko, Wirjoadi, Bambang S, Ratna H. 2012. Efek lapisan
nitrida terhadap ketahanan korosi permukaan material untuk prostetik. Di
dalam: Susita LRM, editor. Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Teknologi
Akselerator dan Aplikasinya. 2012 Januari; Yogyakarta, Indonesia.
Yogyakarta (ID): Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan- BATAN.
hlm 90-100.
Trianita VN. 2012. Sinteis hidroksiapatit berpori dengan porogen polivinil alkohol
dan pati. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wahyudin. 2012. Adhesi lapisan dari proses lapis listrik. BULETIN IPT. 2(2): 811.
Winardi S, Kusdianto, Widiyastuti. 2011. Preparasi film ZnO-silika nanokomposit
dengan metode sol-gel. Di dalam: Winardi S, editor. Pengembangan
Teknologi Kimia untuk Pengolahan Summber Daya Alam Indonesia.
Seminar nasional teknik kimia; 2011 februari 22;Yogyakarta, Indonesia.
Yogyakarta (ID): Kejuangan. hlm 1-5.

18
LAMPIRAN
Lampiran 1 Konversi serbuk cangkang keong sawah

Serbuk (CaCO3)
Kalsinasi pada suhu 1100oC
Selama 2 jam

XRD non-kalsinasi

CaO

Diamkan selama 1
minggu
XRD setelah
kalsinasi

Ca(OH)2
SSA

XRD setelah kalsinasi

19
Lampiran 2 Sintesis HAp dengan metode basah

(CaOH)2 0.5M + (NH4)2HPO4 0.3M
Suhu 400C ±1jam
Kontrol pH (Basa)
Dekantasi
Dibiarkan 24 jam
Sonikasi (6jam)

Sentrifuse (4500 rpm,15’)

Gel

20
Lampiran 3 Pelapisan HAp pada paduan CoCrMo-TiN

Gel hasil sentrifus

Paduan CoCrMo-TiN

Tanur pada suhu 600,800,
1000 oC selama 2 jam
Pemilihan pelapisan
terbaik

Analisis XRD, uji korosi

21
Lampiran 4 Data komposisi bahan untuk sintesis HAp
Pereaksi
Bobot Molekul (g/mol)
Bobot teoritis (g)
Konsentrasi (M)
Volume (mL)

Ca(OH)2
74.0780
3.7039
0.5
100

(NH4)2HPO4
131.9880
3.9596
0.3
100

Reaksi : 10Ca(OH)2 + 6(NH4)2.HPO4 Ca10(PO4)6(OH)2 + 6H2O + 12NH4OH
a. Larutan (NH4)2.HPO4 0,3 M
M= x
x
0.3 =
g = 3. 9596 gram
b. Larutan Ca(OH)2 0.5 M
M= x
x
0.5 =
g = 3.7039 gram
c. Rasio konsentrasi Ca/P
Ca/P = 1,67
Ca = 0.5 M
P = 0.3 M
Ca/P = 0.5/0.3 = 1.67

22
Lampiran 5 Data perhitungan konsentrasi Ca cangkang keong sawah
a. Absorbans standar kalsium
Konsentrasi standar (ppm)
2.0000
4.0000
8.0000
12.0000
16.0000

Absorbans
0.1000
0.1933
0.3877
0.5654
0.7318

Absorban

0,8
y = 0,0454x + 0,0146
R² = 0,9991

0,6
0,4
0,2
0
0

5

10

15

20

Konsentrasi (ppm)

Kurva deret standar
b. Absorbans dan konsentrasi kalsium cangkang keong sawah
Sampel

Konsentrasi (ppm)

Blanko sampel
Sampel Cangkang 1
Sampel Cangkang 2
Sampel Cangkang 3

Absorban

0.4255
9.6755
8.0773
8.7011

0.039
0.4535
0.3810
0.4093

WF

VF

DF

1 1
0.101 100
0.101 100
0.102 100

1
100
100
100

Contoh perhitungan ulangan 1 (sampel cangkang keong sawah 1):
Konsentrasi Ca

=

=



= 915841.5842 ppm
= 915841.5842/10000
= 91.58%
Rerat